Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

“Konstruksi Epistemologi Integratif (Humanisasi Iptek)”

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Filsafat Ilmu

Dosen pengampu : Dr. Imam Khanafi al-jauhari.,M.Ag

Disusun oleh :

Ahmad Agung Setiawan (3219014)

JURUSAN ILMU HADITS

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM PEKALONGAN

IAIN PEKALONGAN

2021
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Bbelakang

Salah satu objek pengetahuan yang menyibukkan filsafat sampai hari ini adalah gejala
pengetahuan atau lebih tepatnya gejala keilmuan. Kata pengetahuan dan keilmuan jika
ditelisik lebih jauh terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Ilmu semakna dengan ilm
(bahasa Arab) dan science (bahasa Inggris). Sedangkan pengetahuan semakna dengan kata
knowledge (bahasa Inggris) dan ma‟rifah(bahasa Arab).Pengetahuan diartikan sebagai hasil
pikir manusia yang dengannya manusia akan menemukan sekalgus menghayati kehidupannya
secara sempurna. Sedangkan ilmu tidak lain adalah kumpulan pengetahuan dengan kriteria
tertentu yang membedakannya dengan pengetahuan yang lain.7 Dalam bahasa yang lebih
sederhana, ilmu merupakan salah satu bagian pengetahuan dengan ciri, tahapan, dan metode
tertentu sehingga ia dapat tersusun secara sistematis dan dengan sadar menuntut kebenaran

Dalam kajian filsafat, cabang kajian tentang pertanyaan-pertanyaan yang bersifat


menyeluruh dan mendasar tentang pengetahuan disebut dengan espistemologi. Epistemologi
merupakan teori filsafat yang berusaha membahas secara mendalam tentang gejala atau
fenomena yang tertangkap (baik oleh nalar maupun indera) dalam usaha untuk mendapatkan
pengetahuan yang tersimpan di dalamnya.

Epistemologi atau dapat disebut juga sebagai filsafat pengetahuan,11 terdiri dari kosa
kata dalam bahasa Yunani ―episteme” yang memiliki makna pengetahuan dan kosa kata
logos yang berarti ilmu, perkataan, pikiran. Dalam bahasa Yunani, akar kata episteme adalah
kata epistamai yang berarti menempatkan atau mendudukkan atau meletakkan. Sehingga
secara harfiah kata episteme bermakna sebuah pengetahuan tentang bagaimana seorang
ilmuwan mendudukkan sesuatu sesuai dengan kedudukan yang seharusnya. Jika dimaknai
bersamaan dengan kata logos, epistemologi berarti ilmu tentang pengetahuan dalam
menempatkan suatu hal secara proporsional dan apa adanya.

Pada mulanya, para filosof pra-Sokratik tidak terlalu mengindahkan cabang dari kajian
filsafat ini, sebab mereka lebih berkonsentrasi terhadap hal-hal yang bersifat kodrati dan
kemungkinan perubahan dari segala apa yang tampak secara indrawi. Baru kemudian, setelah
muncul era Plato, istilah epistomologi ini muncul, dan bahkan ia disebut sebagai peletak
dasar epistemologi, sebab Platolah orang yang dikenal pertama kali memprakarsai kajian
yang berkisar pada pertanyaan: ―Apakah itu pengetahuan? Dimanakah umumnya
pengetahuan ditemukan? Sejauh manakah apa yang kita anggap sebagai pengetahuan benar-
benar merupakan pengetahuan?‖ Dari masalah-masalah dasar yang dikaji oleh Plato ini
diketahui bahwa salah satu tujuan epistemologi adalah untuk mengkaji dan mencoba
menemukan sumber-sumber, dasar, dan validasi (keabsahan) kebenaran sebuah ilmu
pengetahuan.Jika Plato dianggap sebagai penemu espistomologi, tokoh yang dianggap
memperkenalkan istilah epistemologi dan membedakannya dengan dengan cabang ontologi,
adalah J.F. Ferrier. Berbeda dengan logika yang menkaji persoalan sains formal berkenaan
prinsip-prinsip penalaran, menurut J.F. Ferrier, epistemologi memiliki kajian pokok berupa
asal, struktur, metode, dan validitas ilmu pengetahuan (the branch of philosophy wich
investigates the origin, structure, methods, and validity of knowledge). Dengan kata lain,
epismologi sebagai sebuah pendekatan berupaya untuk mengungkap sumber, metode, dan
validitas sebuah ilmu pengetahuan.

