Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam kajian hadis sebagai sumber kedua setelah al-Qur’an meliputi kajian
sanad dan matan. Dalam perkembangannya, pemahaman hadis dari waktu ke
waktu menunjukkan perkembangan yang berarti, baik dari kajian sanad, matan
maupun beberapa cara yang ditawarkan oleh ahli hadis sebagai upaya menggali
dan menemukan makna yang dikandung dari hadis-hadis Nabi SAW. Yang perlu
dikaji lebih mendalam terkait dengan matan hadis adalah memahami hadis
tersebut secara luas dan menyeluruh sehingga mendapatkan makna
sesunggunguhnya dan maksud dari tujuan hadis tersebut. Karena berbeda-bedanya
pemahaman dalam memahami hadis, yang dapat mempengaruhi dalam
penyampaian hadis tersebut, bisa saja berkurang bisa juga bertamabah. Pada
kenyataanya terdapat hadis-hadis yang sukar dipahami secara seimbang, akibatnya
adalah salah dalam memahami bahkan timbul kontradiksi antara satu dengan yang
lainnya. Untuk itu, perlunya pemahaman hadis secara komperhensif. Hal lain yang
perlu dikaji lebih mendalam, terkait dengan matan hadis adalah mengaplikasi kan
hadits sesuai dengan makna hadis pada era kekinian. Tanpa kontektualisasi, hadis
hanya akan menjadi doktrin kering yang tidak familiar dengan problem
masyarakat.
Berbagai upaya untuk mengembangkan seperangkat kaidah dan
metodologi kritik matan hadis telah dilakukan dalam upaya memahami hadits,
tidak hanya fokus pada aspek sanad melainkan juga ditujukan pada aspek matan.
Kedua aspek ini sama-sama menempati posisi penting dalam menentukan
kebenaran dan kevalidtan hadis. Dengan sendirinya,suatu hadis dapat dikatakan
sahîh apabila sanad dan matan-nya sahîh. Seiring perkembangan ilmu
pengetahuan dewasa ini, baik ilmu-ilmu sosial maupun ilmu-ilmu kealaman, teori
yang berlaku dalam disiplin ilmu tersebut juga dimungkinkan untuk dipergunakan
dalam memperkaya khazanah pemikiran di bidang kritik matan hadis, apalagi
sejauh ini belum ditemukan literatur yang secara komprehensif dan sistematis

1
menjelaskan langkah-langkah metodologis-holistik dan komprehensif dalam
proses kritik matan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Matan?
2. Apa saja prinsip dalam memahami matan hadits?
3. Apa saja problem serta solusi dalam memahami matan hadits?

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1.Pengertian Matan Hadits


Kata Matan atau Al – matan menurut bahasa berarti ; keras, kuat, sesuatu
yang nampak yang asli. ‫ =ماارتفع وصلب من االرض‬Tanah tinggi dan keras
‫ = متن الكتاب‬Kitab asal (yang diberikan Syarah / penjelasan). Dalam perkembangan
karya penulisan ada matan dan ada Syarah. Matan disini dimaksudkan karya atau
karangan asal seseorang yang pada umumnya menggunakan bahasa yang
universal, padat dan singkat sedang syarah- nya dimaksudkan penjelasan yang
lebih terurai dan terperinci. Dimaksud dalam konteks Hadits, Hadits sebagai
matan kemudian diberikan Syarah atau penjelasan yang luas oleh para ulama,
misalnya Shahih al-Bukhari di-Syarah-kan oleh Al-Asqalani dengan nama Fath
Al-Bari dan lain-lain.
Menurut istilah matan adalah :

‫ما ينتهي إليه السند من الكالم‬

Sesuatu kalimat setelah berakhirnya Sanad.


