PEMBAHASAN
Berdasarkan hal diatas, syarat yang dikemukakan Imam Bukhari lebih ketat
dari yang ditetapkan oleh Imam Muslim. Hal ini menjadikan Shahih Bukhari
menempati peringkat pertama kitab hadis yang paling shahih. Untuk mengetahui
bersambung tidaknya sanad suatu hadis, ada dua hal yang dapat dijadikan objek
penelitian, yaitu: sejarah rawi dan lafaz-lafaz periwayatan.
Berbeda halnya dengan ulama sebelum abad ke-3 Hijriyyahh, ulama al-
muta’akhirin telah memberikan definisi hadis sahih secara tegas. Seperti halnya
Ibn al-Salâh (w. 634 H/1245 M) salah seorag ulama hadis yang memiliki banyak
pengaruh di kalangan ulama hadis sezamannya dan sesudahnya, telah memberikan
definisi atau pengertian hadis sahih sebagai berikut:
اما الحدىث الصحيح فهو الحديث المسند الذي يتصل اسناده بنقل العدل الضابط عن العدل الضابط الي منتهاه
وال يكون شاذا وال معلال
“Hadis sahih adalah hadis yang bersambung sanadnya sampai kepada Nabi
Muhammad saw, yang diriwayatkan oleh periwayat yang adil dan dhabit sampai
akhir sanad dan tidak terdapat kejanggalan (syudzûz) dan (illat)”
B. Muslim
Pada waktu periwayatan suatu hadits seorang erawi harus muslim. Menurut ijma’,
periwanyatan hadits oleh seorang kafir di anggap tidak sah. Karena riwayat orang
muslim yang fasik saja di mauqufkan, apalagi hadits yang diriwayatkan oleh
orang kafir. Waulaupun dalam tahammul hadits seorang kafir diperbolehkan, tapi
dalam meriwayatkan hadits harus sudah masuk islam.
C. Adil
Secara bahasa kata 'adil berasal dari 'adala, ya'dilu, 'adālatan, yang berarti
condong, lurus, lawan dari ḍalim. Kata 'adil ini kemudian digunakan oleh
muḥaddiṡīn sebagai sifat yang mesti ada pada diri seorang rawi agar riwayatnya
bisa diterima. Akan tetapi definisi 'adil di kalangan ulama hadis sangat beragam,
namun itu terjadi berangkat dari kepentingan dan hal-hal yang substantifnya sama.
Menurut al-Rāzi sebagaimana dikutip oleh M. Abdurrahman dan Elan Sumarna,
'adil didefinisikan sebagai kekuatan ruhani (kualitas spiritual), yang mendorong
untuk selalu berbuat takwa, mampu menjauhi dosa-dosa besar, menjauhi
kebiasaan melakukan dosa-dosa kecil, dan meninggalkan perbuatan-perbuatan
mubah yang menodai muru‟ah.
Untuk mengetahui 'adil tidaknya seorang rawi, para ulama hadis telah
menetapkan beberapa cara, yaitu: pertama, melalui popularitas keutamaan seorang
rawi di kalangan ulama hadis. Periwayat yang terkenal keutamaan pribadinya
mislanya Malik bin Anas dan Sufyan al-Thauri, kedua rawi tersebut tidak
diragukan keadilannya. Kedua, penilaian dari kritikus hadis. Penilaian ini berisi
pengungkapan kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri periwayat hadis.
Ketiga, penerapan kaidah al-jarh wa al-ta‘dil. Cara ini ditempuh apabila para
kritikus rawi hadis tidak sepakat tentang kualitas pribadi periwayat tertentu.
D. Baligh
Yang dimaksud baligh adalah perawi yang cukup usia ketika meriwayatkan
hadits. Baik baligh karna berusia berumur 15 tahun atau baligh karena keluar
mani.
تمام خمسة عشرة سنة فى الدكر و اْال نثي و االحتالم في اللدكر واْالنثي لتسع سنين: عالمات البلوغ ثالث
والحيض لتسع سنين
Artinya:
Tanda-tanda baligh ada tiga : 1) Telah mencapai umur 15 tahun (hijriyah) untuk
laki-laki dan perempuan, 2) Mimpi basah bagi laki-laki dan perempuan, dan 3)
Haid untuk perempuan yang berumur 9 tahun
Melihat kepada syarat yang telah disebutkan diatas maka tidak salahnya
seorang anak boleh menerima hadis asal saja ia sehat akal pikirannya.
Jumhur Ulama telah membolehkan anak-anak menerima riwayat hadis,
akan tetapi mereka berbeda pendapat mengenai berapa batas umur minimal
seseorang anak sehingga dibenarkan menerima riwayat hadis.
Pendapat pertama mengatakan bahwa batas minimal usia anak tersebut
adalah 5 (lima) tahun.
