Anda di halaman 1dari 98

Makalah Hadits Shahih

Makalah ini Disusun sebagai Tugas Akhir Hadits semester 2

dan Syarat untuk memenuhi Nilai Keterampilan Hadits

Nama Anggota Kelompok

Fikri Fadly Arkasala (25)

M. Harun Rosyidi (28)

M. Ravi Fachreza (29)

Raihan Ghassani (31)

Sujatmoko Mukti W (32)

Kelas : XI.A.5

SEKOLAH MENENGAH ATAS


AL-ISLAM 1 SURAKARTA
TAHUN PELAJARAN 2017/2018
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt yang telah melimpahkan Rahmat dan
Barokah-Nya sehingga pada saat ini kami dapat menyelesaikan kegiatan praktikum dan tugas
menyusun Makalah Hadits Shahih guna melengkapi penilaian dalam nilai keterampilan.
Shalawat serta Salam semoga tetap tercurah kepada Uswah Hasanah kita, Rasul Mulia,
Muhammad Saw beserta seluruh keluarganya, sahabatnya, dan umatnya yang cinta dan taat
kepadanya hingga yaumil akhir, Amin.

Pada kesempatan ini kami tidak lupa mengucapkan terimakasih kepada Bapak H.Muchtarom
selaku guru mata pelajaran Hadits di kelas XI IPA.

Selanjutnya jika ada kekurangan dan kesalahan dalam kami melakukan percobaan dan atau
dalam menyusun laporan hasil percobaan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Tidak
lupa kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan dalam
penyusunan laporan diwaktu yang akan datang.

Sekian dan terimakasih,

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Penyusun
Daftar Isi
Peta Konsep
I. Pengertian Hadits Shahih
1. Pengertian menurut bahasa

Kata Shahih )ُ‫ (الص َِّح ْيح‬dalam pengertian bahasa, diartikan sebagai orang sehat antonim dari
kata as-saqîm )‫س ِق ْي ُم‬
َّ ‫ (ال‬orang yang sakit. Jadi yang dimaksud hadits shahih adalah hadits yang
sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan cacat. Hadits shahih menurut Bahasa adalah
bagus, sehat,benar,dapat dipertanggung jawabkan,dll.

2. Pengertian menurut istilah

ُّ ‫َامالً ع َْن ِمثْ ِل ِه َو َخالَ ِمنَ ال‬


‫شذُ ْو ِذ َو ا ْل ِعلَّ ِة‬ َ ‫ِبنَ ْق ِل ا ْل َع ْد ِل الضَّا ِب ِط‬
ِ ‫ضبْطا ً ك‬ ُ‫سنَ ُده‬ َ َّ ‫ه َُو َما ات‬
َ ‫ص َل‬ .
“ Hadits yang muttasil (bersambung) sanadnya, diriwayatkan oleh orang ‘adil dan dhabith
(kuat daya ingatan) sempurna dari sesamanya, selamat dari kejanggalan (syadz), dan cacat
(‘illat)”.
3. Pengertian menurut para ahli ulama
1. Al-Mutaakhirin
“Adapun hadits shahih ialah hadits yang sanadnya bersambung (sampai kepada Nabi),
diriwayatkan oleh ? (perawi) yang adil dan dhabit sampai akhir sanad, tidak ada kejanggalan
dan berillat.”
2. An-Nawawi
“Hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh perawi yang adil lagi dhabit, tidak
syadz dan tidak berillat.”
3. As-Syafi’i
Apabila diriwayatkan oleh para perowi yang dapat dipercaya pengamalan agamanya, dikenal
sebagai orang yang jujur mermahami hadits yang diriwayatkan dengan baik mengetahui
perubahan arti hadits bila terjadi perubahan lafadnya; mampu meriwayatkan hadits secara
lafad, terpelihara hafalannya bila meriwayatkan hadits secara lafad

KESIMPULAN PENGERTIAN
Suatu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, sempurna ingatannya, bersambung-
sambung sanadnya, tidak ada cacat yang tersembunyi dan pengertiannya tidak
janggal/berlawanan dengan dalil yang lebih kuat.
II. Syarat Hadits Shahih
1. Perawinya bersifat adil ‫َر َواتُهُ عَادِل‬

Menurut bahasa, adil berarti lurus, tidak berat sebelah, tidak zalim, tidak menyimpang, tulus
dan jujur. Dalam istilah periwayatan, orang yang adil adalah:

‫وار ِم ا ْل ُم ُر ْو َء ِة‬
ِ ‫ق َو َخ‬ ْ ‫س ِل َم ِمنَ ا ْل ِف‬
ِ ‫س‬ َ ‫سنَ ُخلُقُهُ َو‬
ُ ‫ستَقَا َم ِد ْينُهُ َو َح‬
ْ ‫َم ِن ا‬
Adil adalah orang yang kosisten (istiqamah) dalam beragama, baik akhlaknya, tidak fasik,
dan tidak melakukan cacat muru’ah.

Maksudnya adalah tiap-tiap perowi itu seorang Muslim, bersetatus Mukallaf (baligh),
bukan fasiq dan tidak pula jelek prilakunya.

Dalam menilai keadilan seorang periwayat cukup dilakuakan dengan salah satu teknik
berikut:
 keterangan seseorang atau beberapa ulama ahli ta’dil bahwa seorang itu
bersifat adil, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab-kitab jarh wa at-
ta’dil.
 ketenaran seseorang bahwa ia bersifast adil, seperti imam empat
Hanafi,Maliki, Asy-Syafi’i, dan Hambali.
 khusus mengenai perawi hadits pada tingkat sahabat, jumhur ulama
sepakat bahwa seluruh sahabat adalah adil. Pandangan berbeda datang dari
golongan muktazilah yang menilai bahwa sahabat yang terlibat dalam
pembunuhan ‘Ali dianggap fasiq, dan periwayatannya pun ditolak.

Seorang perawi disebut adil apabila memenuhi 5 unsur berikut :


a). seorang perawi selalu memelihara kepatuhan dan ketaatan kepada Allah SWT,
dan mampu melakukan semua perintah dan menjauhi larangan-laranganNya.
b). mampu menjauhi perbuatan maksiat dan dosa – dosa besar (contoh : syirik, durhaka pada
orang tua, meninggalkan sholat fardhu walaupun hanya satu waktu, menista agama, dll).
c). Mampu menjauhi dosa-dosa kecil (contoh: berkata kotor, ngembat alat tulis
milik teman, jajan gabrul, nyontek, malas masuk sekolah dengan ijin sakit.
d). tidak melakukan perkara mubah (diperbolehkan) yang dapat menggugurkan iman, harga
diri dan kehormatan. (contoh:makan atau minum sambil jalan, makan dan minum dengan
menggunakan tangan kiri, memakai saandal selen atau cuman satu, memakai kaos kaki
diinjak separo) ,
e). tidak mengikuti pendapat salah satu mazhab/aliran/faham yang bertentangan dengan
dasar syari’at Islam. (contoh aliran sesat di Indonesia a.l : Ahmadiyah, LDII, Syiah, gafatar,
JIL,JIN,)
Dengan demikian, perawi yang adil dalam periwayatan sanad-hadits adalah semua perawinya
harus Islam dan baligh, serta memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Istiqamah dalam beragama, artinya orang tersebut konsisten dalam beragama,
menjalankan segala perintah, dan menjauhi segala dosa yang menyebabkan kefasikan.
2) Baik akhlaknya
3) Tidak fasik. Fasik artinya tidak patuh beragama (al-khuruj ‘an ath-tha’ah),
mempermudah dosa besar atau melanggengkan dosa kecil secara kontinu.
4) Tidak melakukan cacat muru’ah. Menjaga muru’ah artinya menjaga kehormatan
sebagai seorang perawi, menjalankan segala adab dan akhlak terpuji dan menjauhi sifat-sifat
yang tercela menurut umum dan tradisi.

Sifat-sifat adil para perawi dapat diketahui melalui:


a. Popularitas keutamaan perawi di kalangan ulama hadits; perawi yang terkenal keutamaan
perawinya;
b. Penilaian dari para kritikus perawi hadits tentang kelebihan dan kekurangan yang ada pada
diri perawi tersebut;
c. Penerapan kaidah al-jarh wa at-ta’dil apabila tidak ada kesepakatan di antara para kritikus
perawi hadits mengenai kualitas pribadi para perawi tertentu.

Perawi yang selalu memelihara perbuatan taat dan menjauhi perbuatan maksiat dan juga
selalu menjuhi perbuatan dosa sekalipun dosa kecil. Ia juga selalu menjaga dirinya dari
tingkah laku yang tidak sopan seperti kata-kata keji, kencing di muka umum sambil berdiri
dan lain sebagainya.

Keadilan rawi merupakan faktor penentu bagi diterimanya suatu riwayat. Menurut Ar-Razi,
keadilan adalah tenaga jiwa yang mendorong untuk bertaqwa, menjauhi dosa besar, menjauhi
dosa kecil dan meninggalkan perbuatan mubah yang menodai muruah (harga diri), seperti
makan sambil berdiri, buang air kecil bukan pada tempatnya, dan bergurau yang berlebihan.

Menurut Syuhudi Ismail, Kriteria periwayat yang adil adalah :


1. Beragama islam
2. Berstatus mukallaf
3. Melaksanakan ketentuan agama
4. Memelihara muruah (harga diri)

Dalam menilai keadilan seorang periwayat cukup dilakuakan dengan salah satu teknik
berikut:keterangan seseorang atau beberapa ulama ahli ta’dil bahwa seorang itu bersifat
adil, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab-kitab jarh wa at-ta’dil.
Khusus mengenai perawi hadits pada tingkat sahabat, jumhur ulama sepakat bahwa seluruh
sahabat adalah adil. Pandangan berbeda datang dari golongan muktazilah yang menilai bahwa
sahabat yang terlibat dalam pembunuhan ‘Ali dianggap fasiq, dan periwayatannya pun
ditolak.
KESIMPULAN PERAWI ADIL
Dengan kata lain, dapat dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan adil adalam transformasi
hadits adalah bahwa periwayat tersebut harus beragama Islam, mukallaf, melaksanakan
ketentuan agama dan memelihara citra dirinya (muru’ah). Dengan kata lain, keadilan
periwayat ini terkait erat dengan kualitas pribadinya. Sekalipun ulama mempunyai maksud
yang sama dalam mendefinisikan tentang sifat adil ini, tetapi mereka berbeda dalam redaksi
dan kriterianya
Aliran Sesat di Indonesia

1. Ahmadiyah

Sejarah berdirinya Ahmadiyah, tidak terlepas dari sejarah Mirza Gulam Ahmad sebagai
pendiri Ahmadiyah. Ia lahir di Qadian tahun 1835, ayahnya bernama Mina Ghulam Murtada.
Keluarga Mirza, pernah menjadi pembantu setia pemerintah kolonial Inggris di India. Jauh
sebelum itu, keluarga tersebut sudah menjalin kerja sama yang erat dengan pimpinan kaum
Sikh, Ranjat Singh.5 Dengan demikian, tidak pelak lagi jika aliran Ahmadiyah bersikap
kooperatif dengan pemerintah Inggris.
Tentunya sikap kooperatif tersebut, berbeda dengan sikap kooperatif yang dijalankan oleh
Sayyid Ahmad Khan, sekalipun keduanya sama-sama mendapat reaksi keras dari ummat
Muslim India. Apabila Ahmad Khan menginginkan agar ummat Muslim bisa memperoleh
kemajuan dan kesuksesan sebagaimana yang dicapai oleh bangsa Eropa, dengan mendirikan
Universitas Aligarh, maka Mirza Ghulam Ahmad dengan Ahmadiyahnya ingin mendapat
perlindungan secara politis, sehingga ia bebas menyebarkan ide kemahdiannya dan dapat
mempertahankan aliran yang didirikannya.

Beberapa tokoh Ahmadiyah :


 Mirza Ghulam Ahmad : pendiri ahmadiyah
 Nuruddin : kepemimpinan yang diserahkan oleh Inggris
 Muhammad Ali
 Khaujah Kamaluddin
 Amir Ahmadiyah : pemimpin di lahore
 Muhammad Shadiq : mufti kelompok Ahmadiyah.
 Basyir Ahmad bin Ghulam : pemimpin pengganti kedua setelah Mirza
Tujuan Jemaat Ahmadiyah adalah Yuhyiddiyna wayuqiymus-syariah. Menghidupkan

kembali agama Islam, dan menegakkan kembali Syariat Qur'aniah.

Dalam arti yang lebih mendalam adalah untuk menghimbau ummat manusia kepada Allah

Ta'ala dengan memperkenalkan mereka sosok sejati Rasulullah saw., dan menciptakan

perdamaian serta persatuan antar berbagai kalangan manusia. Ahmadiyah berusaha

menghapuskan segala kendala yang timbul karena perbedaan ras dan warna kulit sehingga

umat manusia dapat bersatu dan mengupayakan perdamaian semesta.

Kami beriman bahwa Allah itu Mahaesa dan tidak mempunyai sekutu dalam zat-Nya

maupun dalam sifat-sifat-Nya, dan tidak dilahirkan maupun melahirkan. Dia bebas dari

segala jenis kekurangan dan kelemahan dan sempurna di dalam segala sifat-Nya. Dia

mengabulkan doa-doa para hamba-Nya dan membantu mereka dalam memenuhi segala

keperluan mereka. Nikmat-nikmat-Nya, baik secara materi ataupun rohani, tidak terbatas, dan

tidak hanya dilimpahkan kepada suatu bangsa atau kaum tertentu. Jemaat Ahmadiyah

menganggap sebagai kewajibannya untuk mengimbau umat manusia menerima Tauhid Ilahi,

sebab, penerimaan Tauhid Ilahi dapat mewujudkan perdamaian dan persatuan diantara umat

manusia.

Kami percaya bahwa semua agama besar pada awalnya mempunyai landasan

kebenaran dan masih mengandung banyak nilai keindahan. Kami menolak dan menyangkal

sikap yang menyatakan bahwa tidak ada agama selain agamanya sendiri yang mengandung

suatu kebenaran atau nilai keindahan. Kendatipun demikian, kami menganggap sebagai

kewajiban kami untuk mengumandangkan bahwasanya Islam mengandung tuntunan Samawi

dengan bentuknya yang utuh dan sempurna guna membimbing umat manusia mencapai

hubungan kedekatan dengan Allah Ta'ala.


Kami menjunjung tinggi kebebasan suara hati lebih dari segala kemerdekaan dan

sebagai hak-hidup setiap makhluk manusia. Kami memandang tidak ada dosa yang begitu

keji seperti tindakan paksa atau kekerasan dalam urusan agama. Kami memandang haram

untuk berperang atau memerangi pemerintah atau bangsa yang memberi kemerdekaan penuh

kepada penyuaraan kata hati dan agama orang-orang yang menghuni wilayah-wilayahnya.

Kami memandang orang-orang Islam yang mensahkan perang disebabkan perbedaan dalam

urusan agama adalah sebagai kesalahan besar dalam memegang akidah yang sama-sekali

tidak sesuai dengan jiwa agama Islam yang hakiki ini.

Kami menganggap sebagai kewajiban agama yang pokok untuk mentaati sepenuhnya

undang-undang dan peraturan pemerintah tempat kami bernaung. Kami memandang

pemberontakan dan pembangkangan terhadap pemerintah yang berkuasa sebagai sesuatu

yang sama-sekali tidak dibenarkan dan bertentangan dengan ajaran Islam. Kami memegang

prinsip ini dengan seteguh-teguhnya dimana pun kami berada.

Kami percaya bahwa janji Tuhan yang diberikan-Nya kepada umat manusia melalui

semua agama besar mengenai turunnya seorang nabi di akhir zaman telah menjadi kenyataan

di dalam diri Hz.Mirza Ghulam Ahmad as., pendiri Jemaat Ahmadiyah. Beliau adalah

Almasih yang ditunggu-tunggu oleh umat Kristen; Iamam Mahdi yang ditunggu-tunggu oleh

umat Islam; dan Krishna yang dinanti-nantikan oleh umat Hindu. (Dikutip dari: Akidah Dan

Tujuan Jemaat Ahmadiyah; Suvenir Peringatan Seabad Gerhana Bulan & Gerhana Matahari

1894-1994, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1994, h.46-47).


Kesesatan aliran ahmadiyah diantaranya adalah :
1. Mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi (Isa al Masih dan Imam Mahdi). Hal
ini bertentangan dengan pandangan umum Islam yang mempercayai Nabi Muhammad
SAW sebagai nabi terakhir, walaupun juga mempercayai kedatangan Isa al Masih dan
Imam Mahdi.
2. Mirza Ghulam Ahmad mengaku diutus Allah untuk seluruhmanusia (sesudah Nabi
Muhammad shallallah ‘alaihi wasallam):
‫س ْو ُل هللاِ اِلَ ْي ُك ْم ج َِم ْيعًا‬ ُ َّ‫قُ ْل ا ِْن ُك ْنت ُ ْم ت ُِح ُّب ْونَ هللاَ َفات َّ ِبعُ ْو ِن ْى يُحْ ِب ْب ُك ُم هللاُ – َوقُ ْل يَآاَيُّهَا الن‬
ُ ‫اس ِانِِّى َر‬

Artinya: “Katakanlah (wahai Ahmad): Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku,
niscaya Allah akan mengasihimu – dan katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah
utusan Allah kepadamu semua”. (Tadzkirah hal: 352)

3. Ghulam Ahmad membajak ayat-ayat Al-Qur’an tentang Nabi Isa as namun


dimaksudkan untuk diri Mirza.

‫َاع ُل‬ِ ‫سى اِنِِّى ُمت َ َوفِِّ ْيكَ َو َرافِعُكَ اِلَ َّى َو ُم َط ِه ُِّركَ ِمنَ الَّ ِذ ْينَ َكفَ ُر ْوا َوج‬ َ ‫اس َو َرحْ َمةً ِ ِّمنَّا َوكَانَ ا َ ْم ًرا َم ْق ِضيًّا – يَا ِع ْي‬
ِ َّ‫َو ِلنَجْ َعلَهُ اَيَةً ِلِّلن‬
َ‫الَّ ِذ ْينَ اتَّبَعُ ْوكَ فَ ْوقَ الَّ ِذيُنَ َكفَ ُر ْوا اِ َلى يَ ْو ِم ا ْل ِق َيا َم ِة – ثُلَّة ِمنَ اْالَ َّو ِل ْينَ َوثُلَّة ِمنَ اْآلَ ِخ ِر ْين‬
Artinya :
“Dan agar Kami dapat menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat
dari Kami, dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan – Wahai Isa,
sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu
kepada-Ku dan mensucikanmu dari orang-orang yang kafir dan menjadikan orang-orang yang
mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat – Yaitu Segolongan besar
dari orang-orang yang terdahulu, dan segolongan besar (pula) dari orang yang kemudian”.
(Tadzkirah hal: 396)

4. Ahmadiyah Memiliki Kitab Suci sendiri namanya Tadzkirah, yaitu kumpulan wahyu
suci (wahyu muqoddas). Mirza Ghulam Ahmad mengaku diberi wahyu Allah:

ِ ‫ قُ ْل اِنَّ َما اَنا َ بَشَر يُّ ْوحَى اِلَ َّي َانَّ َمآ اِلَ ُه ُك ْم اِلَه َو‬-‫ض كَانَتَا َرتْقًا فَفَت َ ْقنَا ُه َما‬
‫احد‬ َ ‫ت َواالَ ْر‬ َّ ‫اِنَّ ال‬
ِ ‫س َم َوا‬
Artinya: “Bahwasanya langit dan bumi itu keduanya adalah
sesuatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya –
katakanlah sesungguhnya aku (Ahmad) ini manusia, yang
diwahyukan kepadaku bahwasannya Tuhan kalian adalah
Tuhan yang Maha Esa”. (Tadzkirah halaman: 245)

5. Merusak aqidah/keyakinan Islam :


a.Mirza Ghulam Ahmad mengaku bahwa Allah itu berasal dari Mirza Ghulam Ahmad
َ‫اَ ْنتَ ِمنِِّ ْى َواَنا َ ِم ْنك‬
“Kamu berasal dari-Ku dan Aku darimu” (Tadzkirah, halaman 436).
2. LDII

Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) pertama kali berdiri pada 3 Januari 1972 di
Surabaya, Jawa Timur dengan nama Yayasan Lembaga Karyawan Islam (YAKARI).

Pada Musyawarah Besar (Mubes) tahun 1981 namanya diganti menjadi Lembaga
Karyawan Islam (LEMKARI), dan pada Mubes tahun 1990, atas dasar Pidato Pengarahan
Bapak Sudarmono, SH. Selaku Wakil Presiden dan Bapak Jenderal Rudini sebagai
Mendagri waktu itu, serta masukan baik pada sidang-sidang komisi maupun sidang
Paripurna dalam Musyawarah Besar IV LEMKARI tahun 1990

selanjutnya perubahan nama tersebut ditetapkan dalam keputusan, MUBES IV


LEMKARI No. VI/MUBES-IV/ LEMKARI/1990, Pasal 3, yaitu mengubah nama
organisasi dari Lembaga Karyawan Dakwah Islam yang disingkat LEMKARI yang sama
dengan akronim LEMKARI (Lembaga Karate-Do Indonesia), diubah menjadi Lembaga
Dakwah Islam Indonesia, yang disingkat LDII.

Pendiri dan pemimpin tertinggi pertamanya adalah Madigol Nurhasan Ubaidah Lubis bin
Abdul bin Thahir bin Irsyad. Dan tokoh pendukungnya adalah :

1. Drs. Nur Hasyim.

2. Drs. Edi Masyadi.

3. Drs. Bahroni Hertanto.

4. Soetojo Wirjo Atmodjo BA.

5. Wijono BA.
Badan Hukum LDII sebagai Ormas

Surat pernyataan syahnya LDII dari Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia

sebagai salah satu Ormas Islam di Indonesia.

a). Dasarnya, yaitu Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI No. AHU-18.

