Anda di halaman 1dari 12

STUDI HADITS SHAHIH, HASAN, DAN DHAIF

FREDY WAHYU SINGGIH1, MUHAMMAD IDHOM FIKRI A2, FAIZ


AINUR ROFIQ3, IMAMUL MUTTAQIN4
fredysinggih9@gmail.com, Idhomfikri21@gmail.com,
faizrofiq18@gmail.com, imamulmuttaqin@uin-malang.ac.id

Abstract
Hadith is one of the foundations for determining law for
Muslims. In fact, in terms of legal position, hadith is in a
position after the Koran as the highest source of law in
Islam. In terms of level, hadith is divided into three,
namely: 1) Sahih Hadith, 2) Hasan Hadith, and 3) Daif
Hadith. In this article the author will discuss what
authentic, hasan, and dhaif hadith are and what
conditions readers can use to find out; which hadith is
authentic, hasan, or dhaif. By using analysis from several
journals and books, it is hoped that this journal can be
the key to understanding for readers to better
understand what authentic, hasan, and dhaif hadith are.
Keyword : Hadith, Hadith Shahih, Hadith Hasan, Hadith
Dhaif

ABSTRAK
Hadits merupakan salah satu landasan dalam
menentukan sebuah hukum bagi umat islam. Yang
mana memang secara posisi hukum, hadis berada di
posisi setelah al-quran sebagai sumber hukum tertinggi
dalam islam. Secara tingkatannya hadis dibagi menjadi
tiga, yaitu: 1) Hadits Shahih, 2) Hadits Hasan, dan 3)
Hadits dhaif. Dalam artikel ini penulis akan membahas
tentang apa itu hadits shahih, hasan, dan dhaif serta
apa saja syarat-syarat yang bisa digunakan oleh
pembaca untuk mengetahui; mana hadits shahih, hasan,
ataupun dhaif. Dengan menggunakan analisis dari
beberapa jurnal dan buku, diharapkan jurnal ini dapat
menjadi kunci pemahaman bagi para pembaca untuk
lebih memahami tentang apa itu hadits shahih, hasan,
dan dhaif.
Kata kunci: Hadits, Hadits Shahih, Hadits Hasan,
Hadits Dhaif

1
Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
2
Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
3
Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
4
Dosen Studi Al-Quran dan Hadits UIN Maulana Malik Ibrahim Malang
A. PENDAHULUAN
Hadis, sebagai salah satu sumber hukum utama dalam
Islam, memiliki peran sentral dalam mengarahkan ajaran dan
praktik umat Muslim. Dalam kajian hadis, terdapat berbagai
tingkatan keautentikan yang dikenal sebagai hadis shahih, hasan,
dan dhaif. Konsep-konsep ini adalah hasil dari upaya ulama Islam
dalam memilah-milah hadis berdasarkan kualitas sanad (rantai
perawi) dan matan (teks) untuk menentukan tingkat kepercayaan
mereka.
Pentingnya pemahaman yang akurat tentang hadis shahih, hasan,
dan dhaif dalam konteks agama Islam tidak dapat diabaikan.
Hadis shahih dianggap sebagai sumber otoritatif yang dapat
dijadikan landasan untuk hukum Islam, sementara hadis hasan
memiliki tingkat kepercayaan yang baik dan dapat digunakan
sebagai panduan dalam praktik keagamaan. Di sisi lain, hadis
dhaif memiliki kelemahan dalam sanad atau matan mereka dan
umumnya tidak digunakan sebagai dasar hukum.
Penelitian ini bertujuan untuk mendalami konsep-konsep
hadis shahih, hasan, dan dhaif dalam Islam. Kami akan
mengeksplorasi metodologi penilaian keautentikan hadis,
mengidentifikasi kriteria yang digunakan oleh para ulama untuk
mengklasifikasikan hadis. Melalui penelitian ini, kami berharap
dapat memberikan wawasan yang lebih dalam tentang warisan
hadis Islam yang kaya dan kompleks serta memberikan panduan
yang bermanfaat bagi para cendekiawan agama dan pemuka
agama dalam menggali lebih dalam ajaran Islam.

