Anda di halaman 1dari 17

CORAK TAFSIR SUFI DAN ISYARI

MAKALAH

Diajukan oleh :

Kelompok 5
M. Rifki (190303068)
Ulil Azmi (190303056)
Hero Illiyyin (190303036)
Fadil Miranto (190303045)
Iqbal Al Farisy (190303065)

Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat


Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Mata Kuliah : Mazahib al-Tafsir

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM - BANDA ACEH
2021 M / 1443 H
 

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur hanya bagi Allah swt. yang telah mencurahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada kita semua, khususnya bagi kami sehingga kami bisa menyelesaikan
pembuatan makalah ini. Selawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad
saw. Beliau adalah panutan dan teladan bagi kita semua dalam mengaruhi kehidupan di
dunia ini.

Kami sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah ini sebagai


pemenuhan tugas mata kuliah Mazahib al-Tafsir. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada seluruh pihak, terutama kepada Bapak Dr. Muslim Djuned, M.Ag. selaku
pengampu mata kuliah ini. Selanjutnya kami juga mengharapkan kritik dan saran dari
semua pihak dalam rangka perbaikan makalah-makalah yang akan datang.

Banda Aceh, 12 Oktober 2021

Penyusun 

i
 

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan dan Manfaat .................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

A. Tafsir Sufi ................................................................................................ 3


1. Pengertian Tafsir Sufi ........................................................................ 3
2. Karakteristik Corak Tafsir Sufi .......................................................... 3
3. Kelebihan dan Kekurangan Corak Tafsir Sufi ................................... 5
4. Contoh Kitab Tafsir Bercorak Sufi .................................................... 5
B. Tafsir Isyari .............................................................................................. 6
1. Pengertian Tafsir Isyari ...................................................................... 6
2. Karakteristik Corak Tafsir Isyari ....................................................... 6
3. Kelebihan dan Kekurangan Corak Tafsir Isyari ................................ 9
4. Contoh Kitab Tafsir Bercorak Isyari ................................................. 10

BAB III PENUTUP ................................................................................................ 12

A. Kesimpulan ............................................................................................... 12
B. Saran .......................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 14

ii
 

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Abdullah ad-Darraz, Al-Qur’an diibaratkan sebuah permata yang
memancarkan cahaya dari sudut mana saja dipandang. Ungkapan ini menunjukkan
luasnya pengkajian terhadap Al-Qur’an.1 Salah satu kajian yang dilakukan terhadap
Al-Qur’an adalah tafsir. Ragam kajian dan pendekatan yang dilakukan terhadap Al-
Qur’an telah menghasilkan beragam corak penafsiran. Penafsiran yang sudah
dilakukan sejak zaman Nabi saw. telah berkembang dengan berbagai macam bentuk.
Salah satu dari beragam corak penafsiran adalah penafsiran sufi dan isyari.
Menurut ahli tafsir ini, kemampuan seseorang dalam memahami makna Al-Quran
amat bergantung kepada derajat dan kualitas kerohanian. Imam Ja’far ash-Shadiq
mengatakan bahwa Kitab Allah meliputi empat perkara: ibarat, isyarat, lathaif dan
haqaiq. Ibarat diperuntukkan bagi orang awam, isyarat adalah bagi orang khusus,
lathaif adalah bagi para Wali Allah, dan haqaiq adalah bagi para Nabi.2
Munculnya corak-corak penafsiran ini merupakan bukti bahwa umat Islam terus
melakukan tajdid al-‘ilm (pembaharuan pengetahuan) dalam merespons relasi antara
kalam Tuhan dan konteks masyarakat di zamannya. Pada makalah ini akan diuraikan
pembahasan tentang corak tafsir sufi dan corak tafsir isyari, baik pengertian,
karakteristik, contoh penafsiran, kelebihan, kekurangan maupun contoh kitab tafsir.
Adz-Dzahabi membagi tafsir bercorak sufi menjadi dua macam, yakni tafsir sufi
nazhari dan tafsir sufi isyari. Tafsir sufi nazhari adalah tafsir sufi yang dimaksud
dalam makalah ini, sedangkan tafsir sufi isyari adalah tafsir isyari yang dimaksud
dalam makalah ini. Hal ini sesuai dengan pendapat Manna’ al-Qatthan yang memberi
istilah tafsir sufi nazhari dengan tafsir sufi dan tafsir sufi isyari dengan tafsir isyari.
Diharapkan tidak terjadinya kesalahpahaman dalam membedakan keduanya.

