Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadis dalam pandangan umat Islam diyakini sebagai sumber pokok ajaran Islam
sesudah Al-Qur’an. Hadis memiliki peranan dalam menjelaskan setiap ayat-ayat Al-
Qur’an yang turun. Hadis sangat perlu untuk dijadikan sebagai sadaran umat Islam dalam
menguasai inti-inti ajaran Islam.
Dalam konsep faktualnya terdapat hadis-hadis yang dalam periwayatannya yang
telah memenuhi syarat-syarat tertentu untuk diterimanya sebagai sebuah hadis. Dalam sei
kualitasnya,hadis terbagi menjadi tiga yaitu, hadis shahih, hadis hasan dan hadis dha’if.
Pembahasan tentang hadis shahih dan hadis hasan mengkaji tentang dua hadis yang
hampir sama. Namun, dalam kajian makalah ini diperlukan untuk mengetahui pengertian
hadis hasan, kriteria hadis hasan, macam-macam hadis hasan dan lain sebagainya. Oleh
karena itu dalam makalah ini akan membahas lebih jelas mengenai hadis hasan.

B. Rumusan Permasalahan
1. Apa pengertian dari hadis hasan?
2. Apa saja yang termasuk dalam kriteria hadis hasan?
3. Apa saja macam–macam hadis hasan?
4. Istilah apa saja yang digunakan dalam hadis hasan.
5. Bagaimana kehujjahan hadis hasan?
6. Apa saja kitab-kitab yang membahasa hadis hasan?

C. Tujuan Permasalahan
1. Mengetahui pengertian dari hadis hasan.
2. Mengetahui apa saja yang termasuk dalam kriteria hadis hasan.
3. Mengetahui apa saja macam–macam hadis hasan.
4. Mengetahui istilah-istilah yang digunakan dalam hadis hasan.
5. Mengetahui kehujjahan hadis hasan.
6. Mengetahui kitab-kitab yang membahasa hadis hasan.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadis Hasan


ُ ‫) ْال ُحس‬, secara bahasa berarti sama dengan kata “jamal ( ‫”) ْال َج َما ُل‬, yaitu “bagus”
Hasan ( ‫ْن‬
atau “sesuatu yang disenangi dan digandrungi nafsu”.1 Adapun hadis hasan secara bahasa
berarti sesuatu yang diinginkan dan menjadi kecendrungan jiwa atau nafsu.2
Bagimana yang dikemukakan oleh Ibnu hajar:

“Hadis ahadi yang diambil atau diakses melalui perawi yang adil, sempurna
daya ingatannya, bersambung sanadnya, tanpa ada cacat dan kejanggalan disebut hadis
shahih lidzatih. Akan tetapi jika kekuatan daya ingatannya kurang sempurna, maka
disebutlah hasan lidzatih.”

Khattabiy:

“Hadis hasan lidzatih ialah hadis yang perawinya dapat diketahui secara jelas
dan terkenal.”3

At-Turmudziy:

1
M.Ma’shum Zein. Ilmu Memahami Hadits Nabi. (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2013), hlm.119.
2
Idri. Studi Hadis Cetakan ke-1. (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), hlm.158.
3
M.Ma’shum Zein. Ilmu Memahami Hadits Nabi. (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2013), hlm.119.

2
“Hadis hasan ialah hadis yang didalam periwayatannya tidak ditemukan perawi
yang diduga kuat berlaku bohong dan tidak juga mengandung kejanggalan, tetapi dari
jalur lain ditemukan perawi lain yang dalam periwayatannya seimbang.”4
Dari defenisi-defenisi diatas dapat diambil pemahaman bahwa hadis hasan ialah
hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil tapi kurang sempurna daya hafalannya,
serta tidak ada kejanggalan dan cacat pada matannya. Karena itulah hadis hasan hampir
sama dengan hadis shahih kecuali dalam hal daya ingat perawinya yang tidak sebanding
dengan perawi hadist shahih.