B. METODE PENELITIAN
Objek dari penelitian ini adalah macam-macam hadis, yaitu
hadis shahih, hasan, dan dhaif dalam pandangan islam serta
bagaiman dan seperti apa ciri-ciri dari ketiga hadist tersebut.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1.
Pengumpulan Data: Pengumpulan data akan melibatkan
pencarian dan seleksi hadis dari berbagai sumber primer seperti
kitab-kitab hadis, dan juga sumber sekunder seperti kritikus
hadis. Dalam tahap ini, hadis Shahih, Dhaif, dan Hasan akan
diidentifikasi dan diklasifikasikan. 2. Analisis Kritikal: Metode
analisis kritikal akan digunakan untuk mengevaluasi keaslian dan
kredibilitas hadis dalam tiga kategori. Ini akan mencakup
memeriksa sanad (rantai perawi) dan matan (teks hadis), serta
mempertimbangkan faktor-faktor historis dan kontekstual. 3.
Perbandingan Hadis: Hasil analisis akan digunakan untuk
membandingkan hadis Shahih, Dhaif, dan Hasan. Faktor-faktor
seperti akurasi historis, konsistensi dengan prinsip-prinsip Islam,
dan dampaknya pada praktik Muslim akan diperiksa. 4. Survei
Terhadap Umat Islam: Studi survei mungkin dilakukan untuk
memahami persepsi dan pemahaman umat Islam tentang hadis
Shahih, Dhaif, dan Hasan. Hal ini dapat memberikan wawasan
tentang bagaimana penafsiran hadis berdampak pada praktik
keagamaan.

C. PEMBAHASAN
1. Hadits Shahih
Kata shahih secara bahasa berasal dari kata shahha,
yashihhu, Suhhan wa shihhatan wa shahahan, yang mana jika
diartikan akan memiliki arti yang sehat, yang selamat, yang benar,
yang sah dan yang benar.5 Para ulama’ seringkali menyebut kata
shahih itu sebagai lawan kata dari kata saqim (sakit). Maka hadits
shahih menurut bahasa berarti hadits yang sah, hadits yang sehat
atau hadits yang selamat.
Sedangkan secara terminologis, haidts shahih menurut Ibn Shalah
didefinisikan sebagai berikut:
‫املسند اذلى يتصل اسناده بنقل العدل الضابط اىل منتهاه واليكون شادا وال‬
‫معالل‬
“Hadits yang disandarkan kepada nabi SAW, yang sanadnya
bersambung, diriwayatkan oleh perawi yang adil dan dhabit
hingga sampai akhir sanad, tidak ada kejanggalan dan tidak
ber’illat.”6

Syarat – syarat Hadits Shohih


Menurut ta’rif muhadditsin, maka dapat difahami bahwa suatu
hadits dapat dikatakan shahih, apabila telah memenuhi lima
syarat berikut:

a. Sanadnya bersambung
Sanad bersambung adalah tiap–tiap periwayatan dalam
sanad hadits menerima periwayat hadits dari periwayat
terdekat sebelumnya, keadaan ini berlangsung demikian
sampai akhir anad dari hadits itu.
b. Periwayatan bersifat adil
Adil di sini adalah periwayat seorang muslim yang baligh,
berakal sehat, selalu memelihara perbutan taat dan
menjauhkan diridari perbuatan – perbuatan maksiat.
c. Periwayatan bersifat dhabit

5
Sarbanun, Macam-Macam Hadits dan Segi Kualitasnya. Hal. 346
6
Khusniati Rofiah,Studi Ilmu Hadis (Ponorogo: IAIN PO Press: 2018), Hal. 137
Dhabit adalah orang yang kuat hafalannya tentang apa yang
telah didengarnya dan mampu menyampaikan hafalannya
kapan saja ia menghendakinya.
d. Tida Janggal atau Syadz
Adalah hadits yang tidak bertentangan dengan hadits lain
yang sudah diketahui tinggi kualitas ke-shahih-annya.
e. Terhindar dari ‘illat (cacat)
Adalah hadits yang tidak memiliki cacat, yang disebabkan
adanya hal–hal yang tidak bak, yang kelihatannya samar–
samar.
Pembagian Hadits Shahih

Para ulama ahli hadits membagi hadits shahih kepada dua


bagian yaitu: hadis shahih lidzatihi dan hadis shahih lighairihi.

