Anda di halaman 1dari 225

Wismanto Abu Hasan

FIQIH MUAMALAH
Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Fiqih Muamalah
Penulis : Wismanto Abu Hasan, M.Pd.I
Layout : Rismansyah
Design Cover : Cahaya Firdaus Team
ISBN : 978-602-5432-64-4
vi, 215 hal (145x205mm)
Cetakan Pertama, Februari 2019
Penerbit :
Cahaya Firdaus
Publishing and Printing
Jl. Sepakat No. 101 Panam-Pekanbaru
Phone : +6285265504934
e-mail : cahayafirdaus16@gmail.com
Undang – undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta
Pasal 2
1. Hak Cipta merupakan Hak Eklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya yang timbul secara otomatis
setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut
peraturan perundanga-undangan yang berlaku
Lingkup Hak Cipta
Pasal 72
1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat 1 atau pasal 49 ayat 1 dan 2 dipidana
penjara masing-masing paling singkat 1 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.
1.000.000,- atau pidana penjara paling lama 7 tahun dan/atau paling banyak Rp.
5.000.000.000,-
2. Barang siapa dengan dengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau
menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta
sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, dipidana dengan penjara paling lam 5
tahun dan atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,-

ii
KATA PENGANTAR

ِ ‫اْلم َد لِلَّ ِو َحَنم ُده ونَستعِي نُو ونَست حغ ِفره ونَست ه ِدي ِو ونَعوذُ بِاهللِ ِمن ُشروِر أَنح ُف ِسنَا وسيِّئ‬ ِ
‫ات‬ َََ ‫ح ُح‬ ُ َ ‫َ ُ َ ح َ ح ُ َ ح َ ُح َ ح َ ح ح‬ ‫إ َّن حَ ح‬
ِ ِ ‫ض َّل لَو ومن ي‬ ِِ ِ
َّ ‫ أَ حش َه ُد أَ حن الَ إِلَ َو إِالَّ اهلل َوأَ حش َه ُد أ‬.ُ‫ي لَو‬
‫َن‬ ‫ َم حن يَ حهده اهللُ فَالَ ُم ِ ُ َ َ ح ُ ح‬،‫أ حَع َمالنَا‬
َ ‫ضل حل فَالَ َىاد‬
.ُ‫ُُمَ َّم ًدا َعحب ُدهُ َوَر ُس حولُو‬
Segala puji hanya milik Allah , kita memuji, memohon
pertolongan, dan memohon ampunan kepada-Nya, kita
berlindung kepada Allah  dari segala perbuatan kita.
Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tak
seorangpun dapat menyesatkannya. Barangsiapa yang
disesatkan, maka tak seorangpun yang akan dapat memberinya
petunjuk. Aku bersaksi bahwa tiada Ilah (yang patut untuk
disembah) kecuali Allah  semata yang tiada sekutu baginya
dan Aku bersaksi bahwa Muhammad  adalah hamba dan
utusan-Nya.

  -            

             

‫ين‬ ِ َّ
َ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬-              
‫صلِ حح لَ ُك حم أ حَع َمالَ ُك حم َويَ حغ ِف حر لَ ُك حم ذُنُوبَ ُك حم َوَمن يُ ِط حع‬ ِ
ً ‫َآمنُوا اتَّ ُقوا اللَّوَ َوقُولُوا قَ حوًال َسد‬
‫ يُ ح‬- ‫يدا‬
ِ
ً ‫اللَّوَ َوَر ُسولَوُ فَ َق حد فَ َاز فَ حوًزا َعظ‬
.‫يما‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali
kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam. - Hai
sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya 1 Allah
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah

1
Maksud dari padanya menurut Jumhur Mufassirin ialah dari bagian
tubuh (tulang rusuk) Adam . berdasarkan hadis riwayat Bukhari dan muslim.
di samping itu ada pula yang menafsirkan dari padanya ialah dari unsur yang
serupa yakni tanah yang dari padanya Adam . diciptakan.

iii
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak. dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama
lain2, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya
Allah selalu menjaga dan Mengawasi kamu. - Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah
perkataan yang benar. Niscaya Allah  memperbaiki bagimu
amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. dan
barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, Maka Sesungguhnya
ia Telah mendapat kemenangan yang besar.

Amma ba’du.
Sebaik baiknya perkataan adalah Kalam Allah  yang
maha mulia, dan sebaik-baiknya petunjuk adalah petunjuk
Rasulullah , karena tidaklah ia (Muhammad ) berkata kecuali
ada dalilnya dari Allah . Dan itu pulalah yang menjadi alasan
bagi kami untuk menerbitkan buku ini sebagai media bagi
seluruh ummat islam yang membutuhkannya, baik dari
kalangan mahasiswa maupun jamaah masjid, untuk menjadi
acuan dalam beramal, karena dengan izin Allah, semua materi
yang dijabarkan dalam buku ini berdasarkan kepada dalil-dalil
shoheh, baik dari al-Qur’an maupun hadits nabi .
Buku ini adalah buku lanjutan Fiqh yang pertama yang
mengambil tema Fiqh Ibadah, sedangkan pada buku kali ini
yang diangkat adalah Fiqih Muamalah. Buku ini disusun
berdasarkan silabus perkuliahan mata kuliah Al Islam II
Universitas Riau.
Selain itu kami sampaikan juga bahwa, ilmu fiqih ini
adalah ilmu yang paling utama dan paling mulia. Karena dengan
ibadah yang benar kepada Allah  maka pengabdian kita akan
diterima oleh-Nya.
Meski belum dapat dikatakan sempurna, buku ini sudah
penulis usahakan untuk menyertakan semua argumen dengan
dasar dalil-dalil yang jelas dari al-Qur’an dan al-Hadits.
Buku ini terdiri dari 10 bab, yaitu : Muamalah, Jual beli,
Riba, Munakahat, Putusnya perkawinan, Mahrom, Faraidh, Al
Washaya (Wasiat), Jinayah (Pidana), dan Hudud (Hukuman).
Kesemua materinya berangkat dari dalil yang jelas,
penulis dengan sengaja menulis lafazh lengkap setiap hadits
yang dijadikan rujukan pada catatan kaki, sehingga bila ada

2
Menurut kebiasaan orang Arab, apabila mereka menanyakan sesuatu
atau memintanya kepada orang lain mereka mengucapkan nama Allah seperti :
As aluka billah artinya saya bertanya atau meminta kepadamu dengan nama
Allah.

iv
koreksi tentang maksud dan makna hadits, maka kita dapat
dengan mudah merujuk lafazh aslinya. Bahkan kita juga mampu
menunjukkan keshohihan dalil dengan menyebutkan rijalul
hadits maupun matan dan rawinya.
Semoga saja buku ini bisa bermanfaat dan memberi
manfaat untuk penulis dan kita semua, amin ya rabbal alamain.

Pekanbaru, Februari 2019


Penulis

WISMANTO ABU HASAN

v
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................... iii


DAFTAR ISI .................................... vi
BAB I
MUAMALAH .................................... 1
BAB II
JUAL BELI .................................... 12
BAB III
RIBA DAN PERMASALAHANNYA ........................ 54
BAB IV
MUNAKAHAT .................................... 64
BAB V
PUTUSNYA PERKAWINAN ................................... 98
BAB VI
MAHROM .................................... 141
BAB VII
FARAIDH (HARATA WARISAN) ........................... 157
BAB VIII
AL WASHAYA (WASIAT) .................................... 174
BAB IX
JINAYAH (PIDANA) .................................... 184
BAB X
HUDUD (HUKUMAN) .................................... 204
DAFTAR PUSTAKA .................................... 216

vi
BAB I
MU’AMALAH

1. PENGERTIAN MU’AMALAH
Kata ‚muamalah‛ dalam etimologi bahasa Arab
diambil dari kata (‫ )العمل‬yang merupakan kata umum untuk
semua perbuatan yang dikehendaki mukallaf. Kata
‚muamalah‛ dengan wazan (‫ ) ُم َفا َعلَة‬dari kata (‫ )عامل‬yang
bermakna bergaul (‫)ال َّتعَامُل‬.
Adapun dalam terminologi ahli fikih dan ulama
syariat, kata ‚muamalah‛ digunakan untuk sesuatu di luar
ibadah, sehingga ‚muamalah‛ membahas hak-hak makhluk
dan ‚ibadah‛ membahas hak-hak Allah. Namun, mereka
berselisih pendapat dalam apa saja yang masuk dalam
kategori muamalah tersebut dalam dua pendapat :
a. Muamalah adalah pertukaran harta dan yang
berhubungan dengannya, seperti al-bai’ (jual-beli), as-
salam, al-ijaarah (sewa-menyewa), syarikat
(perkongsian), ar-rahn (gadai), al-kafaalah, al-wakalah
(perwakilan), dan sejenisnya. Inilah Mazhab Malikiyah,
Syafi’iyah, dan Hambaliyah.
b. Muamalah mencakup semua hal yang berhubungan
dengan maslahat manusia dengan selainnya, seperti
perpindahan hak pemilikan dengan pembayaran atau
tidak (gratis) dan dengan transaksi pembebasan budak,
kemanfaatan, dan hubungan pasutri. Dengan demikian,
muamalah mencakup fikih pernikahan, peradilan,
amanah, dan warisan. Inilah mazhab al-Hanafiyah dan
pendapat asy-Syathibi dari mazhab al-Malikiyah.

Mu’amalah 1
Wismanto Abu Hasan

Oleh karena itu sebagian ahli fikih membagi fikih


menjadi empat kategori:
a. Fikih Ibadah
b. Fikih Muamalah
c. Fikih Ankihat (nikah)
d. Hukum-hukum kriminal dan peradilan.

2. PEMBAGIAN MU’AMALAH
Menurut Ibn Abidin, fiqih muamalah dalam arti luas
dibagi menjadi lima bagian :
a. Muawadhah Maliyah (Hukum Perbendaan)
b. Munakahat (Hukum Perkawinan)
c. Muhasanat (Hukum Acara)
d. Amanat dan ‘Aryah (Hukum Pinjaman)
e. Tirkah (Hukum Peninggalan)
Dari pembagian diatas, yang merupakan disiplin ilmu
tersendiri adalah munakahat dan tirkah. Sedangkan
menurut Al-Fikri dalam kitab Al-Muamalah Al-Madiyah wa Al-
Adabiyah membagi Fiqh Muamalah menjadi dua bagian :
a. Al-Muamalah Al-Madiyah
Al-Muamalah Al-Madiyah adalah muamalah yang
mengakaji segi objeknya, yakni benda. Sebagian ulama
berpendapat bahwa Al-Muamalah Al-Madiyah bersifat
kebendaan, yakni benda yang halal, haram, dan syubhat
untuk dimiliki, diperjual belikan, atau diusahakan, benda
yang menimbulkan kemadharatan dan mendatangkan
kemaslahatan bagi manusia, dll. Semua aktivitas yang
berkaitan dengan benda, seperti al- bai’ (jual beli) tidak
hanya ditujukan untuk memperoleh keuntungan semata,
tetapi jauh lebih dari itu, yakni untuk memperoloh ridha
Allah . Jadi kita harus menuruti tata cara jual beli yang
telah ditentukan oleh syara’.

2 Mu’amalah
Wismanto Abu Hasan

b. Al-Muamalah Al-Adabiyah
Al-Muamalah Al-Adabiyah adalah muamalah
ditinjau dari segi cara tukar-menukar benda, yang
sumbernya dari pancaindra manusia, sedangkan unsur-
unsur penegaknya adalah hak dan kewajiban, seperti
jujur, hasut, iri, dendam, dll. Al-Muamalah Al-Adabiyah
adalah aturan-aturan Allah yang ditinjau dari segi
subjeknya (pelakunya) yang berkisar pada keridhaan
kedua pihak yang melangsungkan akad, ijab kabul,
dusta, dll.
Pada prakteknya, Al-Muamalah Al-Madiyah dan Al-
Muamalah Al-Adabiyah tidak dapat dipisahkan.

3. RUANG LINGKUP MU’AMALAH


Berdasarkan pembagian fiqih muamalah di atas,
ruang lingkupnya pun terbagi menjadi dua:
a. Ruang lingkup mualamah madiyah
1. Jual beli (Al-bai’ at-Tijarah)
2. Gadai (rahn)
3. Jaminan/ tanggungan (kafalah)
4. Pemindahan utang (hiwalah)
5. Jatuh bangkit (tafjis)
6. Batas bertindak (al-hajru)
7. Perseroan atau perkongsian (asy-syirkah)
8. Perseroan harta dan tenaga (al-mudharabah)
9. Sewa menyewa tanah (al-musaqah al-mukhabarah)
10. Upah (ujral al-amah)
11. Gugatan (asy-syuf’ah)
12. Sayembara (al-ji’alah)
13. Pembagian kekayaan bersama (al-qisamah)
14. Pemberian (al-hibbah)
15. Pembebasan (al-ibra’), damai (ash-shulhu)
16. beberapa masalah mu’ashirah (mukhadisah) : bunga
bank, asuransi, kredit, dan masalah lainnnya.

Mu’amalah 3
Wismanto Abu Hasan

17. Pembagian hasil pertanian (musaqah)


18. Kerjasama dalam perdagangan (muzara’ah)
19. pembelian barang lewat pemesanan (salam/salaf)
20. Pihak penyandang dana meminjamkan uang kepada
nasabah/ Pembari modal (qiradh)
21. Pinjaman barang (‘ariyah)
22. Sewa menyewa (al-ijarah)
23. Penitipan barang (wadi’ah)

b. Ruang lingkup muamalah adabiyah


Hal-hal yang termasuk Al-Muamalah Al-Adabiyah
adalah :
1. ijab kabul,
2. saling meridhai,
3. tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak,
4. hak dan kewajiban,
5. kejujuran pedagang,
6. penipuan,
7. pemalsuan,
8. dan segala sesuatu yang bersumber dari indera
manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta.

4. AZAS-AZAS DALAM BERMU’AMALAH


Dalam mu’amalah, harus dilandasi beberapa asas,
karena tanpa asas ini, suatu tindakan tidak dinamakan
sebagai mu’amalah, Asas mu’amalah terdiri dari :
a. Asas ‘adalah
Asas ‘adalah (keadilan) atau pemerataan adalah
penerapan prinsip keadilan dalam bidang mu’amalah
yang bertujuan agar harta tidak hanya dikuasai oleh
segelintir orang saja, tetapi harus didistribusikan secara
merata di antara masyarakat, baik kaya maupun miskin,
dengan dasar tujuan ini maka dibuatlah hukum zakat,
shodaqoh, infaq.

4 Mu’amalah
Wismanto Abu Hasan

b. Asas Mu’awanah
Asas mu’awanah mewajibkan seluruh muslim
untuk tolong menolong dan membuat kemitraan dengan
melakukan muamalah, yang dimaksud dengan kemitraan
adalah suatu startegi bisnis yang dilakukan oleh dua
pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk
meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling
membutuhkan dan saling membesarkan.
c. Asas Musyarakah
Asas musyarakah menghendaki bahwa setiap
bentuk muamalah kerjasama antar pihak yang saling
menguntungkan bukan saja bagi pihak yang terlibat
melainkan bagi keseluruhan masyarakat, oleh karena itu
ada harta yang dalam muamalat diperlakukan sebagai
milik bersama dan sama sekali tidak dibenarkan dimiliki
perorangan.
d. Asas Manfaah (tabadulul manafi’)
Asas manfaah berarti bahwa segala bentuk
kegiatan muamalat harus memberikan keuntungan dan
manfaat bagi pihak yang terlibat, asas ini merupakan
kelanjutan dari prinsip atta’awun (tolong
menolong/gotong royong) atau mu’awanah (saling
percaya) sehingga asas ini bertujuan menciptakan
kerjasama antar individu atau pihak –pihak dalam
masyarakat dalam rangka saling memenuhi keperluannya
masing-masing dalam rangka kesejahteraan bersama.
Asas manfaah adalah kelanjutan dari prinsip
pemilikan dalam hukum Islam yang menyatakan bahwa
segala yang dilangit dan di bumi pada hakikatnya adalah
milik Allah , dengan demikian manusia bukanlah
pemilik yang berhak sepenuhnya atas harta yang ada di
bumi ini, melainkan hanya sebagai pemilik hak
memanfaatkannya.

Mu’amalah 5
Wismanto Abu Hasan

e. Asas Antarodhin
Asas antarodhin atau suka sama suka menyatakan
bahwa setiap bentuk muamalat antar individu atau antar
pihak harus berdasarkan kerelaan masing-masing,
Kerelaan disini dapat berarti kerelaan melakukan suatu
bentuk muamalat, maupun kerelaan dalam arti kerelaan
dalam menerima dan atau menyerahkan harta yag
dijadikan obyek perikatan dan bentuk muamalat lainnya.
f. Asas Adamul Gharar
Asas adamul gharar berarti bahwa pada setiap
bentuk muamalat tidak boleh ada gharar atau tipu daya
atau sesuatu yang menyebabkan salah satu pihak
merasa dirugikan oleh pihak lainnya sehingga
mengakibatkan hilangnya unsur kerelaan salah satu
pihak dalam melakukan suatu transaksi.
g. Kebebasan Membuat Akad
Kebebasan berakad/kontrak merupakan prinsip
hukum yang menyatakan bahwa setiap orang dapat
membuat akad jenis apapun tanpa terikat pada nama-
nama yang telah ditentukan dalam undang-undang
syariah dan memasukkan klausul apa saja dalam akad
yang dibuatnya itu sesuai dengan kepentingannya sejauh
tidak berakibat makan harta bersama dengan jalan batil.
h. Al Musawah
Asas ini memiliki makna kesetaraan atau
kesamaan, artinya bahwa setiap pihak pelaku muamalah
berkedudukan sama.
i. Ash shiddiq
Dalam Islam manusia diperintahkan untuk
menjunjung kejujuran dan kebenaran, jika dalam
bermuamalah kejujuran dan kebenaran tidak
dikedepankan, maka akan berpengaruh terhadap
keabsahan perjanjian. Perjanjan yang didalamnya
terdapat unsur kebohongan menjadi batal atau tidak sah.

6 Mu’amalah
Wismanto Abu Hasan

Jika diatas tadi disampaikan, muamalah tidak sah jika


tidak mengandung asas-asas sebagaimana dimaksud, maka
ada pula yang harus dihindari dalam muamalah yang lebih
dikenal dengan singkatan MAGHRIB, yaitu Maisir, Gharar,
Haram, Riba dan Bathil.
a. Maisir
Maisir sering dikenal dengan perjudian, dalam
praktik perjudian seseorang bisa untung dan bisa rugi.
b. Gharar
Setiap transaksi yang masih belum jelas barangnya
atau tidak berada dalam kuasanya alias diluar jangkauan
termasuk jual beli gharar, boleh dikatakan bahwa konsep
gharar berkisar kepada makna ketidakjelasan suatu
transaksi dilaksanakan.
c. Haram
Ketika obyek yang diperjualbelikan ini haram,
maka transaksinya menjadi tidak sah.
d. Riba
Yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah,
antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis
yang tidak sama kualitas, kuantitas dan waktu
penyerahan.
e. Bathil
Dalam melakukan transaksi, prinsip yang harus
dijunjung adalah tidak ada kedzaliman yang dirasa pihak-
pihak yang terlibat, semuanya harus sama-sama rela dan
adil sesuai takarannya. maka, dari sisi ini transaksi yang
terjadi akan merekatkan ukhuwah pihak-pihak yang
terlibat. Kecurangan, ketidakjujuran, menutupi cacat
barang, mengurang timbangan tidak dibenarkan, atau
hal-hal kecil seperti penggunaan barang tanpa izin.

Mu’amalah 7
Wismanto Abu Hasan

5. PRINSIP DASAR BERMU’AMALAH


Sebagai system kehidupan, Islam memberikan warna
dalam setiap dimensi kehidupan manusia, tak terkecuali
dunia ekonomi Islam. Sistem Islam ini berusaha
mendialektikan nilai-nilai ekonomi dengan nilai akidah atau
etika, artinya kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh
manusia dibangun dengan dialektika nilai materialisme dan
spiritualisme. Kegiatan ekonomi yang dilakukan tidak hanya
berbasis nilai materi, akan tetapi terdapat sandaran
transendental didalamya, sehingga akan bernilai ibadah.
selain itu, konsep dasar Islam dalam kegiatan muamalah
juga sangat konsen terhadap nilai humanisme, diantara
prinsip dasar fiqih muamalah adalah :
a. Hukum asal dalam muamalah adalah mubah
(diperbolehkan)
Ulama fiqih sepakat bahwa hukum asal dalam
transaksi muamalah adalah diperbolehkan (mubah)
kecuali terdapat nash yang melarangnya.
‫االصل يف املعا ملة االباحة اال ان يدل دليل علي حترميها‬
Artinya : ‚hukum asal semua bentuk muamalah
adalah boleh dilakukan kecuali ada hal yang
mengharamkannya‛
b. Konsep fiqih muamalah untuk mewujudkan
kemaslahatan
Fiqih muamalah akan senantiasa berusaha
mewujudkan kemaslahatan, mereduksi permusuhan dan
perselisihan diantara manusia. Allah  tidak
menurunkan syariah, kecuali dengan tujuan untuk
merealisasikan kemaslahatan hidup hambaNya, tidak
bermaksud memberi beban dan menyempitkan ruang
gerak kehidupan manusia.

8 Mu’amalah
Wismanto Abu Hasan

c. Menetapkan harga yang kompetitif


Masyarakat sangat membutuhkan barang produksi,
tidak peduli dia seorang kaya atau miskin, mereka
menginginkan konsumsi barang kebutuhan dengan harga
yang lebih rendah. Harga yang lebih rendah (kompetitif)
tidak mungkin dapat diperoleh kecuali dengan
menurunkan harga biaya produksi, untuk itu harus
dilakukan pemangkasan biaya produksi yang tidak begitu
krusial, serta biaya-biaya overhead lainnya.
Islam melaknat praktik penimbunan (ikhtikar)
karena akan berpotensi menimbulkan kenaikan harga
barang yang ditanggung oleh konsumen. Disamping itu,
Islam juga tidak suka dengan praktik makelar dan
mengutamakan transaksi jual beli (pertukaran) secara
langsung antara produsen dan konsumen tanpa
menggunakan jasa perantara, karena upah makelar pada
akhirnya akan dibebankan kepada konsumen.

d. Meninggalkan intervensi yang dilarang


Islam memberikan tuntutan kepada kaum
muslimin untuk mengimami konsepsi qadla dan qodar
Allah , apa yang telah Allah  tetapkan untuk seorang
hamba tidak akan pernah tertukar dengan hamba lain,
dan rizki seorang hamba tidak akan pernah berpindah
tangan kepada orang lain. Perlu disadari bahwa nilai-nilai
solidaritas sosial ataupun ikatan persaudaraan dengan
orang lain lebih penting daripada sekedar nilai materi,
untuk itu Rasulullah , melarang untuk menumpangi
transaksi yang sedang dilakukan orang lain, kita tidak
diperbolehkan untuk intervensi terhadap akad ataupun
jual beli yang sedang dilakukan orang lain.
Rasulullah bersabda : ‚seseorang tidak boleh
melakukan jual beli atas jual beli yang sedang dilakukan
oleh saudaranya‛.

Mu’amalah 9
Wismanto Abu Hasan

e. Menghindari eksploitasi
Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk
membantu orang-orang yang membutuhkan,dimana
Rasulullah bersabda :‛sesama muslim adalah saudara,
tidak mendzalimi satu sama lainnya, barangsiapa
mmenuhi kebutuhan saudaranya, maka Allah akan
mencukupi kebutuhannya,dan barang siapa membantu
mengurangi beban sesame saudaranya, maka Allah akan
menghilangkan bebannya di hari kiamat nanti‛
Hadits tersebut memberikan tuntunan untuk tidak
mengeksploitasi sesama saudara muslim yang sedang
membutuhkan sesuatu, dengan cara menaikkan harga
atau syarat tambahan yang memberatkan. Kita tidak
boleh memanfaatkan keadaan orang lain demi
kepentingan kita sendiri.
f. Memberikan kelenturan dan toleransi
Toleransi merupakam karakteristik dari ajaran
islam yang ingin direalisasikan dalam setiap dimensi
kehidupan. Nilai toleransi ini bias dipraktekkan dalam
kehdiupan politik, ekonomi atau hubungan
kemasyarakatan lain. Khusus dalam transaksi finansial,
nilai bias diwujudkan dengan mempermudah transaksi
bisnis tanpa harus memberatkan pihak yang terkait.
Karena Allah akan memeberikan rahmat bagi yang
mempermudah transaksi jual beli.
Selain itu, kelenturan dan toleransi itu bisa
diberikan kepada debitur yang sedang mengalami
kesulitan finansial, karena bisnis yang dijalnkan sedang
megalami resesi. Melakukan re-scheduling piutang yang
telah jatuh tempo, disesuaikn dengan kemapanan
finansial yang diproyeksikan dismping itu, tetap
membuka peluang bagi para pembeli yag ingin
membatalkan transaksi jual beli, karena terdapat indikasi
ketidakbutuhannya terhadap obyek transaksi.

10 Mu’amalah
Wismanto Abu Hasan

g. Jujur dan amanah


Kejujuran merupakan bekal utama untuk meraih
keberkahan. Namun, kata jujur tidak semudah
mengucapkannya, sangat berat memegang prinsip ini
dalam kehidupan.seseorang bisa meraup keuntungan
berlimpah dengan lisptik kebohongan dalam
bertransaksi.sementara orang jujur harus menahan
dorongan materialisme dari cara-cara yang tidak
semestinya.perlu perjuangan keras untuk membumikan
kejujuran dalam setiap langkah kehidupan.

6. URGENSI DAN KEUTAMAAN BERMU’AMALAH DALAM ISLAM


Ada beberapa hal yang menjadi landasan ummat
islam harus bermuamalah sesuai syariah
a. Pertama Muamalah adalah Sunnah Para Nabi
b. Kedua Fiqh Muamalah Ekonomi, menduduki posisi yang
penting dalam Islam.
Karena Hampir tidak ada manusia yang tidak
terlibat dalam aktivitas muamalah, karena itu hukum
mempelajarinya wajib ‘ain(fardhu) bagi setiap muslim
Bahkan sebagian besar waktu yang dihabiskan seorang
manusia adalah untuk kegiatan muamalah, Diantaranya.
mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan diri,
keluarga, bahkan negara.
c. Ketiga. Dampak dan akibat tidak memahami Fiqh
Muamalah tersebut terkait dengan Halal – haram nya
sebuah transaksi.

Mu’amalah 11
BAB II
AL-BUYU’ (JUAL BELI)

1. PENGERTIAN AL-BUYU’ (JUAL BELI)


Secara etimologi, al-bay’u ‫( البيع‬jual beli) berarti
mengambil dan memberikan sesuatu, dan merupakan
derivat (turunan) dari ‫( الباع‬depa) karena orang Arab terbiasa
mengulurkan depa mereka ketika mengadakan akad jual
beli untuk saling menepukkan tangan sebagai tanda bahwa
akad telah terlaksana atau ketika mereka saling menukar
barang dan uang.
Adapun secara terminologi, jual beli adalah transaksi
tukar menukar yang berkonsekuensi beralihnya hak
kepemilikan, dan hal itu dapat terlaksana dengan akad, baik
berupa ucapan maupun perbuatan.
Di dalam Fiqhus sunnah (3/46) disebutkan bahwa al-
bay’u adalah transaksi tukar menukar harta yang dilakukan
secara sukarela atau proses mengalihkan hak kepemilikan
kepada orang lain dengan adanya kompensasi tertentu dan
dilakukan dalam koridor syariat.

2. DASAR HUKUM JUAL BELI


Dalil yang dijadikan dasar oleh para ulama tentang
anjuran jual beli ini adalah firman Allah dan hadits Nabi
Muhammad  berikut ini, diantaranya adalah :
    
Artinya : Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. (Q.S. Al-Baqarah, 2 : 275)

12 Al-Buyu’ (Jual Beli)


Wismanto Abu Hasan

            

 
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. (Q.S.
An-Nisa’, 4 : 29)
‫اْلِيَا ِر َما ََلْ يَتَ َفَّرقَا‬ ِ ‫الْب يِّ ع‬
ْ ِ‫ان ب‬ ََ
Artinya : "Penjual dan pembeli memiliki hak khiyar
(hak memilih) selama mereka belum belum berpisah
atau memilih untuk menentukan." 1.

1
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
َ َ‫ال فَ َكا َن ابْ ُن ُع َمَر إِ َذا ابْت‬
‫اع بَْي ًعا َوُى َو‬ َ َ‫اْلَِيا ِر َما ََلْ يَتَ َفَّرقَا أ َْو يَْتَ َارا ق‬ ِ ‫ول الْب يِّ ع‬
ْ ِ‫ان ب‬ ِ
َ َ ُ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم يَ ُق‬
ِ َ ‫ََِسعت رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ َُ ُ ْ
ِ ِ
‫اس َو َعْبد اللَّو بْ ِن َع ْم ٍرو‬ ِ ِ ِ ِ
ٍ َّ‫يسى َوِِف الْبَاب َع ْن أَِِب بَ ْرَزةَ َو َحكي ِم بْ ِن حَزٍام َو َعْبد اللَّو بْ ِن َعب‬ ِ
‫ع‬ ‫و‬ ‫َب‬‫أ‬ ‫ال‬
َ ‫ق‬
َ ‫ع‬ ‫ي‬ ‫ْب‬
‫ل‬ ‫ا‬ ‫و‬ ‫ل‬
َ ‫ب‬ ‫ج‬ِ ‫اع ٌد قَام لِي‬
ِ َ‫ق‬
َ ُ ُ َْ ُ َ َ َ
‫ض أ َْى ِل الْعِْل ِم ِم ْن‬ ِ ‫يح َوال َْع َمل َعلَى َى َذا ِعْن َد بَ ْع‬ ِ ‫يث حسن‬ ِ ِ ِ
ُ ٌ ‫صح‬ َ ٌ َ َ ٌ ‫يث ابْ ِن ُع َمَر َحد‬ ُ ‫يسى َحد‬ َ ‫ال أَبُو ع‬ َ َ‫َو ََسَُرَة َوأَِِب ُىَريْ َرَة ق‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ْ ‫صلَّى اللوُ َعلَْيو َو َسل َم َو َغ ْْيى ْم َوُى َو قَ ْو ُل الشَّافع ِّي َوأ‬
َّ َّ ِ ‫َصح‬
‫ال‬
َ َ‫َْحَ َد َوإ ْس َح َق َوقَالُوا الْ ُف ْرقَةُ ب ْاْلَبْ َدان ََل بالْ َك ََلم َوقَ ْد ق‬ َ ‫َِّب‬ ِّ ِ‫اب الن‬ َْ‫أ‬
‫َن ابْ َن ُع َمَر‬َّ ‫َص ُّح ِْل‬ ‫أ‬ ‫ل‬ُ ‫َو‬
َ َّ ْ َ َ ‫اْل‬
ْ ‫ل‬
ُ ‫و‬ ‫ق‬ْ‫ل‬ ‫ا‬
‫و‬ ِ
‫م‬ ‫َل‬
َ ‫ك‬
َ ‫ل‬
ْ ‫ا‬ِ
‫ب‬ ‫ة‬ ‫ق‬‫ر‬ ‫ف‬ْ‫ل‬ ‫ا‬ ِ
‫ِن‬ ‫ع‬ ‫ي‬ ‫ا‬ ‫ق‬
‫ر‬ ‫ف‬ ‫ت‬ ‫ي‬ ‫َل‬
َ
َ َ ْ ُ ْ َ َ َّ َ ََ ْ َ َ َ َ ْ َ ُ ‫ا‬ ‫م‬ ‫م‬َّ
‫ل‬ ‫س‬‫و‬ ِ
‫و‬ ‫ي‬‫ل‬
َ ‫ع‬ ‫و‬ َّ
‫ل‬ ‫ال‬ ‫ى‬ َّ
‫ل‬ ‫ص‬
َ ِّ ِ
‫َِّب‬ ‫الن‬ ِ
‫ل‬ ‫و‬ ‫ق‬ ‫َن‬
َْ َ ْ َ ‫ع‬ ‫م‬ ‫م‬ِ ‫ل‬
ْ ِ
‫ْع‬‫ل‬ ‫ا‬ ‫ل‬ِ ‫َى‬
ْ ُ ‫بَ ْع‬
‫أ‬ ‫ض‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ‫ب لَو‬ َ ‫ب الْبَ ْي َع َم َشى لَيج‬ َ ‫ي َعْنوُ أَنَّوُ َكا َن إذَا أ ََر َاد أَ ْن يُوج‬ َ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم َوُى َو أ َْعلَ ُم ِبَْع ََن َما َرَوى َوُرِو‬ َ ‫َِّب‬ِّ ِ‫ُى َو َرَوى َع ْن الن‬
ِ
‫َسلَم ِّي‬ْ ‫َوَى َك َذا ُرِو َي َع ْن أَِِب بَْرَزَة ْاْل‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Washil bin Abdul A'la telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudhail dari Yahya bin Sa'id dari
Nafi' dari Ibnu Umar ia berkata; Aku mendengar Rasulullah  bersabda:
"Penjual dan pembeli memiliki hak khiyar selama mereka belum belum
berpisah atau memilih untuk menentukan." Ia mengatakan; Ibnu Umar jika
membeli sesuatu, ia duduk lalu berdiri untuk melakukan transaksi jual beli.
Abu Isa berkata; Dalam hal ini ada hadits serupa dari Abu Barzah, Hakim bin
Hizam, Abdullah bin Abbas, Abdullah bin Amru, Samurah dan Abu Hurairah.
Abu Isa berkata; Hadits Ibnu Umar adalah hadits hasan shahih dan menjadi
pedoman amal menurut sebagian ulama dari kalangan sahabat Nabi  dan
selain mereka, ini adalah pendapat Asy Syafi'i, Ahmad dan Ishaq serta mereka
mengatakan; Perpisahan adalah dengan badan bukan dengan ucapan. Namun
sebagian ulama berpendapat; Makna sabda Nabi  : "Selama belum berpisah."
Yakni berpisah dengan ucapan. Namun pendapat pertama lebih shahih karena
Ibnu Umar adalah yang meriwayatkan dari Nabi  dan ia lebih mengetahui
maksud dari apa yang ia riwayatkan. Dan diriwayatkan pula darinya bahwa ia
apabila hendak melakukan transaksi jual beli, maka ia berjalan untuk
melakukan transaksi itu, beginilah yang diriwayatkan dari Abu Barzah Al
Aslami. Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa
Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Sunan Tirmidzi No 1166

Al-Buyu’ (Jual Beli) 13


Wismanto Abu Hasan

Rasulullah  juga bersabda bahwa bila terjadi


perselisihan dalam jual beli tersebut, maka :
‫اْلِيَا ِر‬
ْ ِ‫اع ب‬ ِ ِ
ُ َ‫ف الْبَ يِّ َعان فَالْ َق ْوُل قَ ْوُل الْبَائ ِع َوالْ ُمْبت‬ ْ ‫إِذَا‬
َ َ‫اختَ ل‬
Artinya : "Jika penjual dan pembeli berselisih, maka
yang di terima ialah perkataan penjual dan pembeli
memiliki hak memilih."2.

ِ ‫ضةُ بِالْ ِفض‬


‫َّة َوالْبُ ُّر بِالْبُ ِّر َوالشَّعِْيُ بِالشَّعِ ِْي َوالت َّْمُر بِالت َّْم ِر َوالْ ِم ْل ُح‬ َّ ‫ب َوالْ ِف‬ َّ ِ‫الذ َىب ب‬
ِ ‫الذ َى‬ َّ
ُ
ِِ ٍ ٍ ِِ ِ ِ
‫ف‬َ ‫اف فَبِ ُيعوا َكْي‬ ُ َ‫َصن‬ ْ ‫ت َىذه ْاْل‬ ْ ‫بِالْم ْل ِح مثْ ًَل ِبثْ ٍل َس َواءً بِ َس َواء يَ ًدا بِيَد فَِإ َذا‬
ْ ‫اختَ لَ َف‬
‫ِشْئتُ ْم إِ َذا َكا َن يَ ًدا بِيَ ٍد‬
Artinya : "Emas dengan emas, perak dengan perak,
gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut,
kurma dengan kurma dan garam dengan garam, tidak
mengapa jika dengan takaran yang sama, dan sama
berat serta tunai. Jika jenisnya berbeda, maka juallah
sesuka hatimu asalkan dengan tunai dan langsung
serah terimanya.3"
2
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم‬ ِ ُ ‫ال رس‬ ٍ ‫حدَّثَنَا قُت يبةُ حدَّثَنَا س ْفيا ُن عن اب ِن عج ََل َن عن عو ِن ب ِن عب ِد اللَّ ِو عن اب ِن مسع‬
َ ‫ول اللَّو‬ ُ َ َ َ‫ال ق‬ َ َ‫ود ق‬ ُْ َ ْ َْ َْ ْ ْ َ ْ َ ْ َ ْ ْ َ َ ُ َ َْ َ َ
‫يث ُم ْر َس ٌل َع ْو ُن بْ ُن َعْب ِد اللَّ ِو ََلْ يُ ْد ِرْك ابْ َن‬ ِ ‫ذ‬‫ى‬ ‫ى‬ ‫يس‬ ِ
‫ع‬ ‫و‬ ‫َب‬
‫أ‬ ‫ال‬ ‫ق‬ ِ
‫ر‬ ‫ا‬‫ي‬ِ‫اْل‬ ِ
ٌ َ َ َ َ ُ َ َ َ ْ ُ َْ ُ َ ِ َ ُ ْ َ ُ ْ َ ْ َ َ ِّ َ‫ف الْب‬
‫د‬ ‫ح‬ ‫ا‬ ‫ب‬ ‫اع‬ ‫ت‬‫ب‬‫ْم‬‫ل‬ ‫ا‬
‫و‬ ‫ع‬ِ‫ائ‬ ‫ْب‬‫ل‬ ‫ا‬ ‫ل‬‫و‬ ‫ق‬ ‫ل‬ ‫و‬ ‫ق‬ ‫ل‬ ‫ا‬‫ف‬ ِ
‫ان‬ ‫ع‬ ‫ي‬ ْ ‫إِ َذا‬
َ َ‫اختَ ل‬
ِ ْ ‫ود عن النَِِّب صلَّى اللَّو علَي ِو وسلَّم ى َذا‬ ٍ َّ ‫اس ِم بْ ِن َعْب ِد‬ ِ ‫ود وقَ ْد رِوي عن الْ َق‬ ٍ
‫ضا َوُى َو ُم ْر َس ٌل‬ ً ْ‫يث أَي‬
ُ ‫اْلَد‬ َ َ ََ َْ ُ َ ِّ ْ َ ‫الر ْْحَ ِن َع ْن ابْ ِن َم ْس ُع‬ ْ َ َ ُ َ ‫َم ْس ُع‬
‫الس ْل َع ِة أ َْو‬
ِّ ‫ب‬ ُّ ‫ال َر‬َ َ‫ال الْ َق ْو ُل َما ق‬ ِ ‫َْح َد إِذَا اختَ لَف الْب يِّ ع‬
َ َ‫ان َوََلْ تَ ُك ْن بَيِّنَةٌ ق‬ ََ َ ْ َْ ‫ت ْل‬
ِ ‫ال إِسحق بن مْنصوٍر قُ ْل‬
ُ ُ َ ُ ْ ُ َ ْ َ َ‫يسى ق‬
ِ
َ ‫ال أَبُو ع‬ َ َ‫ضا ق‬ً ْ‫أَي‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫يسى َى َك َذا ُرو َي َع ْن بَ ْعض أ َْىل الْع ْلم م ْن‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ال أَبُو ع‬ َ َ‫ني ق‬ ُ ‫ال َوُك ُّل َم ْن َكا َن الْ َق ْو ُل قَ ْولَوُ فَ َعلَْيو الْيَم‬ َ َ‫ال إ ْس َح ُق َك َما ق‬ َ َ‫يَتَ َرادَّان ق‬
‫ني ِمْن ُه ْم ُشَريْ ٌح َو َغْي ُرُه ََْن ُو َى َذا‬ ِ
َ ‫التَّابِع‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Qutaibah telah menceritakan
kepada kami Sufyan dari Ibnu 'Ajlan dari 'Aun bin Abdullah dari Ibnu Mas'ud ia
berkata; Rasulullah  bersabda: "Jika penjual dan pembeli berselisih, maka
yang di terima ialah perkataan penjual dan pembeli memiliki hak memilih."
Abu Isa berkata; Hadits ini mursal, 'Aun bin Abdullah tidak pernah bertemu
dengan Ibnu Mas'ud. Telah diriwayatkan juga dari Al Qosim bin Abdurrahman
dari Ibnu Mas'ud dari Nabi  namun hadits ini juga mursal. Abu Isa berkata;
Ishaq bin Manshur berkata; Aku bertanya kepada Ahmad; (bagaimana) Jika
penjual dan pembeli berselisih namun tidak terdapat bukti? Ahmad berkata;
Perkataan yang benar adalah perkataan pemilik barang atau keduanya saling
mengembalikan. Ishaq berkata kurang lebih begini; barang siapa yang
perkataannya diterima (benar) maka ia harus mengucapkan sumpah. Abu Isa
berkata; Demikian yang diriwayatkan dari sebagian ulama dari kalangan tabi'in
di antaranya; Syuraih dan yang lainnya seperti ini. Lihat dalam Ensiklopedi
Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan
telkom Indonesia kitab Sunan Tirmidzi No 1191
3
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :

14 Al-Buyu’ (Jual Beli)


Wismanto Abu Hasan

3. SYARAT-SYARAT SAH JUAL BELI


Sangat penting bagi kita untuk mengetahui syarat sah
jual beli, karena kondisi umat saat ini memang
menyedihkan, dalam praktek jual beli mereka meremehkan
batasan-batasan syariat, sehingga sebagian besar praktek
jual beli yang terjadi dimasyarakat adalah transaksi yang
dipenuhi berbagai unsur penipuan, keculasan dan
kezaliman.
Lalai terhadap ajaran agama, sedikitnya rasa takut
kepada Allah  merupakan sebab yang mendorong mereka
untuk melakukan hal tersebut, tidak tanggung-tanggung
berbagai upaya ditempuh agar keuntungan besar dapat
diraih, bahkan dengan melekatkan label syar’i pada praktek
perniagaan yang sedang marak belakangan ini walaupun
pada hakikatnya yang mereka lakukan itu adalah transaksi
ribawi.
Jika kita memperhatikan praktek jual beli yang
dilakukan para pedagang saat ini, mungkin kita dapat
menarik satu konklusi, bahwa sebagian besar para
pedagang dengan ‚ringan tangan‛ menipu para pembeli
demi meraih keuntungan yang diinginkannya, oleh karena
itu Rasulullah  bersabda,

‫ال ْاْل َخَر ِان‬ َ َ‫يم َواللَّ ْف ُظ َِلبْ ِن أَِِب َشْيبَةَ ق‬ ِ ِ ِ ِ


َ َ‫َخبَ َرنَا َوق‬ْ ‫ال إِ ْس َح ُق أ‬ ِ
َ ‫َحدَّثَنَا أَبُو بَ ْكر بْ ُن أَِِب َشْيبَةَ َو َع ْمٌرو النَّاق ُد َوإ ْس َح ُق بْ ُن إبَْراى‬
ِ‫ول اللَّو‬ُ ‫ال َر ُس‬ َ َ‫ال ق‬ ِ
َ َ‫الصامت ق‬ ِ ِ ِ
َّ ‫اْلَذاء َع ْن أَِِب ق ََلبَةَ َع ْن أَِِب ْاْلَ ْش َعث َع ْن عُبَ َاد َة بْ ِن‬ ِ َّ ٍ ِ
ْ ‫يع َحدَّثَنَا ُس ْفيَا ُن َع ْن َخالد‬ ِ
ٌ ‫َحدَّثَنَا َوك‬
ِ ‫ضةُ بِال ِْفض‬
‫َّة َوالْبُ ُّر بِالْبُ ِّر َوالشَّعِْيُ بِالشَّعِ ِْي َوالت َّْمُر بِالت َّْم ِر َوال ِْم ْل ُح بِال ِْم ْل ِح ِمثْ ًَل ِبِِثْ ٍل‬ َّ ‫ب َوال ِْف‬ َّ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّم‬
َّ ِ‫الذ َىب ب‬
ِ ‫الذ َى‬
ُ َ َ
ٍ‫اف فَبِيعوا َكيف ِشْئتم إِ َذا َكا َن يدا بِيد‬ ‫ن‬‫َص‬ ‫اْل‬ ِ
‫ه‬ ِ
‫ذ‬ ‫ى‬ ِ ٍ ِ ٍ ِ
َ ًَ ْ ُ َ ْ ُ ُ َْ ْ َ ْ َ َ ْ َ َ َ ً َ َ َ ً َ ‫َس‬
‫ت‬ ‫ف‬ ‫ل‬
َ ‫ت‬‫اخ‬ ‫ا‬ ‫ذ‬‫إ‬ ‫ف‬ ‫د‬ ‫ي‬‫ب‬ ‫ا‬‫د‬ ‫ي‬ ‫اء‬‫و‬ ‫س‬ ‫ب‬ ‫اء‬
‫و‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan
Amru An Naqid dan Ishaq bin Ibrahim dan ini adalah lafadz Ibnu Abu Syaibah,
Ishaq berkata; telah mengabarkan kepada kami, sedangkan yang dua berkata;
telah menceritakan kepada kami Waki' telah menceritakan kepada kami
Sufyan dari Khalid Al Khaddza' dari Abu Qilabah dari Abu Al Asy'ats dari
'Ubadah bin Shamit dia berkata, "Rasulullah  bersabda: "Emas dengan emas,
perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut,
kurma dengan kurma dan garam dengan garam, tidak mengapa jika dengan
takaran yang sama, dan sama berat serta tunai. Jika jenisnya berbeda, maka
juallah sesuka hatimu asalkan dengan tunai dan langsung serah terimanya."
Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka,
bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Shohih Muslim No 2970

Al-Buyu’ (Jual Beli) 15


Wismanto Abu Hasan

َ َ‫َح َّل اللَّوُ الْبَ ْي َع ق‬


‫ال بَلَى‬ ِ َّ َ ‫ال قِيل يا رس‬ َّ ‫إِ َّن الت‬
َ ‫س قَ ْد أ‬
َ ‫ول اللو أ ََولَْي‬ ُ َ َ َ َ َ‫ُّج َار ُى ْم الْ ُف َّج ُار ق‬
‫ْذبُو َن َوَُْيلِ ُفو َن َويَأَْثَُو َن‬
ِ ‫ولَ ِكنَّهم ُُي ِّدثُو َن فَيك‬
َ َ ُْ َ
Artinya : "(Kebanyakan) para pedagang adalah orang-
orang yang suka berbuat fajir" (Abdur Rahman )
berkata; ditanyakan, wahai Rasulullah! bukankah
Allah telah menghalalkan jual beli? (Rasulullah )
bersabda : "Ya. Tapi mereka berbicara, berdusta,
bersumpah dan berbuat dosa.4"

Oleh karena itu seseorang yang menggeluti praktek


jual beli wajib memperhatikan syarat-syarat sah praktek jual
beli agar dapat melaksanakannya sesuai dengan batasan-
batasan syari’at dan tidak terjerumus kedalam tindakan-
tindakan yang diharamkan.
Diriwayatkan dari Amirul Mu’minin ‘Umar ibnul
Khaththab , beliau berkata,

ِّ ‫ َوإَِِل أَ َك َل‬،ُ‫ََل يَبِ ْع ِ ِْف ُس ْوقِنَا إَِلَّ َم ْن يَ ْف َقو‬


َ‫الربا‬
Artinya : ‚Yang boleh berjualan di pasar kami ini
hanyalah orang-orang yang faqih (paham akan ilmu
agama), karena jika tidak, maka dia akan menerjang
riba.‛

Berikut beberapa syarat sah jual beli yang kami


rangkum dari kitab Taudhihul ahkam 4/213-214, Fikih
Ekonomi Keuangan Islam dan beberapa referensi lainnya-
untuk diketahui dan direalisasikan dalam praktek jual beli
agar tidak terjerumus ke dalam praktek perniagaan yang
menyimpang.
4
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
َ َ‫َح َّل اللَّوُ الْبَ ْي َع ق‬ ِ َّ َ ‫ال قِيل يا رس‬ َّ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم إِ َّن الت‬ ِ ُ ‫ال رس‬
‫ال بَلَى‬ َ ‫س قَ ْد أ‬
َ ‫ول اللو أ ََولَْي‬ ُ َ َ َ َ َ‫ُّج َار ُى ْم الْ ُف َّج ُار ق‬ َ ‫ول اللَّو‬ ُ َ َ َ‫ق‬
ْ ِ ِ
‫َّه ْم ُُيَ ِّدثُو َن فَيَكْذبُو َن َوَُْيل ُفو َن َويَأَثَُو َن‬ِ
ُ ‫َولَكن‬
Artinya : Abdur Rahman bin Syibl Radliyallahu'anhu berkata; Rasulullah 
bersabda: " para pedagang adalah orang-orang yang berbuat fajir" (Abdur
Rahman ) berkata; ditanyakan, wahai Rasulullah! bukankah Allah telah
menghalalkan jual beli? (Rasulullah ) bersabda: "Ya. Tapi mereka berbicara,
berdusta, bersumpah dan berbuat dosa. Lihat dalam Ensiklopedi Hadits
Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom
Indonesia kitab Musnad Ahmad No 14982

16 Al-Buyu’ (Jual Beli)


Wismanto Abu Hasan

1. Persyaratan yang berkaitan dengan pelaku praktek jual


beli, baik penjual maupun pembeli, yaitu:
a. Hendaknya kedua belah pihak melakukan jual beli
dengan ridha dan sukarela, tanpa ada paksaan. Allah
 berfirman :
ِ ‫يا أَيُّها الَّ ِذين آمنُوا َل تَأْ ُكلُوا أَموالَ ُكم ب ي نَ ُكم بِالْب‬
‫اط ِل إَِل أَ ْن تَ ُكو َن ِِتَ َارًة‬َ ْ َْ ْ َ ْ َ َ َ َ
ِ ٍ ‫َع ْن تَ َر‬
‫اض مْن ُكم‬
Artinya :‛… janganlah kalian saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang timbul
dari kerelaan di antara kalian…‛ (QS. An-Nisaa’:
29)

b. Kedua belah pihak berkompeten dalam melakukan


praktek jual beli, yakni dia adalah seorang mukallaf
dan rasyid (memiliki kemampuan dalam mengatur
uang), sehingga tidak sah transaksi yang dilakukan
oleh anak kecil yang tidak cakap, orang gila atau
orang yang dipaksa.5 Hal ini merupakan salah satu
bukti keadilan agama ini yang berupaya melindungi
hak milik manusia dari kezaliman, karena seseorang
yang gila, safiih (tidak cakap dalam bertransaksi) atau
orang yang dipaksa, tidak mampu untuk membedakan
transaksi mana yang baik dan buruk bagi dirinya
sehingga dirinya rentan dirugikan dalam transaksi
yang dilakukannya. Wallahu a’lam.

2. Yang berkaitan dengan objek/barang yang


diperjualbelikan, syarat-syaratnya yaitu:
a. Objek jual beli (baik berupa barang jualan atau
harganya/uang) merupakan barang yang suci dan
bermanfaat, bukan barang najis atau barang yang

5
Fikih Ekonomi Keuangan Islam, hal. 92.

Al-Buyu’ (Jual Beli) 17


Wismanto Abu Hasan

haram, karena barang yang secara dzatnya haram


terlarang untuk diperjualbelikan.
b. Objek jual beli merupakan hak milik penuh,
seseorang bisa menjual barang yang bukan miliknya
apabila mendapat izin dari pemilik barang. Rasulullah
 bersabda,
‫س ِعْن َد َك‬ ِ
َ ‫ََل تَب ْع َما لَْي‬
Artinya : "Janganlah kamu menjual barang yang
bukan milikmu".6

Seseorang diperbolehkan melakukan transaksi


terhadap barang yang bukan miliknya dengan syarat
pemilik memberi izin atau ridha terhadap apa yang
dilakukannya, karena yang menjadi tolak ukur dalam
perkara muamalah adalah ridhanya pemilik.7
Hal ini ditunjukkan oleh persetujuan Nabi 
terhadap perbuatan Urwah tatkala beliau
memerintahkannya untuk membeli kambing buat
beliau.
Dari Urwah bin Abul Ja'd Al Bariqi ia berkata;
Suatu ketika Nabi  melihat barang-barang impor,
maka beliau pun memberiku satu Dinar seraya
bersabda: "Wahai Urwah, datangilah barang impor itu,
dan belilah untuk kami satu ekor kambing." Saya pun

6
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫ول اللَّ ِو يَأْتِ ِيِن‬
َ ‫ت يَا َر ُس‬ُ ْ‫ال قُل‬ َ َ‫ك َع ْن َح ِكي ِم بْ ِن ِحَزٍام ق‬ َ ‫ف بْ ِن َم‬
َ ‫اى‬ َ ‫وس‬ ِ
ُ ُ‫َخبَ َرنَا أَبُو ب ْش ٍر َع ْن ي‬
ْ ‫ال أ‬ َ َ‫َحدَّثَنَا ُى َشْي ٌم ق‬
‫س ِعْن َد َك‬ ِ َ ‫وق فَ َق‬
َ ‫ال ََل تَب ْع َما لَْي‬ ُّ ‫س ِعْن ِدي َما أَبِ ُيعوُ ِمْنوُ ُثَّ أَبِ ُيعوُ ِم ْن‬
ِ ‫الس‬ ِ
َ ‫الر ُج ُل يَ ْسأَلُِن الْبَ ْي َع لَْي‬
َّ
Artinya : telah menceritakan kepada kami Husyaim berkata; telah
mengabarkan kepada kami Abu Bisyr dari Yusuf bin Mahak dari Hakim bin
Hizam berkata; saya berkata; Wahai Rasulullah, ada seorang yang datang
kepadaku dan memintaku untuk menjual sesuatu yang bukan milikku, yang
saya jualkan, dan saya menjualnya dari pasar. Beliau bersabda: "Janganlah
kamu menjual barang yang bukan milikmu". Lihat dalam Ensiklopedi Hadits
Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom
Indonesia kitab Musnad Ahmad No 15021 dapat juga dilihat HR. Abu Dawud
3503, Tirmidzi 1232, An Nasaa’i VII/289, Ibnu Majah 2187, Ahmad III/402
dan 434; dishahihkan Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilaly
7
Lihat Fiqh wa Fatawal Buyu’ hal. 24

18 Al-Buyu’ (Jual Beli)


Wismanto Abu Hasan

mendatangi barang-barang impor itu, dan melakukan


tawar menawar dengan pemiliknya hingga saya dapat
membeli dua ekor kambing darinya dengan harga satu
Dinar. Akhirnya saya segera menuntunnya, lalu
seorang laki-laki menjumpaiku dan menawar kambing
itu, maka saya pun menjual satu ekor kambing
dengan harga satu Dinar. Akhirnya saya kembali
dengan membawa kembali satu Dinar dan satu ekor
kambing. Saya berkata, "Wahai Rasulullah, ini uang
Dinar kalian, dan ini kambing kalian." beliau bertanya:
"Apa yang kamu lakukan?" Maka saya pun
menceritakan alur kejadiannya. Beliau berdo'a:
"ALLAHUMMA BAARIK LAHU FI SHAFQATI YAMIINIH (Ya
Allah, berilah keberkahan dalam ikrar dan janjinya)." 8

c. Objek jual beli dapat diserahterimakan, sehingga


tidak sah menjual burung yang terbang di udara,
menjual unta atau sejenisnya yang kabur dari
kandang dan semisalnya. Transaksi yang mengandung
objek jual beli seperti ini diharamkan karena
mengandung gharar (spekulasi) dan menjual barang
yang tidak dapat diserahkan.

d. Objek jual beli dan jumlah pembayarannya diketahui


secara jelas oleh kedua belah pihak sehingga
terhindar dari gharar. Rasulullah bersabda :
‫ص ِاة‬ ْ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َع ْن بَْي ِع‬
َ َ‫اْل‬
ِ ُ ‫ال نَهى رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ ُ َ َ َ َ‫َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة ق‬
‫َو َع ْن بَْي ِع الْغََرِر‬
Artinya : Dari Abu Hurairah, ia berkata;
Rasulullah  melarang dari menjual dengan cara
hashah (jual beli dengan cara melemparkan

8
Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa
Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Musnad Ahmad No
18554

Al-Buyu’ (Jual Beli) 19


Wismanto Abu Hasan

batu untuk menunjukkan bendanya), dan jual


beli gharar (tidak jelas).9

e. Selain itu, tidak diperkenankan seseorang


menyembunyikan cacat/aib suatu barang ketika
melakukan jual beli. Rasulullah  bersabda:
ِِ ِ ِ ِ ‫الْمسلِم أَخو الْمسلِ ِم ََل َُِي ُّل لِمسلِ ٍم ب‬
ُ‫ب إََِّل بَيَّ نَوُ لَو‬
ٌ ‫اع م ْن أَخيو بَْي ًعا فيو َعْي‬
ََ ُْ ُْ ُ ُ ُْ
Artinya : Seorang muslim adalah saudara bagi
muslim yang lain. Tidak halal bagi seorang
muslim menjual barang dagangan yang memiliki
cacat kepada saudaranya sesama muslim,
melainkan ia harus menjelaskan cacat itu
kepadanya‛10

Beliau  juga bersabda:


‫اع ِِف النَّا ِر‬ ِْ ‫ والْمكْر و‬، ‫من َغشَّنَا فَلَيس ِمنَّا‬
ُ ‫اْل َد‬ َُ َ َ َ ْ َْ
Artinya : ‚Barang siapa yang berlaku curang terhadap
kami, maka ia bukan dari golongan kami. Perbuatan
makar dan tipu daya tempatnya di neraka‛ 11

4. JUAL BELI YANG DIHARAMKAN


Syaikh Shalih Al Fauzan bin Fauzan dalam Fiqh Wa
Fatawa Al Buyu’, hlm. 125 s/d 137 menyebutkan beberapa
contoh jual beli yang diharamkan diantaranya :

9
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
َ َ‫الزنَ ِاد َع ْن ْاْل َْعَرِج َع ْن أَِِب ُىَريْ َرَة ق‬
‫ال‬ ِّ ‫َخبَ َرِِن أَبُو‬
ْ ‫ال أ‬َ َ‫ال َحدَّثَنَا َُْي ََي َع ْن ُعبَ ْي ِد اللَّ ِو ق‬ ٍ ِ‫أَخب رنَا عب يد اللَّ ِو بن سع‬
َ َ‫يد ق‬ َ ُ ْ ُ ْ َُ َ َ ْ
‫صاةِ َو َع ْن بَْي ِع الْغََرِر‬ ‫ْل‬
ْ ‫ا‬ ‫ع‬ِ ‫ي‬ ‫ب‬ ‫ن‬ ‫ع‬
َ َ َْ ْ َ َ َ َ ْ َ ُ ‫م‬ َّ
‫ل‬ ‫س‬ ‫و‬ ِ ‫ول اللَّ ِو صلَّى اللَّو علَي‬
‫و‬ َ ُ ‫نَ َهى َر ُس‬
Artinya : Telah mengabarkan kepada kami 'Ubaidullah bin Sa'id, ia berkata;
telah menceritakan kepada kami Yahya dari 'Ubaidullah, ia berkata; telah
mengabarkan kepadaku Abu Az Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah, ia
berkata; Rasulullah  melarang dari menjual dengan cara hashah (jual beli,
dan jual beli gharar (tidak jelas). Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah,
kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab
Sunan Nasa'i No 4442
10
HR. Ibnu Majah nomor 2246, Ahmad IV/158, Hakim II/8, Baihaqi
V/320; dishahihkan Syaikh Salim bin ‘Ied Al Hilaly
11
HR. Ibnu Hibban 567, Thabrani dalam Mu’jamul Kabiir 10234, Abu
Nu’aim dalam Al Hilyah IV/189; dihasankan Syaikh Salim Al Hilaly

20 Al-Buyu’ (Jual Beli)


Wismanto Abu Hasan

a. Jika akad jual beli itu menyulitkan ibadah, misalnya


mengambil waktu shalat.
Seorang pedagang sibuk dengan jual beli sampai
terlambat melakukan shalat jama’ah di masjid, baik
tertinggal seluruh shalat atau masbuq. Berniaga yang
sampai melalaikan seperti ini dilarang. Allah berfirman.
‫اس َع ْوا إِ َ َٰل ِذ ْك ِر اللَّ ِو‬ ِ ْ ‫لص ََلةِ ِمن ي وِم‬ َّ ِ‫ي ل‬ ِ ِ ِ َّ
ْ َ‫اْلُ ُم َعة ف‬ َْ َ ‫ين َآمنُوا إذَا نُود‬ َ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬
‫الص ََلةُ فَانتَ ِشُروا‬ ِ ‫ضي‬ ِ ِ ِ ِٰ
َّ ‫ت‬ َ ُ‫َوذَ ُروا الْبَ ْي َع ۚ ذَل ُك ْم َخْي ٌر لَّ ُك ْم إن ُكنتُ ْم تَ ْعلَ ُمو َن فَإذَا ق‬
‫ض ِل اللَّ ِو َواذْ ُكُروا اللَّ َو َكثِ ًْيا لَّ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِ ُحو َن‬
ْ َ‫ض َوابْتَ غُوا ِمن ف‬ ِ ‫ِِف ْاْل َْر‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila
diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at,
maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah
dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah
ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di
muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah
Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. (Q.S.
Al Jumu’ah, 62 :9-10].

Dalam ayat lain Allah berfirman :


‫ين َآمنُوا ََل تُ ْل ِه ُك ْم أ َْم َوالُ ُك ْم َوََل أ َْوََل ُد ُك ْم َعن ِذ ْك ِر اللَّ ِو ۚ َوَمن‬ ِ َّ
َ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬
ِ ‫اْل‬ ِ
‫اسُرو َن‬ َْ ‫ك ُى ُم‬ َ ِ‫ك فَأُوٰلَئ‬َ ‫يَ ْف َع ْل َٰذل‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah
harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu
dari mengingat Allah. Barangsiapa yang membuat
demikian maka mereka itulah orang-orang yang
rugi. (Q.S. Al Munafiqun, 63 :9).

Perhatikanlah firman Allah  ‚maka mereka itulah


orang-orang yang rugi‛. Allah menyatakan mereka
mengalami kerugian, meskipun mereka kaya, berhasil
mengumpulkan banyak harta dan memiliki banyak anak.
Sesungguhnya harta dan anak-anak mereka tidak akan
bisa menggantikan dzikir yang terlewatkan.
Seorang pedagang akan meraih keuntungan yang
hakiki, jika mampu meraih dua kebaikan, yaitu

Al-Buyu’ (Jual Beli) 21


Wismanto Abu Hasan

memadukan antara mencari rezeki dengan ibadah


kepada Allah . Melangsungkan akad jual beli pada
waktunya, dan menghadiri shalat pada waktunya. Allah
berfirman :

ُ‫وه َوا ْش ُكُروا لَو‬ ِّ ‫ند اللَّ ِو‬


ُ ‫الرْز َق َو ْاعبُ ُد‬ َ ‫فَابْتَ غُوا ِع‬
Artinya : Maka mintalah rezeki itu di sisi Allah, dan
sembahlah Dia dan bersyukurlah kepadaNya. (Q.S.
Al Ankabut, 29 :17)

Apabila telah ditunaikan shalat, maka


bertebaranlah kamu dimuka bumi; dan carilah karunia
Allah. (Q.S. Al Jumu’ah, 62 :10).
Jadi, perniagaan itu ada dua, yaitu perniagaan
dunia dan akhirat. Perniagaan dunia menggunakan harta
dan usaha. Sedangkan perniagaan akhirat menggunakan
amal shalih. Allah berfirman :
‫اب أَلِي ٍم تُ ْؤِمنُو َن‬ٍ ‫نجي ُكم ِّمن َع َذ‬
ْ
ِ ُ‫يا أَيُّها الَّ ِذين آمنوا ىل أَدلُّ ُكم علَى ِِتارةٍ ت‬
َ َ ٰ َ ْ ُ ْ َ َُ َ َ َ
‫اى ُدو َن ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو بِأ َْم َوالِ ُك ْم َوأَن ُف ِس ُك ْم ۚ َٰذلِ ُك ْم َخْي ٌر لَّ ُك ْم‬ِ ‫بِاللَّ ِو ورسولِِو وُِت‬
َ َ ُ ََ
ِ ِ ٍ ِ ِ
‫إِن ُكنتُ ْم تَ ْعلَ ُمو َن يَ ْغف ْر لَ ُك ْم ذُنُوبَ ُك ْم َويُ ْدخ ْل ُك ْم َجنَّات َِْت ِري من ََْتت َها ْاْلَنْ َه ُار‬
ِ ِ ِ ِ ‫ومساكِن طَيِّبةً ِِف جن‬
‫صٌر‬ْ َ‫ُخَر ٰى َُتبُّونَ َها ۚ ن‬ ْ ‫يم َوأ‬
ُ ‫ك الْ َف ْوُز الْ َعظ‬ َ ‫َّات َع ْد ٍن ۚ َٰذل‬ َ َ َ َ ََ
ِ ِ ِ
َ ‫يب ۚ َوبَ ِّش ِر الْ ُم ْؤمن‬
‫ني‬ ٌ ‫ِّم َن اللَّو َوفَ ْت ٌح قَ ِر‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, sukakah
kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat
menyelamatkan kamu dari adzab yang pedih?
(Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya
dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan
jiwamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu
mengetahuinya, niscaya Allah akan mengampuni
dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam
surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai,
dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang
baik di surga ‘Adn. Itulah keberuntungan yang
besar. Dan (ada lagi) karunia lain yang kamu sukai,
(yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan
yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita

22 Al-Buyu’ (Jual Beli)


Wismanto Abu Hasan

gembira kepada orang-orang yang beriman. (Q.S.


Ash Shaf, 61 :10-13).

Inilah perniagaan yang menguntungkan, jika


ditambah lagi dengan pernigaan dunia yang
diperbolehkan, maka itu berarti kebaikan di atas
kebaikan. Jika seseorang hanya melakukan perdagangan
di dunia dan mengabaikan perdagangan di akhirat, inilah
orang yang rugi. Sebagaimana firman Allah, yang artinya
mereka itulah orang-orang yang merugi.
Seandainya seseorang melakukan ibadah, shalat,
dzikir dan melaksanakan kewajiban-kewajibannya,
niscaya Allah membukakan pintu rezeki baginya. ‚Dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat
dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami
tidak meminta rezeki kepadamu, Kamilah yang memberi
rezeki kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi
orang yang bertaqwa‛. (Q.S. Thaha, 20 :132).
Shalat yang dianggap oleh sebagian orang sebagai
penghalang mencari rezeki, ternyata sebaliknya, ia bisa
membuka pintu rezeki, kemudahan dan barakah. Jika
engkau berdzikir dan beribadah kepada Allah , maka
Allah akan memberikan kemudahan dan membukakan
pintu rezeki buatmu, dan Allah adalah sebaik-baik
Pemberi rezeki. (Q.S. Al-Jumu’ah, 62 :11).
Allah  menjelaskan sifat-sifat hambaNya yang
beriman:
‫صا ِل‬ ِ ْ ‫وت أ َِذ َن اللَّوُ أَن تُ ْرفَ َع َويُ ْذ َكَر فِ َيها‬ٍ ‫ِِف ب ي‬
َ ‫اَسُوُ يُ َسبِّ ُح لَوُ ف َيها بِالْغُ ُد ِّو َو ْاْل‬ ُُ
ِ
ۚ ‫الزَكاة‬ ِ ِ
َّ ‫الص ََلة َوإِيتَاء‬ ِ ِ ِ
َّ ‫ال ََّل تُ ْل ِهي ِه ْم ِتَ َارٌة َوََل بَْي ٌع َعن ذ ْك ِر اللَّو َوإِقَ ِام‬ ٌ ‫ِر َج‬
‫ص ُار‬ ِ ِ َّ‫َيَافُو َن ي وما تَتَ َقل‬
َ ْ‫وب َو ْاْلَب‬
ُ ُ‫ب فيو الْ ُقل‬ ُ ً َْ
Artinya : Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid
yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan
disebut namaNya di dalamnya, pada waktu pagi
dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan
oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari

Al-Buyu’ (Jual Beli) 23


Wismanto Abu Hasan

mengingat Allah, mendirikan shalat, dan


membayarkan zakat. Mereka takut pada suatu hari
yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi
goncang. (Q.S. An-Nur, 24 : 36-37].

Ketika menafsirkan ayat ini, sebagian ulama salaf


mengatakan, orang-orang mukmin itu melakukan akad
jual beli. Jika salah seorang di antara mereka mendengar
adzan, sedangkan timbangan masih ada di tangannya,
maka dia akan menurunkan timbangan itu dan pergi
mengerjakan shalat.
Kesimpulannya, jika jual beli menghalangi
seseorang dari shalat, maka hal itu termasuk jual beli
yang dilarang, bathil dan hasilnya haram.

b. Di antara jual beli yang dilarang dalam Islam, yaitu


menjual barang yang diharamkan.
Jika Allah sudah mengharamkan sesuatu, maka Dia
juga mengharamkan hasil penjualannya. Seperti menjual
sesuatu yang terlarang dalam agama. Rasulullah  telah
melarang menjual bangkai, khamr, babi, patung.
Barangsiapa yang menjual bangkai, maksudnya daging
hewan yang tidak disembelih dengan cara yang syar’i, ini
berarti ia telah menjual bangkai dan memakan hasil yang
haram.
Begitu juga hukum menjual khamr. Khamr,
maksudnya segala yang bisa memabukkan sebagaimana
sabda Rasulullah  :
‫َس َكَر َكثِْيُهُ فَ َقلِيلُوُ َحَر ٌام‬ ِ
ْ ‫ُك ُّل ُم ْسك ٍر َحَر ٌام َما أ‬
Artinya : "Semua yang memabukkan adalah haram,
sesuatu yang jika banyak memabukkan, maka jika
sedikit juga haram."12
12
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫ول‬
ُ ‫ال َر ُس‬ َ َ‫اَل بْ ِن َعْب ِد اللَِّو َع ْن أَبِ ِيو ق‬
َ َ‫ال ق‬ ِ ‫وسى بْ ِن عُ ْقبَةَ َع ْن َس‬ ِ ِ
َ ‫َحدَّثَنَا َىاش ُم بْ ُن الْ َقاس ِم َحدَّثَنَا أَبُو َم ْع َش ٍر َع ْن ُم‬
‫َس َكَر َكثِْيُهُ فَ َقلِيلُوُ َحَر ٌام‬ ِ ِ
ْ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَيْو َو َسلَّ َم ُك ُّل ُم ْسك ٍر َحَر ٌام َما أ‬
ِ
َ ‫اللَّو‬

24 Al-Buyu’ (Jual Beli)


Wismanto Abu Hasan

Rasulullah  melaknat sepuluh orang yang


berkaitan dengan khamr.
‫صَرَىا َو َشا ِربَ َها َو َح ِاملَ َها‬
ِ َ‫اصرىا ومعت‬ ِ
ْ ُ َ َ َ ‫اْلَ ْمَر َو َع‬ ْ ‫إِ َّن اللَّوَ َعَّز َو َج َّل قَ ْد لَ َع َن‬
‫اع َها َو َساقِيَ َها َوُم ْستَ ِقيَ َها‬ ِ ِ
َ َ‫َوالْ َم ْح ُمولَ َة إِلَْيو َوبَائ َع َها َوُمْبت‬
Artinya : Sesungguhnya Allah  telah melaknat
khamer, pemerasnya, yang menyuruh
memerasnya, peminumnya, penyuguhnya, yang
disuguhinya, penjualnya, pembelinya, penuangnya
dan yang minta dituangkan.'" 13
Termasuk dalam masalah ini, bahkan lebih berat
lagi hukumnya, yaitu menjual narkoba, ganja, opium dan
jenis obat-obat psikotropika lainnya yang merebak pada
saat ini. Orang yang menjualnya dan orang yang
menawarkannya adalah mujrim (pelaku keriminal).
Karena narkoba merupakan senjata pemusnah bagi
manusia. Jadi orang yag menjual narkoba, melariskannya
serta para pendukungnya terkena laknat Rasulullah .
Hasil penjualannya merupakan harta haram. Orang
yang ‚membuatnya laris‛ berhak dijatuhi hukuman mati,
karena ia termasuk pelaku kerusakan di muka bumi.

Artinya : Telah menceritakan kepada kami Hasyim bin Qasim telah


menceritakan kepada kami Abu Ma'syar dari Musa bin Uqbah dari Salim bin
Abdillah dari bapaknya, dia berkata, Rasulullah  : "Semua yang memabukkan
adalah haram, sesuatu yang jika banyak memabukkan, maka jika sedikit juga
haram." Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa
Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Musnad Ahmad No 5390
13
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫يِب َح َّدثَوُ أَنَّوُ ََِس َع ابْ َن‬ ِ ٍ ِ َّ ‫ي أ‬ ُّ ‫الزيَ ِاد‬
ِّ ‫ك بْ ُن َخ ٍْْي‬ ِ َّ ‫َحدَّثَنَا أَبُو َعْب ِد‬
َّ ِ ‫ك بْ َن َس ْعد التُّج‬ َ ‫َن َمال‬ ُ ‫َخبَ َرِِن َمال‬ ْ ‫الر ْْحَ ِن َحدَّثَنَا َحْي َوةُ أ‬
‫ال يَا ُمَ َّم ُد إِ َّن اللَّوَ َعَّز َو َج َّل قَ ْد لَ َع َن‬ َ ‫يل فَ َق‬ ِ ِ ِ ُ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَيْ ِو و َسلَّم يَ ُق‬ ِ َ ‫ول ََِسعت رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ ٍ َّ‫َعب‬
ُ ‫ول أَتَاِن ج ْْب‬ َ َ ُ َ ُ ْ ُ ‫اس يَ ُق‬
‫اع َها َو َساقِيَ َها َوُم ْستَ ِقيَ َها‬ ِ ِ ِ ِ ِ
َ َ‫اْلَ ْمَر َو َعاصَرَىا َوُم ْعتَصَرَىا َو َشا ِربَ َها َو َحاملَ َها َوال َْم ْح ُمولَةَ إِلَْيو َوبَائ َع َها َوُمْبت‬ْ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abu Abdurrahman telah
menceritakan kepada kami Haiwah telah mengabarkan kepadaku Malik bin
Khair Az Ziyadi bahwa Malik bin Sa'd An Nujibi menceritakan kepadanya;
bahwasanya dia mendengar Ibnu Abbas berkata; aku mendengar Rasulullah 
bersabda: "Aku didatangi Jibril lalu berkata; 'Wahai Muhammad, sesungguhnya
Allah 'azza wajalla telah melaknat khamer, pemerasnya, yang menyuruh
memerasnya, peminumnya, penyuguhnya, yang disuguhinya, penjualnya,
pembelinya, penuangnya dan yang minta dituangkan.'" Lihat dalam
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama
dengan telkom Indonesia kitab Musnad Ahmad No 2747

Al-Buyu’ (Jual Beli) 25


Wismanto Abu Hasan

Begitu juga menjual rokok dan tembakau. Rokok


benda yang jelek dan dapat menyebabkan sakit. Semua
sifat jelek ada pada rokok, dan ia sama sekali tidak ada
manfaatnya. Madharatnya sangat banyak. Para perokok
itu orang paling jelek bau dan penampilannya. Teman
duduk yang paling berat adalah perokok. Jika dia duduk
di sampingmu atau berdampingan dikendaraan, lalu
bernapas didepanmu, engkau akan tersiksa oleh bau
napasnya. Apalagi kalau ia menyulut rokok dan asapnya
berputar-putar di hadapanmu, tentu ini lebih berat lagi.
Merokok juga berarti membuang-buang harta,
waktu, merusak kesehatan, mengotori wajah,
menghitamkan bibir, mengotori gigi. Banyak penyakit
yang disebabkan oleh rokok.
Jadi ditinjau dari berbagai sudut, rokok itu jelek
dan tidak ada manfaatnya sama sekali. Sehingga tidak
disangsikan lagi, rokok itu haram.
Para ulama menjadikan ayat berikut ini sebagai
dalil penguat haramnya rokok ;
          
Artinya : Dan janganlah kamu membunuh dirimu ;
Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu. (Q.S. An-Nisa’, 4 : 29)

Dalil ini sejalan dengan iklan yang ada di kotak


rokok ; ‚Rokok ini membunuhmu!‛.
Masalah ini telah melanda kaum muslimin, dan
banyak yang meremehkannya. Kadang ada di antara
kaum muslimin yang tidak merokok dan tidak suka
dengan rokok, tetapi (anehnya) ia menjual rokok karena
ia senang menumpuk harta dengan segala cara. Orang-
orang ini tidak mengetahui, bahwa jual-beli rokok ini
akan merusak seluruh hasil usaha mereka. Yaitu hasil
penjualan rokok bercampur-aduk dengan hasil

26 Al-Buyu’ (Jual Beli)


Wismanto Abu Hasan

perniagaan atau usaha lainnya sehingga mengakibatkan


rusaknya harta yang diusahakannya secara halal.

c. Di antara jual beli yang dilarang ialah, menjual berbagai


macam alat musik.
Seperti seruling, kecapi, perangkat-perangkat
musik dan semua alat-alat yang dipergunakan untuk
perbuatan sia-sia. Meskipun alat-alat itu diberi istilah lain,
seperti alat-alat kesenian. Maka haram bagi kaum muslim
untuk menjual semua alat dan perangkat-perangkat itu.
Seharusnya alat-alat tersebut dimusnahkan dari negeri
kaum muslimin agar tidak tersisa.

d. Di antara jual beli yang dilarang ialah, menjual gambar.


