Anda di halaman 1dari 2

Sebagaimana kita ketahui, bahwa Nasakh adalah mencabut atau menghilangkan suatu

ketentuan hukum syarak, lalu menggantikannya dengan ketentuan hukum baru.


Sementara, takhshish itu pada prinsipnya hanya sekedar membatasi keumuman lafal. Namun
demikian, antara Nasakh dan takhshish acapkali terjadi kekaburan, tatkala Nasakh dipahami sebagai
pengkhususan suatu ketentuan hukum. Bagitu pula takhshish, ketika dimaksudkan pada
penganuliran sebagian ketentuan hukum dari seluruh satuan pengertiannya (afrad).
A. Persamaan Nasakh dengan takhshish.
1) Baik Nasakh atau takhshish sama-sama membatasi ketentuan hukum tersebut.
Kalau Nasakh membatasi ketentuan hukum dengan batasan waktu, sedang takhshish dengan
batasan materi.
Misalnya, dalam contoh penghapusan kewajiban bersedekah sebelum menghdap Rasul.
Seolah-olah masalah disitu hanya pembatasan ketentuan itu dengan waktu saja, sehingga
sepertinya dapat diungkapkan sebagai berikut: “Kalau akan menghadap Rasul itu, harus
memberikan sedekah dulu, kecuali setelah turun ayat yang meniadakan kewajiban itu”.
Ungkapan itu sepertinya hampir sama dengan kalimat: “Wanita yang ditalak suaminya itu
wajib beriddah tiga kali suci, kecuali bagi wanita yang ditalak sebelum dikumpuli”.
Oleh karena tampak adanya kesamaan antara keduanya itu sah-sah saja, maka ada
perbedaan pemahaman diantara para ulama. Ada sebagian ulama yang mengakui ada dan
terjadinya Nasakh itu, dan ada pula yang mengingkarinya, dan menganggap Nasakh itu adalah
sama saja dengan takhshish.
2) Nasakh sama dengan takhshish dalam hal sama-sama membatasi berlakunya sesuatu
ketentuan hukum syarak.
Nasakh menghapus dan menganti ketentuan hukum-hukum syarak, sedang takhshish
membatasi keumuman jangkauan hukum syarak.
3) Dalil yang me-nasakh sama dengan dalil yang men-takhshish.
Baik nasakh ataupun takhsis, dalil yang digunakan adalah sama yaitu berupa dalil syarak.
B. Perbedaan Nasakh dengan takhshish.
1) Lafal `Am (umum) setelah di-takhshish atau dibatasi, akan menjadi samar jangkauannya,
karena bentuknya masih tetap umum. Namun jangkauannya sudah terbatas, sehingga sudah
tidak bisa diketahui secara pasti lagi; apa saja yang masih dijangkau oleh lafal yang telah
di takhshish itu. Sementara, teks dalil yang telah di-mansukh itu sudah tidak berlaku lagi,
sehingga jangkauannya jelas sudah terhenti. Sebab, tujuan dari lafal yang me-nasakh itu
sesuai dengan kehendak Allah swt, bahwa berlakunya jangkauan lafal yang di-mansukh itu
hanya terbatas sampai kepada waktu yang telah ditentukan, menskipun bunyi teksnya bisa
menjangkau sepanjang masa.
Contohnya, seperti ketentuan wajib memberikan sedekah kepada fakir miskin, jika akan
menghadap atau bertanya kepada Rasulullah saw. Sebagaimana dalam ayat 12 surat al-
Mujadalah :

َ‫غفُورَ َّرحِ يم‬ ََّ ‫ن‬


َ َ‫ّللا‬ ْ َ ‫صدَقَةَ ذَلِكََ َخيْرَ لَّ ُك َْم َوأ‬
ََّ ِ ‫ط َه َُر فَإِن لَّ َْم ت َِجدُوا فَإ‬ َ ‫ي نَجْ َوا ُك َْم‬
َْ َ‫ل فَقَ ِد ُموا بَيْنََ يَد‬
ََ ‫سو‬ َّ ‫يَا أَيُّ َها الَّذِينََ آ َمنُوا إِذَا نَا َج ْيت ُ َُم‬
ُ ‫الر‬