 
1
Izzul Madid, ‘Tafsir Sufi; Kajian Atas Konsep Tafsir dengan Pendekatan Sufi’ dalam Jurnal
Wasathiyah, No. 1, (2018), hlm. 143.
2
Dewi Murni, ‘Penafsiran Sufistik di dalam Al-Qur’an’, dalam Jurnal Syahadah, No. 2, (2017),
hlm. 62.

1
 

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tafsir sufi dan isyari?
2. Bagaimana karakteristik corak tafsir sufi dan isyari?
3. Apa kelebihan dan kelemahan corak tafsir sufi dan isyari?
4. Apa contoh kitab tafsir yang bercorak sufi dan isyari?

C. Tujuan dan Manfaat


1. Mengetahui pengertian tafsir sufi dan isyari.
2. Mengetahui karakteristik corak tafsir sufi dan isyari.
3. Mengetahui kelebihan dan kelemahan corak tafsir sufi dan isyari.
4. Mengetahui kitab tafsir bercorak sufi dan isyari.

2
 

BAB II
PEMBAHASAN

A. Tafsir Sufi
1. Pengertian Tafsir Sufi
Tafsir sufi adalah tafsir yang didasari teori-teori sufistik atau tafsir yang ditujukan
untuk menguatkan teori-teori sufistik dengan menggunakan metode takwil dengan
mencari makna esoteris (batin).3 Tafsir sufi ini menjadi sebuah bagian dalam tradisi
corak tafsir filsafat karena selalu mempertimbangkan aspek filsafat dan sufistik
sehingga muncul pemahaman tafsir yang baru.4 Corak tafsir ini tidak hanya berhenti
pada aspek kebahasaan saja, tetapi juga menggunakan metode simbolis yang
berpegang pada landasan teoritis.
Corak tafsir sufi ini sering digunakan untuk memperkuat teori-teori mistis dari
kalangan ahli sufi. Salah satu ulama yang dianggap ahli dalam bidang ini adalah
Muhyiddin ibn al-‘Arabi. Selain beliau, murid-muridnya juga banyak yang mengikuti
jejak beliau. Pemikiran Ibn al-‘Arabi banyak dipengaruhi oleh teori-teori filsafat dan
paham wahdah al-wujud yang merupakan teori terpenting dalam pemahaman
tasawufnya. Adz-Dzahabi mengatakan bahwa Ibn al-‘Arabi telah keluar dari madlul
ayat yang dimaksud oleh Allah swt. saat menafsirkan Al-Qur’an.

2. Karakteristik Corak Tafsir Sufi


Di dalam kitab al-Tafsir wa al-Mufassirun, adz-Dzahabi menerangkan
karakteristik dari tafsir sufi sebagai berikut.
a. Penafsiran banyak dipengaruhi filsafat
Adz-Dzahabi memberikan contoh penafsiran Ibn al-‘Arabi terhadap Q.S. Maryam
ayat 57 sebagai berikut.

ً‫َوَرﻓَـ ْﻌﻨَﺎﻩُ َﻣ َﻜﺎ ً َﻋﻠِﻴّﺎ‬


Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi. (Q.S. Maryam: 57)

 
3
Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an (Yogyakarta: Idea Press, 2016), hlm. 125.
4
M. Ulil Abshor, ‘Epistemologi Irfani (Sebuah Tinjauan Kajian Tafsir Sufistik)’, dalam Jurnal
At-Tibyan, No. 2, (2018), hlm. 257.