Nabi  melarang berjualan ashnam, maksudnya
ialah gambar. Pada dasarnya ashnam itu adalah gambar
patung, baik patung khayalan, burung, binatang ternak
atau manusia.
Semua gambar makhluk yang bernyawa itu, haram
untuk dijual dan hasil penjualannya juga haram.
Rasulullah  melaknat para pelukis dan
memberitahukan, mereka adalah manusia yang paling
berat siksanya pada hari Kiamat nanti. Begitu juga, tidak
boleh menjual majalah-majalah yang bergambar,
terutama yang memuat gambar-gambar cabul.
Gambar, disamping diharamkan, ia juga menebar
fitnah. Karena tabiat seorang manusia, jika melihat
gambar atau photo gadis cantik yang menampakkan
sebagian kecantikan atau sebagian anggota tubuhnya,
biasanya akan membangkitkan syahwatnya, yang kadang
mendorongnya untuk melakukan perbuatan keji dan
tindakan kriminal.
Begitulah yang diinginkan setan yang berwujud jin
dan manusia dengan menebarkan dan memperjual-

Al-Buyu’ (Jual Beli) 27


Wismanto Abu Hasan

belikan gambar ini. Apatah lagi menjual film porno atau


video yang berisi gambar-gambar wanita telanjang serta
berperilaku bejat dan keji.
Gambar-gambar inilah yang telah menfitnah
(menipu) banyak wanita dan para pemuda serta
membuat mereka menyukai perbuatan keji. Film-film
seperti ini tidak boleh dijual, bahkan wajib atas seorang
muslim untuk mencegah, memusnahkan dan
menyingkirkannya dari tengah-tengah kaum muslimin.
Orang yang membuka tempat untuk menjual film porno
(cabul), berarti telah membuka tempat untuk bermaksiat
dan mengusahakan harta haram, dan mengundang
murka Allah. Bahkan ia berarti telah membuka tempat
fitnah dan tempat mangkal bagi setan.

e. Termasuk jual beli yang dilarang, yaitu menjual kaset-


kaset berisi lagu-lagu cabul, suara penyanyi yang diiringi
musik. Isinya bercerita tentang asmara, cinta atau
menyanjung wanita.
Lagu-lagu ini haram untuk didengar, direkam,
dijual. Hasil penjualannya termasuk dalam kategori hasil
yang haram dan dilarang oleh Rasulullah . Karena lagu-
lagu ini menebarkan kerusakan, perbuatan nista,
merusak akhlak, serta membuka jalan bagi keburukan
agar sampai ke rumah-rumah kaum muslimin.

f. Termasuk jual beli yang dilarang ialah, menjual barang


yang dimanfaatkan oleh pembeli untuk sesuatu yang
haram.
Jika seorang penjual mengetahui dengan pasti,
bahwa si pembeli akan menggunakan barang yang
dibelinya untuk sesuatu yang diharamkan, maka akad
jual beli ini hukumnya haram dan bathil. Jual beli seperti

28 Al-Buyu’ (Jual Beli)


Wismanto Abu Hasan

ini termasuk tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan


permusuhan. Allah  berfirman :
‫اْل ِْث َوالْ ُع ْد َو ِان‬
ِْ ‫َوتَ َع َاونُوا َعلَى الِْ ِّْب َوالتَّ ْقو ٰى ۚ َوََل تَ َع َاونُوا َعلَى‬
َ
Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. (Q.S. Al-Maidah, 5 :2).

Misalnya seseorang yang membeli anggur atau


kurma untuk membuat khamr, membeli senjata untuk
membunuh seorang muslim, menjual senjata kepada
perampok, para pemberontak atau kepada pelaku
kerusakan. Begitu juga hukum menjual barang kepada
seseorang yang diketahui akan menggunakannya untuk
mendukung sesuatu yang diharamkan Allah, atau
mengunakan barang itu untuk sesuatu yang haram, maka
seorang pembeli seperti ini tidak boleh dilayani.

g. Termasuk jual beli yang dilarang, yaitu menjual barang


yang tidak ia miliki.
Misalnya, seorang pembeli datang kepada seorang
pedagang mencari barang tertentu. Sedangkan barang
yang dicari tersebut tidak ada pada pedagang itu.
Kemudian antara pedagang dan pembeli saling sepakat
untuk melakukan akad dan menentukan harga dengan
dibayar sekarang ataupun nanti, sementara itu barang
belum menjadi hak milik pedagang atau si penjual.
Pedagang tadi kemudian pergi membeli barang dimaksud
dan menyerahkan kepada si pembeli.
Jual beli seperti ini hukumnya haram, karena si
pedagang menjual sesuatu yang barangnya tidak ada
padanya, dan menjual sesuatu yang belum menjadi
miliknya, jika barang yang diinginkan itu sudah
ditentukan. Dan termasuk menjual hutang dengan

Al-Buyu’ (Jual Beli) 29


Wismanto Abu Hasan

hutang, jika barang yang diinginkan tidak jelas harganya


dibayar di belakang.
Rasulullah  telah melarang cara berjual beli
seperti ini. Dalam suatu riwayat, ada seorang sahabat
bernama Hakim bin Hazam  berkata kepada Rasulullah
 : ‚Wahai, Rasulullah. Seseorang datang kepadaku. Dia
ingin membeli sesuatu dariku, sementara barang yang
dicari tidak ada padaku. Kemudian aku pergi ke pasar
dan membelikan barang itu‛. Rasulullah  bersabda :
‫س ِعْن َد َك‬ ِ
َ ‫ََل تَب ْع َما لَْي‬
Artinya : "Janganlah engkau menjual apa yang tidak
engkau miliki!"14

Demikian ini menunjukkan adanya larangan yang


tegas, bahwa seseorang tidak boleh menjual sesuatu
kecuali telah dimiliki sebelum akad, baik dijual cash
ataupun tempo. Masalah ini tidak boleh diremehkan.
Pedagang yang hendak menjual sesuatu kepada
seseorang, hendaknya dia menjamin keberadaan
barangnya di tempatnya atau di tokonya, gudangnya,
show roomnya atau di toko bukunya. Kemudian jika ada
orang yang mau membelinya, dia bisa menjualnya cash
atau tempo.

14
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫ول اللَّ ِو يَأْتِ ِيِن‬ َ َ‫ك عَ ْن َح ِكي ِم بْ ِن ِحَزٍام ق‬
َ ‫ال يَا َر ُس‬ َ ‫اى‬َ ‫ف بْ ِن َم‬َ ‫وس‬ ِ
ُ ُ‫َّد َحدَّثَنَا أَبُو َع َوانَةَ َع ْن أَِِب ب ْش ٍر َع ْن ي‬ ٌ ‫َحدَّثَنَا ُم َسد‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫س عنْ َد َك‬
َ ‫ال ََل تَب ْع َما لَْي‬
َ ‫السوق فَ َق‬
ُّ ‫س عنْدي أَفَأَبْتَاعُوُ لَوُ م ْن‬ ُ ‫الر ُج ُل فَ ُِْي‬
َ ‫يد م ِِّن الْبَ ْي َع لَْي‬ َّ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan
kepada kami Abu 'Awanah dari Abu Bisyr dari Yusuf bin Mahik dari Hakim bin
Hizam ia berkata, "Wahai Rasulullah, seorang laki-laki datang kepadaku ingin
membeli sesuatu yang tidak aku miliki, apakah boleh aku membelikan
untuknya dari pasar? Beliau bersabda: "Janganlah engkau menjual apa yang
tidak engkau miliki!" Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9
imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Sunan Abu
Daud No 3040

30 Al-Buyu’ (Jual Beli)


Wismanto Abu Hasan

h. Termasuk jual beli yang dilarang ialah, jual beli secara


‘inah.
Apakah maksud jual beli dengan ‘inah itu? Yaitu
engkau menjual suatu barang kepada seseorang dengan
pembayaran tempo (bayar di belakang), kemudian
engkau membeli barang itu lagi (dari pembeli tadi)
dengan harga yang lebih murah, tetapi dengan
pembayaran kontan yang engkau serahkan kepada
pembeli. Ketika sudah sampai tempo pembayaran,
engkau minta dia membayar penuh (sesuai dengan harga
yang kita berikan saat dia membeli barang pada kita).
Ini disebut jual beli ‘inah (benda), karena benda
yang dijual kembali lagi kepada si pedagang semula. Ini
adalah haram. Karena hanya bersifat untuk menyiasati
riba. Seakan engkau menjual dirham sekarang dengan
beberapa dirham di masa yang akan datang, lalu engkau
jadikan barang tadi sebagai alat untuk menyiasati riba.
Jika engkau memberikan hutang kepada seseorang
dengan menyerahkan barang dagangan dengan
pembayaran tempo, seharusnya engkau membiarkan
orang tadi menjual barang tersebut kepada orang selain
engkau, atau membiarkan dia berbuat apa saja atas
barang tersebut, disimpan atau dijual kepada orang lain
jika dia memang membutuhkan uang.
Rasulullah  bersabda :
‫اب الْبَ َق ِر َوتَبَايَ ْعتُ ْم بِالْعِينَ ِة لَيُ ْل ِزَمنَّ ُك ْم اللَّوُ َم َذلَّةً ِِف‬ِ َ‫َخ ْذ ُْت بِأَ ْذن‬ ِْ ‫لَئِن تَرْكتُم‬
َ ‫اْل َه َاد َوأ‬ ْ َ ْ
ِ‫ك عْن ُكم ح َّّت تَتُوبوا إِ ََل اللَّ ِو وتَرِجعوا علَى ما ُكْنتُم علَيو‬ ِ
َْ ْ َ َ ُ ْ َ ُ َ ْ َ ُّ ‫ِرقَاب ُك ْم ََل تَْن َف‬
Artinya : "Jika kalian telah meninggalkan jihad,
memegang ekor-ekor sapi dan saling berjual beli
dengan system 'inah (riba), niscaya Allah akan
menimpakan kehinaan atas kalian, ia tidak akan
bisa lepas dari kalian hingga kalian bertaubat
kepada Allah dan kembali kepada jalan yang
semestinya atas kalian."15
15
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :

Al-Buyu’ (Jual Beli) 31


Wismanto Abu Hasan

i. Di antara jual beli yang terlarang, yaitu najasy (menawar


harga tinggi untuk menipu pengunjung lainnya).
Misalnya, dalam suatu transaksi atau pelelangan,
ada penawaran atas suatu barang dengan harga tertentu,
kemudian ada seseorang yang menaikkan harga
tawarnya, padahal ia tidak berniat untuk membelinya.
Dia hanya ingin menaikkan harganya untuk memancing
pengunjung lainnya dan untuk menipu para pembeli,
baik orang ini bekerjasama dengan penjual ataupun
tidak.
Orang yang menaikkan harga, padahal tidak
berminat untuk membelinya telah melanggar larangan
Rasulullah , sebagaimana dalam sabdanya :
ِ ‫َّج‬
‫ش‬ ْ ‫الرْكبَا َن َونَ َهى َع ْن الن‬
ُّ ‫ََل تَلَق َّْوا‬
Artinya : "Janganlah kalian menghadang (dengan
maksud membeli) (kafilah dagang) di jalan dan
belum sampai rumahnya." Dan beliau juga
melarang jual beli Najasy.16

ِّ ِ‫ب َع ِن ابْ ِن ُع َمَر َع ْن الن‬


‫َِّب‬ ٍ ‫اب َع ْن َش ْه ِر بْ ِن َح ْو َش‬ ٍ َ‫ك بْ ِن أَِِب َغنِيَّةَ أَنْبأَنَا أَبو جن‬ ِ ِ‫حدَّثَنَا َُْيَي بن َعب ِد الْمل‬
َ ُ َ َ ْ ُْ َ َ
ًَّ‫اب الْبَ َق ِر َوتَبَايَ ْعتُ ْم بِالْعِينَ ِة لَيُلْ ِزَمنَّ ُك ْم اللَّوُ َم َذلة‬
ِ َ‫َخ ْذ ُْت بِأَ ْذن‬ ِ ِ
َ ‫ال لَئ ْن تََرْكتُ ْم ا ْْل َه َاد َوأ‬ َّ ِ َّ
َ َ‫صلى اللوُ َعلَْيو َو َسل َم ق‬ َّ َ
ِ‫ك عْن ُكم ح َّّت تَتوبوا إِ ََل اللَّ ِو وتَرِجعوا علَى ما ُكْنتم علَيو‬ ِ ِ
ْ َ ُْ َ َ ُ ْ َ ُ ُ َ ْ َ َ ْ َ ْ َ ‫ِِف‬ ُّ ‫ف‬ ‫ن‬ ‫ت‬ ‫َل‬َ ‫م‬ ‫ك‬
ُ ‫ب‬ ‫ا‬ ‫ق‬
‫ر‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Abdul Malik bin Abu
Ghaniyah telah memberitakan kepada kami Abu Janab dari Syahr bin Hausyab
dari Ibnu Umar dari Nabi , beliau bersabda : "Jika kalian telah meninggalkan
jihad, memegang ekor-ekor sapi dan saling berjual beli dengan system 'inah
(riba), niscaya Allah akan menimpakan kehinaan atas kalian, ia tidak akan bisa
lepas dari kalian hingga kalian bertaubat kepada Allah dan kembali kepada
jalan yang semestinya atas kalian." Lihat dalam Ensiklopedi Hadits
Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom
Indonesia kitab Musnad Ahmad No 4765
16
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫الرْكبَا َن‬ َ َ‫صلَّى اللَّوُ َعلَيْ ِو َو َسلَّ َم ق‬
ُّ ‫ال ََل تَلَق َّْوا‬ َ ‫َِّب‬ َّ ‫ك َع ْن نَافِ ٍع َع ِن ابْ ِن عُ َمَر أ‬
َّ ِ‫َن الن‬ ٌ ِ‫َّاد بْ ُن َخالِ ٍد َحدَّثَنَا َمال‬
ُ ‫َحدَّثَنَا َْح‬
ِ ‫َّج‬
‫ش‬ ْ ‫َونَ َهى َع ْن الن‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Hammad bin Khalid telah
menceritakan kepada kami Malik dari Nafi' dari Ibnu Umar bahwasanya, Nabi 
bersabda: "Janganlah kalian menghadang (dengan maksud membeli) (kafilah
dagang) di jalan dan belum sampai rumahnya." Dan beliau juga melarang jual
beli Najasy. Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam,

32 Al-Buyu’ (Jual Beli)


Wismanto Abu Hasan

Atau dalam lafazh yang lain :


‫اج ُش ْوا‬
َ َ‫َلَ تَن‬
Artinya : Janganlah kalian melakukan jual beli
najasy

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Said


al Khudri, Rasulullah juga menyebutkan tentang larangan
jual beli najasy, hadits tersebut adalah :
ِ ِ ‫َن النَِِّب صلَّى اللَّو علَي ِو وسلَّم نَهى عن‬
ُ‫َجُره‬ َ َّ َ‫استْئ َجا ِر ْاْلَج ِْي َح َّّت يُب‬
ْ ‫ني لَوُ أ‬ ْ َْ َ َ ََ َْ ُ َ َّ َّ ‫أ‬
ْ ‫س َوإِلْ َق ِاء‬
‫اْلَ َج ِر‬ ِ ‫ش َواللَّ ْم‬
ِ ‫َّج‬
ْ ‫َو َع ْن الن‬
Artinya : "Nabi  melarang untuk mempekerjakan
seseorang hingga dijelaskan dahulu bayaran yang
akan didapatnya, dan beliau juga melarang jual
beli najasy (menaikkan harga untuk menipu
pembeli), lams (barangsiapa memegang maka ia
wajib membelinya) dan melempar batu (barang
yang terkena lemparan harus dibeli)." 17

Oleh karenanya, orang yang tidak berminat


membeli dan tidak tertarik pada suatu barang,
hendaknya tidak ikut campur dan tidak menaikkan
harga. Biarkan para pengunjung (pembeli) yang berminat
untuk saling tawar-menawar sesuai harga yang
diinginkan.

Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Musnad Ahmad


No 6162
17
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم نَ َهى‬ ٍ ِ‫َّاد عن إِب ر ِاىيم عن أَِِب سع‬ ٍ
َ ‫َِّب‬ ِّ ‫اْلُ ْد ِر‬
َّ ‫ي أ‬
َّ ِ‫َن الن‬ ْ ‫يد‬ َ ْ َ َ َ ْ ْ َ ‫َّاد َع ْن َْح‬ ٌ ‫َحدَّثَنَا أَبُو َك ِام ٍل َحدَّثَنَا َْح‬
‫س َوإِلْ َق ِاء ا ْْلَ َج ِر‬
ِ ‫ش َواللَّ ْم‬
ِ ‫َّج‬
ْ ‫َجُرهُ َو َع ْن الن‬
ْ ‫ني لَوُ أ‬
ِ ِ ‫عن‬
َ َّ َ‫استئْ َجا ِر ْاْلَج ِْي َح َّّت يُب‬
ْ َْ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abu Kamil berkata; telah
menceritakan kepada kami Hammad dari Hammad dari Ibrahim dari Abu Sa'id
Al Khudri ia berkata; "Nabi  melarang untuk mempekerjakan seseorang
hingga dijelaskan dahulu bayaran yang akan didapatnya, dan beliau juga
melarang jual beli najasy (menaikkan harga untuk menipu pembeli), lams
(barangsiapa memegang maka ia wajib membelinya) dan melempar batu
(barang yang terkena lemparan harus dibeli)." Lihat dalam Ensiklopedi Hadits
Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom
Indonesia kitab Musnad Ahmad N0 11139

Al-Buyu’ (Jual Beli) 33


Wismanto Abu Hasan

Mungkin ada sebagian orang yang kasihan kepada


sipenjual, kemudian ia bermaksud membantu agar
sipenjual kian bertambah keuntungannya, sehingga ia
menambahkan harga. Menurutnya, yang ia lakukan akan
menguntungkan penjual. Atau ada kesepakatan antara
sipenjual dengan beberapa kawannya untuk menaikkan
harga barang. Harapannya, agar pembeli yang datang
menawar dengan harga yang lebih tinggi. Ini juga
termasuk najasy dan juga haram, mengandung unsur
penipuan dan mengambil harta dengan cara bathil.
Termasuk jual beli najasy –sebagaimana
disebutkan oleh ulama ahli fikih- yaitu perkataan seorang
penjual ‚aku telah membeli barang ini dengan harga
sekian‛, padahal dia berbohong. Tujuannya untuk
menipu para pembeli agar membelinya dengan harga
tinggi. Atau perkataan penjual ‚aku berikan barang ini
dengan harga sekian‛, atau perkataan ‚barang ini
dihargai sekian‛, padahal dia berbohong. Dia hendak
menipu para pengunjung agar menawar dengan harga
lebih tinggi dari harga palsu yang dilontarkannya. Ini juga
termasuk najasy yang dilarang Rasulullah . Termasuk
perbuatan khianat, menipu dan perbuatan bohong yang
akan dihisab di hadapan Allah .
Para pedagang wajib menjelaskan harga
sebenarnya jika ditanya oleh pembeli ‚anda membelinya
dengan harga berapa?‛ Beritahukan harga yang
sebenarnya. Jangan dijawab ‚barang ini dijual kepada
saya dengan harga sekian‛, padahal dia berbohong.
Termasuk dalam masalah ini, yaitu jika seorang
pedagang di pasar atau pemilik toko sepakat tidak akan
menaikkan harga tawar, jika ada penjual yang datang
menawarkan barang, agar penjual terpaksa menjualnya
dengan harga murah. Dalam hal ini, mereka melakukan

34 Al-Buyu’ (Jual Beli)


Wismanto Abu Hasan

kerjasama. Ini juga termasuk najasy dan mengambil


harta manusia dengan cara haram.

j. Diantara jual beli yang dilarang ialah, seorang muslim


melakukan akad jual beli di atas akad saudaranya.
Rasulullah  bersabda :
ٍ ‫ض ُك ْم َعلَى ِخطْبَ ِة بَ ْع‬
‫ض‬ ُ ‫ب بَ ْع‬
ْ ُ‫ض َوََل َْيط‬ ُ ‫ََل يَبِ ْع بَ ْع‬
ٍ ‫ض ُك ْم َعلَى بَْي ِع بَ ْع‬
Artinya : "Janganlah sebagian kalian menjual
barang yang sedang ditawar oleh sebagian dari
kalian, dan janganlah sebagian dari kalian
meminang wanita yang ada dalam pinangan
sebagian dari kalian."18

Misalnya, seseorang mencari barang, dan dia


membelinya dari seorang pedagang. Lalu pedagang ini
memberikan hak pilih (jadi atau tidak) kepada si pembeli
dalam tempo selama dua atau tiga hari atau lebih. Pada
masa-masa ini, tidak boleh ada pedagang lain yang
masuk dan mengatakan kepada si pembeli tadi
‚tinggalkan barang ini, dan saya akan memberikan
barang sejenis dengan kwalitas yang lebih baik dan harga
lebih murah‛. Penawaran seperti ini merupakan
18
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
َ َ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ق‬ ِ
ُ ‫ال ََل يَبِ ْع بَ ْع‬
‫ض ُك ْم َعلَى بَْي ِع‬ ِّ ِ‫ث َع ْن نَاف ٍع َع ْن ابْ ِن ُع َمَر َع ْن الن‬
َ ‫َِّب‬ ُ ْ‫َحدَّثَنَا قُتَ ْيبَةُ َحدَّثَنَا اللَّي‬
‫يث ابْ ِن‬ ِ ِ َ َ‫ال َوِِف الْبَاب َع ْن أَِِب ُىَريْ َرةَ َو ََسَُرةَ ق‬ ٍ ‫ض ُك ْم َعلَى ِخطْبَ ِة بَ ْع‬ ٍ ‫بَ ْع‬
ُ ‫يسى َحد‬ َ ‫ال أَبُو ع‬ َ َ‫ض ق‬ ُ ‫ب بَ ْع‬ ْ ُ‫ض َوََل يَْط‬
‫َخ ِيو‬ِ ‫الرجل علَى سوِم أ‬ َ َ‫صلَّى اللَّوُ عَلَْي ِو َو َسلَّ َم أَنَّوُ ق‬ ِ ‫يث حسن‬ ِ
ْ َ َ ُ ُ َّ ‫وم‬ ُ ‫ال ََل يَ ُس‬ َ ‫َِّب‬ِّ ِ‫ي َع ْن الن‬َ ‫يح َوقَ ْد ُرِو‬ ٌ ‫صح‬ َ ٌ َ َ ٌ ‫عُ َمَر َحد‬
َّ ‫ض أ َْى ِل الْعِلْ ِم ُى َو‬ ِ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ِعنْ َد بَ ْع‬ ِ ِ
‫الس ْوُم‬ َ ‫َِّب‬ِّ ِ‫َوَم ْع ََن الْبَ ْي ِع ِِف َى َذا ا ْْلَديث َع ْن الن‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan
kepada kami Al Laits dari Nafi' dari Ibnu Umar dari Nabi , beliau bersabda:
"Janganlah sebagian kalian menjual barang yang sedang ditawar oleh sebagian
dari kalian, dan janganlah sebagian dari kalian meminang wanita yang ada
dalam pinangan sebagian dari kalian." Ia mengatakan; Dalam hal ini ada hadits
serupa dari Abu Hurairah dan Samurah. Abu Isa berkata; Hadits Ibnu Umar
adalah hadits hasan shahih dan telah diriwayatkan dari Nabi  bahwa beliau
bersabda: "Seseorang tidak boleh menawar barang yang sedang ditawar
saudaranya." Dan menurut para ulama, makna menjual dalam hadits ini dari
Nabi  adalah menawar. Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9
imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Sunan
Tirmidzi No 1213

Al-Buyu’ (Jual Beli) 35


Wismanto Abu Hasan

perbuatan haram, karena berjualan di atas akad jual beli


saudaranya.
Selama penjual memberikan hak pilih kepada
calon pembeli, maka biarkanlah calon pembeli berpikir,
jangan ikut campur. Jika calon pembeli mau, ia bisa
melanjutkan akad jual beli atau membatalkan akad. Jika
akadnya sudah rusak dengan sendirinya, maka engkau
boleh menawarkan barang kepadanya.
Begitu juga membeli di atas pembelian
saudaranya, hukumnya haram. Misalnya, jika ada
seseorang mendatangi pedagang hendak membeli suatu
barang dengan harga tertentu, lalu dia memberikan hak
pilih kepada pedagang (jadi dijual atau tidak) selama
beberapa waktu. Maka selama masa memilih ini, tidak
boleh ada orang lain ikut campur, pergi ke pedagang
seraya mengatakan ‚saya akan membeli barang ini
darimu dengan harga yang lebih tinggi dari tawaran si
fulan‛. Demikian ini merupakan perbuatan haram.
Karena dalam perbuatan ini tersimpan banyak madharat
bagi kaum muslimin, pelanggaran hak-hak kaum
muslimin, menyakitkan hati mereka. Karena jika orang
ini mengetahui bahwa engkau ikut campur dan merusak
akad antara dia dengan pembeli atau penjual, dia akan
merasa marah, dongkol dan benci. Bahkan mungkin dia
mendoakan keburukkan bagimu, karena engkau telah
menzhaliminya.

k. Di antara jual beli yang dilarang ialah, menjual dengan


cara menipu.
Engkau menipu saudaramu dengan cara menjual
barang yang engkau ketahui cacat tanpa menjelaskan
cacat kepadanya. Jual beli seperti ini tidak boleh, karena
mengandung unsur penipuan dan pemalsuan. Para
penjual seharusnya memberitahukan kepada pembeli,

36 Al-Buyu’ (Jual Beli)


Wismanto Abu Hasan

jika barang yang hendak dijual tersebut dalam keadaan


cacat. Kalau tidak menjelaskan, berarti ia terkena
ancaman Rasulullah  dalam sabdanya :
‫ص َدقَا َوبَيَّ نَا بُوِرَك ََلَُما ِِف بَْيعِ ِه َما َوإِ ْن َك َذبَا‬ ِْ ِ‫ان ب‬
َ ‫اْليَا ِر َما ََلْ يَتَ َفَّرقَا فَِإ ْن‬
ِ ‫الْب يِّ ع‬
ََ
‫ت بََرَكةُ بَْيعِ ِه َما‬
ْ
َِ ُ ‫وَكتما‬
‫ق‬ ‫م‬ ََ َ
Artinya : "Dua orang yang melakukan jual beli
boleh melakukan khiyar (pilihan untuk
melangsungkan atau membatalkan jual beli)
selama keduanya belum berpisah", Atau sabda
Beliau: "hingga keduanya berpisah. Jika keduanya
jujur dan menampakkan cacat dagangannya maka
keduanya diberkahi dalam jual belinya dan bila
menyembunyikan cacatnya dan berdusta maka
akan dimusnahkan keberkahan jual belinya". 19

Suatu ketika Rasulullah  melewati seorang


pedagang di pasar. Di samping pedagang tersebut
terdapat seonggok makanan. Beliau  memasukkan
tangannya yang mulia ke dalam makanan itu, dan Beliau
 merasakan ada sesuatu yang basah di bagian bawah
makanan. Rasulullah  bertanya kepada pedagang: ‚Apa
ini, wahai pedagang?‛ Orang itu menjawab: ‚Makanan itu
terkena air hujan, wahai Rasulullah !‛ kemudian

19
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫اْلَلِ ِيل َع ْن َعْب ِد اللَّ ِو بْ ِن‬
ْ ‫صالِ ٍح أَِِب‬
َ ‫َخبَ َرِِن َع ْن‬ ْ ‫ال قَتَ َادةُ أ‬َ َ‫َخبَ َرنَا َحبَّا ُن بْ ُن ِى ََل ٍل َحدَّثَنَا ُش ْعبَةُ ق‬ ُ ‫َح َّدثَِِن إِ ْس َح‬
ْ ‫اق أ‬
ِْ ِ‫ان ب‬ِ ‫ال الْب يِّ ع‬ ِ ِ ِ ِ ِ َ َ‫ث ق‬ ِ ‫ا ْْلا ِر‬
ْ‫اْليَا ِر َما ََل‬ َ َ َ َ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم ق‬ َ ‫َِّب‬ِّ ِ‫يم بْ َن حَزٍام َرض َي اللَّوُ َعنْوُ َع ْن الن‬ َ ‫ت َحك‬ ُ ‫ال ََس ْع‬ َ
‫ت بََرَكةُ بَْيعِ ِه َما‬ْ
َِ ُ ‫ي تَ َفَّرقَا فَِإ ْن ص َدقَا وب يَّ نَا بوِرَك ََلما ِِف ب يعِ ِهما وإِ ْن َك َذبا وَكتَما‬
‫ق‬ ‫م‬ َ َ َ َ َ ْ َ َُ ُ َ َ َ َ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Ishaq telah mengabarkan kepada
kami Habban bin Hilal telah menceritakan kepada kami Syu'bah berkata,
Qatadah mengabarkan kepadaku dari Shalih Abu Al Khalil dari 'Abdullah bin Al
Harits berkata, aku mendengar Hakim bin Hizam  dari Nabi  bersabda: "Dua
orang yang melakukan jual beli boleh melakukan khiyar (pilihan untuk
melangsungkan atau membatalkan jual beli) selama keduanya belum
berpisah", Atau sabda Beliau: "hingga keduanya berpisah. Jika keduanya jujur
dan menampakkan cacat dagangannya maka keduanya diberkahi dalam jual
belinya dan bila menyembunyikan cacatnya dan berdusta maka akan
dimusnahkan keberkahan jual belinya". Lihat dalam Ensiklopedi Hadits
Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom
Indonesia kitab Shohih Bukhari No 1968

Al-Buyu’ (Jual Beli) 37


Wismanto Abu Hasan

Rasulullah bersabda : ‚Mengapa engkau tidak


menaruhnya di atas, agar bisa diketahui oleh pembeli?
Barangsiapa yang menipu kami, maka dia tidak termasuk
golongan kami‛.
Hadits yang mulia ini sebagai salah satu kaidah
dalam muamalah jual beli dengan sesama muslim. Tidak
sepantasnya bagi seorang muslim menyembunyikan aib
barangnya. Jika ada aibnya, seharusnya diperlihatkan,
sehingga si pembeli bisa mengetahui dan mau membeli
barang dengan harga yang sesuai dengan kadar cacatnya,
bukan membelinya dengan harga barang bagus.
Betapa banyak kasus penipuan yang dapat kita
lihat sekarang. Betapa banyak orang yang
menyembunyikan aib suatu barang dengan menaruhnya
di bagian bawah, dan menaruh yang baik di bagian atas,
baik sayur mayur atau makanan lainnya. Ini dilakukan
dengan sengaja. Ini adalah perbuatan khianat.
Semoga Allah mengampuni kesalahan-kesalahan
kita dan memberikan keselamatan kepada kita. Semoga
Allah menjadikan rezeki dan usaha kita halal. Dan
semoga Allah mencurahkan rezeki kepada kita.
‫ب‬ ِ ِ ِ ‫أَللَّه َّم ا ْغنِنا ِِبَلَلِك عن حر ِامك وبَِف‬
ْ ُ‫ك َع َّم ْن س َو َاك َوا ْغف ْرلَنَا َو ْارْحَْنَ َاوت‬
َ ‫ضل‬
ْ َ َ ََ ْ َ َ َ َ ُ
‫الرِحْي ُم‬
َّ ‫اب‬
ُ ‫َّو‬
َّ ‫ت الت‬ َ ‫َعلَْي نَا إِن‬
َ ْ‫َّك أَن‬
Artinya : Wahai, Allah . Cukupkanlah kami
dengan rezeki yang halal, bukan dari yang haram.
Cukupkanlah kami dengan karunia bukan dari yang
lain. Ampunilah kami dan kasihanilah kami.
Terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkau
Maha penerima taubat lagi Maha penyayang.

5. BENTUK TRANSAKSI JUAL BELI KONTENPORER 20


Imam Nawawi berkata, "Larangan jual-beli gharar
merupakan salah satu dasar yang sangat prinsip dalam

20
Sumber : Harta Haram Mu'amalat Kontemporer, Ust Erwandi Tarmizi
MA

38 Al-Buyu’ (Jual Beli)


Wismanto Abu Hasan

pembahasan muamalat, gharar terdapat dalam banyak


bentuk muamalat.
Sebagaimana dinyatakan oleh Imam Nawawi bahwa
gharar sering terdapat dalam muamalat, sama juga halnya
dengan muamalat kontemporer, tidak terlepas dari gharar,
dengan porsi yang berbeda-beda.
Terkadang gharar tersebut merusak keabsahan
sebuah akad muamalat dan terkadang tidak, karena bisa
jadi kadarnya dalam akad relatif kecil, atau keberadaanya
hanya sebagai pengikut, atau transaksi tersebut sangat
dibutuhkan oleh orang banyak, atau akadnya adalah hibah.
Berikut ini, beberapa muamalat kontemporer yang
mengandung gharar. Sebagian bentuknya diharamkan oleh
seluruh para ulama dan sebagian lagi hukumnya
diperselisihkan,
a. Jual-Beli Barang Melalui Telepon dan Internet
Kemajuan di bidang teknologi informatika juga
merambat kepada kemajuan di bidang perdagangan.
Dahulu, sebuah transaksi niaga hanya dapat
dilakukan dengan cara kedua belah pihak hadir dalam
satu majelis, namun dengan adanya telepon dan internet
maka jarak yang jauh antara dua pihak yang bertransaksi
bukan lagi menjadi penghalang untuk
melangsungkannya.
Berbagai jenis transaksi dapat dilakukan melalui
media telepon dan internet, seperti jual beli barang/jasa,
penukaran mata uang, penarikan uang tunai, pengiriman
uang, dan lain sebagainya. Khusus transaksi perbankan,
kemajuan teknologi informatika sangat dirasakan
manfaatnya.
Namun bagaimanakah syariat menyikapinya?
Para ulama sepakat bahwa transaksi yang
disyaratkan tunai serah terima barang dan uang tidak
dibenarkan untuk dilakukan melalui telepon dan

Al-Buyu’ (Jual Beli) 39


Wismanto Abu Hasan

internet, seperti jual-beli emas dan perak maka tidak sah


membeli emas/perak melalui internet dengan cara uang
ditransfer ke rekening milik penjual, kemudian emas
diterima pembeli beberapa waktu setelah uang
ditransfer, karena ini termasuk riba nasi'ah, yang nanti
akan dijelaskan dalam pembahasan riba ba'i. Kecuali
objek yang diperjual-belikan dapat diserah-terimakan
saat itu juga, seperti penukaran mata uang asing melalui
ATM maka hukumnya boleh.
Sebagai ilustrasi:
A memiliki tabungan dalam bentuk rupiah di salah
satu bank di Indonesia. Pada saat A berada di luar negeri
A membutuhkan uang dollar Amerika. Lalu A menarik
uang tunai dalam bentuk dollar menggunakan kartu ATM-
nya pada salah satu anjungan milik bank di negeri ia
berada.
Hal ini dibolehkan dan tidak termasuk riba ba'i,
karena yang terjadi adalah penukaran uang rupiah
dengan dollar secara tunai dengan harga kurs di hari itu.
Hukum di atas berdasarkan keputusan Majma' Al
Fiqh AI Islami (divisi fikih OKI) No. 52 (3/6) tahun 1990,
setelah menjelaskan kaidah dalam transaksi
menggunakan sarana komunikasi modern, disebutkan,
"Kaidah-kaidah yang telah disebutkan di atas tidak dapat
diterapkan untuk akad nikah karena disyaratkan harus
ada saksi, juga tidak dapat diterapkan untuk sharf (tukar-
menukar mata uang, atau jual beli emas dan perak)
karena disyaratkan harus serah-terima barang dan uang
secara tunai".
Untuk barang yang tidak disyaratkan serah terima
tunai dalam jual-belinya, yaitu seluruh jenis barang,
kecuali emas/perak dan mata uang maka jual beli
melalui internet dapat ditakhrij dengan jual-beli melalui

40 Al-Buyu’ (Jual Beli)


Wismanto Abu Hasan

surat-menyurat. Adapun jual-beli melalui telepon


merupakan jual beli langsung dalam akad ijab dan qabul.
Sebagaimana diputuskan oleh Majma' Al Fiqh Al
Islami (divisi Fikih OKI) keputusan No. 52 (3/6) tahun
1990, yang berbunyi "Apabila akad terjadi antara dua
orang yang berjauhan tidak berada dalam satu majlis dan
pelaku transaksi, satu dengan lainnya tidak saling
melihat, tidak saling mendengar rekan transaksinya, dan
media antara mereka adalah tulisan atau surat atau
orang suruhan, hal ini dapat diterapkan pada faksmili,
teleks, dan layar komputer (internet), Maka akad
berlangsung dengan sampainya ijab dan qabul kepada
masing-masing pihak yang bertransaksi."
Bila transaksi berlangsung dalam satu waktu
sedangkan kedua belah pihak berada di tempat yang
berjauhan, hal ini dapat diterapkan pada transaksi
melalui telepon ataupun telepon seluler, maka ijab dan
qabul yang terjadi adalah langsung seolah-olah keduanya
berada dalam satu tempat".
Dalam transaksi menggunakan internet,
penyediaan aplikasi permohonan barang oleh pihak
penjual di situs merupakan ijab dan pengisian serta
pengiriman aplikasi yang telah diisi oleh pembeli
merupakan qabul. Adapun barang hanya dapat dilihat
gambarnya serta dijelaskan spesifikasinya dengan
lengkap, dengan penjelasan yang dapat mempengaruhi
harga jual barang.
Setelah ijab dan qabul berlangsung pihak penjual
meminta pembeli untuk mentransfer uang ke rekening
bank milik penjual. Dan setelah uang diterima, penjual
mengirim barang kepada pembeli melalui jasa
pengiriman barang.
Karena fisik barang yang diperjual-belikan tidak
dapat disaksikan langsung, hanya sebatas gambar dan

Al-Buyu’ (Jual Beli) 41


Wismanto Abu Hasan

penjelasan spesifikasinya, maka jual-beli ini dapat


ditakhrij dengan ba'i al ghaib ala ash shifat (jual beli
barang yang tidak dihadirkan pada majelis akad atau
tidak disaksikan langsung sekalipun hadir dalam majelis,
seperti; beli barang dalam kardus/kotak, yang hanya
dijelaskan spesifikasinya melalui kata-kata).
Pemilik situs belanja di internet bermacam-macam,
ada yang memang menjual barang yang telah dimilikinya,
dan ada yang tidak memiliki barang yang ia tampilkan
disitusnya, hanya sebatas makelar.

b. Pemilik Situs Telah Memiliki Barang yang Ditampilkan


Jika pemilik situs telah memiliki terlebih dahulu
barang yang ia tampilkan maka para ulama berbeda
pendapat tentang keabsahan hukumnya. Perbedaan
pendapat ini disebabkan oleh perbedaan mereka dalam
hukum ba 'i al ghaib ala ash shifat :
Pendapat pertama: jual beli barang yang tidak
disaksikan pada saat akad sekalipun barang tersebut
ada, hukumnya tidak sah. Pendapat ini merupakan
mazhab syafi'i.
An Nawawi berkata, "Pendapat yang kuat dalam
mazhab bahwa ba'i al ghaib ala ash shifat tidak sah ".
Pendapat ini berpegang kepada hadis Nabi  yang
diriwayatkan dari Abu Hurairah ,
ِ‫ول اللَّ ِو صلَّى اللَّو علَي ِو وسلَّم عن ب ي ِع الْغَرِر وعن ب ي ِع ا ْْلصاة‬
ُ ‫نَ َهى َر ُس‬
َ َ َْ ْ َ َ َ َْ ْ َ َ َ َ ْ َ ُ َ
Artinya : "Rasulullah  melarang jual beli gharar
(menimbulkan kerugian bagi orang lain) dan jual
beli hashah."21

21
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
َ َ‫َعَرِج َع ْن أَِِب ُىَريَْرةَ ق‬
‫ال نَ َهى‬ ِ ِّ ‫حدَّثَنَا ُْم ِرز بن سلَمةَ الْع َدِِنُّ حدَّثَنَا عب ُد الْع ِزي ِز بن ُم َّم ٍد عن عب ي ِد اللَّ ِو عن أَِِب‬
ْ ‫الزنَاد َع ْن ْاْل‬ َْ ْ َُ ْ َ َ ُ ْ َ َْ َ َ َ َ ُْ ُ َ
ِ‫اْلصاة‬ ِ ِ ِ ُ ‫رس‬
َ َْ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم َع ْن بَْي ِع الْغََرر َو َع ْن بَْي ِع‬
َ ‫ول اللَّو‬ َُ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Muhriz bin Salamah Al 'Adani
berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad dari
Ubaidullah dari Abu Az Zinad dari Al A'raj dari Abu Hurairah ia berkata,

42 Al-Buyu’ (Jual Beli)


Wismanto Abu Hasan

Nabi  melarang jual-beli yang mengandung unsur


gharar, dan jual-beli barang yang tidak terlihat oleh mata,
hanya sekedar penjelasan melalui kata-kata termasuk
jual beli gharar, karena objeknya tidak jelas. Dengan
demikian jual-beli barang yang tidak disaksikan fisiknya
dilarang.
Tanggapan :
Diantara ulama yang mengatakan bahwa ba'i al-
ghaib ala ash shifat tidak termasuk jual beli gharar‛,
menurut mereka karena sebuah objek barang menjadi
jelas dapat diketahui dengan indera mata (melihat
langsung), dan juga dapat diketahui dengan indera lain,
dengan cara penjelasan spesifikasi barang melalui kata-
kata baik dalam bentuk tulisan ataupun lisan. Dan syariat
menghukumi sama antara mengetahui sesuatu hal
dengan cara melihat langsung ataupun dengan sekedar
uraian katakata. Allah berfirman,
‫فَلَ َّما َجاءَ ُىم َّما َعَرفُوا َك َفُروا بِِو‬
Artinya : "Maka setelah datang kepada mereka apa
yang telah mereka ketahui mereka lalu ingkar
kepadanya". (Al Baqarah: 89).

Dalam ayat di atas Allah menghukumi kafir orang


Yahudi atas keingkaran mereka terhadap Nabi
Muhammad . Padahal mereka mengetahui Nabi
Muhammad hanya melalui penjelasan Taurat dan tidak
dengan cara menyaksikan langsung. Dan Allah
menghukumi sama antara pengetahuan dengan uraian
dan menyaksikan langsung. Begitu juga sabda Nabi 
‫ص َف َها لَِزْوِج َها َكأَََّّنَا يَْنظُُر إِلَْي َها‬ ِ
ِ َ‫اشر الْمرأَةُ الْمرأَةَ ح َّّت ت‬
َ ْ َ ْ َ ْ َ‫ََل تُب‬

"Rasulullah  melarang jual beli gharar (menimbulkan kerugian bagi orang


lain) dan jual beli hashah." Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab
9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Sunan
Ibnu Majah No 2185

Al-Buyu’ (Jual Beli) 43


Wismanto Abu Hasan

Artinya : "Janganlah seorang wanita bergaul dengan


wanita lain kemudian ia menceritakan sifatnya
kepada suaminya, seakan ia melihatnya." 22

Hadis ini sangat tegas menyatakan sama antara


penjelasan melalui kata-kata dengan melihat langsung.
Dengan demikian, maka penjelasan spesifikasi
barang melalui kata-kata sama dengan melihat langsung
sehingga tidak ada unsur gharar dalam jual-beli ini.
Pendapat kedua : ba'i aI ghaib ala ash shifat
hukumnya sah, pendapat ini merupakan mazhab
mayoritas para ulama mazhab Hanafi, Maliki dan Hanbali.
Dalil pendapat ini adalah nash-nash yang
menjelaskan bahwa hukum jual-beli pada dasarnya
adalah boleh/halal.
Allah berfirman.
‫و احل اهلل البيع‬
Artinya : "Allah telah menghalalkan jual beli". (Al
Baqarah: 275).

Ba'i al ghaib ala ash shifat termasuk jual-beli dan


hukum asal jual-beli adalah halal, dengan demikian ba'i
aI ghaib ala ash shifat hukumnya halal.
Dan tidak ada hal-hal yang menyebabkan jual-beli
ini menjadi haram maka hukumnya tetap pada asalnya
yaitu halal. Wallahu aIam,
Pendapat yang menghalalkan jual beli ba'i al ghaib
ala ash shifat lebih kuat, karena memang tidak ada hal
22
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
ِ ‫ول اللَّ ِو صلَّى اللَّو علَي ِو وسلَّم ََل تُب‬
‫اش ْر‬َ َ ََ َْ ُ َ ُ ‫ال َر ُس‬ َ َ‫ش َع ْن َش ِق ٍيق َع ْن َعْب ِد اللَّ ِو ق‬
َ َ‫ال ق‬ ْ ‫َحدَّثَنَا أَبُو ُم َعا ِويَةَ َحدَّثَنَا ْاْل‬
ُ ‫َع َم‬
‫ص َف َها لَِزْوِج َها َكأَََّّنَا يَْنظُُر إِلَْي َها‬
ِ َ‫الْمرأَةُ الْمرأََة ح َّّت ت‬
َ َْ َْ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah telah menceritakan
kepada kami Al A'masy dari Syaqiq dari Abdullah ia berkata; Rasulullah 
bersabda: "Janganlah seorang wanita bergaul dengan wanita lain kemudian ia
menceritakan sifatnya kepada suaminya, seakan ia melihatnya." Lihat dalam
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama
dengan telkom Indonesia kitab Musnad Ahmad No 3427

44 Al-Buyu’ (Jual Beli)


Wismanto Abu Hasan

yang mengubah hukumnya dari halal menjadi haram.


Tetapi perlu diingat bahwa penjelasan spesifikasi mesti
harus jelas. Bila tidak jelas seperti seorang penjual
mengatakan kepada pembeli "Saya jual baju yang ada
dalam kotak ini dengan harga sekian" tanpa ada
penjelasan tentang warna, ukuran, model, jenis, dan
hal,-hal lain yang mempengaruhi harga barang maka
hukumnya haram karena termasuk jual beli gharar.
Setelah mengetahui bahwa ba'i al ghaib ala ash
shifat dibolehkan syariat, maka hukum menjual barang
yang telah dimiliki oleh pemilik sebelum ditawarkan di
situs miliknya hukumnya juga dibolehkan.

c. Pemilik Situs Merupakan Wakil (Agent) dari Pemilik


Barang
Bila pemilik situs menawarkan barang orang lain
yang sebelumnya ia telah membuat kesepakatan dengan
pemilik barang agar dia diberi kepercayaan untuk
menjualkan barang tersebut untuk/atas nama pemilik
barang dan mendapatkan komisi dari setiap barang yang
dijualnya maka statusnya dalam pandangan syariat
adalah sebagai wakil yang sama hukumnya dengan
pemilik barang. Barang yang akan dijualkannya
dipersyaratkan telah dimiliki sebelumnya oleh pemilik
barang sebelum dijualkan oleh wakil (agent).
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Jabir bin
Abdullah  ia berkata, "Aku hendak pergi menuju
Khaibar, lalu aku mendatangi Rasulullah , aku
mengucapkan salam kepada beliau, aku berkata, "Aku
ingin pergi ke Khaibar". Maka Nabi  bersabda,
"Bila engkau mendatangi wakilku di Khaibar
ambillah darinya 15 wasq kurma Bila dia meminta bukti

Al-Buyu’ (Jual Beli) 45


Wismanto Abu Hasan

(bahwa engkau adalah wakilku) maka letakkanlah


tanganmu di atas tulang bawah lehernya" 23
Hadis sangat jelas menyatakan bahwa wakil
hukumnya sama dengan pemilik barang.

d. Pemilik Situs Belum Memiliki Barang yang Ditampilkan


dan juga Bukan Sebagai Agen
Para ulama sepakat bahwa tidak sah hukum jual-
beli jika pemilik situs tidak memiliki barang-barang yang
ia tampilkan pada situsnya. Biasanya proses ini
berlangsung sebagai berikut : pada saat pembeli telah
mengirim aplikasi permohonan barang ia hanya
menghubungi pemilik barang yang sesungguhnya tanpa
melakukan akad jual-beli, hanya sebatas konfirmasi
keberadaan barang, setelah ia meyakini keberadaan
barang lalu ia meminta pembeli untuk mentransfer uang
ke rekeningnya. Setelah uang ia terima barulah ia
membeli barang tersebut dan mengirimkannya kepada
pembeli.
Akad jual-beli ini tidak sah, karena ia menjual
barang yang bukan miliknya. Akad ini mengandung unsur
gharar, disebabkan pada saat akad berlangsung penjual
belum dapat memastikan apakah barang dapat ia
kirimkan kepada pembeli atau tidak?
Hal ini berdasarkan sabda Nabi  yang
diriwayatkan oleh Hakim bin Hizam , ia berkata,
‫س ِعْن َد َك‬ ِ
َ ‫ََل تَب ْع َما لَْي‬
Artinya : "Janganlah engkau menjual apa yang tidak
engkau miliki!"24
23
HR. Abu Daud. Menurut Ibnu Hajar sanad hadis ini hasan.
24
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫ول اللَّ ِو يَأْتِ ِيِن‬ َ َ‫ك َع ْن َح ِكي ِم بْ ِن ِحَزٍام ق‬
َ ‫ال يَا َر ُس‬ َ ‫اى‬َ ‫ف بْ ِن َم‬َ ‫وس‬ ِ
ُ ُ‫َّد َحدَّثَنَا أَبُو َع َوانَةَ َع ْن أَِِب ب ْش ٍر َع ْن ي‬ ٌ ‫َحدَّثَنَا ُم َسد‬
‫س ِعنْ َد َك‬ ِ َ ‫وق فَ َق‬
َ ْ‫ال ََل تَب ْع َما لَي‬ ُّ ‫س ِعنْ ِدي أَفَأَبْتَاعُوُ لَوُ ِم ْن‬
ِ ‫الس‬ ِ ُ ‫الرجل فَ ِْي‬
َ ْ‫يد م ِِّن الْبَ يْ َع لَي‬ ُ ُ ُ َّ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan
kepada kami Abu 'Awanah dari Abu Bisyr dari Yusuf bin Mahik dari Hakim bin

46 Al-Buyu’ (Jual Beli)


Wismanto Abu Hasan

Solusi Syar'i Untuk Masalah Ini


Agar jual-beli ini menjadi sah, pemilik situs dapat
melakukan Langkah-langkah berikut:
1. Beritahu setiap calon pembeli bahwa penyediaan
aplikasi permohonan barang bukan berarti ijab dari
penjual (pemilik situs).
2. Setelah calon pembeli mengisi aplikasi dan
mengirimkannya, pemilik situs tidak boleh menerima
langsung akad jual-beli. Akan tetapi ia beli terlebih
dahulu barang tersebut dari pemilik barang
sesungguhnya dan ia terima, kemudian baru ia jawab
permohonan pembeli dan memintanya untuk
mentransfer uang ke rekening miliknya. Lalu barang
dikirimkan kepada pembeli. Untuk menghindari
kerugian akibat pembeli via internet menarik
keinginannya untuk membeli selama masa tunggu.
sebaiknya penjual di situs mensyaratkan kepada
pemilik barang sesungguhnya bahwa ia berhak
mengembalikan barang selama tiga hari sejak barang
dibeli, ini yang dinamakan khiyar syarat.

Jika langkah-langkah di atas diikuti maka jual-


belinya menjadi sah dan keuntungannyapun menjadi
halal.
Sebagian orang menawarkan solusi untuk pemilik
situs yang belum memiliki barang dengan cara
mengubah akad jual-beli menjadi akad Salam. Pemilik
situs membuat akad pemesanan dari pembeli
kepadanya, dengan syarat uang dikirim tunai seluruhnya
pada saat itu juga oleh pemesan, lalu pemilik situs

Hizam ia berkata, "Wahai Rasulullah, seorang laki-laki datang kepadaku ingin


membeli sesuatu yang tidak aku miliki, apakah boleh aku membelikan
untuknya dari pasar? Beliau bersabda: "Janganlah engkau menjual apa yang
tidak engkau miliki!" Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9
imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Sunan Abu
Daud no 3040

Al-Buyu’ (Jual Beli) 47


Wismanto Abu Hasan

mencari tahu di pasar apakah barang yang dipesan itu


ada atau tidak. jika ternyata ada maka dia melakukan
transaksi salam dengan pemesan (pengunjung situs).
Setelah uang diterimanya, ia membeli barang yang
dipesan lalu mengirimkannya kepada pemesan
(pengunjung situs).

Tinjaun Fikih untuk Solusi Ini


Solusi ini didasarkan atas takhrij dari pendapat
mazhab Syafi'i yang membolehkan melakukan akad
salam tunai dengan syarat barangnya ada di pasaran.
Zakariya Al Anshary berkata, "Akad salam tunai
dibolehkan akan tetapi jika barang yang dipesan tidak
ada maka akad salamnya tidak sah".
Para pendukung pendapat ini menafsirkan hadis
yang melarang menjual barang yang tidak dimiliki bahwa
maksud hadis tersebut adalah: seseorang menjual
barang yang telah ditunjuk (barang yang itu), barang
tersebut masih milik orang lain, kemudian dia membeli
barang yang telah disepakati tadi dari pemiliknya, lalu dia
menyerahkannya kepada pembeli.
Maka maksud hadis Hakim bin Hizam: janganlah
engkau menjual barang yang ditunjuk, barang itu bukan
milikmu!
Tanggapan: menafsirkan hadits yang melarang
menjual barang yang bukan miliknya dengan penafsiran
tersebut tidaklah tepat. Karena Hakim bin Hizam tidak
menjual barang yang telah ditunjuk (barang yang itu),
karena tradisi yang berlaku saat itu tidak ada orang
menjual bahan makanan dan kain dengan menunjuk
bahan makanan dan kain milik orang lain, akan tetapi
dari konteks hadis itu jelas bahwa seseorang datang
kepada Hakim bin Hizam dan ia menginginkan barang
dengan spesifikasi tertentu (bahan makanan ataupun

48 Al-Buyu’ (Jual Beli)


Wismanto Abu Hasan

kain), lalu ia membuat akad jual-beli, kemudian ia


mencari barang sesuai dengan spesifikasi yang diminta
dan membelinya, lalu menyerahkannya kepada pembeli.
Ini yang dilarang Rasulullah  dalam hadis Hakim bin
Hizam. Larangan ini berarti larangan melakukan akad
salam tunai. Maka salam tunai hukumnya tidak
dibolehkan. Dan pendapat yang melarang akad salam
tunai merupakan pendapat mayoritas para ulama dari
mazhab hanafi, maliki dan hanbali.
Dan menurut mazhab hanbali bahwa jarak waktu
antara akad salam dan penyerahan barang haruslah
dalam waktu yang diperkirakan harganya berbeda.
Karena maqshad (tujuan) dari akad salam, pembeli
mendapat harga yang lebih murah, dimana ia telah
menyerahkan uang tunai di muka dan barang akan
diterimanya kemudian hari, dan dalam akad salam
penjual mendapatkan dana segar untuk memenuhi
kebutuhan usaha ataupun pribadinya. Maka jika akad
salam dilangsungkan dalam waktu yang tidak ada
pengaruh terhadap harga barang hilanglah maqshad dari
akad ini.
Wallahu a'lam, dari penjelasan di atas maka solusi
ini merupakan solusi yang marjuh (lemah), dikarenakan
lemahnya pendapat yang membolehkan salam tunai.

e. Jual Beli Dengan Cara Supply Kontrak (Pre Order)


Termasuk juga transaksi yang menggunakan jasa
telekomunikasi yaitu supply kontrak. Supply kontrak
adalah : Transaksi yang dilakukan salah satu pihak yang
siap menyerahkan barang kepada pihak lain pada waktu
tertentu, dimana objek barang belum ditempat atau
terkadang masih berada di luar negri.
Misalnya : jasa perdagangan A mengetahui
produsen barang yang berada di luar negri melalui salah

Al-Buyu’ (Jual Beli) 49


Wismanto Abu Hasan

satu jaringan telekomunikasi. Lalu A menawarkan


penjualan barang tersebut kepada pedagang B di
Indonesia. Setelah B menyetujuinya, ia melakukan
transaksi beli kepada A. dan setelah transaksi jual
dilakukan A Kepada B. maka A membeli barang dari
produsen di luar negri. Dan setelah barang yang dipesan
tiba di Indonesia A menyerahkannya kepada B.
Hukum Jual Beli System Supply Kontrak
Hukum transaksi ini berbeda berdasarkan status
barang: Barang yang menjadi objek transaksi belum
tersedia dan butuh proses pembuatan. Transaksi ini
dinamakan istishna' hukumnya boleh, baik pembayaran
dilakukan di depan, pada saat barang diterima atau
dengan cara angsuran berkala. Berdasarkan dalil berikut:
Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Nabi 
memesan untuk dibuatkan cincin dari emas para sahabat
juga memesan untuk dibuatkan cincin dari emas. Maka
Nabi menaiki mimbar lalu memuji Allah dan bersabda.
‫اِن كنت اصطنعتو و اِن َل البسو‬
Artinya : "Dahulu aku memang minta dibuatkan
cincin dari emas, tetapi sekarang aku tidak lagi
memakainya". Lalu Nabi menanggalkan cincinnya
dan para sahabatpun ikut menanggalkan cincinnya.
(HR. Bukhari).

Hadis ini jelas menyatakan bahwa Nabi 


melakukan akad istishna', yang berarti hukum akadnya
boleh. Bolehnya akad istishna' ini merupakan mazhab
Hanafi dan disetujui oleh Majma' AI fiqh Al Islami (divisi
fikih 0KI) dalam muktamarnya ke VII di jeddah, tahun
1992 dengan keputusan No. 65 (3/7), yang berbunyi,
"Akad istishna' boleh dengan cara pembayaran tidak
tunai keseluruhan tagihan ataupun dengan cara angsuran
pada waktu yang telah ditentukan".

50 Al-Buyu’ (Jual Beli)


Wismanto Abu Hasan

Transaksi ini dinamakan salam hukumnya boleh.


Berdasarkan dalil berikut :
Diriwayatkan oleh lbnu Abbas radhiyallahu anhuma
bahwa Nabi  datang ke Madinah dan beliau mendapati
orang-orang melakukan akad jual beli salam dengan
objek kurma yang akan dlserah-tcrimakan setelah 2
hingga 3 tahun. Nabi bersabda,
Artinya : "Barang siapa yang melakukan akad
salam, maka hendaklah ia menyerahkan (uang
pembayaran barang tunai di depan) dan takarannya
jelas, beratnya jelas, serta waktu
penyerahannyajugajelas". (HR. Bukhari dan
Muslim).

Barang yang menjadi objek transaksi telah tersedia


di tangan produsen dan pembayaran dilakukan oleh B
kepada A dengan cara tidak tunai di depan, terkadang
dengan cara angsuran dan terkadang dibayar
keseluruhannya setelah barang diterima. Transaksi ini
hukumnya tidak boleh (haram), karena termasuk dalam
larangan Nabi yaitu A menjual barang yang belum
dimilikinya kepada B. Dari Hakim bin Hizam , ia
berkata
"Wahai, Rasulullah! seseorang datang kepadaku
untuk membeli suatu barang, kebetulan barang
tersebut sedang tidak kumiliki, apakah boleh aku
menjualnya kemudian aku membeli barang yang
diinginkan dari pasar? maka Nabi  menjawab,
‛jangan engkau jual barang yang belum engkau
miliki!‛.25

Bentuk akad antara A dan B sama persis kasusnya


dengan yang ditanyakan oleh sahabat Nabi dimana
barang belum lagi dimiliki penjual A namun A
menjualnya kepada B

25
HR. Abu Daud. Hadis ini dishahihkan oleh Al-Albani

Al-Buyu’ (Jual Beli) 51


Wismanto Abu Hasan

Dan akad ini juga termasuk jual beli utang dengan


utang (uang atau barang tidak diserahkan pada saat akad
disepakati). Dan hukum jual beli utang dengan utang
haram berdasarkan Ijma' para ulama sebagaimana yang
dinukil oleh imam Ahmad, ia berkata, "Tidak ada satupun
hadis yang shahih tentang larangan jual beli utang
dengan utang akan tetapi para ulama telah sepakat
bahwa jual beli ini tidak dibolehkan". lbnu Munzir juga
berkata,"Para ulama telah sepakat bahwa jual beli utang
dengan utang tidak dibolehkan".
Ini yang difatwakan oleh Majma'Al fiqh AI Islami
(divisi fikih OKI) dalam muktamarnya ke XII di Riyadh,
tahun 2000 dengan keputusan No. 107 (1/12), yang
berbunyi, "Supply Kontrak, dimana uang pembayaran
tidak dibayar tunai di depan maka akadnya tidak boleh
dan termasuk jual beli utang dengan utang".
Solusi Syar'i Jual Beli System Supply Kontrak
Solusi untuk kasus transaksi supply kontrak jenis
ini, yaitu: A (penjual) hanya sekedar menjanjikan kepada
B untuk menjual barang dan B juga sekedar berjanji
untuk membeli dan janji ini tidak mengikat -andai salah
satu pihak menarik janjinya tidak dikenakan sanksi
apapun-. Setelah barang diterima oleh A dari luar negri
maka saat itu A dan B dibolehkan membuat akad jual
beli.

Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
Jual-beli melalui telepon untuk emas dan perak
diharamkan. jual-beli melalui telepon untuk barang
selain emas dan perak dibolehkan.
Pemilik barang yang menjual barangnya melalui
internet hukumnya boleh.

52 Al-Buyu’ (Jual Beli)


Wismanto Abu Hasan

Tidak boleh menjual barang yang belum dimiliki


melalui internet.
Supply kontrak hukumnya tidak boleh, jika barang
yang dijual kepada pembeli telah ada di tangan produsen
dan supplier bukan agen dari produsen.

Al-Buyu’ (Jual Beli) 53


BAB III
RIBA

1. PENGERTIAN RIBA
Dalam kamus Lisaanul ‘Arab, kata riba diambil dari
kata ‫رَ بَا‬. Jika seseorang berkata ‫ رَ بَا ال َّشيْئ َيرْ ب ْو رَ ب ًْوا َورَ بًا‬artinya
sesuatu itu bertambah dan tumbuh. Jika orang menyatakan
‫ أَرْ بَي ْـته‬artinya aku telah menambahnya dan menumbuh
kannya.
Dalam al-Qur-an disebutkan:
ِ َ‫الص َدق‬
‫ات‬ َّ ‫َويُْرِِب‬
Artinya : “…Dan menyuburkan sedekah…‛ (Q.S. Al-
Ba-qarah, 2 : 276)

Dari kata itu diambillah istilah riba yang hukumnya


haram, Allah Ta’ala berfirman:
ِ ‫َوَما آتَْيتُ ْم ِم ْن ِربًا لِيَ ْربُ َو ِِف أ َْم َو ِال الن‬
‫َّاس فَ ََل يَ ْربُو ِعْن َد اللَّ ِو‬
Artinya :“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu
berikan agar dia menambah pada harta manusia,
maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah…‛ (Q.S.
Ar-Ruum, 30 : 39)

Maka dikatakan, ‫( رَ بَا ْالمَال‬Harta itu telah bertambah).

Adapun definisi riba menurut istilah fuqaha’ (ahli


fiqih) ialah memberi tambahan pada hal-hal yang khusus.

Dalam kitab Mughnil Muhtaaj disebutkan bahwa riba


adalah akad pertukaran barang tertentu dengan tidak

54 Riba
Wismanto Abu Hasan

diketahui (bahwa kedua barang yang ditukar) itu sama


dalam pandangan syari’at, baik dilakukan saat akad
ataupun dengan menangguhkan (mengakhirkan) dua barang
yang ditukarkan atau salah satunya.

2. HUKUM RIBA
Riba hukumnya haram baik dalam al-Qur-an, as-
Sunnah maupun ijma’.
Allah Ta’ala berfirman,
ِِ ِّ ‫ين َآمنُوا اتَّ ُقوا اللَّوَ َوذَ ُروا َما بَِق َي ِم َن‬
َ ‫الربَا إِ ْن ُكْنتُ ْم ُم ْؤمن‬
‫ي‬ ِ َّ
َ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.‛ (Q.S.
Al-Baqarah, 2 : 278)

Allah Ta’ala juga berfirman:

ِّ ‫َح َّل اللَّوُ الْبَ ْي َع َو َحَّرَم‬


‫الربَا‬ َ ‫َوأ‬
Artinya :“…Padahal Allah telah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba…‛ (Q.S. Al-Baqarah,2:
275)

Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman:

ِّ ‫ين َآمنُوا ََل تَأْ ُكلُوا‬


‫الربَا‬ ِ َّ
َ ‫يَا أَيُّ َها الذ‬
Artinya : ‚Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu memakan riba…‛ (Q.S. Ali ‘Imran, 3: 130)

Dalam as-Sunnah banyak sekali dijumpai hadits-hadits


yang mengharamkan riba. Imam Muslim ‫ رمحو اللّو‬meriwayat kan
dari Jabir , ia berkata :
ِ ‫الربا وم ْؤكِلَو وَكاتِبو وش‬
َ َ‫اى َديْ ِو َوق‬
‫ال ُى ْم‬ َ َ ُ َ َ ُ ُ َ َِّ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم آكِ َل‬ ِ ُ ‫لَعن رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ َُ ََ
ٌ‫َس َواء‬

Riba 55
Wismanto Abu Hasan

Artinya : "Rasulullah  melaknat pemakan riba, orang


yang menyuruh makan riba, juru tulisnya dan saksi-
saksinya." Dia berkata, "Mereka semua sama." 26
Dalam hadits yang sudah disepakati keshahihannya
dari Abu Hurairah , ia berkata bahwa Rasulullah 
bersabda:

ِّ ‫ال الش ِّْرُك بِاللَّ ِو َو‬


‫الس ْحُر َوقَ ْت ُل‬ َ َ‫ول اللَّ ِو َوَما ُى َّن ق‬
َ ‫ات قَالُوا يَا َر ُس‬ ِ ‫السبع الْموبَِق‬ ِ
ُ َ ْ َّ ‫اجتَنبُوا‬ ْ
‫ف‬ ِ ‫الزح‬ ‫م‬‫و‬ ‫ي‬ ِّ
‫ّل‬ ‫َّو‬ ‫الت‬
‫و‬ ‫م‬ِ ‫ي‬ِ ‫ت‬ ‫ي‬ ‫ل‬‫ا‬ ِ
‫ال‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ك‬َ‫أ‬
‫و‬ ‫ا‬‫ب‬‫الر‬ ‫ل‬ ‫ك‬ َ‫أ‬
‫و‬ ‫ق‬ ‫اْل‬ِ
‫ب‬ َّ
‫َل‬ ِ‫إ‬ ‫و‬َّ
‫ل‬ ‫ال‬ ‫م‬‫ر‬ ‫ح‬ ‫ت‬ ِ َّ
‫ل‬ ‫ا‬ ِ
‫س‬ ‫ف‬ْ َّ‫الن‬
ْ َّ َ ْ َ َ َ َْ َ ُ ْ َ َِّ ُ ْ َ ِّ َْ ُ َ َّ َ
‫ت‬ ِ ‫ات الْغَافِ ََل‬
ِ َ‫ات الْمؤِمن‬ ِ َ‫ف الْمحصن‬
ُْ َ ْ ُ ُ ‫َوقَ ْذ‬
Artinya : "Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan".
Para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah itu?
Beliau bersabda: "Syirik kepada Allah, sihir,
membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali
dengan haq, memakan riba, makan harta anak yatim,
kabur dari medan peperangan dan menuduh seorang
wanita mu'min yang suci berbuat zina".27
26
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
َ َ‫الزبَ ِْي َع ْن َجابِ ٍر ق‬
‫ال‬ ْ ‫ب َوعُثْ َما ُن بْ ُن أَِِب َشيْبَةَ قَالُوا َحدَّثَنَا ُى َشيْ ٌم أ‬
ُّ ‫َخبَ َرنَا أَبُو‬ ٍ ‫اح وُزَىيْ ر بْن حر‬
ْ َ ُ ُ َ ِ َّ‫الصب‬ َّ ‫َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ِّ ‫صلَّى اللوُ عَلَيْو َو َسل َم آك َل‬
َّ َّ ِ ُ ‫لَعن رس‬
ٌ‫ال ُى ْم َس َواء‬ َ َ‫الربَا َوُم ْؤكلَوُ َوَكاتبَوُ َو َشاى َديْو َوق‬ َ ‫ول اللَّو‬ َُ ََ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Shabah dan Zuhair
bin Harb dan Utsman bin Abu Syaibah mereka berkata; telah menceritakan
kepada kami Husyaim telah mengabarkan kepada kami Abu Az Zubair dari
Jabir dia berkata, "Rasulullah  melaknat pemakan riba, orang yang menyuruh
makan riba, juru tulisnya dan saksi-saksinya." Dia berkata, "Mereka semua
sama." Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa
Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Shohih Muslim No 2995
27
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
ِ ‫ال ح َّدثَِن سلَيما ُن بن بََِل ٍل عن ثَوِر ب ِن َزي ٍد الْم َدِنِّ عن أَِِب الْغَي‬ ِ ِ
َ‫ث َع ْن أَِِب ُىَريْ َرة‬ ْ َْ َ ْ ْ ْ َْ ُْ َْ ُ َ َ َ‫َحدَّثَنَا َعْب ُد ال َْع ِزي ِز بْ ُن َعْبد اللَّو ق‬
َ َ‫ول اللَّ ِو َوَما ُى َّن ق‬
‫ال‬ َ ‫ات قَالُوا يَا َر ُس‬ ِ ‫السبع الْموبَِق‬
ُ َ ْ َّ ‫اجتَنبُوا‬
ِ ‫ال‬ ِ
ْ َ َ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم ق‬ َ ‫َّب‬ِّ ِ‫َرض َي اللَّوُ َعْنوُ َع ْن الن‬
ِ
‫ف‬ُ ‫ف َوقَ ْذ‬ َّ ‫الربَا َوأَ ْك ُل َما ِل الْيَتِي ِم َوالت ََّوِّّل يَ ْوَم‬
ِ ‫الز ْح‬ ِّ ‫س الَِّت َحَّرَم اللَّوُ إََِّل بِا ْْلَ ِّق َوأَ ْك ُل‬ ِّ ‫الش ِّْرُك بِاللَِّو َو‬
ِ ‫الس ْحُر َوقَ ْتل النَّ ْف‬
ُ
ِ ‫ات الْغَافِ ََل‬
‫ت‬ ِ َ‫ات الْم ْؤِمن‬
ِ َ‫الْمحصن‬
ُ َ ُْ
Artinya : Telah bercerita kepada kami 'Abdul 'Aziz bin 'Abdullah berkata telah
bercerita kepadaku Sulaiman bin Bilal dari Tsaur bin Zaid Al Madaniy dari Abu
'Al Ghoits dari Abu Hurairah  dari Nabi  bersabda: "Jauhilah tujuh perkara
yang membinasakan". Para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah itu?
Beliau bersabda: "Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan
oleh Allah kecuali dengan haq, memakan riba, makan harta anak yatim, kabur
dari medan peperangan dan menuduh seorang wanita mu'min yang suci
berbuat zina". Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam,
Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Shohih Bukhari
No 2560

56 Riba
Wismanto Abu Hasan

3. KLASIFIKASI RIBA
Secara garis besar, riba itu ada dua macam : Nasiah
dan Fadhl.
Riba nasiah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan
oleh orang yang meminjamkan. Contohnya pinjaman
dengan pengembalian uang yang disyaratkan harus
berlebih. Pinjam Rp. 1.000.000,- , kembalinya menjadi Rp.
1,200.000,- dst. Inilah yang biasa dilakukan oleh renten-
renten, perkoperasian dan bahkan perbankkan yang ribawi.
Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan
barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya Karena
orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti
penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan
sebagainya. Misalnya, Pinjam padi satu Kg, tapi
pengembaliannya harus 1½ Kg. dst.
Dalam haditsnya Nabi  bersabda :
ِ ‫ضةُ بِالْ ِفض‬
‫َّة َوْزنًا بَِوْزٍن ِمثْ ًَل ِبِِثْ ٍل فَ َم ْن َز َاد‬ َّ ‫ب َوْزنًا بَِوْزٍن ِمثْ ًَل ِبِِثْ ٍل َوالْ ِف‬ َّ ِ‫الذ َىب ب‬
ِ ‫الذ َى‬ َّ
ُ
‫أ َْو ْازَد َاد فَ َق ْد أ َْرَب‬
Artinya : "Emas dengan emas, satu timbangan dengan
satu timbangan dan semisal dengan yang semisalnya,
perak dengan perak satu timbangan dengan satu
timbangan, semisalnya dengan semisalnya. Barang
siapa yang menambah atau meminta tambahan maka
ia telah melakukan riba."28

28
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫ول‬
ُ ‫ال َر ُس‬ َ َ‫ال ق‬َ َ‫ضيْ ٍل َع ْن أَبِ ِيو َع ْن ابْ ِن أَِِب نُ ْع ٍم َع ْن أَِِب ُىَريْ َرةَ ق‬ ِ ِ ‫أَخب رنَا و‬
َ ُ‫ال َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن ف‬
َ َ‫َعلَى ق‬
ْ ‫اص ُل بْ ُن َعبْد ْاْل‬ َ ََ ْ
ِِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ
‫ضةُ بالْفضَّة َوْزنًا ب َوْزن مثْ ًَل ِبثْ ٍل فَ َم ْن َز َاد أ َْو‬ ِ ِِ ِ ٍ ِ ِ
َّ ‫ب بالذ َىب َوْزنًا ب َوْزن مثْ ًَل ِبثْ ٍل َوالْف‬ َّ ِ َّ َّ ِ َّ َّ َ ‫اللَّ ِو‬
ُ ‫صلى اللوُ َعلَيْو َو َسل َم الذ َى‬
‫ْازَد َاد فَ َق ْد أ َْرَب‬
Artinya : Telah mengabarkan kepada kami Washil bin Abdul A'la, ia berkata;
telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Fudhail dari ayahnya dari
Ibnu Abu Nu'aim dari Abu Hurairah, ia berkata; Rasulullah  bersabda: "Emas
dengan emas, satu timbangan dengan satu timbangan dan semisal dengan
yang semisalnya, perak dengan perak satu timbangan dengan satu timbangan,
semisalnya dengan semisalnya. Barang siapa yang menambah atau meminta
tambahan maka ia telah melakukan riba." Lihat dalam Ensiklopedi Hadits
Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom
Indonesia kitab Sunan Nasa'i No 4493

Riba 57
Wismanto Abu Hasan

4. BEBERAPA BARANG YANG PADANYA DIHARAMKAN


MELAKUKAN RIBA
Riba tidak berlaku kecuali pada enam jenis barang
yang sudah ditegaskan nash-nash syar’i berikut ini :
ِ ‫ضةُ بِالْ ِفض‬
‫َّة َوالْبُ ُّر بِالْبُ ِّر َوالشَّعِيُ بِالشَّعِ ِي َوالت َّْمُر بِالت َّْم ِر َوالْ ِم ْل ُح‬ َّ ‫ب َوالْ ِف‬ َّ ِ‫الذ َىب ب‬
ِ ‫الذ َى‬ َّ
ُ
ِِ ٍ ٍ ِِ ِ ِ
‫ف‬َ ‫اف فَبِ ُيعوا َكْي‬ ُ َ‫َصن‬ ْ ‫ت َىذه ْاْل‬ ْ ‫بِالْم ْل ِح مثْ ًَل ِبثْ ٍل َس َواءً بِ َس َواء يَ ًدا بِيَد فَِإذَا‬
ْ ‫اختَ لَ َف‬
‫ِشْئتُ ْم إِ َذا َكا َن يَ ًدا بِيَ ٍد‬
Artinya : "Emas dengan emas, perak dengan perak,
gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut,
kurma dengan kurma dan garam dengan garam, tidak
mengapa jika dengan takaran yang sama, dan sama
berat serta tunai. Jika jenisnya berbeda, maka juallah
sesuka hatimu asalkan dengan tunai dan langsung
serah terimanya."29

Berdasarkan hadits diatas, dapat disimpulkan bahwa


apabila terjadi barter barang yang sejenis dari enam jenis
barang ini yaitu emas dengan emas, perak dengan perak,
gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, tamar
dengan tamar, garam dengan garam, maka haram
tambahannya, baik secara riba nasiah maupun riba fadhl.
Oleh karenanya, harus sama baik dalam hal timbangan
29
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
َ َ‫ظ َِلبْ ِن أَِِب َشْيبَةَ ق‬ ِ ِ ِ ِ
‫ال‬َ َ‫َخبَ َرنَا َوق‬ْ ‫ال إِ ْس َح ُق أ‬ ُ ‫يم َواللَّ ْف‬ ِ
َ ‫َحدَّثَنَا أَبُو بَ ْكر بْ ُن أَِِب َشْيبَةَ َو َع ْمٌرو النَّاق ُد َوإ ْس َح ُق بْ ُن إبْ َراى‬
‫ال‬
َ َ‫ت ق‬ ِ ‫ص ِام‬ َّ ‫ث َع ْن عُبَ َادةَ بْ ِن ال‬ ِ ‫ْاْلخر ِان حدَّثَنَا وكِيع حدَّثَنَا س ْفيا ُن عن خالِ ٍد ا ْْل َّذ ِاء عن أَِِب قِ ََلبةَ عن أَِِب ْاْلَ ْشع‬
َ َْ َ َْ َ َ َْ َ ُ َ ٌ َ َ ََ
‫ضةُ بِال ِْفض َِّة َوالْبُ ُّر بِالْبُ ِّر َوالشَّعِيُ بِالشَّعِ ِي َوالت َّْمُر بِالت َّْم ِر‬َّ ‫ب َوال ِْف‬ َّ ِ‫الذ َىب ب‬
ِ ‫الذ َى‬
ُ
َّ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّم‬
َ
ِ ُ ‫ال رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ ُ َ َ َ‫ق‬
ٍ‫اف فَبِيعوا َكيف ِشْئتم إِذَا َكا َن ي ًدا بِيد‬ ِ ِ ٍ ٍ ِِ ِ ِ ِ
َ َ ْ ُ َ ْ ُ ُ َ‫َصن‬ ْ ‫ت َىذه ْاْل‬ ْ ‫َوالْملْ ُح بِالْملْ ِح مثْ ًَل ِبثْ ٍل َس َواءً بِ َس َواء يَ ًدا بِيَد فَِإذَا‬
ْ ‫اختَ لََف‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah dan
Amru An Naqid dan Ishaq bin Ibrahim dan ini adalah lafadz Ibnu Abu Syaibah,
Ishaq berkata; telah mengabarkan kepada kami, sedangkan yang dua berkata;
telah menceritakan kepada kami Waki' telah menceritakan kepada kami
Sufyan dari Khalid Al Khaddza' dari Abu Qilabah dari Abu Al Asy'ats dari
'Ubadah bin Shamit dia berkata, "Rasulullah  bersabda: "Emas dengan emas,
perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut,
kurma dengan kurma dan garam dengan garam, tidak mengapa jika dengan
takaran yang sama, dan sama berat serta tunai. Jika jenisnya berbeda, maka
juallah sesuka hatimu asalkan dengan tunai dan langsung serah terimanya."
Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka,
bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Shohih Muslim No 2970

