Anda di halaman 1dari 23

Secara umum, ketentuan hadits maqbul dapat digolongkan menjadi shahih dan hasan.

1.      Hadits Shahih

Shahih menurut bahasa berarti yang sehat, yang selamat, yang benar, yang sah, dan yang
sempurna. Sedangkan menurut terminologis :

‫الحديث المسند الذي يتصل إسناده بنقل العدل الضابط عن العدل الضابط حتي ينتهي إلي رسول هللا صلي هللا عليه و سلم أو‬
‫إلي منتهاه من صحابي أو من دونه وال يكون شاذا وال معلال‬

Hadits yang disandarkan kepada Nabi SAW yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh
perawi yang adil dan dhabith, diterima dari perawi yang adil dan dhabith hingga sampai
kepada pada akhir sanad yaitu Nabi SAW atau orang setelahnya baik dari sahabat atau
tabi’in dan tidak ada kejanggalan dan tidak berillat.[26]

Berdasarkan definisi di atas, hadits shahih harus memenuhi lima syarat, yaitu:

1.      Diriwayatkan oleh para perawi yang adil.

Seseorang dikatakan adil apabila memiliki sifat-sifat yang dapat mendorong terpeliharanya
ketaqwaan, yaitu senantiasa melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya, baik
akidahnya, terpelihara dirinya dari dosa besar dan terpelihara akhlaknya termasuk dari hal-
hal yang menodai muru’ah, disamping itu ia harus muslim, baligh, berakal sehat dan tidak
fasik.

Keadilan para perawi di atas, menurut ulama dapat diketahui melalui :

a.       Keutamaan kepribadian nama perawi itu sendiri yang terkenal dikalangan ulama
hadits, sehingga keadilannya tidak diragukan lagi.

b.      Penilaian dari para ulama lainnya yang melakukan penelitian terhadap para perawi
tentang keadilan perawi-perawi hadits.

c.       Penerapan kaidah al-jarh wa at-ta’dil apabila terjadi perbedaan pendapat di antara


para uluma penelitian terhadap perawi-perawi tertentu.

Sedangkan keadilan para sahabat tidak diragukan lagi, sehingga terhadap mereka tidak
perlu dilakukan penelitian lagi.

2.      Kedhabithan para perawinya harus sempurna.

Perawi harus baik hapalannya, tidak pelupa, tidak banyak ragu-ragu, dan tidak banyak
tersalah sehingga ia dapat mengingat dengan sempurna hadits-hadits yang diterima dan
diriwayatkannya.

3.      Antara satu sanad dengan sanad lainnya bersambung (muttashil).


Yang dimaksud muttashil ialah si pembawa hadits dan penerimanya terjadi pertemuan
langsung. Sehingga menjadi suatu silsilah yan sambung menyambung, sejak awal sanad
kepada sumber hadits itu sendiri. Untuk membuktikan apakah sanad-sanad tersebut
bersambung atau tidak, di antaranya dilihat bagaimana keadaan usia masing-masing dan
tempat tinggal mereka. Apakah usia keduanya memungkinkan bertemu atau tidak, selain
itu, bagaimana pula cara menerima atau menyampaikan.

4.      Tidak mengandung cacat atau illat.

Illat adalah suatu sebab yang tiadak tamapk atau samar-samar yang dapat mencacatkan
keshahihan suatu hadits.

5.      Tidak janggal atau syadz.

Syadz ialah hadits yang tidak bertentangan dengan hadits lain yang sudah diketahui tinggi
kualitas keshahihannya.

Hadits shahih terbagi dua :

a.       Hadits shahih li-Dzatih, yaitu hadits yang memiliki lima syarat atau kriteria di atas.

b.      Hadits shahih li-ghairih, yaitu hadits yang keshahihannya dibantu oleh adanya
keterangan lain.

Para ulama berpendapat bahwa hadits yang shahih dapat dijadikan hujjah untuk
menetapkan syariat Islam.

2.      Hadits Hasan

Hasan menurut bahasa berarti sesuatu yang disenangi dan dicondrongi oleh nafsu.
Sedangkan dalam hadits berarti hadist yang baik. Secara terminologis :

‫ما اتصل سنده بنقل عدل خفيف الضبط و سلم من الشذوذ و العلة‬

Hadits yang bersambung sanadnya dengan diterima perawi yang kurang dhabi’th tetapi
selamat dari illat dan syadz

Syarat hadits hasan sama dengan syarat hadits shahih kecuali pada syarat dhabith, pada
pada hadits hasan, perawinya dhabithnya (hafalannya) tidak sebaik atau dibawah hadits
shahih.

Seperti hadits shahih, hadits hasan juga terbagi kepada dua bagian :

a.       Hasan li-Dzatih, yaitu hadits yang telah memenuhi persyaratan hadits hasan yang lima,
akan tetapi daya ingatan atau kekuatan hafalan mereka belum sampai kepada derajat
hafalan perawi yang shahih.
Hasan li-Dzatih bisa naik kualitasnya menjadi shahih li-ghairih apabila ditemukan hadits lain
yang menguatkan kandungan matannya atau adanya sanad lain yang juga meriwayatkan
hadits yang sama (syahid atau mutabi).

b.      Hasan li-ghairih, yaitu hadits yang menduduki kualitas hasan kerena dibantu oleh


keterangan lain, baik kerena adanya syahid atau mutabi.

Sebagaimana hadits shahih, hadits hasan juga dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan


suatu kepastian hukum, yang harus diamalkan. Hanya saja terdapat perbedaan pendapat
dalam soal penetapan rutbah(urutan), yang disebabkan kualitasnya masing-masing.

3.      Hadits Mardud

Mardud menurut bahasa berarti ditolak atau tidak diterima. Sedangkanmardud menurut


istilah :

‫فقد تلك الشروط او بعضها‬

“Hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat sebagian syarat hadits maqbul”

Tidak terpenuhinya persyaratannya bisa terjadi pada sanad dan matan. Yang termasuk


hadits mardud diantaranya hadits dha’if.