3
 

Menurut pandangan adz-Dzahabi, penafsiran Ibn al-‘Arabi terhadap ayat tersebut


sangat dipengaruhi oleh pemikiran filsafat. Ibn al-‘Arabi menafsirkan lafaz makanan
‘aliyyan dengan antariksa.5 Tempat yang paling tinggi yang dimaksud menurut Ibn
al-‘Arabi adalah tempat yang dikelilingi oleh rotasi alam raya, yakni orbit matahari.
Di sanalah tempat tinggal rohani Nabi Idris As.6
b. Mengiaskan yang gaib kepada yang nyata
Di dalam corak tafsir ini, hal-hal yang bersifat gaib dibawa ke dalam sesuatu yang
bersifat nyata. Contoh yang diberikan oleh adz-Dzahabi adalah penafsiran Ibn al-
‘Arabi terhadap Q.S. Ar-Rahman ayat 1-9.7
c. Kurang memperhatikan kaidah nahwu
Salah satu karakteristik penafsiran ini adalah terkadang tidak memperhatikan
kaidah-kaidah nahwu dan hanya menafsirkan sesuai dengan jalan ruh dan jiwa
mufassir. Adz-Dzahabi memberikan contoh penafsiran Ibn al-‘Arabi terhadap Q.S.
Al-Hajj ayat 30.8

Selain penafsiran terhadap Q.S. Maryam ayat 57, contoh lainnya dari penafsiran
terhadap Q.S. An-Nisa’ ayat 1 sebagai berikut.

ِ‫ﺲ و‬ ۡ ِ
... ‫ٰﺣ َﺪ ٍة‬ ِ‫ﱠ‬
ُ ‫ََٰٓﻳﱡـ َﻬﺎ ٱﻟﻨ‬
َ ٍ ‫ﱠﺎس ٱﺗﱠـ ُﻘﻮاْ َرﺑﱠ ُﻜ ُﻢ ٱﻟﺬي َﺧﻠَ َﻘ ُﻜﻢ ّﻣﻦ ﻧﱠـﻔ‬
Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan
kamu dari jiwa yang satu, ... (Q.S. An-Nisa’: 1)

Ibn al-‘Arabi mengatakan bahwa maksud “bertakwa kepada Tuhanmu” adalah


“Jadikanlah bagian dari yang tampak dari dirimu sebagai pelindung bagi Tuhanmu,
juga dirimu. Sebab persoalan itu hanya (ada dua kemungkinan) yaitu antara celaan
dan pujian. Karena itu, jadilah kamu sebagai pelindung dalam celaan dan jadikanlah
Dia sebagai pelindungmu dalam pujian, niscaya kamu menjadi orang paling beradab
di seluruh alam.”9

 
5
Muhammad Husain adz-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, Juz II (Kairo: Maktabah Wahbah,
Tanpa Tahun), hlm. 252
6
Manna’ al-Qatthan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an (Kairo: Maktabah Wahbah, Tanpa Tahun),
hlm. 346.
7
Muhammad Husain adz-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, Juz II, hlm. 254.
8
Muhammad Husain adz-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, Juz II, hlm. 255.
9
Manna’ al-Qatthan, Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an, hlm. 346.

4
 

Contoh lainnya adalah penafsiran terhadap Q.S. Al-Baqarah ayat 115 sebagai
berikut.

ِ‫ ﻓَﺄَ ۡﻳـﻨﻤﺎ ﺗُـﻮﻟﱡﻮاْ ﻓَـﺜَ ﱠﻢ و ۡﺟﻪ ٱ ﱠ‬...


... ‫ﻪﻠﻟ‬ ُ َ َ ََ
... maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah (kiblat) Allah. ... (Q.S.
Al-Baqarah: 155)

Ibn al-‘Arabi menafsirkan ayat ini dengan mengatakan bahwa ini merupakan
hakikat, wajhullah ada di setiap arah di mana pun setiap orang menghadapnya. Meski
demikian jika ada orang salat menghadap pada selain kakbah sedangkan dia tahu arah
kiblat, maka salatnya batal, sebab ibadah yang khusus ini tidak disyariatkan kecuali
dengan menghadap pada kiblat yang juga khusus seperti ini, apabila dia dalam ibadah
yang tidak membutuhkan penentuan seperti ini, maka Allah menerima cara
menghadap orang tersebut.10