Definisi lain menyebutkan :
‫الفاظ الحديث التي تقوم بها معانيه‬

Beberapa lafal hadits yang membentuk beberapa makna. Berbagai redaksi


definisi matan yang diberikan para ulama, tetapi intinya sama yaitu materi atau isi
berita hadits itu sendiri yang datang dari Nabi Muhammad Shalallahu alaihi
wassalam. Matan hadits ini sangat penting karena yang menjadi topik kajian dan
kandungan syari’at Islam untuk dijadikan petunjuk dalam beragama.
Menurut istilah matan juga dapat diartikan sebagai bunyi atau kalimat yang
terdapat dalam hadits yang menjadi isi riwayat.1
Matan dari segi bahasa artinya membelah, mengeluarkan, mengikat.
Sedangkan menurut istilah ahli hadits, matan yaitu; Perkataan yang disebut pada
akhir sanad, yakni sabda Nabi yang disebut sesudah habis disebutkan sanadnya.2

1
Abdul Majid,Ulumul Hadits,(Jakarta, AMZAH,2010) Hal 103
2
https://immimpangkep.ponpes.id/

3
Makna dari matan hadits hanyalah isi hadits itu sendiri. Matan juga tidak
menentukan shohih atau tidaknya sebuah haidts, karena hanya rawi dan sanad
yang dapat menjadi indikasi keshohihan sebuah hadits. Jika sanad dan rawinya
sudah sempurna, maka matannya bisa diamalkan.
Contoh matan hadits dibawah ini, ditandai dengan kalimat yg bercetak tebal :

،‫هَ ْي ٍل‬g‫و ُس‬ggُ‫ك ْب ِن َأبِي عَا ِم ٍر َأب‬


ِ ِ‫ َح َّدثَنَا نَافِ ُع بْنُ َمال‬:‫ قَا َل‬،‫اعي ُل بْنُ َج ْعفَ ٍر‬
ِ ‫ َح َّدثَنَا ِإ ْس َم‬:‫ال‬ ِ ِ‫َح َّدثَنَا ُسلَ ْي َمانُ َأبُو ال َّرب‬
َ َ‫ ق‬،‫يع‬
‫ َوِإ َذا َو َع! َد‬،‫َّث َك! َذ َب‬
َ ‫ ِإ َذا َح! د‬:‫ث‬
ٌ َ‫ق ثَل‬ َ ‫ َع ِن النَّبِ ِّي‬،َ‫ ع َْن َأبِي هُ َر ْي َرة‬،‫ع َْن َأبِي ِه‬
ِ ِ‫ آيَ !ةُ ال ُمنَ!!اف‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم قَا َل‬
َ‫ َوِإ َذا اْؤ تُ ِمنَ َخان‬، َ‫َأ ْخلَف‬

Telah menceritakan kepada kami Sulaiman Abu ar Rabi’ berkata, telah


menceritakan kepada kami Isma’il bin Ja’far berkata, telah menceritakan kepada
kami Nafi’ bin Malik bin Abu ‘Amir Abu Suhail dari bapaknya dari Abu
Hurairah. Dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: “Tanda-tanda
munafik ada tiga; jika berbicara dusta, jika berjanji mengingkari dan jika diberi
amanat dia khianat.” (HR. Bukhari)

2.2. Prinsip-Prinsip Dalam Memahami Matan Hadits


Tujuh Prinsip Pemaknaan Hadits menurut Dr.H.Syamsudin, M.Ag
1. Prinsip konfirmatif, yaitu menkonfirmasi makna hadits dengan petunjuk al-
Quran, mengingat sumber prinsip hadits adalah al-Quran, dan hadits adalah
bayan bagi al-Quran.
2. Prinsip tematis komprehensif, teks-teks hadits dipahami sebagai kesatuan yang
integral, sehingga dalam pemaknaannya harus dipertimbangkan hadirs lain
yang relevan guna pencarian makna yang komprehensif.

3. Prinsip linguistik, mengingat hadits terlahir dalam wacana kultural dan bahasa
Arab, maka prosedur-prosedur gramatikal bahasa Arab harus diperhatikan.

4. Prinsip historik, yaitu memahami latar belakang sosiologis masyarakat Arab


secara umum maupun situasi-situasi khusus yang melatar belakangi munculnya
hadis nabi, termasuk di dalamnya kapasitas dan fungsi Rasul Allah ketika
menyampaikan sabdanya.

