Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Salah satu unsur penting yang digunakan sebagai pendekatan dalam
mengkaji Islam adalah Ilmu Ushul Fiqh, yaitu ilmu yang mempelajari kaidah-
kaidah yang dijadikan pedoman dalam menetapkan hukum-hukum syari’at yang
bersifat amaliyah yang diperoleh melalui dalil-dalil yang rinci. Melalui kaidah-
kaidah Ushul Fiqh akan diketahui nash-nash syara’ dan hukum-hukum yang
ditunjukkannya. Diantara kaidah-kaidah Ushul Fiqh yang penting diketahui
adalah Istinbath dari segi kebahasaan. Dengan kaidah itu diharapkan dapat
memahami hukum dari nash syara’ dengan pemahaman yang benar, dan juga
dapat membuka nash yang masih samar, menghilangkan kontradiksi antara nash
yang satu dengan yang lain, mentakwilkan nash yang ada bukti takwilnya, juga
hal-hal lain yang berhubungan dengan pengambilan hukum dari nashnya. Salah
satu dari kaidah-kaidah ushul fiqh adalah lafadz ‘amm (lafaz umum) dan lafadz
khas (lafaz khusus).
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan penjelasan dari Lafadz Khash
2. Apa Pengertian dan penjelasan Lafadz ‘Amm

C. Tujuan Penulisan
1. Agar Mengetahui pengertian dan penjelsan dari Lafalzh Khash
2. Agar Mengetahui Pengertian dan penjelasan Lafalzh ‘Amm

BAB II

1
PEMBAHASAN
A. Lafadz ‘Amm

1. Definisi ‘Amm
Amm ialah suatu lafaz yang dipergunakan untuk menunjukan suatu makna
yang pantas (boleh) dimasukan pada makna itu dengan mengucapkan sekali
ucapan saja. Seperti kita katakan “arrijal”, maka lafaz ini meliputi semua laki-
laki.1
Dalam mendefinisikan lafaz ‘am, terdapat perbedaan di kalangan ahli
ushul. Jika diteliti, dalam perbedaan itu tampak ada titik kesamaan, dan
perbedaannya hanya dalam rumusannya saja karena berbeda dalam sudut
pandangan.

Ibnu Subki merumuskan definisi: “Lafaz yang meliputi pengertian yang


patut baginya tanpa pembatasan.”

Abu Hasan al-Bashri yang diikuti beberapa ulama Syafii memberikan


definisi, mirip dengan yang di atas: “Lafaz yang meliputi semua pengertian yang
patut baginya”

Abu Yaya (dari kalangan ulama Hambali) memberikan rumusan


sederhana: “Suatu lafaz yang mengumumi dua hal atau lebih.”

Al-Sarkhisi (dari kalangan ulama Hanafi) merumuskan definisi: “Setiap


lafaz yang mengordinasikan sekelompok nama dalam bentuk lafaz atau makna”

Dari beberapa definisi tersebut terlihat rumusan yang berbeda. Masing-masing


mengandung titik lemah yang menjadi sasaran kritik pihak lain. Namun dari
beberapa rumusan itu dapat ditarik hakikat dari lafaz ‘am yang mencakup jiwa
dari setiap rumusan, yaitu:

a. Lafaz itu hanya terdiri dari satu pengertian secara tunggal


b. Lafaz tunggal itu mengandung beberapa afrad (satuan pengertian)

1 Nazar Bakry. Fiqh & Ushul Fiqh. 2003. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hal 198

2
c. Lafaz yang tunggal itu dapat digunakan untuk setiap satuan
pengertiannya secara sama dalam penggunaannya.
d. Bila hukum berlaku untuk satu lafaz, maka hukum itu berlaku pula
untuk setiap afrad (satuan pengertian) yang tercakup di dalam lafaz itu.2

