Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH ILMU HADIS

“SYARAT SYARAT HADIS SYAHIH,HASAN DAN DHAIF,SERTA KEHUJAHAN HADIS


DHA’IF ”

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6 (ENAM)
1. ALLAN DARMA SAPUTRA (10400122074)
2. A. AGNES ALTA MIRANDA (10400122096)
3. HALIMATUS SADIAH (10400122095)
4. MUH FAHMI (10400122080)

JURUSAN ILMU HUKUM


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah


memberikan kami karunia nikmat dan kesehatan, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini, dan terus dapat menimba ilmu di
Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah


wawasan dan pengetahuan pada mata kuliah yang sedang dipelajari,
agar kami semua menjadi mahasiswa yang berguna bagi agama,
bangsa dan negara.

Dengan tersusunnya makalah ini kami menyadari masih banyak


terdapat kekurangan dan kelemahan, demi kesempurnaan makalah ini
kami sangat berharap perbaikan, kritik dan saran yang sifatnya
membangun apabila terdapat kesalahan.. Demikian, semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi saya sendiri
umumnya para pembaca makalah ini.

Daftar Isi
1.Pengertian Hadis Sahih dan Hadis Hasan
2.Syarat-syarat Hadis Sahih dan Hadis Hasan
3.Pengertian Hadis Dha’if
4.Syarat-syarat Hadis Dha’if
5,Kehujjahan Hadis Dha’if

1. Pengertian Hadis Sahih dan Hasan


A.Kata Sahih secara Bahasa berarti sehat,selamat,benar,sah dan
sempurna. Para ulama biasa menyebut kata Sahih ini sebagai lawan dari
kata saqim (sakit). Maka, Hadis Syahih secara Bahasa adalah hadis yang
sehat,selamat,benar,sah dan sempurna.
Ibn al-Shalah dalam kitabnya ‘Ulum al-Hadits yang dikenal juga dengan
Muqaddimah Ibn al-shalah,mendefinisikan hadis sahih dengan:
”Hadis yang disandarkan kepada Nabi yang sanadnya
bersambung,diriwayatkan oleh periwayat yang ‘adil dan dhubith,diterima
dari periwayat yang ‘adil dan dhubith hingga sampai akhir sanad,tidak ada
syudz (kejanggalan) dan tidak mengandung ‘illat (cacat)”

B.Hadis Hasan secara Bahasa berarti sesuatu yang diinginkan dan menjadi
kecenderungan jiwa atau nafsu
Ibn Hajar al-‘Asqalani mendefinisikan hadis hasan yaitu :
“Hadis yang diriwayatkan oleh periwayat yang adil,kurang kuat
hafalannya,bersambung sanadnya,tidak mengandung ‘illat dan tidak pula
mengandung syudz”.

2. Syarat syarat Hadis Shahih dan Hasan

Diketahui beberapa kriteria hadis sahih dan hasan, yaitu:


Syarat hadis syahih adalah: (1)sanadnya bersambung (2)para
periwayatnya adil (3)para periwayatnya dhabith (4)terhindar dari syudz
(5)terhindar dari ‘illat.
Adapun syarat hadis hasan adalah: (1)sanadnya bersambung (2) para
periwayatnya adil (3) Di antara para periwayatnya ada yang kurang
dhabith (4) terhindar dari syudz (5) terhindar dari ‘illat

= A.) 1.Sanadnya bersambung (Ittishal al-Sanad)


Yang dimaksud dengan Sanad bersambung adalah tiap tiap periwayat
dalam sanad hadis menerima Riwayat hadis dari periwayat terdekat
sebelumnya,keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad hadis
itu.Persambungan sanad itu terjadi semenjak mukharrij hadits sampai
pada periwayat pertama dari kalangan sahabat yang menerima hadis
yang bersangkutan dari nabi lain.

2.Para periwayatnya ‘adil


Para ulama berbeda pendapat tentang kriteria-kriteria periwayat hadis
disebut adil.Al Hakim berpendapat bahwa seseorang disebut adil apabila
beragama islam,tidak berbuat bid’ah,dan tidak berbuat maksiat.Ibn al-
shalah menetapkan lima kriteria seorang periwayat disebut adil,yaitu
beragama Islam,baligh,berakal,memelihara muru’ah dan tidak berbuat
fasik pendapat serupa dikemukakan oleh al-Namawi.