AH.01.06. Tahun. 2008, Tanggal, 20 Pebruari 2008. b). Isi Keputusan: PERTAMA:

Memberikan Pengesahan Akta Pendirian: LEMBAGA DAKWAH ISLAM INDONESIA

disingkat LDII, NPWP. 02.414.788.6-036.000 berkedudukan di Ibukota Negara Republik

Indonesia, sebagaimana anggaran dasarnya termuat dalam AKTA Nomor 01 tanggal 03

Januari 1972 yang dibuat oleh Notaris Mudijomo berkedudukan di Surabaya dan Akta Nomor

13 Tanggal 27 September 2007, yang dibuat di hadapan Notaris Gunawan Wibisono, SH,

berkedudukan di Surabaya dan oleh karena itu mengakui lembaga tersebut sebagai badan

hukum pada hari pengumuman anggaran dasarnya dalam Tambahan Berita Negara Republik

Indonesia. KEDUA: Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

ini disampaikan kepada yang bersangkutan untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana

mestinya.

Motto LDII

Ada 3 Motto LDII, ialah :

1. Yang artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu sekalian segolongan yang

mengajak kepada kebajikan dan menyuruh pada yang ma’ruf (perbuatan baik) dan

mencegah dari yang munkar (perbuatan tercela), mereka itulah orang-orang yang

beruntung”. (QS. Ali Imron, No. Surat: 3, Ayat: 104).

2. Yang artinya: “Katakanlah inilah jalan (agama) - Ku, dan orang-orang yang

mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah (dalil/dasar hukum) yang
nyata. Maha suci Allah dan aku tidak termasuk golongan orang yang musyrik”. (QS.

Yusuf, No.Surat: 12, Ayat: 108).

3. Yang artinya: “Serulah (semua manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan

pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan yang lebih baik”. (QS. An-Nahl,

No.Surat: 16, Ayat: 125).

Kegiatan LDII dalam Bidang Pendidikan Keterampilan, Kepemudaan dan Olahraga

Dalam bidang Pendidikan Keterampilan, Kepemudaan dan Olahraga, LDII

menyelenggarakan kursus keorganisasian, keterampilan, perkemahan pemuda, dan kegiatan

Pramuka. Dalam bidang olahraga, di antaranya menyelenggarakan Pencak Silat Persinas

ASAD (Ampuh Sehat Aman Damai) yang sudah menjadi anggota IPSI, sudah mengikuti

turnamen Pencak Silat tingkat Nasional, turnamen sepak bola sampai tingkat Nasional dalam

rangka memperingati Hari Sumpah Pemuda pada tahun-tahun 1991, 1994, dan 1996, 2000

dan 2002.

Peran LDII dalam Bidang Ekonomi

LDII peduli dan turut serta dalam pemberdayaan ekonomi rakyat dengan uji coba

mengadakan kegiatan Usaha Bersama (UB) yang berbasis di tingkat Pimpinan Cabang ( PC)

yang tersebar di seluruh Indonesia.

Metode Pengajaran LDII

LDII menggunakan metode pengajian tradisional, yaitu guru-guru yang berasal dari

beberapa alumni pondok pesantren kenamaan, seperti: Pondok Pesantren Gontor di

Ponorogo, Tebu Ireng di Jombang, Kebarongan di Banyuwangi, Langitan di Tuban, dll.

Mereka bersama-sama mempelajari ataupun bermusyawaroh beberapa waktu terlebih dahulu

sebelum menyampaikan pelajaran dari Alquran dan Hadis kepada para jama’ah pengajian
rutin atau kepada para santriwan dan santriwati di pondok-pondok LDII, untuk menjaga

supaya tidak terjadi kekeliruan dalam memberikan penjelasan tentang pemahaman Alquran

dan Hadis. Kemudian guru mengajar murid secara langsung ( manquul ) baik bacaan, makna

(diterjemahkan secara harfiyah), dan keterangan, dan untuk bacaan Alquran memakai

ketentuan tajwid.

Apakah yang Dimaksud dengan “Manquul?” “Manquul” berasal dari bahasa Arab,

yaitu “Naqola-Yanqulu”, yang artinya “pindah”. Maka ilmu yang manquul adalah ilmu yang

dipindahkan / transfer dari guru kepada murid. Dengan kata lain, Manqul artinya berguru,

yaitu terjadinya pemindahan ilmu dari guru kepada murid. Dasarnya adalah sabda Nabi

Muhammad dalam Hadis Abu Daud, yang berbunyi:

Yang artinya: “Kamu sekalian mendengarkan dan didengarkan dari kamu sekalian dan

didengar dari orang yang mendengarkan dari kamu sekalian”.

Dalam pelajaran tafsir, “Tafsir Manquul” berarti mentafsirkan suatu ayat Alquran

dengan ayat Alquran lainnya, mentafsirkan ayat Alquran dengan Hadis, atau mentafsirkan

Alquran dengan fatwa shohabat. Dalam ilmu Hadis, “manquul” berarti belajar Hadis dari

guru yang mempunyai isnad (sandaran guru) sampai kepada Nabi Muhammad. Dasarnya

adalah ucapan Abdulloh bin Mubarok dalam Muqoddimah Hadis Muslim, yang berbunyi:

Yang artinya: “Isnad itu termasuk agama, seandainya tidak ada isnad niscaya orang akan

berkata menurut sekehendaknya sendiri”.

Dengan mengaji yang benar yakni dengan cara manqul, musnad dan mutashil

(persambungan dari guru ke guru berikutnya sampai kepada shohabat dan sampai kepada

Nabi Muhammad), maka secepatnya kita dapat menguasai ilmu Alquran dan Hadis dengan

mudah dan benar. Dengan demikian, kita segera dapat mengamalkan apa yang terkandung di
dalam Alquran dan hadis sebagai pedoman ibadah kita. Dan sudah barang tentu penafsiran

Alquran harus mengikuti apa yang telah ditafsirkan oleh Nabi Muhammad.

Sumber Hukum LDII

Sumber hukum LDII adalah Alquran dan Hadis. Dalam memahami Alquran dan

Hadis, ulama LDII juga menggunakan ilmu alat seperti ilmu nahwu, shorof, badi’, ma’ani,

bayan, mantek, balaghoh, usul fiqih, mustholahul-hadits, dan sebagainya. Ibarat orang akan

mencari ikan perlu sekali menggunakan alat untuk mempermudah menangkap ikan, seperti

jala ikan. Perumpamaannya adalah seperti orang yang akan mencari jarum di dalam sumur

perlu menggunakan besi semberani. Untuk memahami arti dan maksud ayat-ayat Alquran

tidak cukup hanya dengan penguasaan dalam bahasa ataupun ilmu shorof. Alquran memang

berbahasa Arab tapi tidak berarti orang yang mampu berbahasa Arab akan mampu pula

memahami arti dan maksud dari ayat-ayat Al-Qur’an dengan benar. Penguasaan di bidang

bahasa Arab hanyalah salah satu kemampuan yang patut dimiliki oleh seorang da’i atau

muballigh, begitupun ilmu alat (nahwu shorof).

Di LDII untuk memahami arti dan maksud dari ayat-ayat Alquran maka para da’i ataupun

para muballigh / ghoh telah memiliki kemampuan-kemampuan sebagaimana berikut :

1. Ilmu balaghoh, yaitu ilmu yang dapat membantu untuk memahami dan menentukan

mana ayat-ayat yang mansukh (diganti/ralat) dan mana ayat-ayat yang nasikh

(gantinya), dan mana ayat-ayat yang merupakan petunjuk larangan (pencegahan).

2. Ilmu asbabun nuzul, yaitu ilmu yang membahas sebab-musabab turunnya ayat-ayat

Alquran. Dengan ilmu tersebut dapat diketahui situasi dan kondisi bagaimana dan

kapan serta dimana ayat suci Alquran diturunkan.

3. Ilmu kalam, yaitu ilmu tauhid yang membicarakan tentang keesaan Allah, sekaligus

membicarakan sifat-sifat-Nya.
4. Ilmu qiro’at, yaitu ilmu yang membahas macam-macam bacaan yang telah diterima

dari Nabi Muhammad (Qiro’atus Sab’ah).

5. Ilmu tajwid, yaitu ilmu yang membahas cara-cara yang benar dalam membaca

Alquran.

6. Ilmu wujuh wan-nadzair, yaitu ilmu yang menerangkan kata-kata dalam Alquran yang

mempunyai arti banyak.

7. Ilmu ghoribil Quran, yaitu ilmu yang menerangkan makna kata-kata yang ganjil yang

tidak terdapat dalam kitab-kitab biasa atau tidak juga terdapat dalam percakapan

sehari-hari.

8. Ilmu ma’rifatul muhkam wal mutasyabih, yaitu ilmu yang menerangkan ayat-ayat

hukum dan ayat-ayat yang mutasyabihah.

9. Ilmu tanasubi ayatil Quran, yaitu ilmu yang membahas persesuaian/kaitan antara satu

ayat dalam Alquran dengan ayat yang sebelum dan sesudahnya.

10. Ilmu amtsalil Quran, yaitu ilmu yang membahas segala perumpamaan atau

permisalan.

Aktivitas Pengajian LDII

LDII menyelenggarakan pengajian Al Qur'an dan Al Hadits dengan rutinitas kegiatan

yang cukup tinggi. Di tingkat PAC (Desa/Kelurahan) umumnya pengajian diadakan 2-3 kali

seminggu, sedangkan di tingkat PC (Kecamatan) diadakan pengajian seminggu sekali. Untuk

memahamkan ajarannya, LDII mempunyai program pembinaan cabe rawit (usia prasekolah

sampai SD) yang terkoordinasi diseluruh masjid LDII. Selain pengajian umum, juga ada

pengajian khusus remaja dan pemuda, pengajian khusus Ibu-ibu, dan bahkan pengajian

khusus Manula/Lanjut usia.Ada juga pengajian UNIK (usia nikah). Disamping itu ada pula

pengajian yang sifatnya tertutup, juga pengajian terbuka . Pada musim liburan sering

diadakan Kegiatan Pengkhataman Alquran dan hadis selama beberapa hari yang biasa diikuti
anak-anak warga LDII dan non LDII untuk mengisi waktu liburan mereka. Dalam pengajian

ini pula diberi pemahaman kepada peserta didik tentang bagaimana pentingnya dan

pahalanya orang yang mau belajar dan mengamalkan Alquran dan hadis dalam keseharian

mereka.

LDII mengadakan berbagai forum tipe pengajian berdasarkan kelompok usia dan

gender antara lain

1. Pengajian kelompok tingkat PAC

Pengajian ini diadakan rutin 2 – 3 kali dalam seminggu di masjid-masjid, mushalla-mushala

atau surau-surau yang ada hampir di setiap desa di Indonesia. Setiap kelompok PAC biasanya

terdiri 50 sampai 100 orang jamaah. Materi pengajian di tingkat kelompok ini yaitu Quran

(bacaan, terjemahan dan keterangan), hadis-hadis himpunan, dan nasihat agama. Dalam

forum ini pula jamaah LDII diajari hafalan-hafalan doa, dalil-dalil Quran Hadis dan hafalan

surat–surat pendek ALquran. Dalam forum pengajian kelompok tingkat PAC ini jamaah juga

dikoreksi amalan ibadahnya seperti praktek berwudu dan salat.

2. Pengajian Cabe rawit

Pengembangan mental agama dan akhlakul karimah jamaah dimulai sejak usia dini. Masa

kanak-kanak merupakan pondasi utama dalam pembentukan keimanan dan akhlak umat,

sebab pada usia dini seorang anak mudah dibentuk dan diarahkan. Pengajian Cabe rawit

diadakan setiap hari di setiap kelompok pengajian LDII dengan materi antara lain bacaan

iqro’, menulis pegon, hafalan doa-doa, dan surat-surat pendek Alquran. Forum pengajian

Caberawit juga diselingi dengan rekreasi dan bermain.

3. Pengajian Muda-mudi
Muda-mudi atau usia remaja perlu mendapat perhatian khusus dalam pembinaan

mental agama. Pada usia ini pola pikir anak mulai berkembang dan pengaruh negatif

pergaulan dan lingkungan semakin kuat. Karena itu pada masa ini perlu menjaga dan

membentengi para remaja dengan kefahaman agama yang memadai agar generasi muda LDII

tidak terjerumus dalam perbuatan maksiat, dosa-dosa dan pelanggaran agama yang dapat

merugikan masa depan mereka. Sebagai bentuk kesungguhan dalam membina generasi muda,

LDII telah membentuk Tim Penggerak Pembina Generus (TPPG) yang terdiri dari pakar

pendidikan dan ahli psikologi. Pembinaan generasi muda dalam LDII setidaknya memiliki 3

sasaran yaitu :

a. Menjadikan generasi muda yang sholeh, alim (banyak ilmunya) dan fakih dalam

beribadah.

b. Menjadikan generasi muda yang berakhlakul karimah (berbudi pekerti luhur),

berwatak jujur, amanah, sopan dan hormat kepada orang tua dan orang lain

c. Menjadikan generasi muda yang tertib, disiplin, trampil dalam bekerja dan bisa hidup

mandiri

4. Pengajian Wanita/ibu-ibu

Para wanita, ibu-ibu dan remaja putri perlu diberi wadah khusus dalam pembinaan

keimanan dan peningkatan kepahaman agama, mengingat kebanyakan penghuni neraka

adalah kaum ibu/wanita. Sabda Rasulullah SAW:

"Diperlihatkan padaku Neraka, maka ketika itu kebanyakan penghuninya adalah wanita."

Hadis riwayat Bukhori dalam Kitabu al-Imaan

Selain itu banyak persoalan khusus dalam agama Islam menyangkut peran wanita dan

para ibu. Haid, kehamilan, nifas, bersuci (menjaga najis), mendidik dan membina anak,
melayani dan mengelola keluarga merupakan persoalan khusus wanita dan ibu-ibu.

Disamping memberikan kerampilan beribadah forum pengajian Wanita / ibu-ibu LDII juga

memberikan pengetahuan dan ketrampilan praktis tentang keputrian yang berguna untuk

bekal hidup sehari-hari dan menunjang penghasilan keluarga.

5. Pengajian Lansia

Para Lansia perlu mendapatkan perhatian khusus mengingat pada usia senja

diharapkan umat muslim lebih mendekatkan diri kepada Allah sebagai persiapan menghadap

kepada Ilahi dalam keadaan khusnul khotimah. "Sesungguhnya pengamalan itu dilihat dari

akhirnya"

6. Pengajian Umum

Pengajian umum merupakan forum gabungan antara beberapa jamaah PAC dan PC

LDII. Pengajian ini juga merupakan wadah silaturahim antar jamaah LDII untuk membina

kerukunan dan kekompakan antar jamaah.

Semua pengajian LDII bersifat terbuka untuk umum, siapapun boleh datang mengikuti setiap

pengajian sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

Pondok Pesantren LDII

LDII memiliki banyak pondok pesantren. setiap propinsi, LDII memiliki minimal 1

atau 2 pondok pesantren mini. Pondok pesantren LDII di antaranya

Pondok Pesantren Al Manshurin Metro Lampung; Pondok Pesantren Mellenium

Alfina; Pondok Pesantren "Nurul Hakim", Kaliawen Barat, Desa Ngino, Kecamatan

Plemahan, Kabupaten Kediri, Jawa Timur; Pondok Pesantren Al Barokah Sidoarjo; Pondok

Pesantren Gading Mangu Perak Jombang; Pondok Pesantren Budi Luhur Sragen; Pondok
Pesantren Nurul Azizah Balongjeruk Kediri; Pondok Pesantren Mulya Abadi Mulungan

Yogyakarta; Pondok Pesantren LDII Blawe; Pondok Pesantren An Nur Sragen Jawa Tengah;

Pondok Pesantren Budi Utomo Surakarta;Pondok Pesantren Baitul Makmur Wonosalam;

Pondok Pesantren Sabilurrosyidin Surabaya; Pondok Pesantren Sumber Barokah Karawang;

Pondok Pesantren Bairuha Balikpapan Kalimantan Timur; Pondok pesantren "Aziziyah"

Samarinda; Pondok Pesantren "Nurul Islam" Samarinda; Pondok Pesantren "Al Hidayah"

Lok Tabat Selatan Banjarbaru; Yang paling besar adalah Pondok Pesantren Walibarokah

Burengan Banjaran Kediri berada di tengah Kota Kediri Jawa Timur, dan masih banyak lagi.

Pondok Pesantren Walibarokah Burengan Banjaran Kediri adalah salah satu pondok

pesantren besar di Indonesia. Ponpes ini memiliki fasilitas yang cukup lengkap yang dapat

digunakan untuk proses pembelajaran para santri. Secara umum dapat dikatakan bahwa

Pondok Pesantren Walibarokah Burengan Banjaran Kediri memiliki kapasitas untuk

menampung santri mukim sebanyak sekitar 2000 orang baik laki-laki maupun perempuan dan

sekitar 50 orang pengurus dan guru pondok beserta keluarganya. Bangunan-bangunan

pondok terletak di atas tanah seluas 3,4 hektar yang terdiri dari antara lain: kantor pondok 2

lantai, bangunan parkir 7 lantai, gedung Aula Wali Barokah 3 lantai, Gedung DMC Asrama

Putra 50 kamar 3 lantai, Asrama Putri 70 kamar 3 lantai, Masjid Baitil A’la 3 lantai, Menara

Agung setinggi 99 meter kubah berlapis emas seberat 60 kg, bangunan kamar tamu umum

pria 2 lantai, kamar tamu umum wanita, kamar tamu Wisma Tenteram, Gedung Pengajian,

Kantor Organisasi LDII, bangunan rumah para pengasuh dan pengajar, Unit Kesehatan Pria,

Unit Kesehatan Wanita, Dapur Asrama, ruang makan tamu, ruang olah raga fitness, lapangan

olah raga tenis lantai, dan berbagai unit bangunan lain seperti dapur kamar mandi, ruang

tamu, dan sebagainya. Beberapa dari gedung-gedung itu penggunaanya diresmikan oleh para

pejabat negara seperti Gedung Aula wali barokah diresmikan oleh Menteri Siswono Yudho

Usodo.[19][20]
Sumber Pendanaan LDII

Di dalam membiayai segala macam aktivitasnya menurut ketentuan ART organisasi

pasal 30, LDII mendapatkan dana dari sumbangan yang tidak mengikat. Sebagian besar dana

sumbangan dikumpulkan dari warga LDII sendiri (swadana). Selain dari warganya, LDII juga

menerima sumbangan dalam berbagai bentuk dari perorangan, pihak swasta maupun

pemerintah Republik Indonesia.

Bentuk kesesatan LDII :

1. Kepengurusan MUI hendaknya bersih dari unsur aliran sesat dan faham yang dapat
mendangkalkan aqidah. Mendesak kepada pemerintah untuk mengaktifkan Bakor
PAKEM dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya baik di tingkat pusat maupun daerah.”
(Himpunan Keputusan Musyawarah Nasional VII Majelis Ulama Indonesia, Tahun 2005,
halaman 90, Rekomendasi MUI poin 7, Ajaran Sesat dan Pendangkalan Aqidah).

2. Menganggap kafir orang Muslim di luar jama’ah LDII. Dalam Makalah LDII
dinyatakan: “Dan dalam nasehat supaya ditekankan bahwa bagaimanapun juga cantiknya
dan gantengnya orang-orang di luar jama’ah, mereka itu adalah orang kafir, musuh Allah,
musuh orang iman, calon ahli neraka, yang tidak boleh dikasihi,” (Makalah LDII
berjudul Pentingnya Pembinaan Generasi Muda Jama’ah dengan kode H/ 97, halaman 8).

3. Dilarang menikah dengan orang luar Kerajaan Mafia Islam jama’ah, LEMKARI, LDII
karena dihukumi Najis dan dalam kefahaman Kerajaan Mafia Islam Jama’ah, LEMKARI,
LDII bahwa mereka itu BINATANG. (Lihat surat 21 orang dari Cimahi Bandung yang
mencabut bai’atnya terhadap LDII alias keluar ramai-ramai dari LDII, surat ditujukan
kepada DPP LDII, Imam Amirul Mu’minin Pusat , dan pimpinan cabang LDII Cimahi
Bandung, Oktober 1999, dimuat di buku Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI
Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 276- 280).

4. Menganggap najis Muslimin di luar jama’ah LDII dengan cap sangat jorok. Ungkapan
Imam LDII dalam teks yang berjudul Rangkuman Nasehat Bapak Imam di CAI (Cinta
Alam Indonesia, semacam jamboree nasional tapi khusus untuk muda mudi LDII:
“Dengan banyaknya bermunculan jamaah-jamaah sekarang ini, semakin memperkuat
kedudukan jamaah kita (maksudnya, LDII). Karena betul-betul yang pertama ya jamaah
kita. Kefahaman dan keyakinan kita supaya dipolkan. Bahwa yang betul-betul wajib
masuk sorga ya kita ini. Lainnya najis semua.” (CAI 2000, Rangkuman Nasehat Bapak
Imam di CAI Wonosalam. Pada poin ke-20 (dari 50 poin dalam 11 halaman).
5. Menganggap sholat orang Muslim selain LDII tidak sah, hingga dalam kenyataan,
biasanya orang LDII tak mau makmum kepada selain golongannya, hingga mereka
membuat masjid-masjid untuk golongan LDII.

Kesesatan Sistem Manqul LDII

LDII memiliki sistem manqul. Sistem manqul menurut Nurhasan Ubaidah Lubis adalah:

”Waktu belajar harus tahu gerak lisan/badan guru; telinga langsung mendengar, dapat

menirukan amalannya dengan tepat. Terhalang dinding atau lewat buku tidak sah. Sedang

murid tidak dibenarkan mengajarkan apa saja yang tidak manqul sekalipun ia menguasai ilmu

tersebut, kecuali murid tersebut telah mendapat Ijazah dari guru maka ia dibolehkan

mengajarkan seluruh isi buku yang telah diijazahkan kepadanya itu”. (Drs. Imran AM,

Selintas Mengenai Islam Jama’ah dan Ajarannya, Dwi Dinar, Bangil, 1993, hal. 24).

