Disusun oleh:
1. Lambang Tendy Ambodo (183111103)
2. Desi Dwi Maheningsih (183111104)
3. Lia Defi Hastuti (183111105)
Puji dan syukur kepada Allah SWT karena atas karunia–Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Syarat-syarat Hadis Sahih”.
Penyusunan makalah ini tidak mungkin terwujud tanpa adanya bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Dengan rasa tulus ikhlas dan segala kerendahan hati
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang
tidak terhingga kepada:
1. Bapak Abdullah Hanapi, M. Hum. selaku dosen pengampu mata kuliah Hadits.
2. Teman–teman yang memberikan dukungan dalam pembuatan makalah ini.
3. Orang tua yang senantiasa memberikan dukungan dan doa.
Sebagai akhir kata, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu segala pendapat, saran, ulasan, dan kritik senantiasa sangat
penulis harapkan untuk lebih lanjut.
Penulis
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian hadis sahih?
2. Apa saja syarat-syarat hadis sahih?
3. Bagaimana contoh hadis sahih?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian hadis sahih
2. Untuk mengetahui syarat-syarat hadis sahih
3. Untuk mengetahui contoh hadis sahih
1
BAB II
PEMBAHASAN
Hadis sahih adalah suatu tingkatan hadis yang paling tinggi dari segi
kualitas hadis, sehingga dinilai sebagai hadis yang valid dan tidak ada keraguan.
Secara bahasa sahih berarti benar, sempurna, tiada cela, dan sesuai dengan
hukum.1 Sehingga, hadis sahih dapat diartikan hadis yang benar, sempurna, dan
tiada cela.2 Adapun secara istilah para ulama memberikan definisi hadis sahih
adalah hadis yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang adil dan
dhabith dari rawi yang lain (juga) adil dan dhabith sampai akhir sanad, dan
hadis itu tidak janggal serta tidak mengandung cacat (illat).3
1
Tim Pemyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa,
2008), hlm. 1243
2
Ahmad Zuhri, dkk., Ulumul Hadis, (Medan: CV. Manhaji dan Fakultas Syariah IAIN
Sumatera Utara), hlm. 99
3
Nuruddin ‘Itr, Ulum Al-Hadits 2, terj. Mujiyo, cet. ke-2, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 1997), hlm. 2
4
Ahmad Zuhri, dkk., Ulumul Hadis, hlm. 99-100
2
B. Syarat-Syarat Hadis Sahih
1. Sanadnya Bersambung
5
Nuruddin ‘Itr, Ulum Al-Hadits 2, hlm.2
6
Ahmad Zuhri, dkk., Ulumul Hadis, hlm. 103
3
2. Periwayat Bersifat ‘Adil
7
Idri, Studi Hadis, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 162 – 163.
4
c. Penerapan kaidah al-jarh wa al-ta’dil, merupakan cara yang ditempuh
bila para kritikus periwayat hadis tidak sepakat tentang kualitas pribadi
periwayat tertentu.8
Ketiga cara diatas diprioritaskan dari urutan yang pertama
kemudian yang berikutnya. Maksudnya adalah keadilan seorang
periwayat hadis dapat diketahui melalui popularitas keutamaannya di
kalangan para ulama, jika seorang periwayat hadis terkenal dengan
keutamaannya seperti Malik ibn Anas dan Sufyan Al-Tsawri maka
dipastikan ia bersifat ‘adil. Jika periwayat tersebut tidak terkenal bersifat
‘adil namun berdasarkan penilaian para kritikus periwayat hadis
diketahui bahwa ia bersifat ‘adil maka ditetapkan pula sifat ‘adil
baginya. Akan tetapi, bila terjadi perbedaan pendapat tentang ‘adil
tidaknya seseorang periwayat hadis maka menggunakan kaidah-kaidah
al-jarh wa al-ta’dil. Ketiga cara ini tidak dapat di balik penggunaannya.9
8
Syuhudi Ismail, Kaidah Kesahihan Sanad Hadis, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), hlm.
139.
9
Idri, Studi Hadis, hlm. 164.
10
Nuruddin ‘Itr, Ulumul Hadis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012), hlm. 241.
5
benar, kemudian menghafal dengan sungguh-sungguh dan berhasil hafal
dengan sempurna, sehingga mampu menyampaikan hafalan itu kepada orang
lain dengan baik. Sementara itu, Shubhi al-Shalih menyatakan bahwa orang
yang dhabith adalah orang yang mendengarkan riwayat hadis sebagaimana
seharusnya, memahami dengan pemahaman mendetail kemudian hafal
secara sempurna, dan memiliki kemampuan yang demikian itu, sedikitnya
mulai dari saat mendengar riwayat itu sampai menyampaikan riwayat
tersebut kepada orang lain.