3.Para periwayatnya Dhabith


Secara sederhana kata Dhabith dapat diartikan dengan kuat
hafalan.Kekuatan hafalan ini sama pentingnya dengan keadilan.Kalau
keadilan berkenaan dengan kapasitas pribadi,maka ke-dhabith-an terkait
dengan kualitas intelektual.

4.Terhindar dari syadz (kejanggalan)


Secara Bahasa,Syadz merupakan isim fa’il dari syadzdza yang berarti
menyendiri(infrada).Menurut istilah ulama hadis,Syadz adalah hadis yang
diriwayatkan oleh periwayat tsiqah dan bertentangan dengan Riwayat
oleh periwayat yang lebih tsiqah.Pendapat ini dikemukakan oleh al-Syafi’I
dan diikuti oleh kebanyakan ulama hadis.

5.Terhindar dari ‘illat


Jika dalam sebuah hadis terdapat cacat tersembunyi dan secara lahiriah
tampak sahih,maka hadis itu dinamakan hadis mu’allal,yaitu hadis yang
mengandung ‘illat.Secara Bahasa,kata ‘Illat berarti cacat dan
keburukan,Menurut istilah ahli hadis,’illat berarti sebab yang tersembunyi
yang dapat merusak kesahihan hadis.

3.Pengertian Hadis Dha’if


Kata Dha’if menurut Bahasa,berarti lemah,sebagai lawan dari qawi(yang
kuat).Sebagai lawan kata dari sahih,kata dha’if juga berarti saqim(yang
sakit).Maka sebutan hadis dha’if secara Bahasa berate hadis yang lemah,yang
sakit,dan yang tidak kuat.Secara terminologis,para ulama mendefinisikannya
dengan redaksi yang beragam,meskipun maksud dan kandungannya sama.
A. Al-Namawi dan al-Qasimi mendefinisikan hadis dha’if dengan:
“Hadis yang didalamnya tidak terdapat syarat-syarat hadis Syahih dan syarat-
syarat hadis hasan”
B. Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib menyatakan bahwa definisi hadis dha’if
adalah:
“Hadis yang didalamnya tidak berkumpul sifat-sifat hadis sahih dan sifat-
sifat hadis hasan”

4.Syarat-syarat Hadis Dha’if

Syarat-syarat hadis Dha’if yaitu sebagai berikut:


A.Sanadnya terputus
B.Periwayatnya tidak ‘adil
C.Periwayatnya tidak dhubith
D.mengandung Syudz
E.Mengandung ‘illat

5. Kehujjahan Hadis Dha’if


Di kalangan ulama terjadi perbedaan pendapat tentang kehujjahan hadis
Dha’if.Setidaknya terdapat tiga pendapat berkenaan dengan dapat tidaknya
berhujjah dengan hadis jenis ini.
Pertama, menurut Yahya ibn Ma’in,Abu Bakar ibn ‘Arabi,al-Bukhari,Muslim dan
Ibn Hazm,hadis dha’if tidak dapat diamalkan secara mutlak baik dalam masalah
fadhuil al mul maupun hukum.
Kedua,Abu Dawud dan Ahmad ibn Hanbal berpendapat bahwa hadis dha’if dapat
diamalkan secara mutlak.Menurut keduanya,bagaimanapun hadis dha’if itu lebih
kuat daripada pendapat manusia.
Ketiga,menurut Ibn Hajar al-Asqalani,hadis dha’if dapat dijadikan hujjah dalam
masalah fadhuil al-a’mul,mawaizh,al-tarhib wa al-targhib,dan sebagainya jika
memenuhi syarat-syarat tertentu.
Syarat-syarat itu adalah:
A.Ke-dha’if-annya tidak parah,seperti hadis yang diriwayatkan oleh para
pendusta atau tertuduh dusta,atau sangat banyak mengalami kesalahan.
B.Terdapat dalil lain yang kuat yang dapat diamalkan
C.Ketika mengamalkannya tidak beriktikad bahwa hadis itu tsubut,tetapi
sebaiknya dalam rangka berhati-hati.

Anda mungkin juga menyukai