Anda di halaman 1dari 5

ELVIN EKA SAPUTRI – 06020520041

UAS MATA KULIAH STUDI HADITS

1. Jika dalam Studi Al-Quran dikenal istilah Asbabun Nuzul, maka dalam Studi Hadits
dikenal istilah Asbabul Wurud. Yaitu latar belakang datangnya suatu Hadits. Menurut
saudara, bagaimana urgensi Asbabul Wurud?. Uraikan argumen saudara dan sertakan
contohnya!.

Jawab:
Asbabul wurud adalah sebab-sebab adanya hadits tersebut. Seperti halnya asbabun
nuzul  dalam Al – Qur’an. Penting sekali memahami asbabul wurud dalam mempelajari
suatu hadits. Hal ini karena hanya dengan memahami sebab-sebab adanya hadist
tersebut, kita bisa lebih mengerti tentang maksud dari hadist yang dipelajari. Orang
tidak akan bisa menguasai ilmu hadist secara sempurna tanpa mengetahui asbabul
wurud, begitulah ucapan para ulama ahli hadist.
Di samping itu urgensi mempelajari asbabul wurud hadits juga agar dapat memahami
kandungan hadits dan mentakhsiskan arti yang umum, membatasi arti yang mutlak,
menunjukkan perincian yang mujmal, menjelaskan kemusykilan, dan menunjukkan
illat suatu hukum. Namun demikian, tidak semua hadits memiliki asbabul wurud,
seperti halnya tidak semua ayat Al-Qur’an memiliki asbabun nuzul. Selain itu juga
mengetahui peristiwa yang melatarbelakangi wurud-nya hadits agar dapat memahami
dan menafsirkan hadits serta mengetahui hikmah-hikmah yang berkaitan dengan wurud-
nya hadits tersebut.
Maka pemahaman akan sebab-sebab adanya hadist dapat menjadi media untuk
membedakan mana hadist yang asli dan yang palsu. Karena di zaman fitnah sekarang
ini, banyak sekali hadist-hadist palsu yang sering bersliweran di kehidupan kita. Dan
hadits-hadits tersebut mengatasnamakan Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Tentunya sebagai muslim yang bijak kita harus menyikapi problematika
tersebut dengan cara yang bijak pula. Agar kita jatuh dalam kesesatan dan meyakini
hadist-hadist palsu itu. Oleh karena itulah, urgensi untuk mempelajari hal ini menjadi
sangat penting sekali di zaman penuh fitnah ini. Banyak sekali oknum – oknum yang
menganggap dirinya ulama’ tanpa tahu ilmunya, memfatwakan sesuatu berdasarkan
hawa nafsunya saja.
Salah satu hadits yang terdapat asbabul wurud-nya yaitu:

 Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang kesucian air laut dan apa
yang ada di dalamnya. Beliau bersabda “Lat itu suci airnya dan halal
bangkainya” (HR. Imam Malik, Asy-Syafi’I, Ahmad dan Ibn Abi Syaibah).
Hadits ini dituturkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam saat berada di
tengah lautan dan ada seorang sahabat yang merasa kesulitan berwudhu karena
tidak mendapatkan air (tawar), jelasnya asbabul wurud hadits tersebut
disebabkan oleh pertanyaan sahabat Nabi tentang kesulitan mendapatkan air
(tawar) di laut untuk berwudhu.

 Contoh lain adalah hadits: ‫( أَ ْنتُ ْم أَ ْعلَ ُم بِ=أ َ ْم ِر ُد ْنيَ=ا ُك ْم‬kalian lebih tahu tentang urusan
dunia kalian) Hadits ini secara sekilas dipahami bahwa Nabi menyerahkan
semua urusan duniawi kepada para sahabat dan mendudukkan mereka sebagai
orang yang lebih mengetahui akan urusan duniawinya. Setelah dilihat asbabul
wurud-nya yang menjelaskan bahwa hal itu berkaitan dengan proses
penyerbukan pohon kurma, maka bukan berarti Nabi sama sekali tidak
memahami sesuatu yang bersifat duniawi.

2. Hadist dilihat dari segi kualitas memiliki beberapa tingkatan. Yaitu Hadits Shahih,
Hasan dan Dhaif. Bagaimana kriteria suatu Hadits dapat dikatakan shahih?. Jelaskan
beserta contohnya!.