2. Ruang lingkup ‘Amm


Setiap lafaz (kata) mengandung dua lingkup pembahasan, yaitu (1) lafaz
itu sendiri, yang tersusun dari huruf-huruf, dan (2) makna atau arti yang
terkandung dalam Lafaz itu. Para ulama ushul membahas persoalan tentang
lafaz ‘am, khushush, mutlaq dan muqayyad dalam konteks : “apakah berada
dalam lingkup lafaz atau lingkup makna”.3
3. Bentuk-bentuk lafadz ‘Amm
Adapun bentuk- benuk lafadz yang mengandung arti ‘am dalam bahasa
Arab banyak sekali, di antaranya adalah:4
a. Lafadz ‫( كل‬setiap) dan ‫( جامع‬seluruhnya). Misalnya:
‫س ُمذائتمقةة ُالومو ت‬
:‫ت‬ ‫ةكلل ُنمنوف س‬
‫مو‬

Artinya:“Tiap-tiap yang berjiwa akan mati”. (Ali ‘Imran, 185)

‫ةهمو ُالتذيِ ُمخلممق ُلمةكوم ُمماً ُتف ُاولمور ت‬


‫ض ُ مت‬
ً‫جيِمَععا‬
Artinya; “Dialah Allah yang menjadikan untukmu segala yang ada
di bumi secara keseluruhan (jami’an)”. (Al-Baqarah: 29). Lafadz ‫ كل‬dan
‫ حححامع‬tersebut di atas, keduanya mencakup seluruh satuan yang tidak
terbatas jumlahnya.
b. Kata jamak (plural) yang disertai alif dan lam di awalnya. Seperti:
‫موالوموالتمداةت ُينةورتضوعمن ُأمووملمدةهلن ُمحولم و ت‬
‫ي ُمكاًتملم و ت‬
‫ي‬ ‫و‬
Artinya: “Para ibu (hendaklah) menyusukan anaknya selama dua
tahun penuh, yaitu bagi orang yang ingin menyempurnakan
penyusuannya”. (Al-Baqarah: 233).
Kata al-walidat dalam ayat tersebut bersifat umum yang mencakup setiap
yang bernama atau disebut ibu.

2 Amir Syarifuddin. Ushul Fiqh jilid 2, Jakarta: Kencana 2011 48-50

3 Amir Syarifudin. Ushul Fiqh jilid 2. Jakarta: PT LOGOS Wacana Ilmu. Hal: 48-49

4 Khoirul Umam, Achyar Aminudin, Ushul Fiqih 11, CV Pustaka Setia,(Bandung:2001), hlm 68

3
c. Kata benda tunggal yang di ma’rifatkan dengan alif-lam. Contoh:
ُ ً‫ ُموأممحلل ُاللةه ُالوبْمنويِمَمع ُمومحلرمم ُالرمبا‬
Artinya: “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba” (Al_baqarah: 27) Lafadz al-bai’ (jual beli) dan al-
riba adalah kata benda yang di ma’rifatkan dengan alif lam. Oleh karena
itu, keduanya adalah lafadz ‘am yang mencakup semua satuan-satuan yang
dapat dimasukkan kedalamnya.
d. Lafadz Asma’ al-Mawsul. Seperti ma, al-ladhina, al-ladzi dan
sebagainya. Salah satu contoh adalah firman Allah:
‫طوتنتوم ننامرا نونسين أ‬
‫صلنأوُنن نسفعيمرا‬ ‫إفنن النفذينن ينأألكللوُنن أنأمنوُانل األيننتانمىَ ظلألمما إفنننما ينأألكللوُنن ففيِ بة ة‬
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang (al-ladzina) memakan
harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh
perut dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala”. (An-
Nisa: 10)
e. Lafadz Asma al-Syart (isim-isim isyarat, kata benda untuk
mensyaratkan), seperti kata ma, man dan sebagainya. Misalnya:
‫نونمأن قنتننل لمأؤفممنا نخطنأ م فنتنأحفريلر نرقنبنةة لمأؤفمننةة موتديمة لمنسلننمةة إفنلىَ أنأهلففه إفنل أنأن ين ن‬
‫صندلقوُا‬
Artinya: “dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena
tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang
beriman serta membayar diat yang diserahkan kepada keluarganya (si
terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah” (An-
Nisa’:92)
f. Isim nakirah dalam susunan kalimat naïf (negatif), seperti kata ‫نل‬
‫ لجننانح‬dalam ayat berikut:
‫نونل لجننانح نعلنأيلكأم أنأن تنأنفكلحوُهلنن إفنذا آنتنأيتللموُهلنن أللجوُنرهلنن‬
Artinya: “dan tidak ada dosa atas kamu mengawini mereka apabila kamu
bayar kepada mereka maharnya”. (Al-Mumtahanah: 10).