a. Shahih Lidzatihi
Hadits shahih lidzatihi adalah hadits yang shahih dengan
sendirinya tanpa ada campur tangan siapa dan apaun.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa, hadits shahih adalah
hadits yang memiliki lima syarat kriteria, sebagaimana yang
telah disebutkan pada persyaratan di atas. Hadits shahih
dalam kategori ini telah berhasil dihimpun oleh para
mudawwin dengan jumlahnya yang sangat banyak, keperti
oleh Malik, al Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, At
Tirmidzi, dan Ibnu Majjah dalam kitab shahih karya masing-
masing.

b. Shahih Lighairihi
Hadits shahih lighairihi merupakan hadits yang
keshahihannya dibantu oleh adanya keterangan lain. Hadits
ini pada mulanya memang memiliki kelemahan pada aspek
kedhabitan perawinya (qalil adh-dhabit). Dengan
ditemukannya keterangan lain, baik berupa syahid maupun
mutabi’ (matan atau sanad lain) yang bisa menguatkan
keterangan atau kandungan matannya. Hadits ini
derajatnya naik setingkat lebih tinggi, sehingga menjadi
shahih li ghairih.

Contoh hadis shahih :

‫َح َّد َثَنا َع ْبُد ِهللا ْبُن ُيْو ُسَف َقاَل َأْخ َبَر َنا َم اِلٌك َع ِن اْبِن ِشَهاٍب َع ْن ُمَحَّم ِد ْبِن ُج َبْي ِر ْبِن ُم ْطِع ِم َع ْن َأِبْي ِه َق اَل َس ِم ْع ُت‬
)‫م َقَر َأ ِفي اْلَم ْغ ِر ِب ِبالُّطْو ِر “(رواه البخاري‬.‫ ” َر ُسْو َل ِهللا ص‬Telah menceritakan kepada
kami Abdullah bin yusuf ia berkata: telah mengkhabarkan kepada
kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin jubair bin
math’ami dari ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar
rasulullah saw membaca dalam shalat maghrib surat at-thur” (HR.
Bukhari, Kitab Adzan).

Analisis terhadap hadits tersebut:


1). Sanad dari hadis tersebut bersambung, karena semua rawi dari
hadits tersebut mendengar dari gurunya.
2). Semua rawi pada hadits tersebut dhobit, adapun sifat-sifat
para rawi hadits tersebut menurut para ulama aj-jarhu wa ta’dil
sebagai berikut:
a). Abdullah bin yusuf = tsiqat muttaqin.
b). Malik bin Annas = imam hafidz
c). Ibnu Syihab Aj-Juhri = Ahli fiqih dan Hafidz
d). Muhammad bin Jubair = Tsiqat
e). Jubair bin muth’imi = Shahabat.

3). Tidak syadz, karena tidak ada pertentangan dengan hadits


yang lebih kuat serta tidak cacat.

contohnya hadits yang derajatnya shahih lighoirihi :

“ ‫ َلْو َال َأْن َأُش َّق َع َلى ُأَّمِتْي َأَلَم ْر َتُهْم‬: ‫ُمَحَّم ُد ْبُن َع ْم ٍر و َع ْن َأِبْي َس َلَم َة َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َأَّن َر ُسْو َل ِهللا ص م قَاَل‬
‫“ ِبالِّس َو اِك ِع ْنَد ُك ِّل َص َالٍة‬

Artinya : “Dari Muhammad Bin Amir dari Abi Salamah dari Abu
Hurairah sesungguhnya rasulullah saw bersabda: Kalaulah tidak
memberatkan atas umatku pasti akanku perintahkan kepada
mereka bersiwak ketika setiap shalat”(HR. Tirmidzi, Kitab
Thaharah).

Penjelasan hadist :

Berkata Ibnu Shalah: Rawi yang bernama Muhammad bin amer


bin alqomah termasuk dari kalangan termasyhur (terkenal) karena
kebenaran dan penjagaannya, akan tetapi bukan termasuk dari
“ahli itqan” sehingga sebagaian para ulama hadits
mendhaifkannya dari aspek jelek hafalannya, dan sebagiannya lagi
mentsiqatkannya karena kebenaran dan kemulyaannya, maka
hadits ini hasan. Maka ketika digabungkan dari berbagai hadits
yang diriwayatkan dari jalur lain hadits ini menjadi shahih
lighoirihi.