58 Riba
Wismanto Abu Hasan

maupun takarannya, tampa memperhatikan kualitasnya


bermutu ataupun jelek, dan harus kontan diserahterimakan
dalam satu majlis itu juga.
Diantara dalil hadits yang senada dengan hadits diatas
adalah :
ِ ‫ضةُ بِالْ ِفض‬
‫َّة َوْزنًا بَِوْزٍن ِمثْ ًَل ِبِِثْ ٍل فَ َم ْن َز َاد‬ َّ ‫ب َوْزنًا بَِوْزٍن ِمثْ ًَل ِبِِثْ ٍل َوالْ ِف‬ َّ ِ‫الذ َىب ب‬
ِ ‫الذ َى‬ َّ
ُ
‫استَ َز َاد فَ ُه َو ِربًا‬
ْ ‫أ َْو‬
Artinya : "Emas dengan emas harus sama dan
sebanding, perak dengan perak harus sama dan
sebanding. Barangsiapa melebihkan atau menambah
maka dia telah melakukan praktek riba." 30

‫ب ِربًا إََِّل َىاءَ َوَىاءَ َوالْبُ ُّر بِالْبُ ِّر ِربًا إََِّل َىاءَ َوَىاءَ َوالت َّْمُر بِالت َّْم ِر ِربًا إََِّل‬ َّ ِ‫الذ َىب ب‬
ِ ‫الذ َى‬
ُ
َّ
َِّ ِ ِ ِ ِ ِ
َ‫َىاءَ َوَىاءَ َوالشَّع ُي بالشَّعي ربًا إَل َىاءَ َوَىاء‬
Artinya : "Jual beli emas dengan emas adalah riba'
kecuali begini-begini (maksudnya secara kontan),
beras dengan beras adalah riba' kecuali begini-begini
(maksudnya secara kontan), kurma dengan kurma
adalah riba' kecuali begini-begini (maksudnya secara
kontan), gandum dengan gandum adalah riba' kecuali
begini-begini (maksudnya secara kontan) ".31

30
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫ال‬َ َ‫ضيْ ٍل َع ْن أَبِ ِيو َع ْن ابْ ِن أَِِب نُ ْع ٍم َع ْن أَِِب ُىَريْ َرةَ ق‬ ِ ِ ‫ب وو‬ ٍ
َ ُ‫َعلَى قَ َاَل َحدَّثَنَا ابْ ُن ف‬
ْ ‫اص ُل بْ ُن َعبْد ْاْل‬ َ َ ْ‫َحدَّثَنَا أَبُو ُكَري‬
ِِ ِ ٍ ِ ِ
‫ضةُ بِالْفضَّة َوْزنًا بَِوْزن مثْ ًَل ِبثْ ٍل‬ ِ ِِ ِ ٍ
َّ ‫ب َوْزنًا بَِوْزن مثْ ًَل ِبثْ ٍل َوالْف‬ َّ ِ‫الذ َىب ب‬
ِ ‫الذ َى‬ ِ
َّ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو و َسلَّم‬ ِ ُ ‫ال رس‬
ُ َ َ َ ‫ول اللَّو‬ ُ َ َ َ‫ق‬
‫استَ َز َاد فَ ُه َو ِربًا‬
ْ ‫فَ َم ْن َز َاد أ َْو‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib dan Washil bin Abdul
A'la keduanya berkata; telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudlail dari
Ayahnya dari Ibnu Abu Nu'min dari Abu Hurairah dia berkata, "Rasulullah 
bersabda: "Emas dengan emas harus sama dan sebanding, perak dengan
perak harus sama dan sebanding. Barangsiapa melebihkan atau menambah
maka dia telah melakukan praktek riba." Lihat dalam Ensiklopedi Hadits
Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom
Indonesia kitab Shohih Muslim No 2973
31
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
ِ ِ ِ‫ي َعن مال‬ ُّ ‫َحدَّثَنَا َعلِي َحدَّثَنَا ُس ْفيَا ُن َكا َن َع ْمُرو بْ ُن ِدينَا ٍر ُُيَ ِّدثُوُ َع ْن‬
‫ف‬ٌ ‫ص ْر‬َ ُ‫ال َم ْن عنْ َده‬ َ َ‫ك بْ ِن أ َْو ٍس أَنَّوُ ق‬ َ ْ ِّ ‫الزْى ِر‬
‫ال‬َ ‫س فِ ِيو ِزيَ َادةٌ فَ َق‬
َ ‫ي لَْي‬ ُّ ‫ال ُس ْفيَا ُن ُى َو الَّ ِذي َح ِفظْنَاهُ ِم ْن‬
ِّ ‫الزْى ِر‬ َ َ‫ال طَلْ َحةُ أَنَا َح َّّت ََِييءَ َخا ِزنُنَا ِم ْن الْغَابَِة ق‬َ ‫فَ َق‬
ِ‫ول اللَّ ِو صلَّى اللَّو علَيو‬ ِ ِ َّ ِ ِ َّ ِ ِ
‫ك بْ ُن أ َْو ِس بْ ِن ا ْْلَ َدثَان ََس َع عُ َمَر بْ َن ا ْْلَطاب َرض َي اللوُ َعنْوُ ِيُْبُ َع ْن َر ُس‬ ِ ِ
َْ ُ َ ُ ‫َخبَ َرن َمال‬ْ‫أ‬

Riba 59
Wismanto Abu Hasan

Rasulullah juga menjelaskan bahwa apabila terjadi


barter pada salah satu dari enam jenis benda diatas dengan
benda selainnya, maka tidak mengapa ada kelebihan dan
tidak termasuk riba, misalnya menukar emas dengan
gandum, kurma dengan beras, perak dengan besi dan lain
sebagainya. dalilnya adalah :
ِ ‫ول اللَّ ِو صلَّى اللَّو علَي ِو وسلَّم ِمن ي ه‬
‫ودي طَ َع ًاما‬ ُ ‫ت ا ْشتَ َرى َر ُس‬ ِ
َُ ْ َ َ َ ْ َ ُ َ ْ َ‫َع ْن َعائ َشةَ قَال‬
‫بِنَ ِسيئَ ٍة فَأ َْعطَاهُ ِد ْر ًعا لَوُ َرْىنًا‬
Artinya : Dari 'Aisyah dia berkata, "Rasulullah  pernah
membeli makanan dari seorang Yahudi dengan
bayaran yang ditangguhkan, lantas beliau
menggadaikan baju besinya." 32

ِ َِّ ِ ِ َِّ ِ ِ َِّ ِ ِ َّ ِ ‫الذ َى‬ َّ ‫ال‬ َ َ‫َو َسلَّ َم ق‬


ُ‫ب بالذ َىب ربًا إَل َىاءَ َوَىاءَ َوالْبُ ُّر بالْبُ ِّر ربًا إَل َىاءَ َوَىاءَ َوالت َّْمُر بالت َّْم ِر ربًا إَل َىاءَ َوَىاءَ َوالشَّعي‬ ُ
َِّ ِ ِ ِ ِ
َ‫بالشَّعي ربًا إَل َىاءَ َوَىاء‬
Artinya : Telah menceritakan kepada saya 'Ali telah menceritakan kepada kami
Sufyan bahwa 'Amru bin Dinar menceritakan kepadanya dari Az Zuhriy dari
Malik bin Aus bahwa dia berkata: "Siapa yang memiliki barang dagangan?"
Tholhah berkata: "Saya, hingga tukang gudang kami datang dari hutan" Sufyan
berkata: "Begitulah yang kami ingat dari Az Zuhriy tanpa ada tambahan
sedikitpun didalamnya". Maka dia berkata, telah mengabarkan kepada saya
Malik bin Aus bin Al Hadatsan dia mendengar 'Umar bin Al Khaththob 
mengabarkan dari Rasulullah  bersabda: "Jual beli emas dengan emas adalah
riba' kecuali begini-begini (maksudnya secara kontan), beras dengan beras
adalah riba' kecuali begini-begini (maksudnya secara kontan), kurma dengan
kurma adalah riba' kecuali begini-begini (maksudnya secara kontan), gandum
dengan gandum adalah riba' kecuali begini-begini (maksudnya secara kontan)
". Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka,
bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Shohih Bukhari No 1990
32
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫ال ْاْل َخَر ِان َحدَّثَنَا‬ َ َ‫َخبَ َرنَا َوق‬
ْ ‫ال َُْي َي أ‬ ُ ‫َحدَّثَنَا َُْي َي بْ ُن َُْي َي َوأَبُو بَ ْك ِر بْ ُن أَِِب َشْيبَةَ َوُُمَ َّم ُد بْ ُن ال َْع ََل ِء َواللَّ ْف‬
َ َ‫ظ لِيَ ْح َي ق‬
‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ِم ْن‬ ِ ُ ‫ش عن إِب ر ِاىيم عن ْاْلَسوِد عن عائِ َشةَ قَالَت ا ْشتَرى رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ َُ َ ْ َ ْ َ َ ْ ْ َ َ َ ْ ْ َ ِ ‫َع َم‬ ْ ‫أَبُو ُم َعا ِويَةَ َع ْن ْاْل‬
‫َعطَاهُ ِد ْر ًعا لَوُ َرْىنًا‬ ِ
ْ ‫يَ ُهودي طَ َع ًاما بِنَ ِسيئَ ٍة فَأ‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Yahya dan Abu Bakar bin
Abu Syaibah serta Muhammad bin 'Ala dan ini adalah lafadz Yahya, Yahya
berkata; telah mengabarkan kepada kami, sedangkan dua orang lainnya
berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Al A'masy dari
Ibrahim dari Al Aswad dari 'Aisyah dia berkata, "Rasulullah  pernah membeli
makanan dari seorang Yahudi dengan bayaran yang ditangguhkan, lantas
beliau menggadaikan baju besinya." Lihat dalam Ensiklopedi Hadits
Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom
Indonesia kitab Shohih Muslim No 3007

60 Riba
Wismanto Abu Hasan

Rasulullah  juga melarang untuk melakukan barter


antara ruthab (kurma basah) dengan kurma kering.
Penyebabnya, karena kurma basah akan berubah berat
takarannya ketika ia telah kering. Kecuali mereka
menukarnya dalam jumlah yang sedikit dan dimakan habis
pada saat masih dalam kapasitas ruthab (kurma masih
basah).
Begitu juga dengan jual beli muzabanah, yakni
menjual buah buahan dengan cara takar, misalnya barter
antara buah-buahan dengan kurma secara takaran, atau
anggur dengan kismis secara timbangan, maka hal ini juga
dilarang, dalilnya adalah :
‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َع ْن الْ ُم َحاقَلَ ِة َوالْ ُمَزابَنَ ِة‬ ُّ ِ‫نَ َهى الن‬
َ ‫َّب‬
Artinya : "Nabi  melarang Al Muhaqalah (jual beli
buah yang masih ditangkai dengan gandum) dan Al
Muzabanah (jual beli kurma yang masih dipohon
dengan kurma yang sudah dipetik). 33

33
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫صلَّى‬ ُّ ِ‫ال نَ َهى الن‬
َ ‫َّب‬ ٍ َّ‫َّد َحدَّثَنَا أَبُو ُم َعا ِويَةَ َع ْن الشَّْيبَ ِانِّ َع ْن ِع ْك ِرَمةَ َع ْن ابْ ِن َعب‬
َ َ‫اس َر ِض َي اللَّوُ َعْن ُه َما ق‬ ٌ ‫َحدَّثَنَا ُم َسد‬
‫اللَّوُ َعلَيْ ِو َو َسلَّ َم َع ْن ال ُْم َحاقَلَِة َوال ُْمَزابَنَ ِة‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan
kepada kami Abu Mu'awiyah dari Asy-Syaibaniy dari 'Ikrimah dari Ibnu 'Abbas
 berkata; "Nabi  melarang Al Muhaqalah (jual beli buah yang masih
ditangkai dengan gandum) dan Al Muzabanah (jual beli kurma yang masih
dipohon dengan kurma yang sudah dipetik). Lihat dalam Ensiklopedi Hadits
Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom
Indonesia kitab Shohih Bukhari No 2038

Riba 61
BAB IV
MUNAKAHAT

A. PENGERTIAN NIKAH
Menurut Bahasa,
ُ ‫ النِّ َك‬menurut bahasa berarti ُ‫( الضَّم‬menghimpun). Kata
ُ‫ـاح‬

ini dimutlakkan untuk akad atau persetubuhan.


Al-Imam Abul Hasan an-Naisaburi berkata: ‚Menurut
al-Azhari, an-nikaah dalam bahasa Arab pada asalnya
bermakna al-wath-u (persetubuhan). Perkawinan disebut
nikaah karena menjadi sebab persetubuhan.‛
Abu ‘Ali al-Farisi berkata: ‚Bangsa Arab membedakan
keduanya dengan perbedaan yang sangat tipis. Jika mereka
mengatakan: ‘‫( نَ َك َُح ُفَالَنًَُة‬menikahi fulanah) atau ‫نت ُفُالَ ٍُن‬
َ ِ‫( ب‬puteri si
fulanah) atau ُ‫ُختَ ُو‬
ْ ‫( أ‬saudarinya),’ maka yang mereka maksud
ialah melakukan akad terhadapnya. Jika mereka
mengatakan: ‘ُُ‫ُام َـرأَتَو‬
ْ ‫ نَ َك َح‬atau ُ‫( نَ َك َح َُزْو َجـتَ ُو‬menikahi isterinya), maka
yang mereka maksud tidak lain adalah persetubuhan.
Karena dengan menyebut isterinya, maka tidak perlu
menyebutkan akadnya.‛
Al-Farra’ berkata: ‚Bangsa Arab mengatakan: ‘ُ‫نُ ِك َح ُال َْم ْرأََة‬
(wanita yang dinikahi)’ dengan nun didhammah, berarti
(menyetubuhi) kemaluannya. Ini adalah ungkapan tentang
kemaluan. Jika mereka mengatakan: ‫نَ َك َح َها‬, maka yang
mereka maksud ialah menyetubuhi kemaluannya. Tetapi

62 Munakahat
Wismanto Abu Hasan

jarang sekali diucapkan: ‫( نَا َك َح َها‬dengan nun dipanjangkan),


sebagaimana diucapkan : ‘‫اض َع َها‬
َ َ‫”’ب‬
Nikah Menurut Syari’at.
Ibnu Qudamah berkata : ‚Nikah menurut syari’at
adalah akad perkawinan. Ketika kata nikah diucapkan
secara mutlak, maka kata itu bermakna demikian, selagi
tidak satu dalil pun yang memalingkan darinya.‛
Al-Qadhi berkata: ‚Yang paling mirip dengan prinsip
kami bahwa pernikahan pada hakikatnya berkenaan dengan
akad dan persetubuhan sekaligus; berdasarkan firman Allah
Ta’ala :
ُ‫ِّس ِاء‬ ِ
َ ‫اُماُنَ َك َحُآبَا ُؤُك ْمُم َنُالن‬
ِ
َ ‫َوََلُتَـنْك ُحو‬
Artinya : Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita
yang telah dikawini oleh ayahmu…’‛ (Q.S. An-Nisaa’,
4: 22)

B. DASAR HUKUM DAN ANJURAN UNTUK MENIKAH


Seperti yang telah diketahui bersama bahwa agama
Islam adalah agama yang paling banyak memberikan
anjuran untuk menikah. Allah menyebutkannya dalam
banyak ayat diKitab-Nya dan menganjurkan kepada kita
untuk melaksanakannya. Di antaranya, firman Allah 
dalam surat Ali Imran tentang ucapan Zakariya  :
ُ‫يعُالد َع ِاء‬ َِ ‫َّك‬
ُ ‫َُس‬ َ ْ‫ب ُِِل ُِم ْنُلَ ُدن‬
َ ‫كُذُِّريَّةًُطَيِّبَةًُُۖإِن‬ ْ ‫ُى‬
َ‫ب‬ ِّ ‫َر‬
Artinya : Ya Rabb-ku, berilah aku dari sisi Engkau
seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha
mendengar do’a.‛ (Q.S. Ali Imran,3 : 38).

Allah  juga berfirman:


ِ ِّ ‫َوَزَك ِريَّاُإِ ْذُنَ َاد ٰى َُربَّوُ َُر‬
َ ‫ُخْيـُرُالْ َوا ِرث‬
ُ‫ي‬ َ ‫ت‬َ ْ‫اُوأَن‬ ِ
َ ‫ب ََُلُتَ َذ ْرِنُفَـ ْرًد‬
Artinya : Dan (ingatlah kisah) Zakariya, tatkala ia
menyeru Rabb-nya: ‘Ya Rabb-ku janganlah Engkau
membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkau-lah
Waris Yang Paling Baik.’‛ (Q.S. Al-Anbiyaa’, 21: 89).

Munakahat 63
Wismanto Abu Hasan

Dalam ayat yang lain Allah  juga berfirman:


ِ
‫اُوذُِّريًَُّة‬
َ ‫اج‬ َ ‫اُر ُس ًال ُِم ْنُقَـْبل‬
ً ‫ك َُو َج َع ْلنَاُ ََلُ ْمُأ َْزَو‬ ُ َ‫َولََق ْدُأ َْر َس ْلن‬
Artinya : Dan sesungguhnya Kami telah mengutus
beberapa Rasul sebelum-mu dan Kami memberikan
kepada mereka isteri-isteri dan keturunan…‛ (Q.S. Ar-
Ra’d,13 : 38)

Begitu juga dengan firman Allah  berikut ini :


ُ‫ُعبَ ِاد ُك ْم َُوإِ َمائِ ُك ْمُُۖإِ ْنُيَ ُك ُونُواُفُـ َقَراءَُيـُ ْغنِ ِه ُم‬
ِ ‫الصاِلِِي ُِمن‬ ِ ْ ‫َوأَنْ ِك ُحو‬
ْ َ َّ ‫اُاْلَيَ َام ٰىُمْن ُك ْم َُو‬
‫ضلُِِو‬
ْ َ‫اللَّوُ ُِم ْنُف‬
Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian
diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin)
dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika
mereka miskin, Allah akan menjadikan mereka
mampu dengan karunia-Nya…‛ (Q.S. An-Nuur, 24: 32).

Dan hadits-hadits mengenai hal itupun sangatlah


banyak. Dari Anas bin Malik , bahwasanya Rasulullah 
bersabda :
.‫ُفَـ ْليَت َِّقُاهللَُفِْي َمـاُبَِق َُي‬،‫فُالدِّيْـ ِن‬
َ ‫ص‬
ِ ‫ُفَـ َق ِدُاسـتَك‬،‫إِذَاُتَـزَّوجُالْعب ُد‬
ْ ‫ْم َلُن‬
َ ْ َْ َ َ
Artinya : Jika seorang hamba menikah, maka ia telah
menyempurnakan separuh agamanya; oleh karena itu
hendaklah ia bertakwa kepada Allah untuk separuh
yang tersisa.‛34

Beliau  juga bersabda:


.‫ُوَمـاُبَـْي َـنُ ِر ْجلَْي ُِو‬، ِ
َ ‫يُ َِلْيَـْيو‬
َ ْ ‫ُمـاُبَـ‬:
َ َ‫ُاْلَنَّة‬ ِ ْ ‫ُشَّرُاثْـنَـ‬
ْ َ‫ي َُو ََل‬ َ ُ‫َم ْن َُوقَ ُاهُاهلل‬
Artinya : Barangsiapa yang dipelihara oleh Allah dari
keburukan dua perkara, niscaya ia masuk Surga: Apa
yang terdapat di antara kedua tulang dagunya
(mulutnya) dan apa yang berada di antara kedua
kakinya (kemaluannya).‛35

34
Dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab ash-Shahiihah (no.
625).
35
HR. At-Tirmidzi (no. 2411) dan ia mengatakan: ‚Hadits hasan gharib,‛
al-Hakim (IV/357) dan ia mengatakan: ‚Sanadnya shahih‛ dan disetujui oleh

64 Munakahat
Wismanto Abu Hasan

Jadi, masuk ke dalam Surga itu, - wahai saudaraku -


karena engkau memelihara dirimu dari keburukan apa yang
ada di antara kedua kakimu, dan ini dengan cara menikah
atau berpuasa.
Saudaraku yang budiman! Pernikahan adalah sarana
terbesar untuk memelihara manusia agar tidak terjatuh ke
dalam perkara yang diharamkan Allah, seperti zina, liwath
(homoseksual) dan selainnya. Penjelasan mengenai hal ini
akan disampaikan.
Nabi  menganjurkan kita -dengan sabdanya- untuk
menikah dan mencari keturunan, sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Abu Umamah  :
ُ‫اءَُيَـ ْوَُمُالْ ِقيَ َام ِة‬
ُ َ‫ِنُ ُم َكاثٌُِرُ ْاْلَنْبِي‬
ُِّ ِ‫ودُإ‬
َُ ُ‫ودُالْ َول‬
َُ ‫تَـَزَّو ُجواُالْ َوُد‬
Artinya : "Menikahlah dengan seorang wanita yang
memiliki kasih sayang serta manghasilan banyak
keturunan, karena sesungguhnya saya berlomba-
lomba untuk saling memperbanyak umat dengan para
Nabi pada hari kiamat."36
ُ‫ُاْلَنْبِيَاءَُيَـ ْوَمُالْ ِقيَ َام ِة‬
ْ ‫ُم َكاثٌِرُبِ ُك ْم‬ ِ َ ُ‫ودُالْول‬
ُ ‫ودُإ ِِّن‬ َ َ ‫تَـَزَّو ُجواُالْ َوُد‬
Artinya : "Menikahlah dengan orang yang penyayang
dan subur. Sesungguhnya saya bangga dengan jumlah
yang banyak di hadapan para nabi pada hari kiamat". 37

adz-Dzahabi, serta dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab ash-


Shahiihah (no. 150).
36
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
ُ‫ول‬
ُُ ‫ال َكا َُنُ َر ُس‬ َُ َ‫كُق‬ ٍُ ِ‫سُبْ ُِنُ َمال‬
ُِ َ‫صُبْ ُُنُعُ َمَُرُ َع ُْنُأَن‬ُُ ‫نُ َح ْف‬ ُ َِ‫فُبْ ُُنُ َخلِي َف ُةَُ َح َّدث‬ ُُ َ‫اَلُ َح َّدثَـنَاُ َخل‬ َُ َ‫يُ َو َعفَّا ُنُق‬ ٌُْ ‫َح َّدثَـنَاُ ُح َس‬
ِ
ُ‫ِن ُ ُم َكاثٌُِر‬
ُِّ ِ‫ود ُإ‬
َُ ُ‫ود ُال َْول‬
َُ ‫ول ُتَـَزَّو ُجوا ُال َْوُد‬ ً ‫صلَّى ُاللَُّوُ ُ َعلَيُِْو ُ َو َسلَّ َُم ُيَأْ ُمُُر ُبِالْبَاءَةُِ ُ َويَـْنـ َهى ُ َع ُْن ُالتَّبَت ُِل ُنَـ ْهيًا ُ َشد‬
ُُ ‫يدا ُ َويَـ ُق‬ ِ
َ ُ ‫اللَُّو‬
‫اءَُيَـ ْوَُمُال ِْقيَ َام ُِة‬
ُ َ‫ْاْلَنْبِي‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Husain dan Affan berkata, Telah
menceritakan kepada kami Khalaf bin Khalifah telah bercerita kepadaku Hafs
bin Umar dari Anas bin Malik berkata, Rasulullah  memerintahkan kita untuk
menikah dan melarang dari membujang dengan larangan yang keras, dan
Beliau Rasulullah  bersabda: "Menikahlah dengan seorang wanita yang
memiliki kasih sayang serta manghasilan banyak keturunan, karena
sesungguhnya saya berlomba-lomba untuk saling memperbanyak umat
dengan para Nabi pada hari kiamat." Lihat dalam Ensiklopedi Hadits
Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom
Indonesia kitab Musnad Ahmad No 12152
37
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :

Munakahat 65
Wismanto Abu Hasan

Nabi  menganjurkan kita dalam banyak hadits agar


menikah dan melahirkan anak. Beliau menganjurkan kita
mengenai hal itu dan melarang kita hidup membujang,
karena perbuatan ini menyelisihi Sunnahnya.
ُ‫ُاْل ْس َالِم‬
ِْ ‫ُصر َورةَ ُِِف‬
ُ َ ‫ََل‬
Artinya : "Tidak (ada) hidup membujang dalam
Islam."38
Berikut ini akan saya kemukakan sejumlah hadits
yang menunjukkan hal itu:
1. Nikah adalah Sunnah para Rasul.
Nikah adalah salah satu Sunnah para Rasul.
Perhatikan hadits berikut ini yang bersal dari At-Tirmidzi
yang diriwayatkan dari Abu Ayyub , ia menuturkan
bahwa Rasulullah  bersabda:

ُ‫ك‬ َ َ‫ُح َّدث‬


َ ‫َْحَ َد‬ َ َ‫ُخلِي َفةَ َُوقَ ْدُق‬
ْ ‫الُلَوُُإِنْ َسا ٌنُيَاُأَبَاُأ‬ َ ‫فُبْ َن‬َ َ‫ُخل‬
َ ‫ت‬ َ َ‫ُخلِي َفةَُق‬
ُ ْ‫الُأَِِب َُوقَ ْد َُرأَي‬ َ ‫فُبْ ُن‬ ُ َ‫اُخل‬َ َ‫ُح َّدثَـن‬
َ ‫اُعفَّا ُن‬ َ َ‫َح َّدثَـن‬
ٍ ِ‫سُب ُِنُمال‬ ِ َ َ‫ُدثَا ٍرُق‬ ِ ‫ُُما ِربُبن‬
ُ‫ول‬ ُ ‫ال َكا َن َُر ُس‬
َُ َ‫كُق‬ َ ْ ِ َ‫ُع ْنُأَن‬ َ ‫ص‬ ٌ ‫اُح ْف‬ َ ُ‫الُأَِِبُفَـلَ ْمُأَفْـ َه ْمُ َك َال َموُُ َكا َنُقَ ْدُ َك َِبُفَـتَـَرْكتُو‬
َ َ‫ُح َّدثَـن‬ ُْ ُ َ
ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ ِ
ُ‫ُم َكاثٌرُب ُك ُْم‬ُ ‫ودُإ ِِّن‬
َ ُ‫ودُال َْول‬
َ ‫ولُتَـَزَّو ُجواُال َْوُد‬
ُ ‫اُويَـ ُق‬
َ ‫يد‬
ً ‫اُشد‬ ِ
َ ً‫ىُع ْنُالتَّبَتلُنـَ ْهي‬ ْ
َ ‫ُعلَيْو َُو َسل َمُيَأ ُمُرُبالْبَاءَة َُويَـنْـ َه‬ َ ُ‫ُصلَّىُاللو‬
َّ َ ‫اللَّو‬
‫ْاْلَنْبِيَاءَُيَـ ْوَمُال ِْقيَ َام ُِة‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami 'Affan telah menceritakan kepada
kami Khalaf bin Khalifah bapakku berkata; saya pernah melihat Khalaf bin
Khalifah diajak bicara seseorang "wahai Abu Ahmad, telah menceritakan
kepadamu Muharib bin Ditsar", --bapakku berkata; saya tidak paham ucapan
Muharib bin ditsar karena tuanya maka saya meninggalkannya--, telah
menceritakan kepada kami Hafs dari Anas bin Malik berkata; Rasulullah 
memerintahkan untuk menikah dan melarang membujang dengan keras
dengan bersabda: "Menikahlah dengan orang yang penyayang dan subur.
Sesungguhnya saya bangga dengan jumlah yang banyak di hadapan para nabi
pada hari kiamat". Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam,
Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Musnad Ahmad No
13080
38
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
ُ‫ُعََ ٍُاء‬
َ ‫ُع َمَر ُبْ ِن‬
ُ ‫ُع ْن‬
َ ٍٍ ْ‫ُجَري‬ُ ‫ُع ْن ُابْ ِن‬
َ ‫َْحََر‬
ْ ‫ُاْل‬
ْ ‫ُحيَّا َن‬
َ ‫ُسلَْي َما َن ُبْ َن‬
ٍ ِ ‫ُشيبةَ ُح َّدثـَنَاُأَب‬
ُ ‫وُخالد ُيَـ ْع ِن‬
َ ُ َ َْ َ ‫َِب‬ ُ ِ‫اُعثْ َما ُن ُبْ ُن ُأ‬
ُ َ‫َح َّدثـَن‬
‫ُاْل ْس َالُِم‬
ِْ ‫ورَة ُِِف‬ ِ ‫ولُاللَّ ِوُصلَّىُاللَّو‬ ِ
َ ‫ُعلَْيو َُو َسلَّ َم ََُل‬
َ ‫ُصُر‬ َُ َ ُ ‫ال َُر ُس‬
َ َ‫ال ق‬ ٍ َّ‫ُعب‬
َُ َ‫اسُق‬ َ ‫ُع ْنُابْ ِن‬َ َ‫َع ْنُع ْك ِرَمة‬
Artinya : Telah menceritakan kepada Kami Utsman bin Abu Syaibah, telah
menceritakan kepada Kami Abu Khalid yaitu Sulaiman bin Hayyan Al Ahmar
dari Ibnu Juraij dari Umar bin 'Atho`, dari 'Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata;
Rasulullah  : "Tidak (ada) hidup membujang dalam Islam." Lihat dalam
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama
dengan telkom Indonesia kitab Sunan Abu Daud No 1469

66 Munakahat
Wismanto Abu Hasan

ُِّ ‫سُ ِم‬


ُ‫ن‬ َُ ‫َّتُفَـلَْي‬ ُ ِ ‫احُ ِم ُْنُ ُسن‬
ُ ِ ‫َّتُفَ َم ُْنُ َُلُْيَـ ْع َم ُْلُبِ ُسن‬ ُُ ‫النِّ َك‬
Artinya : "Menikah adalah sunnahku, barangsiapa
tidak mengamalkan sunnahku berarti bukan dari
golonganku."39

2. Siapa yang mampu di antara kalian untuk menikah,


maka menikahlah.
Nabi  memerintahkan kita demikian,
sebagaimana diriwayatkan oleh al-Bukhari dari ‘Abdullah
bin Mas’ud . Ia menuturkan: ‚Kami bersama Nabi 
sebagai pemuda yang tidak mempunyai sesuatu, lalu
beliau bersabda kepada kami:

ِ ُْ ‫اعُ ِمْن ُك ُْمُالْبَاءََُةُفَـ ْليَتَـَزَّو‬ ُِ َ‫يَاُ َم ْع َشَُرُالشَّب‬


ُ‫ص ُُن‬
َ ‫َح‬ َ َ‫جُفَِإن َُّوُُأَ َغضُُل ْلب‬
ْ ‫ص ُِرُ َوأ‬ َُ َََ‫است‬ْ ُ‫ابُ َم ُْن‬
ُ ‫الص ْوَُمُلَُوُُ ِو َج‬
ٌ‫اء‬ َّ ُ‫الص ْوُِمُفَِإ َُّن‬
َّ ِ‫لِْل َف ْرجُُِ َوَم ُْنُ َُلُْيَ ْستَ َِ ُْعُفَـ َعلَْي ُِوُب‬
Artinya : "Wahai para pemuda, barangsiapa
diantara kalian yang mampu menikah, hendaknya
ia menikah, sesungguhnya hal itu lebih
menundukkan pandangan dan lebih menjaga
kemaluan, dan barangsiapa yang tidak mampu,
hendaknya ia berpuasa, sesungguhnya berpuasa
adalah benteng baginya."40

39
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
ُ‫صلَّى‬ ِ ُُ ‫الُرس‬ ُْ َ‫اس ُِمُعَ ُْنُ َعائِ َش ُةَُقَال‬
ِ ‫ونُع ُنُالْ َق‬ ٍ ِ
َ ُ‫ولُاللَُّو‬ ُ َ َُ َ‫ت ق‬ ْ َ ُ ‫يسىُبْ ُُنُ َمْي ُم‬ َ ‫آد ُُمُ َح َّدثـَنَاُع‬ َ ُ‫َْحَ ُُدُبْ ُُنُ ْاْل َْزَى ُِرُ َح َّدثـَنَا‬ْ ‫َح َّدثـَنَاُأ‬
ِ ِ
ُ‫ِنُ ُم َكاثٌُرُب ُك ُْمُ ْاْل َُم َُمُ َوَم ُْنُ َكا َُنُذَا‬ ِ
ُِّ ‫نُ َوتَـَزَّو ُجواُفَإ‬ ِ
ُِّ ‫سُم‬ ِ
ُ ِ ‫َّتُفَ َم ُْنُ َُلُْيَـ ْع َم ُْلُب ُسن‬
َُ ‫َّتُفَـلَْي‬ ُ ِ ‫احُم ُْنُ ُسن‬ِ ُُ ‫اللَُّوُُ َعلَْي ُِوُ َو َسل َُمُالنِّ َك‬
َّ
ُ ‫الص ْوَُمُلَُوُُ ِو َج‬
ٌ‫اء‬ ِّ ِ‫طَْوٍُلُفَـلْيَـنْ ِك ُْحُ َوَم ُْنُ َُلُْ ََِي ُْدُفَـ َعلَْي ُِوُب‬
َّ ُ‫الصيَ ُِامُفَِإ َُّن‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Al Azhar berkata, telah
menceritakan kepada kami Adam berkata, telah menceritakan kepada kami
Isa bin Maimun dari Al Qasim dari 'Aisyah  ia berkata, "Rasulullah 
bersabda: "Menikah adalah sunnahku, barangsiapa tidak mengamalkan
sunnahku berarti bukan dari golonganku. Hendaklah kalian menikah, sungguh
dengan jumlah kalian aku akan berbanyak-banyakkan umat. Siapa memiliki
kemampuan harta hendaklah menikah, dan siapa yang tidak hendaknya
berpuasa, karena puasa itu merupakan tameng." Lihat dalam Ensiklopedi
Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan
telkom Indonesia kitab Sunan Ibnu Majah No 1836
40
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :

Munakahat 67
Wismanto Abu Hasan

3. Orang yang menikah dengan niat menjaga kesucian


dirinya, maka Allah pasti menolongnya.
Setiap orang yang akan menikah dengan niat
karena Allah, maka ketahuilah bahwa Allah akan
menolongnya atas perkara itu.
At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Hurairah ,
bahwa Rasulullah  bersabda :
ُُ ‫يل ُاللَُِّو ُ َوالنَّاكِ ُُح ُالْ ُم ْستَـ ْع ِف‬
ُ‫ف‬ ُِ ِ‫ِف ُ َسب‬ ِ ‫ث ُ ُكله ُم ُحقُ ُعلَى ُاللَُِّو ُعونُُو ُالْمج‬
ُ ُِ ‫اى ُُد‬ َ ُ ُ َْ َ َ ْ ُ ٌُ ‫ثََال‬
ُُ ‫بُيُِر‬
َ‫يدُ ْاْل ََد ُاء‬ ُُ َ‫َوالْ ُم َكات‬
Artinya : "Ada tiga golongan yang telah menjadi hak
Allah untuk menolongnya; mujahid di jalan Allah,
seorang yang ingin menikah tetapi tidak
mempunyai kemampuan dan seorang budak yang
ingin menebus dirinya sehingga merdeka." 41

ُُ‫صلَّىُاللَُّو‬ ِ ُِ ‫الُعب ُُدُاللَُِّوُ ُكنَّاُم ُعُرس‬


َ ُ‫ولُاللَُّو‬ َُ ََ ْ َ َُ َ‫الُق‬َُ َ‫يدُق‬ َّ ُ‫شُ َع ُْنُعُ َم َارةَُُ َع ُْنُ َعبْ ُِد‬
َُ ‫الر ْْحَ ُِنُبْ ُِنُيَِز‬ ُُ ‫َع َم‬ ْ ‫َخبَـَرنَاُيـَ ْعلَىُ َح َّدثـَنَاُ ْاْل‬
ْ‫أ‬
ُِ‫ص ُر‬ ِ ِ ِ ِ َّ ِ
َ َ‫ج ُفَإن َُّوُ ُأَ َغضُ ُللْب‬
ُْ ‫اع ُمنْ ُك ُْم ُالْبَاءَةَُ ُفَـلْيَتَـَزَّو‬
َُ َََ‫است‬
ْ ُ ‫اب ُ َم ُْن‬
ُ َ‫ال ُيَا ُ َم ْع َشَُر ُالشَّب‬ َُ ‫س ُلَنَا ُ َش ْي ُءٌ ُفَـ َق‬
َُ ْ‫اب ُلَي‬
ٌُ َ‫َعلَيْ ُو ُ َو َسل َُم ُ َشب‬
ِ ِ ِ
َّ ُ‫الص ْوُمُفَإ َُّن‬ َّ ‫ص ُُنُلِلْ َف ْرجُُِ َوَم ُْنُ َُلُْيَ ْستََ ُْعُفَـ َعلَْي ُوُب‬
ِ ِ ِ
ٌ‫اء‬
ُ ‫الص ْوَُمُلَُوُُو َج‬ َ ‫َح‬ ْ ‫َوأ‬
Artinya : Telah mengabarkan keapda kami Ya'la telah menceritakan kepada
kami Al A'masy dari 'Umarah dari Abdurrahman bin Yazid, ia berkata; Abdullah
berkata; kami pernah bersama Rasulullah , kami adalah para pemuda yang
tidak memiliki sesuatupun, kemudian beliau bersabda: "Wahai para pemuda,
barangsiapa diantara kalian yang mampu menikah, hendaknya ia menikah,
sesungguhnya hal itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga
kemaluan, dan barangsiapa yang tidak mampu, hendaknya ia berpuasa,
sesungguhnya berpuasa adalah benteng baginya." Lihat dalam Ensiklopedi
Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan
telkom Indonesia kitab Sunan Darimi No 2071
41
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
ُ‫ث‬ َُ َ‫صلَّىُاللَُّوُُ َعلَْي ُِوُ َو َسلَّ َُمُق‬
ٌُ ‫الُثََال‬ ُ ِ‫يدُ َع ُْنُأ‬
ُِّ ِ‫َِبُ ُىَريْـَرَُة َع ُْنُالن‬
َ ُ‫َّب‬ ٍُ ِ‫َِبُ َسع‬
ُ ِ‫يدُبْ ُُنُأ‬ُُ ِ‫نُ َسع‬
ُ َِ‫يُ َع ُِنُابْ ُِنُ َع ْج َال َُنُ َح َّدث‬
َُ ‫َح َّدثَـنَاُ ََْي‬
ُُ ‫بُيُِر‬
َ‫يدُ ْاْل ََد ُاء‬ ُُ َ‫فُ َوال ُْم َكات‬ ُُ ‫يلُاللَُِّوُ َوالنَّاكِ ُُحُال ُْم ْستَـ ْع ِف‬
ُِ ِ‫ِفُ َسب‬ ِ ‫ُكله ُمُحقُُعلَىُاللَُِّوُعونُُوُالْمج‬
ُ ُِ‫اى ُُد‬ َ ُ ُ َْ َ َ ُْ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Yahya dari Ibnu 'Ajlan telah
menceritakan kepadaku Sa'id Ibnu Abi Sa'id dari Abu Hurairah dari Nabi ,
beliau bersabda: "Ada tiga golongan yang telah menjadi hak Allah untuk
menolongnya; mujahid di jalan Allah, seorang yang ingin menikah tetapi tidak
mempunyai kemampuan dan seorang budak yang ingin menebus dirinya
sehingga merdeka." Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9
imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Musnad
Ahmad No 7109

68 Munakahat
Wismanto Abu Hasan

4. Menikahi wanita yang berbelas kasih dan subur (banyak


anak) adalah kebanggaan bagimu pada hari Kiamat.
Jika hendak menikah, carilah dari keluarga yang
wanita-wanitanya dikenal subur (banyak anak) dan
berbelas kasih kepada suaminya, karena Nabi 
membanggakanmu mengenai hal itu pada hari Kiamat.
Berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud dari Ma’qil bin Yasar , ia menuturkan:
‚Seseorang datang kepada Nabi  lalu mengatakan:
‘Aku mendapatkan seorang wanita (dalam satu riwayat
lain (disebutkan), ‘memiliki kedudukan dan kecantikan’),
tetapi ia tidak dapat melahirkan anak (mandul); apakah
aku boleh menikahinya?’ Beliau menjawab: ‘Tidak.’
Kemudian dia datang kepada beliau untuk kedua kalinya,
tapi beliau melarangnya. Kemudian dia datang kepada
beliau untuk ketiga kalinya, maka beliau bersabda:
‘Nikahilah wanita yang berbelas kasih lagi banyak anak,
karena aku akan membangga-banggakan jumlah kalian
kepada umat-umat yang lain.‛

5. Persetubuhan salah seorang dari kalian adalah shadaqah.


Islam juga memberi apresiasi yang sangat baik bagi
saumi istri yang saling menjaga diri mereka, sehingga
aktivitas seksualnya dengan isterinya baik guna
mendapatkan keturunan, atau untuk memelihara dirinya
atau pasangannya, maka engkau mendapatkan pahala ;
berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari
Abu Dzarr , bahwa sejumlah Sahabat Nabi  berkata
kepada beliau:
"Wahai Rasulullah, orang-orang kaya pergi
dengan membawa pahala yang banyak, mereka
shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa
sebagaimana kami berpuasa, dan mereka
bersedekah dengan kelebihan harta mereka!.

Munakahat 69
Wismanto Abu Hasan

Nabi bersabda: "Bukankah Allah telah


menjadikan bagi kamu sesuatu untuk bersedekah?
Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah sedekah,
tiap-tiap tahmid adalah sedekah, tiap-tiap tahlil
adalah sedekah, menyuruh kepada kebaikan
adalah sedekah, mencegah kemungkaran adalah
sedekah, dan persetubuhan salah seorang di
antara kamu (dengan isterinya) adalah sedekah."
Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah
(jika) salah seorang di antara kami memenuhi
syahwatnya ia akan mendapat pahala?"
Rasulullah  menjawab: "Apa pendapat kalian
jika ia menempatkannya kepada sesuatu yang
haram, apakah ia berdosa?"
Para sahabat menjawab, "Tentu."
Beliau bersabda: "Demikian pula jika ia
memenuhi syahwatnya itu pada yang halal, maka ia
akan mendapat pahala."42

42
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
ِ ِ ‫ُاْل‬ ِ ٍ ِ ‫ح َّدثـَناُوىبُبنُج ِري ٍرُح َّدثـَن‬
ُ‫ُع ْن‬
َ ‫َس َودُالدِّيْل ِّي‬ ْ ْ ‫ُع ْنُأَِِب‬ َ ‫َُي َيُبْ ِنُيـَ ْع َمَر‬ َْ ‫ُع ْن‬ َ ‫َُي َيُبْ ِنُعُ َقْي ٍل‬
َْ ‫ُع ْن‬َ ‫ُع ْن َُواص ٍل‬ َ ‫ُمْي ُمون‬ َ ‫اُم ْهديُبْ ُن‬ َ َ َ َ ُْ ُ َْ َ َ
ُ‫ول‬ ِ‫ض‬ ‫ف‬ِ‫ب‬ُ ‫ن‬ ‫و‬ ‫ق‬‫د‬َّ ُ
‫ص‬ ‫ت‬‫ـ‬ ‫ي‬‫ُو‬ ‫وم‬ ‫ص‬ ‫ن‬ ُ‫ا‬ ‫م‬ ‫ك‬ ُ ‫ن‬ ‫و‬ ‫وم‬ ‫ص‬ ‫ي‬‫يُو‬ ِّ
‫ل‬ ‫ص‬ ‫ن‬ ُ ‫ا‬‫م‬ ‫ك‬ ُ ‫ن‬ ‫و‬ ‫ل‬ ‫ص‬ ‫ُي‬ ِ
‫ر‬ ‫و‬ ‫ُج‬ ‫اْل‬ ِ
‫ب‬ ُ ِ
‫ر‬ ‫و‬ ‫ث‬ ‫ُالد‬ ‫ل‬ ِ َّ َ ‫اُر ُس‬ ِ َُ َ‫أَِِب ُ َذ ٍّر ُق‬
ُ ُ َ ُ َ ََ َ ُ ُ َ َ َ َ ُ ُ َ َ َ ُ َ َ َ َ ُ ُ ْ ُ ُ ْ َ َ َ ‫ول ُالل‬
‫َى‬ ‫أ‬ ُ ‫ب‬ ‫ى‬ ‫ذ‬ ُ ‫و‬ َ َ‫يل ُي‬ َ ‫ال ق‬
ٍ ِ ٍ ٍ ِ ِ َ ‫أ َْم َواَلِِ ْمُفَـ َق‬
ُ‫ُص َدقَةٌ َُوبِ ُك ِّل‬ َ ‫ُص َدُقَةٌ َُوبِ ُك ِّلُتَ ْكبِ َرية‬
َ ‫ُص َدقَةٌ َُوبِ ُك ِّلُتـَ ْهليلَة‬ َ ‫يحة‬ َ ِ‫ص َّدقُو َنُإنَّوُُب ُك ِّلُتَ ْسب‬ َ ‫ُج َع َلُاللَّوُُلَ ُك ْم‬
َّ َ‫ُماُت‬ َ ‫سُقَ ْد‬ َ ‫الُأ ََولَْي‬
ِ َ ‫ض ِع ُأَح ِد ُكم ُص َدقَةٌ ُقَالُواُياُرس‬ ِ ٍ ِ
َ ‫ول ُاللَّو ُأَيَأِِْت ُأ‬
ُ‫َح ُدنَا‬ َُ َ َ ْ َ ْ ُ‫ُص َدقَةٌ َُوِِف ُب‬ َ ‫ُع ْن ُال ُْمْن َك ِر‬ َ ‫ُص َدقَةٌ َُونـَ ْه ٌي‬ َ ‫ُص َدقَةٌ َُوأ َْمٌر ُبِال َْم ْعُروف‬ َ ‫ََْتم َيدة‬
ُ‫كُإِ َذا‬ ِ َ َ‫ُعلَْي ِو ُ ِوْزٌرُأ َْو ُالْ ِوْزُر ُقَالُواُبـَلَىُق‬ ِ ْ ‫اُِف‬ ِ ‫ض َع َه‬ ِ
َ ‫الُفَ َك َذل‬ َ ‫سُ َكا َنُيَ ُكو ُن‬ َ ‫ُاِلََرامُأَلَْي‬ َ ‫الُأ ََرأَيْـتُ ْمُلَ ْو َُو‬ َ ‫َجٌر ُفَـ َق‬
ْ ‫َش ْه َوتَوُُ َويَ ُكو ُنُلَوُُف َيهاُأ‬
‫َجُُر‬ ْ ُ‫ُاِلَ َال ِلُيَ ُكو ُنُلَو‬
ْ ‫ُاْل‬ ْ ‫اُِف‬ِ ‫ض َع َه‬ َ ‫َو‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Wahab bin Jarir telah menceritakan
kepada kami Mahdi bin Maimun dari Washil dari Yahya bin Uqail dari Yahya bin
Ya'mar dari Abul 'Aswad Ad Dili dari Abu Dzar berkata, ia berkata, "Dikatakan,
"Wahai Rasulullah, orang-orang kaya pergi dengan membawa pahala yang
banyak, mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka berpuasa
sebagaimana kami berpuasa, dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta
mereka!. Nabi bersabda: "Bukankah Allah telah menjadikan bagi kamu sesuatu
untuk bersedekah? Sesungguhnya tiap-tiap tasbih adalah sedekah, tiap-tiap
tahmid adalah sedekah, tiap-tiap tahlil adalah sedekah, menyuruh kepada
kebaikan adalah sedekah, mencegah kemungkaran adalah sedekah, dan
persetubuhan salah seorang di antara kamu (dengan isterinya) adalah
sedekah." Mereka bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah (jika) salah seorang di
antara kami memenuhi syahwatnya ia akan mendapat pahala?" Rasulullah 
menjawab: "Apa pendapat kalian jika ia menempatkannya kepada sesuatu
yang haram, apakah ia berdosa?" Para sahabat menjawab, "Tentu." Beliau
bersabda: "Demikian pula jika ia memenuhi syahwatnya itu pada yang halal,
maka ia akan mendapat pahala." Lihat dalam Ensiklopedi Hadits
Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom
Indonesia kitab Musnad Ahmad No 20508

70 Munakahat
Wismanto Abu Hasan

6. Menikah dapat mengembalikan semangat


‚kepemudaan‛.
Nikah dapat mengembalikan kekuatan dan
kepemudaan badan. Karena ketika jiwa merasa
tenteram, tubuh menjadi giat.
Inilah seorang Sahabat yang menjelaskan hal itu
kepada kita, sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-
Bukhari dari ‘Alqamah , ia menuturkan: ‚Aku bersama
‘Abdullah (bin Mas’ud), lalu ‘Utsman bertemu dengannya
di Mina, maka ia mengatakan: ‘Wahai Abu ‘Abdirrahman,
sesungguhnya aku mempunyai hajat kepadamu.’
Kemudian keduanya bercakap-cakap (jauh dari
‘Alqamah). ‘Utsman bertanya kepadanya: ‘Wahai Abu
‘Abdirrahman, maukah aku nikahkan engkau dengan
seorang gadis yang akan mengingatkanmu pada apa yang
dahulu pernah engkau alami?’ Ketika ‘Abdullah merasa
dirinya tidak membutuhkannya, maka dia
mengisyaratkan kepadaku seraya mengatakan: ‘Wahai
‘Alqamah!’ Ketika aku menolaknya, dia mengatakan:
‘Jika memang engkau mengatakan demikian, maka
sesungguhnya Nabi  bersabda kepada kami: ‘Wahai
para pemuda, barangsiapa di antara kalian mampu untuk
menikah, maka menikahlah. Dan barangsiapa yang
belum mampu, maka berpuasalah; karena puasa dapat
mengendalikan syahwatnya.’‛

7. Nabi  menganjurkan suami isteri agar melakukan


aktivitas seksual guna memperolah keturunan, dan
menikah dengan gadis.
Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah
, ia mengatakan: ‚Nabi Sulaiman bin Dawud berkata:
‘Aku benar-benar akan menggilir 70 isteri pada malam
ini, yang masing-masing isteri akan melahirkan seorang
mujahid yang berjihad di jalan Allah. Seorang sahabatnya

Munakahat 71
Wismanto Abu Hasan

berkata kepadanya: ‘Insya Allah’ Tetapi Nabi Sulaiman


 tidak mengucapkannya, dan tidak ada seorang pun
dari mereka yang hamil kecuali satu orang. Nabi 
bersabda: ‘Seandainya dia mengucapkan insya Allah,
niscaya mereka menjadi para mujahid di jalan Allah.‛ 43
Al-Bukhari meriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah
, ia berkata :

َ ُ‫اُوتَُالعِب‬ ِ ِ
ُ‫ك‬ َ ‫الُأَفَ َالُبكٌْرُتَُالعبُـ َه‬ ُ ْ‫الُبِكًْراُأ َْمُثـَيِّبًاُفَـ ُقل‬
َ َ‫تُثـَيِّبًاُق‬ َ َ‫تُنـَ َع ْمُق‬
ُ ْ‫تُقـُل‬
َ ‫أَتَـَزَّو ْج‬
Artinya : (Rasulullah  berkata kepadaku): "Apakah
engkau telah menikah?" Aku katakan; Iya. Beliau
bertanya: "Gadis atau janda?" Aku katakan; janda.
Beliau berkata: "Mengapa engkau tidak menikah
dengan seorang gadis, sehingga engkau dapat
bercanda dengannya dan dia bercanda
denganmu?"44

43
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
َ ‫ُح َج ٍْري‬ ِ ُِ ‫ُعن‬ ِ ٍ ‫اُُم َّم ُد ُبن‬
ُ‫ُع ْن ُأَِِب‬َ ‫ُع ْن ُطَ ُاو ٍس‬ ُ ‫ُى َشام ُبْ ِن‬ ْ َ ‫اُس ْفيَا ُن‬ َ ‫ُعبَّاد َُوابْ ُن ُأَِِب ُعُ َمَر َُواللَّ ْف ُظ َُلبْ ِن ُأَِِب ُعُ َمَر ُقَ َاَل‬
ُ َ‫ُح َّدثـَن‬ َ ُ ْ َُ َ‫وُح َّدثـَن‬ َ
ُ‫ُامَُرأًَة ُ ُكل ُه َّن ُتَأِِْت ُبِغُ َالٍم‬ ِ‫ال ُسلَيما ُن ُبن ُداود ُنَِب ُاللَّ ِو َُْلَطُوفَ َّن ُاللَّيـَلةَُعلَىُسبع‬ ِ
‫ي‬
ْ َ َْ َ ْ َ ُ َ ُ ْ َ ْ ُ َ َ َ َ َ َ َ ََْ ُ َّ‫ُصل‬
‫ق‬ ُ ‫ال‬ ‫ق‬ُ ‫م‬ َّ
‫ل‬ ‫س‬‫ُو‬ ‫و‬ ‫ي‬‫ل‬ ‫ُع‬ ‫و‬َّ
‫ل‬ ‫ال‬ ُ‫ى‬ َ ‫َّب‬ ِّ ِ‫ُىَريْـَرَُة َع ْن ُالن‬
ِ ‫اح َدةٌ ُِمن ُنِسائِِو ُإََِّل ُو‬ ِ ‫ْت ُو‬ِ ِ َ ‫ك ُقُ ْل ُإِ ْن‬ ِ ‫ال ُلَو ُص‬ ِ ِ
ٌُ‫اح َدة‬ َ َ ْ َ ‫ُشاءَ ُاللَّوُ ُفَـُلَ ْم ُيـَ ُق ْل َُونَس َي ُفَـلَ ْم ُتَأ‬ ُ َ‫احبُوُ ُأ َْو ُال َْمل‬ َ ُ َ ‫ُسبِ ِيل ُاللَّو ُفَـ َق‬ َ ‫يـُ َقات ُل ُِِف‬
ِ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ
ُ‫وُح َّدثـَنَا‬
َ ‫اجت ُو‬ َ ‫ُح‬ َ ‫ُد َرًكاُلَوُ ُِِف‬ َ ‫ث َُوَكا َن‬ َْ ْ‫ُشاءَُاللَّوُُ َل‬
ْ َُ‫َُين‬ َ ‫الُإ ْن‬ َ َ‫ُعلَْيو َُو َسلَّ َم َُولَ ْو ُق‬
َ ُ‫ُصلَّىُاللَّو‬ َ ‫ولُاللَّو‬ ُ ‫ال َُر ُس‬
َ ‫تُبش ِّقُغُ َالم ُفَـ َق‬ ْ َ‫َجاء‬
ِ َّ ِ َّ َّ ِ ِ ِ
ُُ‫َُن َوه‬
َْ ‫ُصلىُالل ُوُُ َعلَْيو َُو َسل َمُمثْـلَوُُأ َْو‬ َ ‫َّب‬ِّ ِ‫ُع ْنُالن‬
َ َ‫ُىَريْـَرة‬
ُ ‫ُع ْنُأَِب‬ َ ‫َعَرِج‬ْ ‫ُاْل‬
ْ ‫ُع ْن‬ َ ‫ُالزنَاد‬
ِّ ‫ُع ْنُأَِب‬ َ ‫اُس ْفيَا ُن‬ َ ‫ابْ ُُنُأَِِبُعُ َمَر‬
ُ َ‫ُح َّدثـَن‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin 'Abbad dan Ibnu
Abu Umar dan ini adalah lafadz Ibnu Abu Umar, keduanya berkata; telah
menceritakan kepada kami Sufyan dari Hisyam bin Hujair dari Thawus dari Abu
Hurairah dari Nabi , beliau bersabda: "Nabi Allah Sulaiman bin Daud pernah
berkata, 'Sungguh aku akan menggilir tujuh puluh isteriku dalam satu malam,
yang nantinya masing-masing mereka akan melahirkan seorang anak laki-laki
yang akan berjuang di jalan Allah', lantas sahabatnya -atau Malaikat- memberi
saran, 'Ucapkanlah 'Insya Allah'.' Namun dia lupa mengucapkannya. Ternyata
tidak seorang pun dari isterinya yang melahirkan kecuali hanya seorang isteri
yang melahirkan seorang anak yang cacat." Lalu Rasulullah  bersabda:
"Seandainya dia mengucapkan 'Insya Allah', tentu dia tidak akan melanggar
sumpahnya, dan apa yang dihajatkannya akan terkabul." Dan telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar telah menceritakan kepada kami
Sufyan dari Abu Az Zannad dari Al A'raj dari Abu Hurairah dari Nabi  seperti
hadits di atas." Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam,
Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Shohih Muslim No
3124
44
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
َُ َ‫ُعْب ِد ُاللَّ ِو ُق‬ ِ ْ ‫ال ُب ِن ُأَِِب‬ ِ ‫اُاْلَعمش ُعن‬
ُ ‫ال ُِِل َُر ُس‬
ُ‫ول‬ َ َ‫ال ق‬ َ ‫ُع ُْن ُ َجابِ ِر ُبْ ِن‬
َ ‫ُاْلَ ْعد‬ ْ ‫ُس‬ َ ْ َ ُ َ ْ ْ َ‫َخبَـَرن‬ ْ ‫وُم َعا ِويَةَُأ‬ َ ‫ُحْنبَ ٍل‬
ُ ُ‫ُح َّدثـَنَاُأَب‬ َ ‫َْحَ ُد ُبْ ُن‬
ْ ‫َح َّدثـَنَاُأ‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َُ ُ‫اُوتَُالعب‬
‫ك‬ َ ‫الُأَُفَ َالُبكٌْرُتَُالعبُـ َه‬َ َ‫تُثـَيِّبًاُق‬
ُ ‫الُبكًْراُأ َْمُثـَيِّبًاُفَـ ُق ْل‬
َ َ‫تُنـَ َع ْمُق‬ َ ‫ُعلَْيو َُو َسلَّ َمُأَتـََزَّو ْج‬
ُ ‫تُقـُ ْل‬ َ ُ‫ُصلَّىُاللَّو‬
َ ‫اللَّو‬

72 Munakahat
Wismanto Abu Hasan

Ibnu Majah meriwayatkan dari Rasulullah , bahwa


beliau bersabda:
.‫ضىُبِالْيَ ِس ُِْري‬ َ ‫اُوأَنْـتَ ُقُأ َْر َح ًام‬
َ ‫اُوأ َْر‬ َ ‫بُأَفْـ َو ًاى‬ ُ ‫َعلَْي ُك ْمُبِاْْلَبْ َكا ِرُفَِإنـ‬
ُ ‫َّه َّنُأ َْع َذ‬
Artinya : Nikahlah dengan gadis perawan; sebab
mereka itu lebih manis bibirnya, lebih subur
rahimnya, dan lebih ridha dengan yang sedikit.‛45
8. Anak dapat memasukkan bapak dan ibunya ke dalam
Surga.
Bagaimana anak memasukkan ayah dan ibunya ke
dalam Surga? Mari kita dengarkan jawabannya dari
Rasulullah  dalam hadits qudsi. Imam Ahmad
meriwayatkan dari sebagian Sahabat Nabi , bahwa
beliau bersabda:
ُ‫ُح ََّّتُيَ ْد ُخ َل‬،
َ ‫ب‬ ِّ ‫ـاُر‬
َ َ‫ُي‬:‫ُفَـيَـ ُق ْولُ ْو َن‬:‫ال‬ ْ ‫ُاُْد ُخلُو‬:‫ـالُلِْل ِولْ َد ِانُيَـ ْوَمُالْ ِقيَ َام ِة‬
َ َ‫ُق‬.َ‫اُاْلَنَّة‬ ُ ‫يـُ َق‬
ِ ِ ُْ ‫ ُمـا ُِِل ُأَراىم‬:ُ ‫ ُفَـيـ ُقوُل ُاهلل‬:‫ال‬
ُ،‫ي‬ َ ْ ‫ُُمبَـْنَئ‬ َُْ َ ُ ْ َ َ َ‫ ُق‬.‫ ُفَـيَأْتُـ ْو َن‬:‫ال‬ َ َ‫ ُق‬،‫آبَ ُاؤنَا َُوأ َُّم َهاتُـنَا‬
ُ‫ُاد ُخلُوا‬:
ْ ‫ُفَـيَـ ُق ْوُل‬:‫ال‬َ َ‫ُق‬.‫اُوأ َُّم َهاتُـنَـا‬
َ َ‫ُآبَ ُاؤن‬،‫ب‬ِّ ‫ـاُر‬
َ َ‫ُي‬:‫ُفَـيَـ ُق ْولُْو َن‬:‫ال‬َ َ‫ُق‬،َ‫اُاْلَنَّة‬
ْ ‫اُْد ُخلُو‬
.‫اْلَنَّةَُأَنْـتُ ْم َُوآبَا ُؤُك ُْم‬
ْ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Hanbal, telah
menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, telah mengabarkan kepada kami Al
A'masy dari Salim bin Abu Al Ja'd dari Jabir bin Abdullah, ia berkata;
Rasulullah  berkata kepadaku: "Apakah engkau telah menikah?" Aku katakan;
Iya. Beliau bertanya: "Gadis atau janda?" Aku katakan; janda. Beliau berkata:
"Mengapa engkau tidak menikah dengan seorang gadis, sehingga engkau dapat
bercanda dengannya dan dia bercanda denganmu?" Lihat dalam Ensiklopedi
Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan
telkom Indonesia kitab Sunan Abu Daud No 1752
45
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
ُِ ‫الر ْْحَ ُِن ُبْ ُُنُ َس‬
ُ‫الُبْ ُِنُ ُعْتبَُةَُبْ ُِنُ ُع َوُِْي‬ َّ ُ‫نُ َعْب ُُد‬ ُ َِ‫يمُبْ ُُنُال ُْمنْ ِذ ُِرُا ِْلَِز ِاميُُ َح َّدثـَنَاُ ُُمَ َّم ُُدُبْ ُُنُطَلْ َح ُةَُالتـَّْي ِميُُ َح َّدث‬
ُُ ‫َح َّدثـَنَاُإِبْـَر ِاى‬
ُ‫ب‬ُُ ‫َّه َُّنُأ َْع َذ‬ ِ
ُ ‫صلَّىُاللَُّوُُ َعلَيُْوُ َو َسلَّ َُمُ َعلَْي ُك ُْمُبِ ْاْلَبْ َكا ُِرُفَِإنـ‬
ِ ُُ ‫الُرس‬
َ ُ‫ولُاللَُّو‬ ُ َ َُ َ‫ال ق‬ َُ َ‫صا ِريُُ َع ُْنُأَبِ ُِيوُ َع ُْنُ َجدِّهُُِق‬ ِ
َ ْ‫بْ ُِنُ َساع َدَُةُ ْاْلَن‬
‫ضىُبِالْيَ ِس ُِري‬َ ‫أَفْـ َو ًاىاُ َوأَنْـتَ ُُقُأ َْر َح ًاماُ َوأ َْر‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Al Mundzir Al Hizami
berkata, telah menceritakan kepada kami Muhamamad bin Thalhah At Taimi
berkata, telah menceritakan kepadaku 'Abdurrahman bin Salim bin Utbah bin
Uwaim bin Sa'idah Al Anshari dari Bapaknya dari Kakeknya ia berkata,
"Rasulullah  bersabda: "Hendaklah kalian memilih yang masih perawan.
Sungguh, sebab mereka itu lebih manis bibirnya, lebih subur rahimnya, dan
lebih ridha dengan yang sedikit." Lihat dalam Ensiklopedi Hadits
Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom
Indonesia kitab Sunan Ibnu Majah No 1851

Munakahat 73
Wismanto Abu Hasan

Artinya : Di perintahkan kepada anak-anak di


Surga: ‘Masuklah ke dalam Surga.’ Mereka
menjawab: ‘Wahai Rabb-ku, (kami tidak masuk)
hingga bapak dan ibu kami masuk (terlebih
dahulu).’ Ketika mereka (bapak dan ibu) datang,
maka Allah  berfirman kepada mereka: ‘Aku tidak
melihat mereka terhalang. Masuklah kalian ke
dalam Surga.’ Mereka mengatakan: ‘Wahai Rabb-
ku, bapak dan ibu kami?’ Allah berfirman:
‘Masuklah ke dalam Surga bersama orang tua
kalian.'‛

Sebagian manusia memutuskan untuk beribadah


dan menjadi ‚pendeta‛ serta tidak menikah, dengan
alasan bahwa semua ini adalah taqarrub (mendekatkan
diri) kepada Allah. Kita sebutkan kepada mereka dua
hadits berikut ini, agar mereka mengetahui ajaran-ajaran
Nabi  dan keharusan mengikuti Sunnahnya pada apa
yang disabdakannya. Inilah point yang kesembilan:

9. Tidak menikah karena memanfaatkan seluruh waktunya


untuk beribadah adalah menyelisihi Sunnah Nabi 
Ketika kita memutuskan untuk tidak menikah agar
dapat mempergunakan seluruh hidup kita untuk
beribadah adalah menyelisihi Sunnah Nabi . Sebab,
agama kita bukan agama ‚kependetaan‛ dan beliau 
tidak merekomendasi-kan hal itu kepada kita.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari
Anas bin Malik , ia menuturkan: Ada tiga orang yang
datang ke rumah isteri-isteri Nabi  untuk bertanya
tentang ibadah Nabi . Ketika mereka diberi kabar,
mereka seakan-akan merasa tidak berarti. Mereka
mengatakan: ‚Apa artinya kita dibandingkan Nabi ,
padahal Allah telah mengampuni dosa-dosanya yang
telah lalu dan terkemudian?‛ Salah seorang dari mereka
berkata: ‚Aku akan shalat malam selamanya.‛ Orang
kedua mengatakan: ‚Aku akan berpuasa sepanjang masa

74 Munakahat
Wismanto Abu Hasan

dan tidak akan pernah berbuka.‛ Orang ketiga


mengatakan: ‚Aku akan menjauhi wanita dan tidak akan
menikah selamanya.‛ Kemudian Rasulullah  datang lalu
bertanya: ‚Apakah kalian yang mengatakan demikian dan
demikian? Demi Allah, sesungguhnya aku lebih takut
kepada Allah dan lebih bertakwa daripada kalian, tetapi
aku berpuasa dan berbuka, shalat dan tidur, serta
menikahi wanita. Barangsiapa yang membenci Sunnah-
ku, maka ia bukan termasuk golonganku.'‛46
Nabi  menyetujui Salman  atas apa yang
dikatakannya kepada saudaranya, Abud Darda’  yang
telah beristeri, agar tidak menghabiskan waktunya untuk
beribadah dan menjauhi isterinya, yaitu Ummud Darda’
. Dia menceritakan kepada kita peristiwa yang telah
terjadi.
Al-Bukhari meriwayatkan dari Wahb bin ‘Abdillah
, ia menuturkan: Nabi  mempersaudarakan antara
Salman dan Abud Darda’. Ketika Salman mengunjungi
Abud Darda’, dia melihat Ummud Darda’ mubtadzilah
(memakai baju apa adanya dan tidak memakai pakaian
yang bagus). Dia bertanya: ‚Bagaimana keadaanmu?‛ Ia
menjawab: ‚Saudaramu, Abud Darda’, tidak
membutuhkan dunia ini, (yakni wanita. Dalam riwayat
46
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
ُ‫ض ُه ْم ََُل‬ َ َ‫ُعلَْي ِو َُو َسلَّ َم ُق‬
ُ ‫ال ُبـَ ْع‬ َ ُ‫صلَّىُاللَّو‬
ِ ِ ِ ْ ‫اُمن ُأ‬
َ ُ ‫َص َحاب َُر ُسول ُاللَُّو‬
ِ َّ ‫س أ‬
ْ ‫َن ُنـَ َفًر‬ ٍُ َ‫ُع ْن ُأَن‬ ٌ ِ‫ُح َّدثـَنَاُثَاب‬
َ ‫ت‬ َ ‫اد‬
ٌ َّ‫اُْح‬
َ َ‫ُح َّدثـَن‬
َ ‫اُم َؤَّم ٌل‬
ُ َ‫َح َّدثـَن‬
ُ‫الُأَقْـ َو ٍام‬‫اُب‬ ‫ُم‬ ‫ال‬ ‫ق‬ ‫ـ‬‫ف‬ ُ ‫م‬ َّ
‫ل‬ ‫س‬ ‫ُو‬ ِ
‫و‬ ‫ي‬‫ل‬ ‫ُع‬ ‫و‬َّ
‫ل‬ ‫ىُال‬َّ
‫ل‬ ُ
‫ُص‬ ِ ِ ِ ِّ
ُ َ َ َ َ َ َ َ َ ََْ ُ َ َّ َ َ َ َ ََ ُ ْ ََ ُ ُ ْ ُ ُ ْ َ َ َ َ ُ َ ََ َ ْ ُ ُ ْ َ َ َ‫أَتَـَزَّو ُج َُو‬
‫َّب‬‫ن‬‫ُال‬ ‫ك‬ ‫ل‬ ‫ذ‬ُ ‫غ‬ ‫ل‬ ‫ـ‬‫ب‬ ‫ـ‬‫ف‬ُ ‫ر‬َ ‫ف‬ُ
‫أ‬ ُ ‫َل‬
‫ُو‬ ‫وم‬ ‫َص‬ ‫أ‬ ُ ‫م‬ ‫ه‬ ‫ض‬ ‫ع‬ ‫ـ‬‫ب‬ُ ‫ال‬‫ق‬‫ُو‬ ‫ام‬ ‫ن‬َ
‫أ‬ ُ ‫َل‬ ‫يُو‬ ‫ل‬ ‫ُص‬‫أ‬ ُ ‫م‬ ‫ه‬ ‫ض‬ ‫ع‬ ‫ـ‬‫ب‬ ُ ‫ال‬ ‫ق‬
ِ ِ ِ ِ
ُِّ ‫سُم‬
‫ن‬ ِ ُ ‫ُع ْن‬
َ ‫ُسنَّتُفَـلَْي‬ َ ‫ب‬ َ ‫ِّساءَُفَ َم ْن َُرغ‬ َ ‫ام َُوأَتَـَزَّو ُجُالن‬ َ ِّ‫ُصل‬
ُ َ‫يُوأَن‬ َ ‫وم َُوأُفَُْر َُوأ‬
ُ ‫َص‬ ُ ‫قَالُواُ َك َذاُ َوَك َذاُلَك ِّنُأ‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Mu'ammal telah menceritakan
kepada kami Hammad dari Tsabit dari Anas bin Malik, ada beberapa sahabat
Rasulullah  berkata; saya tidak akan menikah, sebagian lagi berkata; saya
akan selalu shalat dan tidak tidur, sebagian lagi berkata; saya akan terus
berpuasa dan tidak berbuka. Berita ini sampai kepada Nabi , hingga (Beliau
) bersabda: "Apa alasannya ada yang berkata begini-begitu. Padahal saya
berpuasa dan berbuka, aku shalat dan tidur, dan aku juga menikahi
perempuan, dan barangsiapa yang membenci sunnahku maka ia tidak
termasuk golonganku ". Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9
imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Musnad
Ahmad No 13045

Munakahat 75
Wismanto Abu Hasan

Ibnu Khuzaimah terdapat tambahan: ‘Ia berpuasa di


siang hari dan shalat di malam hari’).‛
Kemudian Abud Darda’ datang lalu Salman
dibuatkan makanan. ‚Makanlah, karena aku sedang
berpuasa,‛ kata Abud Darda’. Ia menjawab: ‚Aku tidak
akan makan hingga engkau makan.‛ Abud Darda’ pun
makan. Ketika malam datang, Abud Darda’ pergi untuk
mengerjakan shalat.
Salman berkata kepadanya: ‚Tidurlah!‛ Ia pun
tidur. Kemudian ia pergi untuk shalat, maka Salman
berkata kepadanya: ‚Tidurlah!‛ Ketika pada akhir malam,
Salman berkata: ‚Bangunlah sekarang.‛ Lantas keduanya
melakukan shalat bersama.
Kemudian Salman berkata kepadanya: ‚Rabb-mu
mempunyai hak atasmu, dirimu mempunyai hak atasmu,
dan keluargamu mempunyai hak atasmu. Oleh
karenanya, berikanlah haknya kepada masing-masing
pemiliknya.‛
Kemudian Abud Darda’ datang kepada Nabi 
untuk menceritakan hal itu kepada beliau , maka beliau
 menjawab: ‚Salman benar.‛47
Al-Bukhari meriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr
bin al-‘Ash , ia menuturkan: Rasulullah  bersabda:
‚Wahai ‘Abdullah, aku diberi kabar, bukankah engkau
selalu berpuasa di siang hari dan shalat pada malam
hari?‛ Aku menjawab: ‚Benar, wahai Rasulullah.‛ Beliau
bersabda: ‚Jangan engkau lakukan! Berpuasa dan
berbukalah, bangun dan tidurlah. Sebab jasadmu
mempunyai hak atasmu, matamu mempunyai hak
atasmu, dan isterimu mempunyai hak atasmu.'‛48

47
Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa
Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Shohih Bukhari No 1832
48
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :

76 Munakahat
Wismanto Abu Hasan

Penulis rasa cukuplah beberapa hadits diatas menjadi


dalil dan hujjah bagi kita untuk bersegera menikah disaat
kita sudah mendapatkan kemampuan untuk menikah, baik
fisik maupun harta. Lepaskanlah masa lajangmu, jangan
sampai kita disebut sebut seperti orang-orang nasrani yang
suka membujang.
Syaikhul Islam ditanya tentang seseorang yang
membujang sedangkan dirinya ingin menikah, namun dia
khawatir terbebani oleh wanita apa yang tidak
disanggupinya. Padahal ia berjanji kepada Allah untuk tidak
meminta sesuatu pun kepada seseorang untuk kebutuhan
dirinya, dan ia banyak mengamati perkawinan; apakah dia
berdosa karena tidak menikah ataukah tidak?

ُ‫ُعْب ِد‬َ ‫ُع ْن‬ َّ ‫ُعْب ِد‬


َ ‫ُالر ْْحَ ِن‬ َ ‫ُسلَ َمةَُبْ ِن‬ َ ‫ُع ْنُأَِِب‬
ِ
َ ‫َُي َيُبْ ِنُأَِِبُ َُكث ٍري‬ َْ ‫ُع ْن‬
َ ‫ي‬ ٌْ ‫اُح َس‬ ُ َ‫ُح َّدثـَن‬
َ ‫ُعبَ َاد َة‬
ُ ‫اُرْو ُحُبْ ُن‬ َ ‫صوٍر‬
َ َ‫ُح َّدثـَن‬ ُ ‫ُمْن‬
َ ‫اقُبْ ُن‬ ُ ‫َح َّدثـَنَاُإِ ْس َح‬
َّ ‫وم‬ ِ
َ ‫ُعلَْيو َُو َسلَّ َمُفَـ َق‬ َّ َّ‫ُصل‬ ِ ِ
ُ‫ال‬َ َ‫تُبـَلَىُق‬ ُ ‫َّه َارُقـُ ْل‬
َ ‫ومُالنـ‬ُ‫ص‬ ُ َ‫ُاللْي َل َُوت‬ ُ ‫َّكُتـَ ُق‬
َ ‫ُخبَـ ْرُأَن‬
ْ ‫الُأَ َلُْأ‬ َ ُ‫ىُاللو‬ َ ‫ولُاللَّو‬ ُ ‫ُعلَ َّي َُر ُس‬
َ ‫ال َد َخ َل‬ َُ َ‫ُع ْم ٍروُق‬َ ‫اللَّوُبْ ِن‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ‫ك‬ َ ‫ُعلَْي‬ َ ‫ك‬ َ ‫ًّاُوإِ َّن ُلَزْوج‬
َ ‫ُحق‬ َ ‫ك‬ َ ‫ًّاُوإِ َّن ُلَزْوِرَك‬
َ ‫ُعُلَْي‬ َ ‫ُحق‬ َ ‫ك‬ َ ‫ُعلَْي‬
َ ‫ك‬ َ ِ‫ًّاُوإِ َّن ُل َعْين‬
َ ‫ُحق‬ َ ‫ك‬ َ ‫ُعلَْي‬ ِ
َ ‫ص ْم َُوأَفَْ ْر ُفَِإ َّن ُْلَ َسد َك‬ ُ ‫فَ َال ُتـَ ْف َُع ْل ُقُ ْم َُوََْن َُو‬
ِ‫َُّمنُحسبِكُأَ ْنُتَصوم ُِمنُ ُكلُشه ٍرُثََالثََةُأَيَّ ٍامُفَِإنَُّبِ ُكلُحسن ٍةُع ْشرُأَمث ِاَلاُفَ َذل‬ ِ ِ ِ
ُ‫ك‬َ َ َ ْ َ َ َ َ َ ِّ ْ َ ِّ ْ َ ُ َ ْ َ ْ َ ٌ ُ ُ َ َ ُ َ ‫ُع َسىُأَ ْن‬
‫ن‬ ‫إ‬ ‫ُو‬ ‫ر‬ ‫م‬ ‫ُع‬ ‫ك‬ ‫ب‬ُ ‫ول‬ َ ‫ُي‬ َ ‫َّك‬َ ‫ًّاُوإِن‬
َ ‫َحق‬
َ َ‫ُُجُ َع ٍُة ُثََالثَةَ ُأَيَّ ٍام ُق‬
ُ ‫ص ْم ُِم ْن ُ ُك ِّل‬ ِ ِ
ُ‫ت ُفَ ُش ُِّد َد‬ُ ‫َّد‬ْ ‫ال ُفَ َشد‬ ُ َ‫ال ُف‬ َ َ‫ك ُق‬
َ ‫يق ُ َغْيـَر ُ َذل‬ ُ ‫ت ُفَِإ ِِّن ُأُط‬ ُ ‫ُعلَ َّي ُفَـ ُق ْل‬
َ ‫ِّد‬
َ ‫ت ُفَ ُشد‬ ُ ‫َّد‬
ْ ‫ال ُفَ َشد‬ َ َ‫َّىُر ُ ُكلوُ ُق‬ ْ ‫الد‬
‫َّى ُِر‬ ِ ِ ِ ِ ِ
ْ ‫فُالد‬ ُ ‫ص‬ ْ ‫الُن‬ َ ‫بُاللَّو‬
َ َ‫ُد ُاوَدُق‬ ِّ َِ‫اُص ْوُمُن‬
َ ‫ت َُوَم‬ َ ‫بُاللَّو‬
ُ ‫ُد ُاوَدُقـُ ْل‬ ِّ َِ‫ُص ْوَمُن‬
َ ‫ص ْم‬ ُ َ‫الُف‬َ َ‫كُق‬ َ ‫يقُ َغْيـَرُذَل‬
ُ ‫تُأُط‬ ُ ‫َعلَ َّيُقـُ ْل‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Manshur telah
menceritakan kepada kami Rauh bin 'Ubadah telah menceritakan kepada kami
Husain dari Yahya bin Abu Katsir dari Abu Salamah bin Abdurrahman dari
Abdullah bin 'Amru dia berkata; "Rasulullah  menemuiku, lalu beliau
bersabda: "Aku memperoleh berita bahwa kamu bangun di malam hari dan
berpuasa di siang hari, benarkah itu?" Aku menjawab; "Benar." Beliau
bersabda: "Jangan kamu lakukannya; namun tidur dan bangunlah, berpuasa
dan berbukalah. Karena tubuhmu memiliki hak atas dirimu, kedua matamu
memiliki hak atas dirimu, tamumu memiliki hak atas dirimu, istrimu memiliki
hak atas dirimu. Sungguh, semoga panjang umur dan cukup bagimu berpuasa
tiga hari dalam setiap bulan, dan suatu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh
kali lipatnya, itulah puasa Dahr." Abdullah bin 'Amru berkata; "Aku bersikap
keras dan beliau pun bersikap keras kepadaku, lalu kataku; "Sungguh aku
masih kuat melakukan lebih dari itu?". Beliau bersabda: "Berpuasalah tiga hari
setiap Jum'at." Abdullah bin 'Amru berkata; "Aku bersikap keras dan beliau pun
bersikap keras kepadaku, lalu kataku; "Sungguh aku masih kuat melakukan
lebih dari itu?" Beliau bersabda: "Kalau begitu, berpuasalah seperti puasanya
Nabiyullah Daud." Aku bertanya; "Bagaimana puasa Nabiyullah Daud?" Beliau
bersabda: "Yaitu puasa setengah zaman (sehari puasa sehari berbuka)." Lihat
dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka,
bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Shohih Bukhari 5669

Munakahat 77
Wismanto Abu Hasan

Beliau menjawab: Termaktub dalam hadits shahih dari


Nabi , bahwa beliau bersabda:
ُ.‫ص ُنُلِلْ َف ْـرِج‬
َ ‫َح‬
ْ ‫ُوأ‬،
ِ
َ َ‫ُفَِإنَّوُُأَ َغضُللْب‬،‫اعُمنْ ُك ُمُالْبَاءَةَُفَـلْيَتَـَزَّو ْج‬
َ ‫صـ ِر‬
ِ ََ‫ُم ِنُاست‬،‫اب‬
َ َ ْ َ ِ َ‫اُم ْع َشَرُالشَُّب‬ َ َ‫ي‬
ِ ِ ِ
َّ ِ‫َوَم ْنُ َلُْيَ ْستََ ْعُفَـ َعلَْيوُب‬
.ٌ‫ُفَِإنَّوُُلَوُُ ِو َج ُاء‬،‫الص ْوم‬
Artinya :“Wahai para pemuda, barangsiapa di antara
kalian yang mampu menikah, maka menikahlah.
Karena menikah lebih dapat menahan pandangan dan
lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang
tidak mampu, maka hendaklah ia berpuasa; sebab
puasa dapat menekan syahwatnya.‛49

Kemampuan untuk menikah ialah kesanggupan untuk


memberi nafkah, bukan kemampuan untuk berhubungan
badan.
Hadits ini hanyalah perintah yang ditujukan kepada
orang yang mampu melakukan hubungan badan. Karena itu
beliau memerintahkan siapa yang tidak mampu untuk
menikah agar berpuasa; sebab puasa dapat mengekang
syahwatnya.
Bagi siapa yang tidak mempunyai harta; apakah
dianjurkan untuk meminjam lalu menikah? Mengenai hal ini
diperselisihkan dalam madzhab Imam Ahmad dan
selainnya.
Allah  berfirman:
ُ‫ضلِ ِو‬
ْ َ‫اُح َّ َّٰتُيـُ ُْغنِيَـ ُه ُمُاللَّوُ ُِم ْنُف‬
َ ‫اح‬
ِ َِ ‫فُالَّ ِذين ََُل‬
ً ‫َُي ُدو َنُن َك‬ َ
ِ ‫ولْيستَـ ْع ِف‬
ََْ
Artinya :“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin
hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah
menjadikan mereka mampu dengan karunia-Nya…‛
(Q.S. An-Nuur, 24: 33).