Dengan demikian semua lafadz- lafadz tersebut ditetapkan dalam bahasa


dengan suatu ketetapan yang hakiki untuk menunjukkan pada seluruh
satuan–satuannya.

4. Ciri-ciri Lafazh ‘Aam

4
Dalam tradisi Bahasa Arab , terdapat sejumblah lafal yang diungkapkan
untuk menunjukkan makna ‘aam, yaitu:5
1) Lafal Mufrad (kata tunggal) yang dilekati partikel ‫( ال افلأسفتغِنرقية‬Alif
Lam al-Istigraqiyyah) yang bermakna pernyataan seluruh atau semua.
Contohnya; Lafal ِ‫ النسافرق‬dan ‫ النسافرقنةل‬pada Surah al-Ma’idah (5:38)
-٣٨- ‫ال نعفزيةز نحفكيةم‬ ‫طلعوُأا أنأيفدينهلنما نجنزاء بفنما مكسبْاً نننكالم ممنن ا‬
‫اف نو ا‬ ‫قِ نوالنسافرقنةل نفاأق ن‬
‫نوالنسافر ل‬
‫مم‬
Artinya, “pencuri laki-laki dan pencuri perempuan, potonglah kedua
tangannya”. Maka lafal-lafal yang dilekatipartikel ‫ ال افلأسححفتغِنرقية‬seperti
diatas menyatakan keumuman dan mencakup satuan-satuan tak terhingga.
2) Lafal jama’ (Kata jamak) yang dilekati oleh partikel ‫ال افلأسفتغِنرقية‬
yang bermakna seluruh atau semua. Contohnya: Lafal ‫ األلمننافففقينن‬pada surah
al-Nisa’ (4:145).
‫إفنن األلمننافففقينن ففيِ الندأرفك الموسمفتل فمنن الننافر نونلن تنفجند لنهلأم نن ف‬
-١٤٥- ‫صيرام‬
Artinya; “Sesungguhnya orang-orang munafik itu berada didalam
neraka yang paling bawah”.
3) Lafal yang termasuk ism al-jins, yakni lafal yang tidak
‫ٌلترا ة‬،‫ٌنماةء‬،‫ نحيننوُاةن‬apabila lafal ini di-
mempunnyai satuan tunggal, seperti lafal ‫ب‬
ma’rifat-kan dengan ‫( ال الفجأنفسينةل‬Alif Lam al-Jinsiyyah). Contohnya:
‫نقانل نرلسوُلل اف صنلىَ ال ءنعلنأيفه نونسلننم أالنمالء ن‬
‫طلهوُةرنل يلننمجلسهل نشأيِةء‬ ‫ة‬
Rasulullah Saw bersabda; “Air itu suci mensucikan tidak dinajiskan
sesuatu pun”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud).
4) Lafal yang disandarkan kepada ism ma’rifah (al-mudâf ilâ al-
ma’rifah). Contohnya;
‫ٌ نمالل نعأمةرو‬،‫نعفبيلد نزأيةد‬
5) َ‫نمأن نما نمأهنما أنأينن أنمنىَ نحأيثلنما نمنتىَ أننيانن أن ي‬
Ism syart, seperti Lafal-lafal ‫ي‬
Contohnya;
-١٨٥-... ‫صأمهل‬ ‫كةم النشأهنر فنألين ل‬ ‫فننمن نشفهند تمنِ ة‬...
“Maka, barangsiapa yang menyaksikan bulan (Ramadan) hendaknya ia
berpuasa. (QS. al-Baqarah, 2:185).
‫نمأن قنتننل قنتفلم فنلنهل نسلنبلهل‬
“Barangsiapa yang membunuh musuh yang terbunuh (dalam peperangan)
maka baginya harta rampasannya”. (HR al-Bukhari).
6) Ism mausûl, seperti lafal disamping ‫ئ‬ ‫ٌ انألنل ف‬،‫ٌ انألحححفذأينن‬،ِ‫ٌ انألفتحححأي‬،‫ انألحححفذي‬.
Contohnya;
‫النفذينن ينأألكللوُنن المرنبا لن ينلقوُلموُنن إفلن نكنما ينلقوُلم النفذي ينتننخبنطلهل النشأي ن‬
‫طالن فمنن األنم م‬
-٢٧٥-... ‫س‬
5 Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh, (Sinar Grafika Offset, Jakarta, 2011). Hal 196