Jawab:
Suatu hadits dapat dikatakan shahih apabila diriwayatkan oleh para perawi yang
dapat dipercaya pengamalan agamanya, dikenal sebagai orang yang jujur
mermahami hadits yang diriwayatkan dengan baik, mengetahui perubahan arti
hadits bila terjadi perubahan lafadnya; mampu meriwayatkan hadits secara lafad,
terpelihara hafalannya bila meriwayatkan hadits secara lafad, bunyi hadits yang
Dia riwayatkan sama dengan hadits yang diriwayatkan orang lain dan terlepas
dari cacat.

A. Kriteria hadits shahîh yang muttafaq ’alaiha ada lima macam, yaitu:
1. Ittishâlus Sanad (sanadnya bersambung). Artinya sebuah hadits dapat
dimasukkan dalam kategori shahih jika sanadnya bersambung, yakni setiap
perawi benar-benar meriwayatkanya langsung dari gurunya, dan gurunya
langsung dari gurunya, demikianlah hingga bersambung kepada Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
2. ‘Adalatur Ruwah (para perawinya adil). Maksudnya perawinya harus seorang
Muslim, mukallaf, berakal, baligh, selamat dari kefasikan atau dosa besar dan
tidak terus menerus melakukan dosa-dosa kecil, dan menjaga martabat atau
muru’ah. Menjaga muru’ah maksudnya menjaga diri dari hal-hal yang dapat
merusak martabat dan menurunkan harga diri seseorang meskipun tidak
berdosa secara syara’.
3. Tamâmudh Dhabth. Yaitu super kuat dalam menjaga hafalan dan perawatan
naskah. Dhabth ini ada dua macam, yaitu Dhabthu Shadr, maksudnya adalah
kuatnya hafalan terhadap hadits yang sudah didengarkan dari gurunya, ia ingat
terhadap hapalannya itu kapan saja diperlukan. Dan Dhabtu Kitab, maksudnya
adalah sangat berhati-hati dalam menjaga tulisan hadits yang dipelajari dari
gurunya, setelah ia mentashihnya, baik dengan cara memperdengarkannya
kepada sang guru atau teman seprofesinya, jika ada kesalahan dalam
tulisannya, ia segera membetulkannya. Ia menjaganya sampai ia
meriwayatkannya kepada muridnya.
4. Ghairu Syadz. Yaitu perawinya tidak bertolak belakang dan bertentangan
dengan periwayatan perawi lain yang semisalnya yang jumlahnya lebih
banyak atau lebih tsiqah darinya.
5. Ghairu Mu’allal. Hadits shahîh harus selamat dari `illah qâdihah, yaitu suatu
cacat yang tersembunyi dibalik hadits yang dapat merusak keshahîhan hadits
tersebut, sekalipun secara dhahir tampaknya tidak ada masalah.

Contohnya:

‫اق ْال ُعلَ َما ِء ؛ فَإِ ْن ن ََوى بِقَ ْلبِ ِه َولَ ْم يَتَ َكلَّ ْم بِلِ َسانِ ِه أَجْ زَأَ ْتهُ النِّيَّةُ بِاتِّفَاقِ ِه ْم‬
ِ َ‫َوالنِّيَّةُ َم َحلُّهَا ْالقَ ْلبُ بِاتِّف‬
“Niat itu letaknya di hati berdasarkan kesepakatan ulama. Jika seseorang berniat di hatinya tanpa ia
lafazhkan dengan lisannya, maka niatnya sudah dianggap sah berdasarkan kesepakatan para ulama.”
(Majmu’ah Al-Fatawa, 18:262)

3. A (Lahir 10H Wafat 65H) meriwayatkan suatu Hadits pada B (L. 7H W. 67H) . B yang
menerima Hadits dari A menyampaikannya pada C (L. 62H W.102 H). Lalu C
menyampaikan Hadits tersebut pada D (L. 15H W. 75H) dan E (L. 20H W. 80H)
sekaligus. Bagaimana pendapat saudara tentang ketersambungan sanad melihat
rangakaian periwayatan oleh para perawi di atas?. Uraikan disertai argumen yang baik!.

Jawab:
Tidak selalu terdapat keseragaman pendapat para ulama mengenai konsep
kebersambungan sanad. Imam Bukhari dan Imam Muslim adalah dua ulama hadits yang
kitab haditsnya didaulat sebagai kitab hadis yang paling autentik dalam periwayatan
hadits, namun demikian keduanya memiliki sedikit perbedaan pendapat berkaitan
dengan kriteria ittishalu sanad.