Adapun ‘laki-laki yang shalih’ adalah orang yang


melakukan kewajibannya, baik hak-hak Allah maupun hak-
hak para hamba-Nya.

49
Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa
Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Shohih Bukhari o 4678

78 Munakahat
Wismanto Abu Hasan

C. KONSEP PERNIKAHAN DALAM ISLAM


1. PERKAWINAN ADALAH FITRAH KEMANUSIAAN
Agama Islam adalah agama fithrah, dan manusia
diciptakan Allah  cocok dengan fitrah ini, karena itu
Allah  menyuruh manusia menghadapkan diri ke agama
fithrah agar tidak terjadi penyelewengan dan
penyimpangan. Sehingga manusia berjalan di atas
fitrahnya.
Perkawinan adalah fithrah kemanusiaan, maka dari
itu Islam menganjurkan untuk nikah, karena nikah
merupakan gharizah insaniyah (naluri kemanusiaan). Bila
gharizah ini tidak dipenuhi dengan jalan yang sah yaitu
perkawinan, maka ia akan mencari jalan-jalan syetan
yang banyak menjerumuskan ke lembah hitam. Firman
Allah .
Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus
kepada agama (Allah) ; (tetaplah atas) fitrah Allah
yang telah menciptakan manusia menurut fitrah
itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah)
agama yang lurus ; tetapi kebanyakan manusia
tidak mengetahui‛. (Q.S. Ar-Ruum, 30 : 30).

A. Islam Menganjurkan Nikah


Islam telah menjadikan ikatan perkawinan yang
sah berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagi satu-
satunya sarana untuk memenuhi tuntutan naluri
manusia yang sangat asasi, dan sarana untuk
membina keluarga yang Islami. Penghargaan Islam
terhadap ikatan perkawinan besar sekali, sampai-
sampai ikatan itu ditetapkan sebanding dengan
separuh agama. Anas bin Malik  berkata : ‚Telah
bersabda Rasulullah  :

Munakahat 79
Wismanto Abu Hasan

Artinya : Barangsiapa menikah, maka ia telah


melengkapi separuh dari agamanya. Dan
hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dalam
memelihara yang separuhnya lagi‛. 50

B. Islam Tidak Menyukai Membujang


Rasulullah  memerintahkan untuk menikah
dan melarang keras kepada orang yang tidak mau
menikah. Anas bin Malik  berkata : ‚Rasulullah 
memerintahkan kami untuk nikah dan melarang kami
membujang dengan larangan yang keras‛. Dan beliau
bersabda :
Artinya : Nikahilah perempuan yang banyak
anak dan penyayang. Karena aku akan
berbanggga dengan banyaknya umatku
dihadapan para Nabi kelak di hari kiamat‛.

Pernah suatu ketika tiga orang shahabat datang


bertanya kepada istri-istri Nabi  tentang peribadatan
beliau, kemudian setelah diterangkan, masing-masing
ingin meningkatkan peribadatan mereka. Salah
seorang berkata : Adapun saya, akan puasa sepanjang
masa tanpa putus. Dan yang lain berkata : Adapun
saya akan menjauhi wanita, saya tidak akan kawin
selamanya …. Ketika hal itu di dengar oleh Nabi ,
beliau keluar seraya bersabda :
Artinya : Benarkah kalian telah berkata begini
dan begitu, sungguh demi Allah, sesungguhnya
akulah yang paling takut dan taqwa di antara
kalian. Akan tetapi aku berpuasa dan aku
berbuka, aku shalat dan aku juga tidur dan aku
juga mengawini perempuan. Maka barangsiapa
yang tidak menyukai sunnahku, maka ia tidak
termasuk golongannku‛.[Hadits Riwayat Bukhari
dan Muslim].

50

80 Munakahat
Wismanto Abu Hasan

Orang yang mempunyai akal dan bashirah tidak


akan mau menjerumuskan dirinya ke jalan kesesatan
dengan hidup membujang. Kata Syaikh Hussain
Muhammad Yusuf : ‚Hidup membujang adalah suatu
kehidupan yang kering dan gersang, hidup yang tidak
mempunyai makna dan tujuan. Suatu kehidupan yang
hampa dari berbagai keutamaan insani yang pada
umumnya ditegakkan atas dasar egoisme dan
mementingkan diri sendiri serta ingin terlepas dari
semua tanggung jawab‛.
Orang yang membujang pada umumnya hanya
hidup untuk dirinya sendiri. Mereka membujang
bersama hawa nafsu yang selalu bergelora, hingga
kemurnian semangat dan rohaninya menjadi keruh.
Mereka selalu ada dalam pergolakan melawan
fitrahnya, kendatipun ketaqwaan mereka dapat
diandalkan, namun pergolakan yang terjadi secara
terus menerus lama kelamaan akan melemahkan
iman dan ketahanan jiwa serta mengganggu
kesehatan dan akan membawanya ke lembah
kenistaan.
Jadi orang yang enggan menikah baik itu laki-
laki atau perempuan, maka mereka itu sebenarnya
tergolong orang yang paling sengsara dalam hidup ini.
Mereka itu adalah orang yang paling tidak menikmati
kebahagian hidup, baik kesenangan bersifat sensual
maupun spiritual. Mungkin mereka kaya, namun
mereka miskin dari karunia Allah.
Islam menolak sistem kerahiban karena sistem
tersebut bertentangan dengan fitrah kemanusiaan,
dan bahkan sikap itu berarti melawan sunnah dan
kodrat Allah Ta’ala yang telah ditetapkan bagi
mahluknya. Sikap enggan membina rumah tangga
karena takut miskin adalah sikap orang jahil (bodoh),

Munakahat 81
Wismanto Abu Hasan

karena semua rezeki sudah diatur oleh Allah sejak


manusia berada di alam rahim, dan manusia tidak
bisa menteorikan rezeki yang diakaruniakan Allah,
misalnya ia berkata : ‚Bila saya hidup sendiri gaji saya
cukup, tapi bila punya istri tidak cukup ?!‛.
Perkataan ini adalah perkataan yang batil,
karena bertentangan dengan ayat-ayat Allah dan
hadits-hadits Rasulullah . Allah memerintahkan
untuk kawin, dan seandainya mereka fakir pasti Allah
akan membantu dengan memberi rezeki kepadanya.
Allah menjanjikan suatu pertolongan kepada orang
yang nikah, dalam firman-Nya :
Artinya : Dan kawinkanlah orang-orang yang
sendirian di antara kamu dan orang-orang yang
layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu
yang laki-laki dan perempuan. Jika mereka
miskin Allah akan memampukan mereka
dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas
(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui‛. [An-Nur
: 32]
.
Rasulullah  menguatkan janji Allah itu dengan
sabdanya :
Artinya : Ada tiga golongan manusia yang berhak
Allah tolong mereka, yaitu seorang mujahid fi
sabilillah, seorang hamba yang menebus dirinya
supaya merdeka, dan seorang yang menikah
karena ingin memelihara kehormatannya‛.
[Hadits Riwayat Ahmad 2 : 251, Nasa’i, Tirmidzi,
Ibnu Majah hadits No. 2518, dan Hakim 2 : 160
dari shahabat Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu].

Para Salafus-Shalih sangat menganjurkan untuk


nikah dan mereka anti membujang, serta tidak suka
berlama-lama hidup sendiri.
Ibnu Mas’ud  pernah berkata : ‚Jika umurku
tinggal sepuluh hari lagi, sungguh aku lebih suka
menikah daripada aku harus menemui Allah sebagai

82 Munakahat
Wismanto Abu Hasan

seorang bujangan‛. [Ihya Ulumuddin dan Tuhfatul


‘Arus hal. 20].

2. TUJUAN PERKAWINAN DALAM ISLAM


a. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi
Karena perkawinan adalah fitrah manusia, maka
jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu
dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan),
bukan dengan cara yang amat kotor menjijikan
seperti cara-cara orang sekarang ini dengan
berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi,
homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang
dan diharamkan oleh Islam.

b. Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur.


Sasaran utama dari disyari’atkannya perkawinan
dalam Islam di antaranya ialah untuk membentengi
martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang
telah menurunkan dan meninabobokan martabat
manusia yang luhur. Islam memandang perkawinan
dan pembentukan keluarga sebagai sarana efefktif
untuk memelihara pemuda dan pemudi dari
kerusakan, dan melindungi masyarakat dari
kekacauan. Rasulullah  bersabda :
Artinya : Wahai para pemuda ! Barangsiapa
diantara kalian berkemampuan untuk nikah,
maka nikahlah, karena nikah itu lebih
menundukan pandangan, dan lebih
membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa
yang tidak mampu, maka hendaklah ia puasa
(shaum), karena shaum itu dapat membentengi
dirinya‛. 51

51
Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Bukhari, Muslim, Tirmidzi, Nasa’i,
Darimi, Ibnu Jarud dan Baihaqi.

Munakahat 83
Wismanto Abu Hasan

c. Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami.


Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa Islam
membenarkan adanya Thalaq (perceraian), jika suami
istri sudah tidak sanggup lagi menegakkan batas-batas
Allah, sebagaimana firman Allah dalan ayat berikut :
Artinya : Thalaq (yang dapat dirujuki) dua kali,
setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara ma’ruf
atau menceraikan dengan cara yang bail. Tidak
halal bagi kamu mengambil kembali dari
sesuatu yang telah kamu berikan kepada
mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak
akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah,
maka tidak ada dosa atas keduanya tentang
bayaran yang diberikan oleh istri untuk
menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah,
maka janganlah kamu melanggarnya.
Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum
Allah mereka itulah orang-orang yang dhalim‛.
[Al-Baqarah : 229].

Yakni keduanya sudah tidak sanggup


melaksanakan syari’at Allah. Dan dibenarkan rujuk
(kembali nikah lagi) bila keduany sanggup
menegakkan batas-batas Allah. Sebagaimana yang
disebutkan dalam surat Al-Baqarah lanjutan ayat di
atas :
Artinya : Kemudian jika si suami menthalaqnya
(sesudah thalaq yang kedua), maka perempuan
itu tidak halal lagi baginya hingga dikawin
dengan suami yang lain. Kemudian jika suami
yang lain itu menceraikannya, maka tidak ada
dosa bagi keduanya (bekas suami yang pertama
dan istri) untuk kawin kembali, jika keduanya
berpendapat akan dapat menjalankan hukum-
hukum Allah, diternagkannya kepada kaum yang
(mau) mengetahui ‚. (Q.S. Al-Baqarah, 2 : 230)

Jadi tujuan yang luhur dari pernikahan adalah


agar suami istri melaksanakan syari’at Islam dalam
rumah tangganya. Hukum ditegakkannya rumah

84 Munakahat
Wismanto Abu Hasan

tangga berdasarkan syari’at Islam adalah wajib. Oleh


karena itu setiap muslim dan muslimah yang ingin
membina rumah tangga yang Islami, maka ajaran
Islam telah memberikan beberapa kriteria tentang
calon pasangan yang ideal, yaitu: Harus Kafa’ah dan
Shalihah.
1. Kafa’ah (kesamaan) Menurut Konsep Islam
Pengaruh materialisme telah banyak
menimpa orang tua. Tidak sedikit zaman sekarang
ini orang tua yang memiliki pemikiran, bahwa di
dalam mencari calon jodoh putra-putrinya, selalu
mempertimbangkan keseimbangan kedudukan,
status sosial dan keturunan saja. Sementara
pertimbangan agama kurang mendapat perhatian.
Masalah Kufu’ (sederajat, sepadan) hanya diukur
lewat materi saja.
Menurut Islam, Kafa’ah atau kesamaan,
kesepadanan atau sederajat dalam perkawinan,
dipandang sangat penting karena dengan adanya
kesamaan antara kedua suami istri itu, maka usaha
untuk mendirikan dan membina rumah tangga
yang Islami inysa Allah akan terwujud. Tetapi
kafa’ah menurut Islam hanya diukur dengan
kualitas iman dan taqwa serta ahlaq seseorang,
status sosial, keturunan dan lain-lainnya. Allah
memandang sama derajat seseorang baik itu orang
Arab maupun non Arab, miskin atau kaya. Tidak
ada perbedaan dari keduanya melainkan derajat
taqwanya :
‚Artinya : Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu di sisi
Allah ialah orang-orang yang paling bertaqwa

Munakahat 85
Wismanto Abu Hasan

di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha


Mengetahui lagi Maha Mengenal‛. [Al-Hujurat :
13].

Dan mereka tetap sekufu’ dan tidak ada


halangan bagi mereka untuk menikah satu sama
lainnya. Wajib bagi para orang tua, pemuda dan
pemudi yang masih berfaham materialis dan
mempertahanakan adat istiadat wajib mereka
meninggalkannya dan kembali kepada Al-Qur’an
dan Sunnah Nabi yang Shahih. Sabda  :
Artinya : Wanita dikawini karena empat hal :
Karena hartanya, karena keturunannya,
karena kecantikannya, dan karena agamanya.
Maka hendaklah kamu pilih karena agamanya
(ke-Islamannya), sebab kalau tidak demikian,
niscaya kamu akan celaka‛. [Hadits Shahi
Riwayat Bukhari 6:123, Muslim 4:175]

2. Memilih Yang Shalihah


Orang yang mau nikah harus memilih wanita
yang shalihan dan wanita harus memilih laki-laki
yang shalih. Menurut Al-Qur’an wanita yang
shalihah ialah :
Artinya : Wanita yang shalihah ialah yang ta’at
kepada Allah lagi memelihara diri bila suami
tidak ada, sebagaimana Allah telah
memelihara (mereka)‛. (Q.S. An-Nisaa, 4 :
34)

Menurut Al-Qur’an dan Al-Hadits yang Shahih


di antara ciri-ciri wanita yang shalihah ialah :
‚Ta’at kepada Allah, Ta’at kepada Rasul,
Memakai jilbab yang menutup seluruh
auratnya dan tidak untuk pamer kecantikan
(tabarruj) seperti wanita jahiliyah (Al-Ahzab :
32), Tidak berdua-duaan dengan laki-laki
yang bukan mahram, Ta’at kepada kedua
Orang Tua dalam kebaikan, Ta’at kepada

86 Munakahat
Wismanto Abu Hasan

suami dan baik kepada tetangganya dan lain


sebagainya‛.

Bila kriteria ini dipenuhi Insya Allah rumah


tangga yang Islami akan terwujud. Sebagai
tambahan, Rasulullah  menganjurkan untuk
memilih wanita yang peranak (banyak
keturunannya) dan penyayang agar dapat
melahirkan generasi penerus umat.

d. Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah.


Menurut konsep Islam, hidup sepenunya untuk
beribadah kepada Allah dan berbuat baik kepada
sesama manusia. Dari sudut pandang ini, rumah
tangga adalah salah satu lahan subur bagi peribadatan
dan amal shalih di samping ibadat dan amal-amal
shalih yang lain, sampai-sampai menyetubuhi istri-pun
termasuk ibadah (sedekah).
Rasulullah  bersabda :
Artinya : Jika kalian bersetubuh dengan istri-istri
kalian termasuk sedekah !. Mendengar sabda
Rasulullah para shahabat keheranan dan
bertanya : ‚Wahai Rasulullah, seorang suami
yang memuaskan nafsu birahinya terhadap
istrinya akan mendapat pahala ?‛ Nabi
shallallahu alaihi wa sallam menjawab :
‚Bagaimana menurut kalian jika mereka (para
suami) bersetubuh dengan selain istrinya,
bukankah mereka berdosa .? ‚Jawab para
shahabat :‛Ya, benar‛. Beliau bersabda lagi :
‚Begitu pula kalau mereka bersetubuh dengan
istrinya (di tempat yang halal), mereka akan
memperoleh pahala !‛ 52.

52
Hadits Shahih Riwayat Muslim 3:82, Ahmad 5:1167-168 dan Nasa’i
dengan sanad yang Shahih)

Munakahat 87
Wismanto Abu Hasan

e. Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih.


Tujuan perkawinan di antaranya ialah untuk
melestarikan dan mengembangkan bani Adam, Allah
berfirman :
Artinya : Allah telah menjadikan dari diri-diri
kamu itu pasangan suami istri dan menjadikan
bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan
cucu-cucu, dan memberimu rezeki yang baik-
baik. Maka mengapakah mereka beriman
kepada yang bathil dan mengingkari nikmat
Allah ?‛. [An-Nahl : 72]

Dan yang terpenting lagi dalam perkawinan


bukan hanya sekedar memperoleh anak, tetapi
berusaha mencari dan membentuk generasi yang
berkualitas, yaitu mencari anak yang shalih dan
bertaqwa kepada Allah.
Tentunya keturunan yang shalih tidak akan
diperoleh melainkan dengan pendidikan Islam yang
benar. Kita sebutkan demikian karena banyak
‚Lembaga Pendidikan Islam‛, tetapi isi dan caranya
tidak Islami. Sehingga banyak kita lihat anak-anak
kaum muslimin tidak memiliki ahlaq Islami,
diakibatkan karena pendidikan yang salah. Oleh
karena itu suami istri bertanggung jawab mendidik,
mengajar, dan mengarahkan anak-anaknya ke jalan
yang benar.
Tentang tujuan perkawinan dalam Islam, Islam
juga memandang bahwa pembentukan keluarga itu
sebagai salah satu jalan untuk merealisasikan tujuan-
tujuan yang lebih besar yang meliputi berbagai aspek
kemasyarakatan berdasarkan Islam yang akan
mempunyai pengaruh besar dan mendasar terhadap
kaum muslimin dan eksistensi umat Islam

88 Munakahat
Wismanto Abu Hasan

D. KHITBAH (PEMINANGAN) HINGGA PERKAWINAN


1. TATA CARA PERKAWINAN DALAM ISLAM
Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang
tata cara perkawinan berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah
yang Shahih (sesuai dengan pemahaman para Salafus
Shalih -peny), secara singkat penulis sebutkan dan
jelaskan seperlunya :
a. Khitbah (Peminangan)
Seorang muslim yang akan mengawini seorang
muslimah hendaknya ia meminang terlebih dahulu,
karena dimungkinkan ia sedang dipinang oleh orang
lain, dalam hal ini Islam melarang seorang muslim
meminang wanita yang sedang dipinang oleh orang
lain (Muttafaq ‘alaihi). Dalam khitbah disunnahkan
melihat wajah yang akan dipinang.53
b. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan
kewajiban yang harus dipenuhi :
1. Atas dasar suka sama suka dari kedua calon
mempelai.
2. Izin dari wali
Yang dikatakan wali adalah orang yang paling
dekat pertaliannya dengan si wanita. Dan orang
paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka
adalah ayahnya, lalu kakeknya, dan seterusnya ke
atas. Boleh juga anaknya dan cucunya, kemudian
saudara seayah seibu, kemudian saudara seayah,
kemudian paman.
ّ ‫ رحمه‬berkata, ‚Mereka (para
Ibnu Baththal ‫للا‬
ulama) ikhtilaf tentang wali. Jumhur ulama di
antaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri, al-Laits,
Imam asy-Syafi’i, dan selainnya berkata, ‚Wali

53
Hadits Shahih Riwayat Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi No. 1093 dan
Darimi.

Munakahat 89
Wismanto Abu Hasan

dalam pernikahan adalah ‘ashabah (dari pihak


bapak), sedangkan paman dari saudara ibu,
ayahnya ibu, dan saudara-saudara dari pihak ibu
tidak memiliki hak wali.‛
Islam mensyaratkan adanya wali bagi wanita
sebagai penghormatan bagi wanita, memuliakan
dan menjaga masa depan mereka. Walinya lebih
mengetahui daripada wanita tersebut. Jadi bagi
wanita, wajib ada wali yang membimbing
urusannya, mengurus aqad nikahnya. Tidak boleh
bagi seorang wanita menikah tanpa wali, dan
apabila ini terjadi maka tidak sah pernikahannya.

Rasulullah  bersabda:
ِ ‫ ُفَنِ َكاحها ُب‬،‫اطل‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫أَُّيَا ُامرأَةٍ ُنَ َكح‬
ُ،‫اط ٌل‬ َ َُ ُ ‫ت ُبغَ ِْري ُإ ْذن َُوليِّـ َها ُفَن َك‬
ٌ َ‫اح َها ُب‬ ْ َ َْ
ِ ِ ِ ِ
ُ‫ ُفَإن‬،‫ُاستَ َح َّل ُم ْن ُفَـ ْر ُج َها‬ ِ ِ ِ ِ ِ
ْ ‫ُد َخ َل ُِبَا ُفَـلَ َها ُالْ َم ْهُر ُِبَا‬
َ ‫ ُفَإ ْن‬،‫اح َها ُبَاط ٌل‬ ُ ‫فَن َك‬
.ُ‫ِلُلَُو‬َّ ِ‫ُم ْنَُلَ َُو‬
َ ‫ا ْشتَ َجُرْواُفَالس ْلََا ُن َُوِِل‬
Artinya : ‚Siapa saja wanita yang menikah
tanpa seizin walinya, maka nikahnya bathil
(tidak sah), pernikahannya bathil,
pernikahannya bathil. Jika seseorang
menggaulinya, maka wanita itu berhak
mendapatkan mahar dengan sebab
menghalalkan kemaluannya. Jika mereka
berselisih, maka sulthan (penguasa) adalah
wali bagi wanita yang tidak mempunyai
wali.‛54

3. Adanya Mahar.
ِ
ً‫ُص ُدقَاِتِِ َّنَُنْلَُة‬
َ َ‫ِّساء‬
َ ‫َوآتُواُالن‬
Artinya : Dan berikanlah mahar (maskawin)
kepada perempuan yang kamu nikahi
54
Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2083), at-Tirmidzi
(no. 1102), Ibnu Majah (no. 1879), Ahmad (VI/47, 165), ad-Darimi (II/137),
Ibnul Jarud (no. 700), Ibnu Hibban no. 1248-al-Mawaarid), al-Hakim (II/168)
dan al-Baihaqi (VII/105) dan lainnya, dari ‘Aisyah radhiyallaahu ‘anha. Hadits
ini dishahihkan Syaikh al-Albani dalam kitabnya Irwaa-ul Ghaliil (no. 1840),
Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1524) dan Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 880).

90 Munakahat
Wismanto Abu Hasan

sebagai pemberian yang penuh kerelaan.‛


(Q.S. An-Nisaa’, 4 : 4)

Mahar adalah sesuatu yang diberikan kepada


isteri berupa harta atau selainnya dengan sebab
pernikahan.
Mahar (atau diistilahkan dengan mas kawin)
adalah hak seorang wanita yang harus dibayar oleh
laki-laki yang akan menikahinya. Mahar merupakan
milik seorang isteri dan tidak boleh seorang pun
mengambilnya, baik ayah maupun yang lainnya,
kecuali dengan keridhaannya.
Syari’at Islam yang mulia melarang bermahal-
mahal dalam menentukan mahar, bahkan
dianjurkan untuk meringankan mahar agar
mempermudah proses pernikahan. Imam Ahmad
meriwayatkan bahwa Nabi  pernah bersabda:
ِ ِ‫ُخَْبتِهاُوتَـي ِسيـرُص َداقِهاُوتَـُي ِسيـرُر‬
ِ ِ ِ ِ ِ
‫ْح َها‬ َ ُ ْ ْ َ َ َ ُ ْ ْ َ َ َ ‫إ َّنُم ْنُُّيُْ ِنُالْ َم ْرأَةُتَـْيسْيـُر‬
Artinya : Di antara kebaikan wanita adalah
mudah meminangnya, mudah maharnya dan
mudah rahimnya.‛ 55

Urwah berkata, ‚Yaitu mudah rahimnya untuk


melahirkan.‛
Uqbah bin ‘Amir  berkata, ‚Rasulullah 
bersabda:
ُ‫احُأَيْ َسُرُه‬
ِ ‫َخْيـُرُالنِّ َك‬
Artinya : Sebaik-baik pernikahan ialah yang
paling mudah.’‛56

55
Hadits hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (VI/77, 91), Ibnu Hibban (no.
1256 al-Mawaarid) dan al-Hakim (II/181). Hadits ini dihasankan oleh Syaikh al-
Albani ‫ رحمه اللّه‬dalam Irwaa-ul Ghaliil (VI/350).
56
Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2117), Ibnu Hibban
(no. 1262 al-Mawaarid) dan ath-Thabrani dalam Mu’jamul Ausath (I/221, no.
724), dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallaahu ‘anhu. Dishahihkan Syaikh al-Albani
ّ ‫ رحمه‬dalam Shahiihul Jaami’ (no. 3300).
‫للا‬

Munakahat 91
Wismanto Abu Hasan

Seandainya seseorang tidak memiliki sesuatu


untuk membayar mahar, maka ia boleh membayar
mahar dengan mengajarkan ayat Al-Qur’an yang
dihafalnya.57

4. Adanya Saksi-saksi.
Selanjutnya lakukan khutbah nikah terlebih
dahulu yang dinamakan Khutbatun Nikah atau
Khutbatul Hajat.
c. Walimah
Walimatul ‘urusy hukumnya wajib dan
diusahakan sesederhana mungkin dan dalam walimah
hendaknya diundang orang-orang miskin. Rasulullah 
bersabda tentang mengundang orang-orang kaya saja
berarti makanan itu sejelek-jelek makanan.
Sabda Nabi  .
ِ
ْ ‫اُاْلَ ْغنِيَاءُ َُويـُْتـَرُكُالْ ُف َقَراءُ َُوَم ْنُتَـَرَكُالد‬
ُ‫َّع َوةَُفَـ َق ْد‬ ْ َ‫يم ِةُيُ ْد َعىُ ََل‬ ِ
َ ‫َشرُالََّ َعامُطَ َع ُامُالْ َول‬
‫ُعلَُْي ِو َُو َسلَّ َُم‬
َ ُ‫ُصلَّىُاللَّو‬
َ ُ‫صىُاللَّوَ َُوَر ُسولَو‬ َ ‫َع‬
Artinya : "Seburuk-buruk jamuan adalah jamuan
walimah, yang diundang sebatas orang-orang
kaya, sementara orang-orang miskin tidak
diundang. Siapa yang tidak memenuhi
undangan maka sungguh ia telah bermaksiat
kepada Allah dan Rasul-Nya ."58

57
Berdasarkan hadits yang diriwauyatkan oleh al-Bukhari (no. 5087) dan
Muslim (no. 1425).
58
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
ُ‫ول َشرُالََّ َعاِم‬
ُُ ‫ُعْنوُُأَنَّوُُ َكا َنُيـَ ُق‬ ِ
َ ُ‫ُىَريْـَرةَ َُرض َيُاللَّو‬
ُ ‫ُع ْنُأَِِب‬
َ ‫َعَرِج‬
ْ ‫ُع ُْنُ ْاْل‬ ٍ ‫ُشه‬
َ ‫اب‬
ِ
َ ‫ُع ْنُابْ ِن‬ َ ‫ك‬ ٌ ِ‫اُمال‬
َ َ‫َخبَـَرن‬ ْ ‫فُ أ‬ َ ‫وس‬
ِ
ُ ُ‫اُعْب ُدُاللَّوُبْ ُنُي‬
َ َ‫َح َّدثـَن‬
َّ ِ
‫ُعلَْيو َُو َُسل َُم‬ َّ َّ َّ ِ ِ ِ
َ ُ‫ُصلىُاللو‬ َ ُ‫صىُاللوَ َُوَُر ُسولَو‬ َ ‫ُع‬
َ ‫َّع َوةَُفَـ َق ْد‬
ْ ‫اُاْلَ ْغنيَاءُ َُويـُْتـَرُكُالْ ُف َقَراءُ َُوَم ْنُتـََرَكُالد‬
ْ َ‫يمةُيُ ْد َعىُ ََل‬
َ ‫طَ َعامُُال َْول‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Yusuf Telah
mengabarkan kepada kami Malik dari Ibnu Syihab dari Al A'raj dari Abu
Hurairah , bahwa ia berkata; "Seburuk-buruk jamuan adalah jamuan
walimah, yang diundang sebatas orang-orang kaya, sementara orang-orang
miskin tidak diundang. Siapa yang tidak memenuhi undangan maka sungguh
ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya ." Lihat dalam Ensiklopedi
Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan
telkom Indonesia kitab Shohih Bukhari No 4779

92 Munakahat
Wismanto Abu Hasan

Sebagai catatan penting hendaknya yang


diundang itu orang-orang shalih, baik kaya maupun
miskin, karena ada sabda Nabi  :
Artinya : Janganlah kamu bergaul melainkan
dengan orang-orang mukmin dan jangan makan
makananmu melainkan orang-orang yang
taqwa‛.59

E. HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI MENURUT ISLAM DAN


UNDANG-UNDANG
1. HAK ISTRI
a. Hak mengenai harta yaitu mahar atau mas kawin dan
nafkah.
b. Hak mendapat perlakuan baik dari suami. Allah
berfirman:
ُ‫اُوََْي َع َل ُاللَّوُ ُفِ ِيو‬
َ ً‫اُشْيئ‬
ِ
ُ ‫وى َّن ُبِالْ َم ْعُروف ُفَِإ ْن ُ َك ِرْىتُ ُم‬
َ ‫وى َّن ُفَـ َع َسىُأَ ْن ُتَكَْرُىو‬ ِ
ُ ‫َو َعاشُر‬
‫َخْيـًراُ َكثِ ًريا‬
Artinya: ‚Dan bergaullah dengan mereka (istri)
secara patut. Kemudian bila kamu tidak
menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena
mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal
Allah menjadikan padanya kebaikan yang
banyak.‛ (Q.S. An Nisa, 4 :19)

c. Agar suami menjaga dan memelihara istrinya.


Maksudnya ialah menjaga kehormatan istri, tidak
menyia-yiakannya, agar selalu melaksanakan perintah
Allah  dan menjauhi segala larangannya. Firman
Allah :
…‫ينُآَ َمنُواُقُواُأَنْـ ُف َس ُك ْم َُوأ َْىلِي ُك ْمُنَ ًارا‬ ِ َّ
َ ‫يَاُأَيـ َهاُالذ‬
Artinya: ‚Hai orang-orang yang beriman,
peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka …‛ (Q.S. At-Tahrim, 66 : 6)

59
Hadist Shahih Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim 4:128 dan Ahmad
3:38 dari Abu Sa’id Al-Khudri.

Munakahat 93
Wismanto Abu Hasan

2. HAK SUAMI
a. Ketaatan istri kepada suami dalam melaksanakan
urusan rumah tangga termasuk di dalamnya
memelihara dan mendidik anak, selama suami
menjalankan ketentuan-ketentuan Allah  yang
berhubungan dengan kehidupan suami istri.

3. HAK BERSAMA SUAMI-ISTRI


Hak-hak bersama di antara kedua suami istri adalah:
a. Halalnya pergaulan sebagai suami istri dan
kesempatan saling menikmati atas dasar kerjasama
dan saling memerlukan.
b. Sucinya hubungan perbesanan.
Dalam hal ini istri haram bagi laki-laki dari pihak
keluarga suami, sebagaimana suami haram bagi
perempuan pihak keluarga istri.
c. Berlaku hak saling mempusakai/mewarisi. Apabila
salah seorang di antara suami- istri meninggal, maka
salah satu berhak mewarisi walaupun keduanya
belum bercampur.
d. Perlakuan dan pergaulan yang baik.
Menjadi kewajiban suami istri untuk saling berlaku
dan bergaul dengan baik, sehingga suasana menjadi
tentram, rukun dan penuh dengan kedamaian.

4. KEWAJIBAN ISTRI
a. Hormat dan patuh pada suami dalam batas-batas yang
ditentukan oleh norma dan susila.
b. Mengatur dan mengurus rumah tangga, menjaga
keselamatan dan mewujudkan kesejahteraan
keluarga.
c. Memelihara dan mendidik anak sebagai amanah Allah
.

94 Munakahat
Wismanto Abu Hasan

d. Memelihara dan menjaga kehormatan serta


melindungi harta benda keluarga.
e. Menerima dan menghormati pemberian suami serta
mencukupkan nafkah yang diberikannya dengan baik,
hemat, cermat dan bijaksana.

5. KEWAJIBAN SUAMI
a. Memelihara, memimpin dan membimbing keluarga
lahir dan batin, serta menjaga dan bertanggungjawab
atas keselamatan dan kesejahteraannya.
b. Memberi nafkah sesuai kemampuan serta
mengusahakan keperluan keluarga terutama sandang,
pangan dan papan.
c. Membantu tugas-tugas istri terutama dalam hal
memelihara dan mendidik anak-anak dengan penuh
rasa tanggung jawab.
d. Memberi kebebasn berfikir dan bertindak kepda istri
sesuai dengan ajaran agama, tidak mempersulit
apalagi membuat istri menderita lahir – batin yang
dapat mendorong istri berbuat salah.
e. Dapat mengatasi kedaan, mencari penyelesaian
secara bijaksana dan tidak berbuat sewenang-wenang.

6. KEWAJIBAN BERSAMA SUAMI-ISTRI


a. Saling menghormati orang tua dan keluarga kedua
belah pihak.
b. Memupuk rasa cinta dan kasih sayang. Masing-masing
harus dapat menyesuaikan diri, seia sekata, percaya
mempercayai serta selalu bermusyawarah untuk
kepentingan bersama.
c. Hormat-menghormati, sopan-santun, penuh
pengertian serta bergaul dengan baik.
d. Matang dalam berbuat dan berfikir serta tidak
bersikap emosional dalam persoalan yang dihadapi.

Munakahat 95
Wismanto Abu Hasan

e. Memelihara kepercayaan dan tidak saling membuka


aib dan rahasia pribadi.
f. Sabar dan rela atas kekurangan-kekurangan dan
kelemahan-kelemahan masing-masing.

7. HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTRI MENURUT UU


PERKAWINAN
Hak dan kewajiban suami istri menurut UU No. 1
Tahun 1974 tercantum dalam Bab VI Pasal 30 sampai
Pasal 34.
Dalam Pasal 30 dinyatakan bahwa: Suami isteri
memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan
rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan
masyarakat.
Kemudian dalam Pasal 31 dinyatakan:
a. Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan
hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah
tangga dan pergaulan hidup bersama dalam
masyarakat.
b. Masing-masing pihak berhak untuk melakukan
perbuatan hukum.
c. Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah
tangga.

Mengenai kewajiban sumi istri selanjutnya


dijelaskan dalam Pasal 33:
Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat
menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin
yang satu kepada yang lain. Dalam Pasal 34 dinyatakan:
a. Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan
segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga
sesuai dengan kemampuannya.
b. Isteri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-
baiknya.

96 Munakahat
Wismanto Abu Hasan

c. Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya


masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada
Pengadilan.
Mengenai rumah tangga sebagai tempat kediaman suami-
istri dijelaskan dalam Pasal 32 sebagai berikut :
a. Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang
tetap.
b. Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat
(1) Pasal ini ditentukan oleh suami isteri bersama.

Apabila suami-istri mampu memahami hak dan


kewajibannya masing-masing secara baik dan
mengamalkannya secara bersama-sama pula dalam
suasana saling mendukung dan menguatkan satu sama
lain maka mudahlah mewujudkan keluarga yang
diharapkan yaitu keluarga yang tentram dan sejahtera,
sakinah mawaddah warahmah. Pada situasi seperi inipula
pasangan suami istri mampu berucap seperti ucapan
Nabi  : ‫‚ بيتُجنت‬Rumahku SURGAKU‛

Munakahat 97
BAB V
PUTUSNYA PERKAWINAN

A. TALAK
Sebagaimana telah kita pahami, bahwasanya Islam
sangat menginginkan terwujudnya keluarga muslim yang
harmonis dan penuh dengan kebahagiaan, dan kita juga
telah mengerti beberapa tindakan solusi yang telah
diajarkan Islam dalam rangka menyelesaikan perselisihan
yang terjadi di antara suami dan isteri.
Akan tetapi bisa jadi usaha untuk menyelesaikan
perselisihan tersebut tidak berhasil dikarenakan
persengketaan dan permusuhan antara keduanya sudah
terlampau panas. Dalam keadaan seperti ini seseorang
dituntut untuk menggunakan tindakan lain yang lebih kuat,
yaitu talak.
Orang yang memperhatikan hukum-hukum yang
berhubungan dengan talak, ia akan paham bahwa
sebenarnya Islam sangatlah menginginkan terjaganya
keutuhan rumah tangga dan keabadian jalinan kasih antara
suami isteri. Sebagai bukti akan hal itu, bahwa Islam tidak
menjadikan talak hanya satu kali, di mana tatkala
perceraian telah dilakukan, maka tidak ada lagi hubungan
antara suami isteri serta tidak boleh bagi keduanya untuk
menyambung kembali. Akan tetapi dalam syari’at
dibolehkannya talak, Islam telah menjadikannya lebih dari
satu kali. Allah berfirman:
‫ان‬ ٍ ِ ٌ ‫ان ۖ فَِإمس‬
ٍ ‫وف أَو تَس ِريح بِِإحس‬ ِ َ‫الطَّ ََل ُق مَّرت‬
َ ْ ٌ ْ ْ ‫اك ِبَْعُر‬ َْ َ
Artinya : Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah
itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau

98 Putusnya Perkawinan
Wismanto Abu Hasan

menceraikan dengan cara yang baik.‛ (Q.S. Al-


Baqarah, 2 : 229)

Jika seorang suami telah menceraikan isterinya


dengan talak pertama atau kedua, maka ia tidak berhak
mengeluarkan isterinya dari rumah hingga masa ‘iddahnya
selesai. Bahkan sang isteri pun tidak berhak untuk keluar
rumah. Alasan dari semua itu adalah harapan sirnanya
kemarahan yang menyebabkan perceraian dan harapan
akan kembalinya keadaan rumah tangga seperti sedia kala.
Hal ini seperti apa yang telah disebutkan oleh Allah 
dalam firman-Nya:
‫صوا الْعِ َّدةَ ۖ َواتَّ ُقوا اللَّوَ َربَّ ُك ْم ۖ ََل‬ ِِ ِ ِ ‫يا أَيُّها النَِِّب إِذَا طَلَّ ْقتم النِّساء فَطَلِّ ُق‬
ُ ‫َح‬ْ ‫وى َّن لعدَِّت َّن َوأ‬
ُ َ َ ُُ ُّ َ َ
‫ود اللَّ ِو ۖ َوَمن‬ ‫د‬ ‫ح‬ ‫ك‬ ‫ل‬ِ
‫ت‬‫و‬ ‫ة‬ٍ ‫ن‬ ‫ي‬ ‫ب‬ ‫م‬ ٍ
‫ة‬ ‫ش‬ ِ
‫اح‬ ‫ف‬ ِ‫ب‬ ‫ني‬ ِ
‫ت‬ ْ
‫أ‬ ‫ي‬ ‫َن‬‫أ‬ َّ
‫َل‬ ِ‫إ‬ ‫ن‬ ِِ ِ ‫ُُتْ ِرج‬
ُ ُ ُ َ ْ َ َ ِّ َ ُّ َ َ َ َ
ۖ َ ْ َُْ ََ َّ ُُ ‫وى َّن م‬
‫ج‬ ‫ر‬‫َي‬ ‫َل‬
‫و‬ ‫ن‬ ‫وِت‬‫ي‬ ‫ب‬ ‫ن‬ ُ ُ
ِ َٰ ِ َّ ِ ِ َّ
‫ك أ َْمًرا‬
َ ‫ث بَ ْع َد ذَل‬ َ ‫يَتَ َع َّد ُح ُد‬
ُ ‫ود اللو فَ َق ْد ظَلَ َم نَ ْف َسوُ ۖ ََل تَ ْدري لَ َع َّل اللوَ ُُْيد‬
Artinya : Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-
isterimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka
pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya
(yang wajar) dan hitunglah waktu ‘iddah itu serta
bertakwalah kepada Allah, Rabb-mu. Janganlah kamu
keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah
mereka (diizinkan) ke luar kecuali kalau mereka
mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah
hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar
hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia telah
berbuat zhalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak
mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu
sesuatu hal yang baru.‛ (Q.S. Ath-Thalaaq, 65 : 1)

Yaitu, supaya suami merasa menyesal karena telah


menceraikan isterinya dan kemudian Allah meluluhkan
hatinya agar rujuk kembali. Sesungguhnya yang demikian
itu akan mudah.

Putusnya Perkawinan 99
Wismanto Abu Hasan

1. PEMBAGIAN TALAK60
PERTAMA : DARI SEGI BAHASA.
Dari segi bahasa talak dibagi menjadi dua, yaitu:
Sharih dan Kinayah (kiasan).
Sharih yaitu suatu kalimat yang langsung dapat
difahami tatkala diucapkan dan tidak mengandung
makna lain, seperti, Anti Thaaliq atau Muthallaqah
(engkau adalah wanita yang tertalak). Demikian juga
setiap pecahan kata dari lafazh ath-Thalaq.
Seorang suami yang mengatakan kalimat tersebut
kepada isterinya, maka jatuhlah talak atasnya meskipun
dalam keadaan bercanda atau tanpa niat. Sebagaimana
disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh
Abu Hurairah , bahwasanya Rasulullah  bersabda:
َّ ‫اح َوالطَّ ََل ُق َو‬
ُ‫الر ْج َعة‬ ِ ِ ‫ث ِجد‬
ُ ‫ُّى َّن جد َوَى ْزُُلُ َّن جد النِّ َك‬
ُ ٌ ‫ثَََل‬
Artinya : "Ada tiga perkara baik dilakukan dengan
serius atau dengan main-main hukumnya tetap
berlaku; nikah, talak dan rujuk." 61

Sedangkan Kinayah, yaitu kata yang mengandung


makna talak dan selainnya, seperti perkataan : Alhiqi bi
ahliki (kembalilah kepada keluargamu), dan yang
semisalnya.
60
Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz dengan
sedikit penambahan dan pengembangan, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin
Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team
Tashfiyah LIPIA – Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama
Ramadhan 1428 – September 2007M
61
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫ف‬ ِ ِ‫الر ْْحَ ِن بْن َحب‬
ٍ َ‫يب بْ ِن أ َْرَد َك َحدَّثَنَا َعطَاءُ بْ ُن أَِب َرب‬ ِ ِ ِ ٍ ِ
َ ‫وس‬ُ ُ‫اح َع ْن ي‬ ُ َّ ‫يل َحدَّثَنَا َعْب ُد‬
َ ‫ام بْ ُن َع َّمار َحدَّثَنَا َحاتُ بْ ُن إ ْْسَع‬ُ ‫َحدَّثَنَا ى َش‬
َّ ‫اح َوالطَََّل ُق َو‬ ِ ِ ‫ث ِجد‬ ِ ِ ُ ‫ال رس‬
ُ‫الر ْج َعة‬ ُ ‫ُّى َّن جد َوَى ْزُُلُ َّن جد النِّ َك‬ُ ٌ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم ثَََل‬ َ ‫ول اللَّو‬ ُ َ َ َ‫ال ق‬َ َ‫ك َع ْن أَِب ُىَريْ َرةَ ق‬ َ ‫بْ ِن َم‬
َ ‫اى‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Ammar berkata, telah
menceritakan kepada kami Hatim bin Isma'il berkata, telah menceritakan
kepada kami 'Abdurrahman bin Habib bin Ardak berkata, telah menceritakan
kepada kami 'Atha bin Abu Rabah dari Yusuf bin Mahak dari Abu Hurairah ia
berkata, "Rasulullah  bersabda: "Ada tiga perkara baik dilakukan dengan
serius atau dengan main-main hukumnya tetap berlaku; nikah, talak dan
rujuk." Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa
Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Sunan Ibnu Majah No
2029

100 Putusnya Perkawinan


Wismanto Abu Hasan

Jika suami mengatakan kalimat tersebut tidaklah


jatuh talak kecuali jika disertai dengan niat, artinya jika
ia berniat talak, maka jatuhlah talak tersebut dan jika
tidak, maka tidak jatuh talak.
Dari ‘Aisyah  :
ِ ِ ِ ِ ِ
ْ َ‫صلَّى اهللُ َعلَْيو َو َسلَّ َم َوَدنَا مْن َها قَال‬
:‫ت‬ َ ‫ت َعلَى َر ُسول اهلل‬ ْ َ‫أ ََّن ابْنَةَ ا ْْلَ ْو ِن لَ َّما أ ُْدخل‬
.‫ك‬ِ ِ‫ت بِع ِظي ٍم اِ ْْل ِقي بِأ َْىل‬
ِ َ ‫َعوذُ بِاهللِ ِمْن‬
َ َ ‫ لَ َق ْد ُع ْذ‬:‫ال َُلَا‬َ ‫ فَ َق‬،‫ك‬ ُ‫أ‬
Artinya :“Bahwa tatkala puteri al-Jaun dimasukkan
ke kamar (pengantin) Rasulullah  dan beliau
mendekatinya, ia berkata, ‘Aku berlindung kepada
Allah darimu.’ Maka beliau bersabda, ‘Sungguh
engkau telah berlindung kepada Yang Maha agung,
kembalilah kepada keluargamu.’‛62

Dari riwayat Ka’ab bin Malik tatkala ia bersama dua


Sahabat yang lain diboikot oleh Rasulullah  karena
tidak mengikuti perang Tabuk bersama beliau, bahwa
Rasulullah mengutus seseorang untuk mengabarkan:

َ ‫ بَ ِل ْاعتَ ِزُْلَا فََلَ تَ َقَّربَن‬:‫ال‬


‫َّها‬ َ َ‫ أُطَلِّ ُق َها أ َْم َماذَا أَفْ َع ُل؟ ق‬:‫ال‬
َ ‫ فَ َق‬.‫ك‬ َ َ‫ََ ِن ْاعتَ ِزِل ْامَرأَت‬
َ‫أ‬
ِ ِ ِ ِ ِ
ِ ‫ ا ْْلقي بِأ َْىل‬:‫ِ ِإلمرأَتو‬:‫ال‬
.‫ك‬ ْ َ َ ْ َ ‫فَ َق‬
Artinya : Bahwasanya beliau menyuruhmu untuk
menjauhi isterimu.‛ Ka’ab bertanya, ‚Aku ceraikan
atau apa yang aku lakukan?‛ Orang itu menjawab,

62
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫صلَّى‬ َّ ‫الزْى ِر‬ ِ ‫يد بن مسلِ ٍم حدَّثَنَا ْاْلَوز‬ ِ ِ ‫الر ْْح ِن بن إِب ر ِاىيم الد‬
ِّ ِ‫َي أ َْزَو ِاج الن‬
َ ‫َِّب‬ ُّ ‫ي أ‬ ُّ ‫ْت‬ ُ ‫ال َسأَل‬ َ َ‫اع ُّي ق‬َْ َ ْ ُ ُ ْ ُ ‫ِّم ْشق ُّي َحدَّثَنَا ال َْول‬ َ َ َْ ُ ْ َ َّ ‫َحدَّثَنَا َعْب ُد‬
‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو‬َ ‫و‬ِ َّ‫ول الل‬ِ ‫ت َعلَى رس‬
َُ ‫خ‬‫د‬ ‫ا‬ ‫م‬‫ل‬ ‫ن‬ِ ‫و‬‫اْل‬
ْ ‫ة‬ ‫ن‬ ‫اب‬ َّ
‫َن‬ ‫أ‬ ‫ة‬ ‫ش‬ِ
ْ َ َ َ َّ َ ْ َ َ َْ َ َ َ ْ َ ُ َ ْ ُ َ َ ْ َ ‫ت مْنوُ فَ َق‬
‫ل‬ ‫ائ‬ ‫ع‬ ‫ن‬ ‫ع‬ ‫ة‬‫و‬‫ر‬‫ع‬ ‫ِن‬ِ‫ر‬ ‫ب‬ ‫َخ‬‫أ‬ ‫ال‬ ِ ‫اللَّو علَي ِو وسلَّم استَ عا َذ‬
ْ َ ْ َ ََ َْ ُ
ِ ِ
ِ ‫اْلقي بِأ َْىل‬ ِ ِ ِ
َْ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم ُع ْذت بِ َعظي ٍم‬ ِ َّ ِ ِ َّ ِ ِ
‫ك‬ َ ‫و‬ ‫ل‬ ‫ال‬ ‫ول‬
ُ ‫س‬‫ر‬ ‫ال‬
َ ‫ق‬
َُ َ َ ْ ‫ف‬
َ ‫ك‬ ‫ن‬‫م‬ ‫و‬ ‫ل‬ ‫ال‬‫ب‬ ‫ذ‬
ُ ‫و‬ ‫َع‬ ْ َ‫َو َسلَّ َم فَ َدنَا مْن َها قَال‬
ُ‫ت أ‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami 'Abdurrahman bin Ibrahim Ad
Dimasyqi berkata, telah menceritakan kepada kami Al Walid bin Muslim
berkata, telah menceritakan kepada kami Al Auza'i ia berkata; aku bertanya Az
Zuhri, "Siapakah dari isteri-isteri Nabi  yang berlindung dari beliau?" ia lalu
berkata, " Urwah telah mengabarkan kepadaku dari 'Aisyah, bahwa Puteri Al
Jaun ketika bertemu dengan Rasulullah  dan beliau telah dekat dengannya,
ia berkata, "Aku berlindung kepada Allah darimu." Maka Rasulullah  pun
bersabda: "Engkau telah berlindung dengan sesuatu yang besar, kembalilah
kepada keluargamu." Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9
imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Sunan
Ibnu Majah No 2040

Putusnya Perkawinan 101


Wismanto Abu Hasan

‚Jauhi saja dan jangan sekali-kali kau dekati.‛


Maka kemudian Ka’ab bin Malik berkata kepada
isterinya, ‚Kembalilah kepada keluarga-mu.‛63

KEDUA : DARI SEGI TA’LIQ DAN TANJIZ


Bentuk kata talak ada dua yaitu : Munjazah
(langsung) dan Mu’allaqah (menggantung).
Munjazah, yaitu suatu kalimat diniatkan jatuhnya
talak oleh orang yang mengatakannya saat itu juga,
seperti jika seorang suami berkata kepada isterinya: Anti
Thaaliq (engkau adalah perempuan yang ditalak) talak ini
jatuh saat itu juga.
Adapun Mu’allaq yaitu suatu kalimat talak yang
dilontarkan oleh suami kepada isterinya yang diiringi
dengan syarat, seperti jika ia berkata kepada isterinya,
‚Apabila engkau pergi ke tempat itu, maka engkau
tertalak.‛
Hukum perkataan yang demikian, jika ia benar-
benar menginginkan talak tatkala syarat tersebut
dilakukan, maka hukumnya seperti apa yang ia inginkan.
Adapun jika ia hanya bermaksud untuk
memperingatkan isteri agar tidak berbuat demikian,
maka hukumnya adalah hukum sumpah, yang artinya
jika syarat yang disebutkan tidak dilakukan, ia tidak
dibebani apa-apa, namun jika sebaliknya, maka ia harus
membayar kafarat karena sumpahnya (ini adalah
madzhab Ibnu Taimiyyah –‫ رْحو اللّو‬- sebagaimana disebutkan
dalam Majmuu’ al-Fataawaa (XXXIII/44-46, 58-60, 64-66)

KETIGA : DARI SEGI SUNNAH DAN BID’AH


Dari segi ini talak dibagi menjadi dua, yaitu: Talak
yang Sunnah dan talak yang bid’ah.

63
Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa
Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Sunan Abu Daud No
1883

102 Putusnya Perkawinan


Wismanto Abu Hasan

Talak Sunnah yaitu seorang suami mentalak


isterinya yang telah dicampuri dengan satu talak, dalam
keadaan suci dan pada masa itu ia tidak
mencampurinya. Allah Ta’ala berfirman :
‫ان‬ ٍ ِ ٌ ‫ان ۖ فَِإمس‬
ٍ ‫وف أَو تَس ِريح بِِإحس‬ ِ َ‫الطَّ ََل ُق مَّرت‬
َ ْ ٌ ْ ْ ‫اك ِبَْعُر‬ َْ َ
Artinya :“Talak (yang dapat dirujuk) dua kali.
Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang
ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.‛
(Q.S. Al-Baqarah, 2 : 229)
‫وى َّن لِعِدَِّتِِ َّن‬
ُ ‫ِّساءَ فَطَلِّ ُق‬ َّ ِ ُّ ِ‫يَا أَيُّ َها الن‬
َ ‫َِّب إ َذا طَل ْقتُ ُم الن‬
Artinya :“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan
isteri-isterimu, maka hendaklah kamu ceraikan
mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi)
iddahnya (yang wajar).‛ (Q.S. Ath-Thalaaq, 65 : 1)

Nabi  telah menafsirkan ayat ini, yaitu tatkala


Ibnu ‘Umar  mentalak isterinya yang sedang dalam
keadaan haidh, kemudian ‘Umar bin al-Khaththab 
menanyakan tentang hal itu kepada Rasulullah , maka
beliau bersabda:
ِ ِ ِ ِ
َ ‫يض ُُثَّ تَطْ ُهَر ُُثَّ إِ ْن َشاءَ أ َْم َس‬
‫ك بَ ْع ُد‬ َ ‫ْها َح ََّّت تَطْ ُهَر ُُثَّ ََت‬
َ ‫ُم ْرهُ فَلْيُ َراج ْع َها ُُثَّ ليُ ْمسك‬
َّ َّ ِ َ ‫س فَتِْل‬ َّ ََ‫َوإِ ْن َشاءَ طَلَّ َق قَ ْب َل أَ ْن َي‬
َ ‫ك الْع َّدةُ ال ِِت أ ََمَر اهللُ أَ ْن تُطَل َق َُلَا الن‬
.ُ‫ِّساء‬
Artinya : Perintahkan agar ia kembali kepadanya,
kemudian menahannya hingga masa suci, lalu
masa haidh dan suci lagi. Setelah itu bila ia
menghendaki ia boleh menahannya terus menjadi
isterinya atau menceraikannya sebelum
bersetubuh dengannya. Itu adalah masa ‘iddah
yang diperintahkan Allah untuk menceraikan
isteri.‛64

Adapun Talak yang bid’ah, yaitu talak yang


menyelisihi syari’at, seperti seorang suami mentalak
isterinya dalam keadaan haidh atau dalam masa suci
64
Muttafaq ‘alaih (Shahiih al-Bukhari (IX/482, no. 5332), Shahiih Muslim
(II/1093, no. 1471), Sunan Abi Dawud (VI/227, no. 2165) dan ini adalah
lafazhnya, Sunan an-Nasa-i (VI/138).

Putusnya Perkawinan 103


Wismanto Abu Hasan

setelah ia mencampurinya, atau seorang suami


melontarkan tiga talak sekaligus dengan satu lafazh atau
dalam satu majelis, seperti perkataan suami, ‚Engkau
saya talak dengan talak tiga‛, atau ucapannya, ‚Engkau
tertalak, engkau tertalak, engkau tertalak.‛
Hukum talak semacam ini adalah haram dan orang
yang melakukannya berdosa. Apabila suami mentalak
isterinya dalam keadaan haidh, maka jatuh hukum talak,
jika talak raj’i, maka ia disuruh untuk merujuknya,
kemudian menahannya hingga masa suci, lalu masa
haidh dan suci lagi.
Setelah itu bila ia menghendaki ia boleh
menahannya terus menjadi isterinya atau
menceraikannya sebelum bersetubuh dengannya
kembali, sebagaimana perintah Rasulullah  kepada
Ibnu ‘Umar.
Adapun dalil jatuhnya hukum talak dalam kasus
seperti ini adalah hadits yang telah diriwayatkan oleh
Imam al-Bukhari dari Sa’id bin Jubair dari Ibnu ‘Umar, ia
berkata, ‚Dihukumi atasku satu talak.‛65
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani ‫ رْحو اللّو‬berkata dalam
kitab Fathul Baari, ‚Sesungguhnya Nabi  adalah yang
menyuruh Ibnu ‘Umar agar rujuk dan beliaulah yang
menuntun Ibnu ‘Umar apa yang harus ia lakukan jika
ingin menceraikannya setelah itu. Dan jika Ibnu ‘Umar
mengatakan bahwasanya pada saat itu ia telah dihukumi
satu talak, maka kemungkinan yang telah menentukan
hukum itu adalah selain Rasulullah sangatlah jauh sekali,
karena adanya indikasi yang mendukung dalam kisah ini.
Bagaimana mungkin kita akan beranggapan
bahwasanya Ibnu ‘Umar mengatakan hal itu dari
pendapatnya belaka, sedangkan ia juga telah

65
Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 128)], Shahiih al-Bukhari (IX/351, no.
5253).

104 Putusnya Perkawinan


Wismanto Abu Hasan

meriwayatkan bahwasanya Rasulullah  marah


kepadanya karena apa yang telah diperbuatnya?
Bagaimana mungkin ia tidak bertanya kepada Rasulullah
 tentang apa yang akan ia lakukan?‛
Al-Hafizh berkata lagi, ‚Ibnu Wahb dalam
musnadnya telah meriwayatkan dari Ibnu Abi Dzi’b
bahwa Nafi’ telah mengabarkan kepadanya bahwasanya
Ibnu ‘Umar menceraikan isterinya dalam keadaan haidh,
lalu ‘Umar menanyakan hal itu kepada Rasulullah  dan
beliau  bersabda:
.‫ْها َح ََّّت تَطْ ُهَر‬ ِ ِ
َ ‫ُم ْرهُ فَلْيُ َراج ْع َها ُُثَّ َيُْسك‬
Artinya :‘Perintahkan agar ia kembali kepadanya,
kemudian menahannya hingga masa suci.’

Tentang hadits ini Ibnu Abi Dzi’b berkata, Yaitu


satu talak. Ibnu Abi Dzi’b berkata, Handzalah bin Abi
Sufyan berkata kepadaku bahwa ia telah mendengar
Salim menceritakan cerita tersebut dari ayahnya.
Al-Hafizh berkata lagi, ad-Daruqutni telah
mengeluarkan dari jalan Yazid bin Harun dari Ibnu Abi
Dzi’b dan Ibnu Ishaq yang keduanya telah mendengar
dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar dari Nabi Muhammad , beliau
bersabda:
ِ ‫وِىي و‬
.ٌ‫اح َدة‬ ََ َ
Artinya :“Yaitu satu talak.‛66

TALAK TIGA
Adapun jika seorang suami mentalak isterinya
dengan talak tiga dengan satu lafazh atau satu majelis,
maka dihukumi sebagai talak satu, sebagaimana yang
telah diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu ‘Abbas
, ia berkata, ‚Pada zaman Rasulullah , Abu Bakar dan

66
Sanadnya Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (VII/134)], ad-Daruquthni (IV/9, no.
24).

Putusnya Perkawinan 105


Wismanto Abu Hasan

beberapa tahun dari khilafah-nya ‘Umar, bahwa hukum


talak tiga yang diucapkan dengan satu talak adalah
dihukumi satu talak. Kemudian ‘Umar bin al-Khaththab 
berkata, ‚Sesungguhnya sebagian orang telah terburu-
buru dalam melaksanakan suatu perkara yang
sebenarnya mereka harus berhati-hati dalam urusan ini,
maka sekiranya kita berlakukan bagi mereka (bahwa
talak tiga dengan satu lafazh dihukumi sebagai talak
tiga)?, maka talak tersebut menetapkan hukum tersebut
bagi mereka.67
Pendapat tersebut adalah ijtihad dari ‘Umar  yang
tujuannya adalah untuk tercapainya suatu
kemashlahatan dan tidak boleh meninggalkan apa yang
telah difatwakan oleh Rasulullah  dan apa yang
dilakukan pada zaman para Sahabat hingga zaman
kekhilafahannya.

KEEMPAT : DARI SEGI RUJUK DAN TIDAKNYA.


Talak ada dua macam yaitu: Raj’i dan Ba-in.
Sedangkan talak ba’in juga dibagi menjadi dua pula,
yaitu: sughra dan kubra.
Talak raj’i adalah mentalak isteri yang sudah
dicampuri tanpa adanya tebusan harta (dari pihak isteri)
dan belum didahului dengan talak sebelumnya sama
sekali atau baru didahului dengan talak satu kali.
Allah Ta’ala berfirman:
‫ان‬ ٍ ِ ٌ ‫ان ۖ فَِإمس‬
ٍ ‫وف أَو تَس ِريح بِِإحس‬ ِ َ‫الطَّ ََل ُق مَّرت‬
َ ْ ٌ ْ ْ ‫اك ِبَْعُر‬ َْ َ
Artinya :“Talak (yang dapat dirujuk) dua kali.
Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang
ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.‛
(Q.S. Al-Baqarah, 2 : 229)

67
Shahiih Muslim (II/1099, no. 1472).

106 Putusnya Perkawinan


Wismanto Abu Hasan

Seorang wanita yang ditalak raj’i, maka statusnya


masih sebagai isteri selama masih dalam ‘iddahnya dan
suami berhak untuk rujuk kapan saja ia berkehendak
selama masih dalam masa ‘iddah, dan tidak disyaratkan
keridhaan isteri atau izin dari walinya. Allah Ta’ala
berfirman :
‫وء ۖ َوََل َُِي ُّل َُلُ َّن أَن يَكْتُ ْم َن َما َخلَ َق اللَّوُ ِِف‬ٍ ‫والْمطَلَّ َقات ي ت ربَّصن بِأَن ُف ِس ِه َّن ثَََلثَةَ قُر‬
ُ َ ْ َ ََ ُ ُ َ
ِ
‫ك إ ْن‬ ِ
‫ل‬ َٰ
‫ذ‬
َ ‫ِف‬ِ ‫ن‬
َّ ِ
‫ى‬ ‫د‬
ِّ‫ر‬ ِ
‫ب‬ ‫ق‬ُّ ‫َح‬
‫أ‬ ‫ن‬َّ ‫ه‬ ‫ت‬َ‫ل‬‫و‬‫ع‬ ‫ب‬‫و‬ ۖ ‫ر‬ِ ِ
‫خ‬ ‫اْل‬
ْ ‫م‬ِ‫و‬ ‫ي‬ ‫ل‬
ْ ‫ا‬
‫و‬ ِ
‫و‬ َّ
‫ل‬ ‫ال‬ِ‫ب‬ ‫ن‬
َّ ‫م‬ِ‫ؤ‬ ‫ي‬ ‫ن‬
َّ ‫ك‬
ُ ‫ن‬ِ‫إ‬ ‫ن‬َّ ِ
‫ه‬ ِ
‫ام‬ ‫أ َْر َح‬
َ َ َ ُ ُ َُُ َْ َ ُْ
ْ ِ‫أ ََر ُادوا إ‬
‫ص ََل ًحا‬
Artinya :“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah
menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak
boleh mereka menyembunyikan apa yang
diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka
beriman kepada Allah dan hari Akhirat. Dan suami-
suaminya berhak merujuknya dalam masa menanti
itu jika mereka (para suami) itu menghendaki
ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
ma’ruf.‛ (Q.S. Al-Baqarah, 2 : 228)

B. KHULU’
Gugatan cerai, dalam bahasa Arab disebut Al-Khulu
( ُ‫) ال ُخلع‬. Kata Al-Khulu ( ُ‫الخ ْلع‬
ْ ُ ) dengan didhommahkan hurup
kha’nya dan disukunkan huruf Lam-nya, berasal dari kata
(‫شو ب‬ ْ ‫) ُخ ْلعُ ْال‬. Maknanya melepas pakaian. Lalu digunakan
untuk istilah wanita yang meminta kepada suaminya untuk
melepas dirinya dari ikatan pernikahan yang dijelaskan
Allah sebagai pakaian. Allah  berfirman.
‫اس َُلُ َّن‬ ِ ِ
ٌ َ‫اس لَ ُك ْم َوأَنْتُ ْم لب‬
ٌ َ‫ُى َّن لب‬
Artinya :“Mereka itu adalah pakaian, dan kamu pun
adalah pakaian bagi mereka‛(Q.S. Al-Baqarah, 2 :187)

Sedangkan menurut pengertian syari’at, para ulama


mengatakan dalam banyak defenisi, yang semuanya
kembali kepada pengertian, bahwasanya Al-Khulu ialah

Putusnya Perkawinan 107


Wismanto Abu Hasan

terjadinya perpisahan (perceraian) antara sepasang suami-


isteri dengan keridhaan dari keduanya dan dengan
pembayaran diserahkan isteri kepada suaminya68. Adapaun
Syaikh Al-Bassam berpendapat, Al-Khulu ialah perceraian
suami-isteri dengan pembayaran yang diambil suami dari
isterinya, atau selainnya dengan lafazh yang khusus‛ 69

HUKUM AL-KHULU’
Al-Khulu disyariatkan dalam Islam berdasarkan firman
Allah  .
‫ود اللَّ ِو ۖ فَِإ ْن‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫يما ُح ُد‬َ ‫وى َّن َشيْئًا إََّل أَ ْن ََيَافَا أَََّل يُق‬
ُ ‫َوََل َُي ُّل لَ ُك ْم أَ ْن تَأْ ُخ ُذوا ِمَّا آتَيْتُ ُم‬
‫ود اللَّ ِو فَ ََل‬ ِ ِ ِ ‫ِخ ْفتم أَََّل ي ِقيما ح ُد‬
ُ ‫ك ُح ُد‬ َ ْ‫ت بِِو ۖ تِل‬ ْ ‫يما افْ تَ َد‬
َ ‫اح َعلَْيه َما ف‬َ َ‫ود اللَّو فَ ََل ُجن‬ َ ُ َ ُ ُْ
ِ َّ ِ َٰ ِ َّ
‫ك ُى ُم الظال ُمو َن‬ َ ‫ود اللو فَأُولَئ‬ َ ‫وىا ۖ َوَم ْن يَتَ َع َّد ُح ُد‬ َ ‫تَ ْعتَ ُد‬
Artinya : “Tidak halal bagi kamu mengambil kembali
sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka,
kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat
menjalankan hukum-hukum Allah. Jika kamu khawatir
bahwa keduanya (suami-isteri) tidak dapat
menjalankan hukum-hukum Allah, maka tidak ada
dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan
oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-
hukum Allah, maka janganlah kamu melanggarnya.
Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah,
mereka itulah orang-orang yang zhalim’ (Q.S. Al-
Baqarah, 2 : 229)

Sabda Rasulullah  dalam hadits Ibnu Abbas  .

ُ‫صلَّى اللَّو‬ َ ‫َِّب‬َّ ِ‫ت الن‬


ْ َ‫س أَت‬ٍ ‫ت بْ ِن قَ ْي‬ ِ ِ‫اس أ ََّن امرأََة ثَاب‬
َْ ٍ َّ‫َحدَّثَنَا َخالِ ٌد َع ْن ِع ْك ِرَمةَ َع ْن ابْ ِن َعب‬
‫ب َعلَيْ ِو ِِف ُخلُ ٍق َوََل ِدي ٍن َولَ ِك ِّّن‬ ِ
ُ ‫س َما أ َْعت‬ ٍ ْ‫ت بْ ُن قَي‬ ِ َ ‫علَي ِو وسلَّم فَ َقالَت يا رس‬
ُ ِ‫ول اللَّو ثَاب‬ َُ َ ْ َ ََ َْ
ِ ِ ِ ِ ِ ِْ ‫أَ ْكرهُ الْ ُك ْفر ِِف‬
‫ت‬ ْ َ‫ين َعلَْيو َحدي َقتَوُ قَال‬ َ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم أَتَ ُرِّد‬
َ ‫ول اللَّو‬ ُ ‫ال َر ُس‬ َ ‫اإل ْس ََلم فَ َق‬ َ َ
ِ‫ال أَبو عبد اللَّو‬ ِ ِّ ِ َّ ِ َّ َّ ِ َّ
ْ َ ُ َ َ‫اْلَدي َقةَ َوطَل ْق َها تَطْلي َقةً ق‬ ْ ‫صلى اللوُ َعلَيْو َو َسل َم اقْ بَ ْل‬ َ ‫ول اللو‬ ُ ‫ال َر ُس‬َ َ‫نَ َع ْم ق‬
ِ ِ
ٍ َّ‫ََل يُتَابَ ُع فيو َع ْن ابْ ِن َعب‬
‫اس‬

68
Shahih Fiqhis Sunnah, 3/340
69
Taudhihul Ahkam Min Bulughul Maram, 5/468

108 Putusnya Perkawinan


Wismanto Abu Hasan

Artinya : Telah menceritakan kepada kami Khalid dari


Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwasanya; Isteri Tsabit bin
Qais datang kepada Nabi  dan berkata, "Wahai
Rasulullah, tidaklah aku mencela Tsabit bin Qais atas
agama atau pun akhlaknya, akan tetapi aku khawatir
kekufuran dalam Islam." Maka Rasulullah 
bersabda: "Apakah kamu mau mengembalikan kebun
miliknya itu?" Ia menjawab, "Ya." Rasulullah 
bersabda: "Terimalah kebun itu, dan ceraikanlah ia
dengan talak satu." Abu Abdullah berkata; Tidak ada
hadis penguat dari Ibnu Abbas.70
Demikian juga kaum muslimin telah berijma’ pada
masalah tersebut, sebagaimana dinukilkan Ibnu
Qudamah71, Ibnu Taimiyyah72, Al-Hafizh Ibnu Hajar73, Asy-
Syaukani74, dan Syaikh Abdullah Al-Basam75, Muhammad
bin Ali Asy-Syaukani menyatakan, para ulama berijma
tentang syari’at Al-Khulu, kecuali seorang tabi’in bernama
Bakr bin Abdillah Al-Muzani… dan telah terjadi ijma’ setelah
beliau tentang pensyariatannya.76

70
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
َّ ِ‫ت الن‬
‫َِّب‬ ْ َ‫س أَت‬ٍ ‫ت بْ ِن قَْي‬ ِ ِ‫َن امرأََة ثَاب‬ ٍ َّ‫اب الثَّ َق ِف ُّي َحدَّثَنَا َخالِ ٌد َع ْن ِع ْك ِرَمةَ َع ْن ابْ ِن َعب‬
َ ْ َّ ‫اس أ‬
ِ ‫َج ٍيل حدَّثَنَا َعْب ُد الْوَّى‬
َ
ِ
َ َ ‫َحدَّثَنَا أ َْزَىُر بْ ُن‬
‫اإل ْس ََلِم‬ِْ ‫ب َعلَْي ِو ِِف ُخلُ ٍق َوََل ِدي ٍن َولَ ِك ِّّن أَ ْكرهُ الْ ُك ْفر ِِف‬ ِ
ُ ‫س َما أ َْعت‬ ٍ ‫ت بْ ُن قَ ْي‬ ِ َ ‫صلَّى اللَّو علَي ِو وسلَّم فَ َقالَت يا رس‬
ُ ِ‫ول اللَّو ثَاب‬ َُ َ ْ
َ َ َ ََ َْ ُ َ
‫اْلَ ِدي َق َة‬
ْ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم اقْ بَ ْل‬
َ
ِ َّ‫ول الل‬
‫و‬ ُ ‫س‬ ‫ر‬ ‫ال‬
َ ‫ق‬ ‫م‬ ‫ع‬ ‫ن‬ ‫ت‬ ‫ل‬
َ ‫ا‬‫ق‬ ‫و‬‫ت‬ ‫ق‬ ‫ي‬‫د‬ِ ‫ح‬
ُ َ َ ْ َ َ ْ َ ُ ََ َ ْ َ َ َُ َ َ َ ْ َ ُ
ِ
‫و‬ ‫ي‬‫ل‬
َ ‫ع‬ ‫ين‬ ‫د‬
ِّ‫ر‬ ‫َت‬
‫أ‬ ‫م‬ َّ
‫ل‬ ‫س‬ ‫و‬ ِ
‫و‬ ‫ي‬ ‫ل‬
َ ‫ع‬ ‫و‬ َّ
‫ل‬ ‫ال‬ ‫ى‬ َّ
‫ل‬ ‫ص‬
َ
ِ
‫و‬ َّ
‫ل‬ ‫ال‬ ‫ول‬
ُ ‫س‬
ُ َ َ َ‫ف‬
‫ر‬ ‫ال‬
َ ‫ق‬
‫اس‬ ِ ِ ِ
ٍ َّ‫ال أَبُو َعْبد اللَّو ََل يُتَابَ ُع فيو َع ْن ابْ ِن َعب‬ ِ
َ َ‫َوطَلِّ ْق َها تَطْلي َقةً ق‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Azhar bin Jamil Telah menceritakan
kepada kami Abdul Wahhab Ats Tsaqafi Telah menceritakan kepada kami
Khalid dari Ikrimah dari Ibnu Abbas bahwasanya; Isteri Tsabit bin Qais datang
kepada Nabi  dan berkata, "Wahai Rasulullah, tidaklah aku mencela Tsabit
bin Qais atas agama atau pun akhlaknya, akan tetapi aku khawatir kekufuran
dalam Islam." Maka Rasulullah  bersabda: "Apakah kamu mau
mengembalikan kebun miliknya itu?" Ia menjawab, "Ya." Rasulullah 
bersabda: "Terimalah kebun itu, dan ceraikanlah ia dengan talak satu." Abu
Abdullah berkata; Tidak ada hadis penguat dari Ibnu Abbas. Lihat dalam
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama
dengan telkom Indonesia kitab Shohih Bukhari No 4867
71
Al-Mughni, 7/51
72
Majmu Al-Fatawa, 32/282
73
Fathul Bari, 9/315
74
Nailul Authar Min Ahadits Sayyid Al-Akhyar Syarh Muntaqa Al-Akhbar,
6/260
75
Taudhihul Ahkam Min Bulughul Maram, 5/468
76
Nailul Authar Min Ahadits Sayyid Al-Akhyar Syarh Muntaqa Al-Akhbar,
6/260

Putusnya Perkawinan 109


Wismanto Abu Hasan

KETENTUAN HUKUM AL-KHULU77


Menurut tinjauan fikih, dalam memandang masalah
Al-Khulu terdapat hukum-hukum taklifi sebagai berikut.
1. Mubah (Diperbolehkan).
Ketentuannya, sang wanita sudah benci tinggal
bersama suaminya karena kebencian dan takut tidak
dapat menunaikan hak suaminya tersebut dan tidak
dapat menegakkan batasan-batasan Allah  dalam
ketaatan kepadanya, dengan dasar firman Allah .
‫ت بِِو‬ ِ ِ ِ ‫فَِإ ْن ِخ ْفتم أَََّل ي ِقيما ح ُد‬
ْ ‫يما افْ تَ َد‬ َ َ‫ود اللَّو فَ ََل ُجن‬
َ ‫اح َعلَْيه َما ف‬ َ ُ َ ُ ُْ
Artinya :“Jika kamu khawatir bahwa keduanya
(suami-isteri) tidak dapat menjalankan hukum-
hukum Allah, maka tidak ada dosa atas keduanya
tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk
menebus dirinya‛ (Q.S. Al-Baqarah, 2 : 229)

Al-Hafizh Ibnu Hajar memberikan ketentuan dalam


masalah Al-Khulu ini dengan pernyataannya, bahwasanya
Al-Khulu, ialah seorang suami menceraikan isterinya
dengan penyerahan pembayaran ganti kepada suami. Ini
dilarang, kecuali jika keduanya atau salah satunya
merasa khawatir tidak dapat melaksanakan apa yang
diperintahkan Allah. Hal ini bisa muncul karena adanya
ketidaksukaan dalam pergaulan rumah tangga, bisa jadi
karena jeleknya akhlak atau bentuk fisiknya. Demikian
juga larangan ini hilang, kecuali jika keduanya
membutuhkan penceraian, karena khawatir dosa yang
menyebabkan timbulnya Al-Bainunah Al-Kubra
78
(Perceraian besar atau Talak Tiga)
Syaikh Al-Bassam mengatakan, diperbolehkan Al-
Khulu (gugat cerai) bagi wanita, apabila sang isteri
membenci akhlak suaminya atau khawatir berbuat dosa
77
Dinukil dari Taudhihul Ahkam, 5/469. Shahih fiqhis Sunnah, 3/341-
343, dan Jami Ahkamun Nisa, 4/153-154 dengan beberapa tambahan.
78
Fathul Bari, 9/318

110 Putusnya Perkawinan


Wismanto Abu Hasan

karena tidak dapat menunaikan haknya. Apabila sang


suami mencintainya, maka disunnahkan bagi sang isteri
untuk bersabar dan tidak memilih perceraian. 79

2. Diharamkan Khulu’, Hal Ini Karena Dua Keadaan.


a. Dari Sisi Suami.
Apabila suami menyusahkan isteri dan memutus
hubungan komunikasi dengannya, atau dengan
sengaja tidak memberikan hak-haknya dan sejenisnya
agar sang isteri membayar tebusan kepadanya dengan
jalan gugatan cerai, maka Al-Khulu itu batil, dan
tebusannya dikembalikan kepada wanita. Sedangkan
status wanita itu tetap seperti asalnya jika Al-Khulu
tidak dilakukan dengan lafazh thalak, karena Allah 
berfirman.
‫اح َش ٍة ُمبَ يِّ نَ ٍة‬
ِ ‫ض ما آتَيتموى َّن إََِّل أَ ْن يأْتِني بَِف‬ ِ ُ‫وََل تَعضل‬
َ َ ُ ُ ُْ َ ِ ‫وى َّن لتَ ْذ َىبُوا بِبَ ْع‬
ُ ُ ْ َ
Artinya : Janganlah kamu menyusahkan mereka
karena hendak mengambil kembali sebagian
kecil dari apa yang telah kamu berikan
kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan
pekerjaan keji yang nyata‛ (Q.S. An-Nisa, 4 : 19)

Apabila suami menceraikannya, maka ia tidak


memiliki hak mengambil tebusan tersebut. Namun,
bila isteri berzina lalu suami membuatnya susah agar
isteri tersebut membayar terbusan dengan Al-Khulu,
maka diperbolehkan berdasarkan ayat di atas‛.

b. Dari Sisi Isteri


Apabila seorang isteri meminta cerai padahal
hubungan rumah tangganya baik dan tidak terjadi
perselisihan maupun pertengkaran di antara pasangan
suami isteri tersebut. Serta tidak ada alasan syar’i

79
Taudhihul Ahkam Min Bulughul Maram, 5/469

Putusnya Perkawinan 111


Wismanto Abu Hasan

yang membenarkan adanya Al-Khulu, maka ini


dilarang, berdasarkan sabda Rasulullah .
‫ت َزْو َج َها طََلَقًا ِِف َغ ِْْي َما بَاْ ٍس فَ َحَر ٌام َعلَْي َها َرائِ َحةُ ا ْْلَن َِّة‬ ٍ
ْ َ‫أََُّيَا ْامَرأَة َسأَل‬
Artinya : “Semua wanita yang minta cerai
(gugat cerai) kepada suaminya tanpa alasan,
maka haram baginya aroma surga‛80

3. Mustahabbah (Sunnah) Wanita Minta Cerai (Al-Khulu).


Apabila suami berlaku mufarrith (meremehkan)
hak-hak Allah, maka sang isteri disunnahkan Al-Khulu.
Demikian menurut madzhab Ahmad bin Hanbal. [15]

4. Wajib
Terkadang Al-Khulu hukumnya menjadi wajib pada
sebagiaan keadaan. Misalnya terhadap orang yang tidak
pernah melakukan shalat, padahal telah diingatkan.
Demikian juga seandainya sang suami memiliki
keyakinan atau perbuatan yang dapat menyebabkan
keyakinan sang isteri keluar dari Islam dan
menjadikannya murtad. Sang wanita tidak mampu
membuktikannya di hadapan hakim peradilan untuk
dihukumi berpisah atau mampu membuktikannya,
namun hakim peradilan tidak menghukuminya murtad
dan tidak juga kewajiban bepisah, maka dalam keadaan
seperti itu, seorang wanita wajib untuk meminta dari
suaminya tersebut Al-Khulu walaupun harus
menyerahkan harta. Karena seorang muslimah tidak
patut menjadi isteri seorang yang memiliki keyakinan
dan perbuatan kufur.