4
5. Prinsip realistik, yakni selain memahami latar situasional masa lalu di mana
suatu hadits muncul, juga memahami latar situasional kekinian masyarakat
dengan melihat realitas kehidupan dan problem krisis yang di alami.

6. Prinsip distingsi etis dan legis, bahwa hadits-hadits hukum tidak saja dipahami
sebagai kumpulan aturan hokum. Lebih dari itu, ia mengandung nilai-nilai
etis yang dalam.

7. Prinsip distingsi instrumental dan intensional. Hadis nabi disamping memiliki


dimensi instrumental (wasilah) yang sifatnya temporal dan partikular, juga
memiliki dimensi intensional (ghayah) yang sifatnya permanen dan universal.
Dalam hal ini niscaya untuk diketahui antara cara yang ditempuh dengan
tujuan asasi yang hendak diwujudkan oleh Rasul Allah terkait dengan
sabdanya3.

Kritik matan dikenal dalam ilmu hadis dikenal dengan istilah naqd al-dakhili,
juga dikenal dengan istilah naqd al-matan, kritik matan ini juga dilakukan dengan
upaya untuk meneliti keotentikan hadis, yaitu dengan menguji keberadaan hadis,
apakah ia telah benar-benar telah memenuhi syarat-syarat keshahehannya. Adapun
syarat keshahehan matan hadis menurut para ulama adalah :
(1). Tidak terdapat syuzuz (kejanggalan) pada matan hadis yang sanadnya shaheh
(2). Tidak terdapat illat (cacat) pada matan hadits yang juga sanadnya shaheh.

Berikut penjelasan mengenai syuzuz dan illat :


1. Terhindar dari Shadh
Shadh adalah adanya pertentangan dari perawi yang thiqah dengan
Perawi yang lebih kuat atau lebih thiqah darinya. Definisi shadh menurut al-
Shafi‘i yaitu jika seorang perawi thiqah meriwayatkan hadis yang bertentangan
dengan hadis para perawi lain, maka hadis tersebut dinamakan hadis shadh yakni
tertolak, dan berbeda dengan hal itu, yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang
perawi thiqah yang tidak diriwayatkan oleh perawi thiqah lainnya maka hadis itu
maqbul jika perawi tersebut ‘adl, dabit, dan Hafizh. Sedangkan menurut Ibnu
Qayyim al-Jawziyyah, dikatakan shadh apabila bertentangan dengan hadis yang
diriwayatkan oleh perawi-perawi thiqah. Jika seorang perawi thiqah meriwayatkan
3
(htttps:pwmu.co/205391/08/21/memahami-hadits-nabi-begini-prinsipnya/)

5
hadis secara menyendiri dan tidak ada hadis yang diriwayatkan oleh perawi-
perawi thiqah yang bertentangan dengan hadis tersebut, maka hal demikian tidak
dinamakan shadh. Contoh shadh dalam matan seperti hadis yang diriwayatkan
oleh al-Tirmidhi sebagai berikut:.
‫ عن ابي‬،‫لح‬gg‫دثنا االعمش عن ابي ص‬gg‫ ح‬: ‫ال‬gg‫اد ق‬gg‫د بن زي‬gg‫د الواح‬gg‫دثنا عب‬gg‫ح‬:‫ال‬gg‫دي ق‬gg‫اذ العق‬gg‫حدثنا بشر بن مع‬
‫ اذا صلي أحدكم ركعتي الفجر فليضطجع علي يمينه‬: ‫ رسول هللا صم‬:‫ قال‬،‫حريرة‬.

Bishr ibn Mu‘adh al-‘Aqadi telah menceritakan kepada kami, ia berkata:


‘Abd al-Wahid ibn Ziyad telah menceritakan kepada kami, ia berkata: al-A‘mash
telah menceritakan kepada kami, dari Abu Salih, dari Abu Hurayrah, ia berkata:
Rasulullah SAW. bersabda: “apabila salah satu dari kalian sudah melaksanakan
dua rakaat salat fajr, maka hendaklah ia berbaring ke samping kanannya”

