Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

DOKUMENTASI SANAD
(TAKHRIJ AL-HADIST)
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Studi Al-Qu’an dan Hadits

Dosen
Pengampu :

Dr. H. Abdurrahman Said, S.H.I, M.Pd

Oleh :
Ah mad Firori Il a Ilah i
22002012017

PASCASARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM AL-
QOLAM GONDANGLEGI MALANG
2020
KATA
PENGANTAR

Rasa syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena


atas rahmat dan hidayah- Nya kami dapat melaksanakan dan
menyusun makalah ini guna untuk memenuhi tugas mata kuliah
Materi “Dokumentasi Sanad” yang dibimbing oleh Dr. H.
Abdurrahman, S.H.I, M.Pd.
Atas hasil usaha penulis maka disusunlah makalah ini,
semoga dengan tersusunnya makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua khususnya teman-teman
PascaSarjana IAI Al-Qolam Gondanglegi Malang.
Dalam penyusunan makalah ini tentu ada banyak badai
yang menghantam selama proses berlangsung, dimana badai
inilah yang menyebabkan kurang sempurnanya susunan makalah
yang di buat. Kritik dan saran yang membangun selalu kami
nantikan agar makalah ini menjadi lebih baik dan dapat digunakan
sebagaimana mustinya.
Ucapan terimakasih patut kami ucapkan kepada Dr.
H. Abdurrahman, S.H.I, M.Pd. selaku dosen pembimbing mata
kuliah Materi Dokumentasi Sanad begitu pula teman- teman kelas
yang memberikan dukungan dan membantu kami dalam
memenuhi fasilitas yang kami butuhkan guna untuk memperlancar
penyusunan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat dan digunakan sebagaimana mustinya serta dapat
memenuhi salah satu kriteria tugas.

Bululawang, 3 Juli 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hadis merupakan salah satu sumber landasan syariat
islam selain Al-Qur’an. Menurut bahasa, hadis memiliki arti
‘berbicara, perkataan, percakapan’. Sedangkan pengertian
hadis menurut istilah yakni sesuatu yang disandarkan kepada
Nabi Muhammad yang berupa perkataan, perbuatan, dan
ketetapan. Di dalam hadis harus memuat 3 unsur yaitu sanad,
matan, dan rawi hadis. Pembicaraan ketiga unsur tersebut
sangat diperlukan karena berkaitan terhadap otentisitas isi
hadis.
Hadis merupakan sumber ajaran islam yang kedua
setelah al-Qur’an. Pada zaman Nabi sudah ada yang menulis
Hadis ini, tetapi jumlahnya sangat terbatas mengingat tidak
ada perintah oenulisan hadis dari Nabi sendiri dan perhatian
shahabat lebih tertuju pada al-Qur’an. Setelah sepeninggal
Nabi, Hadis-hadis mulai dibukukan dengan alasan
keterbatasan para ulama’ yang menghafal Hadis. Dalam
masa yang cukup panjang ini telah terjadi banyak pemalsuan
Hadis, sehingga untuk menjaga keaslian Hadis tersebut
sesuai apa yang disampaikan Nabi, perlu pendokumentasian
hadis dan perhatian khusus dari siapa Hadis diterima,
mengingat Hadis sebagai Hujjah kedua dalam Islam.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Apa pengertian dari sanad hadis?
2. Apa pengertian dari matan hadis?
3. Apa pengertian dari rawi hadis?
4. Apakah hubungan sanad dengan dokumentasi hadis?
5. Bagaimana penelitian sanad dan matan hadis?
6. Bagaimana periwayatan hadis berdasarkan lafal dan
makna?