Epistemologi sebagai basis integrasi keilmuan Islam dan sains difungsikan untuk
menemukan titik temu paradigma, objek, metode, dan kriteria yang digunakan untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan oleh keduanya. Usaha integrasi ini penting dilakukan di
tengah sikap dikotomis umat Islam terhadap ilmu pengetahuan yang mengarah pada
penolakan keabsahan dari masing-masing pihak dan berakibat pada kemunduran peradaban
umat Islam sendiri. Hal mana tidak terjadi pada era awal ilmuwan Islam ketika seluruh
keilmuan, ―ilmu agama‖ dan ―ilmu umum‖, diinsafi sebagai yang terintegrasi dan wajib
dipelajari sebagai bentuk pelaksanaan perintah ―iqra‟‖ dengan media pengetahuan berupa
ayat qawliyah (al-Qur‘an) dan ayat kawniyah (alam semesta) yang sama-sama bersumber dari
realitas sejati, Allah SWT. Islam sebagai agama dan sains, sebagaimana diungkap Mujamil
Qomar, memiliki peran yang sama-sama penting dan saling mengisi dalam pemenuhan hajat
kehidupan umat manusia. Keterpaduan diantara keduanya mengantarkan umat manusia pada
ketercapain prestasi dan kemajuan peradaban, di satu sisi, dan pada saat bersamaan tetap
berpegang teguh pada moral dan etik yang berlandaskan pada aspek kemanusian dan
keseimbangan kosmos.1

1
Moch. Nurcholis, Integrasi Islam Dan Sains: Sebuah Telaah Epistemologi, (Falasifa: Jurnal Studi Keislaman,
2021), Vol. 12 Nomor 1, hal. 119-121.
BAB II

PEMBAHASAN

Humanisasi

Pendidikan merupakan insti-tusi sosial yang menggarap manusia melalui proses tertentu
menuju kearah tujuan yang diinginkan. Manusia merupakan kesatuan antara jiwa dan raga.
Dengan demikian, manusia akan dikatakan manusia bila kedua unsur tersebut sama-sama
ada. Jika salah satu dari keduanya tidak ada, manusia tidak dapat dinamakan manusia lagi.
Jiwa tanpa raga bukan manusia, dia adalah ruh yang gentayangan. Demikian juga sebaliknya,
raga tanpa jiwa bukanlah manusia, melainkan mayat. Raga dan jiwa merupakan kesatuan
pembentuk makhluk bernama manusia. Pendidikan sesung-guhnya bertujuan untuk menyeim-
bangkan keduanya. (Baharudin & Makin, 2007).

Manusia adalah makhluk yang disebut psikofisik netral, yakni makhluk yang memiliki
kamandirian jasmaniah dan rohaniah. Dalam kondisi kemandirian itu manusia memiliki
potensi berkembang, dan karena itu diperlukan adanya pendidikan supaya kebutuhan fisik
dan psikisnya dapat terpenuhi secara seimbang dan harmonis. Dengan pendidikan, segala
potensi alami insani akan terarah dan terasah, sehingga dapat membantu manusia untuk
menjalani kehidupannya, serta menjadikan manusia benar-benar menjadi manusia.

Humanisasi adalah proses membangun karakter kemanusiaan dalam diri manusia, yang
menghargai harkat dan martabat manusia sebagai makh-luk yang paling sempurna, dengan
berbagai anugerah kelebihan. Humanisasi pendidikan untuk mewujudkan pendidikan yang
manusiawi merupakan suatu upaya menjadikan pendidikan sebagai suatu proses
pembudayaan. Oleh karena itu, tujuan pendidikan tiada lain untuk mengem-bangkan jasmani,
menyucikan rohani,dan menumbuhkan akal sehingga terwujud manusia seutuhnya( Zamroni,
2007).2

2
Sulistyarini, Pentingnya Pendidikan Humanistik di Era Globalisasi, (Pontianak: Universitas Tanjungpura), hal.
157-158.
Dimensi Ilmu dan Teknologi

Pertumbuhan ilmu dan teknologi dewasa ini sangat pesat dan dampaknya amat besar
terhadap kehidupan setiap orang. Sehingga boleh dikatakan kini setiap segi dan tahap
kehidupan seseorang tersentuh oleh kemajuan ilmu dan perkembangan teknologi. Ilmu dan
teknologi bukanlah entitas yang sederhana karena bersangkut paut dengan dorongan hakiki
dan naluri kreatif dalam diri manusia. Bagaimana hubungan senyatanya antara ilmu dengan
teknologi yang saling-kait, saling gayut maupun saling-pengaruh.