B. Kriteria Hadis Hasan


Adapun kriteria hadis hasan adalah: sanadnya bersambung, para periwayatnya
‘adil, diantara para periwayatnya ada yang kurang dhabith, terhindar dari syadz, dan
terhndar dari ‘illat. Bagaimana yang dijelaskan sebagai berikut:5
1. Sanadnya bersambung
Yang dimaksud dengan sanad bersambng adalah tiap-tiap periwayat dalam sanad
hadis menerima riwayat hadis dari periwayat terdekat sebelumnya, keadaan itu
berlangsung demikian sampai akhir sanad hadis itu. Persambungan sanad itu terjadi
semenjak mukharij hadists (penghimpun riwayat hadis dalam kitabnya) sampai pada
periwayat pertama dari kalangan sahabat yang menerima hadis yang bersangkutan
dari Nabi. Dengan kata lain, sanad hadis tersambung sejak sanad pertama (mukharij
hadis) sampai sanad terakhir (kalangan sahabat) hingga Nabi Muhammad, atau
persambungan itu terjadi mulai dari Nabi pada periwayat pertama (kalangan sahabat)
sampai periwayat terakhir.
Untuk mengetahui bersambung atau tidaknya suatu sanad hadis, menurut M.
Syuhudi Ismail, ulama biasanya menempuh tata kerja penelitian sebagai berikut ;
a. Mencatat semua nama periwayat dalam sanad yang diteliti
b. Mempelajari sejarah hidup masing-masing periwayat yang dilakukan :

4
M.Ma’shum Zein. Ilmu Memahami Hadits Nabi. (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2013), hlm.120.
5
Idri. Studi Hadis Cetakan ke-1. (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), hlm.160

3
(1) Melalui kitab-kitab rijal al-hadist, misalnya kitab tahdzb al-kamal karya al-
Mizzi, Tahdzb al-tahdzb karya Ibn Hajar al-‘Asqalani, dan kitab al-kasyif oleh
Muhammad ibn Ahmad al-Dzahabi;
(2) Hal itu dimalsudkan untuk apakah setiap periwayat dalan sanad itu dikenal
sebagai orang yang tsiqah (adil dan dhabith), serta tidak suka melakukan tadlis
(menyembunyikan cacat) dan apakah antara para periwayat dengan periwayat
terdekat dalam sanad itu terdapat hubungan kesezamanan pada masa lampau
dan hubungan guru-murid dalam periwayatan hadis.
c. Meniliti kata-kata yang menghubugkan antara para periwayat dengan periwayat
terdekat dalam sanad, yakni kata-kata atau metode yang dipakai dalam sanad
berupa: haddatsani, haddatsana, akhbarani, sami’tu, dan sebagainya.
2. Periwayat bersifat ‘adil
Menurut para ulama beberapa kriteria periwayat hadis dinyatakan ‘adil secra
akumulatif adalah sebagai berikut:
a. Beragama islam
b. Baligh
c. Berakal
d. Takwa
e. Memelihara muru’ah
f. Teguh dalam beragama
g. Tidak berbuat dosa besar
h. Tidak berbuat maksiat
i. Tidak berbuat bid’ah dan
j. Tidak berbuat fasik
Dari sekian kriteria diatas kemudian diringkas menjadi empat kriteria, yaitu: (1)
beragama islam; (2) mukallaf; (3) melaksanakan ketentuan agama; dan
memelihara muru’ah.
Untuk menegetahui ‘adil tidaknya periwayat hadis, para ulama hadis telah
menetapkan beberapa cara, yaitu :