C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah adalah :
1. Menjelaskan pengertian sanad hadis
2. Menjelaskan pengertian matan hadis
3. Menjelaskan pengertian rawi hadis
4. Menjelaskan hubungan sanad dengan dokumentasi hadis
5. Menjelaskan tentang penelitian sanad dan matan hadis
6. Menjelaskan tentang periwayatan hadis berdasarkan lafal
dan makna
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sanad dan Matan Menurut Ulama hadis


Sebuah hadis mengandung dua unsur yang masing-
masing dapat menentukan keberadaan, kualitas dan
kehujjahannya. Kedua unsur tersebut adalah sanad dan
matan, suatu pernyataan yang tidak mengandung keduanya
tidak dapat disebut hadis, sebaik apapun kandungannya.
1. Sanad Menurut Ulama’ Hadis
a. Pengertian Sanad
Sanad secara bahsa berarti pedoman,sandaran,atau
sesuatu yang tinggi karena sanad menjadi pedoman,
pegangan dan sandaran dalam periwayatan hadis dan
mengangkat hadis menuju sumbernya, yaitu Nabi SAW.
Secara istilah, sanad adalah jalan menuju matan, yaitu
mata rantai periwayat dari mukhorrij sampai pada sohib
al-matan, yaitu Rasulullah.
Sementara Ibn Hajar dalam Syarh Nukhbah al-fikar
mendifisinikan sanad atau isnad dengan :
<‫ا<ل<ط<ر<ي<ق< ا<ل<م<وص<و<ل<ة< ا<ل<ى‬
<‫ا<ل<م<ت<ن‬
“Jalan yang menghubungkan ke matan” 1
Dapat dikatakan bahwa sanad adalah sarana atau
jalan untuk menuju ke materi hadis, jalan tersebut berisi
rangkaian para periwayat dari zaman ke zaman yang
meriwayatkan matan hadis dari Rasulullah yang
selanjutnnya jalan ini menjadi sandaran para ahli hadis
dalam meneliti keauntetikan suatu hadis. Dengan adanya
mata rantai periwayat tersebut, suatu hadis dapat diteliti
apakah sanadnya tersambung atau terputus,
periwayatnya stiqah atau tidak, terdapat cacat,
kejanggalan atau tidak, sehingga diketahui dengan jelas
status keauntetikan hadis tersebut berdasar keberadaan
sanadnya. Dengan demikian menurut istilah ahli hadis,
sanad adalah jalan yang menyampaikan kita pada matan
hadis. Apabila seorang berkata, “Dikabarkan kepadaku