3. Kelebihan dan Kekurangan Corak Tafsir Sufi


Terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan dalam penafsiran dengan corak sufi.
Di antaranya adalah sebagai berikut.11
a. Kelebihan Corak Tafsir Sufi
1) Mengisi ruang pemaknaan terhadap Al-Qur’an pada wilayah esoterik atau dimensi
batinnya.
2) Menjadi rujukan orang-orang yang berkehendak meningkatkan martabat spiritual.
b. Kekurangan Corak Tafsir Sufi
1) Hanya dapat dipahami oleh orang-orang tertentu.
2) Tidak ada tolak ukur yang jelas mengenai validitas penafsirannya.

4. Contoh Kitab Tafsir Bercorak Sufi


Di antara contoh kitab-kitab tafsir yang bercorak sufi adalah sebagai berikut.
a. Al-Futuhat al-Makiyyah, karya Ibn al-‘Arabi
b. Al-Fushush al-Hikam, karya Ibn al-‘Arabi
c. dll.
 
10
Abdul Syukur, ‘Mengenal Corak Tafsir Al-Qur’an’, dalam Jurnal el-Furqonia, No. 1, (2015),
hlm. 101.
11
Badruzzaman M. Yunus, ‘Pendekatan Sufistik dalam Menafsirkan Al-Quran’, dalam Jurnal
Syifa Al-Qulub, No. 1, (2017), hlm. 12.

5
 

B. Tafsir Isyari
1. Pengertian Tafsir Isyari
Menurut adz-Dzahabi, tafsir isyari adalah tafsir yang dilakukan dengan
menakwilkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan makna yang berbeda dengan kehendak
lahiriah teks yang dilakukan dengan bantuan isyarat-isyarat tersembunyi yang hanya
diketahui oleh pelaku suluk.12 Upaya ini dilakukan karena ketekunannya dengan
melakukan praktik ritual atau riyadhah secara istiqamah sehingga sangat
memungkinkan mendapat limpahan pengetahuan dari Allah swt. sebagai rahmat-Nya.
Tafsir model ini dinisbahkan kepada para pelaku sufi amali di mana mereka ketika
menafsirkan Al-Qur’an berdasarkan isyarat-isyarat Ilahi yang diilhamkan Allah swt.
kepada hambanya berupa intuisi mistik dengan memberi pemahaman dan realisasi
makna ayat-ayat Al-Qur’an. Fenomena tafsir isyari menimbulkan perbedaan
pendapat di kalangan para ulama antara menerima dan menolak.

2. Karakteristik Corak Tafsir Isyari


Al-Alusi mengemukakan beberapa karakteristik dari penafsiran secara isyari. Di
antaranya adalah sebagai berikut.
a. Upaya pemahaman terhadap Al-Qur’an tidak hanya melalui pendekatan lahir ayat,
akan tetapi yang terpenting adalah pendekatan melalui aspek batin ayat. Namun
demikian, tafsir isyari tidak menolak makna lahir. Antara makna batin dan makna
lahir harus ada kesepadanan jika ditinjau dari sisi syariat, sebab tidak mungkin
memahami rahasia di balik suatu ayat tanpa memahami ayat secara lahirnya. Pola
penafsiran semacam ini didasarkan atas pendapat Ibnu Abbas yang mengatakan
bahwa Al-Qur’an mempunyai banyak cabang dan ranting, lahir dan batin, tidak akan
habis keajaibannya, dan tidak akan terjangkau puncaknya. Barang siapa yang
menaikinya secara hati-hati, maka ia akan selamat. Sebaliknya, barang siapa yang
menaikinya secara gegabah, maka akan celaka. Di dalam Al-Qur’an terdapat sisi lahir
dan batin. Lahirnya adalah bacaannya, dan batinnya adalah takwil. Hendaknya