80
HR Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad, dan dishahihkan
Syaikh Al-Albani dalam kitab Irwa’ul Ghalil, no. 2035

112 Putusnya Perkawinan


Wismanto Abu Hasan

C. ILA’
Ila’ adalah sumpah suami bahwa ia tidak akan
mencapuri istrinya dalam masa lebih empat bulan atau
dengan tidak menyebut masanya. Ila’ merupakan tradisi
orang-orang jahiliyah Arab dengan maksud untuk menyakiti
istrinya dengan cara tidak menggauli dan membiarkan
istrinya menderita berkepanjangan tanpa ada kepastian
apakah dicerai atau tidak.
Setelah Islam datang, tradisi tersebut dihapus dengan
cara membatasi waktu Ila’ paling lama empat bulan.
Dengan demikian, apabila masa empat bulan itu sudah
lewat, suami harus memilih rujuk atau talak. Apabila yang
dipilih rujuk, suami harus membayar kafarat sumpah.
Namun, jika yang dipilih talak, akan jatuh talak sugra.
،‫ فجعل اْلرام حَلَل‬،‫وحرم‬
ّ ‫ من نسائو‬.‫ آىل رسول اهلل صلعم‬: ‫ قالت‬.‫ض‬.‫عن عائشة ر‬
(‫ ورواتو ثقات‬،‫مذى‬
ّ ‫الّت‬
ّ ‫وجعل لليمني ك ّفارة(رواه‬
Artinya : Aisyah  berkata, ‚Rasulullah  telah
bersumpah Ila’ diantara istrinya dan mengharamkan
berkumpul dengan mereka. Lalu beliau menghalalkan
yang telah diharamkan dan membayar kafarat bagi
yang bersumpah.‛81

D. ZHIHAR
Zihar adalah ucapan suami kepada istrinya bahwa
istrinya menyerupai ibunya. Contohnya : ‚Engkau tampak
olehku seperti punggung ibuku.‛ Zihar pada zaman jahiliyah
merupakan cara untuk menceraikan istrinya.
Setelah Islam datang, Islam melarang perbuatan itu.
Apabila zihar terlanjur dilakukan oleh suami, ia wajib
membayar kafarat dan dilarang mencampuri istrinya
sebelum kafarat terbayar.

81
HR. Tirmidzi dan para rawinya dapat dipercaya

Putusnya Perkawinan 113


Wismanto Abu Hasan

            

             

            

            

 
Artinya : orang-orang yang menzhihar isteri mereka,
kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang
mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya)
memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami
isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan
kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa yang
kamu kerjakan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan
(budak), Maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan
berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka
siapa yang tidak Kuasa (wajiblah atasnya) memberi
Makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya
kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Itulah
hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan
yang sangat pedih. (Q.S. Mujadalah, 58 : 3-4)

ِ َّ ‫اىَر ِم ْن ْامَرأَتِِو ُُثَّ َواقَ َع َها قَ ْب َل أ‬


ُ‫َخبَ َره‬ْ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم فَأ‬ َّ ِ‫َن يُ َكفَِّر فَأَتَى الن‬
َ ‫َِّب‬ َ َ‫أ ََّن َر ُج ًَل ظ‬
‫اعتَ ِزُْلَا َح ََّّت‬
ْ َ‫ال ف‬َ َ‫اض َساقِ َها ِِف الْ َق َم ِر ق‬
َ َ‫ت بَي‬ ُ ْ‫ال َرأَي‬
َ َ‫ت ق‬ َ ‫صنَ ْع‬ َ ‫ك َعلَى َما‬ َ َ‫ال َما َْحَل‬ َ ‫فَ َق‬
‫ك‬َ ‫تُ َكفَِّر َعْن‬
Artinya : Seorang laki-laki telah menzhihar isterinya
kemudian ia menggaulinya sebelum membayar
kafarat. Kemudian ia datang kepada Nabi  dan
mengabarkan hal tersebut kepadanya. Lalu beliau
berkata: "Apa yang mendorongmu untuk melakukan
apa yang telah engkau perbuat?" Ia berkata; aku
melihat putih betisnya dalam cahaya rembulan.
Beliau berkata: "Jauhi dia hingga engkau membayar
kafarah."82

82
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :

114 Putusnya Perkawinan


Wismanto Abu Hasan

Hadits ini menunjukkan tidak bolehnya seseorang


yang melakukan ila’ atau zhihar untuk menggauli istrinya
sebelum membayar kafarat, yakni memerdekakan seorang
hamba sahaya, atau jika tidak mampu dengan berpuasa dua
bulan berturut-turut, atau jika tidak mampu, maka memberi
makan kepada 60 orang miskin.

E. LI’AN
Apabila seorang suami menuduh isterinya berzina lalu
isterinya mendustakan hal itu, maka suami dijatuhi hukum
hadd, kecuali jika suami bisa mendatangkan bukti (saksi)
atau mereka saling me-li’an. Allah Ta’ala berfirman:

‫ات‬ٍ ‫والَّ ِذين ي رمو َن أ َْزواجهم وََل ي ُكن َُّلم ُشه َداء إََِّل أَن ُفسهم فَ َشهادةُ أَح ِد ِىم أَربع َشهاد‬
َ َ ُ َْ ْ َ َ َ ْ ُ ُ ُ َ ْ ُ َ ْ َ ْ ُ َ َ ُ َْ َ َ
‫ني َويَ ْد َرأُ َعْن َها‬ِ‫ب‬ ِ ‫اْل ِامسةُ أ ََّن لَعنَت اللَّ ِو علَي ِو إِن َكا َن ِمن الْ َك‬
‫اذ‬ ِ ِ َّ ‫بِاللَّ ِو ۖ إِنَّو لَ ِمن‬
َ َ َْ َ ْ َ َْ ‫ني َو‬
َ ‫الصادق‬ َ ُ
ِ‫اْل ِامسةَ أ ََّن َغضب اللَّو‬ ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ ٍ
َ َ َ َْ ‫ني َو‬ َ ‫اب أَن تَ ْش َه َد أ َْربَ َع َش َه َادات باللو ۖ إنَّوُ لَم َن الْ َكاذب‬َ ‫الْ َع َذ‬
‫ني‬ِ ِ ِ
َّ ‫َعلَْي َها إِن َكا َن م َن‬
َ ‫الصادق‬
Artinya :“Dan orang-orang yang menuduh isterinya
(berzina), padahal mereka tidak mempunyai saksi-
saksi selain diri mereka sendiri, maka persaksian
orang itu adalah empat kali bersumpah dengan Nama
Allah, sesungguhnya ia termasuk orang-orang yang
benar. Dan (sumpah) yang kelima, bahwa laknat Allah
atasnya, jika ia termasuk orang-orang yang berdusta.
Isterinya itu dihindarkan dari hukuman oleh

‫اىَر ِم ْن ْامَرأَتِِو ُُثَّ َواقَ َع َها قَْب َل‬ َّ ‫اْلَ َك ُم بْ ُن أَبَا َن َع ْن ِع ْك ِرَمةَ أ‬
َ َ‫َن َر ُج ًَل ظ‬ ْ ‫يل الطَّالََق ِاِنُّ َحدَّثَنَا ُس ْفيَا ُن َحدَّثَنَا‬ ِ ِ ِ
َ ‫َحدَّثَنَا إ ْس َح ُق بْ ُن إ ْْسَع‬
ِ ِ ِ َّ ِ َّ َّ َّ ‫أ‬
‫ال‬َ َ‫اض َساق َها ِف الْ َق َمر ق‬ َ َ‫ت بَي‬ ُ ْ‫ال َرأَي‬
َ َ‫ت ق‬ َ ‫صنَ ْع‬ َ ‫ك َعلَى َما‬ َ َ‫ال َما َْحَل‬ َ ‫َخبَ َرهُ فَ َق‬
ْ ‫صلى اللوُ َعلَْيو َو َسل َم فَأ‬ َّ ِ‫َن يُ َكفَِّر فَأَتَى الن‬
َ ‫َِّب‬
‫ك‬ َ َْ َ َ ُ َّ َ َْ َْ َ‫ف‬
‫ن‬‫ع‬ ‫ِّر‬
‫ف‬ ‫ك‬ ‫ت‬ ‫َّت‬ ‫ح‬ ‫ا‬ ‫ُل‬
‫ز‬ِ ‫ت‬‫اع‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Isma'il Ath Thalaqani,
telah menceritakan kepada kami Sufyan, telah menceritakan kepada kami Al
Hakam bin Aban dari Ikrimah bahwa seorang laki-laki telah menzhihar
isterinya kemudian ia menggaulinya sebelum membayar kafarat. Kemudian ia
datang kepada Nabi  dan mengabarkan hal tersebut kepadanya. Lalu beliau
berkata: "Apa yang mendorongmu untuk melakukan apa yang telah engkau
perbuat?" Ia berkata; aku melihat putih betisnya dalam cahaya rembulan.
Beliau berkata: "Jauhi dia hingga engkau membayar kafarah." Lihat dalam
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama
dengan telkom Indonesia kitab Sunan Abu Daud No 1897

Putusnya Perkawinan 115


Wismanto Abu Hasan

sumpahnya empat kali atas Nama Allah se-


sungguhnya suaminya itu benar-benar termasuk
orang-orang yang dusta, dan (sumpah) yang kelima
bahwa laknat Allah atas-nya jika suaminya itu
termasuk orang-orang yang benar.‛ (Q.S. An-Nuur, 24
: 6-9)

Dari Ibnu ‘Abbas , bahwa Hilal bin Umayyah


menuduh isterinya berzina dihadapan Nabi  dengan Syarik
bin Sahma’, lalu Nabi  bersabda, ‚Engkau datangkan
keterangan (saksi) atau hukum cambuk mengenai
punggungmu.‛ Ia berkata, ‚Wahai Ra-sulullah, apabila
seseorang di antara kita melihat seorang laki-laki berada di
atas isteri kita, apakah kita harus pergi mencari saksi?‛ Nabi
 tetap bersabda, ‚Engkau datangkan keterangan (saksi)
atau hukum cambuk mengenai punggungmu.‛ Kemudian
Hilal berkata, ‚Demi Rabb yang mengutusmu dengan
kebenaran, sesungguhnya aku jujur. Sungguh Allah akan
menurunkan ayat yang membebaskan punggungku dari
cambukan.‛
Setelah itu Jibril turun dengan ayat ‫اج ُه ْم‬ ِ َّ
َ ‫ين يَْرُمو َن أ َْزَو‬
َ ‫َوالذ‬
sampai ‫ني‬ ِ ِ َّ ‫ إِ ْن َكا َن ِمن‬, kemudian Nabi  berpaling dan
َ ‫الصادق‬ َ
memanggil isteri Hilal. Hilal datang dan bersaksi, sedangkan
Rasulullah  bersabda, ‚Sesungguhnya Allah mengetahui
bahwa salah seorang dari kalian berdua telah berdusta,
apakah di antara kalian berdua ada yang bertaubat?‛
Kemudian isteri Hilal berdiri dan bersaksi, namun
ketika sampai sumpah yang kelima, orang-orang meng-
hentikannya dan berkata, ‚Sesungguhnya sumpah itu pasti
ter-laksana.‛ Ibnu ‘Abbas  berkata, ‚Wanita itu terdiam
dan me-nundukkan kepalanya, sehingga kami mengira ia
akan mengaku. Kemudian wanita itu berkata, ‘Aku tidak
akan membuka aib kaumku selamanya.’ Lalu wanita itu
pergi. Nabi  bersabda, ‘Nantikanlah kelahirannya, apabila

116 Putusnya Perkawinan


Wismanto Abu Hasan

ia melahirkan anak yang mempunyai kelopak mata yang


hitam (seperti dicelak), pantat montok dan betis yang
gemuk, maka anak itu milik Syarik bin Sahma’. Kemudian
benar ia melahirkan bayi yang memiliki ciri tersebut. Lalu
Nabi  bersabda :
.‫ لَ َكا َن لَنَا َوَُلَا َشأْ ٌن‬k ِ‫اب اهلل‬
ِ َ‫ضى ِمن كِت‬
ْ َ ‫لَ ْوَلَ َما َم‬
Artinya : Jika bukan karena apa yang telah lampau
dari (keputusan) Kitabullah, sungguh akan ada urusan
(hukum hadd) antara aku dan wanita itu.’‛ 83

BEBERAPA HUKUM YANG BERKAITAN DENGAN LI’AN


Apabila suami isteri saling melaknat (li’an), maka
ditetapkan hukum-hukum berikut disebabkan hal tersebut:
1. Perceraian
Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar , ia berkata,
‚Sepasang suami isteri dari kalangan Anshar saling
melaknat (li’an) di hadapan Nabi , kemudian beliau
menceraikan keduanya.‛84

2. Pengharaman selamanya
Berdasarkan perkataan Sahl bin Sa’d, ‚Telah
ditetapkan oleh as-Sunnah untuk dua orang yang saling
melaknat (li’an) agar keduanya dipisahkan dan keduanya
tidak boleh bersatu kembali selamanya.‛ 85

3. Isteri yang dituduh berzina berhak atas mahar dan


nafkah yang telah diberikan.
Hal ini berdasarkan hadits dari Ayyub, dari Sa’id
bin Jubair, ia berkata, ‚Aku bertanya kepada Ibnu ‘Umar,
‘Bagaimana hukum-nya seorang suami yang menuduh
83
Shahih: [Al-Irwaa’ (no. 2098)], Shahiih al-Bukhari (VIII/449, no. 4747),
Sunan Abi Dawud (VI/341, no. 2237), Sunan at-Tirmidzi (V/12, no. 3229),
Sunan Ibni Majah (I/668, no. 2067).
84
Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/458, no. 5314), Shahiih Muslim
(II/ 1133, no. 1494 (9))
85
Shahih: [Al-Irwaa’ (no. 2104)], Sunan Abi Dawud (VI/337, no. 2233),
al-Baihaqi (VII/410

Putusnya Perkawinan 117


Wismanto Abu Hasan

isterinya berzina?’ Ia menjawab, ‘Dahulu Nabi  pernah


menceraikan sepasang suami isteri dari bani ‘Ajlan,
beliau bersabda, ‘Allah mengetahui bahwa salah satu
dari kalian berdusta, apakah di antara kalian ada yang
bertaubat?’’ Keduanya menolak. Kemudian beliau 
bersabda, ‘Allah menge-tahui bahwa salah seorang dari
kalian berdusta, apakah di antara kalian ada yang
bertaubat?’ Keduanya tetap menolak, kemudian beliau
menceraikan keduanya.‛
Ayyub berkata, ‚‘Amr bin Dinar berkata kepadaku,
‘Sesung-guhnya di dalam hadits ada sesuatu yang belum
engkau sampai-kan (yaitu): ‚Suami itu berkata,
‘Bagaimana dengan harta pemberi-anku?’ Beliau
bersabda (atau ada yang mengatakan), ‘Engkau tidak lagi
mempunyai hak atas harta itu, apabila engkau benar
(dengan tuduhan itu), sesungguhnya engkau telah
menggaulinya, namun apabila engkau dusta, maka harta
itu lebih jauh lagi darimu.’‛86

4. Anak yang dinisbatkan kepada isteri yang dilaknat (li’an)


Berdasarkan hadits Ibnu ‘Umar, ‚Sesungguhnya
Nabi  pernah meminta sepasang suami isteri untuk
sumpah li’an, lalu beliau meniadakan hubungan (nasab)
suami dengan anak isterinya. Kemudian beliau
menceraikan keduanya dan menisbatkan anak kepada
isteri yang dili’an.‛87

86
Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/456, no. 5311), Shahiih Muslim
(II/ 1130, no. 1493), Sunan Abi Dawud (VI/347, no. 2241, 40), Sunan an-Nasa-
i (VI/177).
87
Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/460, no. 5315), Shahiih Muslim
(II/ 1132, no. 1494), Sunan Abi Dawud (VI/348, no. 2242), Sunan at-Tirmidzi
(II/338, no. 1218), Sunan an-Nasa-i (VI/178), Sunan Ibni Majah (I/669, no.
2069).

118 Putusnya Perkawinan


Wismanto Abu Hasan

5. Saling mewarisi hanya ditetapkan antara isteri dan


anaknya saja
Berdasarkan perkataan Ibnu Syihab dalam hadits
Sahl bin Sa’d: ‚…Menjadi ketetapan hukum (Sunnah)
setelah kejadian mereka berdua, untuk menceraikan
suami isteri yang saling melaknat ke-tika isteri sedang
hamil, maka anaknya dinisbatkan kepada ibu-nya.‛ Ia
melanjutkan, ‚Kemudian berlaku hukum (Sunnah) dalam
pewarisan isteri bahwasanya ia mewarisi anaknya dan
anaknya me-warisi darinya, sebagaimana yang Allah
tetapkan baginya.‛88

F. MUT’AH
Pernikahan merupakan sunnatullah pada alam ini,
tidak ada yang keluar dari garisnya, manusia, hewan
maupun tumbuhan. Allah  berfirman ‚Dan segala sesuatu
Kami ciptakan berpasang-pasangan, supaya kamu
mengingat akan kebesaran Allah‛ – (QS adz Dzariyat : 49)-.
Allah memilih sarana ini untuk berkembang-biaknya alam
dan berkesinambungannya ciptaan, setelah mempersiapkan
setiap pasangan tugas dan posisi masing-masing.
Allah  menciptakan manusia seperti ciptaan yang
lainnya, tidak membiarkan nalurinya berbuat
sekehendaknya, atau membiarkan hubungan antara laki-laki
dan perempuan kacau tidak beraturan. Tetapi Allah
meletakkan rambu-rambu dan aturan sebagaimana telah
diterangkan oleh utusanNya, Muhammad .
Oleh karenanya, salah satu maqashid syari’ah (pokok
dasar syariah), yaitu menjaga keturunan. Islam
menganjurkan umat Islam untuk menikah dan
mengharamkan membujang. Islam melarang mendekati
zina dan menutup sarana-sarana yang menjurus kepada

88
Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/452, no. 5309), Shahiih Muslim
(II/ 1129, no. 1492), Sunan Abi Dawud (VI/339, no. 2235)

Putusnya Perkawinan 119


Wismanto Abu Hasan

perbuatan kotor tersebut. Islam juga mengharamkan


perzinaan yang berbalutkan dengan sampul pernikahan,
atau pelacuran menggunakan baju kehormatan. Di antara
pernikahan yang diharamkan oleh Islam, ialah seperti :
1. Nikah tahlil, yaitu seseorang menikah dengan seorang
wanita yang telah dithalak tiga oleh suaminya, dengan
tujuan agar suami pertama dapat rujuk dengannya.89
2. Nikah syighar, yaitu seseorang menikahkan putrinya
dengan seseorang, dengan syarat orang yang dinikahkan
tersebut juga menikahkan putrinya, dan tidak ada mahar
atas keduanya.90
3. Nikah muhrim, dan seterusnya.
4. Juga terdapat pernikahan yang diharamkan, yang dikenal
dengan nikah kontrak (kawin kontrak). Nikah yang biasa
disebut nikah mut’ah ini merupakan salah satu
pernikahan yang diharamkan Islam. Uniknya, nikah
mut’ah ini bahkan dilanggengkan dan dilestarikan oleh
agama Syi`ah dengan mengatasnamakan agama. Berikut
ini penjelasan fiqih Islam tentang hukum nikah mut’ah.

DEFINISI NIKAH MUT’AH


Yang dimaksud nikah mut’ah adalah, seseorang
menikah dengan seorang wanita dalam batas waktu
tertentu, dengan sesuatu pemberian kepadanya, berupa
harta, makanan, pakaian atau yang lainnya. Jika masanya
telah selesai, maka dengan sendirinya mereka berpisah
tanpa kata thalak dan tanpa warisan.91
Bentuk pernikahan ini, seseorang datang kepada
seorang wanita tanpa harus ada wali atau saksi. Kemudian
mereka membuat kesepakatan mahar (upah) dan batas
waktu tertentu. Misalnya tiga hari atau lebih, atau kurang.

89
Jami’ Ahkamin Nisaa`, Mushthafa al Adawi, Darus Sunnah (3/137).
90
Zadul Ma’ad, Ibnul Qayyim, Muassasah Risalah (5/108).
91
Jami’ Ahkamu Nisaa` (3/169-170), dan silahkan lihat juga definisinya
di dalam Subulus Salam, Ash Shan’ani, Darul Kutub Ilmiyah (3/243); al
Mughni, Ibnu Qudamah, Dar Alam Kutub (10/46).

120 Putusnya Perkawinan


Wismanto Abu Hasan

Biasanya tidak lebih dari empat puluh lima hari; dengan


ketentuan tidak ada mahar kecuali yang telah disepakati,
tidak ada nafkah, tidak saling mewariskan dan tidak ada
iddah kecuali istibra` (yaitu satu kali haidh bagi wanita
monopouse, dua kali haidh bagi wanita biasa, dan empat
bulan sepuluh hari bagi yang suaminya meninggal), dan
tidak ada nasab kecuali jika disyaratkan. 92
Jadi, rukun nikah mut’ah -menurut Syiah Imamiah-
ada tiga :
1. Shighat, seperti ucapan : ‚aku nikahi engkau‛, atau ‚aku
mut’ahkan engkau‛.
2. Calon istri, dan diutamakan dari wanita muslimah atau
kitabiah.
3. Mahar, dengan syarat saling rela sekalipun hanya satu
genggam gandum.
4. Jangka waktu tertentu.93

NIKAH MUT’AH PADA MASA PENSYARIATAN, ANTARA BOLEH


DAN LARANGAN
Nikah mut’ah, pada awal Islam -saat kondisi darurat-
diperbolehkan, kemudian datang nash-nash yang melarang
hingga hari Kiamat.
Di antara hadits yang menyebutkan dibolehkannya
nikah mut’ah pada awal Islam ialah :
ِ ِ ‫يا أَيُّها النَّاس إِ ِِّن قَ ْد ُكْنت أ َِذنْت لَ ُكم ِِف ِاَلستِمت ِاع ِمن الن‬
َ ‫ِّساء َوإِ َّن اللَّوَ قَ ْد َحَّرَم ذَل‬
‫ك‬ َ ْ َْ ْ ْ ُ ُ ُ َ َ
‫وى َّن َشْيئًا‬‫م‬ ‫ت‬ ‫ي‬ ‫آت‬ ‫َّا‬
‫ِم‬ِ ‫إِ َىل ي وِم الْ ِقيام ِة فَمن َكا َن ِعنده ِمن ه َّن شيء فَ ْليخل سبِيلَو وََل تأْخ ُذوا‬
ُ ُ ُْ َ ُ َ َ ُ َ ِّ َ ُ ٌ ْ َ ُ ْ ُ َ ْ ْ َ َ َ َْ
Artinya : "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya saya
pernah mengizinkan kepada kalian nikah mut'ah
terhadap wanita, dan sesungguhnya (mulai saat ini)
Allah telah mengharamkannya sampai Hari Kiamat,
oleh karena itu barangsiapa yang masih memiliki
(wanita yang dimut'ah), maka ceraikanlah dia dan
jangan kamu ambil kembali apa yang telah kamu
berikan padanya."94

92
Subulus Salam, ash Shan’ani, Darul Kutub Ilmiyah (3/243).
93
Fiqhus Sunnah, Sayid Sabiq (2/132).
94
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :

Putusnya Perkawinan 121


Wismanto Abu Hasan

‫ني َد َخلْنَا‬ ِ ِ ِ ِ
َ ْ ‫ََ ََ َمَرناَ َر ُس ْو ُل اهلل صلى اهلل عليو وسلم بالْ ُمتْ َعة َع َام اْل َفتْ ِح ح‬
َ ‫ أ‬: ‫ال‬ َ َ‫َو َعنْوُ ق‬
‫َم َّكةَ ُُثَّ ََلْ ََنُْر ْج َح ََّّت نَ َهاناَ َعْن َها‬
Artinya : Dari beliau, juga berkata : ‚Rasulullah 
memerintahkan kami untuk mut’ah pada masa
penaklukan kota Mekkah, ketika kami memasuki
Mekkah. Belum kami keluar, beliau  telah
mengharamkannya atas kami‛.95

‫ول اهللِ صلى اهلل عليو وسلم َع َام‬


ُ ‫ص َر ُس‬ َ َ‫َع ْن َسلَ َمةَ بْ ِن اَْْل ْك َوعِ رضى اهلل عنو ق‬
َ ‫ َر َّخ‬:‫ال‬
‫أ َْوطاَس ِِف اْملْت َع ِة ثَََلثَةَ أَيَّ ٍام ُُثَّ نَ َهى َعْن َها‬
ُ
Artinya : Dari Salamah bin Akwa`, ia berkata :
‚Rasulullah  telah memberikan keringanan dalam
mut’ah selama tiga hari pada masa perang Awthas
(juga dikenal dengan perang Hunain), kemudian
beliau melarang kami‛. 96

‫َن أَبَاهُ َح َّدثَوُ أَنَّوُ َكا َن‬ ُّ ِ ‫اْلُ َه‬


َّ ‫ّن أ‬ ْ َ‫يع بْ ُن َسْب َرة‬ َّ ‫َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن َعْب ِد اللَّ ِو بْ ِن ُنٍَُْْي َحدَّثَنَا أَِب َحدَّثَنَا َعْب ُد ال َْع ِزي ِز بْ ُن عُ َمَر َح َّدثَِّن‬
ُ ِ‫الرب‬
‫ِّس ِاء َوإِ َّن اللَّوَ قَ ْد َحَّرَم‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ت لَ ُك ْم ِف اَل ْست ْمتَ ِاع م ْن الن‬
ِ ‫ال يا أَيُّها النَّاس إِ ِِّن قَ ْد ُكْن‬
ُ ْ‫ت أَذن‬ ُ ُ
ِ
َ َ َ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم فَ َق‬
ِ ِ
َ ‫َم َع َر ُسول اللَّو‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫وى َّن َشْيئًا و َحدَّثَنَاه أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن أَِب‬ ُ ‫ك إِ َىل يَ ْوم الْقيَ َامة فَ َم ْن َكا َن عْن َدهُ مْن ُه َّن َش ْيءٌ فَ ْليُ َخ ِّل َسبِيلَوُ َوََل تَأ‬
ُ ‫ْخ ُذوا ِمَّا آتَْيتُ ُم‬ َ ‫ذَل‬
ِ ِ ِ َ ‫ال رأَيت رس‬ ِ ِْ ‫َشيبةَ حدَّثَنَا عب َدةُ بن سلَيما َن عن عب ِد الْع ِزي ِز ب ِن عمر ِِب َذا‬
َ ْ َ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم قَائ ًما ب‬
‫ني‬ َ ‫ول اللَّو‬ ُ َ ُ ْ َ َ َ‫اإل ْسنَاد ق‬ َ َ َ ُ ْ َ َْ ْ َ َ ْ ُ ُ ْ ْ َ َ َْ
ِ ‫ول ِبِِثْ ِل ح ِد‬
‫يث ابْ ِن ُنٍَُْْي‬ ُ ‫اب َوُى َو يَ ُق‬ِ ‫الرْك ِن والْب‬
َ َ َ ُّ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin
Numair telah menceritakan kepada kami ayahku telah menceritakan kepada
kami Abdul Aziz bin Umar telah menceritakan kepadaku Ar Rabi' bin Sabrah Al
Juhani bahwa ayahnya telah menceritakan kepadanya bahwa dia pernah
bersama Rasulullah  (dalam Fathu Makkah), beliau bersabda: "Wahai sekalian
manusia, sesungguhnya saya pernah mengizinkan kepada kalian nikah mut'ah
terhadap wanita, dan sesungguhnya (mulai saat ini) Allah telah
mengharamkannya sampai Hari Kiamat, oleh karena itu barangsiapa yang
masih memiliki (wanita yang dimut'ah), maka ceraikanlah dia dan jangan
kamu ambil kembali apa yang telah kamu berikan padanya." Telah
menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah telah menceritakan
kepada kami 'Abdah bin Sulaiman dari Abdul Aziz bin Umar dengan isnad ini,
dia berkata; saya pernah melihat Rasulullah  berdiri di antara rukun (Ka'bah)
dan pintu (Ka'bah) seraya bersabda seperti hadits Ibnu Numair. Lihat dalam
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama
dengan telkom Indonesia kitab Shohih Muslim No 2502
95
HR Muslim, 9/159, (1406).
96
HR Muslim, 9/157, (1405).

122 Putusnya Perkawinan


Wismanto Abu Hasan

Muncul pertanyaan, semenjak kapan Islam melarang


mut’ah? Untuk menjawabnya, kita dapatkan riwayat-riwayat
yang menerangkan masalah ini terkesan simpang-siur,
disebabkan tempat dan waktu pengharaman mut’ah
berbeda-beda.
Berikut kami sebutkan secara ringkas waktu
pengharaman mut’ah, sesuai dengan urutan waktunya. 97
1. Ada riwayat yang mengatakan, bahwa larangan mut’ah
dimulai ketika perang Khaibar (Muharram 7H).
2. Ada riwayat yang mengatakakan pada umrah qadha (Dzul
Qa`dah 7H).
3. Ada riwayat yang mengatakan pada masa penaklukan
Mekkah (Ramadhan 8H).
4. Ada riwayat yang mengatakan pada perang Awthas,
dikenal juga dengan perang Hunain (Syawal 8H).
5. Ada riwayat yang mengatakan pada perang Tabuk (Rajab
9H).
6. Ada riwayat yang mengatakan pada Haji Wada` (Zul Hijjah
10H).
7. Ada riwayat yang mengatakan, bahwa yang melarangnya
secara mutlak adalah Umar bin Khattab .

Berikut ini penjelasan tentang riwayat-riwayat tersebut.


1. Riwayat yang menyatakan, bahwa larangan mut’ah
dimulai pada umrah qadha98, perang Tabuk99 dan Haji
Wada100 tidak lepas dari kritikan, dan tidak dapat
dijadikan pegangan.

97
Silahkan lihat pembahasan ini di dalam Jami’ Ahkamin Nisaa`, Mushthafa
al Adawi, Darus Sunnah (3/171-205).
98
Haditsnya diriwayatkan oleh Ibnu Manshur di dalam Sunan-nya
(1/217), akan tetapi haditsnya mursal.
99
Haditsnya diriwaytakan oleh Ibnu Hibban, no.1267. Di dalam
sanadnya terdapat rawi Mukmal bin Ismail dan Ikrimah bin Ammar. Keduanya
tidak lepas dari kritikan, Jami’ Ahkam Nisaa’ (3/193).
100
Hadistnya diriwayatkan oleh Ahmad (3/404), Thabrani (6532), al
Baihaqi di Sunan Kubra (7/204) dan yang lainnya. Riwayatnya Syaz (yaitu
penyelisihan hadits ini dengan riwayat yang lebih kuat). Lihat Irwa` Ghalil
(6/312).

Putusnya Perkawinan 123


Wismanto Abu Hasan

Tinggallah tiga riwayat yang shahih, yang


menerangkan pengharaman mut’ah. Yaitu saat perang
Khaibar, Penaklukan kota Mekkah, perang Awthas.
Riwayat-riwayat tersebut sebagai berikut :
Riwayat pengharaman nikah mut’ah pada masa
perang Khaibar :
‫ إِ َّن‬: ‫اس رضى اهلل عنهما‬ ٍ َّ‫ََ َّن َعليِاًّ رضى اهلل عنو قاَ َل َِلبْ ِن َعب‬ َ ‫َع ْن ُُمّ َّمد ب ِن َعلي أ‬
‫الن َِي صلى اهلل عليو وسلم نَ َهى َع ِن الْ ُمْت َعةِ َو ِع ْن ُْلُْوِم ْاْل َْىليِةِ َزَم َن َخْيبَ َر‬ َّ
Artinya : Dari Muhammad bin Ali (yang dikenal
dengan sebutan Muhammad bin Hanafiah), bahwa
ayahnya Ali (bin Abu Thalib) berkata kepada Ibnu
Abbas  : ‚Sesungguhnya Nabi  melarang mut’ah
dan daging keledai pada masa Khaibar‛.101

Riwayat pengharaman nikah mut’ah pada


penaklukan kota Mekkah, yaitu riwayat dari Rabi’ bin
Sabrah , bahwa ayahnya berperang bersama Rasulullah
 pada penaklukkan kota Mekkah. Kami tinggal lima
belas hari. Kemudian, oleh Rasulullah  kami
diperbolehkan untuk mut’ah. Akupun keluar bersama
seseorang dari kabilahku. (Kebetulan) aku mempunyai
sedikit ketampanan, sedangkan kerabatku tersebut lebih
mendekati jelek. Setiap kami membawa sal, salku jelek,
sedangkan sal anak pamanku tersebut baru dan
mengkilap. Ketika kami sampai di kaki Mekkah atau di
puncaknya, kami bertemu dengan seorang gadis
perawan, panjang lehernya semampai. Kami
berkata,‛Apakah engkau mau bermut’ah dengan salah
seorang dari kami?‛ Dia berkata,‛Dengan apa kalian
bayar?‛ Maka setiap kami membentangkan salnya. Lalu
wanita itu melihat kami, dan sahabatku itu melihat
ketiaknya dan berkata: ‚Sesungguhnya sal dia jelek,
sedangkan salku baru, mengkilap‛. Dia berucap, ‛Salnya

101
HR Muslim, 9/161, (1407).

124 Putusnya Perkawinan


Wismanto Abu Hasan

tidak apa-apa,‛ dua kali atau tiga. Lalu aku melakukan


mut’ah dengannya. Belum usai aku keluar dari Mekkah,
kiranya Rasulullah  telah mengharamkannya.102
Sedangkan riwayat yang mengharamkan nikah
mut’ah pada saat perang Awthas, yaitu hadits Salamah
bin al Akwa`.

2. Mengkombinasikan antara riwayat-riwayat di atas, para


ulama menggunakan dua metode.
Pertama : Metode tarjih (mengambil riwayat yang lebih
kuat).
Sebagian para ulama mengatakan103, bahwa lafadz
hadits Ali, yaitu riwayat Ibnu Uyainah dari Zuhri ada
kalimat yang didahulukan dan diakhirkan, karena beliau
berucap kepada Ibnu ‘Abbas jauh setelah kejadian104.
Seharusnya ucapan beliau, ‚Bahwa Nabi  melarang
makan daging keledai pada masa Khaibar dan melarang
mut’ah‛. Dengan demikian, larangan mut’ah dalam
riwayat ini tidak lagi ada secara tegas waktu Khaibar.
Ibnul Qayyim ‫للا‬ّ ‫ رحمه‬berkata,‛Para ulama berselisih,
apakah mut’ah dilarang pada masa Khaibar? Ada dua
pendapat. Dan yang shahih, larangan hanya pada masa
penaklukan kota Makkah, sedangkan pelarangan waktu
Khaibar hanya sebatas daging keledai. Hanya saja Ali
berkata kepada Ibnu ‘Abbas, bahwasanya Rasulullah 
melarang mut’ah pada hari Khaibar, dan juga melarang
makan daging keledai untuk memberi alasan
(pengharaman) pada dua permasalahan tersebut kepada
Ibnu ‘Abbas. Maka para rawi menyangka, bahwa ikatan

102
HR Muslim, 9/158, (1406).
103
Silahkan lihat Fathul Bari (9/168-169),
104
Di dalam riwayat Muslim disebutkan, bahwa terjadi perdebatan
antara Ali yang memandang haramnya mut’ah dengan Ibnu Abbas yang
awalnya membolehkan mut’ah. Kemudian Ali berkata kepadanya: ‚Engkau,
orang yang bingung. Bahwasanya Nabi telah melarang kita dari daging keledai
dan mut’ah pada perang Khaibar‛.

Putusnya Perkawinan 125


Wismanto Abu Hasan

hari Khaibar kembali kepada dua hal itu, lalu mereka


meriwayatkan dengan makna‛. 105
Sedangkan riwayat pengharaman mut’ah pada
perang Awthas atau Hunain, yaitu hadits Salamah bin
Akwa`. Berhubung perang Awthas dan tahun penaklukan
Mekkah pada tahun yang sama, maka sebagian ulama
menjadikannya satu waktu, yaitu pada penaklukan
Mekkah.

Kedua : Metode jamak (menggabungkan antara riwayat-


riwayat).
Melihat pada semua riwayat yang shahih tentang
pengharaman nikah mut’ah, bahwa telah berlaku
pembolehan kemudian pelarangan beberapa kali.
Diperbolehkan sebelum Khaibar, lalu diharamkan,
kemudian diperbolehkan tiga hari penaklukan Mekkah,
kemudian diharamkan hingga hari Kiamat.
ّ ‫ رحمه‬berkata,‛Tidak ada keraguan lagi,
Ibnu Katsir ‫للا‬
mut’ah diperbolehkan pada permulaan Islam. Sebagian
ulama berpendapat, bahwa ia dihalalkan kemudian
dimansukhkan (dihapus), lalu dihalalkan kemudian
dimansukhkan. Sebagian yang lain berpendapat, bahwa
penghalalan dan pengharaman berlaku terjadi beberapa
kali.‛106
Al Qurthubi berkata, ‛Telah berkata Ibnul
‘Arabi,’Adapun mut’ah, maka ia termasuk salah satu
keunikan syari’ah; karena mut’ah diperbolehkan pada awal
Islam kemudian diharamkan pada perang Khaibar, lalu
diperbolehkan lagi pada perang Awthas kemudian
diharamkan setelah itu, dan berlangsung pengharaman. Dan
mut’ah -dalam hal ini- tidak ada yang menyerupainya,

105
Zadul Ma’ad, Ibnul Qayyim (4/111).
106
Tafsir al Qur`anil ‘Azhim, Ibnu Katsir, Maktabah Ulum wal Hikam
(1/449).

126 Putusnya Perkawinan


Wismanto Abu Hasan

kecuali permasalahan kiblat, karena nasakh (penghapusan)


terjadi dua kali, kemudian baru hukumnya stabil’.‛107
Bahkan sebagian ulama yang belum menyaring semua
riwayat tentang mut’ah, mereka mengatakan telah terjadi
tujuh kali pembolehan dan tujuh kali pelarangan.108

Kesimpulan Dari Pembahasan Di Atas.


Pertama : Telah terjadi perselisihan tentang waktu
pengharaman. Ibnul Qayyim ‫للا‬ ّ ‫ رحمه‬menguatkan riwayat
yang mengatakan, bahwa pengharaman berlaku pada tahun
penaklukan Mekkah. 109
Kedua : Bagaimanapun perselisihan ini tidak
mengusik haramnya nikah mut’ah; karena, sekalipun terjadi
perselisihan, akan tetapi telah terjadi kesapakatan Ahlus
Sunnah tentang haramnya.
Al Qurthubi berkata,‛Pengharaman mut’ah telah
berlaku stabil. Dan dinukilkan dari Ibnul ‘Arabi, bahwa telah
terjadi Ijma’ (kesepakatan) atas pengharamannya (yaitu
ijma` Ahlus Sunnah yang datang kemudian, wallahu a`lam,
Pen).‛110

HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH MUT’AH


Nikah mut’ah telah diharamkan oleh Islam dengan
dalil Kitab, Sunnah dan Ijma’, dan secara akal.
1. Dari al Qur`an :
‫ت أََْيَانُ ُه ْم فَِإن َُّه ْم َغْي ُر‬ ِ ِ ِ ِ ِ َّ
ْ ‫ين ُى ْم ل ُفُروج ِه ْم َحافظُو َن إََِّل َعلَ َٰى أ َْزَواج ِه ْم أ َْو َما َملَ َك‬ َ ‫َوالذ‬
ِ
َ ِ‫ك فَأُوَٰلَئ‬ ِ
‫ادو َن‬
ُ ‫ك ُى ُم الْ َع‬ َ ‫ني فَ َم ِن ابْتَ غَ َٰى َوَراءَ ََٰذل‬
َ ‫َملُوم‬
Artinya : Dan orang-orang yang memelihara
kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka
atau budak-budak yang mereka miliki maka
sesungguhnya mereka dalam hal ini tidak tercela.

107
Jami’ Ahkamil Qur`an, al Qurthubi, Dar Syi’ib (5/130-131).
108
Ibid. (5/131).
109
Silahkan lihat Zadul Ma’ad (3/460).
110
Jami’ Ahkamil Qur`an (5/87).

Putusnya Perkawinan 127


Wismanto Abu Hasan

Barangsiapa mencari yang dibalik itu, maka mereka


itulah orang-orang yang melampaui batas. (Q.S. Al
Maarij : 29-31)

Allah  menerangkan, sebab disahkan


berhubungan badan hanya melalui dua cara. Yaitu: nikah
shahih dan perbudakan. Sedangkan wanita mut’ah,
bukanlah istri dan bukan pula budak.111
ِ ِ ِ ‫نكح الْمح‬ ِ ِ ِ
‫ت أََْيَانُ ُكم‬ْ ‫صنَات الْ ُم ْؤمنَات فَ ِمن َّما َملَ َك‬ َ ْ ُ َ َ‫َوَمن ََّلْ يَ ْستَط ْع من ُك ْم طَ ْوًَل أَن ي‬
ِ ِ ِ ِ ِ
‫وى َّن‬
ُ ‫ض ۖ فَانك ُح‬ ٍ ‫ض ُكم ِّمن بَ ْع‬ ُ ‫ِّمن فَتَ يَات ُك ُم الْ ُم ْؤمنَات ۖ َواللَّوُ أ َْعلَ ُم بِِإَيَان ُكم ۖ بَ ْع‬
‫ات‬ِ ‫َّخ َذ‬
ِ ‫ات وََل مت‬ ٍ ِ ٍ ‫وف ُُْم‬ ِ ‫بِِإ ْذ ِن أَىلِ ِه َّن وآتُوى َّن أُجورى َّن بِالْمعر‬
ُ َ ‫صنَات َغْي َر ُم َساف َح‬ َ ُْ َ َُ ُ ُ َ ْ
ِ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ‫أَخ َد ٍان ۖ فَِإذَا أ‬
‫صنَات م َن‬ َ ‫ف َما َعلَى الْ ُم ْح‬ ُ ‫ص‬ ِ
ْ ‫ني ب َفاح َشة فَ َعلَْيه َّن ن‬ َ ْ َ‫ُحص َّن فَِإ ْن أَت‬
ْ ْ
ِ ْ َ‫ت من ُكم ۖ وأَن ت‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫الْع َذ‬
ٌ ‫صِبُوا َخْي ٌر لَّ ُك ْم ۖ َواللَّوُ َغ ُف‬
‫ور‬ َ ْ َ َ‫ك ل َم ْن َخش َي الْ َعن‬ َ ‫اب ۖ ََٰذل‬ َ
‫يم‬ ِ
ٌ ‫َّرح‬

Artinya : Dan barangsiapa di antara kamu (orang


merdeka) yang tidak cukup perbelanjaanya untuk
mengawini wanita merdeka lagi beriman, ia boleh
mengawini wanita yang beriman dari budak-budak
yang kamu miliki. Allah mengetahui keimananmu;
sebahagian kamu adalah dari sebahagian yang lain,
karena itu kawinilah mereka dengan seizin tuan
mereka dan berilah maskawin mereka menurut
yang patut, sedang merekapun wanita-wanita yang
memelihara diri, bukan pezina dan bukan (pula)
wanita yang mengambil laki-laki lain sebagai
piaraannya; dan apabila mereka telah menjaga diri
dengan kawin, kemudian mereka mengerjakan
perbuatan yang keji (zina), maka atas mereka
separo hukuman dari hukuman bagi wanita-wanita
merdeka bersuami. (Kebolehan mengawini budak)
itu, adalah bagi orang-orang yang takut kepada
kesulitan menjaga diri (dari perbuatan zina) di
antaramu, dan kesabaran itu lebih baik bagimu.
Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Q.S. An-Nisa`, 4 : 25).

111
Mukhtashar Itsna Asy’ariah, Mahmud Syukri al Alusi, hlm. 228.

128 Putusnya Perkawinan


Wismanto Abu Hasan

Dalam ayat ini ada dua alasan. Pertama, jika nikah


mut’ah diperbolehkan, maka tidak ada lagi alasan untuk
tidak melakukannya bagi orang yang kesulitan menjaga
diri atau keperluan untuk menikahi budak atau bersabar
untuk tidak menikah112.
Kedua, ayat ini merupakan larangan terhadap nikah
mut’ah, karena Allah  berfirman ‚karena itu kawinilah
mereka dengan seizin tuan mereka‛. Sebagaimana
diketahui, bahwa nikah seizin orang tua atau wali, itulah
sebenarnya nikah yang disyariatkan, yaitu dengan wali
dan dua orang saksi. Adapun nikah mut’ah, tidak
mensyariatkan demikian. 113
2. Dalil dari Sunnah, yaitu semua riwayat yang telah
disebutkan di atas merupakan dalil haramnya mut’ah.
3. Adapun Ijma`, para ulama ahlus sunnah telah
menyebutkan, bahwa para ulama telah sepakat tentang
haramnya nikah mut’ah. Di antara pernyataan tersebut
ialah :
a. Perkataan Ibnul ‘Arabi ‫للا‬ّ ‫ رحمه‬sebagaimana telah
disebutkan di muka.
b. Imam Thahawi berkata,‛Umar telah melarang mut’ah
di hadapan para sahabat Rasulullah, dan tidak ada
seorangpun yang mengingkarinya. Ini menunjukkan,
bahwa mereka setuju dan menuruti apa yang telah
dilarang. Dan juga bukti Ijma’ mereka atas larangan
tersebut adalah, bahwa hukum tersebut telah
dihapus.114
c. Qadhi Iyadh berkata,‛Telah terjadi Ijma’ dari seluruh
ulama atas pengharamannya, kecuali dari kalangan
Rafidhah (kelompok Syi’ah, Pen)‛.115

112
Ibid.
113
Jami’ Ahkamil Qur`an, al Qurthubi (5/130).
114
Syarh Ma’anil Atsar (3/27).
115
Fathul Bari, Ibnu Hajar (9/173).

Putusnya Perkawinan 129


Wismanto Abu Hasan

d. Dan juga disebutkan oleh al Khattabi: ‚Pengharaman


mut’ah nyaris menjadi sebuah Ijma’ (maksudnya Ijma’
kaum Muslmin, Pen.), kecuali dari sebagian Syi’ah‛.116
4. Adapun alasan dari akal dan qiyas, sebagai berikut117 :
a. Sesungguhnya nikah mut’ah tidak mempunyai hukum
standar, yang telah diterangkan dalam kitab dan
Sunnah dari thalak, iddah dan warisan, maka ia tidak
berbeda dengan pernikahan yang tidak sah lainnya.
b. ‘Umar telah mengumumkan pengharamannya di
hadapan para sahabat pada masa khilafahnya dan
telah disetujui oleh para sahabat. Tentu mereka tidak
akan mengakui penetapan tersebut, jika pendapat
‘Umar tersebut salah.
c. Haramnya nikah mut’ah, dikarenakan dampak negatif
yang ditimbulkannya sangat banyak. Di antaranya :
1. Bercampurnya nasab, karena wanita yang telah
dimut’ah oleh seseorang dapat dinikahi lagi oleh
anaknya, dan begitu seterusnya.
2. Disia-siakannya anak hasil mut’ah tanpa
pengawasan sang ayah atau pengasuhan sang ibu,
seperti anak zina.
3. Wanita dijadikan seperti barang murahan, pindah
dari tangan ke tangan yang lain, dan sebagainya.

116
Aunul Ma’bud, Khattabi, Darul Kutub Ilmiyah (6/59).
117
Silahkan lihat asy Syi’ah wal Mut’ah, Muhammad Malullah, Maktabah
Ibnu Taimiyah, hlm.19; Mukhtashar Itsna Asy’ariah, Mahmud Syukri al Alusi,
hlm. 227-228 dan Fiqih Sunnah, Sayid Sabiq (2/130-131).

130 Putusnya Perkawinan


Wismanto Abu Hasan

SEPUTAR IJTIHAD IBNU ABBAS  DALAM MASALAH


MUT’AH118
Dalam permasalahan ini, Ibnu Abbas  mempunyai
tiga pendapat.119
1. Membolehkannya secara mutlak.
Disebutkan dari ‘Atha`, beliau mendengar Ibnu
Abbas  berpendapat bahwa nikah mut’ah boleh …120
2. Membolehkannya dalam keadaan darurat. Riwayat ini
yang termasyhur dari beliau.
Di antaranya riwayat dari Ubaidillah121 : ‚Bahwa
Abdullah bin Abbas berfatwa tentang mut’ah. Para ahli
ilmu mencelanya karenanya, akan tetapi beliau tidak
bergeming dari pendapatnya, hingga para ahli syair
melantunkan syair tentang fatwanya :

Wahai kawan, kenapa engkau tidak melakukan fatwa


Ibnu ‘Abbas? Apakah engkau tidak mau dengan si
perawan sintal, dan seterusnya …

Maka berkatalah Ibnu Abbas: ‚Bukan itu yang aku


maksud, dan bukan begitu yang aku fatwakan.
Sesungguhnya mut’ah tidak halal, kecuali bagi yang
terpaksa. Ketahuilah, bahwa ia tidak ubahnya seperti
makan bangkai, darah dan daging babi‛.
3. Melarangnya secara mutlak, akan tetapi riwayat ini
lemah.122

118
Sebagian ulama menyebutkan nama sebagian sahabat yang
berpendapat bolehnya mut’ah, akan tetapi sengaja tidak kami sebutkan,
karena lemahnya riwayat dari mereka, atau rujuknya mereka tentang hal itu.
Silahkan lihat Fahul Bari (9/174).
119
Silahkan lihat Irwa` Ghalil (6/319) dan Jami` Ahkamin Nisaa` (3/195).
120
HR Mushannaf, Abdurrazzaq (14022)
121
HR Muslim (9/174), dan ucapan Ibnu Abbas di atas disebutkan oleh
al Baihaqi di dalam Sunan-nya (7/205).
122
Dikeluarkan oleh at Tirmidzi (1122) dan al Baihaqi (7/205). Dalam
sanadnya terdapat Musa bin ‘Ubaidah ar Rabzi, dan dia dha’if.

Putusnya Perkawinan 131


Wismanto Abu Hasan

TANGGAPAN ULAMA TENTANG FATWA IBNU ABBAS 


1. Tanggapan Ibnu Umar .
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Salim budak
Ibnu ‘Umar, ia berkata :
Dikatakan kepada Ibnu Umar: ‚Ibnu Abbas memberi
keringanan terhadap mut’ah‛. Beliau (Ibnu ‘Umar, Red)
berkata,‛Aku tidak percaya Ibnu Abbas mengucapkan
itu.‛ Mereka berkata,‛Benar, demi Allah, beliau telah
mengucapkannya,‛ lalu Ibnu Umar berkata,‛Demi Allah,
dia tidak akan berani mengucapkan itu pada masa Umar.
Jika dia hidup, tentu dia hukum setiap yang
melakukannya. Aku tidak mengetahuinya, kecuali
(mut’ah, Red) itu perbuatan zina.‛ 123

2. Khattabi berkata,‛Ibnu Abbas membolehkannya bagi


orang yang terdesak, karena lamanya membujang,
kurangnya kemampuan. Lalu beliau berhenti dari fatwa
tersebut (yaitu rujuk)124.‛ Hal yang sama juga
disampaikan oleh Ibnul Qayyim. 125
3. Al Hafizh Ibnu Hajar berkata,‛Kalangan ulama menilai
fatwa Ibnu Abbas dalam masalah mut’ah merupakan
satu-satunya fatwa yang mengatakan boleh.‛126

Demikian permasalahan nikah mut’ah, atau padanan


dalam bahasa kita dikenal dengan istilah kawin kontrak. Tak
syak lagi, bahwa Rasulullah n telah mengharamkan praktek
nikah mut’ah ini. Islam menutup sarana-sarana yang
menjurus kepada perbuatan kotor dan menjijikan. Islam
mengharamkan perzinaan yang berbalutkan pernikahan,

123
HRAbdur Razaq di Mushannaf-nya (14020) dengan sanad shahih.
Lihat Jami` Ahkamin Nisaa’ (3/199).
124
A’unul Ma’bud, Khattabi, Darul Kutub Ilmiyah (6/59).
125
Zadul Ma’ad (5/112).
126
Fathul Bari, Ibnu Hajar (9/173).

132 Putusnya Perkawinan


Wismanto Abu Hasan

atau pelacuran menggunakan baju kehormatan. Billahi


taufiq127.

G. IDDAH
DEFINISI ‘IDDAH
Al-‘Iddah berasal dari kata al-‘adad dan al-ihsha
(bilangan) maksudnya bilangan hari yang dihitung oleh
isteri.
Sedangkan secara istilah bahwa ‘iddah ialah masa
seorang wanita menunggu untuk dibolehkannya nikah lagi,
setelah kematian suami atau cerai, baik dengan lahirnya
anak, dengan quru’ atau dengan bilangan beberapa bulan.

MACAM-MACAM ‘IDDAH
Seorang isteri yang ditinggal mati suaminya maka
‘iddahnya ialah selama empat bulan sepuluh hari, baik
suami telah mencampurinya ataupun belum, sebagaimana
firman Allah Ta’ala :
‫ص َن بِأَن ُف ِس ِه َّن أ َْربَ َعةَ أَ ْش ُه ٍر َو َع ْشًرا‬ ِ ِ َّ
ً ‫ين يُتَ َوفَّ ْو َن من ُك ْم َويَ َذ ُرو َن أ َْزَو‬
ْ َّ‫اجا يَتَ َرب‬ َ ‫َوالذ‬
Artinya : Orang-orang yang meninggal dunia di
antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri
(hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya
(ber’iddah) empat bulan sepuluh hari.‛ (Q.S. Al-
Baqarah, 2 : 234)
Kecuali jika isteri yang telah dicampuri dalam keadaan
hamil, maka ‘iddahnya adalah sampai melahirkan anak.
Allah Ta’ala berfirman:
‫ض ْع َن ْحَْلَ ُه َّن‬
َ َ‫َجلُ ُه َّن أَن ي‬ ِ ْ ‫ت ْاْل‬
َ ‫َْحَال أ‬ ُ ‫ُوَل‬
َ ‫َوأ‬
Artinya : “Dan wanita-wanita yang hamil, waktu
‘iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan
kandungannya.‛ (Q.S. Ath-Thalaaq, 65 : 4)

127
Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun IX/1427H/2006M
Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km. 8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 08121533647, 08157579296

Putusnya Perkawinan 133


Wismanto Abu Hasan

Dari al-Miswar bin Makhramah bahwa Subai’ah al-As-


lamiyah  melahirkan anak setelah kematian suaminya
beberapa malam. Lalu ia menemui Nabi  meminta izin
untuk menikah, maka beliau mengizinkannya, kemudian ia
menikah.128
Sedangkan seorang isteri yang diceraikan oleh
suaminya sebelum dicampuri, maka ia tidak mempunyai
‘iddah, karena firman Allah Ta’ala:
ِ َ‫يا أَيُّها الَّ ِذين آمنُوا إِ َذا نَ َكحتم الْم ْؤِمن‬
ِ ‫ات ُُثَّ طَلَّ ْقتم‬
ُ ‫وى َّن من قَ ْب ِل أَن ِتََ ُّس‬
‫وى َّن فَ َما لَ ُك ْم‬ ُ ُُ ُ ُ ُْ َ َ َ َ
ٍ ِ ِ
‫َعلَيْ ِه َّن م ْن عدَّة تَ ْعتَدُّونَ َها‬
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
menikahi wanita-wanita yang beriman, kemudian
kamu ceraikan mereka sebelum kamu
mencampurinya maka sekali-kali tidak wajib atas
mereka ‘iddah bagimu yang kamu minta
menyempurnakannya.‛ (Q.S. Al-Ahzaab, 33: 49)

Dan isteri yang ditalak setelah dicampuri, jika dalam


keadaan hamil, maka ‘iddahnya adalah dengan melahirkan,
sebagaimana firman-Nya :
‫ض ْع َن ْحَْلَ ُه َّن‬
َ َ‫َجلُ ُه َّن أَن ي‬ ِ ْ ‫ت ْاْل‬
َ ‫َْحَال أ‬ ُ ‫ُوَل‬
َ ‫َوأ‬
Artinya : “Dan wanita-wanita yang hamil, waktu iddah
mereka itu ialah sampai mereka melahirkan
kandungannya.‛ (Q.S. Ath-Thalaaq, 65 : 4)

Dari az-Zubair bin al-‘Awwam  bahwasanya ia


memiliki seorang isteri yang bernama Ummu Kultsum binti
‘Uqbah, ia berkata kepada suaminya dalam keadaan hamil:
‫ َما‬:‫ال‬َ ‫ فَ َق‬،‫ت‬ ِ َّ ‫طَيِّب نَ ْف ِسي بِتطْلِي َق ٍة! فَطَلَّ َقها تَطْلِي َقةً ُُثَّ خرج إِ َىل‬
ْ ‫ض َع‬
َ ‫الصَلَة فَ َر َج َع َوقَ ْد َو‬ َ ََ َ َ ْ
ِ ِ
َ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم فَ َق‬
،ُ‫َجلَو‬
َ ‫اب أ‬ُ َ‫ َسبَ َق الْكت‬:‫ال‬ َّ ِ‫ ُُثَّ أَتَى الن‬.ُ‫َُلَا َخ َد َعْت ِّن َخ َد َع َها اهلل‬
َ ‫َِّب‬
.‫اخطُْب َها إِ َىل نَ ْف ِس َها‬
ْ

128
Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/470, no. 5320), Shahiih
Muslim (II/1122, no. 1485).

134 Putusnya Perkawinan


Wismanto Abu Hasan

Artinya : Berbuat baiklah kepada diriku dengan


mantalakku satu talak, maka Zubair mengabulkannya.
Kemudian ia keluar untuk shalat, tatkala kembali ke
rumah ia mendapati isterinya telah melahirkan. Lalu ia
berkata, ‘Kenapa isteriku menipuku, semoga Allah
membalasnya?!’ Kemudian Zubair mendatangi
Rasulullah  dan menceritakan kejadian tersebut.
Beliau bersabda, ‘Al-Kitab telah lebih dahulu
menghukumi hal ini, maka lamarlah kembali.’‛ 129

Apabila ia mempunyai haidh, maka ‘iddahnya adalah


tiga kali haidh, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
ٍ ‫والْمطَلَّ َقات ي ت ربَّصن بِأَن ُف ِس ِه َّن ثَََلثَةَ قُر‬
‫وء‬ُ َ ْ َ ََ ُ ُ َ
Artinya :“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah
menahan diri (menunggu) tiga kali quru’.‛ (Q.S. Al-
Baqarah, 2: 228)

Dan al-Quru’ adalah masa haidh, sebagaimana


disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah :
ِ ِ
‫الصَلََة‬
َّ ‫ع‬َ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم فَأ ََمَرَىا أَ ْن تَ َد‬ َّ ِ‫اض فَ َسأَلَت الن‬
َ ‫َِّب‬ ْ َ‫أ ََّن أ َُّم َحبِيبَةَ َكان‬
ُ ‫ت تُ ْستَ َح‬
.‫أَيَّ َام أَقْ َرائِ َها‬
Artinya : Bahwasanya Ummu Habibah dalam keadaan
haidh. Lalu bertanya kepada Rasulullah , maka
beliau menyuruhnya untuk meninggalkan shalat
selama masa quru’nya masa haidh.‛130

Apabila sang isteri masih kecil dan belum haidh atau


sudah tua dan terputus masa haidhnya, maka ‘iddahnya
adalah selama tiga bulan. Allah Ta’ala berfirman :
ِ َّ ‫يض ِمن نِّسائِ ُكم إِ ِن ارتَبتم فَعِدَّتُه َّن ثَََلثَةُ أَ ْشه ٍر و‬
ِ ‫الَلئِي يَئِ ْس َن ِم َن الْ َم ِح‬
َّ ‫َو‬
ْ‫الَلئي ََل‬ َ ُ ُ ْ ُْ ْ ْ َ
ْ ‫َُِي‬
‫ض َن‬
Artinya : Dan perempuan-perempuan yang putus asa
dari haid di antara perempuan-perempuanmu jika

129
Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 1646)], Sunan Ibni Majah (I/
653, no. 2026).
130
Shahih lighairihi: [Shahiih Sunan Abi Dawud (no. 252)], Sunan Abi
Dawud (I/463, no. 278).

Putusnya Perkawinan 135


Wismanto Abu Hasan

kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah


mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula)
perempuan-perempuan yang tidak haid.‛ (Q.S. Ath-
Thalaaq, 65 : 4)

APA YANG HARUS DILAKUKAN OLEH ISTERI YANG


DITINGGAL MATI SUAMINYA ?
Ia harus melakukan ihdad sampai masa ‘iddahnya
selesai. Dan yang dimaksud dengan ihdad adalah
meninggalkan berhias dan berwangi-wangian,
menanggalkan perhiasan dan tidak memakai pakaian yang
berwarna-warni serta tidak boleh mengecat kukunya dengan
pacar dan mencelak mata.
Dari Ummi ‘Athiyah , ia berkata:
‫ث إَِلَّ َعلَى َزْو ٍج أ َْربَ َعةَ أَ ْش ُه ٍر َو َع ْشًرا َوَلَ نَكْتَ ِح َل‬ٍ َ‫ت فَو َق ثََل‬ ٍ ِ
ْ ِّ‫ُكنَّا نُنْ َهى أَ ْن ُُن َّد َعلَى َمي‬
‫ص لَنَا ِعْن َد الطُّ ْه ِر إِذَا‬ َ ‫ب َوقَ ْد ُر ِّخ‬ ٍ‫ص‬ ْ ‫ب َع‬َ ‫صبُو ًغا إَِلَّ ثَ ْو‬
ْ ‫س ثَ ْوبًا َم‬
َ َ‫ب َوَلَ نَلْب‬
َ َّ‫َوَلَ نَتَطَي‬
.‫اْلَنَائِِز‬ ِ ‫يضها ِِف نُب َذةٍ ِمن ُكس‬ ِ ِ ِ
ْ ‫ت أَظْ َفا ٍر َوُكنَّا نُنْ َهى َع ِن اتِّبَ ِاع‬ ْ ْ ْ َ ‫ت إِ ْح َدانَا م ْن َُم‬ ْ َ‫ا ْغتَ َسل‬
Artinya : “Dahulu kami (kaum wanita) dilarang
berkabung atas kematian seseorang lebih dari tiga
hari, kecuali atas kematian suaminya, maka masa
berkabungnya adalah sela-ma empat bulan sepuluh
hari, kami tidak boleh mencelak mata, tidak
menggunakan wangi-wangian, tidak boleh berpakaian
warna-warni kecuali kain ‘ashab, dan Rasulullah 
telah memberikan keringanan kepada kami apabila
salah seorang di antara kami telah suci dan telah
mandi, maka kami dibolehkan menggunakan kistu
azhfar (semacam wangi-wangian yang biasa digunakan
wanita untuk membersihkan bekas haidhnya), dan
kami dilarang untuk mengikuti jenazah.‛131

Dan dari Ummu Salamah , bahwasanya Nabi 


bersabda:

131
Muttafaq ‘alaih: Shahiih al-Bukhari (IX/491, no. 5341), Shahiih
Muslim (II/1128, no. 938 (67)), dan yang semisalnya: Sunan Abi Dawud (VI/
411, no. 2285), Sunan an-Nasa-i (VI/203), Sunan Ibni Majah (I/674, no. 2087).

136 Putusnya Perkawinan


Wismanto Abu Hasan

ِ ِ ِ ‫ص َفر ِمن الثِّي‬


‫ب‬
ُ ‫َّق َوَلَ ا ْْلُل َّي َوَلَ َُتْتَض‬
َ ‫اب َوَلَ الْ ُم َمش‬ ُ َ‫اَلْ ُمتَ َو ََّّف َعنْ َها َزْو ُج َها َلَ تَلْب‬
َ َ َ ْ ‫س الْ ُم َع‬
.‫َوَلَ تَكْتَ ِح ُل‬
Artinya : Seorang isteri yang ditinggal mati oleh
suaminya, maka ia tidak boleh memakai pakaian yang
berwarna-warni, tidak memakai perhiasan, tidak
mengecat kukunya dengan pacar dan tidak mencelak
matanya.‛132

APA YANG HARUS DILAKUKAN OLEH ISTERI YANG MASIH


DALAM MASA ‘IDDAH DARI TALAK RAJ’I?
Ia harus tinggal di rumah suami sampai masa
‘iddahnya selesai dan ia tidak boleh keluar rumah
sebagaimana suami juga tidak boleh mengeluarkannya dari
rumah. Hal ini sesuai dengan firman Allah  :
‫صوا الْعِ َّد َة ۖ َواتَّ ُقوا اللَّوَ َربَّ ُك ْم ۖ ََل‬ ِِ ِ ِ ‫يا أَيُّها النَِِّب إِ َذا طَلَّ ْقتم النِّساء فَطَلِّ ُق‬
ُ ‫َح‬ ْ ‫وى َّن لعدَِّت َّن َوأ‬
ُ َ َ ُُ ُّ َ َ
ٍ‫اح َش ٍة ُّمب يِّ نَة‬ِ ‫ُُتْ ِرجوى َّن ِمن ب يوِتِِ َّن وََل َيَْرجن إََِّل أَن يأْتِني بَِف‬
َ َ َ َ ْ ُ َ ُُ ُ ُ
Artinya : Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-
isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada
waktu mereka dapat (menghadapi) ‘iddahnya (yang
wajar) dan hitunglah waktu ‘iddah itu serta
bertakwalah kepada Allah, Rabb-mu. Janganlah kamu
keluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah
mereka (diizinkan) ke luar kecuali kalau mereka
mengerjakan perbuatan keji yang terang.‛ (Q.S. Ath-
Thalaaq, 65 : 1)

ISTERI YANG DITALAK BA-IN


Seorang isteri yang telah ditalak ba-in maka ia tidak
men-dapatkan tempat tinggal maupun nafkah, sebagaimana
disebutkan dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh
Fathimah binti Qais  dari Nabi  dalam menghukumi isteri
yang telah ditalak tiga, beliau bersabda, ‚Ia tidak berhak

132
Shahih: [Shahiih al-Jaami’ish Shaghiir (no. 202)], Sunan Abi Dawud
(VI/413, no. 2287), Sunan an-Nasa-i (VI/203) tanpa menyebutkan lafazh al-
Hulli.

Putusnya Perkawinan 137


Wismanto Abu Hasan

mendapatkan sukna (tempat tinggal) maupun nafkah.‛133


Dan ia harus menunggu masa ‘iddahnya dirumah
keluarganya serta tidak boleh keluar kecuali karena
keperluan.
Dari Jabir bin ‘Abdillah , ia berkata:
‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو‬
َ ‫ِب‬
ِ ِ
ْ ‫ فَأ ََر َاد‬،‫ت َخالَِ ِْت‬
َّ َِ‫ فَأَتَت الن‬،‫ت أَ ْن ََت َد ََنْلَ َها فَ َز َجَرَىا َر ُج ٌل أَ ْن َُتُْر َج‬ ْ ‫طُلِّ َق‬
.‫صدِّقِ ْي أ َْو تَ ْف َعلِ ْي َم ْعُرْوفًا‬ ِ ِ
َ ُ‫ فَِإنَّك َع َسى أَ ْن ت‬،‫ فَ ُجدِّي ََنْلَك‬،‫ بَلَى‬:‫ال‬ َ ‫َو َسلَّ َم فَ َق‬
Artinya : “Saudara perempuan ibuku telah dicerai
dan ia ingin memotong pohon kurmanya namun ada
seseorang yang melarangnya keluar rumah. Lalu ia
menemui Nabi  , maka beliau bersabda, ‘Boleh,
potonglah kurmamu, sebab engkau mungkin bisa
bersedekah atau berbuat kebaikan (dengan kurma
itu.)’‛

H. RUJU’
Ruju’ memiliki beberapa syarat sahnya rujuk, di
antaranya :
1. Rujuk setelah talak satu dan dua saja, baik talak tersebut
langsung dari suami atau dari hakim.
2. Rujuk dari istri yang ditalak dalam keadaan pernah
digauli. Apabila istri yang ditalak tersebut sama sekali
belum pernah digauli, maka tidak ada rujuk. Demikian
menurut kesepakatan ulama.
3. Rujuk dilakukan selama masa ‘iddah. Apabila telah lewat
masa ‘iddah -menurut kesepakatan ulama fikih- tidak ada
rujuk.
Dalam rujuk, tidak disyaratkan keridhaan dari wanita.
Sedangkan bila masih dalam masa ‘iddah, maka anda lebih
berhak untuk diterima rujuknya, walaupun sang wanita
tidak menyukainya. Dan bila telah keluar (selesai) dari masa
‘iddah tetapi belum ada kata rujuk, maka sang wanita bebas

133
Shahih: [Irwaa-ul Ghaliil (no. 2134)], Shahih Muslim (II/1121, no.
1483), Sunan an-Nasa-i (II/209), Sunan Abi Dawud (VI/398, no. 2280) dengan
riwayat yang semisal, Sunan Ibni Majah (I/656, no. 2034).

138 Putusnya Perkawinan


Wismanto Abu Hasan

memilih yang lain. Bila wanita itu kembali menerima


mantan suaminya, maka wajib diadakan nikah baru.
Allah  menyatakan dalam firman-Nya :
‫وء ۖ َوََل َُِي ُّل َُلُ َّن أَ ْن يَكْتُ ْم َن َما َخلَ َق اللَّوُ ِِف‬ ٍ ‫والْمطَلَّ َقات ي ت ربَّصن بِأَنْ ُف ِس ِه َّن ثَََلثَةَ قُر‬
ُ َ ْ َ ََ ُ ُ َ
ِ
‫ك إ ْن أ ََر ُادوا‬ ِ َٰ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫َح ُّق بَرِّدى َّن ِف ذَل‬َ ‫أ َْر َحامه َّن إ ْن ُك َّن يُ ْؤم َّن باللو َوالْيَ ْوم ْاْلخر ۖ َوبُ ُعولَتُ ُه َّن أ‬
‫وف ۖ َولِ ِّلر َج ِال َعلَْي ِه َّن َد َر َجةٌ ۖ َواللَّوُ َع ِز ٌيز‬ ِ ‫إِص ََلحا ۖ وَُل َّن ِمثْل الَّ ِذي علَي ِه َّن بِالْمعر‬
ُْ َ َْ ُ َُ ً ْ
‫يم‬ ِ
ٌ ‫َحك‬
Artinya : Wanita-wanita yang ditalak hendaklah
menahan diri (menunggu) tiga kali quru’. Tidak boleh
mereka menyembunyikan apa yang diciptakan Allah
dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah
dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak
merujuknya dalam masa menanti itu jika mereka
(para suami) itu menghendaki ishlah. Dan para wanita
mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami,
mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada
isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.‛ (Q.S. Al-Baqarah,2 : 228)

ّ ‫ رحمه‬mengatakan:
Di dalam Fathul Bari, Ibnu Hajar ‫للا‬
‚Para ulama telah bersepakat, bahwa bila orang yang
merdeka menceraikan wanita yang merdeka setelah
berhubungan suami istri, baik dengan talak satu atau dua,
maka suami tersebut lebih berhak untuk rujuk kepadanya,
walaupun sang wanita tidak suka. Apabila tidak rujuk
sampai selesai masa iddahnya, maka sang wanita menjadi
orang asing (ajnabiyah), sehingga tidak halal baginya,
kecuali dengan nikah baru‛.
Cara untuk rujuk, ialah dengan menyampaikan rujuk
kepada istri yang ditalak, atau dengan perbuatan. Rujuk
dengan ucapan ini disahkan secara ijma’ oleh para ulama,
dan dilakukan dengan lafazh yang sharih (jelas dan
gamblang), misalnya dengan ucapan ‚saya rujuk kembali
kepadamu‛ atau dengan kinayah (sindiran), seperti
ucapan‚sekarang, engkau sudah seperti dulu‛. Kedua

Putusnya Perkawinan 139


Wismanto Abu Hasan

ungkapan ini, bila diniatkan untuk rujuk, maka sah.


Sebaliknya, bila tanpa diniatkan untuk rujuk, maka tidak
sah.
Sedangkan rujuk dengan perbuatan, para ulama
masih bersilang pendapat, namun yang rajih (kuat) -insya
Allah- yaitu dengan melakukan hubungan suami istri atau
muqaddimahnya, seperti ciuman dan sejenisnya dengan
disertai niat untuk rujuk.
Demikian ini pendapat madzhab Malikiyah dan
dirajihkan oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullâh
dan Syaikh as-Sa’di ‫للا‬ّ ‫ رحمه‬. Apabila disertai dengan saksi,
maka itu lebih baik, apalagi jika perceraiannya dilakukan di
hadapan orang lain, atau sudah diketahui khalayak ramai.

140 Putusnya Perkawinan


BAB VI
MAHRAM

Mahram, kata ini sering keliru dengan ‚ Muhrim ‚.


