Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Problem atau isu-isu yang muncul pada masa kini sangat begitu kompleks
dan tidak terbatas. Oleh karena itu diperlukan aktualisasi dan kontekstualisasi
pesan-pesan universal Alquran oleh para penafsir modern-kontemporer. Hal ini
juga hanya dapat dilakukan jika Alquran selalu ditafsirkan sesuai dengan
zamannya, berdasarkan nilai dan prnsip dasar universal Alquran.
Alquran muncul sebagai suatu kitab yang dari awal hingga akhirnya selalu
memberikan semua tekanan-tekanan moral, yang perlu bagi tindakan manusia
yang kreatif. Karena pada dasarnya semangat dasar Alquran adalah moral. Hukum
dalam Islam tidak dinyatakan secara langsung. Ada tahapan-tahapan tersendiri.
Adakalanya Alquran tidak menyebutkan langsung maksud dari ayat itu sedniri,
tetapi jika ayat itu digali kita akan menemukan sebuah tujuan atau cita-cita yang
ingin disampaikan dalam ayat itu. Karena Alquran merupakan kitab yang Salih li
kulli zaman wa makan.Jadi tidak perlu adanya sakralisasi penafsiran Alquran,
sebab hal itu dapat menyebabkan dinamika pemikiran umat Islam mengalami
setagnasi (jumud), diam, dan kaku, tidak bergerak dan tidak aktif.1
Mengungkapkan makna kontekstual dan berorientasi pada semangat
Alquran merupakan karateristik yang menonjol di era tafsir kontemporer. Fazlur
Rahman menawarkan teori gerakan gandanya sebagai upaya dalam
mengungkapkan idea moral dari suatu ayat. Ia ingin mengungkapkan sebuah
tujuan yang ingin disampaikan oleh Alquran Sehingga sebuah pesan Alquran
dapat pula berlaku mada saat ini juga.
Fazlur Rahman mendefinisikan Alquran sebagai firman Tuhan, dalam arti
kata juga seluruhnya adalah perkataan Muhammad (Fazlur Rahman, 1984: 33).
Dan dikatakan pula bahwa Fazlur Rahman mendefinisikan Alquran sebagai
respon Tuhan melalui Muhammad selaku wadah, terhadap kondisi moral dan

1
Dm-poligami (2), hal 1

1
sosial masyarakat Arab pada waktu itu. Oleh karena itu, Alquran tidak bisa lepas
dari konteks sosial dan sejarah.
Menurut Dr. Abdul Mustaqim (2014: 156), Fazlur Rahman sangat aplikatif
dalam merumuskan metodologinya. Kontruksi epistimologi yang dibangun
keduanya juga mempunyai implikasi-implikasi yang cukup signifikan dan sangat
relevan bagi pengembangan tafsir di Indonesia. Terutama ketika metodologi
tersebut dijadikan pisau bedah analisis dalam merespon isu pluralisme, gender,
HAM, hukum dan lain sebagainya.2
Salah satu teori yang di gunakan oleh Fazlur Rahman dalam menafsirkan
Alquran adalah teori double movement (gerakan ganda). Teori ini sangat
berpengaruh dalam melahirkan tafsir-tafsir kontekstual. Sehingga menjadi penting
bagi penulis untuk meaparkan implementasi dari teori tersebut. Adapun yang akan
penulis paparkan dalam makalah ini terkait dengan teori double movement dan
implementasinya dalam Alquran adalah pada ayat yang berkenaan dengan
poligami.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian teori double movement?
2. Bagaimana implementasi teori double movement dalam Alquran?

C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian double movement
2. Mengetahui bagaimana implementsi teori double movement dalam
Alquran

