Anda di halaman 1dari 11

TABARRUK

19. Maka Apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al Lata dan Al Uzza,
20. dan Manah yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah) [*]?
21. Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan?
22. yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil.
23. itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan bapak-bapak kamu mengadakannya; Allah tidak
menurunkan suatu keteranganpun untuk (menyembah) nya. mereka tidak lain hanyalah mengikuti
sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka dan Sesungguhnya telah datang
petunjuk kepada mereka dari Rabb mereka. (QS. An-Najm : 19-23)

[*] Al Lata, Al Uzza dan Manah adalah nama berhala-berhala yang disembah orang Arab Jahiliyah dan
dianggapnya anak-anak perempuan tuhan.

Dalam ayat ini :


1. Allah menyangkal tindakan kaum musyrikin yang tidak rasional, karena mereka menyembah ketiga
berhala tersebut yang tidak dapat mendatangkan manfaat dan tidak pula dapat menolak madlarat.
2. Dan Allah mencela tindakan dzalim mereka dengan memilih untuk diri mereka jenis yang baik dan
memberikan untuk Allah jenis yang buruk dalam anggapan mereka.
3. Tindakan mereka itu semua hanyalah berdasarkan sangkaan sangkaan dan hawa nafsu, tidak
berdasarkan pada tuntunan para Rasul yang mengajak umat manusia untuk beribadah hanya
kepada Allah dan tidak beribadah kepada selainNya.

Abi Waqid Al Laitsi menuturkan :


“Suatu saat kami keluar bersama Rasulullah menuju Hunain, sedangkan kami dalam keadaan baru saja
lepas dari kekafiran (masuk Islam), disaat itu orang-orang musyrik memiliki sebatang pohon bidara yang
dikenal dengan dzatu anwath, mereka selalu mendatanginya dan
menggantungkan senjata-senjata perang mereka pada pohon tersebut, disaat kami sedang melewati
pohon bidara tersebut, kami berkata : “ya Rasulullah, buatkanlah untuk kami dzat anwath sebagaimana
mereka memilikinya”. Maka Rasulullah SAW menjawab :
“Maha Suci Allah, itulah tradisi ( orang orang sebelum kalian ) demi Allah yang jiwaku ada di
tanganNya, kalian benar-benar telah mengatakan suatu perkataan seperti yang dikatakan oleh Bani Israel
kepada Musa :“Buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan", Musa
menjawab :"Sungguh kalian adalah kaum yang tidak mengerti (faham)” kalian pasti akan mengikuti tradisi
orang orang sebelum kalian.”(HR. Turmudzi, kitab al-Fitan no 2106)
Makna Dan Hakikat Tabaruk

Al Laits menafsirkan kata tabarakallah (‫ )ﺗﺒﺎﺮﻚﺍﷲ‬adalah pemuliaan dan pengagungan.


Az Zajaj mengatakan tentang firman Allah :

“Inilah kitab yang Kami turunkan yang diberkahi…”

Kata Al Mubarak (yang diberkahi) maknanya adalah apa-apa yang mendatangkan kebaikan yang banyak.
Ar Raghib berkata :“Barakah berarti tetapnya kebaikan Allah terhadap sesuatu.”
Ibnul Qayim berkata : “Barakah berarti kenikmatan dan tambahan”

Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata : “Barakah berarti kebaikan yang banyak dan tetap.”

Diambil dari kata al birkah (‫ )ﺍﻠﺑﺮﻜﺔ‬yang berarti tempat terkumpulnya air (kolam). Dan tabarruk berarti
mencari barakah.”

Sedangkan hakikat barakah adalah

kebaikan yang banyak dan terus menerus yang tidak berhak memiliki sifat tersebut kecuali Allah
tabaraka wa ta’ala.”

Tabarruk adalah mencari barakah dalam hal tambahan kebaikan dan pahala serta semua yang
dibutuhkan seorang hamba dalam urusan agama dan dunianya melalui sebab-sebab dan cara yang telah
ditetapkan dalam syariat.