Sayangnya, yang lebih akrab dengan lidah kita adalah kata
yang terakhir ini. Padahal artinya jauh berbeda. Muhrim adalah
orang yang ber-ihram, sedangkan yang dimaksud dengan
mahram adalah mereka yang haram dinikahi.
Ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang menjadi
mahram. Tidak hanya sebatas hubungan darah, namun bisa
juga melalui yang lainnya. Seorang muslim perlu tahu akan hal
itu. Agar tidak terjatuh ke lembah dosa dan bisa menerangkan
dalil dalil bagi mereka yang bertanya.
‚ Persusuan itu menyebabkan haram ( mahram )
seperti pengharaman nasab ( Riwayat Al Bukhari dan
muslim ).
Nasab keturunan menyebabkan terjadinya hubungan
mahram yang mengharamkan pernikahan. Pengharaman
tersebut terbagi dalam dua bentuk, yaitu :

A. PENGHARAMAN DALAM BENTUK TUNGGAL


1. Yang di haramkan karena nasab
a. Ibu, nenek dan seterusnya ke atas dari pihak bapak
maupun pihak ibu
b. Anak perempuan dan seterusnya ke bawah
c. Saudara perempuan, baik dari pihak bapak maupun
dari pihak ibu ( baik sebapak seibu maupun sebapak
atau seibu saja )

Mahram 141
Wismanto Abu Hasan

d. Bibi ( dari pihak bapak/ ammah ) dan seterusnya ke


atas.
e. Bibi ( dari pihak ibu / khalah ) dan seterusnya keatas
f. Anak perempuan dari saudara laki laki ke bawah
g. Anak perempuan dari saudara perempuan dari segala
arah meskipun kebawah ( Q.S. An Nisa’ ayat 23 )
       

        

         

          

             

   


Artinya : Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-
ibumu; anak-anakmu yang perempuan[281];
saudara-saudaramu yang perempuan, Saudara-
saudara bapakmu yang perempuan; Saudara-
saudara ibumu yang perempuan; anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki;
anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu
yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu;
saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu
(mertua); anak-anak isterimu yang dalam
pemeliharaanmu dari isteri yang Telah kamu
campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan
isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak
berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan
bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu);
dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua
perempuan yang bersaudara, kecuali yang Telah
terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. An
Nisa’, 4 : 23)

142 Mahram
Wismanto Abu Hasan

2. Yang di haramkan karena perkawinan, :


Dalam hal ini ada empat pokok yaitu :
a. Wanita yang dinikahi oleh bapak, sehingga
diharamkan atas seorang laki-laki menikahi istri
bapaknya. Demikian pula ke atas ( mertua bapaknya )
Q.S. An Nisa ayat 22

           

      


Artinya : Dan janganlah kamu kawini wanita-
wanita yang Telah dikawini oleh ayahmu,
terkecuali pada masa yang Telah lampau.
Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan
dibenci Allah dan seburuk-buruk jalan (yang
ditempuh). (Q.S. An-Nisa’, 4 : 22)

b. Ibu istri (mertua perempuan). Oleh sebab itu


diharamkan atas seorang laki-laki (menikahi) ibu
istrinya. Begitu pula ibu dari mertuanya, baik pihak
mertua laki-laki mapun mertua perempuan (Q.S. An
Nisa’ ayat 23) sebagaimana ayat yang dituliskan
diatas.
c. Menantu perempuan (istri anak) sehingga, diharamkan
atas seorang laki laki (menikahi) istri anaknya
meskipun ke bawah (cucu perempuan) (Q.S. An Nisa’,
4 : 23 )
d. Rabibah (Anak perempuan istri). Diharamkan
menikahi anak perempuan istri (anak bawaan),
begitu pula rabibah (anaknya anak perempuan istri)
serta anak rabib (anaknya anak laki laki istri) hingga
ke bawah (Q.S. An Nisa’, 4 : 23 )

Ali bin Abi Thalib, Daud bin Ali, Ibnu Hazm, dan Imam
Malik, menyaratkan dua syarat sehingga kelompok yang ke
empat itu ( Rabibah ) menjadi mahram.

Mahram 143
Wismanto Abu Hasan

a. Dalam pemeliharaannya, Ibnu Hazm berkata ‚ Al Muhalla “


9/517 “ yang dimaksud dengan kalimat “ Fi Hujrihi ‚ dalam
ayat ini ada dua pengertian :
1. Dia memelihara anak tersebut dirumahnya dan
menanggungnya (kebutuhannya)
2. Dia mengawasai seluruh perkara anak tersebut dalam
bentuk wilayah ‚perwalian‛ bukan dalam bentuk wakalah
‚perwakilan‚.
b. Sang suami telah menikahi ibunya dan menggaulinya
(ad-dukhul). maksudnya adalah dengan jimak (hubungan
suami istri). Ini merupakan pendapat ibnu abbas yang
dipilih oleh ibnu jarir dan syeikh mustafa al adawiy, dan
merupakan pendapat yang paling rajih dari imam safi’i.
Adapun tiga imam selainnya, mereka katakan ad-dukhul
dengan Khalwat. Dalilnya yaitu :
1. Zhahir ayat 23 Q.S. An Nisa’
2. Hadits zainab binti abu salamah dari ummu habibah
ketika dia menawarkan saudaranya kepada Rasulullah 
karena mendengar berita bahwa beliau akan menikahi
anak perempuan abu salamah, rasul menolak dan
bersabda :
‚Seandainya dia bukan rabibah-ku yang dalam
pemeliharaanku, tentulah halal atasku menikahinya.
Selain itu, dia sesungguhnya masih anak dari saudara
sesusuanku (Bukhari dan muslim).
3. Dari malik bin aus al hudatsaini An –Nashani dia berkata
: Aku mempunyai seorang istri yang telah melahirkan
anak darimu. Ketika ia meninggal aku sangat sedih. Lalu
Ali bin Abi Thalib bertanya, ada apa denganmu hingga
kau tampak bersedih?. Istriku meninggal, jawabnya. Lalu
Ali bertanya kembali : Apakah istrimu punya anak
perempuan bawaan ? Aku menjawab : ia. Punya. Ali
bertanya lagi, Apakah ia dalam tanggunganmu? kujawab

144 Mahram
Wismanto Abu Hasan

: Tidak ia tinggal di thaif. Ali menjawab lagi, : Jika begitu,


Nikahilah.
Aku bertanya : lalu bagaimana dengan firman Allah
 Q.S an Nisa’ ayat 23 ‚ Diharamkan bagimu anak anak
istrimu yang dalam pemeliharaanmu?
Beliau menjawab : Sesungguhnya dia tidak dalam
pemeliharaanmu, yang di haramkan hanyalah yang
dalam pemeliharaanmu. (Hadits shohih riwayat
Abdurrazzak no 10834)

2. Jumhur Ulama
Mazhab ini hanya menyaratkan adanya pernikahan
dan jimak. Dalilnya :
a. Kalimat Fi Hujrihi dalam ayat tersebut dalam bentuk
Kharaja Makhraj al ghalib (Pada umumnya).
Maksudnya, pada umumnya rabibah itu dipelihara
oleh suami ibu.
b. Demikian pula halnya dengan hadits ummu habibah,
dia datang dalam bentuk Kharaja makhraj al ghalib.
Terlebih lagi dalam lanjutan lafalnya, rasul bersabda :
‚Janganlah kalian menawarkan kepadaku anak anak
perempuan kalian “ beliau tidak membatasi dengan
‚ pemeliharaan ‚.
c. Mereka mengatakan bahwa atsar Ali tersebut lemah
karena sanadnya yang bernama Ibrahim bin Ubaid
yang dikomentari oleh qurthubi dengan tidak dikenal.

3. Bantahan
Menetapkan bahwa kalimat tersebut dalam bentuk
kharaja makhraj al ghalib ( pada umumnya ) adalah
penetapan yang tidak berdasar/ dalil dan bertentangan
dengan zahir ayat. Demikian pula dengan hadits ummu
habibah, sifatnya lebih khusus.

Mahram 145
Wismanto Abu Hasan

Ibnu hajar menjelaskan bahwa perkataan qurthubi


tersebut aneh, karena Ibrahim ban Ubaid adalah seorang
Tabi’ yang tsiqah yang bapak dan akekeknya adalah
sahabat rasul, sehingga riwayatnya shahih. Dengan
demikian pendapat yang rajih lagi bisa di jadikan hujjah
adalah pendapat yang pertama.

4. Catatan
a. Tiga kelompok yang pertama tersebut di haramkan
dengan terjadinya akad nikah. Adapun kelompok
terakhir (rabibah) disyaratkan dengan adanya akad
dan jima.
b. Ibu dan anak dari istri bapak (nenek bawaan ibu tiri
dan anak bawaan juga ibu dan anak ibu tiri) dari istri
anak (besan dan cucu tiri) bukanlah mahram. Karena
itu boleh bagi seorang laki laki menikahi anak
perempuan (bawaan) dari istri bapaknya maupun
istri anaknya (bawaan) menurut kesepakatan para
ulama. Adapun ibu dari ibu istri (mahram). Sedangkan
anak perempuan dari ibu istri (mertua) bukanlah
mahram, karena dia tidak termasuk ibu istri.

5. Kesimpulan
Anak anak perempuan dari istri bapak, anak anak
perempuan ibu mertua, dan anak anak perempuan
menantu ( cucu tiri ) bukanlah mahram.

B. PENGHARAMAN SELAMANYA DALAM BENTUK IJTIMAK


(BERKUMPUL)
1. Mengumpulkan dua wanita yang bersaudara ( sekandung,
sebapak, atau sepersusuan ) dalam satu ikatan
perkawinan. Dalilnya adalah Q.S. An Nisa ayat 22.
Demikian pula halnya dengan milik al aiman
(kepemilikan). Jika dilakukan pernikahan atau menikahi

146 Mahram
Wismanto Abu Hasan

dua orang wanita yang bersaudara sekaligus, maka batal


akad nikah keduanya, sedangkan bila tidak secara
bersamaan, maka batallah yang keduanya.
2. Mengumpulkan seorang wanita dengan bibinya baik dari
pihak bapak maupun dari pihak ibunya dalam satu
perkawinan. Yang dimaksud dengan bibi disini adalah
bibi yang hakiki, artinya saudara perempuan kakek dan
saudara perempuan bapak atau saudara perempuan ibu.
Adapun bibi yang Majazi adalah saudara
perempuan kakek dan saudara perempuan kakek buyut,
dan seterusnya ke atas, serta saudara perempuan nenek
dan saudara perempuan nenek buyut dan seterusnya ke
atas, baik dari pihak bapak maupun dari pihak ibu.
Dalilnya sebagai berikut :
‚Tidak boleh dikumpulkan seorang wanita dengan
bibinya dari pihak bapak dan seorang wanita
dengan bibinya dari pihak ibu “ (Bukhari
danmuslim dan Abu Hurairah).

‚Rasulullah  melarang seorang wanita dinikahi


bersama dengan bibinya dari pihak bapak maupun
dari pihak ibunya ‚ (Bukhari dan An Nasai dari
Jabir).

C. HUKUM HUKUM SEPUTAR PENYUSUAN


Imam Nawawi mengatakan ( Syarhu Muslim 3/621 )
bahwa jumhur ulama telah sepakat tentang berlakunya
hubungna kemahraman antara seorang anak yang menyusu
dan ibu susuannya. Dan bahwa anak tersebut menjadi
seperti anak kandung ibu susuannya, (sehingga)
diharamkan baginya menikahi ibu susuannya.
Maka dari itu, hal tersebut menjadikannya seperti
anak kandung ibu susannya (sehingga) diharamkan baginya
menikahi ibu susuannya itu dan dihalalkan untuk melihat
kepadanya, berkhalwat, serta bersyafar bersamanya. Namun

Mahram 147
Wismanto Abu Hasan

(dalam masalah ini) tidak semua hukum al-umumah itu


berlaku (pada seorang ibu susuan).
Karena itu, keduanya tidak saling mewarisi, tidak
diwajibkan atas salah seorang dari keduanya memberi
nafkah kepada yang lain, tidak dimerdekakan salah seorang
dari keduanya kepada yang lain. Begitu pula sang anak tidak
membayar diyat ibu susuannya, dan tidak gugur hukum
qishas jika ibu tersebut membunuh anak susuannya. Jadi
mereka berdua berada dalam hukum antara dua orang
asing.
Disamping itu jumhur ulama juga telah sepakat
tentang tersebarnya (menurunnya) hubungan kemahraman
diantara seorang ibu susuan dengan anak anak ibu
susuannya dan bahwa anak susuan tersebut seperti anak
keturunannya sendiri.
Adapun mengenai laki-laki yang kepadanya di
nasabkan susuan tersebut, baik karena dia suami dari sang
ibu susuan, atau karena dia telah mengganti sang ibu
susuan dalam (hukum) kepemilikan (yakni dia
majikan/sayyid dari sang ibu susuan), atau karena dia
menggaulinya secara syubhat, menurut madzhab Syafi’iyah
dan madzhab seluruh ulama :
Terjadi hubungan kemahraman anatara laki laki
tersebut dengan sang anak susuan (yang berarti) anak
susuan itu menjadi anaknya. Anak anak dari lelaki tersebut
menjadi saudara dari sang anak susuan.
Saudara laki-laki tersebut, baik yang laki-laki maupun
yang perempuan, menjadi paman dan bibi dari si anak
susuan. Dan anak anak dari anak susuan tersebut menjadi
anak anak dari laki laki tersebut.
Tidak ada dianatara para ulama yang menyelisihi
hal ini, kecuali Ahlu Zhahir ( Mazhab Zhahiniyah seperti
Dawud dan Ibnu Hazm ), Ibnu ‚ulayyah, ibnu umar, serta
Aisyah sebagaimana dinukilkan oleh Al-Maziri.

148 Mahram
Wismanto Abu Hasan

Ibnu Hazm berkata, ‚ tidak ada perselisihan dalam


masalah persusuan kecuali dalam lima perkara, yaitu :
1. Labanul Fahl
2. Jumalh susuan
3. Sifat susuan yang menyebabkan kemahraman
4. Penyusuan orang dewasa
5. Penyusuan terhadap mayat.

LABANUL FAHL
Labanul Fahl tersusun dari kata laban ‚ susu ‚ dan Fahl ‚
jantan ‚, sedangkan yang dimaksud dalam istilah ini adalah
laki laki yang kepadanya di nasabkan sus dari seorang ibu
susuannya.
Adapun bentuk masalahnya, sebagai contoh adalah
seorang laki laki memiliki dua orang istri, kemudian salah satu
dari keduanya menyusui seorang anak laki laki, sedangkan
yang lain menyusui seorang anak perempuan.
Menurut jumhur ulama diantaranya, Ali, Ibnu Abbas,
‚Atha’, Thawus, Mujahid, Hasan, Sya’biy, Al Qasyim, ‚Urwah,
Malik, Ats-Tsauriy, Auza’iy, Asy-Syafi’i, Ishaq, Abu Ubaid, Abu
Tsaur, Ibnu Al Munzir dan Ashhaburra’yi : haram bagi seorang
laki laki tersebut menikahi seorang anak perempuan yang
dimaksud. Sedangkan menurut ulama yang menyelisihi
mereka, menyatakan kebolehannya. Dalil jumhur ulama
adalah.
“Dari aisyah, bahwa aflah-saudara laki laki Abu Al Qu’ais
datang minta izin kepadanya. Dia adalah paman Aisyah
karena penyusuan, setelah ayat hijab. Aisyah berkata, ‚
aku enggan mengizinkannya ‚, Tatkala Rasulullah saw
datang, aku beritakan kepada beliau dengan apa yang
telah aku lakukan, beliau memerintahkan supaya
mengizinkannya ( Bukhari dan muslim ).

“Dari Ibnu Abbas, beliau ditanya tentang seorang laki laki


yang memiliki dua istri, kemudian salah satu dari
keduanya menyusui seorang anak laki laki sedangkan
yang lain menyusui anak perempuan, beliau di tanya ‚

Mahram 149
Wismanto Abu Hasan

Bolehkah anak laki laki tadi menikahi anak


perempuan itu ? ‚ belaiu menjawab. ‚ Tidak ,
maninya sati ‚ ( Riwayat Malik, Tarmizi 1149 )

Sa’id bin mansur, Al Baihaqi, abdurrazaq, Ibnu abi


syaibah dan Daruqutni ( sahih ) demikian pila diriwayatkan dari
Sya’tsa dan ‘ Atah’)
Diantara ulama yang bermazhab ini adalah :
Ali, Ibnu Abbas, Atha’, Thawus, Mujahid, Hasan, Sya’biy,
Al Qasim, Urwah, Malik, Ats-Tsauriy, Auza’iy, Asy-Syafi’i, ishaq,
Abu Ubaid, Abu Tsaur, Ibnu al Mundzir dan Ashabura’iy.
Adapun yang tidak menetapkan hukum kemahraman dari
anak si ayah susuan, mereka berdalil dengan :
1. Al Quran surat An Nisa’ 23
2. Hadits Zainab binti Abu Salamah tatkala ia menyatakan hal
tersebut kepada para sahabat dan ummuhatul mukminin.
Mereka berkata bahwa sesungguhnya susuan dari pihak laki
laki tidak menetapkan kemahraman ( Dhaif, dikeluarkan
oleh Ibnu Syaiban, ad daruqutni dan Asy-Syafi’i ).
3. Riwayat dari Qasyim bin Muhammad bahwa Aisyah
memperkenankan anak susuan saudara saudara
perempaun dan anak susuan kemenakannya untuk masuk
menemuinya dan tidak memperkenankan nanak susuan
para istri saudara saudara laki-lakinya. (riwayat imam malik).
Mazhab ini merupakan mazhab ibnu Al Musyyib, Abu
Salamah bin Abdurrahman, Sulaiman bin Yasar, Atha’ bin
Yasar, An Nakh’iy, Abu Qilabah Bisyr Al Marrisiy dan Malik.
Pendapat yang rajih adalah pendapat yang pertama. Wallahu
A’lam.

JUMLAH BILANGAN SUSUAN YANG MENYEBABKAN HUBUNGAN


KEMAHRAMAN
Dalam masalah ini terdapat perbedaan mazhab diantara
para ulama, yaitu :

150 Mahram
Wismanto Abu Hasan

1. Satu kali susuan. Pendapat ini adalah pendapat ibnu umar,


Thawus, Urwan bin Zubair, Az Zuhri, Malik, Ats-Tsauri, Abu
Hanifah, Al Auza’iy, Laits bin saad, makhul dan Ahmad
dalam salah satu riwayat darinya dan di syaratkan oleh
Bukhariy dan Shahihnya, dan pendapat yang dipilih imam
Nawawi dan Ibnu Hajar. Dalil mereka adalah keumuman
dari ayat 23 Surat An Nisa’ dan hadits Aisyah.
‚Penyusuan itu hanyalah dari lapar ‚ ( Riwayat Al
Bukhari dan Muslim ).
2. Tiga kali susuan atau lebih. Pendapat ini adalah pendapat
imam ahmad dalam riwayat yang lain, Ahlu Zahir ( selain
Ibnu hazm ) Sulaiman bin Yasar, Sa’id bin jubair, Ishaq, abu
Ubaid, Abu Tsaur, Ibnu Al Munzir, dan Abu Sulaiman,
mereka berdalil. Dari Aisyah Rasulullah saw bersabda :
‚Sekali isapan tidaklah mengharamkan ( ‚ Riwayat
Muslim, Abu Daud, At Tirmizi, Nasai dan Ibnu Majah ).
3. Lima kali susuan. Pendapat ini adalah pendapat imam syafi’i
beserta sahabat sahabatnya, ( ‚Taisir Al-allam ‚ Ahmad dan
Ibnu Hazm ) serta Aisyah seperti yang diriwayatkan
Urwah. ( dikeluarkan oleh Baihaqi dan Abdurrazaq ). Dalil
mereka adalah
‚Dahulu termasuk yang diturunkan dari Al Quran
adalah : sepuluh penyusuan yang jelas
mengharamkan kemudian di hapus dengan lima
penyusuan yang jelas, lantas Rasulullah saw
meninggal dan ( lima kali penyusuan ) itu termasuk
yang di baca dari al quran ( riwayat muslim, abu
daud, tarmizi, An Nasa’i dan Ibnu Majah ).

4. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa yang


mengharamkan adalah tujuh kali susuan dan sebagian lagi
berkata sepuluh kali susuan. Syeikh mustafa al adawiy
berkata : ‚ Kami tidak mengetahui adanya sandaran yang
kuat untuk kedua pendapat tersebut “ wallahu a’lam.
Pendapat yang rajih adalah pendapat yang ketiga.
Sebab dalil yang pertama adalah dalil dalil yang umum yang

Mahram 151
Wismanto Abu Hasan

di khususkan oleh pendapat yang kedua. Artinya susuan


yang sah adalah susuan ketika bayinya lapar, akan tetapi
satu kali atau dua kali susuan tidaklah mengharamkan.
Akan tetapi jika lebih dari 2 susuan ( tiga dan seterusnya )
maka anak tersebut sah menjadi anak susuan.

SIFAT PENYUSUAN
Jumhur ulama berpendapat bahwa hukum susuan
berlaku dengan cara sang bayi menetek langsung kepada ibu
susuan, atau sang ibu susuan memerah susunya kemudian
meminumkannya kepada sang anak, atau dengan cara
penghisapan melalui hidung, ditelan sedikit demi sedikit
meskipun telah di masak atau di campur dengan roti, ( Fathul
Bari, 9/148, Al Umm 5/38 ‚ Bada’i ‚ 4/9 )
Adapun ibnu hazm dan beberapa ulama berpendapat
bahwa untuk menetapkan adanya hubungan kemahraman
karena adanya susuan harus melalui penghisapan payudara
secara langsung karena cara inilah yang disebut penyusuan
menurut bahasa arab. Pendapat yang rajih adalah pendapat
yang pertama apalgi jika di hubungkan dengan penyusuan
orang dewasa. Wallahu a’lam ( lihat penyusuan orang dewasa ).

PENYUSUAN ORANG DEWASA


Permasalahan ini berkaitan dengan waktu penyusuan.
Oleh karena itu dalam hal ini ada 4 mazhab yang akan
dikemukakan. :
1. Mazhab yang mengatakan bahwa yang Muktabar adalah
batas usia dua tahun. Ini adalah mazhab imam syafii, imam
Ahinad, Abu Yusuf, dan Muhammad bin Hasan dan orang
terakhir yang merupakan murid imam abu hanifah , Sufyan ,
ishaq, ibnul munzir, dan ibnu abbas ( menurut riwayat yang
shohih ).. dalail mereka adalah Q.S. Al Baqarah ayat 233 :

152 Mahram
Wismanto Abu Hasan

            

             

             

            

           

       


Artinya : Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya
selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah
memberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan
cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu
menderita kesengsaraan Karena anaknya dan seorang
ayah Karena anaknya, dan warispun berkewajiban
demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum
dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya.
dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain,
Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu
memberikan pembayaran menurut yang patut.
bertakwalah kamu kepada Allah dan Ketahuilah bahwa
Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al
Baqarah, 2 : 233)

2. Mazhab yang mengatakan bahwa susuan yang muktabar


adalah susuan anak kecil tampa adanya batasan umur
tertentu. Ini adalah zahir pendapat para istri rasul kecuali
Aisyah. ‚ Penyusuan itu adalah dari yang lapar ‚ inilah
dasar haditnya yang di pakai. ( hadits riwayat bukhari dan
muslim ).
3. Mazhab yang mengatakan bahwa susuan yang muktabar
adalah susuan anak kecil tampa adanya batasan umur
tertentu. Ini adalah zahir pendapat sekelompok ulama

Mahram 153
Wismanto Abu Hasan

khalaf dan slaf. Termasuk kedalamnya Aisyah. Dalilnya hadit


tentang kisah sahlah binti sahl dengan salim maula abu
khuzaifah (Riwayat muslim dan zainab binti umma
salamah).
4. Mazhab yang mengatakan bahwa susuan yang muktabar
adalah susuan anak kecil kecuali jika dalam keadaan
darurat karena kesulitan untuk berhijab dari seorang laiki-
laki, sementara laki laki tersebut harus terus menerus
masuk menemui sang wanita untuk menyusuinya tadi,
dalam hal ini dibolehkan. Itulah pendapat Ibnul qayyim.

PENYUSUAN KEPADA MAYAT


Syaikh Muhammad Al Amin bin Muhammad Al Mukhtar
Asy-Syingqithiy menukilkan dalam kitabnya ‚ Adwa’u Al Bayan
‚ (3/304) perkataan imam al qurtubiy yang berbunyi ‚ Ayat ini
Q.S. An Nahl ayat 5 :

         

Artinya : Dan dia Telah menciptakan binatang ternak


untuk kamu; padanya ada (bulu) yang menghangatkan
dan berbagai-bagai manfaat, dan sebahagiannya kamu
makan. (Q.S. An Nahl, 16 : 5)

Merupakan dalil yang membolehkan kita untuk


memnfaatkan susu sebagai minuman atau yang lainnya.
Adapun susu hewan yang telah mati tidak boleh,
meskipun susu tersebut suci. Hal itu karena ia berasal dari
susu bangkai. Adapun jika ia berasal dari susu mayat seorang
wanita, terjadi perbedaan pendapat. Ada diantara mereka yang
mengatakan bahwa boleh diminum karena bangkai manusia
itu suci. Sehingga menurut mereka susunyapun ikut suci.
Tetapi juga ada yang mengatakan bangkai manusia itu najis,
maka air susunyapun ikut najis. Namun menurut kedua
pendapat tersebut, hubungan kemahraman tetap berlaku
dalam hal seperti itu. Alasannya adalah bahwa anak tersebut

154 Mahram
Wismanto Abu Hasan

telah mendapatkan asupan susu dari mayat tersebut


sedangkan ia adalah makanan yang mengeyangkan, selayaknya
seperti ia juga minum susu dari wanita yang masih hidup.

Tambahan tambahan pelajaran yang penting :


1. Jika susu diperas sekaligus, lalu dibotolkan kemudian
diminumkan kepada sang anak dalam lima waktu, maka dia
terhitung sebagai lima susuan.
2. Jika susu tersebut diperas dalam lima waktu tetapi
diminumkan dalam satu waktu susuan maka ia termasuk
kedalam hitungan satu susuan. Saja. ( kedua pendapat ini
adalah perkataan Hanabilah (Ibnu Qadamah) adapun imam
syafii berpendapat sebaliknya.
3. Adapun jika susu tersebut diminumkan seteguk demi
seteguk maka hukumnya dalah satu susan. ( Al Kharaqi dan
Ibnu Qadamah ). Dalilnya adalah Urf
4. Jika terjadi keraguan tentang susuan atau jumlah
susuan sempurna atau tidak (mencukupi lima kali atau
tidak), maka hukumnya adalah batal, karena kembali ke
hukum asal.
5. Susu dari binatang tidak menyebabkan adanya hubungan
kemahraman. ( Al Umm 5/37 )
6. Jika seorang wanita yang belum menikah, atau janda yang
tidak mempunyai anak kemudian dia menyusukan seorang
anak dengan susuan yang sah, maka wanita atau janda
tersebut menjadi ibu susuannya yang sah pula meski tampa
ada bapak susuan. ( Imam syafii dalam Al Umm 4/42 ).dan
inilah pendapat yang paling kuat dari imam ahmad, serta
pendapat ibnu hamid, malik, Ats-Tsauiy, Abu Tsaur,
Ashabur Ra’yi dan setiap yang diketahui Al Munziri ).
7. Jika seorang wanita menyusukan seorang anak hingga tiga
kali berturut turut, kemudian ia menghentikannya dan
menikah dengan laki laki lain. Lalu wanita itu menikah lagi
dengan laki laki lain. Kemudian ia menyusukan anak
tersebut kembali sebanyak dua kali, maka wanita tersebut

Mahram 155
Wismanto Abu Hasan

menjadi ibu susuannya sedangkan kedua laki laki tersebut


tidak menjadi bapak susuannya, hanya saja menjadi
mahram karena sebab rabibah ( anak dari si istri ).
8. Tidak dihitung sebagai satu susuan, kecuali apabila sang
bayi yang minum susu tersebut berhenti karena kenyang
bukan karena sang ibu teralih perhatiannya. Ini adalah
pendapat imam syafii. Dan salah satu riwayat dari imam
ahmad dan yang dipilih oleh ibnul qayyim dalam ‚ Zad Al
Ma’ad ‚ dan Abdurrahman As Sya’diy Tafsir al alam 2/386.
9. Oleh sebab pengharaman sang istri bapak (ibu tiri) maupun
istri anak (menantu) adalah nasab bapak atau anak,
demikian pula halnya istri dari bapak susuan maupun istri
dari anak susuan.

156 Mahram
BAB VII
FARAIDH

1. PENGERTIAN FARAIDH
Faraidh adalah bentuk jamak dari kata Faraiidhah,
yang terambil dari kata Fardh yang berarti Taqdir,
ketentuan. Allah berfirman :

  


Artinya : Maka bayarlah seperdua dari mahar yang
telah kamu tentukan itu, (Q.S. Al Baqarah, 2 : 237)

Sedangkan menurut istilah syara’ kata Fardh ialah


bagian yang telah ditentukan untuk ahli waris.

2. YANG BERWENANG MENENTUKAN PEMBAGIAN HARTA


WARIS?
Adapun yang berwenang membagi harta waris atau
yang menentukan bagiannya yang berhak mendapatkan dan
yang tidak, bukanlah orang tua anak, keluarga atau orang
lain, tetapi Allah , karena Dia-lah yang menciptakan
manusia, dan yang berhak mengatur kebaikan hambaNya.
‫ي‬ َّ ِ‫وصي ُكم اللَّوُ ِِف أ َْوََل ِد ُك ْم ل‬
ِ ْ َ‫لذ َك ِر ِمثْل َح ِّظ ْاْلُنْثَي‬ ِ ‫ي‬
ُ
ُ ُ
Artinya : Allah mensyariatkan bagimu tentang
(pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu,
bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian
dua orang anak perempuan…”(Q.S. An-Nisa, 4 : 11)

‫ت‬
ٌ ‫ُخ‬
ْ ‫س لَوُ َولَ ٌد َولَوُ أ‬ َ َ‫ك قُ ِل اللَّوُ يُ ْفتِي ُك ْم ِِف الْ َك ََللَِة إِ ِن ْامُرٌؤ َىل‬
َ ْ‫ك لَي‬ َ َ‫يَ ْستَ ْفتُون‬

Faraidh 157
Wismanto Abu Hasan

Artinya : Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang


kalalah). Katakanlah : “Allah memberi fatwa
kepadamu tentang kalalah, (yaitu) jika seorang
meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan
mempunyai saudara perempuan…” (Q.S. An-Nisa, 4 :
176)

Sebab turun ayat ini, sebagaimana diceritakan oleh


sahabat Jabir bin Abdullah  bahwa dia bertanya kepada
Rasulullah  : “Wahai Rasulullah, apa yang harus aku
lakukan dengan harta yang kutinggalkan ini”? Lalu turunlah
ayat An-Nisa ayat 11.134
Jabir bin Abdullah  berkata, datang isteri Sa’ad bin
Ar-Rabi’ kepada Rasulullah  dengan membawa dua putri
Sa’ad. Dia (isteri Sa’ad) bertanya :”Wahai Rasulullah, ini dua
putri Sa’ad bin Ar-Rabi. Ayahnya telah meninggal dunia ikut
perang bersamamu pada waktu perang Uhud, sedangkan
pamannya mengambil semua hartanya, dan tidak sedikit
pun menyisakan untuk dua putrinya. Keduanya belum
menikah….”. Beliau  bersabda, “Allahlah yang akan
memutuskan perkara ini”. Lalu turunlah ayat waris.
Rasulullah  memanggil paman anak ini, sambil
bersabda : “Bagikan kepada dua putri Sa’ad dua pertiga
bagian, dan ibunya seperdelapan Sedangkan sisanya untuk
engkau”135
Berdasarkan keterangan di atas, jelaslah, bahwa yang
berwenang dan berhak membagi waris, tidak lain hanyalah
Allah . Bahkan Allah mempertegas dengan firmanNya ‫يضة‬ َ ‫فَ ِر‬
‫( ِم َن اللَّ ِو‬ini adalah ketetapan dari Allah), dan firmanNya ‫ود‬ َ ‫تِْل‬
ُ ‫ك ُح ُد‬

134
Lihat Fathul Baari 8/91, Shahih Muslim 3/1235, An-Nasa’i Fil Kubra
6/320
135
Hadits Riwayat Ahmad, 3/352, Abu Dawud 3/314, Tuhwatul Ahwadzi
6/267, dan Ibnu Majah 2/908,Al-Hakim 4/333,Al-Baihaqi 6/229. Dihasankan
oleh Al-Albani. Lihat Irwa 6/122

158 Faraidh
Wismanto Abu Hasan

‫( اللَّ ِو‬itu adalah ketentuan Allah). Lihat surat An Nisa` ayat


11,13 dan 176.
Ketentuan Allah  adalah sangat tepat dan satu-
satunya cara untuk menanggulangi problema keluarga pada
waktu keluarga meninggal dunia, khususnya dalam bidang
pembagian harta waris, karena pembagian dari Allah Jalla
Jalaluhu pasti adil. Dan pembagiannya sudah jelas yang
berhak menerimanya.. Oleh sebab itu, mempelajari ilmu
fara’idh atau pembagian harta pusaka merupakan hal yang
sangat penting untuk menyelesaikan perselisihan dan
permusuhan di antara keluarga, sehingga selamat dari
memakan harta yang haram.
Berikutnya, Allah  menentukan pembagian harta
waris ini untuk kaum laki-laki dan perempuan. Allah
berfirman.
‫يب ِِمَّا تَ َرَك الْ َوالِ َد ِان َو ْاْلَقْ َربُو َن ِِمَّا‬ ِ ِ ‫صيب ِِمَّا تَرَك الْوالِ َد ِان و ْاْلَقْربو َن ولِلن‬
ٌ ‫ِّساء نَص‬
َ َ َُ َ َ َ
ِ ِ ِ
ٌ َ‫ل ِّلر َجال ن‬
‫صيبا َم ْفُروضا‬ ِ َ‫قَ َّل ِمْنو أَو َكثُر ن‬
َ ْ ُ
Artinya : Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta
peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi
wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan
ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak
menurut bahagian yang telah ditetapkan” (Q.S. An-
Nisa, 4 : 7)

Dalil pembagian harta waris secara terperinci dapat


dibaca dalam surat An-Nisa ayat 11-13 dan 176.

3. BARANG YANG DIANGGAP SEBAGAI PENINGGALAN HARTA


WARIS
Dalam ilmu fara’idh, terdapat istilah At-Tarikah.
Menurut bahasa, artinya barang peninggalan mayit. Adapun
menurut istilah, ulama berbeda pendapat. Sedangkan

Faraidh 159
Wismanto Abu Hasan

menurut jumhur ulama ialah, semua harta atau hak secara


umum yang menjadi milik si mayit. 136
Muhammad bin Abdullah At-Takruni berkata : “At-
Tarikah ialah, segala sesuatu yang ditinggalkan oleh mayit,
berupa harta yang ia peroleh selama hidupnya di dunia,
atau hak dia yang ada pada orang lain, seperti barang yang
dihutang, atau gajinya, atau yang akan diwasiatkan, atau
amanatnya, atau barang yang digadaikan, atau barang baru
yang diperoleh sebab terbunuhnya dia, atau kecelakaan
berupa santunan ganti rugi.137
Adapun barang tidak berhak diwaris, diantaranya:
1. Peralatan tidur untuk isteri dan peralatan yang khusus
bagi dirinya, atau pemberian suami kepada isterinya
semasa hidupnya.138
2. Harta yang telah diwakafkan oleh mayit, seperti kitab dan
lainnya.139
3. Barang yang diperoleh dengan cara haram, seperti
barang curian, hendaknya dikembalikan kepada
pemiliknya, atau diserahkan kepada yang berwajib. 140

Semua barang peninggalan mayit bukan berarti


mutlak menjadi milik ahli waris, karena ada hak lainnya
yang harus diselesaikan sebelum harta peninggalan tersebut
dibagi. Hak-hak yang harus diselesaikan sebelum harta
waris tersebut dibagi ialah sebagai berikut.
1. Mu’nat Tajhiz Atau Perawatan Jenazah
Kebutuhan perawatan jenazah hingga
penguburannya. Misalnya meliputi pembelian kain kafan,
upah penggalian tanah, upah memandikan, bahkan
perawatan selama dia sakit. Semua biaya ini diambilkan

136
Lihat Fiqhul Islam Wa Adillatih 8/270.
137
Lihat kitab Al-Mualim Fil Fara’idh hal.119
138
Lihat Fatawa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta 16/429
139
Lihat Fatawa Lajnah Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiah wal Ifta 16/466
140
Lihat keterangannya di dalam kitab Al-Muntaqa Min Fatawa, Dr Shalih
Fauzan 5/238

160 Faraidh
Wismanto Abu Hasan

dari harta si mayit sebelum dilakukan hal lainnya.


Berdasarkan perkataan Ibnu Abbas , Rasulullah 
bersabda : ‫وه ِِف ثَ ْوبَْي ِو‬
ُ ُ‫( َوَكفِّن‬Dan kafanillah dia dengan dua
pakaianya).141

2. Al-Huquq Al-Muta’aliqah Bi Ainit Tarikah Atau Hak-Hak


Yang Berhubungan Dengan Harta Waris.
Misalnya barang yang digadaikan oleh mayit,
hendaknya diselesaikan dengan menggunakan harta si
mayit, sebelum hartanya di waris. Bahkan menurut Imam
Syafi’i, Hanafi dan Malik. Didahulukan hak ini sebelum
kebutuhan perawatan jenazah, karena berhubungan
dengan harta si mayit. 142
3. Ad-Duyun Ghairu Al-Muta’aliqah Bit Tarikah Atau Hutang
Si Mayit
Apabila si mayit mempunyai hutang, baik yang
behubungan dengan berhutang kepada Allah , seperti
membayar zakat dan kafarah, atau yang berhubungan
dengan anak Adam, seperti berhutang kepada orang lain,
pembayaran gaji pegawainya, barang yang dibeli belum
dibayar, melunasi pembayaran, maka sebelum diwaris,
harta si mayit diambil untuk melunasinya. Dalilnya ialah.
‫ي ِِبَا أ َْو َديْ ٍن‬ ِ ٍِ ِ ِ
َ ‫م ْن بَ ْعد َوصيَّة يُوص‬
Artinya : Sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat
atau (dan) sesudah dibayar hutangnya dengan tidak
memberi madharat (kepada ahli waris)”. (Q.S. An-Nisa,
4 : 12)

141
Hadits Riwayat Bukhari 2/656, Muslim 2/866, Maksudnya, peralatan
dan perawatan jenazah diambilkan dari harta si mayit.
142
Lihat Fiqhul Islami wa Adillatihi 8/274. Tas-hil Fara’idh, 9. Dalilnya
ialah, karena perkara ini termasuk hutang yang harus diselesaikan oleh si
mayit sebagaimana disebutkan di dalam surat An-Nisa ayat 12, yaitu :
“Sesudah dibayar hutangnya”.

Faraidh 161
Wismanto Abu Hasan

4. Tanfidzul Wasiyyah Atau Menunaikan Wasiat


Sebelum harta diwaris, hendaknya diambil untuk
menunaikan wasiat si mayit, bila wasiat itu bukan untuk
ahli waris, karena ada larangan hal ini, dan bukan wasiat
yang mengandung unsur maksiat, karena ada larangan
mentaati perintah maksiat. Wasiat ini tidak boleh
melebihi sepertiga, karena merupakan larangan.
Dalilnya, lihat surat An-Nisa ayat 12 yaitu : “Sesudah
dipenuhi wasiat yang mereka buat”.
Jika empat perkara di ats telah ditunaikan, dan
ternyata masih ada sisa hak milik si mayit, maka itu
dinamakan Tarikah atau bagian bagi ahli waris yang
masih hidup. Dan saat pembagian harta waris, jika ada
anggota keluarga lainnya yang tidak mendapatkan harta
waris ikut hadir, sebaiknya diberi sekedarnya, agar dia
ikut merasa senang, sebagaimana firman Allah dalam
surat An-Nisa ayat 8.

4. CARA MENENTUKAN YANG BERHAK MENERIMA HARTA


WARIS?
Sebelum harta peninggalan si mayit diwaris,
hendaknya diperhatikan perkara-perkara dibawah ini.
1. Al-Muwarrits (orang yang akan mewariskan hartanya)
dinyatakan telah mati, bukan pergi yang mungkin
kembali, atau hilang yang mungkin dicari.
2. Al-Waritsun wal Waritsat (ahli waris), masih hidup pada
saat kematiannya Al-Muwarrits
3. At-Tarikah (barang pusakanya) ada, dan sudah disisakan
untuk kepentingan si mayit.
4. Hendaknya mengerti Ta’silul Mas’alah, yaitu angka yang
paling kecil sebagai dasar untuk pembagian suku-suku
bagian setiap ahli waris dengan hasil angka bulat.
Adapun caranya.

162 Faraidh
Wismanto Abu Hasan

a. Jika ahli waris memiliki bagian ashabah, tidak ada


yang lain, maka ta’silul mas’alahnya menurut jumlah
yang ada ; yaitu laki-laki mendapat dua bagian dari
bagian wanita.
Misalnya : Mayit meninggalkan 1 anak laki-laki
dan 1 anak perempuan. Maka angka ta’silul
mas’alahnya 3, anak laki-laki = 2 dan anak
perempuan =1.
Misal lain : Mayit meninggalkan 5 anak laki-laki,
maka angka aslul mas’alahnya 5, maka setiap anak
laki-laki = 1

b. Jika ahli waris ashabul furudh hanya seorang, yang


lain ashabah, maka ta’silul mas’alahnya angka yang
ada.
Misalnya : Mayit meninggalkan isteri dan anak
laki-laki. Maka angka ta’silul mas’alahnya 8, karena
isteri mendapatkan 1/8, yang lebihnya untuk anak
laki-laki ; dengan begitu isteri =1 dan anak laki-laki =7

c. Jika ahli waris yang mendapatkan ashabul furudh


lebih dari satu, atau ditambah ashabah, maka dilihat
angka pecahan setiap ahli waris, yaitu : ½, ¼, 1/6, 1/8,
1/3. 2/3.
1. Jika sama angka pecahannya (‫) املماثلة‬, seperti 1/3,
1/3, maka ta’silul masalahnya diambil salah satu,
yaitu angka 3
2. Jika pecahan satu sama lain saling memasuki
(‫)المداخلة‬, maka ta’silul masalahnya angka yang besar,
seperti ½, 1/6, ta’silul masalahnya 6, 1/6 dari 6 = 1,
sedangkan ½ dari 6 = 3
3. Jika pecahan satu sama lain bersepakat ( ‫)ال متوافقة‬
maka ta’silul masalahnya salah satu angkanya
dikalikan dengan angka yang paling kecil yang bisa

Faraidh 163
Wismanto Abu Hasan

dibagi dengan yang lain. Misalnya ; 1/6, 1/8, maka


ta’silul masalahnya 24
4. Jika pecahan satu sama lain kontradiksi (‫)املباينة‬,
maka ta’silul masalahnya sebagian angkanya
dikalikan dengan angka lainnya, sekiranya bisa
dibagi dengan angka yang lain. Misalnya : angak
2/3, ¼, maka ta’silul mas’alahnya 4 x 3 = 12

d. Bila sulit memahami bagian [C1-C4], maka bisa


memilih salah satu dari angka 2, 3, 4, 6, 8, 12, 24
untuk dijadikan angka pedoman yang bisa dibagi
dengan pecahan suku-suku bagian ahli waris dengan
hasil yang bulat.
Misalnya : si A mendapatkan 2/3, si B
mendapatkan ¼, maka angka pokok yang bisa dibagi
keduanya bukan 8, tetapi 12 dan setersunya.
Dalam membagi harta waris setelah diketahui
ta’silul masalah dan bagian setiap ahli warisnya, ada
tiga cara yang bisa ditempuh.

DENGAN CARA MENYEBUTKAN PEMBAGIAN MASING-MASING


AHLI WARIS SESUAI DENGAN TA’SILUL MASALAHNYA, LALU
DIBERIKAN BAGIANNYA.
1. Misalnya si mati meninggalkan harta Rp. 120.000 dan
meninggalkan ahli waris : isteri, ibu dan paman. Maka
ta’silul masalahnya 12, karena isteri mendapatkan 1/4,
dan ibu mendapatkan 1/3.
a. Isteri mendapatkan 1/4 dari 12 = 3, sehingga ¼ dari
120.000 = 30.000
b. Ibu 1/3 dari 12 = 4, maka 1/3 dari 120.000 = 40.000
c. Paman ashabah mendapatkan sisa yaitu 5, maka
120.000 – 30.000 – 40.000 = 50.000
2. Atau dengan mengalikan bagian setiap ahli waris dengan
jumlah harta waris, kemudian dibagi hasilnya dengan

164 Faraidh
Wismanto Abu Hasan

ta’silul mas’alah, maka akan keluar bagiannya. Contoh


seperti di atas, prakterknya.
a. Isteri bagiannya 3x120.000 = 360.000 : 12=30.000
b. Ibu bagiannya 4x120.000= 480.000 : 12=40.000
c. Paman bagiannya 5x120.000 =600.000 : 12=50.000
3. Atau membagi jumlah harta waris dengan ta’silul
mas’alah, lalu hasilnya dikalikan dengan bagian ahli
waris, maka akan keluar hasilnya.
Contoh seperti di atas, prkateknya.
a. Isteri bagiannya 120.000 : 12 = 10.000 x 3 (1/4 dari
12) = 30.000
b. Ibu bagiannya 120.000 : 12 = 10.000 x 4 (1/3 dari
12) = 40.000
c. Paman bagiannya 120.000 : 12 = 10.000 x 5 (sisa) =
50.000

5. CARA MENYELESAIKAN PERBEDAAN ANTARA SUKU BAGIAN


DENGAN TA’SILUL MAS’ALAH
1. Jika bagian tertentu telah dibagikan kepada yang berhak
dan tidak ada ashabah, ternyata harta waris masih
tersisa, maka sisa tersebut dikembalikan kepda ahli
waris selain suami dan isteri.
Misalnya : Si mati meninggalkan suami dan seorang
anak perempuan, maka aslul masalah 4, yaitu suami
mendapat ¼ = 1, dan anak perempuan mendapatkan ½ = 2.
Adapun yang tersisa 1 diberikan kepada anak
perempuan

2. Jika suku bagian ahli waris (siham) melebihi ta’silul


mas’alah, hendaknya ditambah (aul).
Misalnya : Si mati meninggalkan suami dan 2
saudari selain ibu. Suami mendapatkan ½ dan saduari 2/3,
ta’silul mas’alahnya 6, yang sudah tentu kurang, karena

Faraidh 165
Wismanto Abu Hasan

suami mendapatkan 3, dan saudari mendapatkan 4,


maka ta’silul mas’alah ditambah 1, sehingga menjadi 7.

3. Jika suku bagian ahli waris (siham) kurang daripada


ta’silul mas’alahnya, maka dikembalikan kepada ahli
warisnya selain suami dan isteri, namanya : Radd.
Misalnya : Si mati meninggalkan isteri dan seorang
anak perempuan. Isteri mendapatkan 1/8, 1 anak
perempuan mendapatkan ½, ta’silul mas’alahnya 8, yaitu
isteri =1, satu anak perempuan = 4 + sisa 3 = 7

4. Jika suku bagian ahli waris (siham) sama pembagiannya


dengan ta’silul mas’alahnya dinamakkan (al-adalah).
Misalnya si mati meninggalkan suami dan satu
saudara perempuan. Suami mendapatkan ½, dan seorang
saudari mendapatkan ½, ta’silul mas’alahnya 2, yaitu
suami = 1, dan seorang saudarinya = 1

Jika pada waktu pembagian ada anggota keluarga


lainnya yang bukan ahli waris ikut hadir, seperti bibi atau
anak yatim, faqir miskin, maka hendaknya diberi hadiah
walaupun sedikit.
‫وى ْم ِمْنوُ َوقُولُوا ََلُ ْم قَ ْوَل َم ْعُروفا‬ ِ ِ
ُ ُ‫ي فَ ْارُزق‬ َ ‫َوإِذَا َح‬
ُ ‫ضَر الْق ْس َمةَ أُولُو الْ ُق ْرََب َوالْيَتَ َامى َوالْ َم َساك‬
Artinya : Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir
kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah
mereka dari harta itu (sekedarnya)dan ucapkanlah
kepada mereka perkataan yang baik”. (Q.S. An-Nisa, 4
: 8)

Demikian sebagian pembahasan yang bisa disajikan


kepada pembaca. Untuk telaah lebih luas, dapat dibaca
kitab rujukan di atas dan kitab fara’idh lainnya.

166 Faraidh
Wismanto Abu Hasan

6. ORANG-ORANG YANG BERHAK MENJADI AHLI WARIS :


DARI PIHAK LAKI-LAKI :
1. & 2. Anak laki-laki dan putranya dan seterusnya
kebawah
3. & 4. Ayah dan bapaknya dan seterusnya keatas
5. & 6. Saudara dan Putranya dan seterusnya kebawah
7. & 8. Paman dan anaknya dan seterusnya kebawah
9. Suami
10. Laki laki yang memerdekakannya ketika ia menjadi
budak

DARI PIHAK PEREMPUAN :


1. & 2. Anak perempuan dan putri dari anak laki-laki dan
seterusnya kebawah
3. & 4. Ibu dan nenek
5. Saudara perempuan
6. Istri
7. Perempuan yang memerdekakannya saat jadi budak

7. ASHABAH
Menurut bahasa kata ashabah adalah bentuk jama’
dari kata aashib seperti kata thalabah adalah bentuk jama’
dari kata thaalib. Kata ashabah yang berarti anak laki-laki
seseorang dan kerabatnya dari ayahnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan ashabah dalam
bahasan Faraidh ini adalah orang-orang yang mendapat
alokasi sia dari harta warisan setelah ashabul furudh,
maksudnya, jika harta warisan tersebut telah terbagi dengan
benar sesuai dengan tuntunan al qur’an dan sunnah dan
tidak meninggalkan sisa, maka ashabah tidak mendapat
bagian sedikitpun, kecuali jika ashabah itu anak laki-laki,
maka ia tidak terhalang.

Faraidh 167
Wismanto Abu Hasan

8. HAJB DAN HIRMAN


Yang dimaksud dengan Hajb adalah orang tertentu
yang terhalang untuk mendapatkan seluruh bagian
warisannya atau sebagiannya disebabkan adanya orang lain
(yang menjadi hajib, atau penghalang)
Adapun Hirman, adalah orang tertentu yang terhalang
mendapatkan warisannya disebabkan adanya salah satu
faktor yang menghalangi seseorang untuk mendapatkan
warisan, misalnya karena melakukan pembunuhan terhadap
salah seorang ahli waris lainnya.
Para ulama membagi Hajb menjadi dua bagian :
A. Hajib Nuqshan
Adalah berkurangnya bagian seorang ahli waris
karena sebab adanya orang lain, ini biasanya terjadi
pada lima orang :
1. Suami, ia terhalang untuk mendapatkan 1/2 dari
peninggalan, manakala simayit meninggalkan anak,
sehingga ia hanya dapat ¼
2. Istri, ia terhalang untuk mendapatkan 1/4 dari
peninggalan, manakala simayit meninggalkan anak,
sehingga ia hanya dapat 1/8
3. Ibu, ia terhalang untuk mendapatkan 1/3 dari
peninggalan, manakala simayit meninggalkan anak
dan cucu yang menjadi ahli waris, sehingga ia hanya
dapat 1/6
4. cucu perempuan
5. Saudara perempuan sebapak

B. Hajib Hirman
Adalah seorang yang menjadi tidak berhak untuk
mendapatkan harta warisan karena sebab adanya orang
lain, misalnya terhalangnya saudara laki-laki untuk
mendapatkan warisan bila simayit meninggalkan anak
laki-laki, dan masalah ini juga tidak masuk padanya dari

168 Faraidh
Wismanto Abu Hasan

enam ahli waris, meski mungkin saja terjadi pada


keenam orang ini hijb nuqshan, mereka adalah :
1. & 2. Ibu dan bapak
3. & 4. Anak laki-laki dan anak perempuan
5. & 6. Suami dan istri

Hajib Hirman ini berpijak pada dasar :


1. Setiap orang yang menisbatkan dirinya kepada mayit
dengan perantara orang lain, maka ia tidak berhak
menjadi ahli waris jika orang yang dinisbatkannya itu
ada (hidup). Misalnya ; cucu laki-laki dari anak laki-
laki, ia tidak berhak mendapatkan warisan kakeknya
bila bapaknya masih hidup. Kecuali putra-putri ibu,
mereka tetap sah menjadi ahli waris bersama ibunya,
padahal mereka menisbatkan dirinya kepada mayit
dengan perantara ibunya.
2. Yang lebih dekat harus lebih diutamakan daripada
yang jauh, misalnya anak laki-laki menjadi hajib bagi
keponakan laki-laki, dan saudara laki-lakinya. Jika
mereka sederajat maka diutamakan yang lebih dekat
kekerabatannya, misalnya saudara laki-laki sebapak
seibu menjadi hajib bagi saudara laki-laki sebapak
saja.

9. YANG BERHAK MENDAPATKAN HARTA WARISAN


Ada tiga kelompok yang berhak menerima warisan ini
menurut Islam, yaitu Dzu Fardh (kelompok yang sudah
ditentukan bagiannya), kedua, Ashabah, dan ketiga rahim,
atau dikenal dengan ulul arham.
Bagian yang telah ditetapkan dalam kitabullah ada
enam ; separuh (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan
(1/8), duapertiga (2/3), sepertiga (1/3), seperenam (1/6).
C. Yang termasuk kelompok ½ adalah :

Faraidh 169
Wismanto Abu Hasan

1. Suami, dapat ½ (dari dari harta peninggalan istri) bila


simayit tidak meninggalkan anak.

          
Artinya : Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari
harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika
mereka tidak mempunyai anak. (Q.S. An Nisa’, 4 : 12)

2. Seorang anak perempuan. Allah berfirman :

    


Artinya : Dan jika anak perempuan itu seorang saja,
Maka ia memperoleh separo harta. (Q.S. An Nisa’, 4 :
11)

3. Cucu perempuan, karena ia menempati kedudukan


anak perempuan menurut ijma’ para ulama.
Ibnu Munzir menjelaskan bahwa para ulama
sepakat bahwa cucu laki-laki dan cucu perempuan
menempati kedudukan anak laki-laki dan anak
perempuan, jika simayit tidak meninggalkan anak
kandung.

4. & 5. Saudara perempuan seibu sebapak dan saudara


perempuan sebapak. Dalilnya adalah ;

           
Artinya : Jika seorang meninggal dunia, dan ia
tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara
perempuan, Maka bagi saudaranya yang
perempuan itu seperdua dari harta yang
ditinggalkannya, (Q.S. An-Nisa’, 4 : 176)

B. Yang termasuk kelompok ¼ adalah :


1. Suami dapat ¼ jika istri yang wafat meninggalkan anak.
Dalilnya :

170 Faraidh
Wismanto Abu Hasan

        


Artinya : Jika isteri-isterimu itu mempunyai
anak, Maka kamu mendapat seperempat dari
harta yang ditinggalkannya (Q.S. An Nisa’, 4 :
12)

2. Istri, Jika suami tidak meninggalkan anak

        


Artinya : Dan isteri-istrimu memperoleh
seperempat harta yang kamu tinggalkan jika
kamu tidak mempunyai anak. (Q.S. An Nisa’, 4 :
12)

C. Yang termasuk kelompok 1/8 adalah :


Khusus untuk kelompok yang mendapatkan 1/8
harta warisan hanya satu orang saja, yaitu :
1. Istri, jika suami meninggalkan anak, dalilnya :

        


Artinya : Jika kamu mempunyai anak, Maka
Para isteri memperoleh seperdelapan dari harta
yang kamu tinggalkan (Q.S. An Nisa’, 4 : 12)
D. Yang termasuk kelompok 2/3 adalah :
1. & 2. Dua anak perempuan dan dua cucu perempuan
(dari anak laki-laki)

        


Artinya : Tetapi jika anak-anak (yang jadi ahli
waris) itu perempuan (dua orang) atau lebih,
Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan (Q.S. An Nisa’, 4 : 11)

2. Dua saudara perempuan seibu sebapak dan dua


saudara perempuan sebapak.

      

Faraidh 171
Wismanto Abu Hasan

Artinya : Tetapi jika saudara perempuan itu dua


orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal.
(Q.S. An Nisa’, 4 : 176)

E. Yang termasuk kelompok 1/3 adalah :


1. Ibu, jika ia tidak mahjub (terhalang), dalilnya :

         


Artinya : Tetapi jika orang yang meninggal tidak
mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-
bapanya (saja), Maka ibunya mendapat
sepertiga; (Q.S. An Nisa’, 4 : 11)

2. Dua saudara seibu (saudara tiri) dan seterusnya

            

          

 
Artinya : Dan jika (simayit) laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan
tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai
seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau
seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka
bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu
seperenam harta. tetapi jika saudara-saudara
seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu, (Q.S. An
Nisa’, 4 : 12)

F. Yang termasuk kelompok 1/6 adalah :


1. Ibu, jika simayit meninggalkan anak atau saudara
lebih dari seorang
2. Nenek, bila simayit tidak meninggalkan ibu.
3. Seorang saudara seibu, baik laki-laki maupun
perempuan

172 Faraidh
Wismanto Abu Hasan

4. Cucu perempuan, jika simayit meninggalkan seorang


anak perempuan
5. Saudara perempuan sebapak, jika simayit
meninggalkan seorang saudara perempuan seibu
sebapak sebagai pelengkap bagi 2/3, karena
diqiaskan kepada cucu perempuan, bila simayit
meninggalkan anak perempuan.
6. Bapak dapat 1/6, jika simayit meninggalkan anak
7. Datuk (kakek) dapat seperenam, bila simayit tidak
meninggalkan bapak.

Faraidh 173
BAB VIII
AL-WASHAYA (WASIAT)

1. Pengertian wasiat
Wasiat berasal dari kata washai tusy syai a uushiihi
yangberarti aushaltuhu (saya menyambungkannya.
Jadi, orang yang berwasiat adalah orang yang
menyambung apa yang telah ditetapkan pada waktu
hidupnya sampai dengan sesuadah wafatnya.
Adapun menurut istilah syar’i ialah seseorang
memberi barang, atau piutang, atau sesuatu yang
bermanfaat, dengan catatan bahwa pemberian tersebut
akan menjadi hak milik sipenerima wasiat setelah
meninggalnya sipemberi wasiat.
Berbeda dengan hibah, Orang yang mendapatkan
hibah, dia langsung berhak memiliki pemberian tersebut
pada saat itu juga, sedangkan orang yang mendapatkan
wasiat, ia tidak akan bisa memiliki pemberian tersebut
sampai si pemberi wasiat meninggal dunia terlebih dahulu.

2. Hukum wasiat
Wasiat hukumnya wajib atas orang yang memiliki
harta yang harus diwasiatkan. Allah berfirman :
           

     


Artinya : Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di
antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia
meninggalkan harta yang banyak, Berwasiat untuk

174 Al-Washaya (Wasiat)


Wismanto Abu Hasan

ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf 143, (ini


adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.
(Q.S. Al Baqarah, 2 : 180)

Dalam perkara ini Rasulullah  juga bersabda :


ِ ِ ِ ِ ٌ ِ‫َخبَ َرنَا َمال‬ ِ
ُ‫ك َع ْن نَاف ٍع َع ْن َعبْد اللَّو بْ ِن عُ َمَر َرض َي اللَّو‬ ْ‫ف أ‬ ُ ُ‫َحدَّثَنَا َعبْ ُد اللَّو بْ ُن ي‬
َ ‫وس‬
‫وصي فِ ِيو‬
ِ ‫ال ما ح ُّق ام ِر ٍئ مسلِ ٍم لَو َشيء ي‬
ُ ٌ ْ ُ ْ ُ ْ َ َ َ َ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم ق‬
ِ ِ َ ‫عْن هما أ ََّن رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ َُ َُ َ
ِ ِ ِ
َّ
ُ‫ْي إَّل َوَوصيَّتُوُ َمكْتُوبَةٌ عنْ َده‬ ُ ِ‫يَب‬
ِ ْ َ‫يت لَيْ لَت‬
Artinya : "Tidak ada haq seorang muslim yang
mempunyai suatu barang yang akan diwasiatkannya,
ia bermalam selama dua malam kecuali wasiatnya itu
ditulis di sisinya".144

3. Banyaknya harta yang dianjurkan diwariskan


Tentang banyaknya harta yang boleh diwasiatkan
adalah seperti yang dijelaskan dalam hadits dari Saad bin
Malik dia berkata bahwa Rasulullah  bersabda
“Berwasiatlah dengan sepertiga, dan sepertiga itu sudah
banyak” :
‫ال بِ َك ْم‬ ِ ِ ُ ‫عادِِن رس‬
َ َ‫ت نَ َع ْم ق‬ُ ‫ت قُ ْل‬
َ ‫صْي‬
َ ‫ال أ َْو‬ ٌ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم َوأَنَا َم ِر‬
َ ‫يض فَ َق‬ َ ‫ول اللَّو‬ َُ َ َ
‫ص‬ ِ ‫ال أ َْو‬ ٍ ِ ِ
َ َ‫ت ُى ْم أَ ْغنيَاءُ ِبَْْي ق‬ ِ ِ ِ َّ ِ ِ ِ
َ َ‫ت ِِبَ ِاِل ُكلِّو ِف َسب ِيل اللو ق‬
ُ ْ‫ت ل َولَد َك قُل‬َ ‫ال فَ َما تَ َرْك‬ ُ ْ‫قُل‬
ِ ُ ُ‫ث والثُّل‬ ِ ِ ِ ‫ال أَو‬ ِ
ٌ‫ث َكثْي‬ َ ُ‫ص بالثُّل‬ ْ َ َ‫صوُ َح ََّّت ق‬ُ ‫ت أُنَاق‬ُ ْ‫بِالْ ُع ْش ِر فَ َما ِزل‬
Artinya : "Rasulullah  menjengukku, ketika aku
sedang sakit. Beliau bertanya: 'Apakah kamu telah

143
Ma'ruf ialah adil dan baik. wasiat itu tidak melebihi sepertiga dari
seluruh harta orang yang akan meninggal itu. ayat ini dinasakhkan dengan ayat
mewaris.
144
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو‬ ِ َ ‫َن رس‬ ِ ِ ِ ِ ٌ ِ‫َخبَ َرنَا َمال‬ ِ
َ ‫ول اللَّو‬ ُ َ َّ ‫ك َع ْن نَاف ٍع َع ْن َعْبد اللَّو بْ ِن ُع َمَر َرض َي اللَّوُ َعْن ُه َما أ‬ ْ‫فأ‬ َ ‫وس‬ُ ُ‫َحدَّثَنَا َعْب ُد اللَّو بْ ُن ي‬
‫ْي إََِّّل َوَو ِصيَّتُوُ َمكْتُوبَةٌ ِعْن َدهُ تَابَ َعوُ ُُمَ َّم ُد بْ ُن ُم ْسلِ ٍم َع ْن َع ْم ٍرو‬ ِِ ِ ِ
ُ ِ‫ال َما َح ُّق ْام ِر ٍئ ُم ْسل ٍم لَوُ َش ْيءٌ يُوصي فيو يَب‬
ِ ْ َ‫يت لَْي لَت‬ َ َ‫َو َسلَّ َم ق‬
‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم‬ ِّ ِ‫َع ْن ابْ ِن ُع َمَر َع ْن الن‬
َ ‫َِّب‬
Artinya : Telah bercerita kepada kami 'Abdullah bin Yusuf telah mengabarkan
kepada kami Malik dari Nafi' dari 'Abdullah bin 'Umar  bahwa Rasulullah 
bersabda: "Tidak ada haq seorang muslim yang mempunyai suatu barang yang
akan diwasiatkannya, ia bermalam selama dua malam kecuali wasiatnya itu
ditulis di sisinya". Hadits ini diikuti pula oleh Muhammad bin Muslim dari 'Amru
dari Ibnu 'Umar dari Nabi . Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah,
kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab
Shohih Bukhari no 2533

Al-Washaya (Wasiat) 175


Wismanto Abu Hasan

berwasiat? ' Aku menjawab; 'Sudah.' Beliau bertanya


lagi: 'Berapa? ' Aku menjawab; 'Dengan seluruh
hartaku di jalan Allah.' Beliau bertanya: 'Apa yang kau
tinggalkan untuk anakmu? ' Aku menjawab; 'Mereka
orang yang kaya dengan kebaikan.' (Rasulullah )
menambahkan: 'Berwasiatlah dengan sepersepuluh
hartamu.' Aku terus menguranginya hingga beliau
bersabda: 'Berwasiatlah dengan sepertiga, dan
sepertiga itu sudah banyak'." 145

4. Tidak ada wasiat bagi ahli waris


Islam melarang wasiat untuk ahli waris karena akan
melanggar ketentuan-ketentuan Allah , sebab Allah 

145
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫ول اللَّ ِو‬
ُ ‫ال َع َادِِن َر ُس‬ َ َ‫ك ق‬ ٍ ِ‫السلَ ِم ِّي َعن سع ِد ب ِن مال‬
َ ْ َْ ْ ُّ ‫الر ْْحَ ِن‬ َّ ‫ب َع ْن أَِِب َعْب ِد‬ َّ ‫َحدَّثَنَا قُتَ ْيبَةُ َحدَّثَنَا َج ِر ٌير َع ْن َعطَ ِاء بْ ِن‬
ِ ِ‫السائ‬
‫ت لَِولَ ِد َك‬َ ‫ال فَ َما تََرْك‬َ َ‫ت ِِبَ ِاِل ُكلِّ ِو ِِف َسبِ ِيل اللَّ ِو ق‬ ُ ‫ال بِ َك ْم قُ ْل‬ َ َ‫ت نَ َع ْم ق‬ ُ ‫ت قُ ْل‬ َ ‫صْي‬َ ‫ال أ َْو‬
َ ‫يض فَ َق‬ ِ
ٌ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم َوأَنَا َم ِر‬ َ
َّ ‫ال أَبُو َعْب ِد‬
‫الر ْْحَ ِن َوََْن ُن‬ َ َ‫ث َكثِ ٌْي ق‬ ُ ُ‫ث َوالثُّل‬ ِ ُ‫ص بِالثُّل‬ ِ ‫ال أ َْو‬ َ َ‫صوُ َح ََّّت ق‬ ِ
ُ ‫ْت أُنَاق‬ُ ‫ص بِال ُْع ْش ِر فَ َما ِزل‬ ِ ‫ال أ َْو‬ َ َ‫ت ُى ْم أَ ْغنِيَاءُ ِِبَ ٍْْي ق‬ ُ ‫قُ ْل‬
ٍ ‫ال َوِِف الْبَاب َع ْن ابْ ِن َعَّب‬ َ َ‫ث َكثِ ٌْي ق‬ ُ ُ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم َوالثُّل‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ب أَ ْن ي ْن ُق‬ ِ
‫ال أَبُو‬ َ َ‫اس ق‬ َ ‫ص م ْن الثُّلُث ل َق ْول َر ُسول اللَّو‬ َ َ ُّ ‫نَ ْسَتح‬
ِ
‫ث َكبِ ٌْي َوال َْع َم ُل َعلَى َى َذا عْن َد‬ ٍ ِ ِ ِ ِ ٍ ِ ِ
ُ ُ‫ي َعْنوُ َوالثُّل‬ َ ‫يح َوقَ ْد ُرِو َي َعْنوُ م ْن َغ ْْي َو ْجو َوقَ ْد ُرِو‬ ٌ ‫صح‬ َ ‫يث َح َس ٌن‬ ٌ ‫يث َس ْعد َحد‬ ُ ‫يسى َحد‬ َ ‫ع‬
‫ال ُس ْفيَا ُن الث َّْوِر ُّي َكانُوا يَ ْستَ ِحبُّو َن‬ َ َ‫ث ق‬ ِ ُ‫ث ويستَ ِحبُّو َن أَ ْن ي ْن ُقص ِمن الثُّل‬
ْ َ َ
ِ ِ ِ َّ ‫وصي‬
ْ َ َ ُ‫الر ُج ُل بأَ ْكثََر م ْن الثُّل‬
ِ ِِ ِ
َ ُ‫أ َْىل الْع ْلم ََّل يََرْو َن أَ ْن ي‬
‫ث‬ُ ُ‫وز لَوُ إََِّّل الثُّل‬ ِ
ُ ُ‫صى بِالثُّلُث فَلَ ْم يَْت ُرْك َشْيًئا َوََّل َُج‬
ِ
َ ‫الربُ َع ُدو َن الثُّلُث َوَم ْن أ َْو‬
ُّ ‫الربُِع َو‬
ُّ ‫س ُدو َن‬ ْ ‫ِِف ال َْو ِصيَّ ِة‬
َ ‫اْلُ ُم‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan
kepada kami Jarir dari 'Atha` bin As Sa`ib dari Abu Abdurrahman As Sulami
dari Sa'ad bin Malik berkata; "Rasulullah  menjengukku, ketika aku sedang
sakit. Beliau bertanya: 'Apakah kamu telah berwasiat? ' Aku menjawab;
'Sudah.' Beliau bertanya lagi: 'Berapa? ' Aku menjawab; 'Dengan seluruh
hartaku di jalan Allah.' Beliau bertanya: 'Apa yang kau tinggalkan untuk
anakmu? ' Aku menjawab; 'Mereka orang yang kaya dengan kebaikan.'
(Rasulullah ) menambahkan: 'Berwasiatlah dengan sepersepuluh hartamu.'
Aku terus menguranginya hingga beliau bersabda: 'Berwasiatlah dengan
sepertiga, dan sepertiga itu sudah banyak'." Abu Abdurrahman berkata; "Kami
menyukai jika dikurangi lagi dari sepertiga karena sabda Rasulullah  :
sepertiga itu jumlah yang banyak." (Abu Isa At Tirmidzi) berkata; "Hadits
semakna diriwayatkan dari Ibnu Abbas." Abu 'Isa berkata; "Hadits Sa'ad
merupakan hadits hasan shahih. Telah diriwayatkan darinya melalui banyak
jalur juga diriwayatkan darinya; "Dan sepertiga itu besar". Hadits ini diamalkan
oleh para ulama, mereka tidak membolehkan seseorang untuk berwasiat lebih
dari sepertiga, tapi mereka lebih menyukai kurang dari sepertiga. Sufyan Ats
Tsauri berkata; 'Mereka menganjurkan berwasiat dengan seperlima kurang dari
seperempat. Seperempat kurang dari sepertiga. Barangsiapa yang berwasiat
dengan sepertiga sementara dia tidak menyisakan sesuatupun, maka dia
hanya boleh berwasiat dengan sepertiga harta." Lihat dalam Ensiklopedi
Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan
telkom Indonesia kitab Sunan Tirmidzi No 897

176 Al-Washaya (Wasiat)


Wismanto Abu Hasan

telah menetapkan hukum-hukum pembagian waris,


sebagaimana firmanNya.
ِِ ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ‫ك ح ُد‬ ِ
َ ‫ود اللَّو ۚ َوَم ْن يُط ِع اللَّوَ َوَر ُسولَوُ يُ ْدخلْوُ َجنَّات ََْت ِري م ْن ََتْت َها ْاْلَنْ َه ُار َخالد‬
‫ين‬ ُ ُ َ ْ‫تل‬
‫ودهُ يُ ْد ِخلْوُ نَ ًارا‬ ِ ِ ِ
َ ‫ص اللَّوَ َوَر ُسولَوُ َويَتَ َع َّد ُح ُد‬
ِ ‫﴾وَم ْن يَ ْع‬
َ ٣١﴿‫يم‬ ُ ‫ك الْ َف ْوُز الْ َعظ‬َ ‫ف َيها ۚ َو َٰذَل‬
ِ ِ
ٌ ‫اب ُم ِه‬
‫ْي‬ ٌ ‫َخال ًدا ف َيها َولَوُ َع َذ‬
Artinya : “(Hukum-hukum tersebut) itu adalah
ketentuan-ketentuan dari Allah dan RasulNya, niscaya
Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir
di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal
didalamnya ; dan itulah kemenangan yang besar. Dan
barangsiapa yang mendurhakai Allah dan RasulNya
dan melanggar ketentuan-ketentuanNya, niscaya Allah
memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal
di dalamnya ; dan baginya siksa yang menghinakan”.
(Q.S. An-Nisa,4 : 13-14)

Jika seseorang mempunyai seorang anak perempuan


dan seorang saudara perempuan sekandung, umpamanya,
maka si anak mempunyai hak setengahnya sebagai bagian
yang telah ditetapkan (fardh), sementara saudara
perempuannya berhak atas sisanya sebagai ashabah. Jika
diwasiatkan sepertiganya untuk anak perempuannya,
umpamanya, berarti si anak akan mendapat dua pertiga
bagian, sementara saudara perempuannya mendapat
sepertiga bagian saja. Ini berarti pelanggaran terhadap
ketetapan Allah.
Demikian juga jika ia mempunyai dua anak laki-laki,
maka ketentuannya bahwa masing-masing berhak atas
setengah bagian. Jika diwasiatkan sepertiganya untuk salah
seorang mereka, maka harta tersebut menjadi tiga bagian.
Ini merupakan pelanggaran terhadap ketetapan Allah dan
haram dilakukan.
Demikian ini jika memang dibolehkan mewasiatkan
harta warisan untuk ahli waris, maka tidak ada gunanya
ketentuan pembagian warisan itu, dan tentu saja manusia
akan bermain-main dengan wasiat sekehendaknya, sehingga

Al-Washaya (Wasiat) 177


Wismanto Abu Hasan

ada ahli waris mendapat bagian lebih banyak, sementara


yang lain malah bagiannya berkurang.146
Rasulullah  pernah menyampaikan pesan wasiat ini
dalam sebuah khutbah pada waktu haji wada’, sebagaimana
yang disebutkan dalam hadits dari Abu Umamah al-Bahili
berikut ini :
‫إِ َّن اللَّوَ أ َْعطَى ُك َّل ِذي َح ٍّق َحقَّوُ َوََّل َو ِصيَّةَ لَِوا ِر ٍث‬
Artinya : Sesungguhnya Allah memberikan kepada
setiap orang apa yang menjadi haknya. Dan tidak ada
wasiat bagi ahli waris."147

5. Muqoddimah yang ditulis dalam wasiat


Ketika kita akan menuliskan wasiat untuk seseorang
hendaklah memulainya dengan menyebut dan
mengagungkan asma Allah , bersaksi bahwa tidak ada ilah
yang patut diibadahinya selain Allah  yang tidak ada
sekutu bagi-Nya, dan Muhammad  adalah rasul-Nya.
Perhatikan hadits dari Anas  berikut ini :
Artinya : Dari Anas  ia berkata : “Adalah mereka
(para sahabat) biasa menulis diawal wasiatnya,
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM ILLA WA ANTUM
MUSLIMUUN (Dengan nama Allah yang maha pengasih
lagi maha penyayang), ini adalah wasiat fulan bin
fulan yang bersaksi bahwa tiada Ilah yang berhak
untuk diibadahi selain Allah  yang tidak ada sekutu
sedikitpun bagi-Nya, dan bahwa Muhammad  adalah
hamba dan utusan-Nya, dan bahwa hari kiamat pasti
akan datang dan tidak kita ragukan lagi sedikitpun,

146
Fatawa Nur Ala Ad-Darb, Syaikh Ibnu Utsaimin, juz 2, hal 558
147
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫اْلَ َجُر إِ َّن اللَّوَ أ َْعطَى ُك َّل ِذي َح ٍّق َحقَّوُ َوََّل َو ِصيَّ َة‬ ِ ‫اش ولِْلع‬ ِِ ِِ ِ
ْ ‫اى ِر‬ َ َ ِ ‫َّعى إِ ََل َغ ِْْي أَبِيو أ َْو تَ َوََّل َغْي َر َم َواليو ال َْولَ ُد ل ْلفَر‬
َ ‫لَ َع َن اللَّوُ َم ْن اد‬
‫ث‬ٍ ‫لِوا ِر‬
َ
Artinya : Masih melalui jalur periwayatan yang sama seperti hadits sebelumnya
dari Amru bin Kharijah; "Allah melaknat orang yang menyandarkan dirinya
kepada selain bapaknya, atau (bagi seorang budak) kepada tuan yang bukan
tuannya. Anak itu untuk sang suami, sedangkan bagi seorang pezina adalah
batu (hukum rajam). Sesungguhnya Allah memberikan kepada setiap orang
apa yang menjadi haknya. Dan tidak ada wasiat bagi ahli waris." Lihat dalam
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama
dengan telkom Indonesia kitab Musnad Ahmad No 17004

178 Al-Washaya (Wasiat)


Wismanto Abu Hasan

dan Allah akan membangkitkan segenap penghuni


alam kubur dan ia (fulan bin fulan) berwasiat kepada
seluruh anggota keluarganya agar bertakwa kepada
Allah, mengadakan ishlah sesama mereka, dan patuh
kepada Allah dan Rasul-Nya, jika memang mereka
orang-orang yang beriman, dan ia berwasiat kepada
mereka sebagaimana wasiat yang Ibrahim 
sampaikan kepada anak cucunya dan Ya’kub  :
Wahai nanda, sesungguhnya Allah telah memilih
agama Islam untuk kalian, karena itu, janganlah
sekali-kali kalian meninggal kecuali dalam kedaan
sebagai seorang muslim”.148

6. Kapan wasiat menjadi hak milik penuh


Wasiat tidak akan menjadi hak milik penuh bagi si
penerima wasiat, kecuali setelah meninggalnya si pemberi
wasiat dan terlunasinya seluruh hutangnya. Jadi manakala
seluruh harta peninggalannya habis untuk dibayarkan pada
hutang-hutangnya, maka sang penerima wasiat tidak
mendapatkan bagian apa-apa, karena melunasi hutang
sipemeri wasiat harus lebih diutamakan untuk segera di
bayarkan ketimbang melaksanakan wasiat sipembuat
wasiat, karena ini akan berkaitan erah dengan keselamatan
dirinya di alam kubur dan hari akhirat.
Rasulullah  bersabda :
‫وصو َن ِِبَا أ َْو َديْ ٍن } َوإِ َّن‬ ٍِ ِ ِ ِِ َ َ‫َع ْن َعلِ ٍّي أَنَّوُ ق‬
ُ ُ‫ال إِنَّ ُك ْم تَ ْقَرءُو َن َىذه ْاْليَةَ { م ْن بَ ْعد َوصيَّة ت‬
‫ضى بِالدَّيْ ِن قَ ْب َل الْ َو ِصيَّ ِة‬ ِ
َ َ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم ق‬
ِ َ ‫رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ َُ
Artinya : Dari 'Ali bahwasanya dia berkata;
Sesungguhnya kalian telah sering membaca ayat ini,
"MIM BA'DI WASHIYYATIN TUUSHUUNA BIHAA AUW
DA`IN." setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat
atau (dan setelah dibayar) utangnya) (QS. An Nisaa`:
12) Dan sesungguhnya Rasulullah  lebih dahulu
mengedepankan pembayaran hutang sebelum
wasiat.149

148
Shohih : Irwa-ul Ghalil No : 1647, Daruqutni IV : 154 no 16 dan
Baihaqi VI : 287
149
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :

Al-Washaya (Wasiat) 179


Wismanto Abu Hasan

7. Dianjurkan menulis surat ketika sakit


Mungkin sunnah ini jarang dipraktekkan kaum
muslimin. Yaitu disunnahkan bagi seseorang yang sakit agar
menulis wasiat. Bahkan menulis wasiat tidak hanya ketika
sakit saja tetapi kapan saja ketika ia memiliki sesuatu untuk
di wasiatkan. Misalnya ketika akan berpegian jauh dan
lama. Nabi  bersabda ;
ِ ِ ِِ ِ ِ
ُ‫ْي إَِّلَّ َوَوصيِّتُوُ َمكْتُ ْوبَةٌ عْن َده‬ ُ ‫َما َح ُّق ْام ِر ٍئ ُم ْسل ٍم لَوُ َش ْيءٌ يُِريْ ُد أَ ْن يُ ْوص َي فْيو يَبِْي‬
ِ ْ َ‫ت لَْي لَت‬
Artinya : Tidak pantas bagi seorang muslim yang
memiliki sesuatu yang ingin ia wasiatkan untuk
melewati dua malamnya melainkan wasiatnya itu
tertulis di sisinya.”150

Ibnu Umar  berkata,


‫مسعت رسول اهلل صلى اهلل عليو وسلم قال ذلك إَّل وعندي‬
ُ ‫ما مرت على ليلةٌ من ُذ‬
‫وصييت‬
Artinya :Semenjak kudengar sabda beliau ini, tidak
pernah lewat satu malam pun, melainkan aku sudah
mempunyai wasiat”.