Kemudian di Indonesia ini satu-satunya ulama yang ilmu agamanya manqul hanyalah

Nurhasan Ubaidah Lubis.

Ajaran ini bertentangan dengan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. yang

memerintahkan agar siapa saja yang mendengarkan ucapannya hendaklah memelihara apa

yang didengarnya itu, kemudian disampaikan kepada orang lain, dan Nabi tidak pernah mem

berikan Ijazah kepada para sahabat. Dalam sebuah hadits beliau bersabda:

َّ ‫س ِم َع ا ْم َرأ‬
‫ّللاه نَض ََّر‬ َ ‫س ِمعَ َها َك َما أَدَّاهَا ث ه َّم فَ َو‬
َ ‫ َمقَالَتِي‬،‫عاهَا‬ َ .

Artinya: "Semoga Allah mengelokkan orang yang mendengar ucapan lalu menyampaikannya

(kepada orang lain) sebagaimana apa yang ia dengar”. (Syafi’i dan Baihaqi).

Dalam hadits ini Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendoakan kepada orang yang mau

mempelajari hadits-haditsnya lalu menyampaikan kepada orang lain seperti yang ia dengar.
Adapun cara bagaimana atau alat apa dalam mempelajari dan menyampaikan hadits-

haditsnya itu tidak ditentukan. Jadi bisa disampaikan dengan lisan, dengan tulisan, dengan

radio, tv dan lain-lainnya. Maka ajaran manqulnya Nurhasan Ubaidah Lubis terlihat

mengada-ada. Tujuannya membuat pengikutnya fanatik, tidak dipengaruhi oleh pikiran orang

lain, sehingga sangat tergantung dan terikat dengan apa yang digariskan Amirnya (Nurhasan

Ubaidah). Padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala menghargai hamba-hambanya yang mau

mendengarkan ucapan, lalu menseleksinya mana yang lebih baik untuk diikutinya. Firman-

Nya:

َ‫اجتَنَبهوا َوالَّذِين‬
ْ ‫وت‬ ‫الطا ه‬
َ ‫غ‬ َّ ‫فَبَش ِْر ْالبه ْش َرى لَ هه هم‬
َّ ‫ّللاِ ِإلَى َوأَنَابهوا يَ ْعبهدهوهَا أ َ ْن‬

َ ‫ّللاه َهدَا هه هم الَّذِينَ أهولَ ِئ َك أَ ْح‬


‫سنَهه فَ َيت َّ ِبعهونَ ْالقَ ْو َل َي ْست َ ِمعهونَ الَّذِينَ ِع َباد‬ َّ ‫َوأهولَ ِئ َك‬

‫ْاْل َ ْلبَاب أهولهو هه ْم‬

"Dan orang-orang yang menjauhi thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada

Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-

Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka

itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang

mempunyai akal" (Qs Az-Zumar: 17-18).

Dalam ayat tersebut tidak ada sama sekali keterangan harus manqul dalam mempelajari

agama. Bahkan kita diberi kebebasan untuk mendengarkan perkataan, hanya saja hrus

mengikuti yang paling baik. Itulah ciri-ciri orang yang mempunyai akal. Dan bukan harus

mengikuti manqul dari Nur Hasan Ubaidah yang kini digantikan oleh anaknya, Abdul Aziz,

setelah matinya kakaknya yakni Abdu Dhahir. Maka orang yang menetapkan harus/ wajib
manqul dari Nur Hasan atau amir itulah ciri-ciri orang yang tidak punya akal. (Lihat: Buku

Bahaya Islam Jama’ah Lemkari LDII, LPPI, Jakarta, cetakan 10, 2001, halaman 258- 260).

Bagaimanapun LDII tidak bisa mengelak dengan dalih apapun, misalnya mengaku

bahwa mereka sudah memakai paradigma baru, bukan model Nur Hasan Ubaidah. Itu tidak

bisa. Sebab di akhir buku Kitabussholah yang ada Nur Hasan Ubaidah dengan nama

‘Ubaidah bin Abdul Aziz di halaman 124 itu di akhir buku ditulis: KHUSUS UNTUK

INTERN WARGA LDII. Jadi pengakuan LDII bahwa sekarang sudah memakai paradigma

baru, lain dengan yang lama, itu dusta alias bohong.


3. Inkarussunnah

Hadis merupakan sumber hukum kedua dalam penetapan hukum Islam dan merupakan

penjelas bagi sumber hukum pertama yaitu Alquran. Akan tetapi ada beberapa kalangan yang

menolak dan tidak meyakini hadis atau sunnah sebagai sumber humuk kedua, dan bahkan

menolak menolak sunnah sebagai sabagai sember hukum dalam Islam, diantaranya adalah

yang menamakan dirinya dengan sebutan Inkarussunnah.

Diantara berbagai bid’ah yang ada didalam Islam atau menisbatkan dirinya kepada Islam

adalah bid’ah paham inkarussunnah. Ini adalah satu bid’ah klasik yang sesat lagi

menyesatkan. Paham ini mulai muncul pada abad kedua hijriyah. Mereka hendak mengganti

syri’at Allah dengan syari’at hawa nafsu yang menapikan Sunnah Rasullah Shallallohu Alaihi

wa Sallam dan menafikan ekstensi sahabat.

Berdasarkan pemahaman para inkarussunnah yang menolak sunnah sebagai sumber Islam

kedua, perlu suatu pengkajian dan antisipasi agar umat mengatahui, dan tidak terjerumus

kepada ajaran bid’ah yang sesat lgi menyesatkan ini.

Didalam makalah ini akan dipaparkan mengenai pengertian dari inkarussunnah, latar

belakang munculnya inkarusunnah, dan sumber pemikiran inkarussunnah.

Terdiri dari dua kata yaitu Ingkar dan Sunnah. Ingkar, Menurut bahasa, artinya “menolak
atau mengingkari”. Sedangkan Sunnah, menurut bahasa mempunyai beberapa arti
diantaranya adalah, “jalan yang dijalani, terpuji atau tidak,” suatu tradisi yang sudah
dibiasakan dinamai sunnah, meskipun tidak baik.

Secara definitif dapat diartikan sebagai suatu nama atau aliran atau suatu paham
keagamaan dalam masyarakat Islam yang menolak atau mengingkari Sunnah untuk
dijadikan sebagai sumber dasar syari’at.

Pertanda munculnya “Ingkar Sunnah” sudah ada sejak masa sahabat, ketika Imran bin
Hushain (w. 52 H) sedang mengajarkan hadits, seseorang menyela untuk tidak perlu
mengajarkannya, tetapi cukup dengan mengerjakan al-Qur’an saja. Menanggapi
pernyataan tersebut Imran menjelaskan bahwa “kita tidak bisa membicarakan ibadah
(shalat dan zakat misalnya) dengan segala syarat-syaratnya kecuali dengan petunjuk
Rasulullah saw.

Mendengar penjelasan tersebut, orang itu menyadari kekeliruannya dan berterima kasih
kepada Imran. Sikap penampikan atau pengingkaran terhadap sunnah Rasul saw yang
dilengkapi dengan argumen pengukuhan baru muncul pada penghujung abad ke-2
Hijriyah pada awal masa Abbasiyah. Pada masa ini bermunculan kelompok ingkar as-
sunnah.

 Ghulam Ahmad Parvez (lahir 1920 M.) : Dia berasal dari India. Pendapatnya yang
terkenal adalah bahwa bagaimana pelaksanaan shalat terserah kepada para pemimpin
umat bukan berasal dari hadits nabi saw.

 Kasim Ahmad : tokoh berasal dari Malaysia pandangannya tentang menyeru umat
Islam agar meninggalkan hadits-hadits Nabi saw, karena menurut penilaiannya hadits
Nabi saw tersebut adalah ajaran-ajaran palsu yang dikaitkan dengan Rasulullah
SAW.

Pada masa selanjutnya, inkarussunnah terus berkembang dalam berbagai bentuk sampai
hari ini. Berdasarkan informasi dari kitab Al Furq Baina al Biraq karangan Abd al Qadir
al Baghdadi, Mustafa al Siba’i, berkesimpulan bahwa kaum khawarij termasuk kelompok
inkarussunnah.

Khawarij berpendapat bahwa hadits-hadits yang diriwayatkan oleh para sahabat sebelum
terjadinya pergolakan antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah, diterima sebagai dalil
dalam hadits yang mereka (sahabat) riwayatkan tidak dapat diterima.
Perkembangan Paham Inkarssunnah di Indonesia

Sedikit sekali data tentang gerakan ini di Indonesia, tetapi pada tahun delapan

puluhan, muncul kepermukaan sebuah gerakan inkar sunnah yang diketuai oleh Azwar

Syamsu. Gerakan ini mulai menyebar di beberapa kawasan di Jakarta dan menyebut

kelompok pengajian mereka dengan sebutan Kelompok Qur’ani (Pengikut Al-Qur’an).

Pengajian ini tumbuh subur di beberapa wilayah Jakarta. Beberapa masjid di Jakarta mereka

kuasai. Misalnya masjid Asy-Syifa di Rumah Sakit Mangunkusumo. Di Jakarta sendiri

pengajian inkar sunnah ini berpusat di Rumah Sakit Pusat Indonesia. Pengajian ini dipimpin

oleh Haji Abdur Rahman. Awalnya, tidak ada tanda-tanda ajaran sesat yang tampak. Lambat

laun, muncul kebusukan yang selama ini mereka tutup-tutupi. Mereka tidak lagi

menggunakan adzan dan iqamah pada waktu shalat karena tidak ada tuntunannya dalam Al-

Qur’an. Dan seluruh shalat mereka berjumlah dua rakaat.

Kemudian akhir-akhir ini Paham Inkar Sunnah mulai menyebar diberbagai kota

diantaranya DI Yogyakarta. Istilah yang mereka gunakan “Paham Qurani”. Penulis pada

tahun 2009 mulai mengenal kelompok atau gerakan tersebut. Waktu itu selama bulan

ramadhan, kelompok Paham Qur’ani meminta untuk ikut serta dalam mensukseskan

rangkaian acara Ramadhan bil Jamiah masjid UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Selain itu,

penulis juga aktif mencari informasi dengan mengikuti pengajian-pengajian kelompok

tersebut misalnya pengajian di Masjid Ash Shiddieqi, pengajian ramadhan di SMA N 3

Bantul, dan terakhir pengajian di salah satu rumah warga di sebelah Hotel Vidi 3 Jalan

Kaliurang KM 5. Awalnya penulis merasa ajarannya sama dengan ajaran Islam pada

umumnya, tetapi lambat laun semakin jelas apa tujuan dan misi gerakan mereka. Dengan

model cuci otak yang mereka lakukan, mereka sanggup merekrut jamaah dari berbagai

kalangan mulai pengangguran hingga pengusaha sukses, mulai anak-anak hingga orang tua.
Kemasan ajaran kelompok ini sangat bagus yaitu awalnya mengajak untuk berbagi kepada

sesama hingga lama kelamaan mereka mengatasnamakan golongannya menjadi golongan

penengah “wasit” dari semua agama dan aliran yang ada di dunia ini, bahkan salah satu dari

mereka mengatakan semua pengikut ajaran ini adalah nabi dan rasul.

Selain mengadakan berbagai majelis taklim, mereka juga menerbitkan buku-buku,

modul-modul, dan kaset-kaset untuk menyebarkan paham sesatnya pada kalangan luas.

Diantara tokoh yang bergerak dibidang ini adalah Lukman Saad, sarjana muda lulusan IAIN

Sunan Kali Jaga, Yogyakarta. Dengan dukungan mesin cetak yang modern, ia berhasil

mencetak beribu-ribu buku inkar sunnah.

Pokok-pokok Ajaran Sekte Inkarssunnah

Berikut ini adalah beberapa ajaran pokok paham inkar sunnah yang wajib dipasdai

oleh kaum muslimin:

a. Tidak percaya kepada semua hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Menurut mereka hadits merupakan karangan Yahudi untuk menghancurkan

Islam.

b. Dasar hukum dalam Islam hanyalah Al-Qur’an.

c. Syahadat mereka adalah: Isyhadu bianna muslimun.

d. Shalat menurut mereka hanya sekedar ritual mengingat Allah (eling), dan

tidak ada ketentuan rakaatnya.

e. Puasa Ramadhan hanya diwajibkan bagi mereka yang menyaksikan hilal.

f. Haji boleh dilakukan selama 4 bulan Haram: Muharram, Rajab, Dzulqa’dah

dan Dzulhijjah.

g. Rasul tetap diutus sampai hari kiamat.


h. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak berhak menjelaskan

kandungan isi Al-Qur’an.

i. Nabi Muhammad pernah sesat.

j. Orang yang meninggal dunia tidak boleh di shalatkan karena tidak ada

perintahnya dalam Al-Qur’an.

k. Pakaian ihram adalah pakaian orang Arab dan membikin repot. Oleh karena

itu waktu menunaikan ibadah haji boleh memakai celana panjang dan baju

biasa, serta memakai jas atau dasi.

l. Seluruh ustadz (pengajar) inkar sunnah adalah rasul yang di utus oleh Allah.

m. Palestina dan Mesir adalah milik Israel yang direbut oleh orang-orang Arab

secara keji dan tidak adil.

n. Tidak ada perintah adzan dan iqamat ketika akan memulai shalat, karena hal

tersebut tidak pernah diajarkan oleh Al-Qur’an.

o. Umat Islam yang telah masuk ke dalam neraka pada hari kiamat nanti, akan

kekal di dalam neraka selama-lamanya, dan tidak akan mungkin keluar

darinya hingga unta masuk ke dalam lobang jarum.

p. Tidak ada yang namanya adzab dan siksa kubur.

q. Tidak ada yang namanya Imam Al-Mahdi.

r. Tidak ada yang namanya Matahari Terbit dari Sebelah Barat.

s. Semua Hadits yang menjelaskan tentang tanda-tanda hari kiamat adalah dusta

dan bohong.

t. Tidak ada yang namanya Padang Mahsyar, dan tidak ada yang namanya

penghisaban dengan dipanggil satu persatu.


A. LATAR BELAKANG

Sunnah Nabi, bagi umat Islam, adalah salah satu sumber dari dua sumber utama yang ada.

Posisinya terhadap al-Qur’an sangat urgen. Ia menjelaskan apa yang masih mujmal (global),

membatasi yang mutlak, dan mengkhususkan yang masih umum. Bahkan memperluas

pembahasan hal-hal yang masih ringkas.

Banyak ayat menjelaskan urgensitas ini. Allah swt memerintahkan Rasul-Nya agar

menjelaskan bahwa mematuhi-Nya berarti mutlak harus mengikutinya (QS.4:59). Keimanan

seorang muslim tidaklah diangap sah jika tidak menjadikan Rasulullah saw sebagai pemutus

atas berbagai masalah yang dihadapi, lalu kemudian menerima keputusan itu tanpa rasa berat

dan terpaksa (QS.4:65).

Lebih lanjut al-qur’an menjelaskan, siapa yang mematuhi Rasulullah saw berarti ia

telah mentaati Allah swt (QS.4:80). Bahkan Allah swt menegaskan bahwa apapun yang

diperintahkan oleh Rasul-Nya, hendaknya dipegang erat-erat dan apa pun yang dilarang

olehya sebaiknya ditinggalkan (QS.59:7). Peran Rasul yang demikian itu lalu dirangkum oleh

Allah swt dengan menjelaskan bahwa Rasulullah merupakan panutan bagi orang-orang yang

meyakini adanya hari akhirat (QS.33:21). Bahkan terdapat peringatan akan terjadinya azab

atau pun fitnah terhadap orang-orang yang menyalahi ajaran Rasul-Nya (QS.24:63).

Betapapun posisi sunnah yang demikian urgen, berdasarkan penuturan al-Qur’an,

tetap saja ada orang dan komunitas tertentu yang hanya mencukupkan diri dengan al-Qur’an.

Mereka itu sering dikenal dengan istilah Inkar Sunnah. Fenomena Inkar Sunnah ini

sebenarnya telah diingatkan oleh Rasulullah saw. Beliau mengindikasikan bahwa orang-

orang yang malas, yang tidak mempunyai cita-cita dalam menunut ilmu, tidak berusaha

menggapai ilmu serta tidak mengarahkan kesungguhannya dalam menempuh kesulitan dalam

menuntut ilmu akan mendapatkan kedudukan seperti kedudukan orang yang inkar sunnah,
yaitu orang yang tidak menerima sunnah dan tidak berpegang pada kaidah-kaidah kritikan

yang benar dan alur logika yang jelas.

Hal itu diingatkan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya, sebagaimana dituturkan oleh

Abi Rafi’ radiyallahu anhu : Artinya : “Jangan sekali-kali aku menjumpai salah seorang di

antara kalian duduk bersandar di atas kursi panjangnya, lalu datang kepadanya suatu perintah

dari perintahku, yakni dari yang aku diperintahkan dan aku dilarang, dan dia mengatakan,

“Saya tidak tahu mengenai hal itu, tetapi apa yang kami temukan dalam kitab Allah swt maka

itulah yang kami ikuti.”

LOKASI INKAR SUNNAH

Dalam rentang sejarah, paham Inkar As-Sunnah muncul pada masa Bani Abbas (132

H/750 M-320 H/932M) sampai abad modern. Inkar as-sunnah muncul di berbagai tempat,

misalnya di Mesir, Malaysia, India dan di Indonesia.

Bentuk Inkar As-Sunnah di Indonesia sama dengan yang terjadi di Mesir, Malaysia

maupun di India. Ada yang menolak hadits secara mutlak, menerima hadits dengan catatan

mendapat dukungan dari ayat al-Qur’an dan yang menolak hadits yang berstatus hadits ahad.

BENTUK-BENTUK INKAR SUNNAH

Inkarussunnah seperti telah diisyaratkan di atas, ada yang berbentuk total, yaitu

menolak Sunnah secara keseluruhan. Dan ada yang berbentuk parsial, yaitu hanya menolak

sebagian Sunnah, diantaranya hadits-hadits Ahad yang berkaitan dengan masalah aqidah atau

hadits-hadits yang menurut tolok ukur logika mereka tidak masuk akal. Kelompok penolak

sebagian Sunnah ini tidak menamakan diri sebagai kaum ingkar Sunnah, bahkan menolak

sebutan demikian.
Bentuk Ingkarus Sunnah secara total sudah dapat terbaca gerakannya semenjak zaman

Imam Syafi’i rahmahullah (seperti telah dipaparkan serba sedikit di atas) hingga zaman

sekarang. Beberapa tokohnyapun sudah dipaparkan. Jika di Mesir lebih banyak bersifat

individual, maka di India dan Indonesia lebih merupakan gerakan jama’ah yang terorganisir.

Tetapi masing-masing memiliki daya sesatnya sendiri-sendiri. Karena itu, dibawah ini hanya

akan dipaparkan beberapa bentuk gerakan secara garis besar yang sebenarnya merupakan

bagian dari ingkarus Sunnah, namun yang tentu menolak jika disebut ingkarusSunnah. Sebab

mereka beranggapan bahwa mereka tidak menolak Sunnah. Hanya karena mereka bersandar

pada logika, maka mereka menolak banyak Sunnah dengan anggapan bahwa Sunnah tersebut

mustahil berasal dari Nabi dan ada pula yang berbentuk jama’ah. Secara individual, gerakan

ini dipelopori antara lain oleh tokoh- tokoh pergerakan seperti yang telah dikemukakan di

atas. Meskipun sebenarnya tokoh-tokoh tersebut juga mewakili suatu jama’ah dan pada

kenyatannya jama’ah yang dipimpinnyapun menggunakan pola-pola tokoh-tokohnya ketika

berbicara tentang Islam dan perjuangan. Misalnya adalah Muhammad al-Ghazali, seorang

tokoh pergerakan kontemporer yang dilihat sepintas sepertinya ingin mengikatkan diri pada

cara-cara Salaf. Namun setelah diperhatikan ternyata berlawanan dengan cara-cara salaf,

bahkan manhajnya terlihat sangat bebas dan menghilangkan batas-batas pemisah antara haq

dan bathil. Di satu sisi sepertinya ingin mengembalikan pada manhaj al-Qur’an, tetapi di sisi

lain ternyata menghantam Sunnah dan Ahlu Sunnah.Syaikh Ahmad Salam dalam karyanya

“Maa ana ‘Alaihi wa Ashabi” (Daar Ibnu Hazm cet. I, hal.194 dst) menukil beberapa

pernyataan Muhammad al-Ghazali dari beberapa tulisannya antara lain :“Mengaitkan diri

dengan Salaf merupakan tujuan para pelaku perbaikan pada zaman kita sekarang…Tetapi apa

yang kini disebut Salafiyah serta apa yang ditawarkannya sebagai jalan kembali, sungguh

merupakan sesuatu yang mengherankan, sebab penawaran itu memuat sejumlah besar

persoalan yang bersifat kekanak-kanakan yang semestinya harus mati, dan generasi umat
sekarang tidak perlu dibebani untuk mempelajarinya” [dinukil oleh Syaikh Ahmad Salam

dari buku karya Muhammad al-Ghazali: Dustur al-Wihdah ats-Tsaqafiyah (130).

Pada buku lain Muhammad al-Ghazali mengatakan : “Para da’i umat Islam, baik salaf

maupun khalaf seharusnya berpegang pada metodologi al-Qur’an dalam memaparkan

persoalan-persoalan aqidah. Mereka hendaknya menyibukkan diri dengan mengemukakan

upaya-upaya solusi Islami bagi problem-problem masa kini serta krisis-krisis moril dan

materiil yang muncul. Sebab itulah sesungguhnya yang telah dikerjakan oleh generasi Salaf

yang pertama, sehingga hal itu sangat membantu bagi penaklukan-penaklukan negeri-negeri

Timur dan Barat. Adapun orang-orang yang kini menyibukkan diri dengan

mengumandangkan perang melawan Jahmiyah, Mu’tazilah dan Asy’ariyah, maka bisa jadi

mereka hanya memelihara kemenangan di medan yang tidak ada musuhnya, kemenangan

dalam khayalan belaka dan tidak akan memperoleh apa-apa kecuali bayangan saja…”

[dinukil dari buku Muhammad al-Ghazali “Humum ad-Da’iyah” hal. 136].