Untuk lebih jelas maka perlu diketahui beberapa perkara sebagai berikut :

1. Bahwasanya barakah itu semuanya datang dari Allah, baik dalam hal rezki, pertolongan,
kesembuhan, dan lain-lain. Maka tidak boleh meminta barakah kecuali kepada Allah karena Dia-lah
Pemberi Barakah.
Tersebut dalam Bada’iut Tafsir 3/282, Al Imam Ibnul Qoyyim rahimahullh ketika menerangkan firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala :

“Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al Furqon (Al Qur’an) kepada hamba-Nya, agar menjadi pemberi
peringatan kepada seluruh alam.” (Q.S. Al Furqon : 1)
Beliau rahimahullah mengatakan, “Dan sebagian yang lain (para salaf, -pent) berkata, ‘Maknanya, barakah
itu datang dari sisi-Nya dan barakah ini seluruhnya dari-Nya’”.

Di antara dalil tentang hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Shahih-nya dari Ibnu
Mas’ud radliyallahu 'anhu, ia berkata :
Kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan. Ketika itu persediaan air
sedikit. Maka beliau bersabda : “Carilah sisa air!” Para shahabat pun membawa bejana yang berisi sedikit
air. Lalu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam memasukkan tangan beliau ke dalam bejana tersebut
seraya bersabda : “Kemarilah kalian menuju air yang diberkahi dan berkah itu dari Allah.” Sungguh aku
(Ibnu Mas’ud) melihat air terpancar di antara jari-jemari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. (HR.
Bukhari dengan Fathul Bari 6/433)

Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu mengisahkan,


“Saat itu aku bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (di Hudaibiyah). Datanglah waktu ashar
sementara kami tidak memiliki air selain sisa air yang telah kita masukkan dalam bejana khusus untuk
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bejana itu dibawa kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau
memasukkan tangannya ke dalamnya lalu membuka jari-jemari seraya menyeru,

‘Marilah bersegera menuju wudhu. Barakah itu dari Allah.’


Sungguh, aku melihat air memancar dari jari-jemari beliau. Orang-orang pun berwudhu dan minum dari air
tersebut. Aku tidak berlambat memasukkan air dalam perutku, aku pun menyadari bahwa itu adalah
barakah.”
Perawi bertanya kepada Jabir, “Berapa jumlah kalian—para sahabat—ketika itu?” Kata Jabir, “Seribu
empat ratus orang.” (HR. al-Bukhari no. 5208)

Kalau sudah jelas bahwa barakah itu dari Allah, maka memintanya kepada selain Allah adalah perbuatan
syirik seperti meminta rezki, mendatangkan manfaat serta menolak mudlarat kepada selain Allah. Tidak
diragukan lagi bahwa barakah itu termasuk kebaikan, sedang kebaikan itu semuanya dari Allah seperti
sabda Rasululah shallallahu 'alaihi wa sallam :

“Dan kebaikan itu semuanya di tangan-Mu.” (HR. Muslim dengan syarah An Nawawi 6/57)

2. Sesuatu yang digunakan untuk bertabarruk seperti benda-benda, ucapan, ataupun perbuatan yang
telah jelas ketetapannya dalam syariat, kedudukannya hanya sebagai wasilah bukan yang
mendatangkan barakah.

Sebagaimana halnya dengan obat-obatan hanya sebagai sebab bagi kesembuhan, bukan yang
menyembuhkan. Yang menyembuhkan adalah Allah. Oleh karena itu kita hanya mengharapkan
kesembuhan kepada Allah. Dan terkadang obat tersebut tidak bermanfaat dengan ijin Allah. Maka yang
disebutkan dalam syariat bahwa padanya terdapat barakah hanya digunakan sebagai sebab yang kadang-
kadang tidak ada pengaruhnya karena tidak terpenuhi syaratnya atau karena ada penghalang.
Penyandaran barakah kepadanya termasuk penyandaran sesuatu kepada sebabnya. Sebagaimana ucapan
Aisyah radliyallahu 'anha tentang Juwairiah bintul Harits radliyallahu 'anha :
“Aku tidak mengetahui seorang perempuan yang lebih banyak barakahnya daripada dia di kalangan
kaumnya.” (HR. Ahmad, Musnad 6/277)
Artinya dialah sebagai sebab datangnya barakah dan bukan dia pemberi barakah.