4
a. Melalui popularitas keutamaan periwayat dikalangan ulama hadis. Periwayat
yang terkenal pribadinya misalnya Malik ibn Anas dan Sufyan al-Tsawri tidak
di ragukan ke ‘adilannya.
b. Penilaian dari para kritikus periwayat hadis. Penilaian ini berisi pengungkapan
kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri periwayat hadis.
c. Penerapan kaidah al-jarh wa al-ta’dil. Cara ini ditempuh apabila para kritikus
periwayat hadis tidak sepakat tentang kualitas pribadi periwayat tertentu.
3. Periwayat hadis bersifat dhabith
Untuk hadis sahih, para periwayatnya bersatus dhabith sedangkan hadis hasan
diantara periwayatnya ada yang kurang dhabith. Secara sederhana kata dhabith dapat
diartikan kuat hafalan. Kekuatan hafalan ini sama pentingnya dengan keadilan. Kalau
keadilan berkenaan dengan kapasitas pribadi, maka ke-dhabith-an berkenaan dengan
kualitas intelektual.
Cara untuk mengetahui ke-dhabith-an periwayat hadis menurut berbagai pendapat
ulama adalah:
a. Ke-dhabith-an periwayat dapat diketahui berdasarkan kesaksian ulama
b. Ke-dhabith-an periwayat dapat diketahui juga berdasar kesesuaian riwayat dengan
riwayat yang disampaikan oleh periwayat lain yang telah dikenal Ke-dhabith-
annya, baik kesesuaian itu sampai tingkat makna maupun sampai tingkat harfiah
c. Periwayat yang sekali-kali mengalami kekeliruan, tetap dikatakan dhabith asalkan
kesalahan itu tidak sering terjadi. Jika ia sering mengalami kekeliruan dalam
riwayat hadis, maka tidak disebut dhabith.
4. Terhindar dari syadz (kejanggalan)
Menurut istilah ulama hadis, syadz adalah hadis yang diriwayatkan oleh
periwyaat tsiqah dan bertentangan dengan riwayat oleh periwayat yang lebih tsiqah.
Pendapat ini dikemukan oleh al-Syafi’i dan diikuti oleh kebanyakan ulama hadis.
Menurut ulama al-Syafi’i, suatu hadis dinyatakan mengandung syadz apabila
diriwayatkan oleh seorang periwayat yang tsiqah dan bertentangan dengan hadis yang
diriwayatkan oleh banyak periwayat yang juga tsiqah. Suatu hadis tidak dinyatakan
mengandung syadz bila hanya diriwayatkan oleh seorang periwayat tsiqah sedang
periwayat lain yang tsiqah tidak meriwayatkannya. Berbeda dengan itu, al-Hakim al-

5
Naysaburi menyatakan bahwa hadis syadz adalah hadis yang diriwayatkan oleh
seorang periwayat yang tsiqah, tetapi tidak ada periwayat tsiqah lain yang
meriwayatkannya.
5. Terhindar dari ‘illat
Secara bahasa, kata ‘illat berarti: cacat, kesalahan baca, penyakit, dan
keburukan. Menurut istilah ahli hadis, ‘illat berarti sebab yang tersembunyi yan dapat
merusak kesahihan hadis. Ibn al-Shalah, al-Nawawi, dan Nur al-Din ‘Itr menyatakan
bahwa ‘illat adalah sebab yang tersembunyi ynag merusak kualitas hadis, yang
menyebabkan hadis yang pada lahirnya tampak berkualitas sahih menjadi tidak sahih.
Menurut al-Khatibi al-Baghdadi, cara untuk mengetahui ‘illat hadis adalah
dengan meghimpun seluruh sanadnya, melihat perbedaan antara para periwayatnya,
dan memperhatikan status hafalan,keteguhan dan ke-dhabith-an masing-masing
riwayat.6

C. Macam – macam Hadis Hasan


Hadis hasan dibagi menjadi hasan lidzatih dan hasan li ghairihi:
1. Hasan lidzatih
Hadis hasan lidzatih adalah hadis yang memenuhi kriteria hadis hasan yang
lima, yaitu: (1) sanadnya bersambung; (2) periwayatnya ‘adil; (3) periwayatnya
kurang dhabith; (4) terlepas dari syadz; (5) terlepas dari ‘illat. Menurut Ibn al-Shalah,
sebagaimana dikutip al-Qasimi dan al-Sakhawi, pada hadis hasan li dzatih para
periwayatnya terkenal kebaikannya, tetapi daya ingatan dan kekuatan hafalan mereka
belum sampai pada derajat hafalan para periwayat yang sahih.7
Hadits hasan adalah Hadis yang memenuhi syarat sebagai hadis shahih, hanya
saja kualitas kedhabitan salah seorang atau beberapa orang perawinya berada dibawah
kualitas perawi hadis Shahih.
Letak perbedaan Hadis shahih li dzatihi dengan hadits hasan lidzatihi adalah
syarat kedhabitan perawi. Perawi hadits hasan tingkat dhabithnya berada di bawah
kualitas perawi hadits shahih. Ibnu Hajar mengatakan dengan istilah qalil al-dhabth.