Seterusnya dalam buku Ma’allah hal. 347-348 (sesuai dengan penukilan Syaikh

Ahmad Salam), Muhammad al-Ghazali mengatakan : “Merupakan keharusan bagi seorang

peneliti (Muslim) manapun untuk senang melakukan ijtihad, selama ijtihadnya dipagari

dengan ikatan-ikatan kokoh yang bersumber dari pendapat yang mantap dan dari luasnya

pemahaman. Seseorang di antara kita ketika bersendirian saja memasuki lautan atsar yang

luas, akan mendapatkan dirinya terpaksa bersandar kepada nash dan berupaya melakukan

ta’wil lain atau akan mengabaikan sanadnya. Sementara sebagian orang yang lain melakukan

cara sebaliknya.

Menurut saya : Sesungguhnya hal pertama yang terbaik adalah mempelajari nash-nash

semuanya, kemudian mempelajari semua pendapat fikih yang diwariskan dari empat imam

madzhab yang masyhur serta dari ahli-ahli fikih kontemporer lainnya, juga dari Khawarij,
Zaidiyah, (Syi’ah) Imamiyah, Zhahiriyah dan seterusnya. Dengan catatan bahwa studi

perbandingan ini harus bebas mutlak dan sesudahnya harus diperbolehkan bagi seorang

Muslim manapun untuk memilih apa yang disukainya dari pendapat-pendapat fikih di atas,

atau kalau tidak, memegangi sikap taklid kepada seorang mujtahid tertentu”.

Dari pemaparan di atas, dapat terlihat betapa kasar Muhammad al-Ghazali menyerang

Ahlul Haq yang menyatakan perang terhadap ahli-ahli bid’ah seperti Jahmiyah, Mu’tazilah

dan Asy’ariyah.

Menurutnya, itu hanyalah medan perang khayalan belaka. Tetapi pada saat yang sama

mengajak membuka pintu lebar-lebar untuk menampung masukan dari pendapat-pendapat

Khawarij, Rafidhah (syi’ah), Zhahiriyah dan Imam madzhab yang empat, untuk kemudian

bebas memilih atau taklid.

Kesimpulan dari apa yang dikatakan oleh Muhammad al-Ghazali ialah :

a. Bahwa mengikuti jejak Salaf hanyalah dalam masalah takut kepada Allah,

ikhlas, mementingkan

2. akhirat serta dalam prinsip-prinsip keadilan dan prinsip-prinsip musyawarah serta

prinsip-prinsip lainnya.

3. Bahwa Salaf tidak mengurusi masalah fiqih furu’. Memang demikianlah yang

dikatakan oleh al-

4. Ghazali. Dan ini salah besar.

5. Bahwa Salafiyah yang ada sekarang ini, tidak lain hanyalah persoalan-persoalan

kekanak-kanakan,

6. mestinya tidak perlu ada.

7. Para da’i hendaknya berpegang dengan metodologi al-Qur’an dalam maalah aqidah.
8. Adalah mungkin untuk memilih pendapat Khawarij, Syi’ah atau Zaidiyah, atau

madzhab-madzhab lain,

9. memalui studi banding yang bebas mutlak terhadap nash-nash yang ada.

10. Bahkan sangat mungkin untuk bertaklid kepada firqah-firqah serta madzhab-madzhab

di atas.

11. Bahwa membongkar penyimpangan Jahmiyah, Asy’ariyah dan Mu’tazilah merupakan

perang yangbersifat khayalan. Hanya akan menghasilkan bayangan-bayangan kosong.

(Syeikh Ahmad Salam dalam“Maa ana ‘alaihi wa Ashabi” dengan disadur secara

bebas, hal. 194-196).

Demikianlah Muhammad al-Ghazali. Dan dari kesimpulan poin no. 4, terutama jika

dihubungkan dengan pernyataan-pernyataannya yang lain, terlihat bahwa ia menolak hadits

sebagai sumber aqidah (khususnya hadits Ahad atau yang menurutnya bertentangan dengan

logikanya).

Tokoh lain selain Muhammad al-Ghazali, misalnya adalah Yusuf al-Qardhawi. Ia

hampir sama dengan Muhammad al-Ghazali dalam banyak hal, begitu pula dalam penolakan

terhadap hadits-hadits yang dirasa bertentangan dengan logikanya. Ini disebabkan oleh

manhaj yang ditempuh keduanya sama.

Hanya saja Yusuf al-Qardhawi lebih pandai dan halus caranya daripada Muhammad

al-Ghazali. [Lihat al-Aqlaniyun Afrakh al-Mu’tazilah al-Ashriyun, karya Syeikh Ali bin

Hasan al-Atsari, cet. I Maktabah al-Ghuraba’ al-Atsariyah, Madinah, KSA. Hal. 71, 72, 73].

Masih banyak tokoh-tokoh lain yang senada.

Sementara contoh-contoh para penolak sebagian Sunnah yang berbentuk jama’ah,

bisa disebutkan disini secara garis besar, di ataranya : Hizbut Tahrir (HT) yang didirikan oleh

Taqiyuddin an-Nabhani.
Mereka secara tegas menolak hadits Ahad sebagai pedoman dalam beraqidah.

Kelompok Isa Bugis, juga banyak menolak hadits-hadits yang bertentangan dengan logika

jahil mereka. Majelis Tafsir al-Quran pun tidak mendasarkan pemahaman aqidahnya melalui

nash-nash hadits, sehingga banyak persoalan aqidah yang diyakini secara keliru. Manhajnya

dalam memahami Islam tidak sejalan dengan manhaj Salaf. Misalnya, keyakinan bahwa

orang yang masuk neraka tidak akan masuk sorga. Mudah-mudahan pemahaman ini hanya

karena ketidak mengertian, sehingga bila sudah mengerti akan berubah pemahamannya

menjadi benar.

Dan di sana masih banyak kelompok pergerakan, baik atas nama individu maupun

atas nama kelompok yang sadar atau tidak sadar, telah menolak hadits-hadits Nabi n hanya

karena logika mereka yang dangkal tidak bisa menerimanya, padahal hadits-hadits itu telah

diterima secara penuh oleh kaum

SIKAP TERHADAP BANTAHAN PARA ULAMA

Abd Allah bin Mas’ud berpendapat bahwa orang yang menghindari sunnah tidak

termasuk orang beriman bahkan dia orang kafir. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah

SAW. Yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, sebagai berikut: “Jika kamu bersembahyang di

rumah-rumah kamu dan kamu tinggalkan masjid-masjid kamu, berarti kamu meninggalkan

sunnah Nabimu, dan berarti kamu kufur.” (H.R. Abu Dawud :91).

Allah SWT telah menetapkan untuk mentaati Rasul, dan tidak ada alasan dari siapa

pun untuk menentang perintah yang diketahui bearsal dari Rasul. Allah telah membuat semua

manusia (beriman) merasa butuh kepadanya dalam segala persoalan agama dan memberikan

bukti bahwa sunnah menjelaskan setiap makna dari kewajiban-kewajiban yang ditetapkan

Allah dalam kitabnya. Sunnah Rasul mempunyai tugas yang amat besar, yakni untuk

memberikan pemahaman tentang Kitabullah, baik dari segi ayat maupun hukumnya. Orang
yang ingin mempedalam pemahaman Al-Quran, ia harus mengetahui hal-hal yang ada dalam

sunnah , baik dalam maknanya, penafsiran bentuknya, maupun dalam pelaksanaan hukum-

hukumnya. Contoh yang paling baik dalam hal ini adalah masalah ibadah Tegasnya setiap

agian Sunnah Rasul SAW. Berfungsi menerangkan semua petunjuk maupun perintah yang

difirmankan Allah di dalam Al-Quran. Siapa saja yang bersedia menerima apa yang

ditetapkan Al-Quran dengan sendirinya harus pula menrima petunjuk-petunjuk Rasul dalam

Sunnahnya. Allah sendiri telah memerintahkan untuk selalu taat dan setia kepada keputusan

Rasul. Barang siapa tunduk kepada Rasul berarti tunduk kepada Allah, karena Allah jugalah

yang menyuruh untuk tunduk kepadaNya. Menerima perintah Allah dan Rasul sama nilainya,

keduanya berpangkal kepada sumber yang sama (yaitu Allah SWT). Dengan demikian,

jelaslah bahwa menolak atau mengingkari sunnah sama saja dengan menolak ketentuan-

ketentuan Al-Quran, karena Al-Quran sendiri yang memerintahkan untuk menerima dan

mengikuti sunnah Rasulullah SAW.


ARGUMENTASI INKARSUNNAH

Inkar sunnah dapat dibedakan atas tiga kelompok, yaitu:

1. kelompok pertama adalah kelompok yang menolak hadis Nabi saw. sebagai

hujjah secara keseluruhan (muthlaqah),

2. kelompok kedua adalah kelompok yang menolak hadis Nabi saw. yang

kandungannnya tidak disebutkan dalam al-Qur’an,

3. kelompok ketiga adalah kelompok yang menolak hadis Nabi saw. yang

berstatus ahad danhanya menerima hadis Nabi saw. yang berstatus mutawatir

(khashshah). Masing-masing kelompok ini mengedepankan argementasi-

argumentasi untuk mendukung sikap mereka tersebut. Argumentasi-

argumentasi yang sempat mereka majukan adalah:

Argumantasi Kelompok Pertama

Kelompok yang menolak sunnah Nabi saw. sebagai hujjah secara keseluruhan

mengajukansejumlah argumentasi, di antaranya yang terpenting adalah:Al-Qur’an diturunkan

oleh Allah SWT dalam bahasa Arab. Dengan penguasaan bahasa Arab yang baik, maka al-

Qur’an dapat dipahami dengan baik, tanpa memerlukan bantuan penjelasan dari hadis-hadis

Nabi saw..

a) Al-Qur’an sebagaimana disebutkan Allah SWT adalah penjelas segala sesuatu (QS.

al-Nahl (16): 89).

b) Hal ini mengandung arti bahwa penjelasan al-Qur’an telah mencakup segala sesuatu

yang diperlukan oleh umat manusia. Dengan demikian maka tidak perlu lagi

penjelasan lain selain al-Qur’an.Hadis-hadis Nabi saw. sampai kepada kita melalui

suatu proses periwayatan yang tidak terjaminluput dari kekeliruan, kesalahan dan
bahkan kedustaan terhadap Nabi saw.. Oleh karena itu, nilaikebenarannya tidak

meyakinkan (zhanny).

c) Karena status ke-zhanny-annya ini, maka hadis tersebut tidakdapat dijadikan sebagai

penjelas (mubayyin) bagi al-Qur’an yang diyakini kebenarannya secara mutlak

d) Berdasarkan atas riwayat dari Nabi saw. yang artinya: “apa-apa yang sampai

kepadamu dari Saya,maka cocokkanlah dengan al-Qur’an. Jika sesuai dengan al-

Qur’an maka Aku telah mengatakannya,dan jika berbeda dengan al-Qur’an maka Aku

tidak mengatakannya. Bagaimanakah Aku dapat berbedadengan al-Qur’an sedangkan

dengannya Allah memberi petunjuk kepadaku”.

e) Riwayat tersebut dalam pandangan mereka berisi tuntutan untuk berpegang kepada al-

Qur’an, tidakkepada hadis Nabi saw.. Dengan demikian menurut riwayat tersebut,

hadis tidaklah berstatus sebagaisumber ajaran Islam.

Argumentasi Kelompok Kedua

Kelompok yang menolak hadis Nabi saw. yang kandungannya tidak disebutkan,

dalam al-Qur’an ini, menurut al-Syafi’i, pada dasarnya adalah sama kelirunya dengan inkar

al-sunnah kelompokpertama, yang menolak hadis Nabi SAW secara keseluruhan.

Argumnetasi yang dikemukakan olehkelompok kedua ini sama seperti yang dikemukakan

oleh kelompok pertama, yaitu bahwa al-Qur’an telah menjelaskan segala sesuatu yang

berhubungan dengan ajaran-ajaran Islam. Ini berarti bahwamenurut mereka hadis Nabi saw.

tidak punya otoritas untuk menentukan hukum di luar ketentuan yang termaktub dalam al-

Qur’an. Karenanya, dalam menghadapi suatu masalah, meskipun ada hadis yang

membicarakannya atau mengaturnya, mereka tetap tidak akan berpegang pada hadis tersebut

jika tidak didukung oleh ayat al-Qur’an.


Argumentasi Kelompok Ketiga

Kelompok yang menolak hadis-hadis Nabi saw. yang berstatus ahad dan hanya

menerima hadis-hadis Nabi saw. yang berstatus Mutawatir mengajukan argumentasi utama,

yaitu bahwa hadis ahad,sekalipun di antaranya memenuhi persyaratan sebagai hadis shahih,

adalah bernilai zhanni al-wurud(proses penukilannya tidak meyakinkan). Dengan demikian,

kebenarannya sebagai yang datang dariNabi saw. tidak dapat diyakini sebagaiman hadis

mutawatir. Selanjutnya mereka berpendapat bahwa urusan agama haruslah didasarkan pada

dalil qat’iy yang diterima dan diyakini kebenarannya oleh seluruh umat Islam. Dalam hal ini,

dalil qat’iy yang diterima dan diyakini kebenarannya hanyalah al-Qur’an dan hadis-hadis

Mutawatir. Oleh karena itu, menurut mereka hanya al-Qur’an dan hadis-hadis Mutawatir

sajalah yang layak dijadikan pegangan dalam urusan agama atau sebagai sumber ajaran

Islam. Di samping itu, kelompok inkar al-sunnah yang ketiga ini juga mengutip beberapa

ayat-ayat al-Qur’an, yang diberi interpretasi sedemikian rupa hingga tampak sejalan dengan

alasan utama mereka.

Di antara ayat al-Qur’an yang mereka kutip adalah surat al-Isra’ ayat 36 dan surat an-

Najm ayat 28, yang artinya: “Jangan kamu mengikuti apa-apa yang kamu tidak mempunyai

pengetahuannya tentangnya (QS. Al-Isra’ (17): 36) dan “Sesungguhnya (hal yang bersifat)

zanni itu tidak menghasilkan kebenaran sedikit pun juga (QS. An-Najm (53): 28).
Tokoh-tokoh Inkar al-Sunnah asal Indonesia

Mereka adalah Abdul Rahman, Moh. Irham, Sutarto dan Lukman Saad. Mereka ini

adalah tokoh-tokoh yang telah berupaya menyebarkan paham inkar al- sunnah di Indonesia.

Mereka sempat meresahkan masyarakat dan menimbulkan banyak reaksi atas kejadian ini,

maka keluarlah Surat Keputusan Jaksa Agung No. kep.169/J.A./1983 tertanggal 30

September 1983 yang berisi larangan terhadap aliran inkar al-sunnah di seluruh wilayah

Republik Indonesia. Seperti halnya kelompok inkar al-sunnah abad klasik, kelompok inkar

al-sunnah abad modern juga dinilai oleh mayoritas umat Islam sebagai kelompok yang telah

menyimpang. Para ulama ketika menyanggah argumentasi mereka, kelihatannya masih

banyak menggunakan argumentasi-argumentasi yang sempat dikemukakan oleh al-Syafi’i.

Namun demikian, terdapat pula sejumlah argumentasi yang spesifik yang ditujukan kepada

kelompok inkar al-sunnah abad modern tersebut, di antaranya yaitu:

Sejarah memang mencatat bahwa Islam telah mengalami kemunduran, namun hadis

sama sekali tidak diidentifikasi sebagai penyebab kemunduran itu. Perpecahan internal di

kalangan umat Islamlah yang menjadi penyebabnya. Bahkan bukti sejarah menunjukkan

bahwa hadis, yang berkembang bersamaan dengan masa kemajuan Islam periode klasik, turut

andil dalam mendorong kemajuan Islam, di antaranya dengan seruannya untuk menuntut

ilmu.Argumentasi kelompok inkar al-sunnah bahwa hadis Nabi saw. lahir lama setelah Nabi

saw. wafat, tepatnya pada zaman al-tabi’in dan atba’ al-tabi’in adalah sangat tidak berdasar.

Sejak Islam paling awal hadis Nabi saw. telah lahir dan mendapat perhatian besar dari

kalangan sahabat, sebagaimana yang diperhatikan oleh Ibn Abbas (w. 69 H./689 M.) dan Ibn’

Amr bin al-‘Ash (w.65 H./685 M.) yang dikenal sebagai sahabat yang rajin mencatat hadis

Nabi saw... Meskipun pentadwinan atau pengkodifikasian hadis Nabi saw. baru dilakukan

pada masa khalifah Umar bin Abdul Azis (w. 101 H./720 M.), namun pencatatannya telah
dilakukan jauh sebelumnya. Pernyataan bahwa hadis Nabi saw. adalah sesuatu yang diada-

adakan, dalam hal ini, sama sekali tidak bisa diterima.

Bentuk Kesesatan :

a. Tentang Dua Kalimat Sahadat Mereka tidak mengaku 2 kalimat syahadat karena tidak
ada dalam al-Qur’an dan syahadat mereka “Isyhadu biannana Muslimin.”

b. Tentang Shalat Cara mereka mengerjakan shalat bermacam-macam, yaitu :


1. Ada yang mengerjakan shalat seperti biasa, dan kelompok ini terdiri dari orang-
orang yang baru mengikuti pengajaran mereka dan untuk mempengaruhi orang lain
agar mau mengikuti pengajaran mereka.

c. Ada yang shalatnya rata-rata dua rakaat, tetapi bacaannya berbeda-beda ada yang
seperti biasa (bahasa Arab), ada yang seluruhnnya bacaanya dari awal sampai akhir
bahasa Indonesia karena menurut mereka karena Allah mengerti seluruh bahasa dan
ada pula yang bacaannya”.

d. Ada yang shalatnya sebanyak-banyaknya, selagi mampu. Ada yang shalatnya bila
ingat saja, dan lain-lain

e. Dalam bab puasa, bagi yang baru masuk golongan ini mereka berpuasa seperti orang
islam, tetapi kalau sudah kuat dan paham ingkar sunnahnya mereka hanya mengikuti
wajibnya puasa saja.

Adapun hari dan bulannya meraka mengingkari dengan alasan tidak ditentukan dalam
al-Qur’an, makanya mereka tidak mengakui puasa Ramadhan karena tidak ada
keterangan ayat al-Qur’an. Yang di wajibkan berpuasa adalah orang-orang yang
menyaksikan (melihat) bulan, dan yang tidak wajib puasa.

f. Tentang Zakat Pada umumnya mareka tidak memunaikan zakat. Yang mereka akui
adalah sedekah. Mareka mengirimkan zakat itu dengan kecerdasan.

g. Tentang Haji Mereka berpendapat bahwa haji boleh dikedakan pada waktu 4 bulan
haram yaitu: Zulqaidah, Zulhijah, Muharram, dan Rajab. Alasannya, haji itu dijamin
oleh Allah keamanannya. Kalau orang datang berkumpul semua pada bulan Zulhijah
saja untuk mengerjakan haji, itu bukan keamanan lagi namanya.
4. Syi’ah

Syi’ah secara etimologi bahasaa berarti pengikut, sekte dan golongan seseorang

Menurut terminologi syariat bermakna:

Mereka yang berkedok dengan slogan kecintaan kepada Ali bin Abi Thalib beserta
anak cucunya bahwasanya Ali bin Abi Thalib lebih utama dari seluruh shahabat dan
lebih berhak untuk memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula
anak cucu sepeninggal beliau. (Al-Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan Nihal, 2/113,
karya Ibnu Hazm).

Sedang dalam istilah syara’, Syi’ah adalah suatu aliran yang timbul sejak masa pemerintahan
Utsman bin Affan yang dipimpin oleh Abdullah bin Saba’ Al-Himyari.

Syi'ah, dalam sejarahnya mengalami beberapa pergeseran. Seiring dengan bergulirnya


waktu, Syi'ah mengalami perpecahan sebagaimana Sunni juga mengalami perpecahan

Awal di pimpin:Abdullah bin Saba’ Al-Himyari


Nashr bin Muzahim (120 – 212 H.)
Ahmad bin Muhammad bin Isa Al-Asy’ari (Abad Ketiga – 274 H.)
Tokoh di indonesia:
1.Jalaludin Rahmat
2. Dina Y. Sulaeman
3. Haidar Bagir
4. DR. Khalid Al Walid, MA
5. Muhsin Labib
6. Penyanyi Haddad Alwi
Bentuk Kesesatan :
1. Keyakinan bahwa Imam sesudah Rasulullah saw adalah Ali bin Abi Thalib,
sesuai dengan sabda Nabi saw. Karena itu para Khalifah dituduh merampok
kepemimpinan dari tangan Ali bin AbiThalib r.a.
2. Keyakinan bahwa Imam mereka maksum (terjaga dari salah dan dosa).
3. Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam yang telah wafat akan
hidup kembali sebelum hari kiamat untuk membalas dendam kepada lawan-lawannya,
yaitu Abu Bakar, Umar, Utsman, Aisyah dll.
4. Keyakinan bahwa Ali bin Abi Thalib dan para Imam mengetahui rahasia
ghaib, baik yang lalu maupun yang akan datang. Ini berarti sama dengan menuhankan
Ali dan Imam.