Menurut al-Bayhaqi, pada hadis ini ’Abd al-Wahid bertentangan Dengan


mayoritas perawi, karena perawi-perawi lain meriwayatkan hadis Tersebut dari
perbuatan Nabi SAW. (fi‘li) bukan dari perkataannya. Selain Itu, ‘Abd al-Wahid
menggunakan lafadz ini dari perawi thiqah lain yang merupakan sahabat al-
A‘mash. Berikut hadis yang Diriwayatkan oleh perawi-perawi thiqah tersebut

Hadis yg diriwayatkan Ibnu Majah:

‫رى عن‬gg‫ عن ازه‬، ‫حاق‬gg‫د ارحمن بن اس‬gg‫عن عب‬، ‫ة‬gg‫ماعيل بن علي‬gg‫دثنا إس‬gg‫ ح‬: ‫ال‬g‫حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة ق‬
‫ كان النبي رسولوهللا ص م اذا صلي ركعة الفجر اضطجع علي شفه االيمن‬:‫ قالت‬،‫عن عاءشه‬، ‫عروة‬

Abu Bakr ibn Abi Shaybah telah menceritakan kepada kami, ia berkata:
Isma’il ibn ‘Ulayyah telah menceritakan kepada kami dari ‘Abd al-Rahman Ibn
Ishaq dari al-Zuhri dari ‘Urwah dari ‘Aishah, ia berkata: “Rasulullah SAW.
Ketika sudah melaksanakan salat sunnah fajar dua rakaat, beliau Berbaring di atas
pinggang kanannya”.

Hadis yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari:

‫ة‬g‫ عن عاءش‬،‫ير‬g‫روة بن ازب‬g‫ود عن ع‬g‫ قال حدثني ابول االس‬،‫ حدثنا سعيد بن أبي أيوب‬،‫حدثنا عبدهللا بن يزيد‬
‫ كا ن انبي ص م اذا صلي ركعتي الفجر اضطجع علي شفه االيمن‬: ‫ قالت‬،‫رضي هللا عنها‬

Abd Allah ibn Yazid telah menceritakan kepada kami, Sa‘id ibn Abu
Ayyub telah menceritakan kepada kami, ia berkata: Abu al-Aswad telah

6
menceritakan kepadaku, dari ‘Urwah ibn al-Zubayr, dari ‘Aishah RA., ia Berkata:
“Rasulullah SAW. Ketika sudah melaksanakan salat sunnah fajar Dua rakaat,
beliau berbaring di atas pinggang kanannya”.
Adanya shadh pada hadis yang diriwayatkan oleh al-Tirmidhi Tersebut
dapat ketahui setelah dibandingkan dengan hadis lain yang Diriwayatkan oleh
Ibnu Majah dan al-Bukhari. Hadis yang di dalam Matannya terdapat shadh
diukumi da’if, karena unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh suatu matan yang
berkualitas sahih yaitu terhindar dari suddhudh dan ‘illat.

2. Terhindar dari ‘Illat


‘Illat merupakan sebab yang tersembunyi dan juga samar yang merusak
keShahihan hadis, sedangkan secara zahir nampak selamat dari ‘illat. Adapun
keberadaan ‘illat, terkadang terdapat dalam sanad, terkadang dalam matan, dan
juga terkadang ada pada sanad dan matan sekaligus. ‘Illah pada matan menurut
ulama hadis mutaqaddimin berdasarkan pendapat al-Daruqutni yaitu setiap
sesuatu yang terdapat pada matan atau nas{ hadis yang dapat merusak matan yang
disebabkan adanya wahm, kesalahan, qalb, dan masuknya matan hadis pada matan
hadis lain, atakesalahan, qalb, dan masuknya matan hadis pada matan hadis lain.4
Sebab bisa jadi, suatu hadis yang sanadnya shaheh akan tetapi dari segi
matan terdapat syuzuz dan illat (kejanggalan dan kecacatannya) jika
dibandingklan dengan hadis yang lain sama.Dalam kaitan tersebut, Salahuddin
Ahmad al Adabi telah merumuskan empat kriteria untuk melakukam kritik matan,
menurutnya bahwa matan hadis itu dinilai shaheh bahwa :
a. Tidak bertentangan dengan al-Qur’an.
b. Tidak bertentangan dengan hadis lain dan sirah Nabi yang shaheh.
c. Tidak bertentangan dengan akal yang sehat, panca indra dan fakta sejarah.
d. Susunan pernyataanya menunjukakan ciri-ciri sanad kenabian5.