1.    Hadits Dha’if

Dhaif menurut bahasa berarti lemah. Sedangkan menurut istilah :

‫ما لم يوجد فيه شروط الصحة و ال شروط الحسن‬

“Hadits yang di dalamnya tidak terdapat syarat-syarat Shahih dan syarat-syarat hasan”

Para ulama berpendapat dalam pengamalan hadits dhaif. Perbedaan itu dapat dibagi
menjadi 3 pendapat, yaitu :

1)      Hadits dhaif tidak dapat diamalkan secara mutlak baik dalam keutamaan amal (Fadhail
al a’mal) atau dalam hokum sebagaimana yang diberitahukan oleh Ibnu sayyid An-Nas dari
Yahya bin Ma’in. pendapat pertama ini adalah pendapat Abu Bakar Ibnu Al-Arabi, Al-
Bukhari, Muslim, dan Ibnu hazam.

2)      Hadits dhaif dapat diamalkan secara mutlak baik dalam fadhail al-a’mal atau dalam
masalah hokum (ahkam), pendapat Abu Dawud dan Imam Ahmad. Mereka berpendapat
bahwa hadits dhaif lebih kuat dari pendapat para ulama.

3)      Hadits dhaif dapat diamalkan dalam fadhail al-a’mal, mau’izhah, targhib (janji-janji
yang menggemarkan), dan tarhib (ancaman yang menakutkan) jika memenuhi beberapa
persyaratan sebagaimana yang dipaparkan oleh Ibnu Hajar Al-Asqolani, yaitu berikut :
·         Tidak terlalu dhaif, seperti diantara perawinya pendusta (hadits mawdhu’) atau
dituduh dusta (hadits matruk), orang yan daya iangat hapalannya sangat kurang, dan
berlaku pasiq dan bid’ah baik dalam perkataan atau perbuatan (hadits mungkar).

·         Masuk kedalam kategori hadits yang diamalkan (ma’mul bih) seperti hadits muhkam
(hadits maqbul yang tidak terjadi pertentanga dengan hadits lain), nasikh (hadits yang
membatalkan hokum pada hadits sebelumnya), dan rajah (hadits yang lebih unggul
dibandingkan oposisinya).

·         Tidak diyakinkan secara yakin kebenaran hadits dari Nabi, tetapi karena berhati-hati
semata atau ikhtiyath.

Para ulama menemukan keda’ifan hadits itu pada tiga bagian, yaitu
pada sanad, pada matan dan pada perawinya. Mereka membagi dan menguraikannya ke
dalam beberapa hadits dha’if.

a.       Dha’if dari sudut sandaran matannya

Para ahli hadits memasukkan ke dalam kelompok hadits Dha’if dari sudut persandarannya,


segala hadits yang mauquf dan yang Maqtu.

1.      Hadits mauquf

‫ما روي عن الصحابي من قول او فعل او تقرير‬

“Hadits yang diriwayatkan dari para sahabat, berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir
(penetapan)”

2.      Hadits Maqtu

‫ما روي عن التابعين من قول او فعل او تقرير‬

“Hadits yang diriwayatkan dari para tabi’in berupa perkataan, perbuatan, atau taqrir
(penetapan)”

b.      Dha’if dari sudut matannya

Yang termasuk hadits Dha’if dari sudut matannya adalah hadits syadz ( hadits yang
diriwayatkan oleh para perawi yang tsiqah atau terpercaya akan tetapi kandungan haditsnya
bertentangan dengan (kandungan hadits) yang diriwayatkan oleh perawi yang lebih kuat
kestiqahannya.

c.       Dha’if dari salah satu sudutnya, baik sanad atau matan secara bergantian

Artinya kedha’ifannya kadang-kadang pada sanad dan kadang-kadang pada matan. Yang
termasuk dalam kategori ini ada tiga, yaitu:
1.      Hadits Maqlub, yaitu mendahulukan (mentaqdimkan) kata, kalimat atau nama yang
seharusnya ditulis di belakang dan mengakhirkan (menta’khirkan) kata, kalimat atau nama
yang seharusnya didahulukan.

2.      Hadits mudraj, yaitu hadits yang di dalamnya terdapat sisipan atau tambahan.

3.      Hadits mushahhaf, yaitu hadits yang terdapat perbedaan dengan hadits yang


diriwayatkan oleh orang tsiqah, kerena di dalamnya terdapat beberapa huruf yang diubah.

d.      Dha’if dari sudut matan dan sanadnya secara bersama-sama

Hadits-hadits yang termasuk dalam kategori ini di antaranya:

1.      Hadits maudhu, yaitu hadits yang dibuat-buat atau diciptakan yang didustakan atas
nama Rasulullah SAW.

2.      Hadits munkar, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang dha’if yang matannya
bertentangan dengan periwayatan perawi yang tsiqah.

e.       Dha’if dari sudut persambungan sanadnya

Hadits-hadits yang termasuk dalam kategori ini di antaranya:

1.      Hadits mursal, yaitu hadits yang gugur sanadnya setelah tabi’in.

2.      Hadits munqathi, yaitu hadits yang gugur pada sanadnya seorang perawi atau pada
sanad tersebut disebutkan seseorang yang tidak dikenal namanya.

3.      Hadits Mu’dhal, yaitu hadits yang gugur dua orang sanadnya atau lebih secara
berturut-turut.
B.     Klasifikasi Hadis dari Segi Kualitasnya

Ditinjau dari segi kualitas, para ulama membagi tiga bagian, yaitu hadis Shahih, hadis Hasan
dan hadis Dha’if :

1.      Hadis Shahih

Pengertian Hadis Shahih

Menurut bahasa, sahih berarti sehat, bersih dari cacat, sah, atau benar, sehingga hadist
sahih menurut bahasa berarti hadist yang bersih dari cacat, atau hadist yang benar berasal
dari Rasulullah SAW. Sedangkan batasan tentang hadist sahih yang diberikan oleh ulama
yaitu: hadist sahih adalah hadist yang susunan lafazhnya tidak cacat dan maknanya tidak
menyalahi ayat (al-Qur’an), hadist mutawatir, atau ijmak dan sanadnya bersambung serta
para rawinya adil dan dhabith.

Menurut Ulama Muhadditsin, hadis shahih yaitu hadis yang dinukil (diriwayatkan) oleh rawi
yang adil, sempurna ingatannya, bersambung sanadnya, tidak ber’illat dan tidak janggal.