Tujuan organisasi ini adalah mengenalkan ajarannya secara terang-terangan dan


menggalang massa untuk memproklamasikan bahwa kepemimpinan (imamah)
sesudah nabi muhammad saw seharusnya jatuh ke tangan ali bin abi thalib karena
suatu nash (teks) nabi saw. Menurut abdullah bin saba’, khalifah abu bakar, umar dan
utsman telah mengambil alih kedudukan tersebut. Dalam majmu’ fatawa, 4/435,
abdullah bi shaba menampakkan sikap ekstrem di dalam memuliakan ali, dengan
suatu slogan bahwa ali yang berhak menjadi imam (khalifah) dan ia adalah seorang
yang ma’shum (terjaga dari segala dosa).
5. NII

Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo adalah nama yang tak dapat dilepaskan dari pembahasan
masalah yang berkaitan dengan Negara Islam Indonesia. Dialah pendiri negara berasas Islam
tersebut. Dalam sejarah yang kita pelajari, Kartosoewirjo adalah tokoh yang tidak lebih dari
seorang pemberontak yang telah mendirikan negara baru di wilayah negara
Republik Indonesia.

Namun, dalam beberapa tahun terakhir, sebuah gerakan yang mengatasnamakan Negara
Islam Indonesia sangat gencar melakukan rekrutmen anggota baru, tetapi cara-cara yang
mereka gunakan ternyata berlawanan dengan syariah dan sunnah Rasulullah saw.

Di masa reformasi ini, saat tak ada lagi yang harus ditutup-tutupi, sudah selayaknya
masyarakat, dalam hal ini umat Islam, menyadari bahwa di Indonesia pernah ada suatu
gerakan anak bangsa yang berusaha membangun supremasi Islam, hingga akhirnya mereka
memproklamasikan diri sebagai sebuah negara pada 7 Agustus 1949, dan
berhasil mempertahankan eksistensinya hingga 13 tahun lamanya (1949-1962)

Organisasi ini dikoordinasikan oleh seorang politisi Muslim radikal karismatik Sekarmadji
Maridjan Kartosoewirjo,Ibnu Hadjar, Amir Fatah,Qahar Muzakkar.
Gerakan DI/TII Daud Beureueh

Pemberontakan DI/TII di Aceh dimulai dengan "Proklamasi" Daud Beureueh bahwa

Aceh merupakan bagian "Negara Islam Indonesia" di bawah pimpinan Imam Kartosuwirjo

pada tanggal 20 September 1953.

Daued Beureueh pernah memegang jabatan sebagai "Gubernur Militer Daerah Istimewa

Aceh" sewaktu agresi militer pertama Belanda pada pertengahan tahun 1947. Sebagai

Gubernur Militer ia berkuasa penuh atas pertahanan daerah Aceh dan menguasai seluruh

aparat pemerintahan baik sipil maupun militer. Sebagai seorang tokoh ulama dan bekas

Gubernur Militer, Daud Beureuh tidak sulit memperoleh pengikut. Daud Beureuh juga

berhasil memengaruhi pejabat-pejabat Pemerintah Aceh, khususnya di daerah Pidie. Untuk

beberapa waktu lamanya Daud Beureuh dan pengikut-pengikutnya dapat mengusai sebagian

besar daerah Aceh termasuk sejumlah kota.

Sesudah bantuan datang dari Sumatera Utara dan Sumatera Tengah, operasi pemulihan

keamanan ABRI ( TNI-POLRI ) segera dimulai. Setelah didesak dari kota-kota besar, Daud

Beureuh meneruskan perlawanannya di hutan-hutan. Penyelesaian terakhir Pemberontakan

Daud Beureuh ini dilakukan dengan suatu " Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh" pada

bulan Desember 1962 atas prakarsa Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel Jendral

Makarawong.

Gerakan DI/TII Ibnu Hadjar

Pada bulan Oktober 1950 DI/ TII juga tercatat melakukan pemberontakan di

Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Ibnu Hadjar. Para pemberontak melakukan

pengacauan dengan menyerang pos-pos kesatuan ABRI (TNI-POLRI). Dalam menghadapi

gerombolan DI/TII tersebut pemerintah pada mulanya melakukan pendekatan kepada Ibnu
Hadjar dengan diberi kesempatan untuk menyerah, dan akan diterima menjadi anggota ABRI.

Ibnu Hadjar sempat menyerah, akan tetapi setelah menyerah dia kembali melarikan diri dan

melakukan pemberontakan lagi sehingga pemerintah akhirnya menugaskan pasukan ABRI

(TNI-POLRI) untuk menangkap Ibnu Hadjar. Pada akhir tahun 1959 Ibnu Hadjar beserta

seluruh anggota gerombolannya tertangkap dan dihukum mati.

Gerakan DI/TII Amir Fatah

Amir Fatah merupakan tokoh yang membidani lahirnya DI/TII Jawa Tengah. Semula

ia bersikap setia pada RI, namun kemudian sikapnya berubah dengan mendukung Gerakan

DI/TII. Perubahan sikap tersebut disebabkan oleh beberapa alasan. Pertama, terdapat

persamaan ideologi antara Amir Fatah dengan S.M. Kartosuwirjo, yaitu keduanya menjadi

pendukung setia Ideologi Islam. Kedua, Amir Fatah dan para pendukungnya menganggap

bahwa aparatur Pemerintah RI dan TNI yang bertugas di daerah Tegal-Brebes telah

terpengaruh oleh "orang-orang Kiri", dan mengganggu perjuangan umat Islam. Ketiga,

adanya pengaruh "orang-orang Kiri" tersebut, Pemerintah RI dan TNI tidak menghargai

perjuangan Amir Fatah dan para pendukungnya selama itu di daerah Tegal-Brebes. Bahkan

kekuasaan yang telah dibinanya sebelum Agresi Militer II, harus diserahkan kepda TNI di

bawah Wongsoatmojo. Keempat, adanya perintah penangkapan dirinya oleh Mayor

Wongsoatmojo. Hingga kini Amir Fatah dinilai sebagai pembelot baik oleh negara RI

maupun umat muslim Indonesia.

Gerakan DI/TII Kahar Muzakkar

Pemerintah berencana membubarkan Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) dan

anggotanya disalurkan ke masyarakat. Tenyata Kahar Muzakkar menuntut agar Kesatuan

Gerilya Sulawesi Selatan dan kesatuan gerilya lainnya dimasukkan delam satu brigade yang

disebut Brigade Hasanuddin di bawah pimpinanya. Tuntutan itu ditolak karena banyak di
antara mereka yang tidak memenuhi syarat untuk dinas militer. Pemerintah mengambil

kebijaksanaan menyalurkan bekas gerilyawan itu ke Corps Tjadangan Nasional (CTN). Pada

saat dilantik sebagai Pejabat Wakil Panglima Tentara dan Tetorium VII, Kahar Muzakkar

beserta para pengikutnya melarikan diri ke hutan dengan membawa persenjataan lengkap dan

mengadakan pengacauan. Kahar Muzakkar mengubah nama pasukannya menjadi Tentara

Islam Indonesia dan menyatakan sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7

Agustus 1953. Tanggal 3 Februari 1965, Kahar Muzakkar tertembak mati oleh pasukan ABRI

(TNI-POLRI) dalam sebuah baku tembak

Inkar Sunnah secara definitif dapat diartikan sebagai suatu paham atau aliran (sekte) yang

menolak dan mengingkari sunnah sebagai sumber dan dasar syariat Islam serta hanya

menjadikan Al-Qur’an satu-satunya pegangan umat Islam.


Bentuk Kesesatan :

1. Setiap muslim yang berada di luar gerakan tersebut dituduh kafir dan dinyatakan halal
darahnya.

2. Dosa karena melakukan zina dan perbuatan maksiat lainnya dapat ditebus dengan uang
dalam jumlah yang telah ditetapkan.

3. Tidak ada kewajiban meng-qadha saum Ramadan, tetapi cukup hanya dengan membayar
uang dalam jumlah yang telah ditetapkan.

4. Untuk membangun sarana fisik dan biaya operasional gerakan, setiap anggota diwajibkan
menggalang dana dengan menghalalkan segala cara, di antaranya menipu dan mencuri harta
setiap muslim di luar gerakan tersebut termasuk orangtua sendiri.

5. Taubat hanya sah jika membayar apa yang mereka sebut ‘Shodaqoh Istigfar’ dalam jumlah
yang ditetapkan.

6. Ayah kandung yang belum masuk ke dalam gerakan tersebut tidak sah menikahkan
putrinya.

7. Tidak wajib melaksanakan ibadah haji kecuali telah menjadi mas’ul atau pimpinan dalam
jumlah yang ditetapkan.

8. Qanun asasi (aturan dasar) gerakan tersebut dianggap lebih tinggi derajatnya dibadingkan
kitab suci Alquran, bahkan tidak berdosa bila menginjak Mushaf Alquran.

9. Apa yang mereka sebut shalat aktivitas, dalam pengertian melaksanakan program gerakan
dianggap lebih utama daripada shalat fardu.
6. JIL

Jaringan Islam Liberal(JIL) juga bisa diartikan sebagai forum intelektual terbuka yang

mendiskusikan dan menyebarkan liberalisme Islam di Indonesia.

Prinsip yang dianut oleh Jaringan Islam Liberal yaitu Islam yang menekankan kebebasan

pribadi dan pembebasan dari struktur sosial-politik yang menindas

Jaringan Islam liberal (JIL) menurut Charless Khurzman muncul sekitar abad ke-18

dikala kerajaan Turki Usmani Dinasti Shafawi dan Dinasti Mughal tengah berada

digerbang keruntuhan. Pada saat itu tampillah para ulama untuk mengadakan gerakan

permurnian, kembali kepada al-Qur’an dan As-sunnah. Pada saat ini muncullah cikal

bakal paham liberal awal melalui Syah Waliyullah (India, 1703-1762), menurutnya Islam

harus mengikuti adat lokal suatu tempat sesuai dengan kebutuhan penduduknya. Hal ini

juga terjadi dikalanganSyiah. Aqa Muhammad Bihbihani (Iran,1790) mulai berani

mendobrak pintu ijtihad dan membukanya lebar-lebar.


Tokoh – Tokohnya antara lain :

1. Abdul Mukti Ali

2. Abdurrahman Wahid

3. Ahmad Wahib

4. Djohan Effendi

5. Harun Nasution

6. M. Dawam Raharjo

7. Munawir Sjadzali

8. Nurcholish Madjid

Bentuk kesesatan :

1. Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua agama adalah
sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relative; oleh sebab itu, setiap
pemeluk agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya saja yang benar
sedangkan agama yang lain salah. Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk
agama akan masuk dan hidup dan berdampingan di surga.

2. Liberalisme adalah memahami nash-nash agama (Al-Qur’an & Sunnaah) dengan


menggunakan akal pikiran yang bebas; dan hanya menerima doktrin-doktrin agama yang
sesuai dengan akal pikiran semata.

3. Sekularisme adalah memisahkan urusan dunia dari agama hanya digunakan untuk
mengatur hubungan pribadi dengan Tuhan, sedangkan hubungan sesame manusia diatur
hanya dengan berdasarkan kesepakatan sosial.

Itu bertentangan dengan Firman Allah yang tertera dalam Al Qur’an:


Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan terima
(agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi (QS. Ali
Imaran [3]: 85)
7. Negara Islam Indonesia (disingkat NII)

Juga dikenal dengan nama Darul Islam atau DI) yang artinya adalah "Rumah Islam"

adalah gerakan politik yang diproklamasikan pada 7 Agustus 1949 (ditulis sebagai 12 Syawal

1368 dalam kalender Hijriyah) oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampah,

Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat. Diproklamirkan saat

Negara Pasundan buatan belanda mengangkat Raden Aria Adipati Wiranatakoesoema

sebagai presiden.

Gerakan ini bertujuan menjadikan Republik Indonesia yang saat itu baru saja

diproklamasikan kemerdekaannya dan ada pada masa perang dengan tentara Kerajaan

Belanda sebagai negara teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara. Dalam

proklamasinya bahwa "Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah Hukum

Islam", lebih jelas lagi dalam undang-undangnya dinyatakan bahwa "Negara berdasarkan

Islam" dan "Hukum yang tertinggi adalah Al Quran dan Hadits". Proklamasi Negara Islam

Indonesia dengan tegas menyatakan kewajiban negara untuk membuat undang-undang yang

berlandaskan syari'at Islam, dan penolakan yang keras terhadap ideologi selain Alqur'an dan

Hadits Shahih, yang mereka sebut dengan "hukum kafir", sesuai dalam Qur'aan Surah 5. Al-

Maidah, ayat 50.


Dalam perkembangannya, DI menyebar hingga di beberapa wilayah, terutama Jawa Barat

(berikut dengan daerah yang berbatasan di Jawa Tengah), Sulawesi Selatan, Aceh dan

Kalimantan.Setelah Kartosoewirjo ditangkap TNI dan dieksekusi pada 1962, gerakan ini

menjadi terpecah, namun tetap eksis secara diam-diam meskipun dianggap sebagai organisasi

ilegal oleh pemerintah Indonesia.

Gerakan DI/TII Daud Beureueh

Pemberontakan DI/TII di Aceh dimulai dengan "Proklamasi" Daud Beureueh bahwa

Aceh merupakan bagian "Negara Islam Indonesia" di bawah pimpinan Imam Kartosuwirjo

pada tanggal 20 September 1953.

Daued Beureueh pernah memegang jabatan sebagai "Gubernur Militer Daerah Istimewa

Aceh" sewaktu agresi militer pertama Belanda pada pertengahan tahun 1947. Sebagai

Gubernur Militer ia berkuasa penuh atas pertahanan daerah Aceh dan menguasai seluruh

aparat pemerintahan baik sipil maupun militer. Sebagai seorang tokoh ulama dan bekas

Gubernur Militer, Daud Beureuh tidak sulit memperoleh pengikut. Daud Beureuh juga

berhasil memengaruhi pejabat-pejabat Pemerintah Aceh, khususnya di daerah Pidie. Untuk

beberapa waktu lamanya Daud Beureuh dan pengikut-pengikutnya dapat mengusai sebagian

besar daerah Aceh termasuk sejumlah kota.

Sesudah bantuan datang dari Sumatera Utara dan Sumatera Tengah, operasi pemulihan

keamanan ABRI ( TNI-POLRI ) segera dimulai. Setelah didesak dari kota-kota besar, Daud

Beureuh meneruskan perlawanannya di hutan-hutan. Penyelesaian terakhir Pemberontakan

Daud Beureuh ini dilakukan dengan suatu " Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh" pada

bulan Desember 1962 atas prakarsa Panglima Kodam I/Iskandar Muda, Kolonel Jendral

Makarawong.
Gerakan DI/TII Ibnu Hadjar

Pada bulan Oktober 1950 DI/ TII juga tercatat melakukan pemberontakan di

Kalimantan Selatan yang dipimpin oleh Ibnu Hadjar. Para pemberontak melakukan

pengacauan dengan menyerang pos-pos kesatuan ABRI (TNI-POLRI). Dalam menghadapi

gerombolan DI/TII tersebut pemerintah pada mulanya melakukan pendekatan kepada Ibnu

Hadjar dengan diberi kesempatan untuk menyerah, dan akan diterima menjadi anggota ABRI.

Ibnu Hadjar sempat menyerah, akan tetapi setelah menyerah dia kembali melarikan diri dan

melakukan pemberontakan lagi sehingga pemerintah akhirnya menugaskan pasukan ABRI

(TNI-POLRI) untuk menangkap Ibnu Hadjar. Pada akhir tahun 1959 Ibnu Hadjar beserta

seluruh anggota gerombolannya tertangkap dan dihukum mati.

Gerakan DI/TII Amir Fatah

Amir Fatah merupakan tokoh yang membidani lahirnya DI/TII Jawa Tengah. Semula

ia bersikap setia pada RI, namun kemudian sikapnya berubah dengan mendukung Gerakan

DI/TII. Perubahan sikap tersebut disebabkan oleh beberapa alasan. Pertama, terdapat

persamaan ideologi antara Amir Fatah dengan S.M. Kartosuwirjo, yaitu keduanya menjadi

pendukung setia Ideologi Islam. Kedua, Amir Fatah dan para pendukungnya menganggap

bahwa aparatur Pemerintah RI dan TNI yang bertugas di daerah Tegal-Brebes telah

terpengaruh oleh "orang-orang Kiri", dan mengganggu perjuangan umat Islam. Ketiga,

adanya pengaruh "orang-orang Kiri" tersebut, Pemerintah RI dan TNI tidak menghargai

perjuangan Amir Fatah dan para pendukungnya selama itu di daerah Tegal-Brebes. Bahkan

kekuasaan yang telah dibinanya sebelum Agresi Militer II, harus diserahkan kepda TNI di

bawah Wongsoatmojo. Keempat, adanya perintah penangkapan dirinya oleh Mayor

Wongsoatmojo. Hingga kini Amir Fatah dinilai sebagai pembelot baik oleh negara RI

maupun umat muslim Indonesia.


Gerakan DI/TII Kahar Muzakkar

Pemerintah berencana membubarkan Kesatuan Gerilya Sulawesi Selatan (KGSS) dan

anggotanya disalurkan ke masyarakat. Tenyata Kahar Muzakkar menuntut agar Kesatuan

Gerilya Sulawesi Selatan dan kesatuan gerilya lainnya dimasukkan delam satu brigade yang

disebut Brigade Hasanuddin di bawah pimpinanya. Tuntutan itu ditolak karena banyak di

antara mereka yang tidak memenuhi syarat untuk dinas militer. Pemerintah mengambil

kebijaksanaan menyalurkan bekas gerilyawan itu ke Corps Tjadangan Nasional (CTN). Pada

saat dilantik sebagai Pejabat Wakil Panglima Tentara dan Tetorium VII, Kahar Muzakkar

beserta para pengikutnya melarikan diri ke hutan dengan membawa persenjataan lengkap dan

mengadakan pengacauan. Kahar Muzakkar mengubah nama pasukannya menjadi Tentara

Islam Indonesia dan menyatakan sebagai bagian dari DI/TII Kartosuwiryo pada tanggal 7

Agustus 1953. Tanggal 3 Februari 1965, Kahar Muzakkar tertembak mati oleh pasukan ABRI

(TNI-POLRI) dalam sebuah baku tembak

Inkar Sunnah secara definitif dapat diartikan sebagai suatu paham atau aliran (sekte) yang

menolak dan mengingkari sunnah sebagai sumber dan dasar syariat Islam serta hanya

menjadikan Al-Qur’an satu-satunya pegangan umat Islam.


2. Perawinya Dhabit

‫َر َواتُهً ضَا ِبط‬


Sempurna ingatan (dhabith), artinya ingatan seorang perawi harus lebih banyak daripada
lupanya dan kebenarannya harus lebih banyak daripada kesalahannya, menguasai apa
yang diriwayatkan, memahami maksudnya dan maknanya.

Menurut Istilah : Seorang perowi yang mempunyai hafalan sangat sempurna serta
memahami isi kandungannya terhadap hadits - hadits yang diterimanya, semenjak dia
menerima hadits-hadits tersebut semasa masih menjadi murid hingga menyampaikannya
kepada orang lain,yang jaraknya puluhan tahun.

Pembagian Dhabit

1. Al - Dlabitus Shodri : Seorang perowi yang mempunyai hafalan sangat sempurna


serta memahami isi kandungannya terhadap hadits – hadits yang diterimanya,
semenjak dia menerima hadits-hadits tersebut semasa masih menjadi murid hingga
menyampaikannya kepada orang lain,yang jaraknya puluhan tahun dan kekuatan
hafalannya ini sanggup dikeluarkan dan disampaikan kepada orang lain (para
muridnya) kapanpun dan dimanapun dikehendaki secara spontan tanpa harus
mengingat – ingatnya terlebih dahulu. Bahwa daya ingatannya sangat tajam. Ia lebih
banyak ingat daripada lupa, dan kebenarannya lebih banyak daripada salahnya.
2. Al - Dlabitul Kitab : Seorang perowi yang mempunyai hafalan sangat sempurna serta
memahami isi kandungannya terhadap hadits – hadits yang diterimanya, semenjak dia
menerima hadits-hadits tersebut semasa masih menjadi murid hingga
menyampaikannya kepada orang lain,yang jaraknya puluhan tahun; hanya saja ketika
menyampaikan hadits kepada orang lain, dia menyerahkan buku hadits catatan
pribadinya agar dapat dibaca,dipelajari dan difahami ataupun diturun oleh para
muridnya.

Kesimpulan pembagian

Dari kedua pengertian Dhabit tersebut diatas setelah dibandingkan satu sama lain; maka
penulis berkesimpulan bahwa dhabit yang lebih baik adalah Dhabit Kitab (Al-Dhabitul Kitab)
alasannya dengan adanya buku hadits kita lebih mudah untuk menghafalkan hadits serta
yakin bahwa yang ada di buku hadits benar dari Rasulullah SAW.

Selain itu, jika suatu saat perawi Al-Dhabitul Kitab meninggal, maka hadits yang dia
hafalkan masih berada di Buku atau Catatannya sehingga para murid bisa belajar dari Buku
atau Catatan tersebut apabila perawinya berpergian ataupun telah meninggal.
Dhabith” menurut bahasa, artinya yang kukuh, yang kuat. Yang dimaksud
dengan dhabith adalah bahwa rawi hadits yang bersangkutan dapat menguasai haditsnya
dengan baik, baik dengan hafalannya yang kuat ataupun dengan kitabnya, kemudian ia
mampu mengungkapkannya kembali ketika meriwayatkannya.

Menurut ibn Hajar al-Asqalani, perawi yang dhabith adalah mereka yang kuat hafalannya dan
mampu menyampaikan hafalan tersebut ketika diperlukan. Dengan demikian, orang
yang dhabith harus mendengarkan secara utuh informasi yang diterima atau didengarnya,
memahami isinya sehingga tersimpan dalam ingatannya, kemudian menyampaikan kepada
orang lain atau meriwayatkannya.

Dhabit adalah bahwa rawi hadits yang bersangkutan dapat menguasai hadits yang
diterimanya dengan baik, baik dengan hapalannya yang kuat ataupun dengan kitabnya,
kemudian ia mampu mengungkapkannya kembali ketika meriwayatkannya
kembali. Persyaratan ini menghendaki agar seorang perawi tidak melalaikan dan tidak
semaunya ketika menerima dan menyampaikannya.