1
Ratibah Ibrahim Khitab Tahun, Mabahits Fi Dirasat…, h. 9.
oleh Malik yang menerimnya dari Nafi’ yang
menerimanya dari “Abd ibn ‘Umar bahwa Rasulullah
SAW bersabda…” maka perkataan periwayat itu disebut
sanad.
2. Matan Hadis
Kata matan atau al-matan, menurut bahasa berarti
ma shaluba wa irtafa’a min al-ardhi (tanah yang
meninggi). Secara terminologis, istilah matan memiliki
beberapa definisi, yang pada dasarnya maknanya sama,
yaitu materi atau lafal hadis itu sendiri. Atau bisa disebut
juga sebagai redaksi hadis, penulisan matan
ditempatkan setelah sanad dan sebelum rawi.
Menurut Ath- Thibi, mendefinisikan dengan : “Lafal-lafal
hadis yang di dalamnya mengandung makna-makna
tertentu” (Ajjaj al-Khathib)
Contoh matan hadis :
Artinya : “Seandainya tidak memberatkan terhadap
umatku, niscaya aku suruh mereka untuk bersiwak
setiap akan melakukan salat”
3. Rawi Hadis
Kata rawi atau ar-rawi, berarti orang yang
meriwayatkan atau memberikan hadis (naqli al-hadis).
Sebenarnya, antara sanad dan rawi itu merupakan dua
istilah yang hampir sama. Sanad-sanad hadis pada tiap-
tiap thabaqah atau tingkatannya juga disebut para rawi
jika yang dimaksud rawi adalah orang yang
meriwayatkan dan memindahkan hadis. Begitu juga
perawi, pada tiap-tiap thabaqah-nya merupakan sanad
bagi thabaqah selanjutnya.
Akan tetapi yang membedakan antara kedua istilah di
atas, jika dilihat lebih lanjut adalah dalam 2 hal, yaitu
dalam hal pembukuan hadis, orang yang menerima
hadis-hadis, kemudian menghimpunnya dalam suatu
kitab tadwin, disebut dengan rawi. Dengan demikian
maka perawi dapat disebut mudawwin (orang yang
membukukan dan menghimpun hadis), sedangkan
orang-orang lain tanpa membukukannya yang demikian
disebut sanad hadis.
Kitab-kitab hadis :
1) Mushannaf Said bin Manshur (227 H)
2) Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (235 H)
3) Musnad Imam Ahmad bi Hanbal (241 H)
4) Shahih Al Bukhari (251 H)
5) Shahih Muslim (261 H)
6) Sunan Abu Daud (273 H)
7) Sunan Ibnu Majah (273 H)
8) Sunan At-Tirmidzi (279 H)
9) Sunan An-Nasa’i (303 H)
10) Al-Muntaqa fil Ahkam Ibnu Jarud (307 H)
11) Tahdzibul Atsar Ibnu Jarir Ayh-Thobari (310 H)
B. Peranan Sanad dan Hubungannya dengan Dokumentasi
Hadis
1) Dokumentasi Sanad Hadis
Sanad merupakan rangkaian periwayat yang menjadi
sumber pemberitaan hadis. Sanad dan matan hadis memiliki
hubungan yang sangat erat sehingga tidak bisa dipisahkan,
keberadaan sanad dan hadis sangan menentukan sahih
tidaknya suatu hadis.
Dokumentasi sanad dimulai bersamaan dengan
dokumentasi hadis. Salah satu keistimewaan hadis dari
dokumen sejarah yang ada di dunia adalah tertulisnya data-
data orang yang menerima dan meriwayatkan hadis tersebut
dengan sanad.2 Adapun penulisan hadis sudah dimulai sejak
zaman Nabi Muhammad SAW, tidak sedikit sahabat yang