2.3. Problem dan solusi dalam memahami matan hadits


4
Latifah Anwar, Implikasi Perbedaan Redaksi Matan Terhadap Kulitas Hadits,( Surabaya UIN
Sunan Ampel,2018)hal 31-34
5
Alfiah dkk, Studi Imu Hadits, (Kreasi Edukasi,2016) hal.178

7
Penelitian Matan Secara umum ada tiga langkah metologis kegeiatan
penelitian matan hadits, yaitu:

a. Meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya.


Dalam penelitian hadits, ulama mendahulukan penelitian sanad atas matan.
Hal ini bukan berarti bahwa sanad lebih penting dari pada matan. Bagi ulama
hadits, dua bagian riawayat hadits itu samasama penting, hanya saja penelitian
matan barulah mempunyai arti apabila sanad bagi matan hadits yang
bersangkutan telah jelas dan memenuhi syarat. Tanpa adanya sanad, maka suatu
matan tidak dapat dinyatakan sebagai berasal dari Rasulullah Saw. Ulama hadits
menganggap penting penelitian matan untuk dilakukan, setelah sanad bagi matan
itu telah diketahui kualitasnya, dalam hal ini kualitas shahih, atau minimal tidak
termasuk berat kedhaifannya. Matan dan sanad yang sangat dhaif tidak perlu
diteliti sebab hasilnya tidak akan memberi manfaat bagi kehujjahan hadits yang
bersangkutan.
b. Meneliti susunan matan semakna.
1). Terjadi perbedaan lafadz
Menurut ulama hadits, perbedaan lafaz yang tidak mengakibat- kan
perbedaan makna, asalkan sanadnya sama-sama shahih, maka hal itu dapat
ditoleransi. Cukup banyak matan hadits yang semakna dengan sanad yang sama-
sama shahihnya tersusun dengan lafaz yang berbeda. Misalnya contoh hadits di
bawah ini:

 Hadits riwayat al-Bukhari


Muhammad telah menceritakan kepada kami, ‘Amr ibn Abi Salamah
Telah menceritakan kepada kami, dari al-‘Awza’i, ia berkata: Ibnu Shihab telah
mengabarkan kepadaku, ia berkata: Sa‘id ibn al-Musayyab Telah mengabarkan
kepadaku bahwa Abu Hurayrah RA. Berkata: saya Mendengar Rasulullah SAW.
Bersabda : Hak seorang muslim terhadap Muslim lainnya ada lima yaitu:
menjawab salam, menjenguk orang sakit, Mengantarkan jenazah, memenuhi
undangan, dan mendoakan orang yang Bersin.
 Hadits Riwayat Muslim

8
Yahya ibn Ayyub telah menceritakan kepada kami dan Qutayah dan Ibnu
Hujr, mereka berkata: Isma‘il yaitu Ibnu Ja‘far telah menceritakan Kepada kami
dari al-‘Ala’ dari ayahnya, dari Abu Hurayrah bahwa Rasulullah SAW. Bersabda:
saya mendengar Rasulullah SAW. Bersaba: “hak seorang muslim atas muslim
lainnya ada enam perkara” Ditanyakan: apa itu wahai Rasulullah?
Rasulullah bersabda: apabila Engkau berjumpa dengannya maka
sampaikan salam, dan apabila ia Mengundangmu maka penuhilah
undangannya, dan apabila ia meminta Nasehat maka berilah ia nasehat, dan
apaila ia bersin lalu mengucapkan Alhamdulillah maka ucapkanlah
yarhamuka Allah, dan apabila ia sakit Maka jenguklah, dan apabila ia mati
maka antarkan jenazahnya”

 Hadis riwayat Ibnu Majah


Abu Bakr ibn Abi Shaybah telah menceritakan kepada kami, ia berkata:
Muhammad ibn Bashr telah menceritakan kepada kami, dari Muhammad Ibn
‘Amr, ari Abi Salamah, dari Abu Hurayrah, ia berkata: Rasulullah SAW.
Bersaba: hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima yaitu Menjawab
salam, memenuhi undangan, menyaksikan jenazah, Menjenguk orang sakit,
dan mengucapkanlah yarhamuka Allah terhadap Orang yang bersin apabila
ia mengucapkan alhamdulillah6.