3. Mencari barakah harus melalui hal-hal yang diperintahkan oleh syariat. Yang menentukan ada atau
tidaknya barakah pada sesuatu hanyalah dalil syar’i.
Karena perkara agama itu dibangun di atas dalil, berbeda dengan perkara dunia yang dapat diketahui
dengan akal melalui pengalaman dan bukti.

4. Bertabarruk dapat dilakukan dengan hal-hal yang dapat dicapai dengan panca indera seperti ilmu, doa,
dan lain-lain. Seseorang mendapatkan kebaikan yang banyak dengan barakah ilmunya yang dia amalkan
dan dia ajarkan.
Asy Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah di dalam Al Qaulul Mufid ‘Ala Kitabit Tauhid
1/191 berkata:

“Dan meminta barakah tidaklah lepas dari dua perkara:


1. Hendaknya bertabarruk dengan perkara-perkara yang syar’i misalnya Al Qur’an. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
ٌ َ َ َ ْ َْ ٌ َ
‫ﺎب أن َزلن ُﺎه ِإل ْيﻚ ُم َب َﺎرك‬ ‫ِكت‬
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu yang penuh dengan barakah ...” (Q.S. Shaad: 29).
Maka diantara barakahnya bahwa:

 Barangsiapa yang berpegang teguh dengannya, maka baginya kemenangan. Allah Subhanahu wa
Ta’ala telah selamatkan banyak umat dari kesyirikan dengan Al Qur’an.

 Diantara barakahnya bahwa satu hurufnya dibalas sepuluh kebaikan. Hal itu menambah
kesempurnaan waktu dan semangat pada manusia. Dan lain sebagainya dari barakah Al Qur’an
yang banyak.

2. Tabarruk dengan perkara hissi (yang bisa diraba oleh panca indera), misalnya ilmu, dakwah, dan
semisalnya.

 Maka seseorang bertabarruk dengan ilmu dan dakwahnya yang mengajak kepada kebaikan.
Jadilah perkara ini sebagai barakah karena kita mendapatkan kebaikan yang melimpah dengan
sebab ilmu dan dakwahnya.

Ada beberapa macam tabarruk yang syar’i yang berkaitan dengan ucapan, perbuatan, tempat dan waktu:

1. Ucapan. Misalnya membaca Al Qur’an. Sebagaimana hadits Abu Umamah Al Bahili Radiyallahu ‘anhu
yang diriwayatkan oleh Al Imam Muslim bahwa Rasullullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda:

“Bacalah Al Qur’an karena dia (Al Qur’an) akan datang sebagai syafaat pembacanya pada hari kiamat.”

2. Amalan perbuatan. Misalnya shalat berjama’ah di masjid berdasarkan hadits ‘Utsman bin ‘Affan
Radiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan Muslim bahwa beliau (Utsman, -pent) berkata: “Aku mendengar
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :

”Barang siapa yang berwudhu untuk menunaikan sholat lalu dia menyempurnakan wudlunya, kemudian
berjalan kaki untuk sholat wajib lalu sholat bersama manusia atau jama’ah atau di dalam masjid maka Allah
ampuni dosa-dosanya.”

3. Tabarruk dengan tempat-tempat tertentu yang memang Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan padanya
barakah jika ditunaikan amalan-amalan yang syar’i di dalamnya. Diantaranya Masjid-Masjid Allah
Subhanahu wa Ta’ala terkhusus Masjidil Haram, Masjid Nabawi, Masjidil Aqsha, kota Makkah, kota
Madinah dan Syam.

4. Tabarruk dengan waktu-waktu yang telah dikhususkan oleh syari’at dengan anugerah barakah,
misalnya: Bulan Ramadhan, Lailatul Qadar, sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan, hari Jum’at, sepertiga
malam terakhir setiap harinya, dan lain-lain. Tentunya di dalam waktu-waktu tersebut dipenuhi dengan
amalan-amalan syar’i untuk mendapatkan barakah.