Ilmu dan teknologi jika dikaji dari berbagai aspek dan nuansanya maka ada titik singgung
antara keduanya, yakni:

(1) Baik ilmu dan teknologi merupakan komponen dari kebudayaan;

(2) Baik ilmu dan teknologi memiliki aspek ideasional maupun faktual, dimensi abstrak
maupun konkret, dan aspek teoretis maupun praktis;

Terdapat hubungan dialektis antara ilmu dan teknologi. Pada satu sisi, ilmu
menyediakan bahan pendukung penting bagi kemajuan teknologi yakni berupa teori-teori.
Pada sisi lain penemuan teknologi sangat membantu perluasan cakrawala penelitian ilmiah,
yakni dengan dikembangkannya perangkat penelitian berteknologi mutakhir. Bahkan dapat
dikatakan, dewasa ini kemajuan ilmu mengandalkan dukungan teknologi, sebaliknya
kemajuan teknologi mengandalkan dukungan ilmu.3

Implikasi Filsafat Ilmu Terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi

Filsafat ilmu diperlukan kehadirannya di tengah perkembangan IPTEK yang ditandai


semakin menajamnya spesialisasi ilmu pengetahuan. Sebab dengan mempelajari filsafat ilmu,
maka para ilmuwan akan menyadari keterbatasan dirinya dan tidak terperangkap ke dalam
sikap arogansi intelektual. Hal yang lebih diperlukan adalah sikap keterbukaan diri
dikalangan ilmuwan, sehingga mereka dapat saling menyapa dan mengarahkan seluruh
potensi keilmuan yang dimilikinya untuk kepentingan umat manusia.4

3
Sulhatul Habibah, Implikasi Filsafat Ilmu Terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
(Lamongan: Universitas Islam Darul Ulum), hal. 169.
4
Sulhatul Habibah, Implikasi Filsafat Ilmu Terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
(Lamongan: Universitas Islam Darul Ulum), hal. 175.
Filsafat ilmu sebagai cabang khusus filsafat yang membicarakan tentang sejarah
perkembangan ilmu. Metode-metode ilmiah, sikap etis yang harus dikembangkan para
ilmuwan secara umum mengandung tujuan-tujuan sebagai berikut:

Pertama, filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi
kritis terhadap kegiatan ilmiah. Seorang ilmuwan harus memiliki sikap kritis terhadap bidang
ilmunya sendiri, sehingga dapat menghindarkan diri dari sikap solipsistik, menganggap
bahwa hanya pendapatnya yang paling benar.

Kedua, filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode
keilmuwan. Kecenderungan yang terjadi dikalangan para ilmuwan modern adalah
menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan struktur ilmu pengetahuan itu sendiri.
Satu sikap yang diperlukan di sini adalah menerapkan metode ilmiah yang sesuai atau cocok
dengan struktur ilmu pengetahuan, bukan sebaliknya. Metode hanya sarana berpikir, bukan
merupakan hakikat ilmu pengetahuan.

Ketiga, filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan. Setiap metode
ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis-rasional, agar
dapat dipahami dan dipergunakan secara umum. Semakin luas penerimaan dan penggunaan
metode ilmiah, maka semakin valid metode tersebut, pembahasan dalam hal ini dibicarakan
dalam metodologi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang cara-cara untuk memperoleh
kebenaran.