2). Akibat terjadinya perbedaan lafadz


Yaitu menggunakan metode muqaranah (perbandingan). Dalam hal ini
metode muqaranah tidak hanya ditujukan pada lafaz-lafaz matan saja, tetapi juga
pada masing-masing sanadnya, dengan menempuh metode muqaranah, maka akan
diketahui apakah terjadi perbedaan lafaz pada matan yang masih dapat ditoleransi
atau tidak. Metode ini sebagai upaya lebih mencermati susunan matan yang lebih
dapat dipertanggung jawabkan keasliannya.

c. Meneliti kandungan matan


Adapun cara untuk meneliti kandungan matan yaitu sebagai berikut:

6
Latifah Anwar, Implikasi Perbedaan Redaksi Matan Terhadap Kua;itas Hadits,(Surabaya, UIN
SUNAN AMPEL, 2018) hal 8-9

9
1. Kandungan matan yang sejalan
Untuk mengetahui ada atau tidak adanya matan lain yang memiliki topik
masalah yang sama, perlu dilakukan takhrijul hadits bi al-maudhu’. Apabila
ternyata ada matan lain yang bertopik sama, maka matan itu perlu diteliti
sanadnya. Jika sanadnya memenuhi syarat, maka kegiatan muqaranah perlu
dilakukan.

2. Membandingkan kandungan matan yang tidak sejalan


Dalam hal ini jika sejumlah hadits Nabi yang tidak tampak sejalan atau
tampak bertentangan dengan hadits lain atau ayat Al-Qur’an, maka pasti ada yang
melatar belakanginya. Dalam hal ini digunakan pendekatan-pendekatan yang sah
dan tepat sesuai dengan tuntutan kandungan matan yang bersangkutan.

3. Menyimpulkan hasil penelitian


Setelah langkah-langkah di atas ditempuh, maka langkah terakhir dalam
penelitian matan ialah menyimpulkan hasil penelitian matan. Karena kualitas
matan hanya dikenal dua macam saja, yakni shahih dan dhaif, maka kesimpulan
penelitian matan akan berkisar pada dua macam kemungkinan tersebut.
Selanjutnya dalam penelitian matan hadits terdapat beberapa hal, yaitu;
pertama jika dalam matan hadits terdapat tanda-tanda kepalsuan seperti
lemah lafaznya, rusak maknanya atau bertentangan dengan teks alQuran yang
shahih atau sebagainya, maka yang tepat untuk mengetahui sumbernya ialah
melihat kitab-kitab al-maudhu’at (kitab-kitab tentang hadits maudhu’). Dengan
kitab-kitab ini dapat diketahui hadits yang mempunyai sifat-sifat tersebut di atas,
semisal takhrijnya, bahasan, dan penjelasan tentang orang yang memalsukannya.
Di antara kitab-kitab tentang hadits maudhu’ yang disusun berdasarkan huruf
hijaiyah adalah al-maudhuah al-kubrah karya Syekh Ali al-Qari al-Harawi, dan
kitab yang disusun berdasarkan bab-bab fikih adalah Tanzihu syari’ah al-
Marfu’ahanil ahadits syaniyah al-maudhu’ah bin Muhammad bin Iraq al-Kinany.
Karya Abul Hasan Ali .
Kedua Jika matan itu termasuk hadits qudsi, maka sumber yang tepat
untuk mencarinya adalah kitab-kitab yang khusus menghimpun hadits qudsi,
karena di dalamnya disebutkan perawinya secara lengkap.Di antara kitab-kitab

10
tersebut adalah Misyakatul anwarfi ma ruwiyah anillahi subhanahu wa ta’ala
minal akhbar, karya Muhyidin Muhammad bin Ali bin Arabi al-Khatimi al-
Andalusi,yang mengimpun 101 hadits lengkap dengan sanadnya. Al-
Ithafussaniyyah bil ahaditsi qudisiyah, karya Syekh Rauf al-Munawi.