 
12
Muhammad Husain adz-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, Juz II, hlm. 251.

6
 

mendekati pemahaman takwil dari para ulama dan menjauhi pemahaman takwil dari
orang-orang bodoh.13
b. Para ulama yang menafsirkan Al-Qur’an dengan cara ini acap kali mengambil makna
berdasarkan isyarat zihniyyah (intuisi). Isyarat terbagi dua, yakni isyarat hissiyyah dan
isyarat zihniyyah. Isyarat hissiyyah adalah isyarat yang dapat dijangkau oleh indra.
Sedangkan zihniyyah adalah mengambil pengertian yang terkandung di dalam suatu
pernyataan yang sekiranya makna isyarat tadi diredaksikan secara biasa, maka bisa
jadi akan menghabiskan redaksi yang panjang. Dalam kaitannya dengan tafsir isyari,
isyarat di atas terbagi dua, yakni isyarat halus yang dapat dijangkau oleh orang yang
ahli takwa, ahli wara’, ahli kebaikan dan ahli ilmu sewaktu membaca Al-Qur’an.
Melalui isyarat inilah munculnya tafsir isyari. Dan yang kedua adalah isyarat-isyarat
yang jelas yang terkandung dalam ayat-ayat kauniyyah yang dalam penelitian
selanjutnya melahirkan tafsir ilmi. Isyarat ilmiah tadi sekaligus menampakkan
keistimewaan Al-Qur’an dari segi kemukjizatannya.14

Sebagai contoh adalah penafsiran terhadap Q.S. Al-Baqarah ayat 67 sebagai


berikut.

ۡ ۡ ۡ
ً‫إِ ﱠن ٱ ﱠﻪﻠﻟَ َ ُﻣ ُﺮُﻛﻢ أَن ﺗَﺬ َﲝُﻮاْ ﺑَـ َﻘ َﺮة‬
... Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyembelih seekor sapi betina. ... (Q.S.
Al-Baqarah: 67)

Di dalam tafsir isyari, ayat tersebut diberi makna dengan “... Sesungguhnya Allah
menyuruh kamu menyembelih nafsu hewaniah. ...”.

Contoh lain adalah penafsiran terhadap Q.S. An-Nashr ayat 1 sebagai berikut.

ۡ ۡ ِ ۡ
َ ‫إِذَا َﺟﺎ‬
ُ ‫ٓء ﻧَﺼ ُﺮ ٱ ﱠﻪﻠﻟ َوٱﻟ َﻔﺘ‬
‫ﺢ‬
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. (Q.S. An-Nashr: 1)

Di dalam tafsir isyari, ayat tersebut diberi makna dekatnya ajal Nabi Muhammad
saw.

 
13
Cecep Alba, ‘Karakteristik Tafsir Sufi’, dalam Jurnal Istiqamah, No. 2, (2020), hlm. 124.
14
Cecep Alba, ‘Karakteristik Tafsir Sufi’, hlm. 125.

7
 

Contoh selanjutnya adalah penafsiran terhadap Q.S. Thaha ayat 24 sebagai


berikut.

ۡ
‫ٱذ َﻫ ۡﺐ إِ َ ٰﱃ ﻓِ ۡﺮ َﻋ ۡﻮ َن إِﻧﱠﻪُۥ ﻃَﻐَ ٰﻰ‬
Pergilah kepada Fir’aun, sesungguhnya ia telah melampaui batas. (Q.S. Thaha:
24)

Dalam hal ini para mufassir isyari menakwilkan Fir’aun dengan hati. Maksudnya
bahwa Fir’aun itu sebenarnya adalah hati setiap manusia yang mempunyai sifat
melampaui batas.
Contoh selanjutnya adalah penafsiran terhadap Q.S. Al-Qashash ayat 31 sebagai
berikut.

