Anda di halaman 1dari 9

MAJAZ DALAM AL- QUR’AN JUZ 8

Oleh: Meyrlin Kusumaningrum

202190083/PBA-C

1. Surat Al- A’raf ayat 2:

َ‫ص ْد ِركَ َح َر ٌج ِّم ْنهُ لِتُن ِذ َر بِ ِهۦ َو ِذ ْك َر ٰى لِ ْل ُم ْؤ ِمنِين‬


َ ‫نز َل إِلَ ْيكَ فَاَل يَ ُكن فِى‬ُ ٰ
ِ ‫ِكتَبٌ أ‬
Artinya:

“(Inilah) kitab yang diturunkaan kepadamu (Muhammad), maka janganlah Engkau


sesak dada karenanya, agar Engkau memberi peringatan dengan (kitab) itu dan
menjadi pelajaran bagi orang yang beriman.”

a. Jenis Gaya Bahasa


Menurut Mujahid, Qatadah, dan As- Saddi makna haraj adalah syak
yang berarti keraguan, yakni merasa ragu kepadanya. Pendapat lain
mengatakan haraj bermakna kesempitan, yakni jangan ada kesempitan dalam
dadamu dalam menyampaikan dan memberikan peringatan kepada manusia. 1
Kata yang dipakai bukan pada makna yang sebenarnya, karena alaqohnya
tidak saling menyerupai serta adanya qorinah yang mencegah dari makna
aslinya. Dalam hal ini perintah tersebut dikemukakan dengan gaya “Mursal
sababiyah”

b. Alasan Kewacanaan Penggunaan Majaz


Ayat tersebut menjelaskan bahwa Al- Qur’an merupakan kitab yang
telah diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, dalam hal ini beliau
diperintahkan untuk tidak memiliki keraguan dalam menyampaikannya serta
tidak ada kesempitan dalam dada saat menyampaikan peringatan kepada
orang-orang yang beriman. Sehingga keraguan dan kesempitan tersebut
diibaratkan dada yang sesak.

1
Al- Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad- Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir, Bandung: Sinar Baru Algensindo
(2003). h. 228
c. Aspek Estetika

Gaya bahasa sesak tergambar pada diri pembaca adalah sakit yang
dirasa pada dadanya, seperti penyakit asma atau yang lainnya. Padahal yang
dimaksud dengan sesak ini sebuah kesempitan dan keraguan yang ada di
dalam dada. Yakni “janganlah ada kesempitan dalam dadamu saat
menyampaikannya kepada manusia karena takut mereka akan mendustakan
dan menyakitimu, sebab Allah adalah pelindung dan penolongmu; jangan
pula merasa sempit di dadamu karena mereka tidak beriman kepada kitab ini
dan tidak menjawab seruanmu sebab tugasmu hanyalah menyampaikan.” 2
Pendapat lain mengatakan maknanya adalah janganlah ada dalam dadamu
keraguan dan kebimbangan akan hakikat kitab ini adalah kitab Allah yang
diturunkan kepadamu untuk menyeru hamba-hamba Allah kepada agama-
Nya.3

2. Surat Al- A’raf ayat 4:

َ‫َو َكم ِّمن قَرْ يَ ٍة أَ ْهلَ ْك ٰنَهَا فَ َجٓا َءهَا بَأْ ُسنَا بَ ٰيَتًا أَوْ هُ ْم قَٓائِلُون‬
Artinya:

“Betapa banyak negeri yang telah kami binasakan, siksaan kami datang (menimpa
penduduk)nya pada malam hari, atau pada saat mereka beristirahat pada siang
hari.”

a. Jenis Gaya Bahasa


Bayatan yaitu malam hari, sedang kata qoilun diambil dari al- qailulah
yang artinya istirahat ditengah hari, keuda waktu tersebut yakni (tengah
malam dan tengah hari) adalah waktu istirahat sehingga mereka dalam
keadaan lalai dan terlena.4 Allah telah membinasakan negeri orang orang