Dalam kaitannya dengan hal di atas, maka menurut jumhur ulama hadits, bahwa
tanda-tanda matan hadist yang palsu adalah:
1. Susunan bahasanya rancu. Rasulullah Saw., yang sangat fasih dalam
berbahasa Arab dan memiliki gaya bahasa yang khas mustahil
mengeluarkan pernyataan yang rancu tersebut.
2. Kandungan pernyataan bertentangan dengan akal sehat dan sa- ngat sulit
ditafsirkan secara rasional.
3. Kandungan pernyataan bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam,
misalnya berisi ajaran untuk berbuat maksiat.
4. Kandungan pernyataan bertentangan dengan sunnatullah (hukum alam).
5. Kandungan pernyataan bertentangan dengan fakta sejarah.
6. Kandungan pernyataan bertentangan dengan petunjuk alQuran ataupun
hadist pe- tunjuk secara pasti mutawatir yang telah mengandung
7. Kandungan pernyataannya berada di luar kewajiban diukur dari petunjuk
umum ajaran Islam, misalnya: amalan tertentu yang menurut petunjuk
umum ajaran Islam dinyatakan sebagai amalan yang tidak seberapa, tetapi
diiming-imingi dengan balasan pahala yang sangat luar biasa7.

BAB 3

7
Mohamad S rahman Kajian Matan Dan Sanad Hadits Dalam Metode Historis, (Jurnal Al-syir’ah
Vol. 8, No.2, Des 2010) hal 429-432

11
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Kata Matan atau Al – matan menurut bahasa berarti ; keras, kuat, sesuatu yang
nampak yang asli. ‫ =ماارتفع وصلب من االرض‬Tanah tinggi dan keras
Matan dari segi bahasa artinya membelah, mengeluarkan, mengikat.
Sedangkan menurut istilah ahli hadits, matan yaitu; Perkataan yang disebut
pada akhir sanad, yakni sabda Nabi yang disebut sesudah habis disebutkan
sanadnya.
Kritik matan dikenal dalam ilmu hadis dikenal dengan istilah naqd al-
dakhili, juga dikenal dengan istilah naqd al-matan, kritik matan ini juga
dilakukan dengan upaya untuk meneliti keotentikan hadis, yaitu dengan
menguji keberadaan hadis, apakah ia telah benar-benar telah memenuhi
syarat-syarat keshahehannya. Adapun syarat keshahehan matan hadis menurut
para ulama adalah :
(1). Tidak terdapat syuzuz (kejanggalan) pada matan hadis yang sanadnya
shaheh
(2). Tidak terdapat illat (cacat) pada matan hadits yang juga sanadnya shaheh.

Terdapat 3 langkah dalam melakukan penelitian Matan, yaitu:

1. Meneliti matan dengan melihat kualitas sanadnya


2. Meneliti matan semakna
3. Meneliti kandungan matan

3.2 Saran

12
Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih banyak terdapat
kesalahan. Maka dari itu kami sangat memerlukan kritik serta saran pembaca
demi kesempurnaan makalah kami kedepannya. Semoga makalah ini dapat
menjadikan tambahan ilmu bagi pembaca.

13
DAFTAR PUSTAKA

Khon Majid, Abdul.2010.Ulumul hadits.Jakarta.: AMZAH

Rahman, mohamad.2010.Kajian Matan Dan Sanad Metode Historis. Jurnal


Al – Syir’ah Vol.8,No.2

Anwar Latifah,2018. Implikasi Perbedaan Redaksi Matan Tehadap


Kualitas Hadits .Surabaya: UIN Sunan Ampel

https://immimpangkep.ponpes.id/

htttps:pwmu.co/205391/08/21/memahami-hadits-nabi-begini-prinsipnya/

Alfiah dkk,2016. Studi Imu Hadits. Kreasi Edukasi

14

Anda mungkin juga menyukai