Seorang perawi layak disebut dhabit, apabila dalam dirinya terdapat sifat-sifat berikut:

a. Pertama, perawi itu memahami dengan baik riwayat yang telah didengarnya dan
diterimanya,

b. Kedua, perawi itu hafal dengan baik atau mencatat dengan baik riwayat yang telah
didengarnya (diterimanya),

c. Ketiga, perawi itu mampu menyampaikan riwayat hadits yang telah didengarnya dengan
baik, kapanpun diperlukan, terutama hingga saat perawi tersebut menyampaikan riwayat
haditsnya kepada orang lain.

Sifat dhabith ini ada dua macam, yaitu sebagai berikut.

1) Dhabit dalam dada (adh-dhabth fi ash-shudur), artinya memiliki daya ingat dan hafalan
yang kuat sejak ia menerima hadits dari seorang syaikh atau gurunya sampai dengan pada
saat menyampaikannya kepada orang lain, atau ia memiliki kemampuan untuk
menyampaikannya kapan saja diperlukan kepada orang lain.

2) Dhabith dalam tulisan (adh-dhabth fi as-suthur), artinya tulisan haditsnya sejak


mendengar dari gurunya terpelihara dari perubahan, pergantian, dan kekurangan. Singkatnya,
tidak terjadi kesalahan-kesalahan tulis kemudian diubah dan diganti, karena hal demikian
akan mengundang keraguan atas ke-dhabitha-an seseorang.

Adapun beberapa penyakit pada dhobit (hafalan ) yaitu :


a. Jelek hafalannya
b. Lalai
c. Ucapan yang menipu
Sanadnya bersambung ( tidak terputus) ‫سنَ ُدهُ ُمتَّص‬
َ
Sanad bersambung (muttasil) arti menurut bahasa antara lain:
bersambung,berurutan,berkesinambungan,bergandengan,berjajar,gandeng

Maksudnya adalah tiap-tiap perowi dari perowi lainnya benar-benar mengambil secara
langsung dari orang yang ditanyanya, dari sejak awal hingga akhir sanadnya.

Untuk mengetahui dan bersambungnya dan tidaknya suatu sanad, biasanya ulama’ hadis
menempuh tata kerja sebagai berikut :

 Mencatat semua periwayat yang diteliti

 Mempelajari hidup masing-masing periwayat

 Meneliti kata-kata yang berhubungan antara para periwayat dengan periwayat yang
terdekat dalam sanad, yakni apakah kata-kata yang terpakai berupa haddasani,
akhbarana, akhbarani, ‘an, anna, atau kasta-kata lainnya

Contoh sanad bersambung :

Imam Ahmad berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id - telah

menceritakan kepada kami Ibnu Lahi'ah - telah menceritakan kepada kami

Misyrah - dari Uqbah bin Amir Radliyallahu ‘anhu dia berkata - "Rasulullah

shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: ....dst

KESIMPULAN

maka yang dimaksud dengan sanad bersambung adalah sanad yang selamat dari

keguguran atau dengan kata lain; tiap-tiap rawi dapat saling bertemu dan

menerima suatu berita hadits langsung dari guru yang memberi hadits tsb

sampai kepada sumbernya yang asli yaitu Rasulullah SAW.


َ ُ‫ِر َوايَتُه‬
Periwayatanya tanpa cacat ‫غ ْي ُر ُمعَلَّل‬

Dalam bahasa illat adalah penyakit, sebab, alasan atau udzur. Secara

istilah yaitu suatu sebab tersembunyi yang membuat cacat keabshahan suatu

hadits padahal lahirnya selamat dari cacat tersebut.

Misalnya sebuah hadits setelah diadakan penelitian ternyata ada

sebab yang membuat cacat yang menghalangi terkabulnya, seperti perawi

seorang fasik, tidak bagus hafalannnya , seorah ahli bit’ah dll

Maksudnya ialah hadits itu tidak ada cacatnya, dalam arti adanya sebab yang

menutup tersembunyi yang dapat menciderai pada ke-shahih-an hadits,

sementara dhahirnya selamat dari cacat.

Atau tidak terdapat satu “penyakit” yang tersembunyi dalam teks maupun sanad

hadits yang dapat merusak kesempurnaan hadits, jika dipandang secara dhohir

hadits tersebut sekilas nampak sempurna. Akan nampak cacatnya jika diteliti

lebih jeli.

.
Contohnya: misalnya hadits yang semestinya marfu’ diriwayatkan dengan

mauquf atau sebaliknya.

‘Illat hadis dapat terjadi pada sanad maupun pada matan atau pada keduanya

secara bersama-sama. Namun demikian, ‘illat yang paling banyak terjadi adalah

pada sanad, seperti menyebutkan muttasil terhadap hadits yang munqati’ atau

mursal.

KESIMPULAN

Periwayatan tanpa cacat berarti hadits shahih tersebut tidak ada sebab yang

dapat menutupi yang dapat menciderai keshahihannya dan dhahirnya terbebas

dari cacat
َ ُ‫ِر َوايُتُه‬
Periwayatanya tidak janggal ‫غ ْي ُر شَاذ‬

Syadz dalam bahasa berarti ganjil, terasing, atau menyalahi aturan.

Sedangkan maksud syadzdz disini ialah periwayatan orang tsiqah (terpecaya

yakni adil dan dhabit ) bertentangan dengan periwayatan orang yang lebih

tsiqah. Atau dengan kata lain tidak ada pertentangan antara suatu hadits yang

diriwayatkan oleh rawi yang maqbul dengan hadits yang diriwayatkan oleh rawi

yang lebih rajin daripadanya

Menurut asy-Syafi’i, suatu hadits tidak dinyatakan sebagai mengandung

syudzudz, bila hadits itu hanya diriwayatkan oleh seorang periwayat yang

tsiqah, sedang periwayat yang tsiqah lainnya tidak meriwayatkan hadis itu.

Artinya, suatu hadis dinyatakan syudzudz, bila hadits yang diriwayatkan oleh

seorang periwayat yang tsiqah tersebut bertentangan dengan hadits yang

diriwayatkan oleh banyak periwayat yang juga bersifat tsiqah.

Maksudnya, hadits yang diriwayatkan oleh seorang perowi yang tsiqah

(terpercaya) tidak berlawanan substansinya dengan riwayat hadits perowi yang

lebih tsiqah. Sebatas berbeda riwayat namun masih bisa diakurkan tidak

dinamakan Syudzûdz.
Misalnya hadits riwayat perowi tsiqah substansinya menyatakan boleh namun

riwayat perowi yang lebih tsiqah menyatakan tidak boleh, dan setelah

diusahakan untuk diakurkan 2 teks tersebut ternyata tidak bisa, maka hadits

perowi pertama menjadi syadz, dan masuk kategori dha’if.

Apabila sebuah hadits memenuhi kriteria di atas maka hadits tersebut

dikategorikan sebagai hadits yang shahih dan konsekuensi logisnya hadits

tersebut dapat dijadikan sebagai hujjah ataupun landasan hukum, karena dengan

proses dan kriteria semacam itu dapat diyakini bahwa informasi yang dibawa

oleh perowi tersebut benar bersumber dari Nabi saw.

Contoh periwayatanya tidak janggal seperti hadits yang diriwayatkan oleh

muslim melalui jalan Ibnu Wahb sampai pada Abdullah bin Zaid dalam

memberitakan sifat-sifat wudhu’ Rasulullah :

Bahwa beliau menyapu kepalanya dengan air yang bukan kelebihan di

tangannya.

Sedang periwayatan Al-Baihaqi, melalui jalan sanad yang sama mengatakan :

Bahwasannya beliau mengambil air untuk kedua telinganya selain air yang

diambil untuk kepalanya.


Kesimpulan

Periwayatan Al-Baihaqi syadzdz ( janggal ) dan tidak shahih, karena

periwayatan dari Ibnu Wahb seorang tsiqah, menyalahi periwayatan jama’ah

ulama dan muslim yang lebih tsiqah. Syadzdz bisa terjadi pada matan suatu

hadits atau pada sanad


III. Macam Hadits Shahih

Hadits Shahih Lidzatihi (‫ص ِح ْي ُح ِلذَاتِ ِه‬ ُ ‫)ا َ ْل َح ِد ْي‬


َ ‫ث ال‬

Hadits Shahih Lidzatihi yaitu hadits shahih yang memenuhi syarat - syarat hadits shahih

diatas; yaitu perawinya ‘Adil, Perowinya Dhabit, Sanadnya bersambung, Periwayatannya

tanpa cacat, dan Periwayatannya tidak janggal.

Shahih li Dzatihi, yaitu hadits yang mencakup semua syarat-syarat atau sifat-sifat hadits

maqbul secara sempurna, dinamakan “shahih li Dzatihi” karena telah memenuhi semua

syarat shahih,dan tidak butuh dengan riwayat yang lain untuk sampai pada puncak

keshahihan, keshahihannya telah tercapai dengan sendirinya.

‫ع َلى أ َ ْعلَى ِصفَاتُ القَبُ ْول‬


َ ‫شتَ َم َل‬ ْ ِّ‫ص َِحيْح ِلذَاتِ ِه ه َُوالذ‬
ْ ِ‫ِي ا‬

“Shahih lidzatih ialah hadits yang telah memenuhi syarat-syarat hadits maqbul secara

sempurna.”

Jika kualitas daya ingat perawi kurang sempurna, hadits shahih lidzatih turun kualitas

menjadi hasan lidzatih. Namun, jika kekurangan tersebut dapat ditutupi oleh adanya hadits

lain, dari sanad lain dengan perawi yang kualitas daya ingatnya lebih kuat, naiklah hadits

hasan lidzatih menjadi shahih lighairih.


ِ‫س ْو ُل هللا‬ َ ‫ف اَ ْخبَ َرنَا َما ِلك ع َْن نَافِع ع َْن‬
ُ ‫ع ْب ِدهللاِ اَ َّن َر‬ َ ‫س‬ َ ‫َح َّدثَنَا‬
ُ ‫ع ْب ُد هللاِ ْب ِن يُ ْو‬

‫ث‬ ِ َ‫ اِذَا كَانُ ْوا ثَالَثَةً فَالَ يَتَتَا َجى اِثْن‬:‫سلَّ َم قَا َل‬
ِ ‫ان د ُْو َن الثَّا ِل‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ

)‫(رواه البخارى‬

"Bukhari berkata: Abdullah bin Yusuf telah menceritakan kepada

kami, lalu berkata: Malik dari Nafi' dari Abdullah mengabarkan

kepada kami bahwa Rasulullah saw bersabda: apabila mereka bertiga,

janganlah dua orang berbisik tanpa ikut serta orang ketiga".

(HR. Bukhari)

Penjelasan

Hadits di atas diterima oleh Bukhari dari Abdullah bin Yusuf, Abdullah bin Yusuf

menerimanya dari Malik. Malik menerimanya dari Nafi. Nafi‘ menerimanya dari Abdullah,

dan Abdullah itu adalah shahabat Rasulullah saw. yang mendengar beliau bersabda, seperti

hadits di atas. Semua nama-nama tersebut mulai dari Bukhari sampai Abdullah (shahabat

Nabi) adalah rawi-rawi yang adil, dlabith, dan benar bersambung, tidak cacat, baik pada

sanad, maupun pada matan. Dengan demikian hadits di atas termasuk hadits shahih lidzatihi.
ُ‫صلَّى هللا‬
َ ِ‫س ْو ِل هللا‬ َ ُ‫ع َْن أَ ِب ْي ُه َر ْي َرةَ َر ِض َي هللا‬
ُ ‫ع ْنهُ قَا َل َجا َء َر ُجل ِإلَى َر‬

‫ص َحابَتِي؟ قَا َل‬


َ ‫س ِن‬ ُّ ‫ َم ْن أَ َح‬،ِ‫س ْو َل هللا‬
ِ َّ‫ق الن‬
ْ ‫اس بِ ُح‬ ُ ‫يَا َر‬: ‫سلَّ َم فَقَا َل‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ

َ‫ قَا َل أَبُ ْوك‬،‫ قَا َل ث ُ َّم َم ْن‬، َ‫ قَا َل ث ُ َّم َم ْن؟ قَا َل أ ُ ُّمك‬، َ‫ قَا َل ث ُ َّم َم ْن؟ قَا َل أ ُ ُّمك‬، َ‫أ ُ ُّمك‬

)‫(رواه البخارى‬

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang

datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata,

‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’

Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang

tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu

‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya

kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang

tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu

‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.'” (HR. Bukhari no.

5971 dan Muslim no. 2548)


Penjelasan
Hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah diatas, adalah salah satu hadits shahih yang
tidak terdapat ke-syaz-an maupun illat.
Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Hadits tersebut menunjukkan bahwa kecintaan dan kasih
sayang terhadap seorang ibu, harus tiga kali lipat besarnya dibandingkan terhadap seorang
ayah.

Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menyebutkan kata ibu sebanyak tiga kali, sementara kata
ayah hanya satu kali. Bila hal itu sudah kita mengerti, realitas lain bisa menguatkan
pengertian tersebut. Karena kesulitan dalammenghadapi masa hamil, kesulitan
ketikamelahirkan, dan kesulitan pada saat menyusui dan merawat anak, hanya dialami oleh
seorang ibu. Ketiga bentuk kehormatan itu hanya dimiliki oleh seorang ibu, seorang ayah
tidak memilikinya.
« : ‫سلَّ َم قَا َل‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ‫ع ْنهُ ع َْن النَّ ِبى‬ َّ ‫ع َْن أ َ ِبي ذَ ِّر َر ِض َي‬
َ ُ‫َّللا‬
َّ ‫ثَالَثَة الَ يُ َك ِلِّ ُم ُه ُم‬
ُ ‫ َوالَ يَ ْن‬، ‫َّللاُ يَ ْو َم ال ِقيَا َم ِة‬
، ‫ َوالَ يُ َز ِ ِّك ْي ِه ْم‬، ‫ظ ُر ِإلَ ْي ِه ْم‬
‫سلَّ َم‬َ ‫علَ ْي ِه و‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬ َ ‫َّللا‬ ُ ‫ فَقَ َرأ َ ُها َر‬: ‫عذَاب أ َ ِل ْيم » قَا َل‬
ِ َّ ‫س ْو ُل‬ َ ‫َول ُه ْم‬
‫َّللا ؟‬
ِ َّ ‫س ْو ُل‬ُ ‫ َخابُ ْوا َو ْخس ُِر ْوا َم ْن ُه ْم يَا َر‬: ‫ قَا َل أَبُ ْو ذَ ِّر‬. ‫ث ِم َرار‬ َ َ‫ثَال‬
‫ب » رواه‬ ِ ‫س ْلعَتَهُ بِال َح ْل‬
ِ ‫ف الكَا ِذ‬ ُ ‫المنَّانُ َوال ُم ْن ِف‬
ِ ‫ق‬ ْ ‫ « ال ُم‬: ‫قَا َل‬
ْ ‫ َو‬، ‫سبِ ُل‬
‫مسلم‬
Dari Abu Zar dari Rosulullah bersabda yang maksudnya; “Ada tiga macam orang yang tidak

diajak bicara oleh Allah – dengan pembicaraan keredhaan, tetapi dibicarai dengan nada

kemarahan – pada hari kiamat dan tidak pula dilihat olehNya – dengan pandangan keredhaan

dan kerahmatan, serta tidak pula disucikan olehNya -yakni dosa-dosanya tidak diampuni –

dan mereka itu akan mendapatkan siksa yang menyakitkan sekali.” Katanya: Rasulullah

membacakan kalimat di atas itu sampai tiga kali banyaknya.

Abu Zar kemudian berkata: “Mereka itu merugi serta menyesal sekali. Siapakah mereka itu,

ya Rasulullah?” Rasulullah bersabda: ” yaitu orang yang melemberehkan – pakaiannya

sampai menyentuh tanah, orang yang mengundat-undat – yakni sehabis memberikan sesuatu

seperti sedekah dan Iain-Iain lalu menyebut-nyebutkan kebaikannya pada orang yang diberi

itu dengan maksud mengejek orang tadi – serta orang yang melakukan barangnya -

maksudnya membuat barang dagangan menjadi laku atau terjual -dengan jalan bersumpah

dusta – seperti mengatakan bahawa barangnya itu amat baik sekali atau tidak ada duanya

lagi.” (Riwayat Muslim)


Hadits Shahih Lighairihi (‫ص ِح ْي ُح ِلذَاتِ ِه‬ ُ ‫)ا َ ْل َح ِد ْي‬
َ ‫ث ال‬

Hadits Shahih Lighairihi yaitu hadits yang keadaan perawinya kurang hafidz dan atau kurang
dhabit tetapi mereka masih dikenal sebagai orang yang jujur hingga karenanya berderajat
hasan: lalu didapati hadits lain dalam masalah yang sama nilai kualitasnya setingkat atau
lebih kuat, yang dapat menutupi kekurangan yang menimpa pada hadits pertama tersebut.

Kedlabitan seorang rawi yang kurang sempurna, menjadikan hadits shahih lidzatihi turun
nilainya menjadi hadits hasan lidzatihi. Akan tetapi jika kekurangsempurnaan rawi tentang
kedlabitannya itu dapat ditutupi, misalnya hadits hasan lidzatihi tersebut mempunyai sanad
lain yang lebih dlobith, maka naiklah hadits hasan lidztihi ini menjadi hadits shahih lighairihi.
Dengan demikian hadits shohih lighairih dapat didefinisikan sebagai:

‫ْق َحتَّي يَك ُْو َن‬ ِّ ِ ‫ش ُه ْورا ً ِب‬


ِ ‫الصد‬ َّ ‫َان ُر َواتُهُ ُمتَأ َ ِ ِّخرا ً ع َْن د ََر َج ِة ا ْل َحافِ ِظ ال‬
ْ ‫ َم َع ك َْونِ ِه َم‬،‫ضا ِب ِط‬ َ ‫َما ك‬
ُ ُ‫ط ِر ْي ِق ِه أ َ ْو ا َ ْر َج ُح َما يَجْ بُ ُر ذَ ِلكَ ا ْلق‬
‫ص ْو َر ا ْل َواقِ َع‬ َ ‫ساو ِل‬ َ ‫سنًا ث ُ َّم ُو ِج َد فِ ْي ِه ِم ْن‬
َ ‫ط ِر ْيق آ َخر ُم‬ َ ‫َح ِد ْيثُهُ َح‬
.‫فِ ْي ِه‬

"Hadits yang keadaan rawi-rawinya kurang hafidz dan dlabith, tetapi

mereka masih terkenal dengan orang yang jujur sehingga haditsnya

adalah hasan. Kemudian terdapat hadits dari jalur lain yang rawinya

sama atau lebih kuat, sehingga dapat menutupi kekurangan pada

hadits itu."
Atau dengan ungkapan yang lebih singkat, hadits shohih lighairihi dapat didefinisikan
sebagai hadits hasan lidztihi ketika diriwayatkan dari jalur lain yang nilainya sama atau lebih
kuat. Hadits ini dinamakan sebagai shohih lighairihi, karena keshohihan hadits tersebut tidak
datang dari esensi sanad, akan tetapi karena berkumpulnya beberapa sanad. Kedudukan
hadits shohih lighairih berada di atas hadits hasan lidzatihi dan di bawah hadits shohih
lidzatihi.

Hadits shahih lighairihi adalah hadits di bawah tingkatan shahih yang menjadi hadits shahih
karena diperkuat oleh hadits-hadits lain. Sekiranya hadits lain yang memperkuat itu tidak ada,
maka hadits tersebut hanya berada pada tingkatan hadits hasan. Hadits shahih lighairihi
(hadits shahih yang bukan karena dirinya sendiri, tapi karena diperkuat oleh hadits yang lain)
pada hakekatnya adalah hadits hasan li dzatih (hadits hasan karena dirinya sendiri).

Ada yang mengatakan hadits shahih lighairihi adalah suatu Hadits yang tidak memenuhi
secara sempurna syarat-ayarat tertinggi dari sebuah Hadits maqbul.

Hal itu bisa terjadi karena ada beberapa hal, misalnya saja perawinya sudah diketahui adil
tetapi dari sisi ke-dhabitan nya aia dinilai kurang. Hadits ini menjadi shahih karena ada
Hadits lain yang sama atau sepadan (redaksinya) diriwayatkan melalui jalur lain yang
setingkat atau malah lebih shahih.
‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬ َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ ُ ‫ع ْنهُ اَ َّن َر‬
َ ُ‫عبَ ْيد َر ِض َي هللا‬ ُ ‫ضالَةَ ْب َن‬
َ َ‫َو َء ْن ف‬
ُ‫ع َملُه‬ َ ُ‫س ِب ْي ِل هللاِ فَ ِانَّهُ يُ ْن َمي لَه‬
َ ‫ط فِي‬ ُ ‫ع َم ِل ِه اِالَّ ا ْل ُم َرا ِب‬ َ ‫قَا َل ُك َّل َم ِيِّت يُ ْختَ ُم‬
َ ‫ع َل‬
‫اِلَي َي ْو ِم ا ْل ِق َيا َم ِة َويُ َؤ َّم ُن ِم ْن ِفتُنَ ِة ا ْلقَ ْب ِر (رواه ابو داود والترمذي) َو َق َل‬
‫ص ِح ْيح‬
َ ‫سن‬
َ ‫َح ِد ْيث َح‬
Dari Fadhalah bin 'Ubaid r.a. bahawasanya Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Setiap mayat itu dikirakan atas amalnya - sebagai yang sudah ada sahaja,
melainkan orang yang bertahan dalam peperangan fi-sabilillah, kerana
sesungguhnya orang ini, amalannya itu tetapberkembang sampai hari kiamat
dan ia diamankan dari fitnah kubur ."
Diriwayatkan oleh Imam-imam Abu Dawud dan Termidzi dan Termidzi
mengatakan bahawa ini adalah hadits hasan shahih.