Dari segi terminology, diartikan dengan definisi sebagai berikut :

‫ما اتّصل سنده بنقل العدل الضابط عن مثله وسلم من شذوذ وعلّة‬

Hadis shahih adalah hadis yang sanadnya bersambung proses periwayatan oleh orang yang
adil, dan kuat daya ingatnya dari orang yang serupa sifatnya serta terbebas dari keganjilan
dan cacat)

Dengan pengertian tersebut, maka ada lima syarat untuk disebut hadis shahih, yaitu :

1).   Rawinya bersifat adil

Menurut Ibnus-Sam’any, seorang rawi bisa disebut adil bila :

a)      Menjaga ketaatan dan menjauhi kemaksiatan kepada Allah

b)      Menjauhi dosa-dosa kecil

c)      Meninggalkan perbuatan mubah yang dapat menggugurkan iman kepada Qadar dan
menjadikan penyesalan

d)     Tidak mengikuti salah satu mazhab yang bertentangan dengan dasar syara’.

Sedang Muhyiddin Abdul Hamid menjelaskan bahwa adil berarti :

a)      Islam

b)      Mukallaf
c)      Selamat dari sebab-sebab yang menjadikan seseorang fasik dan mencacatkan
kepribadiannya.

2) Sempurna ingatannya (dhabit)

Maksudnya daya ingatannya kuat, dari awal menerima hadis hingga disampaikan kepada
orang lain tidak ada yang lupa. Sanggup dikeluarkan dimana dan kapan saja dikehendaki.
Jika demikian, maka disebut Dhabit Shadran. Sedang bila keutuhan hadis yang disampaikan
itu berdasar pada buku catatan (teks book), maka disebut Dhabit Kitabah. Adapun rawi yang
memiliki sifat adil dan Dhabit disebut “Rawi Tsiqah” (dapat dipertanggung jawabkan).

3) Sanadnya tidak terputus

Maksudnya sanadnya bersambung, tidak ada yang terputus, karena tiap-tiap rawi dapat
saling bertemu dan menerima langsung dari guru yang memberinya.

4) Tidak mempunyai ‘illat

Selamat dari illat (penyakit) hadis, yaitu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai
kesahihan suatu hadis. Misalnya, meriwayatkan hadis secara Muttasil (bersambung)
terhadap hadis Mursal (gugur seorang sahabat yang meriwayatkannya) atau terhadap hadis
Munqathi’ (gugur salah seorang rawinya). Demikian juga dapat dianggap illat hadis, jika ada
sisipan dalam matan hadisnya.

5). Tidak janggal

Maksudnya hadis yang rawinya maqbul (dapat diterima periwayatannya) tersebut tidak
bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang lebih rajih (kuat), disebabkan
dengan adanya kelebihan jumlah sanad atau kelebihan dalam kedhabitan rawinya atau
adanya segi-segi tarjih yang lainnya.[4]

Variasi Hadits Shohih:

1)        Mutlak : Hadits yang keshahihannya dikenal oleh semua kalangan.

2)        Muqoyyad : Hadits yang keshahihannya dikenal oleh kalangan/kelompok bi Shohabi


sahabat (ulama) tertentu

3)        Muqoyyad :Hadits yang keshahihannya dikenal di wilayah/negara tertentu

Tingkat keshahihan hadist juga berbeda berdasarkan kota dimana hadist tersebut
diriwayatkan. Jumhur Ulama sepakat bahwa hadist yang paling shahih adalah yang
diriwayatkan oleh penduduk Madinah, kemudian penduduk Basrah dan kemudian
penduduk Syam .

Selain perincian tersebut, ada pula penentuan urutan tingkatan hadist sahih, adalah hadist
yang diriwayatkan oleh:
1)      Bukhari dan Muslim

2)      Bukhari sendiri

3)      Muslim sendiri

4)      Ulama yang memakai syarat-syarat yang dipakai oleh Bukhari dan Muslim.

5)      Ulama yang memakai syarat-syarat yang dipakai oleh Bukhari sendiri.

6)      Ulama yang memakai syarat-syarat yang dipakai oleh Muslim sendiri.

7)      Ulama yang terpandang (mu’tabar)

Klasifikasi Hadis Shahih

Hadis Shahih terbagi menajdi dua bentuk, yaitu :

1) Shahih li-Dzatihi (‫)صحيح لذاته‬, yaitu hadis shahih yang secara sempurna terpenui kriteria
persyaratan tersebut di atas. Hadis shahih li dzatihi tingkatannya bisa turun menjadi Hasan li
zatihi ketika kedhabitan seorang rawi kurang sempurna.

2) Shahih Lighairih (‫)صحيح لغيره‬, yaitu hadis yang rawinya kurang hafizd dan dhabit (hasan
Lizzatih), namun ada sanad lain yang serupa atau lebih kuat, sehingga dapat menutupi
kekurangan-kekurangannya.

c.      Martabat Hadis Shahih

Di dalam hadis shahih sendiri terdapat tingakatan-tingkatan berdasarkan kedhabitan dan


keadilan para perawinya, yaitu :

1)        ‫اصح االساند‬  (sanadnya paling shahih, misalnya bagi Imam Bukhari adalah Malik, Nafi’
dan Ibnu Umar, bagi Imam An-Nasa’I adalah Ubaidillah Ibnu ‘Abbas dan Umar bin Khattab).

2)        ‫متفق عليه‬  (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim).

3)   ‫رواه البخارى‬  (Hadis riwayat Imam Bukhari)

4)    ‫( رواه مسلم‬Hadis riwayat Imam Muslim)

5)  ‫شراط البخارى ومسلم‬  (menurut syarat-syarat Imam Bukhari dan Muslim)

6).   ‫صحيح على شرط البخارى‬  (Shahih memenuhi syarat Imam Bukhari)

7).   ‫صحيح على شرط مسلم‬  (Shahih memenuhi syarat Imam Muslim)

8).   Hadis yang ditakhrij dengan tidak menggunakan syarat Bukhari dan Muslim.

2.      Hadis Hasan
Menurut bahasa berarti hadist yang baik. Para ulama menjelaskan bahwa hadist hasan tidak
mengandung illat dan tidak mengandung kejanggalan. Kekurangan hadist hasan dari hadist
sahih adalah pada keadaan rawi yang kurang dhabith, yakni kurang kuat hafalannya. Semua
syarat hadist sahih dapat dipenuhi dhabithnya rawi (cermatnya rawi).

Menurut istilah hadis hasan adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, sanadnya
bersambung, tidak mengandung ilat, dan tidak janggal, namun rawinya kurang dhabit
(kurang baik tingkat hapalannya).