6
Idri. Studi Hadis Cetakan ke-1. (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), hlm.160-171.
7
Idri. Studi Hadis Cetakan ke-1. (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), hlm.173.

6
Perawi Hadis Hasan biasanya disebut dengan istilah , shaduq (jujur) ,laisa bihi ba’s ,
la ba’sa bih (Tidak apa-apa), mahallahu ashsidq, jayyid al-hadits, hasan al-hadis,
dan shalih al-hadits).8
2. Hasan li ghairihi
Hadis hasan li ghairihi terdapat beberapa pendapat di antaranya adalah:

Adalah hadis dha’if jika diriwayatkan melalui jalan (sanad) lain yang sama atau
lebih kuat.

Adalah hadis dha’if jika berbilangan jalan sanadnya dan sebab kedha’ifan buka
karena fasik atau dustanya perawi.

Dari dua defenisi diatas dapat dipahami bahwa hadis dha’if bisa naik menjadi
hasan lighayrih dengan dua syarat, yaitu:

Hadits hasan li ghairihi adalah Hadits dha’if yang ringan kedha’ifannya, lalu
dikuatkan oleh hadits yang serupa atau yang lebih kuat darinya. dengan demikian,
hadis dha’if yang disebabkan cacat kedhabitan perawi (seperti buruk hafalan, sering
lupa atau keracunan hafalan), derajatnya dapat naik menjadi Hadis hasan li ghairihi
jika ada jalur lain yang menguatkannya.

Akan tetapi jika ke-dha’ifan perawi disebabkan cacat moralitas (‘adalah) maka
Hadis dha’if derajatnya tidak dapat naik menjadi hasan li ghairihi.9

D. Istilah-istilah yang digunakan dalam Hadis Hasan


1. Di antara gelar ta’dil para perawi yang digunakan dalam hadis hasan debagaimana
yang disebutkan dalam kitab Al-Jah wa At-Ta’dil adalah:
ُ ‫ = ْال َم ْع ُر ْو‬orang yang dikenal/orang baik
‫ف‬

8
M. Syuhudi ismail. Pengantar ilmu hadits. (Bandung: Penerbit Angkasa), hal.182.
9
Abdul Majid Khon. Ummul Hadis. (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hal160-161.

7
ُ ‫ْال َمحْ فُ ْو‬
‫ظ‬ = terpelihara

ُ‫ْال ُم َج َّود‬ = orang baik


ُ‫الثَّابِت‬ = orang yang teguh/kuat

ُ‫شبَّه‬
َ ‫ال ُم‬ = serupa dengan shahih

ُ‫ ْال َجيِد‬/ ‫صا ِل ُح‬


َّ ‫ = ال‬orang baik/bagus
2. Perkataan mereka muhadditsin: ْ‫سنَا ِد ِﻹا‬
ْ ‫س ُن‬ ُ ‫ = َهذَا َح ِدي‬ini hadis hasan sanadnya.
َ ‫ْث َح‬
Maknanya hadis ini hanya hasan sanad-nya saja sedang matan-nya perlu penelitian
lebih lanjut. Mukharrij hadis tersebut tidak menanggung kehasanan matan mugkin
ada syadzdz atau ‘illat. Berarti ada kesempatan luas bagi para peneliti belakangan
untuk mengadakan penelitian lebih lanjut tentang matan hadis tersebut apakah
matannya juga hasan atau tidak.
3. Ungkapan At-Tirmidzi dan yang lain: ‫ص ِحيْح‬
َ ‫سن‬
َ ‫ = َح ِديْث َح‬Ini hadis hasan shahih.
Makna ungkapan ini ada bebrapa pendapat, diantaranya:
a. Hadis tersebut memiliki dua sanad, yang shahih dan hasan
b. Terjadi perbedaan dalam penilaian hadis sebagian berpendapat shahih dan
golongan lain yang berpendapat dengan hasan.
c. Atau dinilai hasan lidzatih dan shahih li ghairihi.10