2
Dm-poliami (2), Hal 2

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Double Movement


Kehadiran Rahman dalam daftar nama-nama pemikiran Islam membawa
sesuatu yang baru terhadap pemikiran Islam, meskipun sebenarnya
pembaharuan dalam Islam telah dilakukan oleh beberapa pemikir sebelum
Islam.973 Ijtihad dalam perspektif Rahman dimaknai sebagai kebebasan
berpikir yang bertanggung jawab lebih baik daripada pendapat yang
berdasarkan analogis semata-mata, dengan anggapan, bahwa untuk masalah-
masalah yang tidak terdapat dalam Alquran dan Hadis maka pintu terbuka
untuk kemampuan-kemampuan yang lebih luas dalam menafsirkan naskah
tertulis.984
Menurut Rahman, satu-satunya metode tafsir yang dapat diterima dan
mampu mengakomodasi tuntutan intelektual dan integritas moral adalah
metode yang merujuk pertama kali pada kritik sejarah dalam makna term yang
seluas mungkin. Hanya dengan cara inilah apresiasi yang murni terhadap
tujuan-tujuan Alquran dan hadis dapat dicapai. Untuk itu, ia memperkenalkan
metode gerakan ganda (double movement).5
Kehadiran metode gerakan ganda, dipicu oleh kekecewaan Rahman
terhadap ulama sarjana modernisme klasik yang lebih cenderung
mengeksploitasi warisan Islam historis dalam menangani isu pembaharuan
dan juga dilatar belakangi oleh realitas bahwa para mufasir klasik dan abad
pertengahan telah mentreatmen Alquran secara ayat per ayat sesuai
kronologinya dalam mushaf, kendati terkadang mereka melakukan rujukan
silang tatkala menafsirkan suatu ayat. Sayangnya hal ini tidak dilakukan
secara sistematis, sehingga karya tafsir mereka tidak membuahkan suatu
pandangan dunia (weltanschauung) yang kohesif dan signifikan bagi
kehidupan Secara keseluruhan. Upaya untuk melakukan penafsiran ayat
3
Dm(1), hal 7
4
Dm(1), hal 7
5
Dm, hal 5

3
Alquran dengan ayat yang lain (Alquran Yufassir ba'dhuhu ba'dha) memang
telah terealisir dalam karya mereka, namun yang belum terlihat adalah usaha
mengintegrasikan makna al-Qur'an secara sistematis demi mewujudkannya
dalam suatu pandangan dunia yang padu (Rahman, 1986: 45).6 Karena Itulah
kemudian berupaya merumuskan metode tafsir yang dikenal dengan metode
double movement.
Selain itu teori ini digunakan Fazlur Rahman karena terilhami dari teori
hermeneutika yang biasa digunakan untuk memaknai bible, latar belakang
pendidikan dan kehidupannya yang banyak menetap di Barat berpengaruh
pada rumusan konsep ini. Rahman memang sealiran dengan Emilio Betti1107
yang masi percaya pada makna otentik. Perbedaan konsep antara Betti dan
Rahman terletak pada proses pemahaman teks yang melibatkan pencipta teks
tersebut. Jika Betti beranggapan bahwa makna asli suatu teks terletak pada
akal pengarang, maka Rahman berpendapat makna asli teks tidak dapat
dipahami melalui konteks sejarah ketika teks tersebut ditulis dan diturunkan
karena seorang mufassir tidak mungkin masuk dalam “pikiran” Tuhan, yang
paling mungkin dilakukan adalah memahami konteks saat Alquran
diturunkan.1118
Fazlur Rahman menyatakan bahwa memahami dan menafsiri Alquran,
dibutuhkan kejian terhadap sisi historis dengan menyajikan problem kekinian
ke konteks turunnya Alquran. Hal tersebut sebagaimana pernyataannya:
“Proses memahami Alquran yang dimaksud disini terdiri dari gerakan
ganda, dari situasi saat ini menuju pada masa Alquran, kemudian kmbali pada
masa saat ini”9
Pada gerak pertama ini terdiri dari dua langkah, yakni pertama merupakan
tahap pemahaman tekstual Alquran dan konteks sosio historis ayat ayatnya.
Dimana interpretasi Alquran diiringi dengan memahami konteks mikro dan
makro. Konteks mikro adalah sebab turun yang memiliki ketersinggungan

6
Dm, hal 6
7
Dm(1), hal 12
8
Dm(1), hal 12
9
Fazlur Rahman, Islam and Modernity, (Chicago: Universitay of Chicago Press, 1982) 5