Secara terminologis hadis hasan didefinisikan sebagai berikut :

‫الحديث الحسن ما اتّصل سنده يرويه غير كامل الثقة‬

Hadis hasan adalah hadis yang bersambung sanadnya dan diriwayatkan oleh orang yang
kurang sempurna kredilitasnya. Hadis hasan adalah hadis yang memenuhi semua syarat-
syarat hadis shahih, hanya saja seluruh atau sebagian perawinya kurang dhabit. Dengan
demikian perbedaan hadis shahih dan hadis hasan terletak pada tinggi atau rendahnya
kedhabitan seorang rawi. Hadis hasan terbagi menjadi dua, yaitu :

Hasan Lizzatihi. Maksudnya hadis itu telah memenuhi syarat-syarat hadis hasan.

Hasan Lighairihi, Maksudnya hadis itu sanadnya ada yang dirahasiakan (Mastur), tidak jelas
keahliannya, namuan mereka bukan pelupa, tidak banyak salah dan tidak dituduh dusta
dalam periwayatannya. Pada mulanya hadis hasan ligahirih itu adalah hadis dha’if, namun
karena ada dukungan sanad lain yang memperkuat, maka naik tingkatannya menjadi hadis
Hasan.

Hadis hasan ini bisa dijadikan sebagai dasar sumber hukum Islam, namun tingkatannya di
bawah hadis shahih.

3.             Hadis Dha’if

Dha’if artinya “lemah”. Adapun yang disebut hadis dha’if adalah hadis yang kehilangan satu
atau lebih syarat-syarat hadis shahih atau hadis hasan. Adapun yang dimaksud dengan hadis
dha’if adalah sebagaimana rumusan sebagai berikut :

‫الحديث الضعيف ما لم يجمع صفة الحسن بفقد شرط من شروطه‬

Hadis dla’if adalah hadis yang tidak memiliki syarat sebagai hadis hasan karena hilangnya
sebagian syarat). Pada dasarnya hadis dha’if itu disebabkan dua alasan, yaitu :

Karena sanadnya tidak muttasil (bersambung)

Nama hadis dhaif karena alasan / sebab tidak muttasilnya sanad antara lain ; hadis mursal,
hadis munqati’, hadis mu’adhdhal, hadis mudallas, dan hadis muallal.

Karena faktor lain misal dari matan


Nama hadis dhaif karena alasan / sebab ini antara lain hadis mudha’af, hadis mudhtharib,
hadis maqlub, hadis mungkar, hadis matruk, dan hadis mathrub.

Menurut para Muhadditsin, sebab-sebab tertolaknya hadis sebagai sumber hukum bisa
ditinjau dari dua faktor, yaitu Sanad dan matannya.

Faktor Sanad

Dari faktor sanad ini bisa karena rawinya cacat dan bisa pula tertolak karena sanadnya tidak
bersambung.

Rawi Cacat

Rawi hadis yang cacat dari keadilan dan kedhabitan hadisnya disebut

1)         Mandhu’ (rawinya dusta)

2)         Matruk (tertuduh dusta)

3)         Munkar (fasik, banyak salah, lengah dalam hafalan)

4)         Mu’allal (banyak prasangka)

5)         Mudraj (penambahan suatu sisipan)

6)         Maqlub (memutarbalikkan)

7)         Mudhtharib (menukar-nukar rawi hadis)

8)         Muharraf (mengubah syakal – huruf)

9)         Mushahhaf (mengubah titik dan kata)

10)     Mubham (tidak diketahui identitasnya)

11)     Mardud (penganut Bid’ah)

Sanadnya tidak bersambung

Hadis yang sanadnya gugur atau tidak bersambung hadisnya disebut

1)         Mu’allaq (gugur pada sanad pertama)

2)         Mursal (gugur pada sanad terakhir / shahabat)

3)         Mu’dhal (gugur dua orang rawi atau lebih berurutan)

4)         Munqhati’ (gugurnya rawi tidak berurutan)

Faktor Matan
Hadis yang tertolak dari faktor matan hadis, maka hadisnya bisa karena berupa hadis

Mauquf (disandarkan kepada sahabat)

Maqthu’ (disandarkan kepada tabi’in).

Para ulama berbeda pendapat tentang penggunaan hadis dha’if sebagai hujjah (dasar
hukum) atau sebagai amalan kebaikan. Pendapat pertama, menolak sama sekali
menggunakan hadis dha’if. Baik untuk mendorong berbuat kebajikan maupun dalam
penetapan hukum. Kedua, menerima secara utuh hadis dha’if. Ketiga, menolak sebagai
hujjah (dasar hukum) dan menerima sekedar untuk memotifasi berbuat kebajikan dan
nasehat asalkan hadisnya tidak terlalu janggal dan ada penguat dari hadis yang lainnya.

Dari ketiga pendapat tersebut, yang paling selamat adalah pendapat pertama, karena penuh
dengan ihtiyat dan kehati-hatian agar tidak terjebak dalam perbuatan bid’ah.[5]

C.    Klasifikasi Hadis dari  Maqbul dan Mardudnya

Kata maqbul ( ‫ )مقبول‬secara harfiah berarti “diterima”, dan kata mardud

( ‫ )مردود‬berarti “ditolak”.

1.   Hadis Maqbul

Klasifikasi Hadis Maqbul

1)        Hadis Shahih (‫)الحديث الصحيح‬

Merupakan tingkatan hadis maqbul yang paling tinggi karena dapat dipertanggungjawabkan
validitasnya dari berbagi seginya.

2)             Hadis Hasan(‫)الحديث الحسن‬

Merupakan hadis yang tidak memiliki syarat sebagai hadis shahih tetapi tidak terlalu rendah
derajatnya.

3)             Hadis Shahih li Ghairih(‫)الحديث الصحيح لغيره‬

Hadis ini seperti laiknya hadis hasan tetapi oleh karena sebab lainnya maka hadis tersebut
dapat diangkat derajatnya hingga fungsinya seperti hadis shahih sebagai sumber hukum
karena tidak ditemukannya hadis shahih ketika itu.