Pendapat kedua mengatakan bahwa anak tersebut sekedar bisa
membedakan antara sapi dan keledai. Ini adalah pendapat Musan bin Harun al-
Hammal.
Pendapat lain mengatakan bahwa syaratnya adalah asal si anak sudah
dapat memahami percakapan dan dapat berkomunikasi meskipun belum sampai 5
(lima) tahun
E. Dhabit
Ḍhabit artinya cermat dan kuat hafalannya. Sedangkan yang dimaksud
dengan rawi dhabit adalah rawi yang kuat hafalannya, tidak pelupa, tidak banyak
ragu, tidak banyak salah, sehingga ia dapat menerima dan menyampaikannya
sesuai dengan apa yang ia terima.
Dilihat dari kuatnya hafalan rawi, ke-ḍhabit-an ini terbagi menjadi dua
macam, yaitu: pertama, dhabit ṣadri atau ḍhabit al-fu'ad, dan kedua ḍabit al-kitab.
Ḍhabit ṣadri artinya kemampuan untuk memelihara hadis dalam hafalan sehingga
apa yang ia sampaikan sama dengan apa yang ia terima dari guruya. Sedangkan
dhabit al-kitab adalah terpeliharanya periwayatan itu melalui tulisan-tulisan yang
dimilikinya, sehingga ia tahu apabila ada tulisan periwayatan hadis yang salah.
Sebagaimana rawi yang adil, rawi yang ḍhabit dapat diketahui melalui beberapa
cara. Cara untuk mengetahui ke- ḍhabit -an seorang rawi hadis menurut berbagai
pendapat ulama yaitu: pertama, ke-ḍhabit-an seorang rawi dapat diketahui
berdasarkan kesaksian ulama. Kedua, ke-ḍhabit-an seorang rawi dapat diketahui
juga berdasarkan kesesuaian riwayat seorang rawi dengan riwayat yang
disampaikan oleh periwayat lain yang telah dikenal ke-ḍhabit-annya, baik
kesesuaian itu sampai tingkat makna maupun sampai tingkat harfiah. Ketiga,
seorang rawi yang tidak sering mengalami kekeliruan tetap dikatakan dhabit
asalkan kesalahan itu tidak terus-menerus, tetapi jika ia sering mangalami
kekeliruan dalam meriwayatkan hadis, maka ia tidak disebut ḍhabit.
F. Muru’ah
Sebenarnya, ada beragam pandangan dalam masalah muru’ah ini. Para pakar
hadits, fikih, bahasa, dan sastrawan memiliki uraian tersendiri menurut sudut
pandang masing-masing. Meskipun demikian, umumnya mereka bersepakat
bahwa inti Muru’ah adalah akhlak mulia.
Hanya saja, karena luasnya cakupan, sebagian ulama’ kemudian meneliti
akhlak mana saja yang menjadi pilar tegaknya muru’ah ini. Ar-Rabi’ bin
Sulaiman berkata: saya mendengar Imam asy-Syafi’i berkata, “muru’ah itu
mempunyai empat pilar, yaitu berakhlak baik, dermawan, rendah hati, dan tekun
beribadah.” (Sunan al-Baihaqi, no. 21333).
Mutawatir
Masyur
Secara bahasa, masyhur artinya: terkenal, populer, tidak asing, familier. Kata
masyhur ini sudah terserap ke dalam Bahasa Indonesia dengan sangat baik,
dengan makna yang sama.
Dari Abdullah bin Amr bin Ash, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah Saw.
bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu itu dari para hamba-hamba-Nya begitu
saja. Namun Allah mencabut ilmu itu dengan mewafatkan para ulama. Sehingga
tidak ada lagi seorang ulama pun yang masih hidup. Lalu umat manusia akan
menjadikan orang-orang bodoh sebagai panutan. Orang-orang bodoh itu pun
menjadi rujukan. Mareka menjawab pertanyaan tanpa ilmu. Mereka sesat dan
menyesatkan.”
ِإَّن َهَّللا اَل َيْقِبُض اْلِع ْلَم اْنِتَز اًعا َيْنَتِز ُع ُه ِم ْن اْلِعَباِد َو َلِكْن َيْقِبُض اْلِع ْلَم ِبَقْبِض اْلُع َلَم اِء َح َّتى ِإَذ ا َلْم ُيْبِق َعاِلًم ا اَّتَخ َذ
الَّناُس ُر ُء وًسا ُجَّهااًل َفُس ِئُلوا َفَأْفَتْو ا ِبَغْيِر ِع ْلٍم َفَض ُّلوا َو َأَض ُّلوا
Aziz
Mahmud Thahan menjelaskan dalam Taisir Musthalah Hadis, bahwa hadis aziz
adalah hadis yang diriwayatkan tidak kurang dari dua orang pada tiap tingkatan
perawinya.