 Tingkatan-tingkatan Shahih
Muncul sebuah persoalan siapakah diantara para semua
mukharrij hadits seperti bukhari, muslim, ahmad, tirmidzi dan
yang lainnya yang dikatakan paling shahih?

Maka dalam hal ini ada beberapa tingkatan derajat shahih, yaitu :
1. Muttafaq ‘Alaih
2. Bukhari
3. Muslim
4. Periwayatan atas syarat (rekomendasi) dari bukhari dan muslim
5. Periwayatan atas syarat (rekomendasi) dari bukhari
6. Periwayatan atas syarat (rekomendasi) dari muslim
7. Hadits shahih yang bukan atas pandangan bukhari dan muslim
seperti ibnu khuzaimah, ibnu hibban, dan para mukharrij lainnya.
2. Hadits Hasan

Jalaluddin al-Suyuthi dalam kitab Al-Turmuzi Juz 10


memberikan penjelasan tentang hadis Hasan sebagai berikut :
‫كل حديث يروي ال يكن في اسناده من يتيهم بالكذب وال يكون الحديث شاذا ويروى من غير وجه نحو ذااك‬
“Hadis hasan yaitu hadis yang sanadnya bersambung,
diriwayatkan oleh orang-orang adil, kurang dhabithnya, dan tidak
ada syuduz dan ‘illat. “7
Dari defenisi singkat beliua di atas, dapat kita simpulkan bahwa
hadist hasan memiliki semua persyaratan-persyaratan yang ada di
dalam hadist shahih, kecuali rawinya kurang dhabith. Meskipun
demikian, andaikan ada sebuah hadist hasan dengan sanad lain
yang sama tingkatannya atau lebih, maka hasan lidzatihi naik
menjadi shahih lighairih.

a) Persyaratan Hadis Hasan


1. Para perawi-nya adil.
2. Ke-dhabit-an perawi-nya dibawah perawi hadits shahih.
3. Sanad-sanadnya bersambung.
4. Tidak terdapat kejanggalan atau syadz, dan
5. Tidak mengandung ‘illat.

b) Pembagian Hadis Hasan

a. Hasan li dzatih
Yang dimaksud dengan hadits hasan li dzatih ialah hadits
hasan dengan sendirinya, yakni hadits yang telah memenuhi
persyaratan hadits hasan yang lima.

b. Hasan li gharih

7
Al-Turmuzi, Sunan At-Turmuzi, Juz 10, Kairo, Muhammad Abd Al-Muhsin Al-
Kutubi, Hlm. 519.
Hadits hasan li ghairih ialah hadits hasan bukan dengan
sendirinya, artinya hadits yang menduduki kualitas hasan
karena dibantu oleh keterangan lain baik adanya syahid
maupun muttabi’.

Contoh hadits hasan adalah sebagai berikut:

“ ‫حَّد َثَنا ُقَتْيَبُة َح َّد َثَنا َج ْع َفُر ْبُن ُس َلْيَم اَن الُّض َبِع ي َع ْن َأِبْي ِعْمَر اِن اْلَج ْو ِني َع ْن َأِبي َبْك ِر ْبِن َأِبي ُم ْو َس ي اَأْلْش َع ِر ْي‬
..… ‫ ِإَّن َأْب َو اَب اْلَج َّن ِة َتْح َت ِظ َالِل الُّس ُيْو ِف‬: ‫ َق اَل َر ُس ْو ُل ِهللا ص م‬: ‫ َسِم ْع ُت َأِبي ِبَح ْض َر ِة الَع ُد ِّو َيُق ْو ُل‬: ‫َقاَل‬
‫“ الحديث‬

Artinya : “Telah menceritakan kepada kamu qutaibah, telah


menceritakan kepada kamu ja’far bin sulaiman, dari abu imron al-
jauni dari abu bakar bin abi musa al-Asy’ari ia berkata: aku
mendengar ayahku berkata ketika musuh datang : Rasulullah Saw
bersabda : sesungguhnya pintu-pintu syurga dibawah bayangan
pedang…” ( HR. At-Tirmidzi, Bab Abwabu Fadhailil jihadi).