ۖۡ ۚ
ۡ ِ‫ﺎك ﻓَـﻠَ ﱠﻤﺎ رءاﻫﺎ َ ۡ ﺘـ ﱡﺰ َﻛﺄَ ﱠَﺎ ﺟﺎٓ ﱞن وﱠﱃ ﻣ ۡﺪﺑِﺮا وَۡﱂ ﻳـﻌ ِّﻘ ۡۚﺐ ٰﳝﻮﺳ ٓﻰ أ َۡﻗﺒ‬ ۡ ۡ
ِ ِٓ‫ﻚ ِﻣﻦ ٱ ۡﻷ‬ ِ
‫ﲔ‬
َ ‫ﻨ‬ ‫ﻣ‬ َ َ ‫ﱠ‬
‫ﻧ‬ ‫إ‬ ‫ﻒ‬ ‫ﲣ‬َ
َ َ‫ﻻ‬َ‫و‬ ‫ﻞ‬ َ
ٰ َ ُ َُ َ ً ُ َ َ ٰ َ َ ََ َ َ ‫َوأَن أَﻟ ِﻖ َﻋ‬
‫ﺼ‬
Dan lemparkanlah tongkatmu. Maka tatkala (tongkat itu menjadi ular dan) Musa
melihatnya bergerak-gerak seolah-olah ia seekor ular yang gesit, larilah ia berbalik
ke belakang tanpa menoleh (kemudian Musa diseru), “Hai Musa, datanglah kepada-
Ku dan janganlah kamu takut. Sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang
aman.” (Q.S. Al-Qashash: 31)

Di dalam tafsir isyari, ayat tersebut ditakwilkan bahwa tongkat itu dilemparkan
kepada siapa pun yang ada di muka bumi dan orang yang bergantung kepada selain
Allah.
Contoh lainnya adalah penafsiran terhadap Q.S. Al-Baqarah ayat 22 sebagai
berikut.

ِ‫ ﻓَ َﻼ َ ۡﲡﻌﻠُﻮاْ ِﱠ‬...
‫ﻪﻠﻟ أَﻧ َﺪا ًدا َوأَﻧﺘُ ۡﻢ ﺗَـ ۡﻌﻠَ ُﻤﻮ َن‬ َ
… karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal
kamu mengetahui. (Q.S. Al-Baqarah: 22)

At-Tustari mengatakan bahwa maksud andadan pada ayat tersebut bukan hanya
patung-patung, setan, tetapi nafsu amarah yang sering dijadikan manusia sebagai
Tuhannya, sehingga ia cenderung mengikuti nafsu amarahnya dibanding Tuhannya.

8
 

Jika manusia diperbudak oleh nafsunya, maka sama saja ia menjadikan nafsu sebagai
teman. Padahal, nafsu amarah seharusnya dijadikan musuh yang nyata.15

Beberapa ulama memberikan beberapa syarat agar penafsiran secara isyari tidak
mengalami penyimpangan. Syarat-syarat tersebut antara lain sebagai berikut.16
1) Penafsiran tersebut tidak bertentangan dengan makna lahir ayat
2) Makna atau penafsiran tersebut benar secara inheren
3) Antara penafsiran dan lafaz yang ditafsirkan memang ada hubungan
4) Makna batin tersebut tidak boleh diklaim sebagai satu-satunya makna yang
dikehendaki oleh Allah, yang menafikan makna lahir
5) Penafsiran tersebut tidak boleh bertentangan dengan akal atau syariat
6) Penafsiran tersebut harus didukung oleh dalil secara syar’i.

3. Kelebihan dan Kekurangan Corak Tafsir Isyari


Di samping terjadinya perbedaan pendapat para ulama mengenai bolehnya
menafsirkan Al-Qur’an dengan corak isyari, terdapat beberapa kelebihan dan
kekurangan di dalamnya. Di antaranya sebagai berikut.
a. Kelebihan Corak Tafsir Isyari17
1) Tafsir isyari mempunyai kekuatan hukum dari syara’ sebagaimana telah dijelaskan
mengenai beberapa contoh penafsiran secara isyari, seperti penafsiran Ibnu Abbas
terhadap firman Allah dalam Q.S. An-Nashr ayat 1 sehingga hampir seluruh Sahabat
dalam kasus tersebut tidak ada yang memahami maknanya selain makna secara
tekstual saja.
2) Apabila tafsir isyari ini memenuhi syarat-syarat tafsir sebagaimana yang telah
disepakati oleh ulama tafsir, maka akan bertambah wawasan dan pengetahuan
terhadap isi kandungan Al-Qur’an dan hadis.
3) Penafsiran secara isyari tidaklah menjadi aneh jikalau sekiranya Allah swt.
melimpahkan ilmu pengetahuan kepada orang yang Dia kehendaki serta memberikan
pemahaman kepada orang-orang pilihan seperti Abu Bakar, Ibnu Abbas dan Nabi
Khidir As.