2
Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir, mudarris tafsir Universitas
Islam Madinah
3
Ibid
4
Al- Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad- Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir, Bandung: Sinar Baru Algensindo
(2003). h. 232
yang mendustakan, siksaan tersebut datang ketika mereka beristirahat.
Majaz yang terdapat dalam ayat ini adalah “Mursal Sababiyah”

b. Alasan Kewacanaan Penggunaan Majaz


Karena para penduduk menentang Rasul-Rasul Allah, dan
mendustakan agama, hal tersebut mengakibatkan mereka ditimpakan
kehinaan di dunia yang terus berlangsung sampai kehinaan di akhirat.5

c. Aspek Estetika
Gambaran dari manusia bahwa waktu malam dan siang hari adalah
tempat istirahat bagi manusia, akan tetapi gambaran yang sebenarnya,
tidaklah demikian. Allah berfirman, “maka datanglah siksaan Kami
(menimpa penduduk) nya) Yakni Kami membinasakan penduduk banyak
negeri yang mendustakan kebenaran dengan azab yang menimpa mereka,
(di waktu mereka berada di malam hari) Yakni di malam hari ketika
mereka tidur (atau di waktu mereka beristirahat di tengah hari) Makna
yakni istirahat di waktu pertengahan siang. Allah mengkhususkan dua
waktu ini (malam hari dan pertengahan siang) karena ini merupakan waktu
beristirahat dan mencari ketenangan, sehingga azab yang turun diwaktu
tersebut akan lebih keras dan kejam.6

3. Surat Al- A’raf ayat 12:

۠ َ َ‫قَا َل ما منَ َعكَ أَاَّل تَ ْس ُج َد إ ْذ أَمرْ تُكَ ۖ ق‬


ٍ َّ‫ال أَنَا خَ ْي ٌر ِّم ْنهُ َخلَ ْقتَنِى ِمن ن‬
‫ار َو َخلَ ْقتَ ۥهُ ِمن ِطي ٍن‬ َ ِ َ َ
Artinya:

“Allah berfirman: “apakah yang menghalangimu untuk bersujud kepada Adam


diwaktu aku menyuruhmu?”, iblis menjawab: ““saya lebih baik dari padanya,
Engkau ciptakan saya dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah”

a. Jenis Gaya Bahasa


Pada ayat tersebut iblis mengungkapkan bahwa dirinya diciptakan dari api,
dan nabi adam diciptakan dari tanah. Dari ungkapan tersebut kita ketahui
5
Ibid. h.230
6
Syaikh Dr. Muhammad Sulaiman Al Asyqar, Zubdatut Tafsir Min Fathil Qadir, mudarris tafsir Universitas
Islam Madinah
bahwasannya tidak hanya dirinya yang diciptakan dari api tetapi semua
keturunan iblis diciptakan dari api, begitupun dengan adam, tidak hanya
dirinya yg diciptakan dari tanah, akan tetapi keturunannya juga diciptakan dari
tanah pula. Hal ini menunjukkan bahwa yang disebutkan sebagian,akan tetapi
yang dimaksud adalah seluruh. Majaz yang terdapat dalam ayat ini adalah
majaz “Mursal Kuliyyah”

b. Alasan Kewacanaan Penggunaan Majaz


Dalam ayat tersebut dinyatakan bahwasannya iblis menganggap
dirinya lebih baik dari Adam karena dia diciptakan oleh api sedangkan adam
oleh tanah. Realita yang tampak tanah dapat kita gunakan untuk tempat
berpijak, bahkan dapat disentuh. Berbeda dengan api yang sifatnya panas, dan
ketika kita sentuh dapat melukai. Hal ini mengandung arti bahwa hakikatnya
tanah lebih baik dari api.

c. Aspek Estetika
Dari ungkapan iblis ana khoiran minhu, tergambar dalam fikiran
manusia bahwasaanya api tidaklah lebih baik dari tanah. Iblis keliru dalam
analogi dan pengakuan yang mengatakan bahwa api lebih mulia daripada
tanah. Padahal sesungguhnya tanah itulah yang kuat, sabar, tenang dan kokoh.
Tanah merupakan tempat bagi tumbuhan, pengembangan, penambahan, dan
perbaikan, sedangkan api mempunyai watak yang membakar, liar dan cepat.7

4. Surat Al- A’raf ayat 31:

ُّ‫ْرفُ ٓو ۟ا ۚ إِنَّهۥُ اَل يُ ِحب‬ ۟ ۟


ِ ‫ْج ٍد َو ُكلُوا َوٱ ْش َربُوا َواَل تُس‬
۟ ‫ٰيَبَنِ ٓى َءا َدم ُخ ُذ‬
ِ ‫وا ِزينَتَ ُك ْم ِعن َد ُك ِّل َمس‬ َ
ِ ‫ْٱل ُمس‬
َ‫ْرفِين‬
Artinya:
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap memasuki masjid, makan
dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang- orang yang berlebih- lebihan”.