Derajat hadits tersebut adalah hasan, karena semua perawi dalam


hadits tersebut tsiqoh kecuali ja’far bin sulaiman adh-dhuba’i.

Contoh lain hadits hasan yang derajatnya hasan lighoirihi adalah


sebagai berikut:
“ ‫َم ا َر َو اُه الِّتْر ِمِذ ي َو َح َّسَنُه ِم ْن َطِرْيِق ُش ْع َبَة َع ْن َعاِص ِم ْبِن ُع َبْيِد ِهللا َع ْن َع ْبِدِهللا ْبِن َعاِم ِر ْبِن َر ِبْيَع َة َع ْن َأِبْي ِه‬
‫ ” َأَر ِض ْيِت ِم ْن َنْفِس ِك َو َم اِل ِك ِبَنْع َلْيِن ؟‬: ‫َأَّن ِاْمَر َأًة ِم ْن َبِني َفَزاَر َة َت َزوجت على َنْع َلْيِن َفَق اَل َر ُس ْو ُل ِهللا ص م‬
‫ َفَأَج اَز‬، ‫ َنَعْم‬: ‫قَاَلْت‬

Artinya : Apa yang diriwayatkan oleh imam at-tirmidzi dan ia


menghasankan hadits dari jalur syu’bah dari ‘ashim bin ubaidillah
dari abdillah bin amir bin robi’ah dari ayahnya sesungguhnya
seorang perempuan dari keturunan “Pajarah” menikah dengan
mahar sepasang sandal, lalu rasulullah saw bersabda: “Apakah
kamu ridho dengan jiwa dan hartamu dengan (mahar ) sepasang
sandal?! Maka ia berkata: ya, maka aku mengijinkannya”

Penjelasan :

Maka rawi yang bernama ‘ashim bin ubaidillah itu dhoif karena
jelek hafalannya, kemudian imam at-tirmidzi menghasankan
hadits ini karena terdapat hadits dari selain jalur periwayatan ini.

3. Hadits Dhaif

Hadits dhaif ialah hadits yang tidak memenuhi persyaratan


hadits shahih dan hadits hasan. Dalam Mandzumah Bayquni
disebutkan hadits hasan adalah:

‫ فهو الضعيف وهو اقسام كثر‬# ‫وكل ما عن رتبة الحسن قصر‬

“Setiap hadits yang kualitasnya lebih rendah dari hadits hasan


adalah dhaif dan hadits dhaif memiliki banyak ragam.” 8

Dapat dibuat kesimpulan, bahwa Hadis dha’if adalah hadis yang


tidak memenuhi persyaratan qabul, seperti halnya hadis shahih
ataupun hadis hasan, baik keseluruhan maupun sebagian
persyaratan, yaitu dan segi ittishal sanad atau adil dan dhabith
perawi dan adanya`illat atau syaz.
Ada beberapa sebab sebuah hadist dikatakan dhaif, yaitu:
1. Dha’if karena cacat atau terputus sanad
2. Dha’if karena tidak ‘adalat atau dhabith perawi
3. Dha’if karena syuzuz atau `illat.9

Contoh hadits dhoif adalah sebagai berikut :

: ‫َم اَأْخ َر َج ُه الِّتْر ِم ْيِذ ْي ِم ْن َطِرْيِق “َحِكْيِم اَألْثَر ِم ”َع ْن َأِبي َتِم ْيَم ِة الُهَج ْيِم ي َع ْن َأِبي ُهَر ْيَر َة َع ِن الَّنِبِّي ص م َقاَل‬
‫” َم ْن َأَتي َح اِئضًا َأْو ِاْمَر أًة ِفي ُد ُبِرَها َأْو َك اُهَنا َفَقْد َكَفَر ِبَم ا َأْنَز َل َع َلى ُمَحِّم ٍد‬

Artinya : “ Apa yang diriwayatkan oleh tirmidzi dari jalur hakim al-
atsrami “dari abi tamimah al-Hujaimi dari abi hurairah dari nabi
saw ia berkata : barang siapa yang menggauli wanita haid atau
seorang perempuan pada duburnya atau seperti ini maka sungguh
ia telah mengingkari dari apa yang telah diturunkan kepada nabi
Muhammad saw”