{ ‫ال إِنَّ ُك ْم تَ ْقَرءُو َن َى ِذهِ ْاْليََة‬ َ َ‫ث َع ْن َعلِ ٍّي أَنَّوُ ق‬ ِ ‫اْلا ِر‬ ِ
َْ ‫َخبَ َرنَا ُس ْفيَا ُن َع ْن أَِِب إ ْس َح َق َع ْن‬ ُ ‫َحدَّثَنَا بُْن َد ٌار َحدَّثَنَا يَِز‬
ْ ‫يد بْ ُن َى ُارو َن أ‬
ِ ِ
‫ضى بِالدَّيْ ِن قَْب َل ال َْوصيَّة َوإِ َّن أ َْعيَا َن بَِِن ْاْلُ ِّم‬ ِ ِ ِ
َ ‫وصو َن ِبَا أ َْو َديْ ٍن } َوإِ َّن َر ُس‬ ٍِ ِ ِ
َ َ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم ق‬ َ ‫ول اللَّو‬ ُ ُ‫م ْن بَ ْعد َوصيَّة ت‬
‫َخبَ َرنَا َزَك ِريَّا بْ ُن‬ ُ ‫َخ ِيو ِْلَبِ ِيو َحدَّثَنَا بُْن َد ٌار َحدَّثَنَا يَِز‬
ْ ‫يد بْ ُن َى ُارو َن أ‬
ِ ‫ث أَخاه ِْلَبِ ِيو وأ ُِّم ِو دو َن أ‬
ُ َ ُ َ ُ ‫الر ُج ُل يَِر‬
َّ ‫ت‬ ِ ‫ي تَ وارثُو َن دو َن ب ِِن الْع ََّّل‬
َ َ ُ ََ َ
‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ِبِِثْلِ ِو‬ ‫الن‬ ‫ن‬ ‫ع‬ ‫ي‬ ِ‫ث عن عل‬ ِ ‫اْلا ِر‬
َ ِّ ْ َ ٍّ َ ْ َ َْ ْ َ َ َ ‫أَِِب َزائ َد َة َع ْن أَِِب إِ ْس‬
ِ
‫َِّب‬ ‫ن‬ ‫ع‬ ‫ق‬ ‫ح‬ ِ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Bundar; telah menceritakan kepada
kami Yazid bin Harun; telah mengabarkan kepada kami Sufyan dari Abu Ishaq
dari Al Harits dari 'Ali bahwasanya dia berkata; Sesungguhnya kalian telah
sering membaca ayat ini, "MIM BA'DI WASHIYYATIN TUUSHUUNA BIHAA AUW
DA`IN." setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dbayar)
utangnya) (QS. An Nisaa`: 12) Dan sesungguhnya Rasulullah  lebih dahulu
mengedepankan pembayaran hutang sebelum wasiat. Sesungguhnya saudara-
saudara kandung saling mewarisi lain halnya dengan saudara-saudara yang
tidak sekandung. Seorang laki-laki mewarisi saudaranya sebapak dan
seibuknya, namun saudaranya sebapak tidak demikian. Telah menceritakan
kepada kami Bundar; telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun; telah
mengabarkan kepada kami Zakariya bin Abu Zaidah dari Abu Ishaq dari Al
Harits dari 'Ali dari Nabi  sepertinya. Lihat dalam Ensiklopedi Hadits
Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom
Indonesia kitab Sunan Tirmidzi No 2020
150
Telah berlalu haditsnya

180 Al-Washaya (Wasiat)


Wismanto Abu Hasan

Hukumnya adalah sunnah dan tidak mesti wasiat


seputar harta saja, Dalam Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah
dijelaskan,
‫ إذا كان عنده مال كثْي يستحب أن يوصي بالثلث‬، ‫الوصية للميت مستحبة فيما ينفعو‬
‫ ولكن إذا أراد ذلك‬، ‫ وَّل َتب عليو‬، ‫ أو باْلمس ِف وجوه الرب وأعمال اْلْي‬، ‫أو بالربع‬
‫ينبغي أن يبادر ويكتبها‬
Artinya : Wasiat hukumnya mustahab/sunnah. Jika ia
mempunyai harta yang banyak, disunnahkan
berwasiat dengan sepertiga atau seperempat atau
seperlima (dari harta tersebut). Atau berwasiat untuk
mewujudkan kebaikan dan amal kebaikan. Hukumnya
tidak wajib akan tetapi jika ia berkehendak maka
sebaiknya ia bersegera menulisnya.” 151

Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata,


‫ أما إذا ما كان لو شيء يوصي فيو فإهنا َّل تشرع‬،‫إمنا تكتب إذا كان لو شيء يوصي فيو‬
‫لو‬
Artinya : Wasiat ditulis jika ia mempunyai sesuatu
untuk diwasiatkan adapun jika tidak ada maka tidak
diwajibkan baginya” 152

Tidak mesti berwasiat saat sakit keras/pengantar ajal


saja, Mungkin ada yang salah paham dalam hal ini, mungkin
pernah membaca firman Allah Ta’ala,

ِ ِ ِ ِ
َ ِ‫ت إِن تَ َرَك َخ ْْياً الْ َوصيَّةُ ل ْل َوال َديْ ِن َواْلقْ َرب‬
‫ْي‬ ُ ‫َح َد ُك ُم الْ َم ْو‬
َ ‫ضَر أ‬َ ‫ب َعلَْي ُك ْم إِ َذا َح‬ َ ‫ُكت‬
ِ ِ
َ ‫بِالْ َم ْعُروف َح ّقاً َعلَى الْ ُمتَّق‬
‫ْي‬
Artinya :“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di
antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia
meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-
bapak dan karib kerabatnya secara ma’ruf , (ini
adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”
(Q.S. Al-Baqarah, 2: 180)

151
Sumber:http://alifta.org/fatawa/fatawaDetails.aspx?View=Pag
e&PageID=3719&PageNo=1&BookID=5
152
Sumber: http://www.binbaz.org.sa/mat/13149

Al-Washaya (Wasiat) 181


Wismanto Abu Hasan

Maka maksudnya adalah wajib meninggalkan harta


yang cukup untuk ahli waris ketika meninggal, jika ia
memiliki harta dan tidak mewasiatkan kepada yang lain
sehingga kerabatnya terlantar.
ّ ‫رحمه‬
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di ‫للا‬
berkata,
‫ فعليو أن يوصي لوالديو وأقرب‬،‫ ماَّل] وىو املال الكثْي عرفا‬:‫وكان قد {تَ َرَك َخْي ًرا} [أي‬
‫ على قدر حالو من غْي سرف‬،‫الناس إليو باملعروف‬
Artinya :“Maksud “taraka khairan” adalah harta yaitu
harta yang cukup banyak menurut adat saat itu, dan
wajib baginya berwasiat bagi anak dan kerabatnya
dengan baik sesuai dengan keadaannya tanpa
berlebihan.”153

Imam An-Nawawi menukil perkataan Imam Asy-Syafi’I


ّ‫ رحمه للا‬,
‫ويستحب تعجيلها وأن يكتبها ِف صحتو ويشهد عليو فيها ويكتب فيها ما حيتاج إليو‬
‫فإن َتدد لو أمر حيتاج إَل الوصية بو أْلقو ِبا قالوا وَّل يكلف أن يكتب كل يوم‬
‫ُمقرات املعامَّلت وجزيئات اْلمور املتكررة وأما قولو صلى اهلل عليو وسلم ووصيتو‬
‫مكتوبة عنده فمعناه مكتوبة وقد أشهد‬

Artinya : Dianjurkan agar bergera menulis wasiat,


menulisnya ketika sehat dan dpersaksikan. Ia tulis
sesuai dengan yang dibutuhkan. Jika perkaranya
berubah maka ia perbarui wasiat tesebut sesuai
keadaan.”154

BERWASIAT KABAIKAN DAN TAKWA

Tidak mesti berwasiat mengenai harta, hutang, klaim


dan urusan-urusan dunia, tetapi yang lebih penting
berwasiat kepada kerabatnya agar bertakwa dan istiqamah

153
Taisir Karimir Rahmah hal. 85, Mu’assasah Risalah, cet. I, 1420 H,
syamilah
154
Syarh An-Nawawi lishahihi Muslim 11/75, Dar Ihya At-Turats, Beirut,
cet. II, 1392 H, Syamilah

182 Al-Washaya (Wasiat)


Wismanto Abu Hasan

dalam agama. Karena wasiat takwa adalah wasiat yang


paling mulia, wasiat yang menjamin kebahagiaan di dunia
dan di akhirat bagi orang yang berpegang teguh kepadanya.
Tentu lebih mengena jika kita berwasiat kepada
keluarga kita dengan tulisan,
“wahai anakku, bertakwalah kepada Allah, jangan
nakal ya, tetap semangat belajar dan jangan lupakan
akhirat”
“wahai istriku, bertakwalah kepada Allah dan
didiklah anak kita agar sukses di akhirat”
Atau wasiat semacamnya dengan kata-kata yang
menyentuh dan memberi semangat.
Begitu juga para ulama memberikan wasiat kepada
keluarganya semisal agar jangan mengangis berlebihan jika
saya meninggal, kubur saya jangan di bangun bangunan
dan jangan mengadakan peringatan kematian saya dan lain-
lainnya.

Al-Washaya (Wasiat) 183


BAB VIII
JINAYAT (PIDANA)

A. DEFENISI JINAYAT
Secara bahasa kata Jinaayaat adalah bentuk jamak
dari kata jinaayah yang berasal dari jinaa dzanba yajnihi
jinaayatan yang berarti melakukan dosa. Sekalipun isim
mashdar “kata dasar” kata jinaayah dijamakkan karena ia
mencakup banyak jenis perbuatan dosa. Kadang-kadang ia
mengenai jiwa dan anggota badan, baik disengaja ataupun
tidak.
Menurut istilah syar’i kata jinayah berarti menganiaya
badan sehingga pelakunya wajib dijatuhi hukuman qishash
atau membayar diyat.

B. ISLAM MENGHORMATI KEHORMATAN KAUM MUSLIMIN


Allah berfirman :
           

                

           
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan
janganlah kamu membunuh dirimu155; Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan
155
Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan
membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri
sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan.

184 Jinayat (Pidana)


Wismanto Abu Hasan

Barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak


dan aniaya, Maka Kami kelak akan memasukkannya
ke dalam neraka. yang demikian itu adalah mudah
bagi Allah. (Q.S. An Nisa’, 4 : 29-30)

           

    


Artinya : Dan Barangsiapa yang membunuh seorang
mukmin dengan sengaja Maka balasannya ialah
Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka
kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan
azab yang besar baginya. (Q.S. An-Nisa’, 4 : 93)
              

     


Artinya : oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum)
bagi Bani Israil, bahwa: Barangsiapa yang membunuh
seorang manusia, bukan karena orang itu
(membunuh) orang lain156, atau bukan karena
membuat kerusakan dimuka bumi, Maka seakan-akan
Dia telah membunuh manusia seluruhnya 157. (Q.S. Al
Maidah, 5 : 32)
ِّ ‫ال الش ِّْرُك بِاللَّ ِو َو‬
‫الس ْحُر َوقَ ْت ُل‬ َ َ‫ول اللَّ ِو َوَما ُى َّن ق‬َ ‫ات قَالُوا يَا َر ُس‬ ِ ‫السبع الْموبِ َق‬
ُ َ ْ َّ ‫اجتَنبُوا‬
ِ
ْ
‫ف‬ ‫ذ‬ْ ‫ق‬‫و‬ ‫ف‬ِ ‫ح‬‫الز‬
َّ ‫م‬ ‫و‬ ‫ي‬ ِّ
‫ِّل‬ ‫َّو‬
‫الت‬
ُ َ َ ْ َ ْ َ َ َ َ َ ُ ْ َ َ ِّ ُ ْ َ َ‫و‬ ‫م‬ِ ‫ي‬ِ‫ت‬ ‫ي‬ْ‫ل‬ ‫ا‬ ِ
‫ال‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ك‬َ
‫أ‬‫و‬ ‫ا‬ ‫ب‬
‫الر‬ ‫ل‬ ‫ك‬َ‫أ‬
‫و‬ ‫ق‬
ِّ ‫ْل‬
ْ ‫ا‬ِ‫ب‬ َّ
‫َّل‬ ِ‫إ‬ ‫و‬َّ
‫ل‬ ‫ال‬ ‫م‬‫ر‬ ‫ح‬ ِ
‫ِت‬َّ
‫ل‬ ‫ا‬ ِ
‫س‬ ‫ف‬ْ َّ‫الن‬
ُ َ َّ َ
‫ت‬ِ ‫ات الْغَافِ ََل‬ ِ َ‫ات الْم ْؤِمن‬
ِ َ‫الْمحصن‬
ُ َ ُْ
Artinya : "Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan".
Para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah itu?
Beliau bersabda: "Syirik kepada Allah, sihir,
membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali
dengan haq, memakan riba, makan harta anak yatim,
kabur dari medan peperangan dan menuduh seorang
wanita mu'min yang suci berbuat zina".158

156
Yakni: membunuh orang bukan karena qishaash.
157
Hukum ini bukanlah mengenai Bani Israil saja, tetapi juga mengenai
manusia seluruhnya. Allah memandang bahwa membunuh seseorang itu
adalah sebagai membunuh manusia seluruhnya, karena orang seorang itu
adalah anggota masyarakat dan karena membunuh seseorang berarti juga
membunuh keturunannya.
158
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :

Jinayat (Pidana) 185


Wismanto Abu Hasan

‫لََزَو ُال الدُّنْيَا أ َْى َو ُن َعلَى اللَّ ِو ِم ْن قَتْ ِل َر ُج ٍل ُم ْسلِ ٍم‬


Artinya : "Sungguh, hancurnya dunia bagi Allah lebih
ringan dari pada pembunuhan seorang muslim." 159

ِ ِ ٍ ٍ َ َ‫َحدَّثَنَا َعْب ُد ال َْع ِزي ِز بْ ُن َعْب ِد اللَّ ِو ق‬


ُ‫ال َح َّدثَِِن ُسلَْي َما ُن بْ ُن بََِلل َع ْن ثَ ْوِر بْ ِن َزيْد ال َْم َدِنِّ َع ْن أَِ ي الْغَْي َع ْن أَِ ي ُىَريَْرةَ َري َ اللَّو‬
ِّ ‫ال الش ِّْرُك بِاللَّ ِو َو‬
‫الس ْحُر َوقَ ْت ُل‬ َ َ‫ول اللَّ ِو َوَما ُى َّن ق‬ ِ ‫السبع الْموبَِق‬
َ ‫ات قَالُوا يَا َر ُس‬ ُ َ ْ َّ ‫اجتَنبُوا‬
ِ ‫ال‬ ِ
ْ َ َ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم ق‬ َ ‫َِّب‬ ِّ ِ‫َعْنوُ َع ْن الن‬
‫ات الْغَافِ ََل ِت‬
ِ َ‫ات الْم ْؤِمن‬
ُ
ِ ‫ف الْمحصَن‬
َ ْ ُ ُ ‫الز ْحف َوقَ ْذ‬
ِ َّ ‫الربا وأَ ْكل م ِال الْيتِي ِم والتَّوِِّّل ي وم‬
َ ْ َ َ َ َ َ ُ َ َِّ ‫اْلَ ِّق َوأَ ْك ُل‬ ْ ِ‫س الَِِّت َحَّرَم اللَّوُ إََِّّل ب‬ ِ ‫النَّ ْف‬
Artinya : Telah bercerita kepada kami 'Abdul 'Aziz bin 'Abdullah berkata telah
bercerita kepadaku Sulaiman bin Bilal dari Tsaur bin Zaid Al Madaniy dari Abu
'Al Ghoits dari Abu Hurairah  dari Nabi  bersabda: "Jauhilah tujuh perkara
yang membinasakan". Para sahabat bertanya: "Wahai Rasulullah, apakah itu?
Beliau bersabda: "Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan
oleh Allah kecuali dengan haq, memakan riba, makan harta anak yatim, kabur
dari medan peperangan dan menuduh seorang wanita mu'min yang suci
berbuat zina". Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam,
Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Shohih Bukhari
No 2560
159
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫ف َوَُُم َّم ُد بْ ُن َعْب ِد اللَّ ِو بْ ِن بَِزي ٍع قَ َاَّل َحدَّثَنَا ابْ ُن أَِ ي َع ِدي َع ْن ُش ْعبَةَ َع ْن يَ ْعلَى بْ ِن َعطَ ٍاء َع ْن‬ ٍ َ‫حدَّثَنَا أَبو سلَمةَ ََْيي بْن َخل‬
ُ َ ََ ُ َ
‫ال لََزَو ُال الدُّنَْيا أ َْى َو ُن َعلَى اللَّ ِو ِم ْن قَ ْت ِل َر ُج ٍل ُم ْسلِ ٍم َحدَّثَنَا َُُم َّم ُد‬ ‫ق‬ ‫م‬ َّ
‫ل‬ ‫س‬‫و‬ ِ
‫و‬
َ َ َ َ َ ََْ ُ‫ي‬ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫و‬ َّ
‫ل‬ ‫ال‬ ‫ى‬ َّ
‫ل‬ ‫ص‬
َ َّ ِ
‫َِّب‬‫الن‬ َّ
‫َن‬ ‫أ‬ ‫و‬ ٍ
‫ر‬ ‫م‬ ‫ع‬
َْ ْ ِ
‫ن‬ ‫ب‬ ِ
‫و‬ َّ
‫ل‬ ‫ال‬ ِ
‫د‬ ‫ب‬‫ع‬ ‫ن‬ ‫ع‬ ِ
َْ ْ َ ِ‫أَب‬
‫يو‬
‫ال أَبُو‬ ِ ِ ِ ٍ
َ َ‫بْ ُن بَشَّا ٍر َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن َج ْع َف ٍر َحدَّثَنَا ُش ْعبَةُ َع ْن يَ ْعلَى بْ ِن َعطَاء َع ْن أَبِيو َع ْن َعْبد اللَّو بْ ِن َع ْم ٍرو ََْن َوهُ َوَلْ يَْرفَ ْعوُ ق‬
ِ ٍ ِ‫اس وأَِ ي سع‬ ٍ َ َ‫َص ُّح ِم ْن َح ِدي ِ ابْ ِن أَِ ي َع ِدي ق‬ ِ
‫يد َوأَِ ي ُىَريَْرةَ َو ُع ْقبَةَ بْ ِن َعام ٍر‬ َ َ ٍ َّ‫ال َوِف الْبَاب َع ْن َس ْعد َوابْ ِن َعب‬ َ ‫يسى َوَى َذا أ‬ َ ‫ع‬
‫يسى َح ِدي ُ َعْب ِد اللَّ ِو بْ ِن َع ْم ٍرو َى َك َذا َرَواهُ ابْ ُن أَِ ي َع ِدي َع ْن ُش ْعبَةَ َع ْن يَ ْعلَى بْ ِن َعطَ ٍاء َع ْن‬ ِ
َ ‫ال أَبُو ع‬ َ َ‫ود َوبَُريْ َد َة ق‬ٍ ‫واب ِن مسع‬
ُْ َ َْ
‫اح ٍد َع ْن ُش ْعبَةَ َع ْن يَ ْعلَى بْ ِن َعطَ ٍاء‬ ِ ‫أَبِ ِيو عن عب ِد اللَّ ِو ب ِن عم ٍرو عن النَِِّب صلَّى اللَّو علَي ِو وسلَّم وروى ُُم َّم ُد بن جع َف ٍر و َغي ر و‬
َ ُ ْ َ ْ َ ُ ْ َ َََ َ َ َ ْ َ ُ َ ِّ ْ َ ْ َ ْ َْ ْ َ
ِ ُ‫اْلَ ِدي ِ ال َْم ْرف‬
‫وع‬ ْ ‫َص ُّح ِم ْن‬ ٍ ِ ِ
َ َ َ ً ُ ْ َ َ ْ ْ َ ْ َ ْ ُ َ ُ َ َ َ َ ُ‫فَلَ ْم يَ ْرفَ ْعو‬
‫أ‬ ‫ا‬‫ذ‬َ ‫ى‬‫و‬ ‫ا‬‫ف‬ ‫و‬ ‫ق‬‫و‬‫م‬ ‫اء‬َ‫ط‬ ‫ع‬ ‫ن‬ ‫ب‬ ‫ى‬ ‫ل‬
َ ‫ع‬ ‫ي‬ ‫ن‬ ‫ع‬ ‫ي‬
ُّ ‫ر‬ ‫َّو‬
‫الث‬ ‫ن‬ ‫ا‬ ‫ي‬‫ف‬ْ ‫س‬ ‫ى‬ ‫و‬‫ر‬ ‫ا‬ ‫ذ‬
َ ‫ك‬َ ‫ى‬‫و‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abu Salamah Yahya bin Khalaf dan
Muhammad bin Abdullah bin Bazi' keduanya berkata; Telah menceritakan
kepada kami Ibnu Abu 'Adi dari Syu'bah dari Ya'la bin 'Atha` dari ayahnya dari
Abdullah bin Amr bahwa Nabi  bersabda: "Sungguh, hancurnya dunia bagi
Allah lebih ringan dari pada pembunuhan seorang muslim." Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar telah menceritakan
kepada kami Muhammad bin Ja'far telah menceritakan kepada kami Syu'bah
dari Ya'la bin 'Atha` dari ayahnya dari Abdullah bin Amru seperti itu namun ia
tidak memarfu'kannya. Abu 'Isa berkata; Hadits ini lebih shahih dari Hadits
Ibnu Abu 'Adi. Ia mengatakan; Dalam hal ini ada hadits serupa dari Sa'd, Ibnu
Abbas, Abu Sa'id Abu Hurairah, Uqbah bin Amir, Ibnu Mas'ud dan Buraidah.
Abu 'Isa berkata; Hadits Abdullah bin Amru adalah seperti ini, Ibnu Abu Adi
meriwayatkannya dari Syu'bah dari Ya'la bin 'Atha` dari ayahnya dari Abdullah
bin Amr dari Nabi . Muhammad bin Ja'far dan lainnya juga meriwayatkan dari
Syu'bah dari Ya'la bin 'Atha` namun ia tidak memarfu'kannya. Demikian juga
Sufyan Ats Tsauri meriwayatkan dari Ya'la bin 'Atha` secara mauquf dan riwayat
ini lebih shahih dari pada hadits yang marfu'. Lihat dalam Ensiklopedi Hadits
Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom
Indonesia kitab Sunan Tirmidzi No 1315

186 Jinayat (Pidana)


Wismanto Abu Hasan

‫ص ٌن فَيُ ْر َج ُم َوَر ُج ٌل يَ ْقتُ ُل ُم ْسلِ ًما‬ ٍ ٍ ‫ث ِخ‬


َ ُْ‫صال َزان ُم‬ َ
ِ ‫ََّل ََِي ُّل قَتْل مسلِ ٍم إََِّّل ِف إِح َدى ثَََل‬
ْ ُُْ
‫ب أ َْو‬ َّ َّ ِ ِ ِ ِ
ُ َ ُ ْ ُ َ ْ َُ ُ ُ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َ َُ ْ ْ ُ َُْ ‫ُمتَ َع ِّم ًدا َوَر ُج ٌل‬
‫ل‬ ‫ص‬ ‫ي‬ ‫َو‬‫أ‬ ‫ل‬ ‫ت‬ ‫ق‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ‫و‬ ‫ل‬
َ‫و‬ ‫س‬ ‫ر‬‫و‬ ‫ل‬ ‫ج‬ ‫و‬ ‫ز‬
َّ ‫ع‬ ‫و‬ ‫ل‬ ‫ال‬ ‫ب‬‫ر‬ ‫ا‬ ‫ح‬ ‫ي‬ ‫ف‬ ‫م‬ ‫َل‬
َ ‫س‬ ‫اْل‬
ْ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ج‬‫ر‬ ‫َي‬
‫ض‬ِ ‫يُنْ َفى ِم ْن ْاْل َْر‬
Artinya : "Tidak halal membunuh seorang muslim
kecuali dengan tiga sifat; seorang pezina yang telah
menikah, maka dia dirajam, seseorang yang
membunuh orang muslim secara sengaja dan
seseorang yang keluar dari Islam lalu memerangi Allah
 dan RasulNya, maka dia dibunuh, atau disalib, atau
disingkirkan dari negeri."160
‫ِّم ِاء‬ ِ ِ
َ ‫َّاس يَ ْوَم الْقيَ َامة ِف الد‬
ِ ‫ْي الن‬
َ ْ َ‫ضى ب‬
َ ‫أ ََّو ُل َما يُ ْق‬
Artinya : "Perkara yang pertama kali diadili pada
manusia di hari Kiamat kelak adalah masalah
pembunuhan."161

160
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫يم َع ْن َعْب ِد ال َْع ِزي ِز بْ ِن ُرفَْي ٍع َع ْن ُعبَ ْي ِد بْ ِن ُع َم ٍْْي َع ْن‬ ِ ِ
ُ ‫ال َح َّدثَِِن إبَْراى‬ َ َ‫ال َح َّدثَِِن أَِ ي ق‬ َ َ‫ص بْ ِن َعْب ِد اللَّ ِو ق‬ِ ‫َْحَ ُد بْ ُن َح ْف‬
ْ ‫َخبَ َرنَا أ‬ْ‫أ‬
ٍ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
‫ص ٌن‬َ ‫صال َزان ُُْم‬ َ ‫ال ََّل ََي ُّل قَْت ُل ُم ْسل ٍم إََِّّل ِف إِ ْح َدى ثَََلث خ‬ َ َ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم أَنَّوُ ق‬
َ ‫ْي َع ْن َر ُسول اللَّو‬ َ ‫َعائ َشةَ أ ُِّم ال ُْم ْؤمن‬
ِ
‫ب أ َْو يُْن َفى م ْن‬ َّ َّ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ ‫صل‬ َ ُ‫ب اللوَ َعَّز َو َج َّل َوَر ُسولَوُ فَيُ ْقتَ ُل أ َْو ي‬ُ ‫فَيُ ْر َج ُم َوَر ُج ٌل يَ ْقتُ ُل ُم ْسل ًما ُمتَ َع ِّم ًدا َوَر ُج ٌل َيَُْر ُج م ْن ْاْل ْس ََلم فَيُ َحار‬
‫ض‬ِ ‫ْاْل َْر‬
Artinya : Telah mengabarkan kepada kami Ahmad bin Hafsh bin Abdullah telah
menceritakan kepadaku ayahku telah menceritakan kepadaku Ibrahim dari
Abdul Aziz bin Rufai' dari 'Ubaid bin 'Umair dari 'Aisyah, Ummul mukminin dari
Rasulullah  bahwa beliau bersabda: "Tidak halal membunuh seorang muslim
kecuali dengan tiga sifat; seorang pezina yang telah menikah, maka dia
dirajam, seseorang yang membunuh orang muslim secara sengaja dan
seseorang yang keluar dari Islam lalu memerangi Allah  dan RasulNya, maka
dia dibunuh, atau disalib, atau disingkirkan dari negeri." Lihat dalam
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama
dengan telkom Indonesia kitab Sunan Nasa'i No 4662
161
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫ش َع ْن َش ِق ٍيق َع ْن َعْب ِد اللَّ ِو‬
ُ ‫َع َم‬
ْ ‫يع َحدَّثََنا ْاْل‬ ِ ٍ ِ ِ ِ
ٌ ‫َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بْ ُن َعْبد اللَّو بْ ِن ُنٍَُْْي َو َعل ُّ بْ ُن ُُمَ َّمد َوُُمَ َّم ُد بْ ُن بَشَّا ٍر قَالُوا َحدَّثَنَا َوك‬
‫ِّم ِاء‬ ِ ِ
َ ‫َّاس يَ ْوَم الْقيَ َامة ِف الد‬
ِ ‫ْي الن‬ َ ْ َ‫ضى ب‬
ِ
َ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم أ ََّو ُل َما يُ ْق‬
ِ ُ ‫ال رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ ُ َ َ َ‫ال ق‬ َ َ‫ق‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin
Numair dan Ali bin Muhammad dan Muhammad bin Basyar, semuanya berkata;
telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami
Al'A'masy dari Syaqiq dari Abdullah, Ia berkata; Rasulullah  bersabda:
"Perkara yang pertama kali diadili pada manusia di hari Kiamat kelak adalah
masalah pembunuhan." Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9
imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Sunan
Ibnu Majah No 2605

Jinayat (Pidana) 187


Wismanto Abu Hasan

C. HARAM BUNUH DIRI


‫َّم يَتَ َرَّدى فِ ِيو َخالِ ًدا ُُمَلَّ ًدا فِ َيها أَبَ ًدا‬ ِ ِ ِ
َ ‫َم ْن تَ َرَّدى م ْن َجبَ ٍل فَ َقتَ َل نَ ْف َسوُ فَ ُه َو ف نَار َج َهن‬
Artinya : "Barangsiapa menjatuhkan diri dari gunung,
hingga membunuh jiwanya (bunuh diri), maka ia akan
jatuh ke neraka jahannam, ia kekal serta abadi di
dalamnya selama-lamanya.162
‫َّم َخالِ ًدا ُُمَلَّ ًدا فِ َيها أَبَ ًدا‬ ِ ِ ِِ ِ
َ ‫َوَم ْن ََتَ َّسى ُُسِّا فَ َقتَ َل نَ ْف َسوُ فَ ُس ُّموُ ف يَده يَتَ َح َّساهُ ف نَار َج َهن‬
Artinya : Barangsiapa menegak racun, hingga
meninggal dunia, maka racun tersebut akan berada di
tangannya, dan ia akan menegaknya di neraka
jahannam, ia kekal serta abadi di dalamnya selama-
lamanya.
‫َّم َخالِ ًدا ُُمَلَّ ًدا فِ َيها‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َ ‫يدةٍ فَ َح ِد‬
َ ‫يدتُوُ ف يَده ََيَأُ ِبَا ف بَطْنو ف نَار َج َهن‬ َ ‫َوَم ْن قَتَ َل نَ ْف َسوُ ِِبَ ِد‬
‫أَبَ ًدا‬
Artinya : Dan barang siapa bunuh diri dengan
(menusuk dirinya dengan) besi, maka besi itu akan
ada di tangannya, dengannya ia akan menghujamkan
ke perutnya di neraka jahannam, ia kekal dan abadi di
dalamnya selama-lamanya.

162
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
ِ ِ ْ ‫اب حدَّثَنَا خالِ ُد بن‬ ِ ِ ِ
‫ِّث َع ْن أَِ ي ُىَريَْرَة‬
ُ ‫ت ذَ ْك َوا َن ََُيد‬ُ ‫اْلَا ِرث َحدَّثَنَا ُش ْعبَةُ َع ْن ُسلَْي َما َن قَا َل َُس ْع‬ ُْ َ َ ‫َحدَّثَنَا َعْب ُد اللَّو بْ ُن َعْبد ال َْوَّى‬
‫َّم يَتَ َردَّى فِ ِيو َخالِ ًدا‬ ِ ِ ِ
َ ‫ال َم ْن تََردَّى م ْن َجبَ ٍل فَ َقتَ َل نَ ْف َسوُ فَ ُه َو ف نَار َج َهن‬ َ َ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ق‬ ِ
ِّ ِ‫َري َ اللَّوُ َعْنوُ َع ْن الن‬
َ ‫َِّب‬
ِ ِ ‫ُمَُلَّدا فِيها أَبدا ومن ََت َّسى ُُسِّا فَ َقتل نَ ْفسو فَس ُّمو ِف ي ِدهِ ي تح َّساه ِف نَا ِر جهن‬
ُ‫َّم َخال ًدا ُمَُلَّ ًدا ف َيها أَبَ ًدا َوَم ْن قَتَ َل نَ ْف َسو‬
َ ََ ُ َ ََ َ ُ ُ ُ َ َ َ َ ْ َ َ ًَ َ ً
‫َّم َخالِ ًدا ُمَُلَّ ًدا فِ َيها أَبَ ًدا‬
‫ن‬ ‫ه‬ ‫ج‬
َ ََ َ
ِ
‫ر‬ ‫ا‬ ‫ن‬ ‫ف‬ ِ ِ
‫و‬ ِ
‫ن‬ ْ َ َ ََ ‫ِِبَ ِد َيدةٍ فَ َح ِد َيدتُوُ ِف يَ ِد‬
‫ط‬ ‫ب‬ ‫ف‬ ِ ‫ا‬ ِ
‫ِب‬ ُ
‫أ‬ ‫َي‬ ِ
‫ه‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Abdul Wahhab telah
menceritakan kepada kami Khalid bin Al Harits telah menceritakan kepada
kami Syu'bah dari Sulaiman dia berkata; saya mendengar Dzakwan
menceritakan dari Abu Hurairah  dari Nabi  beliau bersabda: "Barangsiapa
menjatuhkan diri dari gunung, hingga membunuh jiwanya (bunuh diri), maka
ia akan jatuh ke neraka jahannam, ia kekal serta abadi di dalamnya selama-
lamanya. Barangsiapa menegak racun, hingga meninggal dunia, maka racun
tersebut akan berada di tangannya, dan ia akan menegaknya di neraka
jahannam, ia kekal serta abadi di dalamnya selama-lamanya. Dan barang siapa
bunuh diri dengan (menusuk dirinya dengan) besi, maka besi itu akan ada di
tangannya, dengannya ia akan menghujamkan ke perutnya di neraka
jahannam, ia kekal dan abadi di dalamnya selama-lamanya." Lihat dalam
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama
dengan telkom Indonesia kitab Shohih Bukhari No 5333

188 Jinayat (Pidana)


Wismanto Abu Hasan

D. HAL-HAL YANG MEMBOLEHKAN MELAKUKAN PEMBUNUHAN


Membunuh adalah perkara yang dilarang oleh Allah ,
pelakunya diancam dengan ancaman yang besar, yakni
dilemparkan kedalam neraka. Akan tetapi, jika memang
harus membunuh, maka Allah dan rasul-Nya memberikan
acuan kepada kita bahwa membunuh dibolehkan dalam
beberapa hal, diantaranya :
              

         


Artinya : dan janganlah kamu membunuh jiwa yang
diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan
suatu (alasan) yang benar 163. dan Barangsiapa
dibunuh secara zalim, Maka Sesungguhnya Kami telah
memberi kekuasaan164 kepada ahli warisnya, tetapi
janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam
membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang
mendapat pertolongan.
ِ ِ ُ ‫ُُم َّم ًدا رس‬ ‫َّاس َح ََّّت يَ ْش َه ُدوا أَ ْن ََّل إِلَوَ إََِّّل‬ ِ ِ
ُ ‫ول اللَّو َويُق‬
‫يموا‬ َُ َ ‫اللَّوُ َوأ ََّن‬ َ ‫ت أَ ْن أُقَات َل الن‬ ُ ‫أُم ْر‬
ِْ ‫َوأ َْموا ََلُ ْم إََِّّل ِِبَ ِّق‬
‫اْل ْس ََلِم‬ ‫ِد َماءَ ُى ْم‬ ‫ص ُموا ِم ِِّن‬ ِ
َ َ ‫ك َع‬ َ ‫الزَكا َة فَِإ َذا فَ َعلُوا َذل‬
َّ ‫الص ََل َة َويُ ْؤتُوا‬
َّ
ِ‫و ِحساب هم علَى اللَّو‬
َ ْ ُُ َ َ
Artinya : "Aku diperintahkan untuk memerangi
manusia hingga mereka bersaksi; tidak ada ilah
kecuali Allah dan bahwa sesungguhnya Muhammad
adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan
zakat. Jika mereka lakukan yang demikian maka

163
Maksudnya yang dibenarkan oleh syara' seperti qishash membunuh
orang murtad, rajam dan sebagainya.
164
Maksudnya: kekuasaan di sini ialah hal ahli waris yang terbunuh atau
Penguasa untuk menuntut kisas atau menerima diat. qishaash ialah
mengambil pembalasan yang sama. qishaash itu tidak dilakukan, bila yang
membunuh mendapat kema'afan dari ahli waris yang terbunuh Yaitu dengan
membayar diat (ganti rugi) yang wajar. pembayaran diat diminta dengan baik,
umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh, dan yang membunuh
hendaklah membayarnya dengan baik, umpamanya tidak menangguh-
nangguhkannya. bila ahli waris si korban sesudah Tuhan menjelaskan hukum-
hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh, atau membunuh si
pembunuh setelah menerima diat, Maka terhadapnya di dunia diambil
qishaash dan di akhirat Dia mendapat siksa yang pedih. diat ialah pembayaran
sejumlah harta karena sesuatu tindak pidana terhadap sesuatu jiwa atau
anggota badan.

Jinayat (Pidana) 189


Wismanto Abu Hasan

mereka telah memelihara darah dan harta mereka


dariku kecuali dengan haq Islam dan perhitungan
mereka ada pada Allah"165

Yang dimaksud dengan caya yang haq, adalah yang


yang dibenarkan oleh Allah  sebagaimana dijelaskan
dalam sabda Rasulullah  berikut ini :
‫ص ٌن فَ ُرِج َم أ َْو َر ُج ٌل قَتَ َل‬ ٍ ِ ٍ
َ ‫ََّل ََي ُّل َد ُم ْام ِرئ ُم ْسل ٍم إََِّّل ِف إِ ْح َدى ثَََلث َر ُج ٌل َز ََن َوُى َو ُُْم‬
ِ
‫س أ َْو َر ُج ٌل ْارتَ َّد بَ ْع َد إِ ْس ََل ِم ِو‬
ٍ ‫نَ ْف ًسا بِغَ ِْْي نَ ْف‬
Artinya : "Tidaklah halal darah seorang muslim,
kecuali pada salah satu dari tiga hal: seseorang yang
berzina dan ia (telah menikah), maka ia harus
dirajam. seseorang yang membunuh orang lain tanpa
hak, atau seseorang yang murtad setelah ia memeluk
Islam.' "166

165
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫ت‬ ِ َ َ‫ال ح َّدثََنا ُشعبةُ عن واقِ ِد ب ِن ُُم َّم ٍد ق‬ ِ ْ ‫ال حدَّثَنَا أَبو رو ٍح‬ ُّ ‫َحدَّثَنَا َعْب ُد اللَّ ِو بْ ُن ُُمَ َّم ٍد ال ُْم ْسنَ ِد‬
ُ ‫ال َُس ْع‬ َ ْ َ ْ َ َْ َ َ َ‫اْلََرم ُّ بْ ُن ُع َم َارَة ق‬ َْ ُ َ َ َ‫ي ق‬
َّ ‫َّاس َح ََّّت يَ ْش َه ُدوا أَ ْن ََّل إِلَوَ إََِّّل اللَّوُ َوأ‬ ِ ِ ِ
َ َ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم ق‬ ِ
‫َن‬ َ ‫ت أَ ْن أُقَات َل الن‬ ُ ‫ال أُم ْر‬ َ ‫ول اللَّو‬ َ ‫َن َر ُس‬ َّ ‫ِّث َع ْن ابْ ِن ُع َمَر أ‬ ُ ‫أَِ ي َُيَد‬
ِ ِ
‫اْل ْس ََلم َوح َسابُ ُه ْم َعلَى‬ ِ َِّ ِ ِ
ِْ ‫ص ُموا م ِِّن د َماءَ ُى ْم َوأ َْموا ََلُ ْم إَّل َِب ِّق‬ ِ ِ َّ ‫الص ََلةَ َويُ ْؤتُوا‬ ِ ِ َّ
َ َ ‫ك َع‬ َ ‫الزَكاةَ فَإ َذا فَ َعلُوا ذَل‬ َّ ‫يموا‬ ُ ‫ول اللو َويُق‬ ُ ‫ُُمَ َّم ًدا َر ُس‬
‫اللَّ ِو‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad Al
Musnadi dia berkata, Telah menceritakan kepada kami Abu Rauh Al Harami
bin Umarah berkata, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Waqid bin
Muhammad berkata; aku mendengar bapakku menceritakan dari Ibnu Umar,
bahwa Rasulullah  telah bersabda: "Aku diperintahkan untuk memerangi
manusia hingga mereka bersaksi; tidak ada ilah kecuali Allah dan bahwa
sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat,
menunaikan zakat. Jika mereka lakukan yang demikian maka mereka telah
memelihara darah dan harta mereka dariku kecuali dengan haq Islam dan
perhitungan mereka ada pada Allah" Lihat dalam Ensiklopedi Hadits
Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom
Indonesia kitab Shohih Bukhari no 24
166
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
ٍ ‫يد َعن أَِ ي أُمامةَ بْ ِن س ْه ِل بْ ِن حنَ ْي‬ ٍِ ٍ
‫ف‬ َ ‫َن ُعثْ َما َن بْ َن َعفَّا َن أَ ْشَر‬ َّ ‫ف أ‬ ُ َ ََ ْ ‫اد بْ ُن َزيْد َع ْن ََْي َي بْ ِن َسع‬ ُ َّ‫َْحَ ُد بْ ُن َعْب َد َة أَنْبَأَنَا َْح‬
ْ ‫َحدَّثَنَا أ‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
َ ‫َعلَْي ِه ْم فَ َسم َع ُه ْم َوُى ْم يَ ْذ ُكُرو َن الْ َقْت َل فَ َق‬
‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم‬َ ‫ول اللَّو‬ َ ‫ت َر ُس‬ ُ ‫اع ُد ِون بالْ َقْت ِل فَل َم يَ ْقتُلُ ِون َوقَ ْد َُس ْع‬َ ‫َّه ْم لَيَتَ َو‬
ُ ‫ال إن‬
‫س أ َْو َر ُج ٌل ْارتَ َّد‬ٍ ‫ص ٌن فَ ُرِج َم أ َْو َر ُج ٌل قَتَل نَ ْف ًسا بِغَ ِْْي نَ ْف‬ ٍ ِ ٍ
َ ‫ول ََّل ََي ُّل َدمُ ْام ِرئ ُم ْسل ٍم إََِّّل ِف إِ ْح َدى ثَََلث َر ُج ٌل َز ََن َوُى َو ُُْم‬
ِ ُ ‫ي ُق‬
َ
َ
‫ت‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫َس‬‫أ‬ ‫ذ‬‫ن‬ ‫م‬ ‫ت‬ ‫د‬ ‫د‬ ‫ت‬
‫ار‬ ‫َّل‬
‫و‬ ‫ة‬ ‫م‬ ِ
‫ل‬ ‫س‬ ‫م‬ ‫ا‬‫س‬ ‫ف‬ ‫ن‬ ‫ت‬ ‫ل‬ ‫ت‬ ‫ق‬ ‫َّل‬
‫و‬ ٍ
‫م‬ ‫َل‬ ‫س‬ ِ
‫إ‬ ‫ف‬ ِ ‫َّل‬ ٍ ِ ِ ِ
ََ َّ َ ُ ََْ َ َ َ َ ْ َ ْ َ‫ب‬
‫و‬ ‫ة‬ ‫ي‬‫ل‬ ‫اى‬ ‫ج‬ ‫ف‬ ‫ت‬ ‫ي‬ ‫ن‬
‫ز‬ ‫ا‬ ‫م‬ ِ
‫و‬ َّ
‫ل‬ ‫ال‬
‫و‬ ‫ف‬ ِ
‫و‬ ِ
‫م‬ ‫َل‬ ‫س‬ ِ
‫إ‬ ‫د‬ ‫ع‬
ُ ْ َ ْ ُ ْ ُ ُ ْ َ َ ْ َ َ ً َ ْ ُ ً ْ َ ُ ْ َ َ ََ َ ْ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Abdah, telah
memberitakan kepada kami Hammad bin Zaid dari Yahya bin Sa'id dari Abu
Umamah bin Sahal bin Hunaif bahwa Utsman bin Affan suatu ketika
memimpin sebuah rombongan. Lalu Utsman mendengar bahwa mereka

190 Jinayat (Pidana)


Wismanto Abu Hasan

E. KLASIFIKASI PEMBUNUHAN
Kalau mau diklasifikasi, maka pembunuhan itu secara
hukum terbagi kepada tiga macam, yaitu :
1. Pembunuhan dengan sengaja
Yang dimaksud Pembunuhan dengan sengaja ialah
seorang mukallaf (dewasa) secara sengaja (dan
direncanakan) membunuh orang yang terlindungi
darahnya (tidak bersalah) dengan dasar dugaan kuat
bahwa dia harus dibunuh olehnya.
2. Pembunuhan yang mirip dengan sengaja
Yang dimaksud Pembunuhan yang mirip dengan
sengaja ialah seorang mukallaf yangbermaksud hendak
memukulnya, yang secara kebiasaan tidak dimaksudkan
untuk membunuh namun ternyata orang yang dipukul
mati atau terbunuh.
3. Pembunuhan yang keliru
Yang dimaksud Pembunuhan yang keliru ialah
seorang mukallaf melakukan perbuatan yang mubah
baginya, seperti memanah atau menembak binatang
buruan, ternyata anak panahnya atau peluru senapannya
nyasar dan mengenai orang lain hingga meninggal dunia.

F. AKIBAT HUKUM YANG MESTI DIEMBAN PELAKU


PEMBUNUHAN
Berdasarkan klasifikasi pembunuhan diatas, maka jika
terjadi pembunuhan terhadap seseorang, akan muncul pula
akibat hukum yang timbul karenanya.

membicarakan masalah pembunuhan. Utsman bin Affan berkata; "Mereka


mengancam akan membunuhku! Mengapa mereka ingin membunuhku?
Padahal aku mendengar Rasulullah  bersabda: "Tidaklah halal darah seorang
muslim, kecuali pada salah satu dari tiga hal: seseorang yang berzina dan ia
(telah menikah), maka ia harus dirajam. seseorang yang membunuh orang lain
tanpa hak, atau seseorang yang murtad setelah ia memeluk Islam.' Demi Allah
aku tidak pernah berzina baik masa jahiliyah maupun Islam, aku juga tidak
pernah membunuh seorang muslim dan aku tidak pernah murtad setelah aku
memeluk Islam." Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam,
Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Sunan Ibnu Majah
No 2524

Jinayat (Pidana) 191


Wismanto Abu Hasan

Untuk kasus pembunuhan yang disengaja seperti yang


dijelaskan pada point satu, maka pihak wali dari siterbunuh
atau korban diberi dua alternatif pilihan, menuntut hukum
qishash atau memaafkan dengan mendapatkan imbalan
diyat. Dalilnya adalah :
             

              

            
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan
atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang
yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka,
hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita.
Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan
dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan)
mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah
(yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang
memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang
demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan
kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui
batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat
pedih167. (Q.S. Al Baqarah, 2 : 178)

‫اْلِيَا ِر إِ ْن َشاءُوا قَتَ لُوا َوإِ ْن َشاءُوا َع َف ْوا َولَ ْو َكا َن الْ َقْت ُل‬ ِ ُ‫من قُتِل متَ ع َّم ًدا فَأَولِياء الْم ْقت‬
ْ ِ‫ول ب‬ َ ُ َْ َ ُ َ َْ
‫ب‬َ ‫ُك ْفًرا لََو َج‬
Artinya : 'Barangsiapa yang dibunuh secara sengaja
maka para wali orang yang terbunuh berhak memilih,
jika mereka berkehendak, maka mereka (berhak)
membunuh (menuntut qishash), dan jika mereka
berkehendak maka mereka (berhak) memaafkan.'

167
Qishaash ialah mengambil pembalasan yang sama. qishaash itu
tidak dilakukan, bila yang membunuh mendapat kema'afan dari ahli waris yang
terbunuh Yaitu dengan membayar diat (ganti rugi) yang wajar. pembayaran diat
diminta dengan baik, umpamanya dengan tidak mendesak yang membunuh,
dan yang membunuh hendaklah membayarnya dengan baik, umpamanya tidak
menangguh-nangguhkannya. bila ahli waris si korban sesudah Tuhan
menjelaskan hukum-hukum ini, membunuh yang bukan si pembunuh, atau
membunuh si pembunuh setelah menerima diat, Maka terhadapnya di dunia
diambil qishaash dan di akhirat Dia mendapat siksa yang pedih.

192 Jinayat (Pidana)


Wismanto Abu Hasan

Kalau seandainya membunuh itu suatu kekufuran


niscaya wajib (qishash).168
    
Artinya : Dan apabila kamu memaafkan, maka itu
lebih dekat kepada takwa. (Q.S. Al Baqarah, 2 : 237)

G. SYARAT WAJIBNYA HUKUM QISHAS


Qishash tidak boleh dilaksanakan kecuali terpenuhi
beberapa syarat, yaitu :
1. Sipembunuh haruslah orang yang mukallaf (dewasa),
sehingga anak-anak, orang gila, dan orang yang tidur
tidak terkena hukum qishash. Dalilnya adalah :
ِ ُ‫الصغِ ِْي ح ََّّت يكْب ر وعن الْمجن‬
‫ون‬ ْ َ ْ َ َ َ ُ َ َ َّ ‫ظ َو َع ْن‬ َ ‫ث َع ْن النَّائِ ِم َح ََّّت يَ ْستَيْ ِق‬
ٍ ‫رفِع الْ َقلَم عن ثَََل‬
َْ ُ َ ُ
‫يق‬ ِ ِ
َ ‫َح ََّّت يَ ْعق َل أ َْو يُف‬
Artinya : "Diangkat pena dari tiga orang, yaitu orang
yang tidur hingga ia bangun, dari anak kecil hingga

168
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫صلَّى‬ ِ ُ ‫ال رس‬ ٍ ‫حدَّثَنَا َُْممود بن َغي ََل َن حدَّثَنَا وكِيع عن س ْفيا َن عن زب ي ٍد عن أَِ ي وائِ ٍل عن عب ِد اللَّ ِو ب ِن مسع‬
َ ‫ول اللَّو‬ ُ َ َ َ‫ال ق‬ َ َ‫ود ق‬ ُْ َ ْ َْ ْ َ َ ْ َ َُْ ْ َ َ ُ ْ َ ٌ َ َ ْ ُ ْ ُ ُ َ
ِ ِ
‫اْلَدي ِ قتَالُوُ ُك ْفٌر‬
ْ ‫يح َوَم ْع ََن َى َذا‬ ‫ح‬ِ ‫ال أَبو ِعيسى ى َذا ح ِدي ٌ حسن ص‬ ِ ِ ِ ِ َّ ِ َّ
ٌ َ ٌَ َ َ َ َ ُ َ ٌ ْ ُ ُ َ َ ُ ُ ْ ُ ُ َ َ َ َ ْ َ ُ ‫ال‬
َ ‫ق‬ ‫ر‬ ‫ف‬ ‫ك‬ ‫و‬‫ل‬
ُ ‫ا‬‫ت‬ ‫ق‬‫و‬ ‫وق‬
ٌ ‫س‬ ‫ف‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫س‬ ‫ْم‬‫ل‬ ‫ا‬ ‫اب‬ ‫ب‬ ‫س‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫س‬‫و‬ ‫و‬ ‫ي‬‫ل‬
َ ‫ع‬ ‫و‬‫ل‬
ِ‫ال من قُتِل متَ ع َّم ًدا فَأَولِياء الْم ْقتُول‬ ِ ِ
َ ‫اْلُ َّجةُ ِف ذَل‬ ْ ‫س بِِو ُك ْفًرا ِمثْ َل ِاَّل ْرتِ َد ِاد َو‬
َ ُ َْ َ ُ َ ْ َ َ َ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم أَنَّوُ ق‬ ِّ ِ‫ي َع ْن الن‬
َ ‫َِّب‬ َ ‫ك َما ُرِو‬ َ ‫لَْي‬
ِ ٍ ِ ِ ٍ ٍ ٍ ِ
‫ي َع ْن ابْن َعبَّاس َوطَ ُاوس َو َعطَاء َو َغ ْْي َواحد م ْن‬ ِ ِ ِ ِ ِْ ِ‫ب‬
َ ‫ب َوقَ ْد ُرو‬ َ ‫اْليَار إ ْن َشاءُوا قَتَ لُوا َوإ ْن َشاءُوا َع َف ْوا َولَ ْو َكا َن الْ َقْت ُل ُك ْفًرا لََو َج‬
ٍ ‫وق دو َن فُس‬ ٍ ِِ
‫وق‬ ُ ُ ٌ ‫أ َْى ِل الْع ْلم قَالُوا ُك ْفٌر ُدو َن ُك ْفر َوفُ ُس‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Mahmud bin Ghailan telah
menceritakan kepada kami Waki' dari Sufyan dari Zubaid dari Abu Wail dari
Abdullah bin Mas'ud dia berkata, Rasulullah  bersabda: "celaan terhadap
seorang muslim adalah kefasikan, sedangkan membunuhnya adalah
kekufuran." Abu Isa berkata; 'Ini hadits hasan shahih. Dan makna hadits ini,
'Dan membunuhnya adalah kekafiran' bukanlah kekafiran seperti murtad. Dan
alasan dalam hal tersebut adalah sesuatu hadits yang diriwayatkan dari Nabi 
bahwa dia bersabda: 'Barangsiapa yang dibunuh secara sengaja maka para
wali orang yang terbunuh berhak memilih, jika mereka berkehendak, maka
mereka (berhak) membunuh (menuntut qishash), dan jika mereka
berkehendak maka mereka (berhak) memaafkan.' Kalau seandainya
membunuh itu suatu kekufuran niscaya wajib (qishash). Dan sungguh telah
diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Thawus, Atha' dan tidak hanya satu ahli ilmu
berkata bahwa (membunuh) adalah kekufuran di bawah kekufuran, dan
kefasikan di bawah kefasikan. Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah,
kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab
Sunan Tirmidzi 2559

Jinayat (Pidana) 193


Wismanto Abu Hasan

ia dewasa, dan dari orang yang gila hingga ia


berakal atau sadar."169

2. Orang yang terbunuh adalah orang yang terlindungi


darahnya, yaitu bukan orang yang darahnya terancam
dengan salah satu sebab yang disebutkan dalam hadits
berikut ini :
ٍ ‫ول اللَّ ِو إََِّّل بِِإح َدى ثَََل‬
‫ث‬ ْ ُ ‫َن َر ُس‬ ِّ ‫ََّل ََِي ُّل َد ُم ْام ِر ٍئ ُم ْسلِ ٍم يَ ْش َه ُد أَ ْن ََّل إِلَوَ إََِّّل اللَّوُ َوأ‬
‫اع ِة‬ ِ ِِ ِ ِ ِ ‫الزِان َوالنَّ ْفس بِالنَّ ْف‬
َ ‫س َوالتَّا ِرُك لدينو الْ ُم َفا ِر ُق للْ َج َم‬ ُ َّ ‫ب‬ ُ ِّ‫الثَّي‬
Artinya : "Tidak halal darah seorang muslim yang
telah bersaksi bahwa tiada tuhan yang berhak
untuk disembah selain Allah dan aku adalah
utusan Allah, kecuali satu dari tiga orang berikut
ini; seorang janda yang berzina, seseorang yang
membunuh orang lain dan orang yang keluar dari
agamanya, memisahkan diri dari Jama'ah
(murtad)."170

169
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫َس َوِد‬ ِ ِ ٍ َ َ‫الر ْْحَ ِن بْ ُن َم ْه ِدي ق‬ ِ ِ
ْ ‫يم َع ْن ْاْل‬ َ ‫اد بْ ُن َسلَ َمةَ َع ْن َْحَّاد َع ْن إبْ َراى‬
ُ َّ‫ال َحدَّثَنَا َْح‬ َّ ‫ال َحدَّثَنَا َعْب ُد‬َ َ‫يم ق‬َ ‫وب بْ ُن إبَْراى‬ ُ ‫َخبَ َرنَا يَ ْع ُق‬
ْ‫أ‬
‫الصغِ ِْي َح ََّّت يَ ْكبُ َر َو َع ْن‬ ‫ن‬ ‫ع‬ ‫و‬ ‫ظ‬ ‫ق‬ِ ‫ي‬ ‫ت‬ ‫س‬ ‫ي‬ ‫َّت‬‫ح‬ ِ
‫م‬ ِ
‫َّائ‬
‫ن‬ ‫ال‬ ‫ن‬ ‫ع‬ ‫ث‬ٍ ‫َل‬ ‫ث‬ ‫ن‬ ‫ع‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫ق‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ع‬ِ
‫ف‬‫ر‬ ‫ال‬ ‫ق‬ ‫م‬ َّ
‫ل‬ ‫س‬‫و‬ ِ
‫و‬ ‫ي‬ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫و‬َّ
‫ل‬ ‫ال‬ ‫ى‬ َّ
‫ل‬ ‫ص‬ ِ ِ
َّ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ َّ َ َ ْ
ْ َ َ ْ َ ُ َ َ َ ُ َ َ َ َ ََْ ُ َ َ ِّ ْ َ َ َ َ ْ ‫َع‬
‫َِّب‬
‫ن‬ ‫ال‬ ‫ن‬ ‫ع‬ ‫ة‬ ‫ش‬ ‫ائ‬‫ع‬ ‫ن‬
‫يق‬ ِ ِ ِ
َ ‫ال َْم ْجنُون َح ََّّت يَ ْعق َل أ َْو يُف‬
Artinya : Telah mengabarkan kepada kami Ya'qub bin Ibrahim, ia berkata; telah
menceritakan kepada kami Abdur Rahman bin Mahdi, ia berkata; telah
menceritakan kepada kami Hammad bin Salamah dari Hammad dari Ibrahim
dari Al Aswad dari Aisyah dari Nabi , beliau bersabda: "Diangkat pena dari
tiga orang, yaitu orang yang tidur hingga ia bangun, dari anak kecil hingga ia
dewasa, dan dari orang yang gila hingga ia berakal atau sadar." Lihat dalam
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama
dengan telkom Indonesia kitab Sunan Nasa'i No 3378
170
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
ٍ ‫ش عن عب ِد اللَّ ِو ب ِن مَّرةَ عن مسر‬ ِ ٍ ِ
‫وق َع ْن‬ ُْ َ ْ َ ُ ْ َْ ْ َ ِ ‫َع َم‬ ْ ‫يع َع ْن ْاْل‬ٌ ‫ص بْ ُن غيَاث َوأَبُو ُم َعا ِويَةَ َوَوك‬ ُ ‫َحدَّثَنَا أَبُو بَ ْك ِر بْ ُن أَِ ي َشْيبَةَ َحدَّثَنَا َح ْف‬
‫ول اللَّ ِو إََِّّل‬
ُ ‫َن َر ُس‬ ِّ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ََّل ََِي ُّل َد ُم ْام ِر ٍئ ُم ْسلِ ٍم يَ ْش َه ُد أَ ْن ََّل إِلَوَ إََِّّل اللَّوُ َوأ‬ ِ ُ ‫ال رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ ُ َ َ َ‫ال ق‬ َ َ‫َعْب ِد اللَّ ِو ق‬
‫اعة َحدَّثَنَا ابْ ُن ُنٍَُْْي َحدَّثََنا أَِ ي ح و َحدَّثَنَا ابْ ُن أَِ ي‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫الزِان َوالنَّ ْفس بِالنَّ ْف‬ ٍ ِِ
َ ‫س َوالتَّا ِرُك لدينو ال ُْم َفا ِر ُق ل ْل َج َم‬ ُ َّ ‫ب‬ ُ ِّ‫بإ ْح َدى ثَََلث الثَّي‬
ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ
‫ش ِبَ َذا‬ ْ ‫س ُكلُّ ُه ْم َع ْن ْاْل‬
ِ ‫َع َم‬
َ ُ‫يسى بْ ُن يُون‬ َ ‫َخبَ َرنَا ع‬ ْ ‫يم َو َعل ُّ بْ ُن َخ ْشَرم قَ َاَّل أ‬ َ ‫ُع َمَر َحدَّثَنَا ُس ْفيَا ُن ح و َحدَّثَنَا إ ْس َح ُق بْ ُن إبَْراى‬
ِ ِ ِْ
ُ‫اْل ْسنَاد مثْلَو‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah
menceritakan kepada kami Hafsh bin Ghiyats dan Abu Mu'awiyah dan Waki'
dari Al A'masy dari Abdullah bin Murrah dari Masruq dari Abdullah dia berkata,
"Rasulullah  bersabda: "Tidak halal darah seorang muslim yang telah bersaksi
bahwa tiada tuhan yang berhak untuk disembah selain Allah dan aku adalah

194 Jinayat (Pidana)


Wismanto Abu Hasan

3. Hendaklah sipembunuh bukan anak siterbunuh, nabi


bersabda :
‫اج ِد َوََّل يُ ْقتَ ُل الْ َوالِ ُد بِالْ َولَ ِد‬
ِ ‫ََّل تُ َقام ا ْْل ُدود ِف الْمس‬
ََ ُ ُ ُ
Artinya : "Hukuman tidak boleh dilaksanakan di
dalam masjid, dan seorang bapak tidak boleh
dihukum bunuh (qishas) karena membunuh
anaknya."171
4. Hendaknya si korban bukanlah orang kafir, sedangkan
sipembunuh orang muslim. Rasulullah  bersabda :
‫ََّل يُ ْقتَ ُل ُم ْسلِ ٌم بِ َكافِ ٍر‬
Artinya : "Orang mukmin tidak dibunuh karena
membunuh orang kafir."172

utusan Allah, kecuali satu dari tiga orang berikut ini; seorang janda yang
berzina, seseorang yang membunuh orang lain dan orang yang keluar dari
agamanya, memisahkan diri dari Jama'ah (murtad)." Telah menceritakan
kepada kami Ibnu Numair telah menceritakan kepada kami Ayahku. (dalam
jalur lain disebutkan) Telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Umar telah
menceritakan kepada kami Sufyan. (dalam jalur lain disebutkan) Telah
menceritakan kepada kami Ishaq bin Ibrahim dan Ali bin Khsyram keduanya
berkata; telah menceritakan kepada kami Isa bin Yunus semuanya dari Al
A'masy dengan sanad-sanad ini, seperti hadits tersebut." Lihat dalam
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama
dengan telkom Indonesia kitab Shohih Muslim No 3175
171
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
ِّ ِ‫اس َع ْن الن‬
‫َِّب‬ ٍ َّ‫َحدَّثَنَا َُُم َّم ُد بْ ُن بَشَّا ٍر َحدَّثَنَا ابْ ُن أَِ ي َع ِدي َع ْن إِ ُْسَعِيل بْ ِن ُم ْسلِ ٍم َع ْن َع ْم ِرو بْ ِن ِدينَا ٍر َع ْن طَ ُاو ٍس َع ْن ابْ ِن َعب‬
َ
‫يسى َى َذا َح ِدي ٌ ََّل نَ ْع ِرفُوُ ِبَ َذا‬
ِ ِ ‫ال أَبو‬َ ِ َ ِ ‫د‬ِ
َ ُ َ َ ُ َ ُ َ ُ َ ‫ود ف ال َْم َساج‬
‫ع‬ ‫ق‬ ‫د‬ ‫ل‬‫ْو‬ ‫ل‬ ‫ا‬‫ب‬ ‫ال‬‫ْو‬
‫ل‬ ‫ا‬ ‫ل‬ ‫ت‬‫ق‬ْ ‫ي‬ ‫َّل‬
‫و‬
َ ِ
‫د‬ ِ ِ ُ ‫اْلُ ُد‬
ْ ‫ام‬ُ ‫ال ََّل تُ َق‬ َ َ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ق‬
َ
‫ض أ َْى ِل الْعِْل ِم ِم ْن قِبَ ِل ِح ْف ِظ ِو‬ ‫ع‬ ‫ب‬
ُ َْ َ
ِ ِ‫اْلسنَ ِاد مرفُوعا إََِّّل ِمن ح ِدي ِ إِ ُْسعِيل ب ِن مسلِ ٍم وإِ ُْسعِيل بن مسلِ ٍم الْم ِّك قَ ْد تَ َكلَّم ف‬
‫يو‬ ُّ َ ْ ُ ُْ ُ َ ْ ُ ْ َ َ َ َ ْ ً ْ َ ْ ِْ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Basysyar, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Abu 'Adi dari Isma'il bin Muslim dari Amr bin
Dinar dari Thawus dari Ibnu Abbas dari Nabi , beliau bersabda: "Hukuman
tidak boleh dilaksanakan di dalam masjid, dan seorang bapak tidak boleh
dihukum bunuh (qishas) karena membunuh anaknya." Abu 'Isa berkata; Hadits
ini tidak kami ketahui dengan sanad ini secara marfu' kecuali dari Hadits
Isma'il bin Muslim dan Isma'il bin Muslim Al Makki telah dicela oleh sebagian
ulama dari segi hafalannya. Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah,
kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab
Sunan Tirmidzi No 1321
172
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
ُ‫صلَّى اللَّو‬
ِ َ ‫َن رس‬
َ ‫ول اللَّو‬
ِ ِِ
ُ َ َّ ‫ب َع ْن أَبيو َع ْن َجدِّه أ‬ ٍ ‫ُس َامةَ بْ ِن َزيْ ٍد َع ْن َع ْم ِرو بْ ِن ُش َعْي‬
َ ‫ب َع ْن أ‬ ٍ ‫َْحَ َد َحدَّثَنَا ابْن و ْى‬
ْ ‫يسى بْ ُن أ‬ ِ
َُ َ ‫َحدَّثَنَا ع‬
‫ف ِديَِة َع ْق ِل‬ ِ ِ ِ َ َ‫اْلسنَ ِاد عن النَِِّب صلَّى اللَّو علَي ِو وسلَّم ق‬ ِ ِ ِ َ َ‫َعلَْي ِو َو َسلَّ َم ق‬
ُ ‫ص‬ ْ ‫ال ديَةُ َع ْق ِل الْ َكاف ِر ن‬ َ ََ َْ ُ َ ِّ ْ َ ْ ِْ ‫ال ََّل يُ ْقتَ ُل ُم ْسل ٌم بِ َكاف ٍر َوِبَ َذا‬
ِ ِ
‫ف أ َْى ُل الْعِْل ِم ِف ديَِة الْيَ ُهود ِّي‬ ِ ِ ِ
ِ ‫ال أَبو ِعيسى حدي ُ َعْبد اللَّ ِو بْ ِن َعم ٍرو ِف َى َذا الْب‬ ِ
َ َ‫اختَ ل‬
ْ ‫اب َحدي ٌ َح َس ٌن َو‬ َ ْ َ َ ُ َ َ‫ال ُْم ْؤم ِن ق‬
ِ
َ َ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْيو َو َسلَّ َم و ق‬ ِ ِ ْ ‫ي والن‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ْ ‫والن‬
‫ال ُع َمُر بْ ُن‬ ِّ ِ‫ي َع ْن الن‬
َ ‫َِّب‬ َ ‫َّصَرانِّ إ ََل َما ُرِو‬ َ ِّ ‫ض أ َْى ِل الْع ْل ِم ف ديَة الْيَ ُهود‬ ُ ‫ب بَ ْع‬ َ ‫َّصَرانِّ فَ َذ َى‬ َ

Jinayat (Pidana) 195


Wismanto Abu Hasan

5. Hendaknya yang terbunuh bukan pula seorang hamba


sahaya, dan sipembunuh bukan pula orang yang
mardeka.
Al Hasan berkata “Orang mardeka tidak boleh
dibunuh karena telah membunuh seorang budak.