menulis hadis diberbagai media seperti pelepah kurma, kulit
kayu, atau tulang hewan. Sebagaimana yang telah dilakukan
oleh ‘Abd bin Amr ‘As yang tulisan-tulisannya disebut al-
shohifah al-Sadiqoh, Jabir bin Abdullah Al-Ansori penulis
sahifah Jabir, Ali bin Abi Thalib dan sahabat sahabat yang
lain yang memiliki tulisan hadis. 3 Hanya saja kemungkinan
sanad telah ditulis bersamaan dengan penulisan hadis di
zaman ini sangatlah kecil. Sebab, kemungkinan besar
periwayat hadis yakni para sahabat mendengar hadis
tersebut langsung dari Rasulullah. Tanpa adanya perantara,
tampaknya sanad tidak perlu ditulis ketika itu dan
kemungkinan sanad mulai ditulis pasca masa sahabat ketika
2
Utang Ranuwijay, Ilmu Hadis (Jakarta:Gaya Media, 1996), h. 97.
3
M. Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadis (Jakarta;Bulan Bintang, 1991), h.80.
hadis mengalami proses penghimpunan resmi (masa
kodifikasi) yang direalisasikan oleh Ibn Syihab Al-Zuhri atas
perintah Khalifah “umr ibn Abd Al-Aziz. Terlebih Ibn Sirrin
mengatakan bahwa pasca fitnah orang mulai menanyakan
isnad, dan menyuruh periwayat hadis menyebutkan sanad
miliknya ketika meriwayatkan hadis. 4 Meskipun demikian,
tidak menutup kemungkinan sanad telah ditulis sebelum
masa kodifikasi resmi walaupun belum ditemukan data yang
menunjukkan hal tersebut.
Bukti dokumentasi hadis dapat dilihat dalam kitab-kitab
hadis, misalnya Al-kutub al-sittah (enam kitab hadis standart)
dan diantara kitab hadis yang lebih awal ditulisnya adalah
kitab al-Muwatta’ karya Imam Malik dan al-Musnad karya
Imam ibn Hambal. Dalam kitab tersebut, sanad hadis
terdokumentasi dengan baik dan tertib, yang menunjukkan
penelitian, keuletan, kesabaran, serta profesionalisme para
ahli hadis terdahulu. 5 Karena dizaman yang masih terbatas
sarana dan prasarana, mereka sadar penuh akan urgensi
sanad sebagai slah satu disiplin keilmuan. Dalam kitab kitab
hadis itu para mukhorrij hadis mendokumentasikan segala
bentuk sanad yang mencakup hadis-hadis yang mempenyai
banyak jalan sanad seperti hadis mutawattir dan masyhur,
ataupun jalan sanadnya sedikit seperti hadis ahad.
Pada zaman selanjutnya dokumentasi sanad hadis
mengalami perkembangan, para ulama mencurahkan
perhatian mereka pada sanad, sampai-sampai muncul kitab-
kitab yang dibuat khusus membahas tentang sanad, dari
berbagai generasi, tidak hanya nama yang mereka
cantumkan, tetapi segala hal yang berhubungan dengan
kualitas dan personalitas para periwayat. Bahkan, penilaian
para ulama’ hadis tentang pribadi periwayat tersebut dalam
hal kesalehan, kecerdasan, kekuatan daya hafalnya juga
mereka bahas. Pembahasan mereka dalam konteks ini
kemudian menjadi pedoman pakar hadis sesudahnya dalam
menilai keabsahan suatu hadis. Kitab yang membahas hal
tersebut dinamakan kitab Rijal Al-Hadits seperti al-ishabah fi