Penjelasan Hadist :
Berkata Imam Tirmidzi setelah mengeluarkan (takhrij) hadits ini : “
kami tidak mengetahui hadits ini kecuali hadits dari jalur hakim
al-atsrami, kemudian hadits ini didhoifkan oleh Muhammad dari
segi sanad karena didalam sanadnya terdapat hakim al-atsrami
sebab didhaifkan pula oleh para ulama hadits” Berkarta ibnu
hajar mengenai hadits ini didalam kitab “Taqribut Tahdzib” :
Hakim al-Atsromi pada rawi tersebut adalah seorang yang
bermuka dua.

Adapun penyebab kedhoifannya karena beberapa hal:


1. Sebab Terputusnya sanad, akan terputus sanad pun

8
Diambil https://ponpes.alhasanah.sch.id/pengetahuan/macam-macam-
hadits-berdasarkan-kualitasnya/ pada 11 September 2023
9
Alfiah, dkk. Studi Ilmu Hadis, (Riau: Kreasi Edukasi Publishing and Consulting
Comoany: 2006), Hlm. 124
terbagi atas 2 bagian yang perama adalah terputus secara dzhohir
(nyata) :
a). Mu’allaq adalah apa yang dibuang dari permulaan sanad
baik satu rawi atau lebih secara berurutan.
b). Mursal adalah apa yang terputus dari akhir sanadnya
yaitu orang sesudah tabi’in (Sahabat).
c). Mughdhal adalah apa yang terputus dari sanadnya 2
atau lebih secara berurutan.
d). Munqoti’ adalah apa yang sanadnya tidak tersambung.
Sedangkan yang kedua terputus secara khofi (tersembunyi)
yaitu:
a). Mudallas adalah menyembunyikan cacat (‘aib) pada
sanadnya dan memperbagus untuk dzohir haditsnya.
b). Mursal Khofi adalah meriwayatkan dari orang yang ia
bertemu atau sezaman dengannya apa yang ia tidak pernah
dengar dengan lafadz yang memungkinkan ia dengar dan yang
lainnya seperti qaala.
2. Sebab penyakit pada rawi Penyakit pada rawi pun terbagi
atas 2 yaitu penyakit dalam ‘adalah dan dhobit (hafalannya),
adapun yang pertama penyakit pada ‘adalah (ketaqwaan) yaitu:
a). Pendusta
b). Tertuduh dusta
c). Fasiq
d). Bid’ah
e). Kebodohan
Adapun penyakit pada dhobit (hafalan), yaitu:
a). Jelek hafalannya
b). Lalai
c). Banyak
d). Menyelisihi yang tsiqat
e). Ucapan yang menipu

Khusus hadits dhaif, maka para ulama hadits kelas berat


semacam Al-Hafidzh Ibnu Hajar Al-Asqalani menyebutkan bahwa
hadits dhaif boleh digunakan, dengan beberapa syarat:

1) Level Kedhaifannya Tidak Parah


Ternyata yang namanya hadits dhaif itu sangat banyak
jenisnya dan banyak jenjangnya. Dari yang paling parah
sampai yang mendekati shahih atau hasan.
2) Berada di bawah Nash Lain yang Shahih
Maksudnya hadits yang dhaif itu kalau mau dijadikan
sebagai dasar dalam fadhailul a’mal, harus didampingi
dengan hadits lainnya. Bahkan hadits lainnya itu harus
shahih. Maka tidak boleh hadits dha’if jadi pokok, tetapi dia
harus berada di bawah nash yang sudah shahih.
3) Ketika Mengamalkannya Tidak Boleh Meyakini Ke-Tsabit-
annya
Maksudnya, ketika kita mengamalkan hadits dhaif itu, kita
tidak boleh meyakini 100% bahwa ini merupakan sabda
Rasululah SAW atau perbuatan beliau. Tetapi yang kita
lakukan adalah bahwa kita masih menduga atas kepastian
datangnya informasi ini dari Rasulullah SAW.