11
Idri, Studi Hadis, hlm. 165 – 167
6
4. Terhindar dari Syadz (Kejanggalan)
12
Subandji, Ulumul Al-Hadits, (Surakarta: Fataba Press, 2015), hlm. 65
7
bersifat tsiqah maupun tidak. Apabila periwayat tidak tsiqah maka hadist
itu ditolak sebagai hujjah, sedangkan jika periwayat itu bersifat tsiqah, maka
hadis itu dibiarkan (mawquf), yakni tidak ditolak maupun diterima sebagai
hujjah.13
Secara bahasa kata ‘illat berarti cacat, kesalahan baca, penyakit, dan
keburukan. Sedangkan yang dimaksud dengan ‘illat secara istilah adalah
sebab tersembunyi yang membuat hadis tersebut cacat, dan secara lahiriah
tampak shahih. Sebagai sebab kecacatan hadis, misalnya karena periwayat
pendusta atau tidak kuat hafalan, nah cacat seperti itu dapat mengakibatkan
lemahnya sanad. Menurut Shalah al-Din al-Adhabi, yang dimaksud dengan
hadis mu’allal adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang periwayat yang
tsiqah dan mengandung ‘illat yang merusak kesahihannya, meskipun secara
lahiriah tampak terhindar dari ‘illat tersebut.
Dilihat dari segi periwayat, hadis mu’allal sama dengan hadis syadz,
yaitu keduanya sama-sama diriwayatkan oleh periwayat yang tsiqah. Namun
bedanya, dalam hadis mu’allal, ‘illat-nya dapat ditemukan sedangkan dalam
hadis syadz tidak ditemukan, karena dalam hadis syadz di dalamnya memang
tidak terdapat ‘illat.
13
Idri, Studi Hadis, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 168-169
8
antara para periwayatnya, dan memperhatikan status hafalan, keteguhan, dan
ke-dhabith-an masing-masing periwayat. Sedangkan menurut ‘Abd Al-
Rahman bin Mahdi, untuk mengetahui ‘illat hadis diperlukan intuisi (ilham).
Sebagian ulama menyatakan bahwa orang yang mampu meneliti ‘illat hadis
hanyalah orang yang cerdas, memiliki hafalan hadis yang banyak, paham
akan hadis yang dihafalnya, mendalami pengetahuan tentang berbagai
tingkat ke-dhabith-an periwayat, dan ahli di bidang sanad dan matan hadis.
Suatu ‘illat hadis dapat terjadi pada sanad, matan, atau pada
keduanya sekaligus. Akan tetapi, yang terbanyak terdapat ‘illat itu pada
sanad. Masing-masing hadis, baik ‘illat-nya terdapat pada sanad, matan, atau
keduanya sekaligus itu disebut dengan hadis yang mu’allal (hadis yang
bercacat).14
Diantara banyak hadis sahih adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam
Al-Bukhari dan Imam Muslim,15 sebagai berikut:
حدثنا قتيبة بن سعيد حدثنا جرير عن عمارة بن القعقاع بن شربمة عن أيب زرعة عن أيب هريرة
(اي رسول هللا من أحق: رضي هللا عنه قال جاء رجل إىل رسول هللا صلى هللا عليه وسلم فقال
الناس حبسن صحابيت قال أمك قال مث من قال مث أمك قال مث من قال مث أمك قال مث من قال
مث أبوك
Meriwayatkan dari kami Qutaibah bin Sa’id, ia berkata: “Meriwayatkan dari
kami Jarir dari Umarah bin Qa’qa dari Abu Zur’ah dari Abu Hurairah, ia
berkata: ‘Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW., lalu berkata: ‘Ya
Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak mendapatkan perlakuan yang
baik?’ Rasulullah menjawab ‘Ibumu.’ Orang itu bertanya: ‘kemudian siapa?’
Rasululullah menjawab ‘Ibumu.’ Orang itu bertanya lagi: ‘kemudian siapa
14
Idri, Studi Hadis, hlm. 169-172
15
Ahmad Zuhri, dkk., Ulumul Hadis, hlm. 5-6
9
lagi?’ Rasulullah menjawab: ’Ibumu.’ Orang itu kembali bertanya: ‘kemudian
siapa?’ Rasulullah menjawab: ‘kemudian bapakmu.’”
Sanad dari hadis diatas bersambung oleh perawi yang dhabith dan ‘adil,
Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim keduanya adalah ulama yang agung dalam
bidang hadis. Dan guru mereka Qutaibah bin Sa’id adalah orang yang tsabt dan
tsiqah. Jarir adalah putra dari Abdul Hamid, perawi yang tsiqah dan sahih
kitabnya. Umarah bin Al-Qa’qa’ adalah orang yang tsiqah, demikian pula Abu
Zur’ah Al-Tab’i, ia adalah putra Amr bin Jarir bin Abdullah Al-Bajali.
Para perawi dalam sanad di atas seluruhnya tsiqah dan dipakai berhujjah
oleh para Imam. Untaian sanad diatas banyak dikenal oleh kalangan muhaditsin,
dan padanya tidak terdapat hal kejanggalan. Demikian pula matan hadis sesuai
dengan dalin-dalil lain tentang masalah yang sama. Jadi hadis tersebut termasuk
hadis sahih.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
‘Itr, Nuruddin. 1997. Ulum Al-Hadits 2. Terj. Mujiyo. Cet. ke-2. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
‘Itr, Nuruddin. 2012. Ulumul Hadis. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Idri. 2010. Studi Hadis. Jakarta: Kencana
Ismail, Syuhudi. 2005. Kaidah Kesahihan Sanad Hadis. Jakarta: Bulan Bintang
Subandji. 2015. Ulumul Al-Hadits. Surakarta: Fataba Press
Tim Pemyusun Kamus Pusat Bahasa. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta:
Pusat Bahasa
Zuhri, Ahmad. dkk.. 2014. Ulumul Hadis. Medan: CV. Manhaji dan Fakultas
Syariah IAIN Sumatera Utara
12