4
dengan turunya suatu ayat, sedangkan konteks makro adalah kondisi sosial
budaya di sekitar Arab meliputi situasi budaya, pola interaksi, geografis,
politik, dan konteks lainya yang mengitari turunya Alquran.10 Atau dengan
kata lain memahami makna Alquran sebagai suatu keseluruhan di samping
dalam batas ajaran-ajaran khusus yang merupakan respon terhadap situasi-
situasi khusus.11 Kemudian langkah kedua, dari gerakan pertama ini adalah
mufassir berusaha menangkap makna asli dari ayat Alquran dalam konteks
sosio-historis kenabian, dari hal itulah maka ditemukan ajaran universal (ideal
moral) Alquran yang melandasi berbagai perintah normatif Alquran. 11312
Gerak kedua, melanjutkan dari gerak pertama yang telah menghasilkan
nilai ideal moral untuk dicari relevansinya terhadap kehidupan saat ini.13
Setelah melakukan relevansi, tahap berikutnya yang dilakukan dalam
melakukan kontekstualisasi saat ini adalah mencari kemungkinan bahwa nilai
ideal moral dapat dibumikan pada masyarakat. Dalam kontekstualisasi,
tahapan yang sulit adalah penyesuaian budaya, dimana nilai idel terkadang
sulit diterima karena berbenturan dengan budaya tertentu.2214
Double Movement merupakan metode tafsir yang sistematis dan
komprehensif. Metode tafsir ini mensintesakan metode-metode tafsir yang
pernah diaplikasikan pada masa klasik dan modern. Metode ini menawarkan
gerakan ganda dalam menginterpretasikan setiap ayat. Gerakan pertama dapat
membantu mufassir mengevaluasi ayat yang diteliti dalam konteks latar
belakang sejarahnya. Dengan demikian, tujuan dan maksud ayat secara
autentik dapat dipahami. Sementara gerakan kedua sesungguhnya merupakan
upaya menafsirkan ayat yang dihadapkan dengan situasi sosio-kultural
kontemporer saat ini.15

10
Dm(2), hal 12
11
Dm-poligsami, hal 8
12
Dm(1), hal 13
13
Latar belakang, dm-skripsi
14
Dm(2), hal 13
15
dm-skripsi, hal 72

5
B. Implementasi Teori Double Movement dalam Pemahaman Alquran
Berabad-abad sebelum Islam diwahyukan, masyarakat diberbagai belahan
dunia telah mengenal dan mempraktikkan poligami. Diantaranya adalah
Yunani, Persia, Mesir kuno, Yahudi, dan sebagainya. Masyarakat Jazirah
Arab sendiri, jauh sebelum Islam datang, telah mempraktikkan poligami
tanpa batas. Begitu pula anggapan bangsa Timur kuno, seperti Babilonia,
Madyan dan Syiria, poligami merupakan perbuatan suci, karena para raja dan
penguasa yang meempati posisi suci juga melakukan poligami.
Selain itu, kekuasaan yang digunakan sewenang-wenang atau tirani dan
dominasi serta perbudakan kaum pria terhadap kaum perempuan menjadi
salah satu penyebab poligami pada saat itu. Adanya sistem patriarki, yaitu
kaum pria menempati kedudukan mendominasi kaum perempuan. Namun
setelah Islam datang, poligami tidak serta merta dihapuskan, namun Nabi
Muhammad saw. melakukan perubahan sesuai dengan turunnya surah an-
Nisa ayat 3, yaitu dengan membatasi jumlah bilangan isteri sampai dengan
empat orang dan menetapkan syarat yang ketat, yaitu harus mampu berlaku
adil.16
Dalam Islam, poligami seolah memiliki legitimasinya di dalam Alquran
yakni dalam Q.S Al-Nisa (4): 3 dan Q.S Al-Nisa (4): 129, yang notabene
merupakan ayat-ayat yang secara jelas berbicara tentang persoalan poligami.
Dalam ayat-ayat tersebut, Islam tidak melarang poligami secara mutlak
(haram), tetapi juga tidak menganjurkannya (wajib).17 Berikut implementasi
penafsiran Fazlurrahman tentang poligami dengan teori double movement
Fazlur Rahman yang bisa diterapkan dalam permasalahan poligami dalam
perkawinan pada surat An-Nisa’ Ayat 3.
1. Teks Ayat Alquran dan Terjemah ayat
Q.S An-Nisa’ (4): 318

16
Hal 7
17
Dm-poligami, hal 2
18
Tafsirweb, Qur’an Surat An-Nisa Ayat 3, diakses dari https://tafsirweb.com/1535-quran-
surat-an-nisa-ayat-3.html, diakses pada tanggal 21 Oktober 2020, pukul 11:20 WIB.