Sanad-Sanad Shahih dan Dhaif

1.Sanad-sanad shahih:

a). Aj-Juhri dari salim dari ayahnya (umar bin khatab)


b). Ibnu Sirin dari abidah dari ‘ali bin abi thalib
c). Al-A’masy dari Ibrahim dari alqomah dari abdillah bin mas’ud.
d). Aj-Juhri dari ‘ali bin Husain dari ayahnya dari ali bin abi thalib
e). Malik dari nafi’ dari ibnu umar

2.Sanad-sanad dhoif:

a). Sanad yang dinisbatkan kepada Abu bakar As-Shiddiq yaitu


Ibnu musa ad-daqiqi dari farqid as-subkhi dari marrah ath-thaibi
dari abu bakar
b). Sanad orang-orang syam yaitu Muhammad bin qaisyin al-
mashlubi dari ubaidillah bin jahri dari ‘ali bin yazid dari qasim
dari abi umamata.
c). Sanad yang dinisbatkan kepada ibnu ‘abbas yaitu assudi ash-
shaghiri Muhammad bin marwan dari kalbi dari abi shalih dari
ibnu abbas. Menurut ibnu hajar bahwa ini adalah silsilah dusta.

D. KESIMPULAN

Setelah membahas materi tentang hadis shahih, hasan, dan dhaif;


dapat disimpulkan bahwa: Hadis Shahih adalah jenis hadis yang
memiliki sanad (rantai periwayatan) dan matan (teks) yang kuat,
sehingga diyakini memiliki tingkat keandalan yang tinggi. Hadis
Shahih digunakan sebagai sumber utama dalam memahami
ajaran Islam dan menjadi pedoman utama dalam menjalani
kehidupan sehari-hari. Para ulama melakukan kajian kritis untuk
memastikan keaslian dan keabsahan hadis ini. Sementara itu,
Hadis Hasan adalah jenis hadis yang memiliki sanad yang kuat
tetapi matan yang tidak sekuat Hadis Shahih. Meskipun tidak
sekuat Shahih, Hadis Hasan masih dianggap sebagai sumber yang
dapat diandalkan dalam memahami Islam. Namun, perbedaan
dalam tingkat keandalan menyebabkan beberapa perbedaan
pendapat di antara ulama tentang penggunaannya dalam praktek
keagamaan. Kemudian, Hadis Dhaif adalah jenis hadis yang
memiliki masalah dalam sanad atau matan, sehingga dianggap
tidak dapat diandalkan. Hadis ini dapat mencakup kesalahan
dalam periwayatan atau mengandung konten yang meragukan.
Oleh karena itu, dalam banyak kasus, Hadis Dhaif tidak
digunakan sebagai landasan dalam praktek keagamaan.

Dalam praktik Islam, pemahaman dan penggunaan hadis


yang berbeda ini memengaruhi pandangan dan tindakan individu
Muslim. Hadis Shahih digunakan sebagai panduan utama dalam
tindakan keagamaan, sementara Hadis Hasan dapat digunakan
dengan hati-hati. Hadis Dhaif umumnya dihindari dalam
pengambilan keputusan keagamaan. Kesimpulannya, pemahaman
tentang hadis Shahih, Hasan, dan Dhaif sangat penting dalam
Islam. Mereka mencerminkan tingkat keandalan dan relevansi
hadis-hadis tersebut dalam praktek keagamaan. Penggunaan yang
bijak dari hadis-hadis ini memainkan peran kunci dalam
membentuk pemahaman Islam dan praktek umat Muslim di
seluruh dunia.
DAFTAR PUSTAKA

Sarbanun, Macam-Macam Hadits dan Segi Kualitasnya. Hal. 346.


Khusniati Rofiah,Studi Ilmu Hadis (Ponorogo: IAIN PO Press: 2018), Hal.
137.
Al-Turmuzi, Sunan At-Turmuzi, Juz 10, Kairo, Muhammad Abd Al-
Muhsin Al-Kutubi, Hlm. 519.
Diambil https://ponpes.alhasanah.sch.id/pengetahuan/macam-macam-
hadits-berdasarkan-kualitasnya/ pada 11 September 2023.
Alfiah, dkk. Studi Ilmu Hadis, (Riau: Kreasi Edukasi Publishing and
Consulting Comoany: 2006), Hlm. 124.

Anda mungkin juga menyukai