Ngalap berkah kepada makhluk yang terlarang ada dua macam:

Macam pertama: Termasuk Syirik Akbar

Tabarruk pada makhluk seperti pada kubur, pohon, batu, manusia yang masih hidup atau telah mati, di
mana orang yang bertabarruk ingin mendapatkan barokah dari makhluk tersebut (bukan dari Allah), atau
jika bertabarruk dengan makhluk tersebut dapat mendekatkan dirinya pada Allah Ta’ala, atau ingin
mendapatkan syafa’at dari makhluk tersebut sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang musyrik
terdahulu, maka seperti ini termasuk syirik akbar (syirik besar). Karena kelakukan semacam ini adalah
sejenis dengan perbuatan orang musyrik pada berhala atau sesembahan mereka.

Macam kedua: Termasuk Bid’ah

Tabarruk kepada makhluk dengan keyakinan bahwa tabarruk pada makhluk tersebut akan berbuahkan
pahala karena telah mendekatkan pada Allah, namun keyakinannya bukanlah makhluk tersebut yang
mendatangkan manfaat atau bahaya. Hal ini seperti tabarruk yang dilakukan orang jahil dengan mengusap-
usap kain ka’bah, dengan menyentuh dinding ka’bah, dengan menyentuh maqom Ibrahim dan hujroh
nabawiyah, atau dengan menyentuh tiang masjidi harom dan masjid nabawi; ini semua dilakukan dalam
rangka meraih berkah dari Allah, tabarruk semacam ini adalah tabarruk yang bid’ah (tidak ada tuntunannya
dalam ajaran Islam) dan termasuk wasilah (perantara) pada syirik akbar kecuali jika ada dalil khusus akan
hal itu.

Beberapa bentuk ngalap berkah yang terlarang

1- Ngalap berkah dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah beliau wafat

Di antara yang terlarang adalah tabaruk dengan kubur beliau. Bentuknya adalah seperti meminta do’a dan
syafa’at dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di sisi kubur beliau. Semisal seseorang mengatakan,
“Wahai Rasul, ampunilah aku” atau “Wahai rasul, berdo’alah kepada Allah agar mengampuniku dan
menunjuki jalan yang lurus”. Perbuatan semacam ini bahkan termasuk kesyirikan karena di dalamnya
terdapat bentuk permintaan yang hanya Allah saja yang bisa mengabulkannya. (Lihat At Tabaruk, hal. 325.)

Juga yang termasuk keliru adalah mendatangi kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengambil
berkah dari kuburnya dengan mencium atau mengusap-usap kubur tersebut.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Para ulama kaum muslimin sepakat bahwa
barangsiapa yang menziarahi kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau menziarahi kubur para nabi dan
orang sholih lainnya, termasuk juga kubur para sahabat dan ahlul bait, ia tidak dianjurkan sama sekali
untuk mengusap-usap atau mencium kubur tersebut.” (Majmu’ Al Fatawa, 27: 79).

Imam Al Ghozali mengatakan, “Mengusap-usap dan mencium kuburan adalah adat Nashrani dan Yahudi”.
(Ihya’ ‘Ulumuddin, 1: 282).

2- Tabarruk dengan orang sholih setelah wafatnya

Jika terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja tidak diperkenankan tabarruk dengan kubur beliau
dengan mencium atau mengusap-usap kubur tersebut, maka lebih-lebih dengan kubur orang sholih, kubur
para wali, kubur kyai, kubur para habib atau kubur lainnya. Tidak diperkenankan pula seseorang meminta
dari orang sholih yang telah mati tersebut dengan do’a “wahai pak kyai, sembuhkanlah penyakitku ini”,
“wahai Habib, mudahkanlah urusanku untuk terlepas dari lilitan hutang”, “wahai wali, lancarkanlah
bisnisku”. Permintaan seperti ini hanya boleh ditujukan pada Allah karena hanya Allah yang bisa
mengabulkan. Sehingga jika do’a semacam itu ditujukan pada selain Allah, berarti telah terjatuh pada
kesyirikan.

Begitu pula yang keliru, jika tabarruk tersebut adalah tawassul, yaitu meminta orang sholih yang sudah
tiada untuk berdo’a kepada Allah agar mendo’akan dirinya.