6
‫ٓا ِء‬-‫س‬ َ ِّ‫اب لَ ُكم ِّمنَ ٱلن‬- َ -‫ط‬ َ ‫ا‬--‫وا َم‬ ۟ ‫ٱن ِك ُح‬--َ‫وا فِى ٱ ْليَ ٰتَ َم ٰى ف‬ ۟ ُ ‫ط‬- ‫س‬ِ ‫َوإِنْ ِخ ْفتُ ْم أَاَّل تُ ْق‬
۟ ُ‫ ِدل‬-‫إِنْ ِخ ْفتُ ْم أَاَّل تَ ْع‬-َ‫ث َو ُر ٰبَ َع ۖ ف‬
ۚ ‫ا َملَ َكتْ أَ ْي ٰ َمنُ ُك ْم‬--‫ َدةً أَ ْو َم‬-‫وا فَ ٰ َو ِح‬ َ َ‫َم ْثنَ ٰى َوثُ ٰل‬
۟ ُ‫ٰ َذلِكَ أَ ْدنَ ٰ ٓى أَاَّل تَ ُعول‬
‫وا‬
Artinya: “Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah
perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika
kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang
saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu
lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim. (Q.S An-Nisa’ (4): 3). 19
2. Kosa Kata Penting
Adapun kosa kata penting pada QS. An-Nisa ayat 3 adalah
Kata Arti Kata Arti
‫ِخ ْفتُ ْم‬ Kamu takut ‫َوثُ ٰلَ َث‬ Bertiga
‫أَاَّل‬ Bahwa tidak ‫َو ُر ٰبَ َع‬ Berempat
‫وا‬-۟ ُ‫سط‬ ِ ‫تُ ْق‬ Kamu berlaku adil ‫ِخ ْفتُ ْم‬ Kamu takut
‫ٱ ْليَ ٰتَ َم ٰى‬ Anak-anak yatim ‫أَاَّل تَ ْع ِدلُوا‬ Kamu tidak berlaku adil
‫وا‬ ۟ ‫فَٱن ِك ُح‬ Maka nikahilah ً‫فَ ٰ َو ِح َدة‬ Maka satu saja
‫اب‬ َ َ‫ط‬ Baik/senang ‫أَ ْي ٰ َمنُ ُك ْم‬ Tangan kananmu/budak
‫سٓا ِء‬ َ ِّ‫ٱلن‬ Wanita-wanita ‫أَ ْدنَ ٰ ٓى‬ Lebih dekat
‫َم ْثنَ ٰى‬ Berdua ‫وا‬۟ ُ‫أَاَّل تَ ُعول‬ Kamu berbuat aniaa

3. Asbabun Nuzul
Dalam kitab Shahih Bukhari pada Bab 18:
“Firman Allah ‟Azza wa Jalla:”Dan jika kamu khawatir tidak dapat berlaku
adil terhadap anak-anak yatim...” (Q.S an-Nisa: 3). Diriwayatkan dari
‟Aisyah ra bahwa dia ditanya oleh Urwah mengenai firman Allah swt: ”Dan
jika kamu khawatir tidak dapat berlaku adil terhadap anak-anak yatim...”
(Q.S an-Nisa: 3). Kemudian ‟Aisyah menyatakan kepada Urwah: ”Wahai
putra saudara perempuanku! Anak perempuan yatim yang dimaksud dalam
ayat tersebut berada dalam asuhan walinya yang mengurus hartanya,
kemudian wali tersebut terpikat oleh harta dan kecantikan anak yatim itu