E. Kehujjahan Hadis Hasan


Mengenai kehujjahan hadis hasan, para ulama bersepakat bahwa hadis tersebut sama
dengan hadis shahih. Sekalipun tingkatannya tidak sama, ada sebagian ulama yang
bahkan memasukkan hadis hasan (hasan lidzatih maupun hasan li ghairihi) kedalam
kelompok shahih. Karenanya, tak sedikit ahli hokum yang beramal dengan menggunakan
hadis hasan. Sekalipun mereka tetap berpegang pada syarat keabsahan hasan li ghairihi
sebagai hujjah, yaitu:11
1. Dengan meminimalisir kekurangan-kekurangan yang ada, dan
2. Hadis tersebut didukung oleh banyak hadis lain, baik redaksinya sama maupun
hampir sama.

10
Abdul Majid Khon. Ummul Hadis. (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hal161-162.
11
M.Ma’shum Zein. Ilmu Memahami Hadits Nabi. (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2013), hlm.123.

8
F. Kitab-kitab Hadis Hasan
Diantara kitab-kitab hadis yang memuat hadis hasan, adalah sebagai berikut:12
a. Jami’ At-Tirmidzi yang masyhur dikenal Sunan At-Tirmidzi. Kitab ini yang
mencuatkan pertama istilah hadis hasan, karena semulahadis dari segi kualitasnya
hanya dua, yakni hadis shahih dan dha’f. kemudian setelah mempertimbangkan cacat
sedikit saja misalnya dhabith yang kurang sempurna sedikit dimasukkan kebagian
dha’if, maka diambillah jalan tengah yaitu hadis hasan.
b. Sunan Abi Dawud, didalamnya terdapat hadis shahih, hasan, dan dhaif dengan
dijelaskan kecacatannya. Hadis yang tidak dijelaskan kedha’ifannya dan tidak sinilai
keshaihannya para ulama dinilai hasan oleh Abu Dawud.
c. Sunan Ad-Daruquthni, yang dijelaskan didalamnya banyak hadis hasan.

12
Abdul Majid Khon. Ummul Hadis. (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hal163.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hadis hasan ialah hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil tapi kurang
sempurna daya hafalannya, serta tidak ada kejanggalan dan cacat pada matannya.
Adapun kriteria hadis hasan adalah: sanadnya bersambung, para periwayatnya ‘adil,
diantara para periwayatnya ada yang kurang dhabith, terhindar dari syadz, dan terhndar
dari ‘illat.
Hadis hasan dibagi menjadi hasan lidzatih dan hasan li ghairihi. Letak perbedaan
Hadis shahih li dzatihi dengan hadits hasan li dzatihi adalah syarat kedhabitan perawi.
Hadits hasan li ghairihi adalah Hadits dha’if yang ringan kedha’ifannya, lalu dikuatkan
oleh hadits yang serupa atau yang lebih kuat darinya.
Syarat keabsahan hasan li ghairihi sebagai hujjah, yaitu: 1. Dengan meminimalisir
kekurangan-kekurangan yang ada, dan 2. Hadis tersebut didukung oleh banyak hadis lain,
baik redaksinya sama maupun hampir sama. Adapun kitab-kitab yang memuat hadis
hasan adalah Jami’ At-Tirmidzi, Sunan Abi Dawu, Sunan Ad-Daruquthni.

10
DAFTAR PUSTAKA

M.Ma’shum Zein. Ilmu Memahami Hadits Nabi. (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2013).

Idri. Studi Hadis Cetakan ke-1. (Jakarta: Prenada Media Group, 2010).

M. Syuhudi ismail. Pengantar ilmu hadits. (Bandung: Penerbit Angkasa).

Abdul Majid Khon. Ummul Hadis. (Jakarta: Bumi Aksara, 2010).

11

Anda mungkin juga menyukai