4)             Hadis hasan li Ghairih (‫)الحديث الحسن لغيره‬

Merupakan hadis yang semula berstatus sebagai hadis dha’if kemudian naik derajatnya
menjadi hadis hasan karena factor-faktor tertentu yang dating, kemudian hingga
menjadikannya mampu menempati posisi hadis hasan.
b. Sifat Hadis Maqbul

Ditinjau dari segi sifatnya, hadis maqbul mempunyai sifat-sifat yang sekaligus merupakan
karakteristik sebagai hadis yang diterima, yakni tiga sifat berupa :

1)             Hadis mutawatir

2)             Hadis Ahad yang marfu’, musnad dan shahih

3)             Hadis Ahad yang marfu’, musnad dan hasan

Dari ciri-ciri tersebut, dapat diketahui bahwa hadis maqbul bisa bersifat muhkam (‫ )محكم‬jika
tidak diketahui adanya perselisihan (mukhtalif) dengan hadis lainnya, yakni pesannya wajib
diamalkan (dikerjakan, yu’malu bihi).

c. Tingkatan Hadis Maqbul

Tingkatan hadis maqbul ditinjau dari derajat dan fungsionalnya adalah sebagai berikut :

1)        Ma’mul Bih (‫)المعمول به‬

yakni hadis seharusnya diamalkan pesan-pesannya

2)        Ghair ma’mul Bih (‫)به غير المعمول‬

yaitu hadis yang isinya tidak harus diamalkan, tetapi cukup diambil sebagai sumber
informasi.

2.        Hadis Mardud

Hadis mardud pada dasarnya adalah hadis dha’if yang ditolak karena memiliki ciri-ciri antara
lain adalah sanadnya tidak bersambung, terputus (inqitha’) dan karena alasan lain seperti
terdapat perawi yang cacat dalam sanadnya.

Hadis mardud ditinjau dari segi fungsinya tidak dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan
hukum (istinbath al-hukm).

Hadis dha’if yang merupakan hadis mardud dibedakan menjadi dua karena alasan yang
berbeda, yaitu hadis dha’if karena sanadnya tidak bersambung atau terputus (munqathi’)
dan hadis dha’if Karena alasan lain seperti adanya cacat dalam sanad atau matan.

 Hadis Dha’if karena sanadnya tidak bersambung, atau munfashil

1)        Hadis Mursal

Secara harfiah, kata mursal (‫ )مرسل‬berarti dilepaskan atau dikirim. Hadis mursal ( ‫الحديث‬
‫ )المرسل‬adalah hadis yang disandarkan oleh tabi’in kepada Rasulullah SAW tanpa
menyebutkan nama sahabat yang membawa hadis. Contoh :
2)         Hadis Munqathi’

Kata munqathi’ (‫ )منقطع‬berarti terputus, tidak tersambung, lawan dari kata muttashil (‫)م ّتصل‬.
Hadis munqathi’ (‫ )الحديث المنقطع‬adalah hadis yang dalam sanadnya gugur seorang atau dua
orang secara tidak berurutan.

Hadis munqathi’ adalah hadis yang dalam sanadnya terjadi hubungan yang terputus
(inqitha’) atau tidak bersambung (infishal), baik seorang atau dua orang. Adapun cara
mengetahui inqitha’ adalah dengan meneliti pertemuan atau hubungan antara perawi-
perawi (murid dan guru atau sami’ dan mudi’) yang ada didalam sanad dengan melihat
riwayat hidup (tarjamah) masing-masing.

3)        Hadis Mu’dal

Adalah hadis yang gugur atau terputus dua perawi atau lebih di pertengahan sanad secara
berurutan (mutawaliyan). Sikap perawi dalam menggugurkan perawi dalam riwayat
dinamakan I’dhal (‫)إعضال‬.

4)        Hadis Mudallas

Mudallas merupakan kata dalam bentuk maf’ul yang berasal dari mashdar tadlis. Secara
harfiah kata mudallas berarti sesuatu yang dibuat menjadi gelap atau dijadikan samar-
samar, atau tidak jelas.

Hadis mudallas adalah hadis yang terdapat perawi yang digugurkan oleh seorang perawi
secara sengaja dengan maksud untuk menutupi aibnya. Adapun perawi yang menutupi aib
diatasnya (gurunya) dinamakan mudallis, sedangkan perbuatannya dinamakan tadlis.

b. Hadis Dha’if karena sebab-sebab lainnya

1) Hadis Mudltharib

Kata mudltharib merupakan bentuk kata pelaku (isim fa’il) dari masdar idlthirab yang berarti
perubahan atau kerusakan. Hadis mudltharib adalah hadis yang riwayatnya atau matannya
berlawan-lawanan, baik dilakukan oleh seseorang atau banyak perawi, dengan cara
menambah, mengurangi ataupun mengganti.

Hadis-hadis mudltharib jumlahnya tidak sedikit. Syaikh al-Islam al-Hafidh telah


mengumpulkannya dalam kitab al-Muqtarib fi Bayan al-Mudltharib.

2) Hadis Maqlub

Maqlub berarti yang digantikan atau dibalikkan. Dia adalah kata benda dalam bentuk isim
maf’ul dari kata qalb yang berarti berubah-ubah atau berganti-ganti.
Hadis maqlub adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang didalamnya terjadi
keterbalikan, baik dalam sanad maupun dalam matan misalnya dengan mendahulukan
bagian belakang, atau mengakhirkan yang terdahulu.

3) Hadis Syadz

Secara harfiah kata syadz berarti seorang yang menyendiri (munfarid) dari kelompok umum
(jumhur). Hadis syadz adalah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqoh tetapi
berlainan dengan riwayat dari kebanyakan perawi yang tsiqah pula. Kebalikan dari hadis
syadz adalah hadis mahfudh.

4). Hadis Munkar

Kata munkar berarti yang diinkari secara harfiah. Hadis munkar adalah hadis yang
diriwayatkan oleh seorang perawi yang lemah (dla’if), yang menyalahi/berbeda riwayat
perawi yang tsiqah, atau riwayat yang lebih lemah lagi.

5) Hadis Matruk

Secara harfiah, kata matruk berarti ditinggalkan. Hadis matruk adalah hadis yang
diriwayatkan oleh seorang perawi yang tertuduh sebagai pendusta, baik terkait dengan
masalah hadis maupun masalah lainnya, atau tertuduh sebagai seorang fasiq, atau Karena
sering lalai dan salah, ataupun banyak sangka.