 
15
M. Ulil Abshor, ‘Epistemologi Irfani (Sebuah Tinjauan Kajian Tafsir Sufistik)’, hlm. 259.
16
Abdul Mustaqim, Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an, hlm. 128.
17
Nana Mahrani, ‘Tafsir al-Isyari’, dalam Jurnal Hikmah, No. 1, (2017), hlm. 59-60.

9
 

4) Penafsiran secara isyari mempunyai pengertian-pengertian yang tidak mudah


dijangkau sembarangan oleh ahli tafsir kecuali bagi orang-orang yang mempunyai
sifat kesempurnaan iman dan kemurnian ma’rifat.
5) Tafsir isyari yang dilakukan oleh golongan yang telah ma’rifat kepada Allah swt.
jelas telah memahami makna tekstual atau makna lahir dari Al-Qur’an sebelum
menuju makna secara isyarat. Dalam hal ini, mereka mempunyai dua kelebihan, yakni
menguasai makna lahir ayat atau hadis dan memahami makna isyaratnya.
b. Kekurangan Corak Tafsir Isyari18
1) Jika tafsir isyari ini tidak memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh para
ulama tafsir, maka tafsir ini dapat dikatakan sebagai tafsir yang dilakukan dengan
hawa nafsu atau rasio bertentangan dengan lahir ayat yang dilarang oleh Allah swt.
2) Tafsir isyari yang telah masuk penakwilan yang rusak sebagaimana yang digunakan
oleh aliran kebatinan. Tidak memperhatikan beberapa persyaratan yang telah
ditetapkan oleh para ulama sehingga berjalan seperti unta yang buta yang akhirnya
orang awam berani mencecerkan kitab Allah, menakwilkan menurut bisikan hawa
nafsunya atau menuruti bisikan setan. Orang-orang tersebut menduga bahwa hal itu
termasuk tafsir isyari akibat kebodohan dan kesesatan mereka karena telah
menyelewengkan kitab Allah dan berjalan di atas pengaruh aliran kebatinan dan ateis.
3) Penafsiran secara isyari terkadang maknanya sangat jauh dari ketentuan-ketentuan
agama yang sudah qath’i (pasti), seperti anggapan Ibn al-‘Arabi terhadap orang-orang
musyrik yang menyembah patung. Menurut beliau, mereka pada hakikatnya
menyembah Allah, bukan menyembah patung dan patung adalah sebagai pengganti
Allah.
4) Penafsiran secara isyari tidak dapat dijangkau atau sulit dipahami oleh kaum awam
yang berakibat pada rusaknya agama orang-orang awam. Sebagaimana ungkapan
Ibnu Mas’ud Ra. yang mengatakan bahwa orang yang mengatakan sesuatu kepada
orang lain yang tidak dimengerti olehnya akan menjadi fitnah bagi mereka.

4. Contoh Kitab Tafsir Bercorak Isyari


Di antara contoh kitab-kitab tafsir yang bercorak isyari adalah sebagai berikut.
a. Gharaib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan, karya an-Naisabury

 
18
Nana Mahrani, ‘Tafsir al-Isyari’, hlm. 60.

10
 

b. Al-Qur’an al-‘Azhim, karya at-Tustari


c. Ruh al-Ma’ani, karya al-Alusi
d. Al-Haqaiq al-Tafsir, karya Abu Abdurrahman as-Sulami
e. Al-Rais al-Bayan fi Haqaiq al-Qur’an, karya Abu Muhammad asy-Syairazi
f. Al-Ta’wilat al-Najmiyyah, karya Najmuddin Dayah dan as-Samnani
g. Lathaif al-Isyarat, karya al-Qusyairi
h. dll.