19
Tim Produksi Riels Grafika, dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Pustaka Al-
Hanan, 2009), h.77.

7
sehingga dia ingin mengawininya tanpa berlaku adil dalam memberikan
maskawin, yakni hanya memberinya maskawin sebanding dengan apa yang
diberikan kepadanya oleh laki-laki lain. Dengan adanya kasus tersebut maka
wali yang mengasuh perempuan yatim dilarang mengawininya kecuali jika
bisa berlaku adil dan memberinya maskawin lebih tinggi dari pada apa yang
diberikan oleh laki-laki lain pada umumnya. Para wali yatim tersebut
diperintahkan menikahi perempuan-perempuan lain yang baik bagi mereka
(jika mereka khawatir tidak dapat berlaku adil terhadap anakanak yatim yang
ada dalam perwalian mereka)”. ‟Aisyah ra melanjutkan: Sesudah ayat ini,
orang-orang meminta fatwa kepada Rasulullah saw., maka Allah
menurunkan ayat lagi (yang artinya): ”Mereka meminta fatwa kepadamu
mengenai para wanita”. (Q.S an-Nisa: 127). Adapun lanjutan ayat (yang
artinya): ”...sedangkan kamu ingin mengawini mereka...” (Q.S an-Nisa: 127)
adalah karena kebiasaan wali yang tidak suka mengawini perempuan yatim
dalam perwaliannya yang hartanya hanya sedikit dan tidak seberapa cantik.
Dengan demikian, mereka para wali yang mengurus perempuan-perempuan
yatim yang menyukai harta dan kecantikan mereka di larang menikahi
mereka kecuali dengan adil, karena seandainya yatim-yatim tersebut hanya
berharta sedikit dan tidak cantik tentu wali-wali mereka tidak ingin menikahi
mereka. ( HR. Bukhari ).20

4. Penjelasan Ayat
Poligami merupakan isu yang selalu muncul dalam hukum
keluarga. Secara umum ulama Pakistan berpandangan bahwa poligami
dibolehkan dalam Islam bahkan dijustifikasi dan ditoleransi oleh Alquran
sampai empat istri. Pandangan inilah yang secara tidak langsung
kemudian membangun tuduhan klasik bagaimana ajaran Islam
memperlakukan perempuan secara tidak adil dengan membolehkan
poligami. Pandangan ini bagi Rahman mereduksi ideal moral Alquran.

20
Imam az-Zabidi, Mukhtashar Shahih al-Bukhari diterjemahkan Achmad Zaidun,
Ringkasan Hadits Shahih al-Bukhari (Cet. I, Jakarta: Pustaka Amani, 2002), h. 849. Abdul
Malik Abdul Karim Amrullah, Tafsir Al Azhar juz 4, (Cet. I; Jakarta: Panji Masyarakat, 1987),
h.226.

8
Praktik ini juga tidak sesuai dengan harkat wanita yang memiliki
kedudukan yang sama dengan laki-laki sebagaimana dinyatakan
Alquran.21 Karena itu, pernyataan Alquran yang membolehkan poligami
menurut Fazlur hendaknya dipahami dalam nuansa etisnya secara
komprehensif.
Secara jelas Fazlur Rahman menyatakan dalam bukunya:
“Setiap pernyataan yang legal di dalam Alquran selalu disertai dengan
ratio legis yang menjelaskan mengapa sebuah hukum dinyatakan dan
untuk memahami ratio legis maka harus dipelajari latar belakang sosio
historis. Ratio Legis ini merupakan inti sedangkan legislasi aktual
merupakan perwujudannya asalkan tepat dan benar merealisasikan ratio
legis tersebut; jika tidak demikian maka hukum tersebut harus dirubah.
Jika situasi berubah sedemikian rupa sehingga hukum tidak lagi
mencerminkan ratio legis tersebut, maka hukum tersebut harus dirubah”.
Terkait dengan pernyataan tersebut, dalam pandangan Fazlur
Rahman kesalahan yang paling mencolok dari tradisi hukum kaum
muslimin adalah memandang Alquran sebagai kitab undang-undang
tetapi bukan sebagai sumber religius dari hukum. Hal ini bisa dilihat dari
penafsiran tradisional yang melihat bahwa izin untuk berpoligami itu
mempunyai kekuatan hukum sedang keharusan untuk berbuat kepada
istri-istri tersebut, walaupun sangat penting terserah kepada kebaikan
suami (walaupun hukum Islam yang tradisional memberikan hak kepada
kaum wanita untuk meminta pertolongan atau perceraian apabila mereka
dianiaya atau dikejami oleh suami mereka). Dari sudut pandang agama
yang normatif ini, menurut Rahman; keadilan terhadap para istri yang
memiliki posisi lemah ini tergantung pada kebaikan suami, walaupun
pasti akan dilanggar.22
Pada dasarnya Fazlur Rahman mengakui adanya poligami dalam
Alquran, Islam memperbolehkan poligami dengan syarat-syarat tertentu,
sebelum turun ayat ini poligami sudah ada, dan pernah pula dijalankan
21
Dm-poligami, hal 13
22
Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, Terjemahan Anas Mahyuddin, Cet. II
(Bandung: Penerbit pustaka, 1996), h.69.