7
Ibid, h.248
a. Jenis Gaya Bahasa
Ibnul Qoyyim berkata: Agama ini sepenuhnya adalah adab, oleh
karena itu ulama-ulama terdahulu menganjurkan setiap lelaki untuk
memberindah dirinya sebelum keluar untuk melaksanakan shalat, aku
mendengar Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: Allah memerintahkan
hamba-hamba Nya di atas menutup aurat dalam shalat.8
Selain itu ayat ini merupakan bantahan terhadap orang-orang musyrik,
yakni tradisi melakukan thawaf dengan telanjang bulat yang biasa mereka
lakukan. Seperti yang disebutkan dalam riwayat Imam Muslim, Imam Nasa’I
dan Ibnu Jarir. Sedangkan lafadznya berdasarkan apa yang ada pada Ibnu
Jarir, diriwayatkan melalui hadist Syu’bah, dari Salamah Ibnu Kahil, dari
Muslim Al Batin, dari Said Ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan
bahwa dahulu kaum pria dan wanita melakukan tawafnya di baitullah dalam
keadaan telanjang bulat. Kaum pria melakukannya di siang hari dan kaum
wanita pada malam harinya. Salah seorang wanita dari mereka mengatakan
dalam tawafnya: “Pada hari ini tampaklah sebagiannya atau seluruhnya; dan
apa yang tampak darinya, maka tidak akan saya halalkan.” Dari sini dapat
kita temukan adanya” Majaz Mursal Mahaaliyah”9

b. Alasan Kewacanaan Penggunaan Majaz


Seperti yang dijelaskan oleh Ibnu Abbas bahwasannya dahulu kaum
pria dan wanita melakukan tawafnya di baitullah dalam keadaan telanjang
bulat. Kaum pria melakukannya di siang hari dan kaum wanita pada malam
harinya.
Kemudian Allah menurunkan kepada bani Adam pakaian untuk
menutupi auratnya dan pakaian indah untuk perhiasaan Allah berfirman:”hai
anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid”
yakni tutuplah auratmu ketika shalat, baik yang wajib atau yang sunnah karena
menutupnya adalah perhiasan bagi tubuh sebagaimana membukanya berarti
membiarkan tubuh dalam keadaan buruk dan tidak pantas. Ada kemungkinan
bahwa yang dimaksud dengan perhiasan disini adalah lebih dari sekedar
8
Li Yaddabbaru Ayatih / Markaz Tadabbur di bawah pengawasan Syaikh Prof. Dr. Umar bin Abdullah al-
Muqbil, professor fakultas syari'ah Universitas Qashim - Saudi Arabia
9
Al- Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad- Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir, Bandung: Sinar Baru Algensindo
(2003). h. 286
berpakaian yaitu pakaian yang bersih dan baik, ini mengandung perintah
menutup aurat dalam shalat memperindah diri didalamnya serta kebersihan
pakaian tersebut dari kotoran dan najis.

c. Aspek Estetika
Kata perhiasan tergambar dalam fikiran manusia seperti halnya emas,
berlian, perak atau yang lainnya. Akan tetapi Yang dimaksud dengan istilah
zinah dalam ayat ini ialah pakaian, yaitu pakaian yang menutupi aurat, terbuat
dari kain yang baik dan bahan lainnya yang dapat dijadikan pakaian. Mereka
diperintahkan untuk memakai pakaiannya yang indah di setiap memasuki
masjid.10
Berdasarkan ayat ini disunatkan memakai pakaian yang indah di saat
hendak melakukan salat, terlebih lagi salat Jumat dan salat hari raya.
Disunatkan pula memakai wewangian, karena wewangian termasuk ke dalam
pengertian perhiasan. Juga disunatkan bersiwak, mengingat siwak merupakan
kesempurnaan bagi hal tersebut. Pakaian yang paling utama ialah yang
berwarna putih, seperti yang telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Asim, telah
menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Usman ibnu Khaisam, dari Sa'id
ibnu Jubair yang dinilai sahih oleh Imam Ahmad sampai kepada Ibnu Abbas
dengan predikat marfu’.11