6) Hadis Mu’allaq

Adalah hadis yang gugur perawinya, baik seorang, dua orang maupun semuanya pada awal
sanad. Sikap perawi dalam menggugurkan perawi sebelumnya disebut dengan terma ta’liq
HADIS DARI SEGI KUALITAS SANAD DAN MATAN

Penentuan tinggi rendahnya tingkatan suatu hadis bergantung kepada tiga hal, yaitu jumlah rawi,
keadaan (kualitas) rawi, dan keadaan matan. Ketiga hal tersebut menetukan tinggi-rendahnya suatu
hadis. Bila dua buah hadis menentukan keadaan rawi dan keadaan matan yang sama, maka hadis
yang diriwayatkan oleh dua orang rawi lebih tinggi tingkatannya dari hadis yang diriwayatkan oleh
satu orang rawi; dan hadis yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi lebih tinggi tingkatannya daripada
hadis yang diriwayatkan oleh dua orang rawi. Jika dua buah hadis memiliki keadaan matan jumlah
rawi (sanad) yang sama, maka hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang kuat ingatannya, lebih tinggi
tingkatannya daripada hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang lemah tingkatannya, dan hadis yang
diriwayatkan oleh rawi yang jujur lebih tinggi tingkatannya daripada hadis yang diriwayatkan oleh
rawi pendusta.

 Artinya : “Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari


kaumnya untuk (memohon tobat kepada kami) pada waktu yang telah kami tentukan.”

Pendapat lain membatasi jumlah mereka empat pulu orang, bahkan ada yang membatasi cukup
dengan empat orang pertimbangan bahwa saksi zina itu ada empat orang.

Kata-kata  (dari sejumlah rawi yng semisal dan seterusnya sampai akhir
sanad) mengecualikan hadis ahad yang pada sebagian tingkatannya terkadang diriwayatkan oleh
sejumlah rawi mutawatir. 

Contoh hadis :

Artinya : “Sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya.”

Awal hadis tersebut adalah ahad, namun pada pertengahan sanadnya menjadi mutawatir. Maka
hadis yang demikian bukan termsuk hadis mutawatir.

Kata-kata  (dan sandaran mereka adalah pancaindera)

seperti sikap dan perkataan beliau yang dapat dilihat atau didengar sabdanya. Misalnya para sahabat
menyatakan; “kami melihat Nabi SAW berbuat begini”. 
Dengan demikian mengecualikan masalah-masalah keyakinan yang disandarkan pada akal, seperti
pernyataan tentang keesaan firman Allah dan mengecualikan pernyataan-pernyataan rasional
murni, seperti pernyataan bahwa satu itu separuhnya dua. Hal ini dikarenakan bahwa yang menjadi
pertimbangan adalah akal bukan berita. Bila dua hadis memiliki rawi yang sama keadaan dan
jumlahnya, maka hadis yang matannya seiring atau tidak bertentangan dengan ayat-ayat Al-Quran,
lebih tinggi tingkatannya dari hadis yang matannya buruk atau bertentangan dengan ayat-ayat Al-
quran. Tingkatan{martabat) hadis ialah taraf kepastian atau taraf dugaan tentang benar atau
palsunya hadis berasal dari Rasulullah. Hadis yang tinggi tingkatannya berarti hadis yang tinggi taraf
kepastiannya atau tinggi taraf dugaan tentang benarnya hadis itu berasal Rasulullah SAW. Hadis
yang rendah tingkatannya berarti hadis yang rendah taraf kepastiannya atau taraf dugaan tentang
benarnya ia berasal dari Rasulullah SAW. Tinggi rendahnya tingkatan suatu hadis menentukan tinggi
rendahnya kedudukan hadis sebagai sumber hukum atau sumber Islam.Para ulama membagi hadis
ahad dalam tiga tingkatan, yaitu hadis sahih, hadis hasan, dan hadis daif. Pada umumnya para ulama
tidak mengemukakan, jumlah rawi, keadaan rawi, dan keadaan matan dalam menentukan
pembagian hadis-hadis tersebut menjadi hadis sahih, hasan, dan daif.

1. Hadis Sahih

Hadis sahih menurut bahasa berarti hadis yng bersih dari cacat, hadis yng benar berasal dari
Rasulullah SAW. Batasan hadis sahih, yang diberikan oleh ulama, antara lain :

Artinya : “Hadis sahih adalah hadis yng susunan lafadnya tidak cacat dan maknanya tidak menyalahi
ayat (al-Quran), hdis mutawatir, atau ijimak serta para rawinya adil dan dabit.” 

2. Hadis Hasan

Menurut bahasa, hasan berarti bagus atau baik.Menurut Imam Turmuzi hadis hasan adalah :
Artinya : “yang kami sebut hadis hasan dalam kitab kami adalah hadis yng sannadnya baik menurut
kami, yaitu setiap hadis yang diriwayatkan melalui sanad di dalamnya tidak terdapat rawi yang
dicurigai berdusta, matan hadisnya, tidak janggal diriwayatkan melalui sanad yang lain pula yang
sederajat. Hadis yang demikian kami sebut hadis hasan.”

3. Hadis Daif

Hadis daif menurut bahasa berarti hadis yang lemah, yakni para ulama memiliki dugaan yang lemah
(keci atau rendah) tentang benarnya hadis itu berasal dari Rasulullah SAW.

Para ulama memberi batasan bagi hadis daif :

Artinya : “Hadis daif adalah hadis yang tidak menghimpun sifat-sifat hadis sahih, dan juga tidak
menghimpun sifat-sifat hadis hasan.” 

Jadi hadis daif itu bukan saja tidak memenuhi syarat-syarat hadis sahih, melainkan juga tidak
memenuhi syarat-syarat hadis hasan. Pada hadis daif itu terdapat hal-hal yang menyebabkan lebih
besarnya dugaan untuk menetapkan hadis tersebut bukan berasal dari Rasulullah SAW. 
Hadist Ditinjau Dari Kualitas Sannad Dan Matannya
BAB I

PENDAHULUAN

Seluruh Umat Islam telah sepakat bahwa hadis Rosul merupakan sumber dan dasar hukum islam
setelah AL-Qur’an, dan umat islam diwajibkan mengikuti Al-Qur’an. Al-Qur’an dan hadits merupakan
dua sumber hukum syariat islam yang tetap, yang orang islam tidak mungkin memahami syariat
islam secara mendalam dan lengkap dengan tanpa kembali kepada kedua sumber islam tersebut.