9
oleh para nabi sebelum nabi Muhammad SAW, tetapi menurutnya
hukum ini tidak berlaku lagi.23 Ia menjelaskan bagaimana kondisi Arab
waktu turunnya Alquran sebagai gerak pertama (sosio-historis) dari
teorinya. Pada saat itu tidak ada batasan jumlah wanita yang dinikahi.
Maka Alquran meresponnya dengan melakukan pembatasan dengan
empat istri.24
Fazlur Rahman mengatakan bahwa poligami merupakan
perkawinan yang bersifat kasuistik dan spesifik untuk menyelesaikan
masalah yang ada pada saat itu, yaitu tindakan para wali yang tidak rela
mengembalikan harta kekayaan anak yatim setelah anak itu menginjak
usia cukup umur atau baligh. Lantas Alquran membolehkan mereka (para
wali) mengawini perempuan yatim itu dijadikan istri sampai batas empat
orang. Tujuan Alquran di sini adalah untuk menguatkan bagian-bagian
masyarakat yang lemah, seperti; orang-orang miskin, anak-anak yatim
kaum wanita, budak-budak, dan orang-orang yang terjerat hutang,
sehingga tercipta sebuah tatanan masyarakat yang etis dan egaliter.25
Maka gerak keduanya adalah mengklasifikasi legal formal dan
ideal moral. Legal formal dari perkawinan adalah pembatasan empat istri,
kemudian ia berspekulasi bahwa ideal moral dari pembatasan tersebut
adalah satu istri (monogami) sebagai kelanjutan pembatasan yang
pertama. Maka ketika ayat ini diaplikasikan pada saat ini, yang menjadi
patokan adalah ideal moralnya.26 Itu artinya ideal moral atau dalam
literatur lain disebut dengan cita-cita moral dari ayat tentang poligami
tersebut yaitu monogami.
Pada dasarnya ayat tersebut menghendaki agar orang Islam itu
supaya bermonogami, namun redaksi dalam ayat itu tidak diungkapkan
secara langsung melainkan dilakukan secara bertahap. Mulai dari
23
Fahmi Ulyati, Pemikiran Fazlur rahman dalam Q.S. An-Nisa’ (4): 3 Tentang Poligami,
(Jurnal Syariati, UNSIQ, 2017), h.21.
24
Daden Robi Rahman, Infiltrasi Hermeneutika Terhadap Penafsiran Ayat-Ayat Ahkam,
(PP. Darussalam Gontor: CIOS, t.t), h.30.
25
Fazlur Rahman, Tema Pokok Al-Qur’an, Terjemahan Anas Mahyuddin, Cet. II
(Bandung: Penerbit pustaka, 1996), h.68.
26
Dm(2), hal 15-17

10
keadaan bangsa Arab yang “suka” menikah dengan banyak wanita,
dibatasi hanya menjadi empat saja dan terakhir dianjurkan untuk menikah
dengan satu saja. Menurut penulis, inilah sebenarnya yang dikehendaki
Fazlur Rahman terkait poligami berkenaan dengan teori double
movement. Jadi pada intinya, Alquran dalam menyampaikan hukumnya
dilakukan secara bertahap tidak spontan, supaya tidak mengagetkan
pembacanya.
Pada intinya menurut Fazlur Rahman, asas ideal pernikahan di
dalam Islam adalah monogami, sedangkan pengakuan poligami
sebagaiman yang diungkapkan dalam surat an-Nisa ayat 3 adalah bersifat
kasusistik dan spesifik untuk penyelesaian masalah yang terjadi pada
masa itu. Ditambahkan pula bahwa untuk memahami surah an-Nisa ayat
3 harus dihubungkan dengan ayat 129 yang berbicara masalah perwalian
dan anak yatim.