Adapun implikasi filsafat ilmu terhadap perkembangan ilmu pengetahuan

a. Bagi seorang ilmuwan diperlukan pengetahuan dasar yang memadai tentang ilmu, baik
ilmu alam maupun ilmu sosial, supaya para ilmuwan memiliki landasan berpijak yang kuat.
Hal ini berarti ilmuwan sosial perlu mempelajari ilmu-ilmu kealaman secara garis besar,
demikian pula seorang ahli ilmu kealaman perlu memahami dan mengetahui secara garis
besar tentang ilmu-ilmu sosial. Sehingga antara ilmu yang satu dengan lainnya saling
menyapa, bahkan dimungkinkan terjalinnya kerja samayang harmonis untuk memecahkan
persoalan-persoalan kemanusiaan.

b. Menyadarkan seorang ilmuwan agar tidak terjebak ke dalam pola pikir “menara gading” ,
yakni hanya berfikir murni dalam bidangnya tanpa mengaitkannya dengan kenyataan yang
ada di luar dirinya. Padahal setiap aktivitas keilmuan nyaris tidak dapat dilepaskan dari
konteks kehidupan sosial-kemasyarakatan.5

Implikasi Humanis Perkembangan Teknologi

Dampak revolusi perkembangan teknologi komunikas i/informasi bagi transformasi


masyarakatdan kehidupan umat manusia merupakan sebuah contoh kasus yang amat sangat
menarik. Meskipun pada awal kehadirannya revolusi perkembangan teknologi
komunikasi/informasi dianggap oleh banyak ahli dan praktisi pembangu nan sebagai
segalanya, namun di dalam dinamika perkembangannya telah menciptakan kontroversi
tentang sumbangannya bagi transformasi kehidupan masyarakat dan umat manusia yang
sejauh mata memandang belum akan kunjung usai. Memang harus diakui bahwa dampak “
tonik” yang ditmbulkannya bagi kehidupan masyarakat dan umat manusia sungguh sangat
luar biasa. Ia merambah memasuki berbagai sektor kehidupan melalui terjadinya perubahan
-perubahan di dalam beragam institusi sosial, mulai dari perubahan-perubahan yang dapat
kita saksikan di dalam institusi pendidikan dan kesehatan, sampai dengan perubahan-
perubahan yang terjadi di dalam institusi agama dan politik. Di dalam institusi pendidikan,
misalnya, melalui kehadiran teknologi teleconference, jaringan short circuite dan
komputerisasi administrasi pendidikan, sumbangan perkembangan teknologi informasi baru
bagi dunia pendidikan sungguh tidak ternilai.6

Problem dari ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis sebagai
pertimbangan dan kadang-kadang mempunyai pengaruh pada proses perkembangan lebih
lanjut terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanggung jawab etis merupakan sesuatu
yang menyangkut kegiatan maupun penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Ilmuwan
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi harus memperhatikan kodrat
manusia, martabat manusia, menjaga keseimbangan ekosistem, bertanggung jawab pada
kepentingan umum, kepentingan generasi mendatang, dan bersifat universal. Pada dasarnya

5
Sulhatul Habibah, Implikasi Filsafat Ilmu Terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
(Lamongan: Universitas Islam Darul Ulum), hal. 176.
6
Nasikun, Peran Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora bagi Liberasi dan Humanisasi Teknologi,
( Yogyakarta: Universitas Gajah Mada, 2004), hal. 5
ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh eksistensi
manusia bukan untuk menghancurkan eksistensi manusia.

Tanggung jawab ilmu pengetahuan dan teknologi menyangkut juga tanggung jawab
terhadap hal-hal yang akan dan telah diakibatkan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa-
masa lalu, sekarang maupun akibatnya bagi masa depan berdasar keputusan bebas manusia
dalam kegiatannya. Penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahuan dan teknologi
terbukti ada yang dapat mengubah suatu aturan baik alam maupun manusia. Hal ini tentu saja
menuntut tanggung jawab untuk selalu menjaga agar apa yang diwujudkannya dalam
perubahan tersebut akan merupakan perubahan yang terbaik bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi itu sendiri, maupun bagi perkembangan eksistensi manusia secara
utuh.Tanggung jawab etis tidak hanya menyangkut mengupayakan penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi secara tepat dalam kehidupan manusia. Manusia harus menyadari
juga apa yang seharusnya dikerjakan atau tidak dikerjakan untuk memperkokoh kedudukan
serta martabat manusia yang seharusnya, baik dalam hubungannya sebagai pribadi, dengan
lingkungan, dan sebagai makhluk yang bertanggug jawab terhadap Khaliknya. Jika melihat
beberapa dampak negatif dari perkembangan teknologi, maka betapa perlunya kendali etik
terhadap perkembangan teknologi modern, untuk mencegah proses degeneratif berlanjut.
Jacob berpendapat bahwa usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk meredam pengaruh
negatif tersebut antara lain adalah:

1. Rehumanisasi

Mengembalikan martabat manusia dalam perkembangan teknologi modern yang sangat


cepat itu dengan berbagai cara. Kecepatan perkembangan teknologi sebaiknya disesuaikan
dengan kemampuan adaptasi populasiyang bersangkutan. Pendidikan seyogyanya tidak berat
sebelah, terutama pada tingkat tersier: nilai tidak dapat dipisahkan dari keterampilan.
Keterampilan baru memerlukan etika baru, karena perkembangan nilai-nilai agama, etika,
hukum dan kebijakan lebih lambat daripada perkembangan teknologi, maka masalah ini harus
mendapat perhatian khusus. Dalam peningkatan hidup manusia, tidak hanya kualitas
ekstrinsik yang perlu mendapat perhatian, tetapi juga kualitas intrinsik.

2. Kemampuan memilih

Etika seharusnya menentukan bahwa apa yang mungkin diteliti dan dikembangkan tidak
dapat dilakukan jika tidak manusiawi, maka segala yang teknis mungkin akan dikerjakan,
tidak dipertentangkan dan dengan disaring oleh nilai-nilai kemanusiaan.
3. Arah perkembangan kemajuan

Dalam arah perkembangan kemajuan nasional, bahkan internasional diperlukan etika


untuk menjamin keadilan sosial internasional dan hak asasi bangsa-bangsa.

4. Revitalisasi

Diperlukan daya-daya positif untuk mencegah distorsi biokultural yang berkelanjutan.


Pembangunan pada akhirnya akan menuju ke suatu kebudayaan baru di masa depan.
Persiapan-persipan harus menyeluruh. Kode-kode harus jelas dan dipegang teguh dalam
kehidupan sehari-hari, terus diadaptasi dan diseminasi seluas mungkin dalam berbagai
lingkungan dengan berbagai media7

7
Sulhatul Habibah, Implikasi Filsafat Ilmu Terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
(Lamongan: Universitas Islam Darul Ulum), hal. 176-178.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Ipaya integrasi Islam dan sains dalam wilayah epistemologi, yakni persoalan bagaimana
cara mendapatkan pengetahuan sepanjang mengenai objek, metode, dan kriteria ilmu
pengetahuan. Sains membatasi objek penelitiannya pada ranah empirik yang diolah melalui
metode ilmiah. Kebenaran dalam sains diukur menggunakan dua kriteri sekaligus yakni
rasional dan empirik. Sedangkan Islam, memperluas objek kajiannya tidak terbatas pada
ranah empirik berupa mikro kosmos dan makro kosmos yang dapat dikaji melalui nalar dan
pengamatan tetapi juga dalam ranah meta kosmos melalui pengalaman batin.

Filsafat ilmu sebagai dasar bagi pengembangan IPTEK harus turun pada kontekstualitas
supaya kesadaran akan pemanfaatan teknologi tetap pada koridor kepentingan bersama.
Implikasi dari pengembangan dan penerapan IPTEK juga harus dikendalikan dengan
didasarkan pada filsafat ilmu dan adanya etika ilmiah supaya tidak semakin jauh dari nilai-
nilai etik, moral dan agama. Sehingga pendidikan humanistik menjadi begitu penting, karena
pendidikan humanistik bermaksud membentuk insan manusia yang memiliki komitmen
humaniter sejati, yaitu insan manusia yang memilki kesadaran, kebebasan, dan tanggung
jawab sebagai insan manusia individual dan sosial di tengah masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Nurcholis, Moch. 2021. Integrasi Islam Dan Sains: Sebuah Telaah Epistemologi, (Falasifa:
Jurnal Studi Keislaman) Vol. 12 Nomor 1.

Sulistyarini. Pentingnya Pendidikan Humanistik di Era Globalisasi, (Pontianak: Universitas


Tanjungpura).

Habibah, Sulhatul. Implikasi Filsafat Ilmu Terhadap Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, (Lamongan: Universitas Islam Darul Ulum).

Nasikun. 2004. Peran Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial dan Humaniora bagi Liberasi dan
Humanisasi Teknologi, ( Yogyakarta: Universitas Gajah Mada).

Anda mungkin juga menyukai