‫ق‬ ُ َ‫ لَ ْوالَ اَ ْن ا‬:‫سلَّ َم قَا َل‬


َّ ‫ش‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬ ُ ‫ع َْن اَ ِبى ُه َر ْي َرةَ اَ َّن َر‬
َ ِ‫س ْو ُل هللا‬
)‫صالَة (رواه البخارى والترمذى‬ ِّ ِ ‫علَى ا ُ َّمتِى َالَ َم ْرت ُ ُه ْم بِال‬
َ ‫س َوا ِك ِع ْن َد ُك ِ ِّل‬ َ

"Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda: Sekiranya aku


tidak menyusahkan ummatku, tentu aku menyuruh mereka menyikat
gigi menjelang setiap shalat". (HR. Bukhari dan At Turmudzi)
Penjelasan
Hadits ini dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dalam kitab ath-Thaharah bab Maa Jaa-a fii as-
Siwak no. 22.
Al-Bukhari meriwayatkannya melalui jalur Abi az-Zinad dari al-A’raj dari Abi Hurairah.

Ibn as-Shalah berkata: Muhammad ibn ‘Amr ibn ‘Alqamah termasuk orang yang masyhur

karena kejujuran dan pemeliharaan dirinya, tapi ia tidak termasuk seorang yang mutqin.

Sehingga sebagian orang mendhaifkannya, karena buruk hafalannya, sedangkan sebagian

yang lain mentsiqahkannya karena kejujuran dan keagungannya.

Haditsnya dari sisi ini bernilai hasan. Ketika kemudian datang jalan periwayatan lain,

kekhawatiran kita akan hadits ini karena buruk hafalannya menjadi hilang, dan sedikit

kekurangan yang ada menjadi tidak ada lagi, sehingga sanadnya menjadi shahih, dan ia

dimasukkan ke derajat shahih.

a. Menurut Ibnu Sholah

Hal ini dikembalikan ke sanad asalnya, ketika ada sebuah hadits memiliki dua sanad

(jalur periwayatan), asalnya hasan, kemudian yang lain Shahih, maka hadits bias

disebut dengan hadits Hasan Shahih. Maksudnya hadits ini hasan karena sandnya

menag hasan, shahih karena ada riwayat lain yang Shahih.

b. Menurut Ibnu Dzaqiq

Hadits hasan adalah hadits yang kuarang memenuhi persyaratan hadits shahih. ketika

hadits hadits hasan terangkat derajatnya ke shahih, maka hasan hanya penamaannya

sedangkan kedudukan hadits tersebut shahih.


c. Menurut Ibnu Katsir

Ketika ada suatu hadits statusnya hasan Shahih maka status hadits tersebut diantara

hadits hasan dan hadits Shahih, derajatnya lebih tinggi dari hasan, tapi bukan hadits

Shahih.

d. Menurut al-Hafidz Ibnu Hajar

Status suatu hadits mengikuti sanadnya, ketika terdapat dua jalur sanad atau lebih

maka hadits tersebut mengikuti derajat sanad yang lebih unggul.

َ َّ‫ب الن‬
‫ـاس فِى َح َّج ِة‬ ُ ‫ اَ َّن َر‬:‫عبَّاس رض قَا َل‬
َ ‫س ْو َل هللاِ ص َخ َط‬ َ ‫ع َِن ابـْ ِن‬

‫ـن َر ِض َي اَ ْن‬ َ ‫ان قَ ْد َيـ ِئ‬


ْ ‫س اَ ْن يُـ ْع َب َد ِبا َ ْر ِض ُك ْم َو ل ِك‬ َّ ‫ ا َِّن ال‬:‫ فَقَا َل‬،ِ‫لودَاع‬
َ ‫ش ْي َط‬ َ ْ‫ا‬

ْ َ‫ـر ْو َن ِم ْن اَ ْع َما ِل ُك ْم ف‬
‫ اِنـِِّى قَ ْد‬.‫احذَ ُر ْوا‬ ُ َ‫س َوى ذ ِلكَ ِم َّما تَ َحاق‬ َ ‫يُـ َطا‬
ِ ‫ع فِـ ْي َما‬

َ‫سنـَّة‬ َ َ‫ ِكـت‬.‫ص ْمت ُ ْم ِب ِه فَـلَـ ْن تَ ِضلُّ ْـوا اَبـَدًا‬


ُ ‫اب هللاِ َو‬ َ َ‫ـر ْكتُ ِفـ ْي ُك ْم َما ا ِِن ا ْعت‬
َ َ‫ت‬

‫ (رواه الحاكم‬.‫نَـ ِبـ ِيِّ ِه‬


Dari Ibnu Abbas RA, ia berkata : Bahwasanya Rasulullah SAW pernah berkhutbah kepada

orang banyak dikala hajji wada’, beliau bersabda : “Sesungguhnya syaithan telah berputus

asa bahwa ia akan disembah di tanahmu ini, tetapi ia puas ditha’ati pada selain demikian

yaitu dari apa-apa yang kalian anggap remeh dari amal perbuatan kalian. Maka hati-hatilah

kalian. Sesungguhnya aku telah meninggalkan untuk kamu sekalian apa-apa yang jika kamu

sekalian berpegang teguh kepadanya, niscaya kalian tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu :

Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya”. [HR. Al-Hakim]

: ‫ب ؟ قَا َل‬
ُ ‫ب ا َ ْط َي‬ َ ‫ى اْل َك‬
ِ ‫س‬ ُ ‫سلَّ َم‬
ُّ َ ‫س ِئ َل ا‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َ ‫ع َْن ِرفَ َعة ْبن َرا ِفع ا َ َّن النَّ ِب َى‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬

‫الر ُج ِل بِيَ ِد ِه َو ُك ُّل بَ ِيِّع َم ْب ُر ْور‬


َّ ‫ع َم ُل‬
َ

َ ‫( َر َواهُ اْلبَ َزار َو‬


) ‫ص َح َحهُ ال َح ِك ْيم‬

“Dari Rifa’ah bin Rafi’ berkata bahwa Nabi Muhammad SAW ditanya tentang usaha yang

bagaimana dipandang baik?. Nabi menjawab: Pekerjaan seseorang dengan tangannya dan

setiap perdagangan yang bersih dari penipuan dan hal-hal yang diharamkan.” (HR. Al-Bazzar

dan ditashihkan Hakim).

Penjelasan

‫الر ُج ِل ِب َيدِه‬
َّ ‫ع َم ُل‬
َ

maksud ungkapan ini ialah pekerjaan yang dilakukan seseorang dengan tangannya sendiri

(tenaganya) sendiri, seperti pertukangan kayu, tukang batu, tukang besi, dan sebagainya),

pertanian (bertani, berkebun, nelayan dan sebagainya).


‫ُك ُّل بَ ِيِّع َمب ُْر ْور‬

maksud ungkapan ini ialah perdagangan yang bersih dari tipu daya dan hal-hal yang

diharamkan. Artinya ada unsur penipuan seperti sumpah palsu untuk melariskan barang

dagangannya dan barang yang perdagangkan itu haruslah barang-barang yang diperolehkan

menurut hukum agama dan hukum negara dengan transaksi memenuhi syarat serta rukunnya

(ash-shon’ani, 3-4).
‫َان ثِقَةً فِي َما ذَك ََر‬ ‫ان ا ْل َح َر ِ‬
‫ش ُّي َوك َ‬ ‫سحَاقَ َح َّدثَنِي أَبُو ُ‬
‫س ْفيَ َ‬ ‫وب َح َّدثَنَا أ َ ِبي ع َِن ا ْب ِن ِإ ْ‬
‫َح َّدثَنَا يَ ْعقُ ُ‬

‫ع ْنهُ َوقَ ْد أَد َْركَ َو َ‬


‫س ِم َع‬ ‫س ِلم َر ُج ًال يُ ْؤ َخذُ َ‬ ‫أ َ ْه ُل ِب َال ِد ِه ع َْن ُم ْ‬
‫س ِل ِم ْب ِن ُج َب ْير َم ْولَى ثَ ِقيف َوك َ‬
‫َان ُم ْ‬

‫اص قَالَقُ ْلتُ َيا أَبَا ُم َح َّمد إِنَّا‬


‫َّللاِ ْب ِن ع َْم ِرو ْب ِن ا ْل َع ِ‬ ‫ِي ِ ع َْن َ‬
‫ع ْب ِد َّ‬ ‫ع َْن ع َْم ِرو ْب ِن ُح َر ْيش ُّ‬
‫الزبَ ْيد ِّ‬

‫ار َوال ِّد ِْر َه َم َوإِنَّ َما أَ ْم َوالُ َنا ا ْل َم َوا ِ‬


‫شي فَنَحْ ُن نَت َ َبايَعُ َها بَ ْينَ َنا فَنَ ْبتَا ُ‬
‫ع‬ ‫بِأ َ ْرض َل ْ‬
‫سنَا نَ ِج ُد بِ َها ال ِّدِينَ َ‬

‫س ِب ْاْلَبَا ِع ِر ُك ُّل ذَ ِلكَ إِ َلى أ َ َجل فَ َه ْل‬


‫ت َوا ْلفَ َر َ‬ ‫ا ْلبَقَ َرةَ ِبالشَّا ِة نَ ِظ َرةً إِلَى أ َ َجل َوا ْلبَ ِع َ‬
‫ير ِبا ْلبَقَ َرا ِ‬

‫علَ ْينَا فِي ذَ ِلكَ ِم ْن بَأْس‬


‫َ‬

‫سلَّ َم أ َ ْن أ َ ْب َع َ‬
‫ث‬ ‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫صلَّى َّ‬
‫َّللاُ َ‬ ‫َّللاِ َ‬ ‫سقَ ْطتَ أ َ َم َر ِني َر ُ‬
‫سو ُل َّ‬ ‫ير َ‬ ‫فَقَا َل َ‬
‫علَى ا ْل َخبِ ِ‬

‫علَ ْي َها َحتَّى نَ ِفدَتْ ْ ِ‬


‫اْلبِ ُل َوبَ ِقيَتْ‬ ‫علَى إِبِل كَانَتْ ِع ْندِي قَا َل فَ َح َم ْلتُ النَّ َ‬
‫اس َ‬ ‫َج ْيشًا َ‬

‫َّللاِ ْ ِ‬
‫اْل ِب ُل‬ ‫سلَّ َم يَا َر ُ‬
‫سو َل َّ‬ ‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫صلَّى َّ‬
‫َّللاُ َ‬ ‫َّللاِ َ‬ ‫اس قَا َل فَقُ ْلتُ ِل َر ُ‬
‫سو ِل َّ‬ ‫بَ ِقيَّة ِم ْن النَّ ِ‬

‫قَ ْد نَ ِفدَتْ َوقَ ْد َب ِق َيتْ َب ِقيَّة ِم ْن النَّاس‬

‫علَ ْينَا ِإ ِب ًال‬


‫سلَّ َم ا ْبت َ ْع َ‬
‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫صلَّى َّ‬
‫َّللاُ َ‬ ‫َّللاِ َ‬ ‫ظ ْه َر لَ ُه ْم قَا َل فَقَا َل ِلي َر ُ‬
‫سو ُل َّ‬ ‫ََا َ‬

‫ير‬ ‫ث قَا َل فَ ُك ْنتُ أ َ ْبتَا ُ‬


‫ع ا ْلبَ ِع َ‬ ‫ص َدقَ ِة إِلَى َم ِح ِلِّ َها َحتَّى نُنَ ِفِّذَ َهذَا ا ْلبَ ْع َ‬ ‫بِقَ َالئِ َ‬
‫ص ِم ْن إِبِ ِل ال َّ‬

‫ص َدقَ ِة إِلَى َم ِح ِلِّ َها َحتَّى نَفَّ ْذتُ ذَ ِلكَ ا ْلبَ ْع َ‬


‫ث قَا َل فَلَ َّما‬ ‫ص ْي ِن َوالث َّ َال ِ‬
‫ث ِم ْن إِ ِب ِل ال َّ‬ ‫ِبا ْلقَلُو َ‬

‫سلَّ َم‬
‫علَ ْي ِه َو َ‬ ‫صلَّى َّ‬
‫َّللاُ َ‬ ‫َّللاِ َ‬ ‫ص َدقَةُ أَدَّا َها َر ُ‬
‫سو ُل َّ‬ ‫َحلَّتْ ال َّ‬
Telah menceritakan kepada kami Ya’qub, bapakku telah menceritakan kepada kami dari Ibnu

Ishaq telah menceritakan kepadaku Abu Sufyan Al Harasi -dia adalah seorang yang dapat

dipercaya sebagaimana keterangan penduduk negerinya- dari Muslim bin Jubair mantan

budak Tsaqif, muslim adalah seorang lelaki yang haditsnya bisa diambil, dia telah bertemu

dan meriwayatkan dari ‘Amru bin Huraisy Az Zubaidi dari Abdulloh bin ‘Amru bin Al ‘Ash,

dia berkata; aku berkata; “wahai Abu Muhammad sesungguhnya kami berada di wilayah

yang tidak ada dinar dan dirham, harta-harta kami hanyalah binatang ternak, sesungguhnya

kami melakukan transaksi jual beli dengan menukar antara sapi dengan kambing secara

bertempo, satu unta dengan beberapa sapi dan satu kuda dengan beberapa unta. Semuanya itu

kami lakukan dengan tempo, apakah dengan begitu kami berdosa?” Maka dia berkata;

“Sungguh engkau telah bertanya kepada ahlinya, Rasululloh Shallallohu ‘alaihi wa Salam

memerintahkan kepadaku untuk membawa pasukan guna mencari seekor unta milikku.” Dia

berkata; “Maka aku pun bawa pasukan itu untuk mencari unta tersebut namun tidak ketemu,

cuma para pasukan merasa lelah dan capek. ” Dia berkata; “Maka Rasululloh Shallallohu

‘alaihi wa Salam pun berkata kepadaku: “Jualloh kepadaku satu ekor unta dengan beberapa

ekor unta muda dari unta zakat sesuai dengan hitungannya sampai kita bisa melakukan

pencarian ini.” Dia berkata; “Maka akupun menjual dua ekor unta jantan dengan beberapa

ekor unta muda dan tiga ekor unta betina dari unta zakat sesuai dengan perhitungannya

sehingga aku bisa melanjutkan pencarian tersebut. Dia berkata; “maka ketika telah sampai

waktunya untuk zakat, beliau Shallallohu ‘alaihi wa Salam pun membayarannya.”


IV. Kedudukan Hadits Shahih

Kedudukan hadits shahih sebagai sumber ajaran Islam lebih tinggi dari kedudukan hadits

hasan dan hadits dla'if, tetapi berada di bawah kedudukan hadits mutawatir.

Karena itu hadits mutawatir sering disebut sebagai hadits shahih mutawatir, maka dapat pula

dikatakan bahwa hadits shahih ahad lebih tinggi kedudukannya dari hadits hasan dan hadits

dla'if, tetapi lebih rendah dari kedudukan hadits mutawatir.

Hadits shahih mutawatir adalah hadits yang pasti shahih (benar) berasal dari Rasulullah.

Hadits shahih ahad tidaklah pasti, tetapi dekat kepada kepastian.

Hadits shahih 'aziz lebih dekat kepada kepastian dibanding dengan hadits shahih gharib, dan

hadits shahih masyhur (mustafidl) paling dekat kepada kepastian benarnya bahwa hadits itu

berasal dari Rasulullah saw.

Semua ulama sepakat menerima hadits shahih mutawatir sebagai sumber ajaran Islam atau

sebagai hujjah, baik dalam bidang hukum, akhlak, maupun dalam bidang aqidah. Siapa yang

menolak hadits shahih mutawatir dipandang kafir.

Semua ulama juga sepakat menerima hadits shahih ahad sebagai sumber ajaran Islam atau

hujjah dalam bidang hukum dan moral, tetapi mereka berbeda pendapat tentang

kehujjahannya dalam bidang aqidah.

Sebagian ulama menolak kehujjahan hadits shahih ahad dalam bidang aqidah, sebagian lagi

dapat menerima, tetapi tidak mengkafirkan mereka yang menolak.

Sebenarnya di dalam sebuah hadits yang berstatus shahih, masih ada level atau martabat lagi.

Ada yang tinggi nilai keshahihannya, ada yang menengah dan ada yang agak rendah.
Semuanya disebabkan oleh nilai kedhabitan (kekuatan ingatan) dan keadilan perawinya. Ada

sebagian perawi yang punya kekuatan ingatan yang melebihi perawi lainnya. Demikian juga

dari sisi ‘adalah-nya, masing-masing punya nilai sendiri-sendiri.

Para ulama termasuk ahli hadits dan ushul fiqh yang pendapatnya dapat dijadikan pegangan,

hadits shahih dapat dijadikan hujjah dan wajib diamalkan, baik rawinya seorang diri, atau ada

rawi lain yang meriwayatkan bersamanya, atau masyhur dengan diriwayatkan oleh tiga orang

atau lebih tetapi tidak mencapai derajat mutawatir. hadits shahih wajib diamalkan

dan dijadikan sebagai sumber hukum islam kedua setelah Al Qur’an.

hadits yang telah memenuhi persyaratan hadits shahih wajib diamalkan sebagai hujjah atau

dalil syura’ sesuatu dengan ijma’. Para ulama hadits dan sebagian ulama; ushul dan fiqh tidak

ada alasan bagi seorang muslim meninggalakan untuk mengamalkannya.

hadits shahih lighoirihi lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan hadits hasan lidzatihi,

tetapi lebih rendah dari pada hadits shahih lidzatihi. Sekalipun demikaian hadits tersebut

dapat dijadikan hujjah.


Ada beberapa ulama yang menguatkan kehujahan hadits shahih, diantaranya sebagai berikut:

1. hadits shahih memberikan faedah qath’i ( pasti kebenarannya ) jika terdapat didalam

kitab shahih ( Bukhari dan Muslim ). Sebagaimana pendapat yang dipilih oleh Ibnu Ash-

Shalah.

2. Wajib menerima hadits shahih sekaipun tidak ada seorangpun yang mengamalkannya,

pendapat Al-Qasimi dalam Qawa’id at-Tahdis


V. Tingkatan Hadits Shahih

Hadits shahih, menurut ulama Hadits, memiliki beberapa tingkatan, yang satu tingkat lebih

shahih dibandingkan tingkat di bawahnya. Dilihat dari kitab-kitab yang mengeluarkan hadits-

Hadits shahih tersebut, hadits shahih terbagi menjadi 7 tingkat, sebagai berikut:

Kalau kita susun berdasarkan kriteria itu, maka kita bisa membuat daftar berdasarkan dari

yang nilai keshahihannya paling tinggi ke yang paling rendah.

Ashahhu’l-asanid

Hadits yang bersanad ashahhu’l-asanid, predikat ini seringkali juga dikatakan dengan istilah

silsilatuz-zahab. Diantara yang mencapai level tertinggi adalah:

a. Az-Zuhri (Ibnu Syihab Al-Quraisi Al-Madani, seorang tabi’i yang jalil) dari Salim bin

Abdullah dari ayahnya (Abdullah bin Umar ra).

b. Muhammad bin Sirin dari Abidah bin Amr dari Ali bin Abi Thalib ra.

c. Ibrahim an-Nakha’i dari ‘Alqamah dari Ibnu Mas’ud ra.

Al-Bukhari mengatakan bahwa ashahhul asanid adalah sanad dari Nafi’ dari Ibnu Umar ra.

Sedangkan Abu Bakar bin Abi Syaibah mengatakan bahwa Ashahhul asanid adalah sanad

Az-Zuhri dari Ali bin Al-Nusain dari ayahnya (Al-Husain bin Ali).

1. Muttafaqun ‘Alaih atau Muttafaqun ‘ala shihhatihi (‫علَ ْي ِه‬


َ ‫) ُمتَّفَق‬

Yaitu hadits shahih yang telah disepakati oleh kedua imam hadits, Imam Bukhary dan Imam

Muslim melalui jalur shahabat yang sama.


Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan juga oleh Muslim dengan riwayat yang satu dan

mereka berdua sepakat menshahihkannya. Diantara kitab-kitab yang mengumpulkan hadits

yang berstatus muttafaq alaihi ini adalah ‘Umdatul Ahkam karya Al-Imam Abdul Ghani Al-

Maqdisi (541-600H).

‫ط ْي ًرا َو ُهم يَ ْر ُم ْو َنهُ َوقَ ْد َجعَلُ ْوا‬ َ َ‫ َم َّر ِب ِفتْيَان ِم ْن قُ َر ْيش قَ ْد ن‬:‫س ِع ْي ِد ْب ِن ُجبَ ْير قَا َل‬
َ ‫صبُوا‬ َ ‫ع َْن‬

‫ َم ْن فَ َع َل‬:‫ع َم َر‬ ُ ‫ فَلَ َّما َرأ َ ُوا ا ْب َن‬.‫اطئ َة ِم ْن َن ْب ِل ِه ْم‬


ُ ُ‫ فَقَا َل اِ ْبن‬,‫ع َم َر تَفَ َّرقُ ْوا‬ َّ ‫ب ال‬
ِ ‫ط ْي ِر ُك َّل َخ‬ ِ ‫اح‬
ِ ‫ص‬َ ‫ِل‬

‫ح‬
ُ ‫الر ْو‬ َ َ‫سلَّ َم لَ َع َن َم ِن ات َّ َخذ‬
ُّ ‫ش ْيئ ًا فِ ْي ِه‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬ ُ ‫ إِ َّن َر‬.‫َهذَا؟ لَعَ َن هللاُ َم ْن فَعَ َل َهذَا‬
َ ِ‫س ْو َل هللا‬

)‫عليه‬ َ
‫غ َرضًا (متفق‬

"Diriwayatkan dari Sa'id bin Jubair beliau berkata: Ibnu 'Umar melewati beberapa pemuda

Quraisy yang mengikat seekor burung untuk mereka jadikan sebagai sasaran bidikan panah

dan mereka membayar kepada pemilik burung tersebut pada setiap kali bidikan mereka

meleset. Tatkala mereka melihat Ibnu 'Umar, mereka bubar, lalu Ibnu 'Umar bertanya: Siapa

yang melakukan ini? Allah mengutuk orang yang melakukan ini. Sungguh Rasulullah saw.

mengutuk orang yang menjadikan makhluk bernyawa sebagai sasaran". (Muttafaqun 'Alaih)
2. Infarada Bihil Bukhari

ُ ‫)اِ ْنفَ َر َد بِ ِه ا ْلبُ َخ ِار‬


(‫ي‬

Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari sendiri, sedang Imam Muslim tidak

meriwayatkannya.