5
Artinya; “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila”. (QS. al-
Baqarah 2: 275). 6

B. Lafadz Khash

1. Pengertian Lafazh Khash


Lafaz khusus adalah lafaz yang dibuat untuk menunjukan satu satuan
tertentu;berupa orang, seperti muhammad atau satu jenis, seperti laki-laki atau
beberapa satuan yang bermacam-macam dan terbatas, seperti tiga belas,seratus,
kaum, golongan, jama’ah, kelompok dan lafal lain yang menunjukan jumlah
satuan dan tidak menunjukan cakupan kepada seluruh satuannya.
Hukum lafaz umum secara global adalah jika ia terdapat dalam nash
syara’ yang menunjukan secara pasti kepada maknanya yang khusus yang
dibuat untuknya secara hakiki dan hukum itu ditetapkan karena petunjuknya
secara pasti bukan dugaan.
Menurut definisi terakhir ini, lafaz khas itu ditentukan untuk menunjukan
satu satuan secara perorangan seperti si Ali; atau satu satuan secara kelompok
seperti laki-laki; atau lafaz lain dalam bentuk satuannya (yang masuk dalam
pengertian ‘am).7
Khushush adalah keadaan lafaz yang mencakup sebagian makna yang
pantas baginya dan tidak untuk semuanya. Dengan demikian dapat dibedakan
antara khas dan khushush, meskipun dalam pengertian bahasa Indonesia sering
disamakan. Pengertian khas adalah apa yang sebenarnya dikehendaki adalah
sebagian yang dikandung oleh lafaz. Sedangkan pengertian khushush adalah
apa yang dikhususkan menurut ketentuan bahasa, bukan berdasarkan kemauan.
Ketentuan lafaz khas dalam garis besarnya adalah:
a. Bila lafaz khas lahir dalam bentuk nash syara’ (teks hukum), ia
menunjukan artinya yang khas secara qath’i al-dalalah (penunjuk yang pasti
dan meyakinkan) yang secara hakiki ditentukan untuk itu. Hukum yang

6 Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqh. Hal 198

7 Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fikih Kaidah Hukum Islam. 2003. Jakarta: Pustaka Amani. Hal: 281