Secara bahasa, kata aziz merupakan sifat mubasyabah dari kata kerja azza
ya’izzu yang berarti qalla dan nadzara yaitu sedikit dan jarang, atau azza ya’azzu
berarti qawiya dan isytadda artinya kuat. Dinamakan hadis aziz karena jarangnya
yang meriwayatkan atau kuatnya riwayat dari segi sanadnya.
Misalnya pada tingkatan sahabat hanya terdapat dua perawi, atau pada
tingkatan tabiin-nya, meskipun pada tingkatan perawi setelah tabiin terdapat
banyak yang meriwayatkan hadis tersebut, hadis itu tetap disebut hadis aziz.
Contoh hadis aziz adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan
Imam Muslim tentang hadis berikut
اليؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين:أن الرسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال
Syahid
syahid adalah hadis yang perawinya sama dengan perawi hadis dari sahabat yang
berbeda dengan matan yang serupa baik dari segi lafal dan maknanya ataupun
maknanya saja.
Adapun definisi kata syahid secara terminologi ilmu hadis, berikut ini merupakan
beberapa definisi yang dijelaskan oleh para ulama:
“Hadis yang menyamai hadis lain dari segi lafalnya atau maknanya saja serta
tidak adanya kesamaan dalam sanad sahabatnya”
“Adam bercerita kepada saya, Syu’bah bercerita kepada saya, Muhammad Ibn
Ziyad bercerita kepada saya, berkata Ia, saya mendengar Abu Hurairah Ra.
Berkata, Nabi Muhammad saw. bersabda, atau Ia (Abu Hurairah) berkata, Abu al-
Qasim saw. bersabda: berpuasalah kalian semua karena melihatnya (Hilal) dan
berbukalah kalian semua karena melihatnya, lalu jika (hilal) tertutup kepada
kalian semua, maka sempurnakanlah hitungan bulan Sya’ban itu ke 30. HR. Al-
Bukhari”
Tabi’
Kata Tabi’ dalam kajian ilmu bahasa, juga merupakan bentuk isim fa’il yang
diderivasi dari fi’il madhi taba’a. Kata Tabi’ ini menurut bahasa mempunyai arti
pengikut. Dan dalam istilah lain, kata Tabi’ ini juga dikenal dengan sebutan
Mutabi’ atau Mutaba’ah.
Sedangkan secara terminologi, para ulama juga mendefinisikannya dengan
berbagai redaksi, di antaranya adalah:
الحديث الذي يشارك فيه رواته رواة الحديث الفرد لفظا ومعنى أو معنى فقط مع االتحاد في الصحابي
“Hadis yang para periwayat atau perawinya sama dengan para periwayat atau
perawi hadis ghorib dari segi lafal dan maknanya atau maknanya saja serta adanya
persamaan dalam sanad sahabatnya”
Contoh hadits;
حدثنا ابن نمير حدثنا أبي حدثنا عبيدهللا بهذا اإلسناد وقال فإن غم عليكم فاقدروا ثالثين نحو حديث أبي أسامة
)(رواه مسلم
“Ibn Numar bercerita kepada saya, ayah saya bercerita kepada saya, Ubaidillah
bercerita kepada saya dengan sanad ini dan Dia berkata : maka jika (hilal itu)
samar terhadap kalian semua, maka perkirakanlah 30 (hari) sebagaimana hadis
Abi Usamah. HR. Muslim”
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
https://123dok.com/article/kriteria-kesahihan-hadis-kaidah-kesahihan-hadis.qmv2x6wq
https://www.bacaanmadani.com/2019/09/syarat-syarat-perawi-dalam-tahammul-wal.html
https://islam.nu.or.id/syariah/tiga-tanda-seorang-anak-dikatakan-baligh-ZOGmU
https://www.referensimakalah.com/2012/08/pengertian-dhabit-dalam-ilmu-hadis.html
https://kumparan.com/berita-hari-ini/hadist-mutawatir-syarat-dan-kedudukannya-1vJxyVJSA5I
https://www.ahdabina.com/hadits-masyhur-pengertian-contoh-dan-penjelasannya/
https://bincangsyariah.com/khazanah/apa-itu-hadis-aziz-ini-pengertian-macam-dan-contohnya/
https://dalamislam.info/pengertian-hadis-syahid-dan-tabi/
Muhammad Ajaj al Khatib, Ushul al-Hadis, Ulumul hadis wa Musthalahahuh, Dar Fikri,
Beirut, 1975, hal. 227-229
https://hidayatullah.com/kajian/gaya-hidup-muslim/read/2013/05/08/4695/kenalilah-muruah-dan-
pilar-pilarnya.html