H. SEKELOMPOK DIQISHAS KARENA TELAH MEMBUNUH


SESEORANG
Islam benar-benar menghargai dan menghormati
kemuliaan seorang muslim, bila satu orang mencederainya
maka orang itu harus di qishash, bila satu orang muslim
dibunuh oleh sekelompok orang, maka semua orang itupun
harus di qishash bunuh, bahkan meski pelakunya itu satu
kampung sekalipun. Hal ini berdasarkan riwayat dari imam
malik berikut ini :
ٍِ ِ ِ‫عن سع‬
ُ ُ‫اْلَطَّابِ َقتَ َل نَ َفًرا َخَْ َسةً أ َْو َسْب َعةً بَِر ُج ٍل َواحد قَتَل‬
‫وه‬ ِ َّ‫يد بْ ِن الْمسي‬
ْ ‫ب أ ََّن ُع َمَر بْ َن‬ َُ َ َْ
َِ ‫ال عمر لَو َتََ َاْلَ علَي ِو أ َْىل صْن عاء لَ َقتَلْتُهم‬
‫َج ًيعا‬ ٍ ِ
ُْ َ َ َ ُ َْ ْ ُ َ ُ َ َ َ ‫قَ ْت َل غ‬
َ ‫ق‬‫و‬ ‫ة‬ ‫ل‬‫ي‬

ُ‫ال ِديَة‬ ِ َّ‫اْلَط‬


َ َ‫اب أَنَّوُ ق‬ ْ ‫ي َع ْن ُع َمَر بْ ِن‬ َ ‫َْحَ ُد بْ ُن َحْنبَ ٍل َوُرِو‬ ُ ‫ف ِديَِة ال ُْم ْسلِ ِم َوِِبَ َذا يَ ُق‬
ْ ‫ول أ‬ ُ ‫ص‬
ِ
ْ ‫َّصَرِانِّ ن‬
ِ ِ ِ
ْ ‫َعْبد ال َْع ِزي ِز ديَةُ الْيَ ُهود ِّي َوالن‬
َ َ‫الشافِعِ ُّ َوإِ ْس َح ُق و ق‬
‫ال‬ َّ ‫س َو‬ ٍ َ‫ك بْ ُن أَن‬ ِ ُ ‫وس َثََا ُن ِمائَِة ِدرى ٍم وِِب َذا ي ُق‬
ُ ‫ول َمال‬ َ َ َ َْ
ِ ِ ِ ِ
ِّ ‫َّصَرِانِّ أ َْربَ َعةُ َآَّلف د ْرَى ٍم َوديَةُ ال َْم ُج‬
ِ
ْ ‫الْيَ ُهود ِّي َوالن‬
ِّ ‫َّصَرِانِّ ِمثْ ُل ِديَِة ال ُْم ْسلِ ِم َوُى َو قَ ْو ُل ُس ْفيَا َن الث َّْوِر‬
‫ي َوأ َْى ِل الْ ُكوفَ ِة‬ ْ ‫ي َوالن‬
ِ ‫ب عض أَى ِل الْعِْل ِم ِديةُ الْي ه‬
ِّ ‫ود‬ َُ َ ْ ُ َْ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Isa bin Ahmad, telah menceritakan
kepada kami Ibnu Wahb dari Usamah bin Zaid dari Amru bin Syu'aib dari
ayahnya dari kakeknya bahwa Rasulullah  bersabda: "Orang mukmin tidak
dibunuh karena membunuh orang kafir." Dengan sanad yang sama juga
diriwayatkan dari Nabi , beliau bersabda: "Diyat orang kafir adalah setengah
diyat orang mukmin." Abu Isa berkata; Hadits Abdullah bin Amr dalam hal ini
adalah hadits hasan, para ulama berselisih pendapat tentang diyat orang
yahudi dan nashrani. Sebagian ulama berpendapat tentang diyat orang yahudi
dan nashrani kepada apa yang telah diriwayatkan dari Nabi . Umar bin Abdul
Aziz berpendapat; Diyat orang yahudi dan nashrani adalah setengah diyat
orang muslim. Dan Ahmad bin Hanbal juga berpendapat demikian dan
diriwayatkan dari Umar bin Al Khaththab bahwa ia mengatakan; Diyat orang
Yahudi dan nashrani adalah empat ribu dirham, sedangkan diyat orang Majusi
adalah delapan ratus dirham. Malik bin Anas, Asy Syafi'i dan Ishaq
berpendapat dengan pendapat ini sedangkan sebagian ulama berpendapat;
Diyat orang Yahudi dan Nashrani adalah seperti diyat orang muslim, ini
menjadi pendapat Sufyan Ats Tsauri dan ulama Kufah. Lihat dalam
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama
dengan telkom Indonesia kitab Sunan Tirmidzi No 1333

196 Jinayat (Pidana)


Wismanto Abu Hasan

Artinya : Dari Sa'id bin Musayyab bahwa Umar bin


Khattab membunuh lima atau tujuh orang, sebab
mereka telah membunuh seorang laki-laki dengan tipu
muslihat. Umar berkata; "Seandainya (seluruh)
penduduk Shan'a berkomplot melakukannya, niscaya
aku akan membunuh mereka semuanya." 173

I. JELASNYA SEBAB DILAKSANAKAN QISHAS


Hukum qishash bisa menjadi jelas untuk dilaksanakan
dengan salah satu dari dua hal berikut ini :
1. Pengakuan dari pelaku
ِ ٍ ِ ‫ك ر ِي اللَّو عْنو أ ََّن ي ه‬ ٍِ
‫يل ََلَا‬ َ ‫ْي َح َجَريْ ِن فَق‬َ ْ َ‫ْس َجا ِريَة ب‬
َ ‫ض َرأ‬َّ ‫وديِّا َر‬ ُ َ ُ َ ُ َ َ ‫س بْ ِن َمال‬ ِ َ‫َع ْن أَن‬
‫صلَّى اللَّوُ َعلَيْ ِو‬ ِ ِ ‫ك ى َذا أَفََُل ٌن أَو فََُل ٌن ح ََّّت ُُسِّ الْي ه‬ ِ
ُّ ِ‫ي فَأُِِتَ بِو الن‬
َ ‫َِّب‬ ُّ ‫ود‬ َُ َ َ ْ َ ِ‫َم ْن فَ َع َل ب‬
ِ‫ْسوُ بِا ْْلِ َجارة‬
ُ ‫ض َرأ‬َّ ‫َو َسلَّ َم فَلَ ْم يََزْل بِِو َح ََّّت أَقَ َّر بِِو فَ ُر‬
َ
Artinya : Dari Anas bin Malik , ada seorang yahudi
menumbuk kepala seorang budak perempuan
dengan dua batu. Maka budak perempuan tersebut
ditanya; 'sebutkan siapa yang mencederaimu,
apakah yang melakukannya fulan, fulan? ' hingga
disebut nama seorang yahudi.' Maka orang yahudi
itu lantas dihadapkan ke Nabi . Nabi tiada henti
menginterogasinya hingga ia mengakui, kemudian
Nabi mengqisasnya dengan meretakkan kepalanya
dengan batu.174

173
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫اح ٍد‬
ِ ‫اْلطَّابَِقتَل نَ َفرا َخَْسةً أَو سب عةً بِرج ٍل و‬
َ ُ َ َ ْ َ ْ َ ً َ َْ ‫َن ُع َمَر بْ َن‬
ِ ِ‫يد عن سع‬
ِ َّ‫يد بْ ِن الْمسي‬
َّ ‫ب أ‬ َُ
ٍِ ِ
َ ْ َ ‫و َح َّدثَِِن ََْي َي َع ْن َمالك َع ْن ََْي َي بْ ِن َسع‬
َِ ‫ال عمر لَو َتََ َاْلَ علَي ِو أَىل صْن عاء لََقتَ ْلتُهم‬
‫َج ًيعا‬ ٍ ِ
ُْ َ َ َ ُ ْ َْ ْ ُ َ ُ َ َ‫قَتَ لُوهُ قَْت َل غيلَة َوق‬
Artinya : Telah menceritakan kepadaku Yahya dari Malik dari Yahya bin Sa'id
dari Sa'id bin Musayyab bahwa Umar bin Khattab membunuh lima atau tujuh
orang, sebab mereka telah membunuh seorang laki-laki dengan tipu muslihat.
Umar berkata; "Seandainya (seluruh) penduduk Shan'a berkomplot
melakukannya, niscaya aku akan membunuh mereka semuanya." Lihat dalam
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama
dengan telkom Indonesia kitab Muwattok Imam Malik No 1368
174
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
ٍ ِ ‫َن ي ه‬ ِ ٍِ ِ َ‫اج بْ ُن ِمْن َه ٍال َحدَّثَنَا ََهَّامٌ َع ْن قَتَ َادةَ َع ْن أَن‬
‫ْي َح َجَريْ ِن‬ َ ْ َ‫ْس َجا ِريَة ب‬
َ ‫ض َرأ‬ َّ ‫وديِّا َر‬ ُ َ َّ ‫س بْ ِن َمالك َري َ اللَّوُ َعْنوُ أ‬ ُ ‫َحدَّثَنَا َح َّج‬
‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم فَلَ ْم يََزْل بِِو َح ََّّت أَقََّر بِِو‬ ِ
‫َِّب‬
‫الن‬ ِِ‫ي فَأُِِت ب‬
‫و‬ ِ
‫ود‬ ‫ه‬ ‫ْي‬
‫ل‬ ‫ا‬ ‫ُس‬ ‫َّت‬ ‫ح‬ ‫ن‬ ‫َل‬ ‫ف‬ ‫َو‬‫أ‬ ‫ن‬ ‫َل‬ ‫ف‬ َ‫أ‬ ‫ا‬‫ذ‬‫ى‬ ‫ك‬ِ ِ
‫ب‬ ‫ل‬ ِ
َ ُّ ِّ
َ ُّ ُ َ َ ُ َّ َ ٌ َُ ْ ٌ َ ُ َ َ َ َ َ ‫فَقي َل ََلَا َم ْن‬
‫ع‬ ‫ف‬
ِْ ِ‫ْسوُ ب‬
‫اْل َج َارِة‬ ُ ‫ض َرأ‬َّ ‫فَ ُر‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Hajjaj bin Minhal telah
menceritakan kepada kami Hammam dari Qatadah dari Anas bin Malik , ada

Jinayat (Pidana) 197


Wismanto Abu Hasan

2. Kesaksian dua orang laki-laki yang adil


‫صا ِر َم ْقتُوًَّل ِِبَْيبَ َر فَانْطَلَ َق أ َْولِيَ ُاؤهُ إِ ََل‬ ِ
َ ْ‫َصبَ َح َر ُج ٌل م ْن ْاْلَن‬
ْ ‫ال أ‬ َ َ‫يج ق‬ٍ ‫َع ْن َرافِ ِع بْ ِن َخ ِد‬
ِ ‫ال لَ ُكم ش‬ ِ
‫اى َد ِان يَ ْش َه َد ِان َعلَى قَتْ ِل‬ َ ْ َ ‫ك لَوُ فَ َق‬ َ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم فَ َذ َكُروا ذَل‬ ِّ ِ‫الن‬
َ ‫َِّب‬
ِِ ِ ‫ول اللَّ ِو َل ي ُكن ََثَّ أ‬ ِ‫ص‬
ُ ‫ْي َوإَُِّنَا ُى ْم يَ ُه‬
‫ود َوقَ ْد‬ َ ‫َح ٌد م ْن الْ ُم ْسلم‬ َ ْ َْ َ ‫احبِ ُك ْم قَالُوا يَا َر ُس‬ َ
ِ ِ ِ ِ
ُ‫وى ْم فَأَبَ ْوا فَ َوَداه‬ ُ ‫استَ ْحلَ ُف‬
ْ َ‫ْي ف‬ َ ‫اختَ ُاروا منْ ُه ْم َخَْس‬ ْ َ‫ال ف‬ َ َ‫ََْي ََتئُو َن َعلَى أ َْعظَ َم م ْن َى َذا ق‬
ِ‫النَِِّب صلَّى اللَّو علَي ِو وسلَّم ِمن ِعْن ِده‬
ْ َ ََ َْ ُ َ ُّ
Artinya : Dari Rafi' bin Khadij ia berkata, "Seorang
laki-laki Anshar terbunuh di Khaibar, maka para
walinya datang menemui Nabi . Mereka
menceritakan kepada beliau perihal terbunuhnya
saudaranya tersebut. Beliau lantas bertanya:
"Apakah kalian mempunyai dua saksi yang melihat
pembunuhan itu?" mereka menjawab, "Wahai
Rasulullah, tidak ada seorang muslim pun, mereka
semua orang-orang Yahudi! Dan mungkin mereka
akan lebih berani lagi untuk melakukan yang lebih
besar dari ini." Rafi' bin Khadij berkata, "Beliau lalu
memilih lima puluh orang dari mereka untuk
disumpah, namun mereka menolak. Maka diyat itu
akhirnya dibayar oleh Nabi  dari harta sendiri."175

seorang yahudi menumbuk kepala seorang budak perempuan dengan dua


batu. Maka budak perempuan tersebut ditanya; 'sebutkan siapa yang
mencederaimu, apakah yang melakukannya fulan, fulan? ' hingga disebut
nama seorang yahudi.' Maka orang yahudi itu lantas dihadapkan ke Nabi .
Nabi tiada henti menginterogasinya hingga ia mengakui, kemudian Nabi
mengqisasnya dengan meretakkan kepalanya dengan batu. Lihat dalam
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama
dengan telkom Indonesia kitab Shohih Bukhari No 6368
175
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫َصبَ َح‬
ْ ‫ال أ‬ ٍ ‫اعةَ َع ْن َرافِ ِع بْ ِن َخ ِد‬
َ َ‫يج ق‬ ِ
َ َ‫َخبَ َرنَا ُى َشْي ٌم َع ْن أَِ ي َحيَّا َن التَّ ْيم ِّ َحدَّثَنَا َعبَايَةُ بْ ُن ِرف‬
ٍِ ِ
ْ ‫اْلَ َس ُن بْ ُن َعل ِّ بْ ِن َراشد أ‬ ْ ‫َحدَّثَنَا‬
ِ ‫ال لَ ُكم ش‬
ِ‫اى َد ِان ي ْشه َدان‬ ِ َّ ِ َّ َّ ِ ِ ِ ِ ِ
َ َ َ ْ َ ‫ك لَوُ فَ َق‬ َ ‫صلى اللوُ َعلَْيو َو َسل َم فَ َذ َكُروا ذَل‬ ِّ ِ‫صار َم ْقتُوًَّل ِبَْيبَ َر فَانْطَلَ َق أ َْوليَ ُاؤهُ إ ََل الن‬
َ ‫َِّب‬ َ ْ‫َر ُج ٌل م ْن ْاْلَن‬
َ َ‫ود َوقَ ْد ََْي ََِتئُو َن َعلَى أ َْعظَ َم ِم ْن َى َذا ق‬ ِِ ِ ‫ول اللَّ ِو َل ي ُكن ََثَّ أ‬ ِ ‫علَى قَْت ِل ص‬
‫ال‬ ُ ‫ْي َوإَُِّنَا ُى ْم يَ ُه‬َ ‫َح ٌد م ْن ال ُْم ْسلم‬ َ ْ َْ َ ‫احبِ ُك ْم قَالُوا يَا َر ُس‬ َ َ
ِ‫فَاختاروا ِمْن هم َخَْ ِسْي فَاستحلَ ُفوىم فَأَب وا فَوداه النَِِّب صلَّى اللَّو علَي ِو وسَّلم ِمن ِعْن ِده‬
ْ َ ََ َْ ُ َ ُّ ُ َ َ ْ َ ْ ُ ْ َ ْ َ ْ ُ ُ َْ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Ali bin Rasyid berkata,
telah mengabarkan kepada kami Husyaim dari Abu hayyan At taimi berkata,
telah menceritakan kepada kami Abayah bin Rifa'ah dari Rafi' bin Khadij ia
berkata, "Seorang laki-laki Anshar terbunuh di Khaibar, maka para walinya
datang menemui Nabi . Mereka menceritakan kepada beliau perihal
terbunuhnya saudaranya tersebut. Beliau lantas bertanya: "Apakah kalian
mempunyai dua saksi yang melihat pembunuhan itu?" mereka menjawab,
"Wahai Rasulullah, tidak ada seorang muslim pun, mereka semua orang-orang

198 Jinayat (Pidana)


Wismanto Abu Hasan

J. SYARAT PENYEMPURNAAN PELAKSANAAN QISHAS


Demi kesempurnaan qishash minimal ada tiga syarat
yang mesti dipenuhi, yaitu :
1. Ahli waris si korban harus seorang yang mukallaf. Jika
ahli warisnya belum mukallaf atau gila, maka
sipembunuh harus dipenjara hingga ahli waris itu
mukallaf.
2. Pihak keluarga korban sepakat menuntut hukum
qishash, oleh karena iru manakala ada sebagian diantara
mereka yang memaafkan secara gratis, maka gugurlah
hukum qishahs dari sipembunuh :
“Dari Zaid bin Wahab bahwa Umar  pernah
diajukan kepadanya seorang laki-laki telah
membunuh laki-laki lainnya, kemudian keluarga
siterbunuh menghendaki qishash, maka ada
saudara perempuan siterbunuh – padahal ia adalah
istri sipembunuh – berkata : “sungguh bagian saya
memaafkan sipembunuh”, maka Umar  berkata :
“hendaklah laki-laki itu memardekakan budak
sebagai sanksi dari pembunuhannya” 176

“Dari Zaid bin Wahab, ia berkata “ada seorang


suami mendapati laki-laki lain berduaan dengan
istrinya, kemudian dia bunuh istrinya. Lalu kasus
tersebut diajukan kepada Umar bin Khattab ,
lantas dia mendapati sebagian saudara istrinya
berada disana, kemudian ia (saudara istrinya itu)
menshodaqahkan bagiannya kepada
si(pembunuh). Kemudian umar menyuruh
sipembunuh untuk membayar diyat kepada
mereka semua.177

Yahudi! Dan mungkin mereka akan lebih berani lagi untuk melakukan yang
lebih besar dari ini." Rafi' bin Khadij berkata, "Beliau lalu memilih lima puluh
orang dari mereka untuk disumpah, namun mereka menolak. Maka diyat itu
akhirnya dibayar oleh Nabi  dari harta sendiri." Lihat dalam Ensiklopedi
Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan
telkom Indonesia kitab Sunan Abu Daud No 3921
176
Shohih : Irwa-ul Ghalil no 2222 dan X : 18188
177
Shohih : Irwa-ul Ghalil no 2225 dan Baihaqi VIII : 59

Jinayat (Pidana) 199


Wismanto Abu Hasan

3. Pelaksanaan hukum qishash tidak boleh merembet


kepada pihak yang tidak bersalah. Oleh karena itu
hukum qishash yang wajib dijatuhkan kepada seorang
perempuan yang hamil, maka ia tidak boleh dibunuh
sebelum melahirkan kandungannya dan sebelum
menyusuinya pada awal masa menyusui anaknya. 178

K. TEKNIS PELAKSANAAN HUKUM QISHAS


Prinsip pelaksanaan hukum qishash, sipembunuh
harus dibunuh sebagaimana cara ia membunuh, karena hal
ini merupakan hukuman yang setimpal dan sepadan. Allah
 berfirman :

        


Artinya : oleh sebab itu Barangsiapa yang menyerang
kamu, Maka seranglah ia, seimbang dengan
serangannya terhadapmu. (Q.S. Al Baqarah, 2 : 194)

             
Artinya : dan jika kamu memberikan balasan, Maka
balaslah dengan Balasan yang sama dengan siksaan
yang ditimpakan kepadamu179. akan tetapi jika kamu
bersabar, Sesungguhnya Itulah yang lebih baik bagi
orang-orang yang sabar. (Q.S. An nahal, 16 : 126)

L. PELAKSANA HUKUM QISHAS ADALAH WEWENANG HAKIM


Mufassir kenamaan al-Qurthubi mengatakan, “tidak
ada khilaf (perselisihan) dikalangan para ulama bahwa yang
berwewenang melaksanakan hukum qishash, khususnya
balas bunuh, adalah pihak penguasa. Mereka inilah yang

178
Maksudnya menyusui untuk yang pertama kalinya, masa menyusui
balita atau bayi dibawah lima tahun ini amat sangat penting bagi kesehatan
sang bayi, sedangkan melaksanakan hukum qishash pada seorang ibu
sebelum menyusui bayinya, masa menyusui pertama sangat membahayakan
sibayi. Selanjutnya jika ada yang mau atau bersedia menyusui bayi tersebut,
maka serahkanlah kepadanya, supaya sang ibu bisa segera di qishash.
179
Maksudnya pembalasan yang dijatuhkan atas mereka janganlah
melebihi dari siksaan yang ditimpakan atas kita.

200 Jinayat (Pidana)


Wismanto Abu Hasan

berwewenang melaksanakan hukum qishash, had dan yang


semisalnya.

M. HUKUM QISHAS SELAIN BALAS BUNUH


Sebagaimana telah berlaku secara sah hukum qishash
berupa balas bunuh, maka begitu juga berlaku secara sah
hukum yang tidak sampai pada pembunuhan. Allah
berfirman :
          

     


Artinya : dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di
dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas)
dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan
hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan
luka luka (pun) ada qishashnya. (Q.S. Al maidah, 5 :
45)

Meskipun hukum ini telah diwajibkan kepada ummat


sebelum kita, sehingga ia menjadi syar’un man-qablana
(Syariat yang penah diberlakukan kepada ummat sebelum
kita), namun ia merupakan syariat bagi kita pula karena
diakui/ditetapkan oleh Nabi . Perhatikan hadits berikut ini
:
ٍ ِ ‫الرب يِّع ع َّمتو َكسر‬
‫ش فَأَبَ ْوا‬ ُ ‫ت ثَنيَّةَ َجا ِريَة فَطَلَبُوا إِلَْي َها الْ َع ْف َو فَأَبَ ْوا فَ َعَر‬
َ ‫يوا ْاْل َْر‬ ْ َ َ ُ َ َ َ َُّ ‫س أ ََّن‬ ٍ َ‫َع ْن أَن‬
‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو‬ ِ ُ ‫ول اللَّ ِو صلَّى اللَّو علَي ِو وسلَّم وأَب وا إََِّّل الْ ِقصاص فَأَمر رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ ُ َ ََ َ َ َْ َ َ َ َ ْ َ ُ َ َ ‫فَأَتَ ْوا َر ُس‬
ِ ِ ِ ِ
‫ك‬ َ َ‫الربَيِّ ِع ََّل َوالَّذي بَ َعث‬
ُّ ُ‫ْسُر ثَنيَّة‬ َ ‫ول اللو أَتُك‬
َّ َ ‫َّض ِر يَا َر ُس‬ ْ ‫س بْ ُن الن‬ُ َ‫ال أَن‬ َ ‫اص فَ َق‬ ِ ‫ص‬ َ ‫َو َسلَّ َم بِالْق‬
‫اب اللَّ ِو‬ُ َ‫س كت‬
ِ َ‫ول اللَّ ِو صلَّى اللَّو علَي ِو وسلَّم يا أَن‬
ُ َ َ ََ َْ ُ َ ُ ‫ال َر ُس‬َ ‫ْسُر ثَنِيَّتُ َها فَ َق‬ َ ‫با ْْلَ ِّق ََّل تُك‬
ِ
‫صلَّى اللَّوُ َعلَْي ِو َو َسلَّ َم إِ َّن ِم ْن ِعبَ ِاد اللَّ ِو َم ْن‬ ِ ُ ‫ال رس‬ ِ ِ
َ ‫ول اللَّو‬ ُ َ َ ‫اص فَ َري َ الْ َق ْوُم فَ َع َف ْوا فَ َق‬ ُ ‫ص‬ َ ‫الْق‬
‫لَ ْو أَقْ َس َم َعلَى اللَّ ِو َْلَبََّرُه‬
Artinya : Dari Anas bahwa Rabayyi' -pamannya- pernah
mematahkan gigi seri seorang budak wanita,
kemudian mereka meminta kepadanya untuk
memaafkan, namun mereka (keluarganya) menolak.
Kemudian ditawarkan kepada mereka denda, namun

Jinayat (Pidana) 201


Wismanto Abu Hasan

mereka tetap menolak, lalu mereka mendatangi Nabi


, maka beliau memerintahkan untuk diqishash. Anas
bin An Nadhr berkata; wahai Rasulullah, apakah gigi
seri Ar Rubayyi' akan dipatahkan? Tidak, demi Dzat
yang mengutusmu dengan kebenaran, gigi serinya
jangan dipatahkan. Maka Rasulullah  bersabda: "Ya
Anas, Kitabullah adalah Al Qishas. Maka orang-orang
tersebut rela memberikan maaf. kemudian Nabi 
bersabda: "Sesungguhnya diantara hamba-hamba
Allah terdapat orang yang apabila ia bersumpah atas
nama Allah maka Allah akan mengabulkannya." 180

N. SYARAT SYARAT QISHAS SELAIN HUKUM BUNUH


Untuk qishash selain hukum balas bunuh ditetapkan
syarat sebagai berikut :
1. Yang melaksanakan penganiayaan harus sudah mukallaf
2. Sengaja melakukan jinayat, tindak penganiayaan. Karena
pembunuhan yang bersifat keliru, tidak disengaja, pada
asalnya tidak memastikan sipembunuh harus dituntut
balas bunuh. Demikian pula halnya tinda pidana yang
lebih ringan daripadanya.
3. Hendaknya status penganiaya dengan yang teraniaya
sama. Oleh karena itu seorang muslim yang melukai
kafir dzimmi tidak boleh di qishash, demikian pula orang
mardeka yang melikaui hamba sahayanya, dan seorang
ayah yang melukai anaknya.

O. HUKUM QISHAS YANG MENIMPA ANGGOTA TUBUH


Untuk melaksanakan hukum qishash yang menimpa
anggota tubuh ada tiga syarat pula yang harus dipenuhi :
1. Memungkinkan pelaksanaan qishash ini berjalan secara
adil dan tidak menimbulkan penganiayaan baru. Misalnya
memotong persendian siku, pergelangan tangan, atau
kedua sisi hidung yang lentur, bukan tulannya. Maka
tidak ada qishash pada tubuh bagian dalam, tidak pula

180
Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa
Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Shohih Bukhari No 4140

202 Jinayat (Pidana)


Wismanto Abu Hasan

pada tengah lengan dan tidak pula pada tulang yang


terletak dibawah gigi (rahang).
2. Nama dan letak anggota tubuh haruslah sama.
Karenanya, bagian anggota yang kanan tidak boleh
dibalas dengan bagian anggota yang kiri dan sebaliknya.
Jari kelingking tidak boleh dibalas dengan jari tengah
dan sebaliknya. Dan tidak pula boleh bagian yang asli
dibalas dengan bagian yang palsu (operasi plastik),
karena tidak sama nama dan letaknya.
3. Kondisi bagian anggota tubuh sipenganiaya harus sama
dengan yang teraniaya dalam hal kesehatan dan
kesempurnaan. Oleh sebab itu tidak boleh anggota
tubuh yang sehat dibalas dengan anggota tubuh yang
sakit, atau jari yang sempurna dengan jari yang tidak
sempurna dan yang lainnya.

Jinayat (Pidana) 203


BAB X
AL HUDUD

1. PENGERTIAN HUDUD
Hudud adalah bentuk jamak dari had yang asal artinya
sesuatu yang membatasi diantara dua hal. Menurut bahasa,
kata had berarti al man’u (cegahan). 181
Adapun menurut syariat, hudud adalah hukuman-
hukuman kejahatan yang telah ditetapkan oleh syara’ untuk
mencegah dari terjerumusnya seseorang kepada kejahatan
yang sama.

2. DELIK HUKUMAN KEJAHATAN


Permasalahan delik hukuman kejahatan sudah
dibahas di dalam al Qur’an dan sunnah Rasulullah , yang
meliputi kasus : perzinahan, tuduhan berzina tanpa bukti
yang akurat, pencurian, mabuk-mabukan, muharabah
(pemberontakan dalam negara Islam dan pengacau
keamanan), murtad, dan perbuatan melampaui batas
lainnya.

3. KEUTAMAAN MELAKSANAKAN HUKUMAN


Rasulullah  bersabda :
ِ ِ ِ ِ ‫ض خي ر لِلن‬
‫احا‬
ً َ‫صب‬
َ ‫ني‬
َ ‫ني أ أَو أ أَربَع‬
َ ‫َّاس م أن أَ أن ُيُأطَُروا ثَََلث‬ ٌ ‫َح ّّد يُ َق ُام ِِف أاْل أَر ِ َ أ‬
Artinya : "Satu had (hukuman) yang ditegakkan di
bumi lebih baik bagi manusia dari pada mereka
diguyur hujan tiga puluh atau empat puluh hari." 182

181
Fiqhus sunnah II : 302
182
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :

204 Al Hudud
Wismanto Abu Hasan

4. KEWAJIBAN MENEGAKKAN HUKUM TAMPA PANDANG BULU


Rasulullah  bersabda :
‫يف تَ َرُكوهُ َوإِذَا َسَر َق‬ َّ ‫ين قَ أب لَ ُك أم أَن َُّه أم َكانُوا إِذَا َسَر َق فِي ِه أم‬
ُ ‫الش ِر‬
ِ َّ َ‫أَيُّها النَّاس إََِّّنَا أَىل‬
َ ‫ك الذ‬ َ ‫أ‬ ُ َ
‫ت يَ َد َىا‬ ‫ع‬ ‫ط‬ ‫ق‬ ‫ل‬ ‫ت‬ ‫ق‬‫ر‬ ‫س‬ ٍ
‫د‬ ‫م‬ ‫ُم‬ ‫ت‬ ‫ن‬ِ‫ب‬ ‫ة‬ ‫م‬ ِ
‫اط‬ ‫ف‬ َّ
‫َن‬ ‫أ‬ ‫و‬ ‫ل‬ ِ
‫و‬ َّ
‫ل‬ ‫ال‬ ‫اْي‬‫و‬ َّ
‫د‬ ‫اْل‬ ِ
‫و‬ ‫ي‬ ‫ل‬‫ع‬ ‫ا‬
‫و‬ ‫ام‬‫ق‬َ
‫أ‬ ‫يف‬ ِ
‫َّع‬‫الض‬ ‫م‬ ِِ
ُ ‫ُ َ ُ َ َأ َ َ أُ َ أ َ َ َ أ َ َُ َّ َ َ َ أ َ َ َ أ‬ ‫أ‬ ‫في أ‬
‫ه‬
Artinya : "Wahai sekalian manusia, hanyasanya yang
membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah,
ketika orang-orang terpandang mereka mencuri,
mereka membiarkannya (tidak menghukum),
sementara jika orang-orang yang rendahan dari
mereka mencuri mereka menegakkan hukuman had.
Demi Allah, sekiranya Fatimah binti Muhammad
mencuri, sungguh aku sendiri yang akan memotong
tangannya." "183

‫صلَّى‬ ِ ٍ ِ
ّْ ِ‫يسى بأ ِن يَِز َيد َع أن َج ِري ِر بأ ِن يَِز َيد َع أن أَِِب ُزأر َعةَ َع أن أَِِب ُىَريأَرَة َع أن الن‬
َ ‫َِّب‬ ‫َحدَّثَنَا َزَك ِريَّا بأ ُن َعد ٍّي أ أ‬
َ ‫َخبَ َرنَا ابأ ُن ُمبَ َارك َع أن ع‬
‫احا‬ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ام ِِف أاْل أَر‬
ِ ‫ض َخأي ٌر للن‬ َ َ‫اللَّوُ َعلَأي ِو َو َسلَّ َم ق‬
ً َ‫صب‬َ ‫ني‬ َ ‫ني أ أَو أ أَربَع‬
َ ‫َّاس م أن أَ أن ُيُأطَُروا ثَََلث‬ ُ ‫ال َح ّّد يُ َق‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Zakaria bin 'Adi telah mengabarkan
kepada kami Ibnu Mubarak dari Isa bin Yazid dari Jarir bin Yazid dari Abu
Zur'ah dari Abu Hurairah dari Nabi , beliau bersabda: "Satu had (hukuman)
yang ditegakkan di bumi lebih baik bagi manusia dari pada mereka diguyur
hujan tiga puluh atau empat puluh hari." Lihat dalam Ensiklopedi Hadits
Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom
Indonesia kitab Musnad Ahmad No 8383
183
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
َّ ‫اب َع أن عُ أرَوةَ َع أن َعائِ َشةَ أ‬ٍ ‫ث َعن ابأ ِن ِشه‬ ٍ ِ‫حدَّثَنا قُت يبةُ بن سع‬
‫َن قَُريأ ًشا‬ َ ‫َخبَ َرنَا اللَّأي ُ أ‬ ‫ث ح و َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بأ ُن ُرأم ٍح أ أ‬ ٌ ‫يد َحدَّثَنَا لَأي‬ َ ُ ‫َ َ َ أَ أ‬
ََِّّ‫ُ َعلَأي ِو إ‬ ِ
َ َ ‫ن‬ ‫م‬‫و‬ ‫ا‬
‫و‬ ‫ل‬
ُ ‫ا‬ ‫ق‬ ‫ف‬
ُ َ ‫ُ َ أ َ َ َ َ َ َ َ أ َأ‬ ‫م‬ َّ
‫ل‬ ‫س‬‫و‬ ِ
‫و‬ ‫ي‬‫ل‬
َ ‫ع‬ ‫و‬ َّ
‫ل‬ ‫ال‬ ‫ى‬ َّ
‫ل‬ ‫ص‬ ِ
‫و‬ َّ
‫ل‬ ‫ال‬ ‫ول‬
َ ‫س‬ ‫ر‬ ‫ا‬ ‫يه‬ ِ
‫ف‬ ‫م‬ّْ
‫ل‬ ‫ك‬
َ ‫ي‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ا‬
‫و‬ ُ‫ل‬ ‫ا‬‫ق‬ ‫ف‬ ‫ت‬ ‫ق‬‫ر‬ ‫س‬ ‫ِت‬ِ َّ
‫ل‬ ‫ا‬ ِ
‫ة‬ َّ ُ ‫أ َََه َُّه أم َش أ ُن ال َأم أرأ َِة َ أ‬
‫ي‬ ِ
‫وم‬ ‫ز‬‫خ‬ ‫أم‬‫ل‬ ‫ا‬
َ ُ َ َ ُ ُ ‫َ ََ أ َ َ َ أ‬
ِِ ‫ول اللَّ ِو صلَّى اللَّو علَي ِو وسلَّم أَتَ أش َفع ِِف ح ٍّد ِمن ح ُدو‬ ِ ِ ِ ُّ ‫أُسامةُ ِح‬
ُ ‫ُ َ أ‬ َ ََ ‫ُ َأ‬ َ ُ ‫ال َر ُس‬َ ‫ُس َامةُ فَ َق‬ َ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَأيو َو َسلَّ َم فَ َكَّل َموُ أ‬ َ ‫ب َر ُسول اللَّو‬ ََ
‫يف تََرُكوهُ َوإِذَا َسَر َق فِي ِه أم‬ َّ ‫ين قَ أب لَ ُك أم أَن َُّه أم َكانُوا إِذَا َسَر َق فِي ِه أم‬
ُ ‫الش ِر‬ َ
ِ َّ‫ال أَيُّها النَّاس إََِّّنَا أَىلَك ال‬
‫ذ‬ َ ‫أ‬ ُ َ َ ‫ق‬
َ ‫ف‬
َ ‫ب‬َ ‫ط‬
َ ‫ت‬
َ‫اخ‬
‫أ‬ َ‫ف‬ ‫ام‬
َ ‫ق‬
َ ‫ُث‬
َُّ ‫اللَّ ِو‬
‫ين ِم أن‬ ِ َّ َ‫يث اب ِن رم ٍح إََِّّنَا ىل‬ ِ ِ ٍ ِ َّ ‫اْل َّد و أاْي اللَّ ِو لَو أ‬ ِ ِ
َ ‫ك الذ‬ َ َ ‫ت يَ َد َىا َوِِف َحد أ ُ أ‬ ُ ‫ت لََقطَ أع‬ ‫ت ُُمَ َّمد َسَرقَ أ‬ َ ‫َن فَاط َمةَ بِأن‬ ‫أ‬ ُ َ َ‫يف أَقَ ُاموا َعلَأيو أ‬ ُ ‫الضَّع‬
‫قَأبلِ ُك أم‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa'id telah
menceritakan kepada kami Laits. (dalam jalur lain disebutkan) Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Rumh telah mengabarkan kepada
kami Al Laits dari Ibnu Syihab dari 'Urwah dari 'Aisyah, bahwa orang-orang
Quraisy merasa kebingungan dengan masalah seorang wanita Makhzumiyah
yang ketahuan mencuri, lalu mereka berkata, "Siapakah yang kiranya berani
membicarakan hal ini kepada Rasulullah ?" Maka mereka mengusulkan,
"Tidak ada yang berani melakukan hal ini kecuali Usamah, seorang yang
dicintai oleh Rasulullah ." Sesaat kemudian, Usamah mengadukan hal itu
kepada beliau, maka Rasulullah  bersabda: "Apakah kamu hendak memberi
Syafa'at (keringanan) dalam hukum dari hukum-hukum Allah?" Kemudian
beliau berdiri dan berkhutbah, sabdanya: "Wahai sekalian manusia,
hanyasanya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah, ketika

Al Hudud 205
Wismanto Abu Hasan

5. TIDAK DIBENARKAN MINTA KEBEBASAN BILA SUDAH


DIPUTUSKAN PENGADILAN
‫ت فَ َقالُوا َم أن يُ َكلّْ ُم فِ َيها‬ ِِ ِ ِ
‫َع أن َعائ َشةَ أَ َّن قَُريأ ًشا أ َََهَّ ُه أم َش أ ُن الأ َم أرأَة الأ َم أخُزوميَّة الَِِّت َسَرقَ أ‬
ِ ِ ُّ ‫ُ علَي ِو إََِّّ أُسامةُ ِح‬ ِ ِ َ ‫رس‬
‫صلَّى‬ َ ‫ب َر ُسول اللَّو‬ ََ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَأيو َو َسلَّ َم فَ َقالُوا َوَم أن َأَ ََِ ُ َ أ‬ َ ‫ول اللَّو‬ َُ
ِ ِ َّ ِ َّ َّ ِ َّ ِ
‫صلى اللوُ َعلَيأو َو َسل َم أَتَ أش َف ُع ِف َح ٍّد م أن‬ َ ‫ول اللو‬ ُ ‫ال َر ُس‬ َ ‫اللَّوُ َعلَيأو َو َسل َم فَ َكل َموُ أ‬
َ ‫ُس َامةُ فَ َق‬ َّ َّ
‫ين قَ أب لَ ُك أم أَن َُّه أم َكانُوا إِذَا َسَر َق‬ ِ َّ َ‫ال أَيُّها النَّاس إََِّّنَا أَىل‬ ِ ِ
َ ‫ك الذ‬ َ ‫أ‬ ُ َ َ ‫ب فَ َق‬ َ َ‫اختَط‬ ‫ُح ُدو ِ اللَّو ُُثَّ قَ َام فَ أ‬
ِ َ‫اْل َّد و أاْي اللَّ ِو لَو أ ََّن ف‬ ِ ِ ِ َّ ‫فِي ِه أم‬
َ‫اط َمة‬ ‫أ‬ ُ َ َ‫يف أَقَ ُاموا َعلَيأو أ‬ ُ ‫يف تََرُكوهُ َوإِذَا َسَر َق في ِه أم الضَّع‬ ُ ‫الش ِر‬
‫ين ِم أن قَ أبلِ ُك أم‬ ِ َّ َ‫يث اب ِن رم ٍح إََِّّنَا ىل‬
َ ‫ك الذ‬ َ َ ِ ِ
‫ت يَ َد َىا َوِِف َحد أ ُ أ‬ ُ ‫ت لَ َقطَ أع‬
ٍ
‫ت ُُمَ َّمد َسَرقَ أ‬َ ‫بِأن‬
Artinya : Dari 'Aisyah, bahwa orang-orang Quraisy
merasa kebingungan dengan masalah seorang wanita
Makhzumiyah yang ketahuan mencuri, lalu mereka
berkata, "Siapakah yang kiranya berani membicarakan
hal ini kepada Rasulullah ?" Maka mereka
mengusulkan, "Tidak ada yang berani melakukan hal
ini kecuali Usamah, seorang yang dicintai oleh
Rasulullah ." Sesaat kemudian, Usamah
mengadukan hal itu kepada beliau, maka Rasulullah
 bersabda: "Apakah kamu hendak memberi Syafa'at
(keringanan) dalam hukum dari hukum-hukum Allah?"
Kemudian beliau berdiri dan berkhutbah, sabdanya:
"Wahai sekalian manusia, hanyasanya yang
membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah,
ketika orang-orang terpandang mereka mencuri,
mereka membiarkannya (tidak menghukum),
sementara jika orang-orang yang rendahan dari
mereka mencuri mereka menegakkan hukuman had.
Demi Allah, sekiranya Fatimah binti Muhammad
mencuri, sungguh aku sendiri yang akan memotong
tangannya." Dan dalam hadits Ibnu Rumh disebutkan,

orang-orang terpandang mereka mencuri, mereka membiarkannya (tidak


menghukum), sementara jika orang-orang yang rendahan dari mereka mencuri
mereka menegakkan hukuman had. Demi Allah, sekiranya Fatimah binti
Muhammad mencuri, sungguh aku sendiri yang akan memotong tangannya."
Dan dalam hadits Ibnu Rumh disebutkan, "Hanyasanya yang menyebabkan
kebinasaan orang-orang sebelum kalian." Lihat dalam Ensiklopedi Hadits
Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom
Indonesia kitab Shohih Muslim No 3196

206 Al Hudud
Wismanto Abu Hasan

"Hanyasanya yang menyebabkan kebinasaan orang-


orang sebelum kalian."184

6. DIANJURKAN MENUTUP AIB SESAMA SHOHIH MUSLIM


Dalam sebuah hadits dari Rasulullah  disebutkan
bahwa : “barangsiapa menutup aib seorang muslim, maka
Allah akan menutup aibnya pada hari kiamat.
‫اجتِ ِو‬ ِ ِ ِ ‫الأمسلِم أَخو الأمسلِ ِم ََّ يظألِمو وََّ يسلِمو ومن َكا َن ِِف ح‬
َ ‫اجة أَخيو َكا َن اللَّوُ ِِف َح‬ َ َ ‫َ ُ ُ َ ُ أ ُ ُ ََ أ‬ ‫ُأ ُ ُ ُأ‬
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ‫َوَم أن فََّر َج َع أن ُم أسل ٍم ُك أربَةً فََّر َج اللَّوُ َعأنوُ ُك أربَةً م أن ُكَرب يَ أوم الأقيَ َامة َوَم أن َستَ َر ُم أسل ًما َستَ َره‬
‫اللَّوُ يَ أوَم الأ ِقيَ َام ِة‬
Artinya : "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim
lainnya, tidak menzhalimi dan tidak menganiyanya.
Barangsiapa yang menolong kebutuhan saudaranya,
maka Allah akan senantiasa menolongnya.
Barangsiapa menghilangkan kesusahan seorang
muslim maka Allah akan menghilangkan kesusahan-
kesusahannya pada hari kiamat. Dan barangsiapa
menutup aib seorang muslim, maka Allah akan
menutup aibnya pada hari kiamat." 185

184
Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa
Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Shohih Muslim No 3196
185
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫َخو‬ ِ
ُ ‫ال ال ُأم أسل ُم أ‬ َ َ‫صلَّى اللَّوُ َعلَأي ِو َو َسلَّ َم ق‬ ِ َ ‫َن رس‬
َ ‫ول اللَّو‬
ِِ ٍِ ‫الزأى ِر ّْي َع أن َس‬
ُ َ َّ ‫اِل َع أن أَبيو أ‬ ُ ‫َحدَّثَنَا قُتَ أيبَةُ َحدَّثَنَا اللَّأي‬
ُّ ‫ث َع أن عُ َقأي ٍل َع أن‬
‫اجتِ ِو َوَم أن فََّر َج َع أن ُم أسلِ ٍم ُك أربَةً فََّر َج اللَّوُ َعأنوُ ُك أربًَة ِم أن‬ ِ ِ ِ ‫الأمسلِ ِم ََّ يظألِمو وََّ يسلِمو ومن َكا َن ِِف ح‬
َ ‫اجة أَخيو َكا َن اللَّوُ ِِف َح‬ َ َ ‫َ ُ ُ َ ُ أ ُ ُ ََ أ‬ ‫ُأ‬
ِ ِ
‫يب م أن َحديث ابأ ِن‬ ِ ِ
‫ر‬ ‫غ‬ ‫يح‬ ِ
‫ح‬ ‫ص‬ ‫ن‬ ‫س‬ ‫ح‬ ‫يث‬ ِ
‫د‬ ‫ح‬ ‫ا‬‫ذ‬ ‫ى‬ ‫ى‬ ‫يس‬‫ع‬ِ ‫و‬‫َب‬‫أ‬ ‫ال‬ ‫ق‬ ِ
‫ة‬ ‫ام‬ ِ ‫ب ي وِم ال ِأقيام ِة ومن ست ر مسلِما ست ره اللَّو ي وم ال‬ ِ
َ
ٌ ٌ َ ٌَ َ ٌ َ َ َ َُ َ َ َ َ َ ‫ُكَر َ أ َ َ َ َ أ َ َ َ ُ أ ً َ َ َ ُ ُ َ أ‬
‫ي‬‫أق‬
‫عُ َمَر‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Qutaibah, telah menceritakan
kepada kami Al Laits dari 'Uqail dari Az Zuhri dari Salim dari ayahnya bahwa
Rasulullah  bersabda: "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya,
tidak menzhalimi dan tidak menganiyanya. Barangsiapa yang menolong
kebutuhan saudaranya, maka Allah akan senantiasa menolongnya.
Barangsiapa menghilangkan kesusahan seorang muslim maka Allah akan
menghilangkan kesusahan-kesusahannya pada hari kiamat. Dan barangsiapa
menutup aib seorang muslim, maka Allah akan menutup aibnya pada hari
kiamat." Abu Isa berkata; Hadits ini hasan shahih gharib dari Hadits Ibnu Umar.
Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka,
bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Sunan Tirmidzi 1346

Al Hudud 207
Wismanto Abu Hasan

7. HUDUD SEBAGAI KAFARAT


‫ال‬َ ‫س فَ َق‬ ٍ ِ‫صلَّى اللَّوُ َعلَأي ِو َو َسلَّ َم ِِف َأَمل‬ ِ ِ
َ ‫ال ُكنَّا َم َع َر ُسول اللَّو‬ َ َ‫ت ق‬ ِ ‫الص ِام‬
َّ ‫َع أن ُعبَ َا ِ َة بأ ِن‬
ِ َّ ِ ِ ِ ِ
ُ‫س الَِِّت َحَّرَم اللَّو‬ ِ
َ ‫تُبَاي ُعوِن َعلَى أَ أن ََّ تُ أشرُكوا باللو َشأيئًا َوََّ تَ أزنُوا َوََّ تَ أسرقُوا َوََّ تَ أقتُلُوا النَّ أف‬
‫ب بِِو فَ ُه َو‬ ِ ِ
َ ‫اب َشأيئًا ِم أن َذل‬ ِ ِ ‫إََِّّ بِ أ‬
َ ‫ك فَ ُعوق‬ َ ‫َص‬ َ ‫َجُرُه َعلَى اللَّو َوَم أن أ‬ ‫اْلَ ّْق فَ َم أن َو ََف مأن ُك أم فَأ أ‬
‫ك فَ َستَ َرهُ اللَّوُ َعلَيأ ِو فَأ أَمُرهُ إِ ََل اللَّ ِو إِ أن َشاءَ َع َفا عَنأوُ َوإِ أن‬ ِ
َ ‫اب َشيأئًا ِم أن ذَل‬ َ ‫َص‬ َ ‫َّارةٌ لَوُ َوَم أن أ‬
َ ‫َكف‬
ِِ ‫اْلسنَا‬ ِ ّْ ‫الزأى ِر‬ ِ ٍ
‫ي ِبَ َذا أِ أ‬ ُّ ‫َخبَ َرنَا َم أع َمٌر َع أن‬
‫الرَّزاق أ أ‬ ‫َشاءَ َع َّذبَوُ َحدَّثَنَا َعأب ُد بأ ُن ُُحَأيد أ أ‬
َّ ‫َخبَ َرنَا َعأب ُد‬
َ‫ّْس ِاء { أَ أن ََّ يُ أش ِرأك َن بِاللَّ ِو َشيأئًا } أاْليَة‬ ِ ِ ‫وَزا ِ ِِف أ‬
َ ‫اْلَديث فَتَ ََل َعلَيأ نَا آيَةَ الن‬ َ َ
Artinya : Dari 'Ubadah bin Shamit dia berkata, "Ketika
kami bersama Rasulullah  di suatu majlis, beliau
bersabda: "Berbaiatlah kalian kepadaku bahwa kalian
tidak akan menyekutukan Allah dengan sesuatu
apapun, tidak berzina, tidak mencuri dan tidak
membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan
hak. Barangsiapa di antara kalian yang memenuhi
janji tersebut maka pahalanya ada pada Allah.
Barangsiapa melanggar janji tersebut, namun Allah
menutupi kesalahannya (tidak diketahui orang lain),
maka urusannya terserah Allah; jika Dia menghendaki
maka akan diampuni, namun jika Dia menghendaki
maka akan disiksa-Nya (di akhirat kelak)." Telah
menceritakan kepada kami Abd bin Humaid telah
mengabarkan kepada kami Abdurrazaq telah
mengabarkan kepada kami Ma'mar dari Az Zuhri
dengan isnad seperti ini, dan dalam haditsnya dia
menambahkan, "Kemudian dia membacakan kepada
kami ayat (dalam surat) An Nisa': '(Hendaknya kalian
tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun) '
(Q.S. Al Mumtahanah: 12).186

8. PIHAK YANG BERWEWENANG MELAKSANAKAN HUDUD


Tidak ada yang lebih berhak untuk melakukan hudud
kecuali imam, kepala negara atau wakilnya (aparat
pemerintah yang mendapat tugas darinya). Sebab dimasa
hidup nabi Muhammad , beliaulah yang melaksanakannya,
demikian pula dimasa khulafaur rasyidin.

186
Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa
Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Shohih Muslim 3223

208 Al Hudud
Wismanto Abu Hasan

9. HUKUM SEPUTAR ZINA


Zina adalah perbuatan tercela, Allah melaknat kedua
pelakunya. Jangankan melakukannya, mendekatinya saja
sudah dilarang oleh Allah .
         

Artinya : dan janganlah kamu mendekati zina;


Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang
keji. dan suatu jalan yang buruk. (Q.S. Al Isra’, 17 :
32)

ِ
‫ال‬
َ َ‫ي ق‬ ّّ َ‫ال ُُثَّ أ‬َ َ‫ك ق‬ َ ‫ال أَ أن تَ أدعُ َو للَّ ِو نِدِّا َوُى َو َخلَ َق‬َ َ‫ب أَ أكبَ ُر ِعنأ َد اللَّ ِو ق‬
ِ ‫الذنأ‬ َّ ‫َي‬ ُّ ‫ول اللَّ ِو أ‬
َ ‫يَا َر ُس‬
ِ
‫ال أَ أن تَُزِاِنَ َحليلَ َة َجا ِرَك فَأَنأ َزَل اللَّوُ َعَّز‬ َ َ‫َي ق‬ ّّ ‫ال ُُثَّ أ‬
َ َ‫ك ق‬ َ ‫أَ أن تَ أقتُ َل َولَ َد َك َِمَافَةَ أَ أن يَطأ َع َم َم َع‬
ََِّّ‫س الَِِّت َحَّرَم اللَّوُ إ‬ ِ ِ َّ ِ َ‫وج َّل ت‬
َ ‫آخَر َوََّ يَ أقتُلُو َن النَّ أف‬ َ ‫ين ََّ يَ أد ُعو َن َم َع اللَّو إِ ََلًا‬ َ ‫صدي َق َها { َوالذ‬ ‫ََ أ‬
} ‫ك يَلأ َق أَثَ ًاما‬ ِ ‫بِ أ‬
َ ‫اْلَ ّْق َوََّ يَأزنُو َن َوَم أن يَ أف َع أل ذَل‬
Artinya : "Seorang laki-laki berkata, "Wahai Rasulullah,
dosa apa yang paling besar di sisi Allah." Beliau
menjawab: "Kamu mendakwahkan tandingan untuk
Allah padahal dia menciptakanmu." Dia bertanya,
"Kemudian apa?" Beliau menjawab: "Kamu membunuh
anakmu karena khawatir dia makan bersamamu?" Dia
bertanya, "Kemudian apa?" Beliau menjawab: "Kamu
menzinahi istri tetanggamu." Sebagai pembuktian
kebenarannya Allah lalu menurunkan ayat: '(Dan juga
mereka yang tidak menyembah sesuatu yang lain
bersama-sama Allah dan tidak membunuh jiwa yang
diharamkan oleh Allah kecuali dengan cara yang
dibenarkan oleh syari'at dan tidak berzina.
Barangsiapa yang melakukan perbuatan tersebut akan
mendapat pembalasan dosanya) ' (Q.S Al-Furqan:
68).187

187
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫ِ َع أن أَِِب َوائِ ٍل َع أن‬ ‫ال ُعثأ َما ُن َحدَّثَنَا َج ِر ٌير َع أن أاْل أ‬
ِ ‫َع َم‬ َ َ‫َج ًيعا َع أن َج ِري ٍر ق‬ َِ ‫حدَّثَنَا عثأما ُن بن أَِِب َشيب َة وإِسحق بن إِب ر ِاىيم‬
َ َ ‫أَ َ أ َ ُ أ ُ أ‬ ُ‫ُ َ أ‬ َ
‫ك‬ ‫ق‬ ‫ل‬ ‫خ‬ ‫و‬ ‫ى‬‫و‬ ‫ِّا‬
‫د‬ ِ
‫ن‬ ِ
‫و‬ َّ
‫ل‬ ِ‫ل‬ ‫و‬ ‫ع‬ ‫د‬‫ت‬ ‫ن‬َ‫أ‬ ‫ال‬ ‫ق‬ ِ
‫و‬ َّ
‫ل‬ ‫ال‬ ‫د‬ ‫ن‬ ِ
‫ع‬ ‫ر‬ ‫ب‬‫ك‬ َ‫أ‬ ِ
‫ب‬ ‫ن‬ َّ
‫الذ‬ ‫َي‬ ‫أ‬ ِ
‫و‬ َّ
‫ل‬ ‫ال‬ ‫ول‬ ‫س‬‫ر‬ ‫ا‬‫ي‬ ‫ل‬ ‫ج‬ ‫ر‬ ‫ل‬ ‫ا‬ ‫ق‬ ‫و‬ِ َّ
‫ل‬ ‫ال‬ ‫د‬ ِ ِ ِ
َ
َ َ َ َُ َ َُ ‫َ أ َ أ‬ َ َ ‫َُ أ‬ ‫أ‬ ‫ُّ أ‬ َ َُ َ ٌ َُ َ َ ُ ‫َع أ أ ُ َ أ َ َ َ َأ‬
‫ب‬‫ع‬ ‫ال‬َ ‫ق‬ ‫ال‬
َ ‫ق‬ ‫يل‬ ‫ب‬‫ح‬ ‫ر‬ ‫ش‬ ‫ن‬ ‫ب‬ ‫و‬‫ر‬ ‫م‬
ِ ِ
{ ‫صدي َق َها‬ ‫ال أَ أن تَُزِاِنَ َحليلَةَ َجا ِرَك فَأَنأ َزَل اللَّوُ َعَّز َو َج َّل تَ أ‬ َ َ‫َي ق‬
ّّ ‫ال ُُثَّ أ‬
َ َ‫ك ق‬ َ ‫ال أَ أن تَ أقتُ َل َولَ َد َك ِمََافَةَ أَ أن يَطأ َع َم َم َع‬
َ َ‫َي ق‬
ّّ ‫ال ُُثَّ أ‬ َ َ‫ق‬
} ‫ك يَأل َق أَثَ ًاما‬ ِ ِ َّ ِ َّ ِ َّ ِ ِ َّ ِ َّ
َ ‫اْلَ ّْق َوََّ يَ أزنُو َن َوَم أن يَ أف َع أل ذَل‬
‫س الِت َحَّرَم اللوُ إَّ ب أ‬ َ ‫آخَر َوََّ يَ أقتُلُو َن النَّ أف‬َ ‫ين ََّ يَ أدعُو َن َم َع اللو إ ََلًا‬ َ ‫َوالذ‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Abu Syaibah dan Ishaq
bin Ibrahim semuanya dari Jarir, Utsman berkata, telah menceritakan kepada

Al Hudud 209
Wismanto Abu Hasan

A. KLASIFIKASI ORANG-ORANG YANG BERZINA


Orang yang berzina adakalanya bikr atau Ghairu
muhshon (perawan) atau lajang untuk perempuan dan
perjaka atau bujang (untuk laki-laki). Atau adakalanya
muhshon (orang yang sudah beristri atau bersuami.
Jika yang berzina adalah orang yang mardeka,
muhshan, mukallaf dan tanpa paksaan, maka
hukumannya adalah dirajam sampai mati.

B. HUKUMAN BAGI BUDAK YANG BERZINA


          

  


Artinya : Dan apabila mereka telah menjaga diri
dengan kawin, kemudian mereka melakukan
perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka
separo hukuman dari hukuman wanita-wanita
merdeka yang bersuami. (Q.S. An Nisa’, 4 : 25)

C. ORANG YANG DIPAKSA BERZINA TIDAK BOLEH DI DERA


“Pernah dihadapkan kepada Umar  seorang
wanita yang berzina dengan seorang pengembala
karena terpaksa, dia meminta air minum di padang
pasir yang luas, pengembala tidak mau
memberinya minum kecuali wanita itu mau
berzina dengannya, maka iapun terpaksa berzina.
Lalu Umar memutuskan untuk merajamnya, tetapi
Ali  mengusulkan agar tidak dirajam, karena

kami Jarir dari al-A'masy dari Abu Wail dari Amru bin Syurahbil dia berkata,
Abdullah berkata, "Seorang laki-laki berkata, "Wahai Rasulullah, dosa apa yang
paling besar di sisi Allah." Beliau menjawab: "Kamu mendakwahkan tandingan
untuk Allah padahal dia menciptakanmu." Dia bertanya, "Kemudian apa?"
Beliau menjawab: "Kamu membunuh anakmu karena khawatir dia makan
bersamamu?" Dia bertanya, "Kemudian apa?" Beliau menjawab: "Kamu
menzinahi istri tetanggamu." Sebagai pembuktian kebenarannya Allah lalu
menurunkan ayat: '(Dan juga mereka yang tidak menyembah sesuatu yang lain
bersama-sama Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah
kecuali dengan cara yang dibenarkan oleh syari'at dan tidak berzina.
Barangsiapa yang melakukan perbuatan tersebut akan mendapat pembalasan
dosanya) ' (Qs. A; Furqan: 68). Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah,
kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab
Shohih Muslim 125

210 Al Hudud
Wismanto Abu Hasan

wanita itu saat itu terpaksa, maka umar 


menerimanya”188

D. BILA PERAWAN DAN PERJAKA YANG BERZINA


            

             

 
Artinya : perempuan yang berzina dan laki-laki
yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas
kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk
(menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman
kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan orang-orang yang beriman. (Q.S. An
Nur, 24 : 2)
ٍ ٍ ِ ِِ ِ ِ
‫ب‬ ُ ‫ُخ ُذوا َع ِّّْن قَ أد َج َع َل اللَّوُ ََلُ َّن َسب ًيَل الأبكُأر بالأب أك ِر َجلأ ُد مائَة َوتَغأ ِر‬
ُ ّْ‫يب َسنَة َوالثَّي‬
َّ ‫ب َجلأ ُد ِمائٍَة َو‬
‫الر أج ُم‬ ِ ّْ‫بِالثَّي‬
Artinya : "Ambillah (ketetapan hukum) dariku. Allah
telah menjadikan jalan bagi mereka, perawan dan
perjaka dengan didera seratus kali dan diasingkan
selama satu tahun. Sementara seorang janda dan
duda dengan didera seratus kali dan dirajam." 189

188
Shohih : Irwaul-Ghalil no 2313 dan Baihaqi VIII : 236
189
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫س بأ ِن ُجبَ أٍْي َع أن ِحطَّا َن بأ ِن‬ ِ ِ ِِ ٍِ ٍ ِ ٍ
َ ُ‫َحدَّثَنَا بَكُأر بأ ُن َخلَف أَبُو ب أشر َحدَّثَنَا َأَي ََي بأ ُن َسعيد َع أن َسعيد بأن أَِب َعُروبََة َع أن قََت َا ِ َة َع أن يُون‬
ِ ِ ِ ِ ِ
‫صلَّى اللَّوُ َعلَأيو َو َسلَّ َم ُخ ُذوا َع ِّّْن قَ أد َج َع َل اللَّوُ ََلُ َّن َسب ًيَل الأبكُأر بالأب أك ِر‬ ِ
َ ‫ول اللَّو‬ ُ ‫ال َر ُس‬ َ َ‫الص ِامت ق‬
َ َ‫ال ق‬ ِ َّ ‫َعأب ِد اللَّ ِو َع أن عُبَ َا ِةَ بأ ِن‬
َّ ‫ب َج أل ُد ِمائٍَة َو‬
‫الر أج ُم‬ ِ ّْ‫َج أل ُد ِمائٍَة وتَ أغ ِريب َسنَ ٍة والثَّيّْب بِالثَّي‬
ُ َ ُ َ
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Bakr bin Khalaf Abu Bisyir, telah
menceritakan kepada kami Yahya bin Sa'id dari Sa'id bin Abu Arubah dari
Qatadah dari Yunus bin Jubair dari Hithan bin Abdullah dari Ubadah bin
Shamit, ia berkata; "Rasulullah  bersabda: "Ambillah (ketetapan hukum)
dariku. Allah telah menjadikan jalan bagi mereka, perawan dan perjaka
dengan didera seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Sementara
seorang janda dan duda dengan didera seratus kali dan dirajam." Lihat dalam
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama
dengan telkom Indonesia kitab Sunan Ibnu Majah No 2540

Al Hudud 211
Wismanto Abu Hasan

E. DENGAN APA HUKUMAN HAD DILAKSANAKAN


Hukuman had dianggap sah dilaksanakan apabila
adanya pengakuan dan disaksikan oleh para saksi.
Adapun tentang pengakuan, Rasulullah pernah
merajam Ma’iz dan perempuan al-Ghamidiyah yang telah
mengaku berzina, dalilnya adalah :
‫صلَّى اللَّوُ َعلَأي ِو َو َسلَّ َم‬ ِ ُ ‫ال رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ ُ َ َ َ‫ال ََّ ق‬ َ َ‫ت ق‬
َ ‫ت أ أَو نَظَأر‬َ ‫ت أ أَو َغ َم أز‬ َ َّ‫لَ َعل‬
َ ‫ك قَبَّ أل‬
‫َج ِو‬
ِ‫ك أَمر بِر أ‬ ِ ِ َ َ‫ال نَعم ق‬ ِ
َ َ َ َ ‫ال فَعنأ َد ذَل‬ ‫أَنكأتَ َها ََّ يُ َك ِّّْن قَ َ َ أ‬
Artinya : "Mungkin engkau hanya menciumnya atau
merabanya atau memandanginya?" Ia menjawab;
"Tidak." Rasulullah  bertanya lagi: "Apakah engkau
menggaulinya tanpa ada penghalang?" ia
menjawab; "Ya." Setelah itu beliau memerintahkan
untuk merajamnya.190

F. HUKUM ORANG YANG MENGAKU PERNAH BERZINA


Apabila seseorang mengaku bahwa dirinya telah
berzina dengan fulanah, maka kepada laki-laki tersebut
hendaklah dijatuhi hukuman. Kemudian jika si
perempuan, rekan kencannya mengakuinya juga, maka
ia juga harus diberi hukuman.
Tetapi bila siwanitanya tidak mengakuinya, maka
waita tersebut tidak wajib dihukum, tetapi ia dia
berdusta, maka siksa untuknya di hari akhirat lebih
besar lagi.
190
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫صلَّى اللَّوُ َعلَأي ِو َو َسلَّ َم لَ َّما‬ َّ ِ‫َن الن‬
َ ‫َِّب‬ َّ ‫اس أ‬ٍ َّ‫يسى َحدَّثَنَا َج ِر ٌير َع أن يَ أعلَي بأ ِن َح ِكي ٍم َع أن ِع أك ِرَمةَ َع ِن ابأ ِن َعب‬ ِ ُ ‫حدَّثَنَا إِسح‬
َ ‫اق بأ ُن ع‬ َ‫أ‬ َ
َ َ‫صلَّى اللَّوُ َعلَأي ِو َو َسلَّ َم أَنِكأتَ َها ََّ يُ َك ِّّْن ق‬ ِ ُ ‫ال رس‬ ٍ ِ‫اعز بن مال‬ ِ ‫أَتَاه م‬
‫ال‬ َ ‫ول اللَّو‬ َُ َ َ‫ق‬ َّ
َ ‫ال‬
َ ‫ق‬
َ ‫ت‬
َ ‫ر‬‫ظ‬
َ ‫ن‬
َ ‫َو‬
‫أ َ أ أ‬‫أ‬ ‫ت‬َ ‫ز‬‫أ‬ ‫م‬‫غ‬َ ‫َو‬
‫أ‬ ‫ت‬َ ‫ل‬
‫أ‬ ‫ب‬
َّ ‫ق‬
َ ‫ك‬َ َّ
‫ل‬ ‫ع‬
َ ‫ل‬
َ ‫ال‬
َ ‫ق‬
َ ‫ك‬ َُ ‫أ‬ ُ َ ُ
‫َج ِو‬
ِ‫ك أَمر بِر أ‬ ِ ِ َ َ‫نَعم ق‬
َ َ َ َ ‫ال فَعأن َد َذل‬ ‫َأ‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Ishaq bin Isa telah menceritakan
kepada kami Jarir dari Ya'la bin Hakim dari Ikrimah dari Ibnu Abbas; bahwa
Nabi  ketika didatangi Ma'iz bin Malik beliau bersabda: "Mungkin engkau
hanya menciumnya atau merabanya atau memandanginya?" Ia menjawab;
"Tidak." Rasulullah  bertanya lagi: "Apakah engkau menggaulinya tanpa ada
penghalang?" ia menjawab; "Ya." Setelah itu beliau memerintahkan untuk
merajamnya. Lihat dalam Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam,
Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Musnad Ahmad
No 2307

212 Al Hudud
Wismanto Abu Hasan

G. HUKUM HAD WAJIB DITEGAKKAN BILA SAKSI KUAT


Bila akan menuduh seseorang bezina, terutama
jika dia seorang mukmin, maka hendaklah ia
mendatangkan empat orang saksi yang jujur. Sebab
persaksiannya berkaitan dengan marwah yang dituduh.
Dan jika persaksiannya palsu, maka ia akan memikul
dosa kebohongannya dengan dirajam delapan puluh
kali. Allah berfirman :
          

         


Artinya : dan orang-orang yang menuduh wanita-
wanita yang baik-baik191 (berbuat zina) dan mereka
tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka
deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh
kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian
mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah
orang-orang yang fasik. (Q.S. An Nur, 24 : 4)

Apabila keempat saksi tersebut bersaksi dengan


benar dan jujur bahwa orang yang dituduhkan benar-
benar berzina, maka pezina itu wajib untuk hukum
sebagaimana yang telah disebutkan.
Tetapi jika salah satu dari keempatnya
mengundurkan diri, maka hukuman dera berlalu kepada
ketiga orang yang bersaksi palsu tersebut.

H. HUKUM ORANG YANG BERZINA DENGAN MAHROMNYA


Barangsiapa yang berzina dengan mahromnya
wajib dibunuh. Baik ia sudah pernah menikah ataupun
belum. Dan apabila ia telah mengawini mahromnya,
maka hukumannya mereka berdua harus dibunuh dan
seluruh hartanya diserahkan kepada negara.

191
Yang dimaksud wanita-wanita yang baik disini adalah wanita-wanita
yang Suci, akil balig dan muslimah.

Al Hudud 213
Wismanto Abu Hasan

ُ‫ب عُنُ َقو‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَأي ِو َو َسلَّ َم إِ ََل َر ُج ٍل تَ َزَّو َج أامَرأَةَ أَبِ ِيو أَ أن أ أ‬
َ ‫َض ِر‬
ِ ُ ‫ب عثَِِّن رس‬
َ ‫ول اللَّو‬ ُ َ ََ
‫ّْي َمالَ ُو‬
َ ‫ُصف‬
َ ‫َوأ‬
Artinya : "Aku diutus oleh Rasululllah  untuk
menjumpai seorang laki-laki yang menikah dengan
isteri ayahnya, agar aku memenggal lehernya dan
menyita hartanya."192

I. HUKUM ORANG YANG MENYETUBUHI BINATANG


َ‫يمة‬ ِ ٍ ِ‫من وقَع علَى َِب‬
َ ‫وه َواقأ تُلُوا الأبَه‬
ُ ُ‫يمة فَاقأ تُل‬
َ َ َ َ ‫َأ‬
Artinya : "Barang siapa yang menyetubuhi binatang,
maka bunuhlah dia dan juga binatangnya." 193

J. HUKUMAN BAGI PELAKU LIWATH, HOMOSEK, LESBI DLL


Hukuman bagi pelaku liwath, homoseks, lesbi dan
yang semisalnya adalah :
ٌ ‫يسى َى َذا َح ِد‬ ِ ٍ ُ‫اف علَى أ َُّم ِِت عمل قَوِم ل‬
‫يث َح َس ٌن‬ َ ‫ال أَبُو ع‬ َ َ‫وط ق‬ ‫ََ ُ أ‬ َ ُ ‫َخ‬ َ ‫ف َما أ‬ َ ‫َخ َو‬ ‫إِ َّن أ أ‬
‫ب َع أن‬ ٍ ِ‫يب إََِّّنَا نَ أع ِرفُوُ ِم أن َى َذا الأو أج ِو َع أن َعأب ِد اللَّ ِو بأ ِن ُُمَ َّم ِد بأ ِن عُ َقأي ِل بأ ِن أَِِب طَال‬
ٌ ‫َغ ِر‬
َ
‫َجابِ ٍر‬
192
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫يس َع أن َخالِ ِد‬ ِ ِ ِ َّ ِ ِ
َ ‫ف بأ ُن َمنَازَل الت أَّيم ُّي َحدَّثَنَا َعأب ُد اللو بأ ُن إ أ ِر‬ ُ ‫وس‬
ِ ‫ني أ‬
ُ ُ‫اْلُ أعف ّْي َحدَّثَنَا ي‬ ِ ‫اْلُس أ‬ ِ َّ ‫َحدَّثَنَا ُُمَ َّم ُد بأ ُن َعأب ِد‬
َ ‫الر أُحَ ِن ابأ ُن أَخي أ‬
‫ب‬ ‫صلَّى اللَّوُ َعلَأي ِو َو َسلَّ َم إِ ََل َر ُج ٍل تََزَّو َج أامَرأََة أَبِ ِيو أَ أن أ أ‬
َ ‫َض ِر‬
ِ ُ ‫ال ب عثَِِّن رس‬
َ ‫ول اللَّو‬
ِِ
ُ َ َ َ َ َ‫بأ ِن أَِِب َك ِرُيَةَ َع أن ُم َعا ِويَةَ بأ ِن قَُّرَة َع أن أَبيو ق‬
ُ‫ّْي َمالَو‬
َ ‫ُصف‬
َ ‫ُعنُ َقوُ َوأ‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdurrahman bin
Akhi Al Husain Al Ju'fi, telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Manazil At
Ataimi, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Idris dari Khalid bin Abu
Karimah dari Mu'awiyah bin Qurrah, dari Bapaknya ia berkata, "Aku diutus oleh
Rasululllah  untuk menjumpai seorang laki-laki yang menikah dengan isteri
ayahnya, agar aku memenggal lehernya dan menyita hartanya." Lihat dalam
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama
dengan telkom Indonesia kitab Sunan Ibnu Majah No 2598
193
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫صلَّى اللَّوُ َعلَأي ِو‬ ِ َ ‫َن رس‬ ٍ ِ‫ح َّدثَِِّن أَبو سع‬
ٍ َّ‫يد َحدَّثَنَا ُسلَأي َما ُن بأ ُن بََِل ٍل َع أن َع أم ِرو بأ ِن أَِِب َع أم ٍرو َع أن ِع أك ِرَمةَ َع ِن ابأ ِن َعب‬
َ ‫ول اللَّو‬ ُ َ َّ ‫اس أ‬ َ ُ َ
ِ ٍ ِ‫ال من وقَع علَى َِب‬
‫يم َة‬
َ ‫يمة فَاقأ تُلُوهُ َواقأ تُلُوا الَأبه‬
َ َ َ َ ‫َو َسلَّ َم قَ َ َ أ‬
Artinya : Telah menceritakan kepadaku Abu Sa'id telah menceritakan kepada
kami Sulaiman bin Bilal dari 'Amru bin Abu 'Amru dari Ikrimah dari Ibnu
Abbas; bahwa Rasulullah  bersabda: "Barang siapa yang menyetubuhi
binatang, maka bunuhlah dia dan juga binatangnya." Lihat dalam Ensiklopedi
Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan
telkom Indonesia kitab Musnad Ahmad No 2294

214 Al Hudud
Wismanto Abu Hasan

Artinya : "Sesungguhnya sesuatu yang paling aku


khawatirkan dari ummatku adalah perbuatan kaum
Luth." Abu Isa berkata; Hadits ini hasan gharib,
sesungguhnya kami hanya mengetahui dari jalur
ini dari Abdullah bin Muhammad bin 'Uqail bin Abu
Thalib dari Jabir.194

Dalam riwayat Sunan Abu Daud, disebutkan


bahwa Rasulullah  memerintahkan kepada siapa saja
kaum muslimin yang melihat beberapa orang melakukan
perbuatan kaum Nabi luth , (homo, lesbi dll yang
semisal) maka bunuhlah dia.

‫ول بِِو‬ ِ ‫وط فَاقأ ت لُوا الأ َف‬ ِ


َ ‫اع َل َوالأ َم أف ُع‬ ُ ٍ ُ‫َم أن َو َج أدُتُُوهُ يَ أع َم ُل َع َم َل قَ أوم ل‬
Artinya : "Siapa yang kalian dapati sedang
melakukan perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah;
pelaku dan objeknya."195

194
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
‫اح ِد ال َأم ّْك ّْي َع أن َعأب ِد اللَّ ِو بأ ِن َُُم َّم ِد بأ ِن عُ َقأي ٍل‬
ِ ‫اس ِم ب ِن عب ِد الأو‬ ِ
َ ‫يد بأ ُن َى ُارو َن َحدَّثَنَا ََهَّامٌ َع أن الأ َق أ َأ‬ ُ ‫َُحَ ُد بأ ُن َمنِي ٍع َحدَّثَنَا يَِز‬
‫َحدَّثَنَا أ أ‬
‫يسى‬ ِ ‫ال أَبو‬
‫ع‬ ‫ق‬ ‫وط‬ٍ ‫ل‬ ‫م‬ِ‫و‬ ‫ق‬ ‫ل‬ ‫م‬ ‫ع‬ ‫ِت‬ِ ‫ُم‬‫أ‬ ‫ى‬ ‫ل‬ ‫ع‬ ‫اف‬ ‫َخ‬ ‫أ‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ف‬ ‫و‬ ‫َخ‬ ‫أ‬ ‫ن‬ َّ ِ
‫إ‬ ‫م‬َّ
‫ل‬ ‫س‬‫و‬ ِ
‫و‬ ‫ي‬‫ل‬ ‫ع‬ ‫و‬ َّ
‫ل‬ ‫ال‬ ‫ى‬ َّ
‫ل‬ ‫ص‬ ‫و‬ِ َّ
‫ل‬ ‫ال‬ ‫ول‬ُ ُ َ َ َ ُ ُ َ ً َ ‫أَنَّوُ ََِس َع‬
‫س‬ ‫ر‬ ‫ال‬ ‫ق‬ ‫ل‬ ‫و‬ ‫ق‬ ‫ي‬ ‫ا‬
‫ر‬ ِ
‫ب‬ ‫ا‬‫ج‬
َ ُ َ َ ُ ‫أ َ َ َ َ ُ ََ َّ َ َ ُ َ أ‬ َ َ َ ‫ُ َ َأ‬ َ
‫ب َع أن َجابٍِر‬ ِ ِ ِ
ٍ ‫يب إََِّّنَا نَ أع ِرفُوُ ِم أن َى َذا الأو أج ِو َع أن َعأبد اللَّ ِو بأ ِن ُُمَ َّمد بأ ِن ُع َقأي ِل بأ ِن أَِِب طَال‬ ٌ ‫َى َذا َح ِد‬
َ ٌ ‫يث َح َس ٌن َغ ِر‬
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Mani', telah
menceritakan kepada kami Yazid bin Harun telah menceritakan kepada kami
Hammam dari Al Qasim bin Abdul Wahid Al Makki dari Abdullah bin
Muhammad bin 'Uqail bahwa ia mendengar Jabir berkata; Rasulullah 
bersabda: "Sesungguhnya sesuatu yang paling aku khawatirkan dari ummatku
adalah perbuatan kaum Luth." Abu Isa berkata; Hadits ini hasan gharib,
sesungguhnya kami hanya mengetahui dari jalur ini dari Abdullah bin
Muhammad bin 'Uqail bin Abu Thalib dari Jabir. Lihat dalam Ensiklopedi
Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama dengan
telkom Indonesia kitab Sunan Tirmidzi No 1377
195
Lafazh lengkap hadits diatas adalah :
Artinya : Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Muhammad bin Ali An
Nufaili berkata, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz bin Muhammad
dari Amru bin Abu Amru dari Ikrimah dari Ibnu Abbas ia berkata, "Rasulullah 
bersabda: "Siapa yang kalian dapati sedang melakukan perbuatan kaum Luth,
maka bunuhlah; pelaku dan objeknya." Abu Dawud berkata, " Sulaiman bin
Bilal meriwayatkannya dari Amru bin Abu Amru seperti hadits tersebut. Dan
Abbad bin Manshur meriwayatkannya dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dan ia
memarfu'kannya. Ibnu Juraij meriwayatkannya dari Ibrahim, dari Dawud Ibnul
Hushain, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas, dan ia memarfu'kannya." Lihat dalam
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa Pusaka, bekerjasama
dengan telkom Indonesia kitab Sunan Abu Daud no 3869

Al Hudud 215
LITERATUR

Abdul Azhim bin Badawi al Khalafi, Al Wajiz, terj Ma’ruf


Abdul Jalil, Pustaka assunnah, Jakarta, 2011
Abdul Aziz bin Fathi as-sayyid Nada, Ensiklopedi adab
islam menurut al qur’an dan sunnah, Pustaka Imam asy-Syafii,
Jakarta, 2013
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq
Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Edisi Terjemahan Bahasa
Indonesia Jilid 1, Pustaka Imam Asy-Syafii, Jakarta, 2008
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq
Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Edisi Terjemahan Bahasa
Indonesia Jilid 2, Pustaka Imam Asy-Syafii, Jakarta, 2008
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq
Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Edisi Terjemahan Bahasa
Indonesia Jilid 3, Pustaka Imam Asy-Syafii, Jakarta, 2008
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq
Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Edisi Terjemahan Bahasa
Indonesia Jilid 4, Pustaka Imam Asy-Syafii, Jakarta, 2008
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq
Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Edisi Terjemahan Bahasa
Indonesia Jilid 5, Pustaka Imam Asy-Syafii, Jakarta, 2008
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq
Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Edisi Terjemahan Bahasa
Indonesia Jilid 6, Pustaka Imam Asy-Syafii, Jakarta, 2008
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq
Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Edisi Terjemahan Bahasa
Indonesia Jilid 7, Pustaka Imam Asy-Syafii, Jakarta, 2008
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq
Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Edisi Terjemahan Bahasa
Indonesia Jilid 8, Pustaka Imam Asy-Syafii, Jakarta, 2008
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq
Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Edisi Terjemahan Bahasa
Indonesia Jilid 9, Pustaka Imam Asy-Syafii, Jakarta, 2008
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq
Alu Syaikh, Tafsir Ibnu Katsir Edisi Terjemahan Bahasa
Indonesia Jilid 10, Pustaka Imam Asy-Syafii, Jakarta, 2008
Abdurrahman al Jaziri, Fiqih empat mazhab, jilid 1 terj.
Muhammad Zuhri dkk, Adhi Grafika, Semarang, 1994
Abdurrahman al Jaziri, Fiqih empat mazhab, jilid 2 terj.
Muhammad Zuhri dkk, Adhi Grafika, Semarang, 1994
Abdurrahman al Jaziri, Fiqih empat mazhab, jilid 3 terj.
Muhammad Zuhri dkk, Adhi Grafika, Semarang, 1994

216 Literatur
Wismanto Abu Hasan

Abdurrahman al Jaziri, Fiqih empat mazhab, jilid 4 terj.


Muhammad Zuhri dkk, Adhi Grafika, Semarang, 1994
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al Bukhari, Shohih
Bukhari Jilid 1, Terj. Ahmad Sunarto, CV. Asy-Syifa, Semarang,
1991
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al Bukhari, Shohih
Bukhari Jilid 2, Terj. Ahmad Sunarto, CV. Asy-Syifa, Semarang,
1991
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al Bukhari, Shohih
Bukhari Jilid 3, Terj. Ahmad Sunarto, CV. Asy-Syifa, Semarang,
1991
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al Bukhari, Shohih
Bukhari Jilid 4, Terj. Ahmad Sunarto, CV. Asy-Syifa, Semarang,
1991
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al Bukhari, Shohih
Bukhari Jilid 5, Terj. Ahmad Sunarto, CV. Asy-Syifa, Semarang,
1991
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al Bukhari, Shohih
Bukhari Jilid 6, Terj. Ahmad Sunarto, CV. Asy-Syifa, Semarang,
1991
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al Bukhari, Shohih
Bukhari Jilid 7, Terj. Ahmad Sunarto, CV. Asy-Syifa, Semarang,
1991
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al Bukhari, Shohih
Bukhari Jilid 8, Terj. Ahmad Sunarto, CV. Asy-Syifa, Semarang,
1991
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al Bukhari, Shohih
Bukhari Jilid 9, Terj. Ahmad Sunarto, CV. Asy-Syifa, Semarang,
1991
Abu Abdullah Muhammad bin Ismail al Bukhari, Shohih
Bukhari Jilid 10, Terj. Ahmad Sunarto, CV. Asy-Syifa,
Semarang, 1991
Abu Muhammad Abdul Malik bin Hisyam al Muafiri,
Syirah Nabawiyah Ibnu Hisyam, ter. Fadhli Bahri Syirah
Nabawiyah Ibnu Hisyam, Darul Fikri, Jakarta, 1994
Ahmad Salim Baduwailan, Mausu’ah Qishosh al-salaf,
ter. Izzuddin al-Karimi, Ensiklopedi kisah generasi salaf, Fitrah
mandiri sejahtera, Surabaya 2007
Al-Hafizh Ibnu Katsir, Perjalanan hidup empat khalifah
rasulullah  yang agung, Darul Haq, Jakarta 2010
Al-Hafizh Ibnu Katsir, Sirah Nabi Muhammad , Pustaka
Imam Asy-Syafii, Jakarta 2010
Al-Hafizh Ibnu Katsir, Sirah Para Nabi, Jilid 1, Pustaka
Imam Asy-Syafii, Jakarta 2010

Literatur 217
Wismanto Abu Hasan

Al-Hafizh Ibnu Katsir, Sirah Para Nabi, Jilid 2, Pustaka


Imam Asy-Syafii, Jakarta 2010
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa
Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Shoheh
Bukhari.
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa
Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Shoheh
Muslim.
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa
Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Sunan
Abu Daud
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa
Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Sunan
Tirmizi.
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa
Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Sunan
Nasa’i.
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa
Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Sunan
Ibnu Majah.
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa
Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Imam
Ahmad.
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa
Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Muwatto’
Imam Malik.
Ensiklopedi Hadits Kutubuttis’ah, kitab 9 imam, Lidwa
Pusaka, bekerjasama dengan telkom Indonesia kitab Sunan
Ad-Darimi.
Erwandi Tarmizi, Harta haram muamalah kontenporer,
Berkat Mulia Insani, Bogor, 2012
Ibnu Abi Zaid Al-Qairawany Al-Maliky, Ar-Risalah Al-
Fiqhiyyah Darul Gharb Al-Islamy
Ibnul Qayyim al-Jauziyah, Zadul Maad Bekal perjalanan
akhirat, Jilid 1, Griya Ilmu, Jakarta Timur, 2006
Ibnul Qayyim al-Jauziyah, Zadul Maad Bekal perjalanan
akhirat, Jilid 2, Griya Ilmu, Jakarta Timur, 2006
Ibnul Qayyim al-Jauziyah, Zadul Maad Bekal perjalanan
akhirat, Jilid 3, Griya Ilmu, Jakarta Timur, 2006
Ibnul Qayyim al-Jauziyah, Zadul Maad Bekal perjalanan
akhirat, Jilid 4, Griya Ilmu, Jakarta Timur, 2006
Ibnul Qayyim al-Jauziyah, Zadul Maad Bekal perjalanan
akhirat, Jilid 5, Griya Ilmu, Jakarta Timur, 2006
Ibnul Qayyim al-Jauziyah, Zadul Maad Bekal perjalanan
akhirat, Jilid 6, Griya Ilmu, Jakarta Timur, 2006

218 Literatur
Wismanto Abu Hasan

Ibnul Qayyim al-Jauziyah, Zadul Maad Bekal perjalanan


akhirat, Jilid 7, Griya Ilmu, Jakarta Timur, 2006
Ibnul Qayyim al-Jauziyyah, Ad-Daa wa Ad-Dawaa, ter. Ali
Hasan bin Ali al-Halabi al-atsari, Macam-macam penyakit hati
yang membahayakan dan resep obatnya, Pustaka Imam Asy-
Syafii, Jakarta 2009
Ibrohim bin Muhammad bin Ahmad Syafii Al-Baijuri
dalam kitab ‚Syarh Jauharah At-Tauhid‛ terbitan Darul kitab
‘ilmiyah , Beirut, Libanon
Muhammad bin Abdul Wahhab, Kitabut Tauhid, ter.
Yusuf Harun, Kitab Tauhid yang wajib diketahui seorang
hamba, Maktabah Ummu salma al-atsyariyyah.
Said Ali bin wahf al Qathani, Ensiklopedi sholat
menurut al Qur’an dan Sunnah, Pustaka Imam Asy-Syafii,
Jakarta, 2009
Syaikh Muhammad Abdussalam, Bid’ah-bid’ah yang
dianggap sunnah, Qisthi Press, Jakarta, 2013
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-albani, Sifat Sholat
Nabi, terj. Abu Zakaria al atsary, Griya ilmu, Jakarta Timur,
2009
Wismanto Abu Hasan, Kitabuttauhid ~ Esa-kanlah Aku,
Nasya Expanding Management, Pemalang, Jawa Tengah, 2016
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Kedudukan As-Sunnah
Pustaka At-Taqwa, Bandung, 2009
Ad Durul Mukhtar, Al Hish-faki, Mawqi’ Ya’sud (sesuai
cetakan).
Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, terbitan Kementrian Agama
Kuwait.
Al Mughrib fii Tartiibil Mu’rob, Abul Fath Nashiruddin
bin ‘Abdis Sayyidin ‘Ali bin ‘Ali bin Al Mathrizi, terbitan
Maktabah Usamah bin Zaid, cetakan pertama, 1979.
Fiqih Sunnah, Sayyid Sabiq, tahqiq: Syaikh Muhammad
Nashiruddin Al Albani, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan
ketiga, 1430 H.
Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah,
terbitan Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H.
Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik Kamal bin Asy Sayyid
Salim, cetakan Al Maktabah At Taufiqiyah.
Subulus Salam, Muhammad bin Ismai’l Al Amir Ash
Shan’ani, tahqiq: Muhammad Shabhi Hasan Hallaq, terbitan
Dar Ibnul Jauzi, cetakan kedua, Muharram 1432 H.
Tuhfatul Ahwadzi, Muhammad bin ‘Abdirrahman bin
‘Abdirrahim Al Mubarakfuri Abul ‘Alaa, terbitan Darul Kutub Al
‘Ilmiyyah.

Literatur 219

Anda mungkin juga menyukai