Menurut Bukhari, sebuah sanad baru diklaim bersambung apabila telah memenuhi
dua kriteria, yaitu, al-liqa, yakni adanya pertautan langsung antara satu perawi dengan
perawi berikutnya, yang ditandai dengan adanya sebuah aksi pertemuan antara murid
yang mendengar secara langsung dari gurunya; kedua, al-mu’asharah,  yakni terjadi
persamaan hidup antara seorang guru dan muridnya, dengan kata lain sezaman.

Berbeda dengan Muslim, yang memberikan kriteria ketersambungan sanad cukup


pada kriteria mu’asharah, dengan alasan bahwa antara satu perawi dengan perawi
berikutnya begitu seterusnya ada kemungkinan bertemu karena keduanya hidup dalam
kurun waktu yang sama sementara tempat tinggal mereka tidak terlalu jauh bila diukur
dengan kondisi saat itu. Dengan demikian Muslim merasa cukup memberikan satu
kriteria mu’asharah dengan keyakinan tersebut. Namun demikian dari perbedaan
kriteria tersebut bukan berarti Muslim tidak memperhatikan pertemuan antara perawi,
Muslim juga memperhatikan hal tersebut meski tidak disampaikan secara eksplisit
sebagaimana Bukhari.
Dalam mensyarati sebuah hadis yang dapat dinyatakan bersambung sanadnya
tidak lepas pula pada keadaan perawi yang mesti bersifat tsiqah dan antara
masing-masing periwayat dengan periwayat terdekat sebelumnya dalam sebuah
sanad  benar-benar telah terjadi hubungan periwayatan hadis secara sah menurut
ketentuan tahammul wa adâ’ al-hadîts (proses transmisi hadits). Karena meskipun
dalam sanad tersebut perawinya berurutan dan bersambung jika perawinya tidak
tsiqah maka hadits tersebut tidak dapat dikatakan shahih, dikarenakan ini
termasuk salah satu dari kriteria keshahihan hadits.

4. Dalam kitab Shahih Bukhari, dapat kita temukan Hadits berikut. Buatlah skema
sanadnya!.

ٍ ِ ‫ ح َّدثََنا ي ْحيى ْب ُن‬:‫ال‬ َ َ‫ ق‬،‫س اَل ٍم‬


َ ‫ َع ْن أَِبي‬،‫س عيد‬
‫ َع ْن‬،‫س لَ َم َة‬ َ َ َ َ َ َ‫ ق‬،‫ض ْي ٍل‬ َ ُ‫َخ َب َر َنا ُم َح َّم ُد ْب ُن ف‬
ْ ‫ أ‬:‫ال‬ َ ‫َح َّدثََنا ُم َح َّم ُد ْب ُن‬
" ‫َّم ِم ْن َذ ْن ِب ِه‬ ِ
َ ‫س ًابا ُغف َر لَ ُه َما تَقَد‬
ِ ْ ‫ان إِيما ًنا و‬
َ ‫احت‬ َ َ َ ‫ض‬ َ ‫ام َر َم‬
َ‫ص‬
ِ
َ ‫ " َم ْن‬: ‫سو ُل اللَّه‬ ُ ‫ال َر‬
َ َ‫ ق‬:‫ال‬َ َ‫ ق‬،َ‫أَِبي ُهَر ْي َرة‬

Jawab:
Hadits tersebut memiliki arti yaitu:
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Salam(1) berkata, telah
mengabarkan kepada kami Muhammad bin Fudlail(2) berkata, telah menceritakan
kepada kami Yahya bin Sa'id(3) dari Abu Salamah(4) dari Abu Hurairah(5) berkata;
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang berpuasa karena
iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu".

Skema sanad: (halaman berikutnya)


‫سو ُل اللَّ ِه صلى اهلل عليه وسلم‬
‫َر ُ‬

‫ال‬
‫قَ َ‬

‫أَِبي ُه َر ْي َرةَ‬
‫ال‬
‫قَ َ‬

‫أَِبي َ‬
‫سلَ َم َة‬

‫ال‬
‫قَ َ‬
‫ي ْحيى ْب ُن س ِع ٍ‬
‫يد‬ ‫َ‬ ‫َ َ‬

‫ال‬
‫قَ َ‬

‫ض ْي ٍل‬
‫ُم َح َّم ُد ْب ُن فُ َ‬

‫َح َّدثََنا‬

‫ساَل ٍم‬
‫ُم َح َّم ُد ْب ُن َ‬

Anda mungkin juga menyukai