11
 

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tafsir sufi adalah tafsir yang didasari teori-teori sufistik atau tafsir yang ditujukan
untuk menguatkan teori-teori sufistik dengan menggunakan metode takwil dengan
mencari makna esoteris (batin). Sedangkan tafsir isyari adalah tafsir yang dilakukan
dengan menakwilkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan makna yang berbeda dengan
kehendak lahiriah teks yang dilakukan dengan bantuan isyarat-isyarat tersembunyi
yang hanya diketahui oleh pelaku suluk.
Karakteristik dari tafsir sufi antara lain penafsiran banyak dipengaruhi filsafat,
mengiaskan yang gaib kepada yang nyata dan kurang memperhatikan kaidah nahwu.
Sedangkan karakteristik dari tafsir isyari antara lain adalah upaya pemahaman
terhadap Al-Qur’an tidak hanya melalui pendekatan lahir ayat, akan tetapi yang
terpenting adalah pendekatan melalui aspek batin ayat. Selain itu, para ulama yang
menafsirkan Al-Qur’an dengan cara ini acap kali mengambil makna berdasarkan
isyarat zihniyyah (intuisi).
Di samping terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama mengenai kebolehan
menafsirkan Al-Qur’an dengan corak sufi dan isyari, kedua penafsiran ini juga
mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Contoh kitab tafsir dengan
corak sufi antara lain adalah al-Futuhat al-Makiyyah dan al-Fushush al-Hikam karya
Ibn al-‘Arabi. Sedangkan contoh kitab tafsir bercorak isyari antara lain adalah al-
Qur’an al-‘Azhim karya at-Tustari, Gharaib al-Qur’an wa Raghaib al-Furqan karya
an-Naisabury, Ruh al-Ma’ani karya al-Alusi, al-Rais al-Bayan fi Haqaiq al-Qur’an
karya asy-Syairazi, al-Haqaiq al-Tafsir karya as-Sulami, al-Ta’wilat al-Najmiyyah
karya Najmuddin Dayah dan as-Samnani, Lathaif al-Isyarat karya al-Qusyairi, dan
sebagainya.

B. Saran
Berkaitan dengan pembahasan “Corak Tafsir Sufi dan Isyari” ini, kami menyadari
bahwa dari berbagai referensi yang ada, masih banyak kesalahan dan kekurangan

12
 

dalam segi penulisan, sehingga terjadi kesalahpahaman dalam memahaminya. Kami


berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pribadi kami, juga bagi para pembaca.

13
 

DAFTAR PUSTAKA

Abshor, M. Ulil. ‘Epistemologi Irfani (Sebuah Tinjauan Kajian Tafsir Sufistik)’, dalam
Jurnal At-Tibyan, No. 2, (2018), hlm. 249-264.

adz-Dzahabi, Muhammad Husain. al-Tafsir wa al-Mufassirun. Kairo: Maktabah


Wahbah, Tanpa Tahun.

Alba, Cecep. ‘Karakteristik Tafsir Sufi’, dalam Jurnal Istiqamah, No. 2, (2020), hlm.
123-129.

al-Qatthan, Manna’. Mabahits fi ‘Ulum al-Qur’an. Kairo: Maktabah Wahbah, Tanpa


Tahun.

Madid, Izzul. ‘Tafsir Sufi; Kajian Atas Konsep Tafsir dengan Pendekatan Sufi’ dalam
Jurnal Wasathiyah, No. 1, (2018), hlm. 143-154.

Mahrani, Nana. ‘Tafsir al-Isyari’, dalam Jurnal Hikmah, No. 1, (2017), hlm. 56-61.

Murni, Dewi. ‘Penafsiran Sufistik di dalam Al-Qur’an’, dalam Jurnal Syahadah, No. 2,
(2017), hlm. 61-80.

Mustaqim, Abdul. Dinamika Sejarah Tafsir Al-Qur’an. Yogyakarta: Idea Press, 2016.

Syukur, Abdul. ‘Mengenal Corak Tafsir Al-Qur’an’, dalam Jurnal el-Furqonia, No. 1,
(2015), hlm. 84-104.

Yunus, Badruzzaman M. ‘Pendekatan Sufistik dalam Menafsirkan Al-Quran’, dalam


Jurnal Syifa Al-Qulub, No. 1, (2017), hlm. 1-13.

14

Anda mungkin juga menyukai