“Hai orang-orang yang beiman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus denga
Rasul, hendaklah kalian mengeluarkan sedekah (kepada fakir miskin) sebelum pembicaraan
itu. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu dan lebih bersih; jika kamu tiada
memperoleh (yang akan disedekahkan), maka sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun
Lagi Maha Penyayang“.
Setelah situasi berubah, karena banyak Sahabat yang sebetulnya perlu bertanya kepada
beliau, tetapi karena tidak mempunyai dana untuk bersedekah, lalu tidak jadi menghadap /
bertanya. Lalu turunlah ayat 13 surat al-Mujadalah yang menghapuskan kewajiban
bersedekah tersebut, dan diganti dengan ketentuan baru, yaitu boleh saja mengahadap atau
bertanya kepada beliau, walau belum / tidak bersedekah lebih dahulu. Ayat tersebut adalah :
ََّ ‫سولَ َهُ َو‬
‫ّللاُ َخ ِبيرَ ِب َما‬ ََّ ‫الزكَا َة َ َوأَطِ يعُوا‬
ُ ‫ّللاَ َو َر‬ َّ ‫علَ ْي ُك َْم فَأَقِي ُموا ال‬
َّ ‫ص ََل َة َ َوآتُوا‬ ََ ‫صدَقَاتَ فَإ ِ َْذ لَ َْم ت َ ْف َعلُوا َوت‬
ََّ ‫َاب‬
َ ُ‫ّللا‬ َْ َ‫أَأ َ ْشفَ ْقت ُ َْم أَن تُقَ ِد ُموا َبيْنََ َيد‬
َ ‫ي نَجْ َوا ُك َْم‬
ََ‫ت َ ْع َملُون‬

“Apakah kalian takut (menjadi miskin) karena kalian memberikan sedekah sebelum
pembicaraan dengan Rasul. Maka, jika kalian tidak memeperbuatnya dan Allah memberi
tobat kepadamu, mak dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatlah kekpada Allah dan
Rasul-Nya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan“.
Jadi ketentuan ayat 12 surat al-Mujadalah itu sudah tidak berlaku lagi, setelah datangnya
ketentuan baru dari ayat 13 surat al-Mujadalah yang menghapuskan ketentuannya.
2) Ketentuan hukum yang dikecualikan dengan takhshish sudah sejak semula memang tidak
dikehendaki sama sekali. Sedangkan ketentuan hukum yang dihapuskan dengan Nasakh,
mulanya dikehendaki dan diberlakukan untuk beberapa saat lamanya. Tetapi setelah ada
perubahan situasi dan kondisi yang terjadi, maka ketentuan hukum tersebut dihapuskan dan
tidak diberlakukan lagi.
3) Nasakh itu membatalkan kehujjahan hukum yang di-mansukh, sedangkan takhshish tidak
membatalkan, melainkan hanya membatasi jangkauannya saja. Sedang ketentuan hukumnya
tetap berlaku bagi yang tidak dikecualikan dengan pembatasan tersebut.
4) Nasakh itu tidak bisa terjadi kecuali dalam al-Qur`an dan Sunnah, sedangkan takhshish bisa
saja terjadi dalam al-Qur`an dan Sunnah ataupun dalam hukum lain di luar al-Qur`an dan
Sunah.
Al-Zarqany menambahkan penjelasan mengenai perbedaan Nasakh dengan takhshish, yaitu dalil
yang me-nasakh, harus datang secara terpisah dan terkemudian dari dalil terdahulu. Sementara
dalil yang men-takhshish dalil umum dapat datang secara terdahulu, bersamaan dan
terkemudian. Bahkan, ada sebgaian kelompok ulama berpendapat bahwa dalil yang men-
takhshish harus datang secara berbarengan. Kalau tidak, maka hal itu bukan takhshish, melainkan
dalil yang me-nasakh kepada lafal umum.
Bahkan al-Amidi, mengemukakan perbedaanNasakh dengan takhshish menjadi sepuluh (10)
bagian, meskipun diantara keterangannya juga memiliki kesepahaman dengan ulama yang lain.
Sebagaimana dikutip oleh DR. Musthafa Said al-Khin. Diantara penjelasannya yang tidak
disebutkan di atas antara lain:
5) Bahwa Nasakh juga berlaku antara syari`at dengan syari`at sebelumnya,
sedangkan takhshish tidak demikian.
6) Bahwa kelompok Mu`tazilah menambahkan bahwa takhshish lebih umum dari Nasakh,
sehingga dapat dikatakan bahwa setiap Nasakhadalah takhshish, tetapi tidak
setiap takhshish itu adalah Nasakh.

Anda mungkin juga menyukai