Banyak ayat Al-Qur’an dan hadis yang memberikan pengertian bahwa hadis itu merupakan sumber
hukum islam selain Al-Qur’an yang wajib diikuti, baik dalam bentuk perintah maupun larangannya.

Dan didalam hadis itu sendiri banyak sekali terdapat macam-macam hadis, diantaranya hadis dilihat
dari kualitas Misalnya hadis mardud, maqbul, shahih, ahad, hasan, mutawatir, dha’if, dan lain-lain.
Untuk lebih jelas mengenai pembagian hadis tersebut akan kami paparkan pada makalah dibawah
ini.

BAB II

PEMBAHASAN

A. SANAD DAN MATAN

1. Pengertian Sanad dan Matan


Kata sanad menurut bahasa “Sandaran”, atau sesuatu yang kita jadikan sandaran. Dikatakan
demikian,karena hadis bersandar kepadanya. Menurut istilah, sanad adalah “berita tentang jalan
matan”. Yang berkaitan dengan istilah sanad, terdapat kata-kata seperti al-isnad, al-musnid, dan al-
musnad. Kata al-isnad berarti menyandarkan, mengasalkan (mengembalikan ke asal ), dan
mengangkat. Yang dimaksud disisni, ialah menyandarkan hadis kepada orang yang mengatakannya
(raf’u hadits ilaqa’ilih atau’azwu hadits ila qa’ilih). Menurut Al-Tahiby, sebenarnya kata al-isnad dan
al-sanad digunakan oleh para ahli hadits dengan pengertian yang sama.

Sedangkan kata matan atau “al-matn” menurut bahasa berarti mairtafa’a min al-ardhi (tanah yang
meninggi). Sedang menurut istilah adalah suatu kalimat tempat berakhirnya sanad.ada juga redaksi
yang lebih simple lagi, yang menyebutkan bahwa matan adalah uung sanad (gayah as-sanad). Dari
semua pengertian diatas, menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan matan, ialah materi atau lafaz
hadits itu sendiri.

B. HADIS DITINJAU DARI KUALITAS

1. Hadis Maqbul

Dalam bahasa kata maqbul artinya diterima. Hadis itu dapat diterima sebagai hujah dalam islam,
karena sudah memenuhi criteria persyaratan baik yang menyangkut sanad maupun matan. Adapun
menurut istilah hadis maqbbul adalah hadis yang unggul pembenaran pemberitaannya. Keunggulan
pembenaran berita itu mungkin pada proses awal adanya dua dugaan antara benar dan salah.

2. Hadis Mardud

Mardud dalam bahasa lawan dari Maqbul yakni ditolak atau tidak diterima. Penolakan hadis ini
dikarenakan tidak memenuhi beberpa kriteria persyaratan yang di tetapkan para ulama, baik yang
menyangkut sanad seperti setiap perawi harus bertemu langsung dengan gurunya (ittishal as-sanad)
maupun yang menyangkut matan seperti isi matan yang tidak bertentangan dengan al-qur’an dan
lain-lain. Hadis maqbul terbagi dua macam yaitu :

a. Hadis Shahih

Kata shahih dalam bahasa diartikan orang sehat antonym dari kata as-saqim yaitu orang yang sakit
jadi yang dimaksudkan hadis shahih adalah hadis yang sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan
cacat.sedangkan menurut istilah hadis shahih adalah hadis yang muttashil (bersambung)
sanadnya,diriwayatkan oleh orang adil dan dhabit (kukuh daya ingatan) sempurna dari sesamanya,
selamat dari kejanggalan (syadzdz), dan cacat (‘illat).

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hadis shahih mempunyai 5 kriteria, yaitu:

1. Persambungan Sanad

Artinya setiap perawi dalam sanad bertemu dan menerima periwayatan dari perawi sebelumnya
baik secara langsung atau secara hukum dari awal sanad sampai akhirnya. Pertemuan dan
persambungan sanad dalam periwayatan dalam bentuk pertemuan ada dua macam lambang yang
digunakan oleh para periwayat:
pertemuan langsung (mubasyarah), seseorang bertatap langsung dengan syaikh yang
menyampaikan periwayatan.

Pertemuan secara hukum (hukmi), seseorang meriwayatkan hadis dari seseorang yang hidup
semasanya dengan ungkapan kata yang mungkin mendengar atau mungkin melihat.

2. Keadilan Para Perawi ( ‘adalah ar-ruwah)

Pengertian adil dalam bahasa seimbang atau meletakkan pada sesuatu pada tempatnya, lawan dari
zalim. Menurut istilah orang yang adil adalah orang yang konsisten (istiqamah) dalam beragama,
baik akhlaknya, tidak fasik dan tidak melakukan cacat muruah.

3. Para Perawi bersifat dhabit (dahbth ar-ruwah)

Maksudnya, para perawi itu memiliki daya ingat hapalan yang kuat dan sempurna. Sifat dhabith ini
ada dua macam yaitu:

Dhabith dalam dada (adh-dhabth fi ash- shudur)

Dhabith dalam tulisan (adh-dhabth fi as-suthur)

4. Tidak terjadi kejanggalan (syadzdz)

Syadz dalam bahasa berarti ganjil, terasung, atau menyalahi aturan. Maksud syadzdz disini adalah
periwayatan orang tsiqah (terpercaya yakni adil dan dhabith).

Contoh seperti hadis yang diriwayatkan oleh muslim melalui jalan ibnu wahb sampai pada Abdullah
bin zaid dalam memberikan sifat-sifat wudhu’ rasulullah:

“Bahwa beliaw menyapu kepalanya dengan air yang bukan kelebihan di tanganny”..