َّ ‫ص ُت ْم ۖ َفاَل َتمِيلُوا ُكل‬


ْ ‫اء َو َل ْو َح َر‬
ِ ‫س‬ َ ‫َو َلن َت ْس َتطِ ي ُعوا أَن َت ْع ِدلُوا َب ْينَ ال ِّن‬
‫ورا‬ً ُ‫صلِ ُحوا َو َت َّتقُوا َفإِنَّ هَّللا َ َكانَ َغف‬ْ ‫ا ْل َم ْي ِل َف َت َذ ُروهَا َكا ْل ُم َعلَّ َق ِة ۚ َوإِن ُت‬
‫َّرحِي ًما‬
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-
isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu
janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga
kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika kamu mengadakan
perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”27
Fazlur Rahman memahami bahwa sikap adil itu mustahil
dijalankan oleh seorang laki-laki (suami) terhadap masing-maisng
istrinya. Yang menjadi perhatian di sini adalah klausa tentang berlaku
adil yang mempunyai kepentingan lebih mendasar daripada klausa
spesifik yang membolehkan poligami. Tuntutan untuk berlaku adil dan
wajar adalah salah satu tuntutan dasar keseluruhan ajaran Alquran.
27
Reza Ervani. Maktabah Rumah Ilmu. Yayasan Rumah Ilmu Indoneisa.
https://maktabah.rumahilmu.or.id/perayat.php?surat=4&ayat=129

11
5. Kesimpulan Double Movement dari Ayat Poligami dalam Alquran
Dapat dipahami dari pemaparan diatas, bahwa pesan terdalam
Alquran adalah tidak menganjurkan poligami, tetapi justru
memerintahkan sebaliknya yaitu monogami, dan itulah ideal moral yang
hendak dicapai oleh Alquran.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya Fazlur
Rahman tidak setuju dengan formulasi para tokoh pembaharu lain yang
menggunakan dalil surat An Nisa’ ayat 3 dan 129 sebagai dasar bahwa
asas perkawinan Islam adalah monogami, yaitu dengan logika berpikir,
Alquran membolehkan poligami dengan syarat berlaku adil, tetapi
disebut dalam ayat 129 bahwa manusia tidak mungkin dapat berlaku adil
terhadap para isterinya.

12
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan

Dalam tataran praktis, penafsiran yang ditawarkan oleh Fazlur Rahman


dalam rumusan tafsirnya tersebut diaplikasikan dengan menafsirkan ayat-ayat
yang spesifik dalam Al-Qur`an, kemudian, menggali dan memetakan prinsip-
prinsip umum, nilai-nilai dan tujuan jangka panjangnya. Kemudian dilanjutkan
dengan memformulasikan dan merealisasikan pandangan (prinsipprinsip) umum
tersebut ke dalam pandangan spesifik di masa sekarang.28
Sehingga dapat disimpulkan pula bahwa teori double movement Fazlur
Rahman lebih mengedepankan pada aspek historitas dan tahapan-tahapan dalam
pensyariatan.

28
Hal 6

13
DAFTAR PUSTAKA

Al Buthy, Said Ramadhan. 2015. The Great Episodes of Muhammad SAW. :


Menghayati Islam dari Fragmen Kehidupan Rasulullah,.Terj. Fedrian
Hasmand, Arifin, Fuad. Bandung: PT Mizan Publika
Al Madany, Hidayah. 2013. “Kondisi Masyarakat Arab Pra Islam”, (online)
https://hidayahalmadany.blogspot.com/2013/06/kondisi-masyarakat-arab-
pra-islam.html (diakses pada 01 Maret 2020)
Anonim, 2015. (online) https://tongkronganislami.net/asal0usul-dan-kondisi-
politik-bangsa/ (Diakses pada 02 Maret 2020)
Ariana. 2019. “Kumpulan Makalah Semester 4”, (online)
http://waklehganteng.blogspot.com/p/kumpulan-makalah-smester-4-wak-
leh.html (diakses pada 1 Maret 2020)
Hatim, Ahmad. 2013. “Makalah Sejarah Peradaban Islam”, (online)
https://ahmadhatimi.blogspot.com/2013/12/makalah-sejarah-peradaban-
islam-keadaan.html (diakses pada 01 Maret 2020)
Mufrodi Ali. 1997. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos
News. 2012. “Sejarah Kebudayaan Islam Arab Pra Islam”, (online)
http://newsae65.blogspot.com/2012/10/sejarah-kebudayaan-islam-arab-
pra-islam.html. Diakses pada 29 Februari 2020
Wijaya, Aden. 2007. Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Safiria
Insani Press
Yahya, Yuangga Kurnia. 2019. “Pengaruh Penyebaran Islam di Timur
Tengah dan Afrika Utara: Studi Geobudaya dan Gepolitik”,Jurnal
Peradaban Islam Vol. 16 No.1, Juni

14

Anda mungkin juga menyukai