4
Nur Al-Din ‘Itr, Ulumul Hadits, Vol 1, h. 41.
5
Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, h. 67.
tamyiz al-sahabah dan kitab Taqrib Wat-Tahdzib karya Imam
Ibn Hajar Al-Asqalani dan lain sebagainya.
Pada masa-masa setelah terjadinya fitnah itu, Hadis
banyak ditumpangi berbagai kepentingan seperti kepentingan
politik, kultus individu, chauvinisme, fanatik madzhab, dan
lain-lain. Orang-orang yang tidak bertanggung jawab dengan
sengaja membuat Hadis-hadis palsu lengkap dengan
sanadnya, bahkan ada yang membuat sanad ali untuk
memperkuat kecenderungan mereka. Akibatnya, Hadis-hadis
palsu kemudian tersebar di kalangan masyarakat muslim
bercampur dengan Hadis-hadis yang sahih. Sebagian umat
Islam, tentunya, mengalami kesulitan dalam memilih mana
Hadis yang sahih dan mana yang palsu. Hanya saja, hal ini
tidak dibiarkan berlanjut terus menerus. Para ulama
mengantisipasi kekacauan ini dengan cara meneliti sanad
dan matan Hadis serta mengkaji keberadaan para
periwayatnya, apakah mereka terkena polusi kepentingan
seperti ahli bid’ah atau tidak, meskipun sebelumnya mereka
saling percaya dalam meriwayatkan hadis. Disamping itu
mereka juga menghimbau para khalayak untuk berhati-hati
dalam menerima hadis dan mereka melakukan ekspedisi
pencarian sanad yang lebih tinggi. 6
2) Peranan Sanad dalam Dokumentasi Hadis
Peranan sanad dalam dokumentasi Hadis dapat dilihat
pada beberapa hal berikut. Pertama, memelihara
keauntetikan matan Hadis. Kedua, menjaga Hadis dari
pemalsuan. Ketiga, untuk penelitian kualitas Hadis satu per
satu secara terperinci. 7 Keempat, peran sanad secara umum
adalah memelopori munculnya ilmu al-Jarhwa al-Ta'dil
sebagai suatu disiplin ilmu. Kelima, sanad sebagai ciri khas
keilmuan yang dimiliki umat Islam sebagai bukti historis
kebenaran suatu berita.
3) Penelitian Sanad dan Matan Hadis
a. Perlunya Penelitian Sanad dan Matan Hadis
Penelitian terhadap sanad dan matan hadis (sebagai
dua unsur pokok hadis) bukan karena hadis itu diragukan
otentisitasnya. Hadis merupakan sumber ajaran setelah
6
Nur al-Din ‘Itr, ‘Ulum Al-Hadits…, Vol. 1, h. 41-42.
7
Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadis, h. 98.
Al-qur’an. Penelitian ini dilakukan untuk menyaring unsur-
unsur kuat yang masuk kedalam hadis agar terhindar dari
segala yang mengotorinya.
Faktor yang paling utama perlunya dilakukan penelitian
ini, ada dua hal, yaitu karena beredarnya hadis palsu pada
kalangan masyarakat dan hadis tidak ditulis secara resmi
pada masa Rasulullah, sehingga penulisan dilakukan
hanya bersifat individu dan tidak menyeluruh.
b. Penelitian Para Ulama tentang Sanad dan Matan
Hadis
Penelitian hadis baik terhadap sanad maupun matan
mengalami evolusi, dari bentuknya yang sangat
sederhana sampai terciptanya seperangkat kaidah
secara lengkap sebagai salah satu disiplin dalam ilmu
agama, yang dikenal dengan ilmu hadis.
4) Periwayatan Hadis dengan Lafal dan Maknanya
Pembahasan atau penyederhanaan periwayatan
hadis yang ditunjukkan oleh para sahabat dengan sikap
kehati-hatiannya, tidak berarti hadis-hadis Rasul tidak
diriwayatkan.
Ada dua jalan para sahabat dalam meriwayatkan
hadis dari Rasulullah dengan jalan periwayat: lafzhi
(redaksinya sama persis seperti yang diwurudkan Rasul)
dan dengan jalan meriwayatkan maknawi (maknanya
saja).
a. Periwayatan Lafzhi
Periwayatan Lafzhi adalah periwayatan hadis yang
redaksi atau matannya sama persis seperti yang
diwurudkan Rasul. Kebanyakan sahabat pada dasarnya
mengharuskan periwayatan hadis melalui jalan ini,
mereka berusaha meriwayatkan hadis sesuai dengan
redaksi dari Rasul.
b. Periwayatan Maknawi
Periwayatan Maknawi adalah periwayatan hadis yang
redaksi matannya tidak sama persis dengan yang
didengarnya dari Rasul, tetapi isi atau maknanya sesuai
dengan yang dimaksudkan oleh Rasul tanpa ada
perubahan sedikitpun. Periwayatan dalam bentuk ini,
menurut sebagian sahabat dapat dibenarkan jika dalam
keadaan darurat karena tidak hafal persis seperti yang
diwurudkan Rasulullah SAW. Periwayatan hadis dengan
maknawi akan mengakibatkan munculnya hadis-hadis
yang redaksinya antara satu hadis dengan hadis lainnya
berbeda-beda, meskipun maknanya tetap sama.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari seluruh uraian pembahasan dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Sanad adalah silsilah para perawi yang meriwayatkan matan
dari sumber yang pertama. Musnad adalah hadis yang berisi
tentang sanad sehingga sampai pada Rasulullah SAW. Isnad
adalah keterangan rangkaian urutan sanad. Musnid adalah
orang yang menerangkan sanad.
2. Matan adalah redaksi hadis.
3. Rawi adalah orang yang meriwayatkan atau memberikan hadis.
4. Peranan dokumentasi sanad yaitu untuk pengamanan atau
pemeliharaan matan hadis dan untuk penelitian kualitas hadis
satu-persatu secara terperinci.
5. Perlunya penelitian sanad dan matan hadis untuk menjaga
kemurnian hadis dari hadis palsu dan hadis yang tidak ditulis
secara resmi pada masa Rasulullah SAW.
6. Periwayatan hadis dibagi menjadi dua, yakni periwayatan lafzhi
dan periwayatan maknawi.
DAFTAR
PUSTAKA

Ratibah Ibrahim Khitab Tahun. 2001. Mabahits Fi Dirasat. Bandung:Balai Pustaka


Utang Ranuwijay. 1996. Ilmu Hadis. Jakarta: Gaya Media
M. Syuhudi Ismail. 1991. Pengantar Ilmu Hadis. Jakarta: Bulan Bintang
Nur Al-Din. 2003. ‘Itr, Ulumul Hadits. Bandung: Wacana Prima

Anda mungkin juga menyukai