5. Tidak terjadi ‘illat

Dalam bahasa arti ‘illat yaitu penyakit, sebab, alas an, atau udzur.sedang arti ‘illat disini adalah sutu
sebab tersembunyi yang memebuat cacat keabsahan suatu hadis padahal lahirnya selamat dari cacat
tersebut.

a. Macam-macam hadis shahih

Macam-macam hadis shahih ada dua macam yaitu:

shahih lizatih (shahih dengan sedirinya ), karena telah memenuhi 5 kriteria hadis shahih.

shahih lighayrih (shahih karena yang lain).

b. Kehujahan Hadis shahihHadis yang telah memenuhi persyaratan hadis shahih wajib diamalkan
sebagai hujah atau dalil syara’ sesuai dengan ijma’ para ulama ushul dan fikih. Tidak ada alasan bagi
seorang muslim tinggal mengamalknnya. Hadis shahih lighayrih lebih tinggi derajatnya dari
pada hasan lidzatih, tetapi lebih rendah dari pada shahih lidzatih. Sekalipun demikian ketiganya dapt
dijadikan hujah.

c. Tingkatan Shahih

Dari segi sanadnya yang dipandang paling shahih, tingkatannya sebagai berikut:

periwayatan sanad yang paling shahih adalah dari imam malik bin anas dari nafi’ mawla (budak yang
telah dimerdekakan ) dari ibnu umar.

Periwayatan sanad yang berad dibawah tingkat sanad pertama seperti ahmmad bin salamah dari
tsabit dari anas.

Seperti periwayatan suahil bin abu shalih dari ayahnya dari abu hurairah

B. Hadis Hasan

Dari segi bahasa hasan dari kata al-husnu bermakna al-jamal yaitu keindahan. Menurut istilah yang
dikemukakan oleh ibnu hajar Al-Asqalani dalam An-Nukhbah, yaitu hadis yang bersambung
sanadnya, diriwayatkan oleh orang adil, kurang sedikit ke-dhabith-annya, tidak ada keganjilan
(syadz), dan tidak ada ‘illat.

Kriteria hadis hasan hampir sama dengan kriteria hadis shahih. Perbedaannya hanya terletak pada
sisi ke-dhabith-annya. Hadis shahih ke-dhabith-an seluruh perawinya harus zamm (sempurna),
sedang dalam hadis hasan, kuirang sedikit ke-dhabidh-an perawi hadis hasan nilainya memang
kurang jika dibandingkan dengan perawi hadis shahih, karena kedhabithan para perawi hadis shahih
sangat sempurna (tamm).

a. Kehujahan hadis hasan

Hadis hasan dapat dijadikan hujah walaupun kualitasnya di bawah hadis shahih. Semua fuqaha,
sebagai muhadditsin dan ushuliyyin mengamalkannya kecuali sedikit dari kalangan orang yang
sangat ketat dalam mempersyaratkan penerimaan hadis (musyaddidin). Bahkan sebagian
muhadditsin yang memepermudah dalam persyaratan shahih (mutasahilin) memasukkannya
kedalam hadis shahih, seperti Al-Hakim, ibnu hibban, dan ibnu khazaimah.

b. Kitab-Kitab hadis hasan

Di antara kitab-kitab hadis yang memuat hadis hasan, adalah sebagai berikut:

Jami’ at-tirmidzi yang mayhur dikenal sunan at-tirmidzi. Kitab ini yang mencuatkan pertama istilah
hadis hasan, karena semula hadis dari segi kualitasnya hanya dua, yakni hadis shahih dan
dha’if.kemudian setalah mempertimbangkan cacat sedikit saja misalnya dhabith yang kurang
sempurna (ghayr tamm) sedikit dimasukkan ke bagian dha’if, maka diambilah jalan tengah yaitu
hadis hasan.
Sunan abi dawud, di dalamnya terdapat hadis ahahih, hasan, dan dha’if dengan dijelaskan
kecacatannya. Hadis yang tidak dijelaskan kedha’ifannya dan tidak dinilai keshahihannya oleh para
ulama dinilai hasan oleh abu dawud.

Sunan ad-daruquthni, yang dijelaskan di dalamnya banyak hadis hasan.

c. Hadis Dha’if

Hadis dha’if adalah bagian dari hadis mardud. Dari segi bahasa dha’if berarti lemah lawan dari al-
qawi yaitu kuat. Kelemahan hadis dha’if ini karena sanad dan matannya tidak memenuhi kriteria
hadis kuat yang diterima sebagai hujah. sedangkan menurut istilah adalah dha’if yaitu hadis yang
tidak menghimpun sifat hadis hasan sebab satu dari beberapa syarat yang tidak terpenuhi.

Contoh hadis dha’if

“Barang siapa yang mendatangi seorang wanita yang menstruasi (haid) atau pada seorang wanita
dari jalan belakang (dubur) atau pada seorang dukun, maka ia telah mengingkari apa yang
diturunkan kepada nabi Muhammad”.

Tingkatan dha’if

Sebagai salah satu syarat hadis dha’if yang dapat diamalkan diatas adalah tidak terlalu dha’if atau
tidak terlalu buruk kedha’ifannya. Hadis terlalu buruk kedha’ifannya tidak dapat diamalkan sekalipun
dalam fadhail al-a’mal. Menurut ibnu hajar urutan hadis dha’if yang terburuk adalah mawduhu’,
matruj, munkar, mu’allal, mudraj, maqlub, kemudian mudhtharib.

Kitab-kitab hadis dha’if

Di antara kitab-kitab yang tersusun secara khusus tentang hadis dha’if adalah:

a. Al-marasil, karya abu dawud

b. Al-‘lal, karya ad-daruquthni

c. Kitab-kitab yang banyak mengemukakan para perawi yang dha’if adalah seperti adh-dhu’afa karya
ibnu hibban, mizan al-I’tidal karyabadz dzahab.

BAB III

KESIMPULAN

Dari uaraian di atas dapat disimpulkan bahwa hadis ditinjau dari kualitas sanad dan matan banyak
pembagiannya diantaranya yaitu hadis maqbul atau hadis yang dapat diterima kehujahannya dalam
islam, karena sidah memenuhi beberapa kriteria persyaratan baik yang menyangkut sanad maupun
matan. dan hadis mardud atau hadis yang ditolak atau tidak diterima, karena tidak memenuhi
beberapa kriteria persyaratan yang ditetapkan para ulama baik yang menyangkut sanad maupun
yang menyangkut matan.

hadis maqbul terbagi lagi menjadi dua yaitu hadis shahih atau hadis yang sehat dan benar, tidak
terdapat penyakit dan cacat. Dan hadis hasan atau hadis yang bersambung sanadnya.

sedangkan hadis mardud ada satu yaitu hadis dha’if atau hadis yang lemah, kelemahan hadis dha’if
ini karena sanad dan matannya tidak memenuhi kriteria hadis kuat yang diterima sebagai hujah.

Anda mungkin juga menyukai