3- Tabarruk dengan pohon, batu dan benda lainnya.

Ngalap berkah dengan benda-benda semacam ini, termasuk pula ngalap berkah dengan sesuatu yang tidak
logis seperti dengan kotoran sapi (Kebo Kyai Slamet), termasuk hal yang terlarang, suatu bid’ah yang
tercela dan sebab terjadinya kesyirikan.

Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Adapun pohon, bebatuan dan benda lainnya … yang dijadikan
tabarruk atau diagungkan dengan shalat di sisinya, atau semacam itu, maka semua itu adalah perkara
bid’ah yang mungkar dan perbuatan ahli jahiliyah serta sebab timbulnya kesyirikan.” (Majmu’ Al Fatawa,
27: 136-137)

Perbuatan-perbuatan di atas adalah termasuk perbuatan ghuluw (berlebihan) terhadap orang sholih dan
pada suatu benda. Sikap yang benar untuk meraih keberkahan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
setelah beliau wafat adalah dengan ittiba’ atau mengikuti setiap tuntunan beliau, sedangkan kepada orang
sholih adalah dengan mengikuti ajaran kebaikan mereka dan mewarisi setiap ilmu mereka yang sesuai
dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Inilah tabarruk yang benar.

Beberapa bentuk ngalap berkah yang dibolehkan

1- Keberkahan orang sholih

Di antara keberkahan orang sholih adalah karena keistiqomahan agamanya. Karena istiqomahnya ini, dia
akan memperoleh keberkahan di dunia yaitu tidak akan sesat dan keberkahan di akhirat yaitu tidak akan
sengsara. Allah Ta’ala berfirman,

“Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak
akan sesat dan tidak akan celaka.” (QS. Thoha: 123). Ibnu ‘Abbas menjelaskan keutamaan orang yang
mengikuti petunjuk Allah,

“Ia tidak sesat di dunia dan tidak celaka di akhirat”. Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 9: 376-377.

Keberkahan orang sholih pun terdapat pada usaha yang mereka lakukan. Mereka begitu giat menyebarkan
ilmu agama di tengah-tengah masyarakat sehingga banyak orang pun mendapat manfaat. Itulah
keberkahan yang dimaksudkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut orang-orang sholih yang
berilmu sebagai pewaris para nabi.
“Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi”. (HR. Abu Daud no. 3641, At Tirmidzi no. 2682 dan
Ibnu Majah no. 223. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

2- Keberkahan lewat jujur dalam jual beli

Dari Hakim bin Hizam, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Orang yang bertransaksi jual beli masing-masing memilki hak khiyar (membatalkan atau melanjutkan
transaksi) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan
mendapatkan keberkahan dalam jual beli, tapi jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka
keberkahan jual beli antara keduanya akan hilang”. (HR. Bukhari no. 2079 dan Muslim no. 1532)

3- Keberkahan karena tidak tamak pada harta

Ketika seseorang mencari harta dengan tidak diliputi rasa tamak, maka keberkahan pun akan mudah
datang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan pada Hakim bin Hizam,

“Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu hijau lagi manis. Barangsiapa yang mencarinya untuk
kedermawanan dirinya (tidak tamak dan tidak mengemis), maka harta itu akan memberkahinya. Namun
barangsiapa yang mencarinya untuk keserakahan, maka harta itu tidak akan memberkahinya, seperti
orang yang makan namun tidak kenyang. Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah”
(HR. Bukhari no. 1472). Yang dimaksud dengan kedermawanan dirinya, jika dilihat dari sisi orang yang
mengambil harta berarti ia tidak mengambilnya dengan tamak dan tidak meminta-minta. Sedangkan jika
dilihat dari orang yang memberikan harta, maksudnya adalah ia mengeluarkan harta tersebut dengan hati
yang lapang. (Lihat Fathul Bari karya Ibnu Hajar Al Asqolani, 3: 336.)

Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan, “Qona’ah dan selalu merasa cukup dengan harta yang dicari akan
senantiasa mendatangkan keberkahan. Sedangkan mencari harta dengan ketamakan, maka seperti itu
tidak mendatangkan keberkahan dan keberkahan pun akan sirna.” (Syarh Ibni Batthol, Asy Syamilah, 6: 48)

4- Keberkahan dari berpagi-pagi dalam mencari rezeki

Dari sahabat Shokhr Al Ghomidiy, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.”

Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim peleton pasukan, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
mengirimnya pada pagi hari. Sahabat Shokhr sendiri adalah seorang pedagang. Dia biasa membawa barang
dagangannya ketika pagi hari. Karena hal itu dia menjadi kaya dan banyak harta. (HR. Abu Daud no. 2606,
At Tirmidzi no. 1212, Ibnu Majah no. 2236. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
5- Keberkahan lewat air zam-zam

Dalam sebuah hadits shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut air zam-zam,

“Sesungguhnya air zam-zam adalah air yang diberkahi, air tersebut adalah makanan yang
mengenyangkan.” (HR. Muslim no. 4520)

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Air zam-zam sesuai keinginan ketika meminumnya.” (HR. Ibnu Majah no. 3062 dan Ahmad 3: 357).

Dan masih banyak contoh lainnya. Namun yang terpenting dalam meraih keberkahan adalah dengan iman
dan takwa. Allah Ta’ala berfirman,

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami
siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’rof: 96). Dari sini menunjukkan bahwa jika ada yang
mengambil berkah dengan kemaksiatan, seperti melakukan ritual zina yang dilakukan di tempat pesugihan
Gunung Kemukus atau memenuhi ritual zina ala alam ghaib, maka ini adalah sesuatu kesesatan. Apalagi
yang dicontoh adalah pelaku dosa.

Ada beberapa hal yang ditunjukkan oleh nash (dalil) bahwa di sana terdapat keberkahan, di antaranya sbb:

1. Waktu yang diberkahi, seperti:


– Bulan Ramadhan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Telah datang kepadamu bulan Ramadhan; bulan yang diberkahi.” (HR. Ahmad, Nasa’i dan Baihaqi dalam
Asy Syu’ab, Shahihul Jami’ no. 55)
– Malam Lailatulqadr (lihat surah Al Qadr).

– Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidak ada hari di mana amal saleh pada hari itu lebih dicintai Allah ‘Azza wa Jalla daripada hari-hari ini –
yakni sepuluh hari (pertama bulan Dzulhijjah)- para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, tidak juga jihad
fii sabiilillah?” Beliau menjawab, “Tidak juga jihad fii sabiilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad)
dengan jiwa-raga dan hartanya, kemudian tidak bersisa lagi.” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan Tirmidzi )
– Hari Jumat (berdasarkan hadits-hadits yang menerangkan keutamaan hari Jumat dan amalan yang
disyari’atkan pada hari itu, di antaranya adalah bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).
– Sepertiga malam terakhir. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tuhan kita Tabaaraka wa Ta’aala turun setiap malam ke langit dunia ketika masih tersisa sepertiga
malam terakhir, Dia berfirman, “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku, maka Aku akan mengabulkannya.
Barangsiapa yang meminta kepada-Ku, maka Aku akan berikan, dan barangsiapa yang meminta ampunan
kepada-Ku, maka Aku akan ampunkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
2. Tempat yang diberkahi, seperti:
– Masjid-masjid, terlebih masjid yang tiga (Masjidilharam, Masjid Nabawi dan Masjid al-Aqsha).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Shalat di masjidku ini lebih utama daripada seribu kali shalat di masjid lainnya selain Masjidilharam, dan
shalat di Masjidilharam lebih utama seratus kali daripada shalat di masjidku ini.” (HR. Ahmad dan Ibnu
Hibban, Shahihul Jami’ no. 3841)
– Berkah kota Mekah, Madinah dan Syam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berdoa:

”Ya Allah, sesungguhnya Ibrahim hamba-Mu dan kekasih-Mu pernah berdoa kepada-Mu agar diberikan
keberkahan kepada penduduk Mekah. Aku Muhammad hamba-Mu dan Rasul-Mu berdoa untuk penduduk
Madinah agar Engkau beri keberkahan pada mud dan sha’ mereka dua kali lipat dari yang Engkau berikan
kepada penduduk Mekah; bersama satu berkah ada dua berkah.” (HR. Tirmidzi, Shahihul Jami’ no. 1272)
Beliau juga pernah bersabda:
”Berpeganglah kamu dengan Syam, karena ia negeri pilihan Allah yang ditempati oleh makhluk pilihan-
Nya. Barangsiapa yang enggan, maka datangilah Yamannya, dan hendaknya ia memberi minum dari
kolam-kolamnya, karena sesungguhnya Allah ’Azza wa Jalla menjamin Syam dan penduduknya.” (HR.
Thabrani, Shahihul Jaami’ no. 4070)
3. Sesuatu yang diberkahi, seperti:
– Air zamzam, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

”Sesungguhnya ia diberkahi, ia merupakan makanan yang mengenyangkan (peminumnya),” maksudnya


Air zamzam.” (HR. Ahmad dan Muslim)
– Minyak Zaitun (lihat surah An Nuur: 35).

– Habbatussauda’ (jintan hitam), Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

”Dalam habbatussauda’ terdapat penawar dari segala penyakit selain maut.” (HR. Ahmad, Bukhari,
Muslim, dan Ibnu Majah)
– Bercelak dengan itsmid (bahan yang digunakan untuk mencelak mata). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

”Pakailah Itsmid ketika tidur, karena ia memperjelas penglihatan dan menumbuhkan bulu (mata).” (HR.
Ibnu Majah dan Hakim)
4. Perbuatan yang diberkahi, yaitu semua amal saleh atau ketakwaan (lihat surah Al A’raf: 96 dan Ath
Thalaq: 2-5).
5. Pada diri seseorang, yaitu pada diri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, termasuk ludahnya, keringatnya,
dan rontokan rambutnya pada saat Beliau masih hidup. Urwah meriwayatkan dari Miswar dan Marwan,
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah berdahak, melainkan dahaknya jatuh ke telapak salah
seorang di antara sahabat, lalu ia menggosokkan ke muka dan kulitnya.” (HR. Bukhari). Perbuatan ini
hanya khusus terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak terhadap orang yang saleh di antara
umatnya.

Beberapa Kesalahan dalam Tabarruk (mencari berkah)


Kesalahan dalam tabarruk dapat dibagi dua:

1. Bertabarruk dengan sesuatu yang di sana tidak disebutkan ada berkahnya oleh nash.
Contohnya: bertabarruk dengan kuburan para wali, bertabarruk dengan pribadi orang saleh dan
peninggalannya (seperti dengan ludahnya, keringatnya, sisa minumannya, pecinya, bajunya, dsb.)
bertabarruk dengan hari Isra’-mi’raj, hari hijrah, hari terjadinya perang Badar, hari Fat-hu Makkah, dsb.
Bertabarruk dengan tanah karbala, bertabarruk dengan keris, sabuk, jimat, dsb. Demikiian pula bertabarruk
dengan nasi tumpeng, bertabarruk dengan pohon atau benda yang dikeramatkan. Bertabarruk dengan
batu, dan lain-lain. Umar bin Khattab pernah berkata ketika mencium Hajar Aswad, ”Sungguh, aku tahu
bahwa kamu hanya sebuah batu; tidak menimpakan bahaya dan tidak memberi manfaat. Kalau bukan
karena aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menciummu, maka aku tidak akan
menciummu.” (Diriwayatkan oleh Bukhari)
2. Bertabarruk dengan cara yang tidak sesuai sunah. Contohnya adalah mencium atau mengusap-usap
dinding dan tanah masjid, bahkan yang benar adalah dengan melakukan berbagai ibadah di masjid
tersebut seperti pada masjid yang tiga tidak hanya ziarah saja. Contoh lainnya adalah mengamalkan
amalan yang tidak dicontohkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada waktu atau tempat yang
diberkahi, seperti membaca surah Yasin pada malam atau siang hari Jumat. Membaca Barzanji dan ratib
pada saat-saat tertentu, dsb.
Wallahu a’lam

Anda mungkin juga menyukai