‫ ثَالَثَة أَنَا‬:‫ قَا َل هللاُ ت َ َعالَى‬:‫سلَّ َم قَا َل‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬ َ ُ‫ََ ْن ا َ ِبى ُه َر ْي َرةَ َر ِض َى هللا‬
َ ‫ع ْنهُ ع َِن النَّ ِب ِِّي‬

‫ستَأ ْ َج َر ِج ْي ًرا‬
ْ ‫ع ُح ًّرا فَأ َ َك َل ث َ َمنَهُ َو َر ُجل ا‬ َ ‫ص ُم ُه ْم يَ ْو َم ا ْل ِقيَا َم ِة َر ُجل أ َ ْع‬
َ ‫طى بِى ث ُ َّم‬
َ ‫غد ََر َو َر ُجل بَا‬ ْ ‫َخ‬

)‫ست َ ْوفَى ِم ْنهُ َولَ ْم يُ ْع ِط ِه أَجْ َرهُ (رواه البخارى‬


ْ ‫فَا‬

"Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw. beliau bersabda: Allah berfirman: Ada

tiga macam (golongan manusia) yang menjadi musuh-Ku pada hari kiamat: 1) Orang yang

berjanji dengan nama-Ku kemudian tidak diakuinya, 2) Orang yang menjual orang yang

merdeka, kemudian dimakannya uang harganya, dan 3) Orang yang mengupah kepada

pekerja dan setelah diselesaikan pekerjannya tidak dibayar upahnya". (HR. Bukhari)
ْ ‫)اِ ْنفَ َر َد ِب ِه ُم‬
3. Infarada Bihil Muslim (‫س ِل ُم‬

Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sendiri, sedang Imam Bukhari tidak

meriwayatkannya.

ُ‫ ثَالَثَة الَيُ َك ِلِّ ُم ُه ُم هللا‬:‫سلَّ َم قَا َل‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬ َ ُ‫ع َْن أ َ ِبى ذَ ِّر َر ِض َى هللا‬
َ ‫ع ْنهُ ع َِن النَّبِ ِِّي‬

ُ ‫ فَقَ َرأ َ َها َر‬:‫ قَا َل‬,‫عذَاب أ َ ِل ْيم‬


ِ‫س ْو ُل هللا‬ ُ ‫يَ ْو َم ا ْل ِقيَا َم ِة َوالَ يَ ْن‬
َ ‫ظ ُر إِلَ ْي ِه ْم َوالَ يُ َز ِ ِّك ْي ِه ْم َولَ ُه ْم‬

‫س ْو َل‬ َ َ‫ َم ْن ُه ْم ي‬,‫ َخابُ ْوا َو َخس ُِر ْوا‬:‫ فَقَا َل أَبُ ْو ذَ ِّر‬,‫ث ِم َرار‬
ُ ‫ار‬ َ َ‫سلَّ َم ثَال‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ

ِ ‫ف ا ْل َك ِذ‬
‫ب (رواه مسلم‬ ِ ‫س ْل َعتَهُ ِبا ْل َح ِل‬ ُ ‫ َوا ْل َمنَّانُ َوا ْل ُم ْن ِف‬,‫ار ُه‬
ِ ‫ق‬ ْ ‫ ا َ ْل ُم‬:‫هللاِ؟ قَا َل‬
َ ‫س ِب ُل ِإ َز‬

"Diriwayatkan dari Abu Dzar r.a. dari Nabi saw. beliau bersabda: Tiga macam orang yang

kelak pada hari kiamat Allah tidak mau berbicara dengan mereka dan tidak mau melihat

mereka, tidak menyucikan mereka dari dosa, dan mereka mendapat azab yang pedih. Kata

Abu Dzar: Rasulullah mengatakannya tiga kali. Abu Dzar berkata: Mereka celaka dan rugi,

siapakah mereka itu ya Rasulullah? Beliau menjawab: Orang yang memanjangkan kain

sarungnya ke bawah hingga menyentuh tanah, yang membangkit-bangkit (mengundat-undat)

pemberian, dan penjual barang dagangan dengan sumpah palsu". (HR. Muslim)
4. Shahihun ‘Ala Syarthil Bukhari Wa Muslim

ْ ‫علَي ش َْر ِط ا ْلبُ َخ ِاري َو ُم‬


(‫س ِل ُم‬ َ ‫)ا ْلص َِح ْي ُح‬

Hadits shahih yang menurut syarat - syarat yang dipergunakan oleh Imam Bukhari dan Imam

Muslim, sedangkan keda imam tersebut tidak meriwayatkannya.

Hadits Shahih yang tidak secara langsung dishahihkan oleh Bukhari dan Muslim, melainkan

hadits itu telah memenuhi kriteria atau syarat-syarat Bukhari-Muslim. Hadits dengan status

seperti ini disebut dengan istilah Shahihun ‘ala syartha’i’l-Bukhary wa Muslim. Meski

keduanya tidak meriwayatkan. Syarat-syaratnya yaitu rawi-rawi hadits yang dikemukakan

terdapat dalam kedua kitab shahih Bukhary atau Shahih Muslim.

Dikatakan demikian karena ada hadits tertentu yang tidak terdapat di dalam kitab shahih

Bukhari atau kitab Shahih Muslim, namun memiliki perawi yang terdapat di dalam kedua

kitab itu. Karena perawinya diterima oleh Bukhari dan Muslim, maka meski hadits itu tidak

tercantum di dalam kedua kitab shahih, derajatnya dikatakan sebagai shahih juga, namun

dengan tambahan kata ‘ala syarti albukari wa muslim.


‫علَ ْي ِه‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬
َ ِ‫س ْو ُل هللا‬ َ ُ‫ع َْن عَائِشَةَ َر ِض َى هللا‬
ُ ‫ قَا َل َر‬: ْ‫ع ْنهُ قَالَت‬

‫سنُ ُه ْم ُخلُقًا َوا َ ْل َطفُ ُه ْم‬


َ ‫ ا َِّن ِم ْن ا َ ْك َم ِل ا ْل ُم ْؤ ِم ِن ْي َن اِ ْي َمانًا ا َ ْح‬:‫سلَّ َم‬
َ ‫َو‬

‫علَى ش َْر ِطى ا ْلبُ َخ ِارى‬ َ ‫ِى َوا ْل َحا ِك ُم َوقَا َل‬
َ ‫ص ِح ْيح‬ َ ‫ِبأ َ ْه ِل ِه ْم‬
ُّ ‫(ر َواهُ التِ ِّ ْر ِمذ‬

‫س ِلم‬
ْ ‫َو ُم‬

"Dari 'Aisyah r.a. berkata: Rasulullah saw. bersabda: Termasuk penyempurnaan iman seorang

mu'min ialah keluhuran budi pekertinya dan kelemah lembutan terhadap keluarga". (Riwayat

At Turmudzi dan Hakim dan ia berkata bahwa hadits ini syarat Bukhari dan Muslim)
5. Shahihun ‘Ala Syarthil Bukhari.

ُ ‫علَي ش َْر ِط ا ْلبُ َخ ِار‬


(‫ي‬ َ ‫)ا ْلص َِح ْي ُح‬

Hadits Shahih yang diriwayatkan menurut syarat Imam Bukhari, sedang beliau tidak men-

takhrij-kanya atau meriwayatkannya.

‫علَى‬
َ ‫ق‬ ُ َ ‫ لَ ْوالَ ا َ ْن ا‬:‫سلَّ َم قَا َل‬
َّ ‫ش‬ َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬ ُ ‫ع َْن ا َ ِبى ُه َر ْي َرةَ ا َ َّن َر‬
َ ِ‫س ْو ُل هللا‬

)‫والترمذى‬ َ ‫اك ِع ْن َد ُك ِ ِّل‬


‫صالَة (رواه البخارى‬ ِّ ِ ‫ا ُ َّمتِى َالَ َم ْرت ُ ُه ْم ِبال‬
ِ ‫س َو‬

"Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda: Sekiranya aku tidak menyusahkan

ummatku, tentu aku menyuruh mereka menyikat gigi menjelang setiap shalat". (HR. Bukhari

dan At Turmudzi)
6. Shahihun ‘Ala Syarthil Muslim.

ْ ‫علَي ش َْر ِط ا ْل ُم‬


(‫س ِل ُم‬ َ ‫)ص َِح ْي ُح‬

Hadits Shahih yang diriwayatkan menurut syarat - syarat Imam Muslim, sedang beliau tidak

men-takhrij-kannya atau meriwayatkannya.

7. Shahihun ‘Ala Ghoiri Syarthhima

َ ‫علَي‬
(‫غي ُْر ش َْر ِط ِه َما‬ َ ‫)ا ْلص َِح ْي ُح‬

Hadits shahih yang diriwayatkan tidak menurut salah satu syarat dari Imam Bukhari dan

Muslim.

Ini berarti bahwa si pen-takhrij atau perawi tidak mengambil hadits dari rawi-rawi atau guru-

guru Imam Bukhari dan Imam Muslim, yang telah beliau sepakati bersama atau yang masih

diperselisihkan; tetapi hadits yang di-takhrij-kan atau diriwayatkan tersebut dishahihkan oleh

imam-imam hadits yang kenamaan.

Misalnya hadits-hadits shahih yang terdapat dalam Shahih Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu

Hibban, dan Shahih Al Hakim.

Menurut Dr. Mahmud ath-Thahhan, yang dimaksud dengan syarat Syaikhan (al-Bukhari dan

Muslim) atau salah satu di antara keduanya adalah ditinjau dari para perawi yang

meriwayatkan hadits di dua kitab tersebut atau salah satunya serta tata cara yang diambil oleh

Syaikhan dalam meriwayatkan hadits dari para perawi tersebut


Tingkatan para perawi

1. Di antara mereka Ats-Tsabt (yang teguh), Al-Hafizh (yang hafalannya kuat), Al-Wari’

(yang saleh), Al-Mutqin (yang teliti), An-Naqid (yang kritis terhadap hadits). Yang

mendapat predikat demikian ini tidak lagi diperselisihkan, dan dijadikan pegangan atas Jahr

dan Ta’dil-nya, dan pendapatnya tentang para perawi dapat dijadikan sebagai hujjah.

2. Di antara mereka ada yang memiliki sifat Al-‘Adl dalam dirinya, tsabt teguh dalam

periwayatannya, shaduq jujur dan benar dalam penyampaiannya, wara’ dalam agamanya,

hafizh dan mutqin pada haditsnya. Demikian itu adalah perawi yang ‘adil yang bisa dijadikan

hujjah dengan haditsnya, dan dipercaya pribadinya.

3. Di antara mereka ada yang shaduq, wara’, shaleh dan bertaqwa, tsabt namun terkadang

salah periwayatannya. Para ulama yang peneliti hadits masih menerimanya dan dapat

dijadikan sebagai hujjah haditsnya.

4. Di antara mereka ada yang shaduq, wara’, bertaqwa namun seringkali lalai, ragu, salah,

dan lupa. Yang demikian ini boleh ditulis haditsnya bila terkait dengan targhib (motivasi) dan

tarhib (ancaman), kezuhudan, dan adab, sedangkan dalam masalah halal dan haram tidak

boleh berhujjah dengan haditsnya.

5. Adapun orang yang nampak darinya kebohongan maka haditsnya ditinggalkan dan

riwayatnya dibuang.
Maka, berdasarkan hal itu dan karena terpenuhinya persyaratan-persyaratan lainnya, maka

dapat dikatakan bahwa hadits yang shahih itu memiliki beberapa tingkatan:

a) Tingkatan paling tingginya adalah bilamana diriwayatkan dengan sanad yang paling

shahih, seperti Malik dari Nafi’ dari Ibn ‘Umar.

b) Yang dibawah itu tingkatannya, yaitu bilamana diriwayatkan dari jalur Rijâl (rentetan para

periwayat) yang kapasitasnya di bawah kapasitas Rijâl pada sanad pertama diatas seperti

riwayat Hammâd bin Salamah dari Tsâbit dari Anas.

c) Yang dibawah itu lagi tingkatannya, yaitu bilamana diriwayatkan oleh

periwayatperiwayat yang terbukti dinyatakan sebagai periwayat-periwayat yang

paling rendah julukan Tsiqah kepada mereka (tingkatan Tsiqah paling rendah),

seperti riwayat Suhail bin Abi Shalih dari ayahnya dari Abu Hurairah.
Martabat hadits shahih dibagi tiga:

1. Martabat rawi

Untuk menetapkan termasuknya seseorang perowi dalam satu-satu martabat, cukup kita

perhatikan kepada sifat yang disebutkan ulama’ untuk masing-masing rawi.

Sungguhpun begitu, sering di dalam kitab-kitab, kita dapati hal martabat itu ulama’

singkatkan saja dengan sebutan ‘’Sianu lebih hafazh dari si anu, atau lebih teliti dari si anu,

atau lebih dlabit dari si anu’’, dan seumpamanya.

Seperti dikatakan:

a) Hisyam bin Abi Abdillah lebih teliti dan lebih dhobit dari Aban bin Yazid.

b) Abu Nu’aim, Syaikh Bukhari, lebih hafazh dari Muhammad bin Katsir, Syaikh Abi

Dawud.

c) Ibnu Aj-lan, tentang hafalannya, di bawah ibnu Abi Dzi’b.

Oleh karena itu, martabat bagi sanad hadits shahih juga boleh dibagi kepada tiga derajat,

yaitu:

a) ‘Ul-ya (yang tinggi).

b) Wush-tha (yang pertengahan).

c) Dun-ya (yang rendah).


3. Martabat Matan

Karena melihat kepada ketelitian seseorang Mukharrij dalam memeriksa sifat-sifat dan

keadaan masing-masing rawi, terdapatlah beberapa tingkatan martabat bagi matan Hadits-

hadits shahih.

a) Martabat pertama: hadits (matan) yag diriwayatkan oleh imam-imam Bukhari,

Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, Nasa’I dan Ibnu Majjah.)

b) Martabat kedua: hadits yang hanya diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bersama-

sama. Atau disebut dengan Muttafaq ‘Alaih, artinya yang disetujui.)

c) Martabat ketiga: hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari saja.

d) Martabat keempat: hadits yang diriwayatkan oleh imama Muslim saja.

e) Martabat kelima: hadits yang diriwayatkan oleh ahli hadits lain menurut syarat

Bukhari dan Muslim.

f) Martabat keenam: hadits yang diriwayatkan oleh ahli hadits lain menurut syarat

bukhari saja.

g) Martabat ketujuh: hadits yang diriwayatkan oleh ahli hadits lain menurut syarat

Muslim saja.

h) Martabat kedelapan: hadits yang disahkan oleh imam-imam selain imam Bukhari dan

Muslim.
VI. Contoh Hadits Shahih

(: ‫سلَّ َم يَقُ ْو ُل‬


َ ‫علَ ْي ِه َو‬
َ ُ‫صلَّى هللا‬ َ ُ‫ع َْن أَبِي ُه َر ْي َرةَ َر ِض َي هللا‬
َ ُ‫ع ْنه‬
َ ‫س ِم ْعتُ النَّبِ َّي‬

ِ ْ‫ب َوتَ ْقل ِي ْم ِاْْلَ ْظفَ ِار َونَت‬


‫ف‬ ُّ ‫ستِ ْحدَا ُد َو َق‬
ِ ‫ص الش َِّار‬ ُ َ‫ اْ ِلخت‬: ‫ال ِف ْط َرةُ َخ ْمس‬
ْ ‫ان َواْ ِْل‬

)‫اْ ِْل ْبط (رواه البخاري‬

"Dari Abu Hurairah, aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda : Yang termasuk

perkara fithroh ada lima, Al-Khitan, Al-Istihdad (mencukur bulu kemaluan), memendekkan

kumis, memotong kuku dan mencabut bulu ketiak. (HR. Bukhari, Muslim, Turmudzi,

Ahmad, Ibnu Majah, An-Nasa'I dan Malik)

Hadits ini dikatakan matannya bermaratbat yang paling tinggi tentang sahnya, karena

diriwayatkan oleh imam-imam Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Turmudzi, Nasa’i dan ibnu

Majah, bahkan ada juga diriwayatkan oleh imam Ahmad.

ُ َّ‫ قَا َل الن‬: ‫سعُ ْود رضي هللا عنه قَا َل‬
‫بي صلى هللا عليه‬ َ ‫ع َْن‬
ْ ‫ع ْب ِد هللاِ ْب ِن َم‬

ِ ‫َلى َهلَ ِكت ِه في‬ ِّ َ‫ َر ُجل أَتَاهُ هللاُ َما الً ف‬: ‫س َد ِإالَ فِي اثْنَتَ ْي ِن‬
َ ‫سِل َط ع‬ َ ‫ الَ َح‬: ‫وسلم‬

) ‫ َو َر ُجل أَتَاهُ هللاُ ا ْل ِح ْكمةَ فَ ُه َو يَ ْق ِضى ِب َها َويُعَ ِل ُم َها (رواه البجاري‬,ِ ‫ق‬
ِّ ‫الَح‬
Dari Abdullah bin Mas’ud r.a. Nabi Muhamad pernah bersabda :”Janganlah ingin seperti

orang lain, kecuali seperti dua orang ini. Pertama orang yang diberi Allah kekayaan

berlimpah dan ia membelanjakannya secara benar, kedua orang yang diberi Allah al-Hikmah

dan ia berprilaku sesuai dengannya dan mengajarkannya kepada orang lain (HR Bukhari)

‫سلَّ َم‬
َ ‫علَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صلَّى‬
َ ُ‫َّللا‬ َ ِ‫َّللا‬
َّ ‫سو ُل‬ َ ‫ِي يَقُو ُل ك‬
ُ ‫َان َر‬ َّ ‫أَبَا ُح َم ْيد ال‬
َّ ‫سا ِعد‬

َّ ‫ستَ ْقبَ َل ا ْل ِق ْبلَةَ َو َرفَ َع يَ َد ْي ِه َوقَا َل‬


‫َّللاُ أَ ْك َب ُر‬ َّ ‫ِإذَا قَا َم ِإلَى ال‬
ْ ‫ص َال ِة ا‬

)‫)رواه ابن ماجه‬

Abu Humaid As Sa’idi berkata; “Jika akan mendirikan shalat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi

wasallam menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangannya, lalu beliau mengucapkan:

“ALLAHU AKBAR (Allah Maha Besar).“ (HR. Ibnu Majah no.795)


ُ ‫ قَا َل َر‬: ‫ قَا َل‬، - ‫ رضي هللا عنه‬- َ‫عن أبي هريرة‬
‫ صلى‬- ‫سول هللا‬

‫ ُك َّل يَوم‬، ‫ص َدقَة‬


َ ‫علَي ِه‬ ِ َّ‫سال َمى ِم َن الن‬
َ ‫اس‬ ُ ‫ ُك ُّل‬: - ‫هللا عليه وسلم‬

َّ ُ‫ وت ُ ِعين‬، ‫صدَقة‬
‫الر ُج َل في‬ ِ َ‫ين االثْن‬
َ ‫ين‬ ُ ‫تَطلُ ُع فِي ِه الش َّْم‬
َ َ‫ ت َ ْع ِد ُل ب‬: ‫س‬

ُ‫ َوال َك ِل َمة‬، ‫ص َدقَة‬ َ ُ‫علَ ْي َها أ َ ْو تَرفَ ُع لَه‬


َ ‫علَ ْي َها َمتَا‬
َ ُ ‫عه‬ َ ُ‫ فَت َ ْح ِملُه‬، ‫َدابَّتِ ِه‬

ُ ‫ وتُمي‬، ‫ص َدقَة‬
‫ط‬ َ ُ‫ال َط ِيِّبَة‬
َّ ‫ وبك ِ ِّل َخ ْط َوة تَمشي َها ِإلَى ال‬، ‫ص َدقَة‬
َ ‫صال ِة‬

َ ‫ص َدقَة ُمتَّفَق‬
. ‫علَي ِه‬ َ ‫ريق‬
ِ ‫ط‬ َّ ‫اْلذَى ع َِن ال‬

)‫)رواه البخاري ومسلم‬

Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda:

“Setiap (perbuatan baik) tulang-tulang persendian manusia adalah sedekah, setiap hari

matahari terbit: engkau damaikan antara dua orang, maka itu adalah sedekah, engkau bantu

orang lain pada hewan tunggangannya, engkau bantu ia naik keatasnya, atau engkau

angkatkan barang-baragnya, maka itu adalah sedekah. Kata-kata yang baik adalah sedekah.

Setiap langkah yang engkau langkahkan untuk shalat adalah sedekah. Engkau buang sesuatu

yang mengganggu dari jalan, maka itu adalah sedekah”.

(HR. Al-Bukhari dan Muslim).


VII. Kitab – Kitab Hadits Shahih

1. Al Jami’ Ash Shahih Al Musnad min Haditsi Rasulillah shallallahu ‘alaihi wassalam

wa Sunanihi wa Ayyamihi.

Karya Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al Mughirah Al Bukhari Al

Ju’fi

2. Umdatul Qari Syarh Shahih Al Bukhari

Karya Al Allamah Badruddin Al Aini

3. Fathul Bari Syarh Shahih Al Bukhari

Karya Al Hafizh Zainuddin Abul Faraj Ibnu Rajab Al Hambali

Anda mungkin juga menyukai