5. Surat Al- A’ raf ayat 46:

‫اًّۢل‬
َ ‫ْرفُونَ ُك بِ ِسي َم ٰىهُ ْم ۚ َونَادَوْ ۟ا أَصْ ٰ َح‬
‫ب‬ ِ ‫اف ِر َجا ٌل يَع‬ِ ‫َوبَ ْينَهُ َما ِح َجابٌ ۚ َو َعلَى ٱأْل َ ْع َر‬
ْ َ‫ْٱل َجنَّ ِة أَن َس ٰلَ ٌم َعلَ ْي ُك ْم ۚ لَ ْم يَ ْد ُخلُوهَا َوهُ ْم ي‬
َ‫ط َمعُون‬
Artinya:
“Dan diantara keduanya (penghuni surga dan neraka) ada batas, dan diatas a’raaf
itu ada orang – orang yang mengenal masing-masing dari dua golongan itu dengan
tanda – tanda mereka. Dan mereka menyeru penduduk surga “salamun ‘alaikum”.
Mereka belom lagi memasukinya, sedang mereka ingin segera memasukinya.

10
Ibid. h.287
11
Ibid. h.287
a. Jenis Gaya bahasa
Yang dimaksud dengan hijab ialah tembok tinggi, yang juga disebut
A'raf. Mujahid mengatakan bahwa A'raf ialah batas yang menghalanghalangi
antara surga dan neraka, yaitu berupa tembok tinggi yang mempunyai sebuah
pintu. Ibnu Jarir mengatakan bahwa a'raf adalah bentuk jamak dari ‘Urfun
yang artinya setiap tanah yang tinggi, menurut orang Arab disebut demikian.
Sesungguhnya jengger ayam jago dinamakan ‘urf karena ia berada di tempat
yang paling tinggi. 12
Telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Waki', telah
menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Abdullah ibnu Abu Yazid yang
telah mendengar Ibnu Abbas mengatakan bahwa A'raf ialah sesuatu yang
tinggi. As-Sauri meriwayatkan dari Jabir, dari Mujahid, dari Ibnu Abbas yang
mengatakan bahwa A'raf ialah sebuah tembok yang paling tinggi, sama seperti
jenggernya ayam jago. Menurut riwayat lain dari Ibnu Abbas, A'raf adalah
bentuk jamak, artinya sebuah tebing yang tinggi terletak di antara surga dan
neraka. Di tempat itu disekap sejumlah manusia dari kalangan orang-orang
yang berdosa. Dari ungkapan diatas menunjukkan adanya majaz “Mursal
‘Itbaaru Makaan”

b. Alasan Kewacanaan Penggunaan Majaz


Ibnu Jarir mengatakan bahwa yang dimaksud “hijab” adalah tembok
tinggi. Pendapat ini muncul setelah Allah menyebutkan dialog (pembicaraan)
antara ahli surga dengan ahli neraka, yang kemudian Allah mengingatkan
bahwa diantara surga dan neraka terdapat batas untuk menghalangi ahli neraka
untuk sampai ke surga.

c. Aspek Estetika
Dalam perspektif biasa pembatas ini ibarat tirai atau dinding. Pembatas
di sini tidak hanya sekedar pembatas, bahkan mungkin lebih tinggi dan lebih
kuat dari yang kita bayangkan. Pembatas disini adalah sebuah dinding yang
besar dan tinggi serta kokoh, sebagai pembatas antara ahli surga dan neraka.

12
Ibid. h.328
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Hj. Rumadani Sagala, M.Ag, Balaghah, IAIN Raden Intan Lampung. Thn. 2016.

Al- Qur’anul Karim

Firdaus, Hakikat Dan Majaz Dalam Al- Qur’an Dan Sunnah, Jurnal Kajian Dan
Pengembangan Umat, vol.1 no. 1. 2018.

Al- Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Kasir Ad- Dimasyqi, Tafsir Ibnu Katsir, Bandung: Sinar
Baru Algensindo (2003).

Syaikh Musthafa al-Ghalayaini. Tarjamah Jami’ud Durusil Arabiyyah. Semarang: Asy-


Syifa’. 1992.

Abbas, Fadhl Hasan. 1989. Al-Balaghah: Fununuha waa Afnanuha. Oman, Yordania: Daar al
Furqon.

Hamka, Tafsir Al- Azhar, Pustaka Panji Mas, Jakarta 1983.

Anda mungkin juga menyukai