6
berlaku pada apa yang dituju oleh lafaz itu adalah qath’i. Umpamanya
firman Allah dalam surat al-Maidah/5:89
‫ي ُتمنون‬ ‫ت‬ ‫ت ت ت‬ ‫ت‬ ‫ت‬
‫مل ُينةمؤاخنةذةكةم ُاللنةه ُبتناًللوغتو ُتفنن ُأموينمناًنةكوم ُمولم نكن ُينةمؤاخنةذةكم ُبمناً ُمعلقند لةت ُالمويمناًمن ُفممكلفناًمرتةهة ُإتطومعنناًةم ُمعمشنمرتة ُمممسنناًك م‬
‫ك ُمكلفنناًمرةة ُأموينمناًنتةكوم ُإتمذا‬ ‫ت‬ ‫أموستط ُماً ُتةطوعتمومن ُأمهلتيِمَةكم ُأمو ُكتسوتةنهم ُأمو ُ موتترير ُرقَمنبْسة ُفممن ُلل ُ متيود ُفم ت‬
‫صميِمَاًةم ُثملمثمتة ُأملياًسم ُمذلن م‬ ‫ة و و و وم ة و و ة م م م و‬ ‫وم م‬
-٨٩-ُ ‫ي ُاللةه ُلمةكوم ُآمياًتتته ُلممع لةكوم ُتموشةكةرومن‬ ‫ت‬
‫محلموفتةوم ُمواوحمفظةووا ُأمومياًنمةكوم ُمكمذل م‬
‫ك ُينةبْمن ر ة‬
Artinya: “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-
sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia
Menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka
kafaratnya (denda pelanggaran sumpah) ialah memberi makan sepuluh
orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada
keluargamu, atau memberi mereka pakaian atau memerdekakan seorang
hamba sahaya. Barangsiapa tidak mampu melakukannya, maka
(kafaratnya) berpuasalah tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu
apabila kamu bersumpah. Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah
Menerangkan hukum-hukum-Nya kepadamu agar kamu bersyukur
(kepada-Nya)”. (QS.Al- Maidah/5:89)
Maka kaffarahnyan adalah memberi makan sepuluh orang miskin.
Hukum yang dapat diperoleh dari ayat tersebut adalah keharusan
memberikan makan sepuluh orang miskin, tidak lebih dan tidak kurang.
b. Bila ada dalil yang menghendaki (pemahaman lain) dari lafaz khas
itu kepada arti lain, maka arti khas itu dapat dialihkan kepada apa yang
dikehendaki oleh dalil itu. Umpamanya sabda Nabi: “Untuk setiap empat
puluh ekor kambing, (zakatnya) satu ekor kambing”.
Oleh ulama hanafi zakat kambing dalam hadist itu dita’wilkan kepada
yang lebih umum yang mencakup kambing dan nilai harganya. Juga
menta’wilkan lafaz hadist: “segantang kurma” dalam kewajiban zakat
fitrah, kepada “harga segantang kurma”.
c. Bila dalam suatu kasus hukumnya bersifat am dan ditemukan pula
hukum yang khushush dalam kasus lain, maka lafaz khas itu membatasi
pemberlakuan hukum ‘amm itu.
d. Bila ditemukan pembenturan antara dalil khas dan dalil amm,
terdapat perbedaan pendapat.

7
1) Menurut ulama Hanafiah, seandainya dalil itu bersamaan masanya,
maka dalil yang khas mentakhsiskan yang amm, karena tersedianya
persyaratan untuk takhsish. Bila keduanya tidak bersamaan waktunya
berkemungkinan bila lafaz amm terkemudian datangnya, maka lafaz
amm itu menasakh lafaz khas itu menasakh lafaz ‘amm dalam
sebagian afradnya.
2) Menurut jumhur ulama, tidak tergambar adanya pembenturan
antara dalil ‘amm dengan dalil khushush karena keduanya bila datang
dalam waktu bersaan maka yang kahas memberi penjelasan terhadap
yang amm, karena yang umum itu adalah dalam bentuk zhahir yang
tetap berkemungkinan untuk menerima penjelasan di samping untuk
diamalkan menurut keumumannya hingga diketahui adanya dalil khas.
Lafaz khas itulah yang menjelaskan lafaz amm.8
2. Hukum Lafadz Khash
Lafadz yang terdapat pada nash syara’ menunjukkan satu makna tertentu
dengan pasti selama tidak ada dalil ada dalil yang mengubah maknanya itu.
Dengan demikian, apabila ada suatu kemungkinan artilain yang tidak berdasar
pada dalil, maka Qath’ian dilalahnya tidak terpenuhi.
Oleh karena itu, apabila Lafazh khash dikemukakan dalam bentuk Mutlaq,
tanpa batasan apapun, maka lafazh itu memberikan faedah ketetapan hukum
secara mutlaq, selama tidak ada dalil yang membatasinya. Dan bila lafal
tersebut dipergunakan dalam bentuk perintah, maka ia memberikan faedah
berupa hukum wajib yang bagi yang diperintahkan (mma’mur bih), selama
tidak ada dalil yang memalingkan pada makna yang lain.
Demikian juga pada lafal itu dikemukakan dalam bentuk larangan (nahy),
ia memberikan faedah berupa hokum haram terhaap hal yang dilarang itu,
selama tidak ada Qarinah (Indikasi) yang memalingkannya dari hal itu.9
Atas dasar itu maka kata selasatin pada firman Allah SWT, yang berbunyi :

١٩٦-...‫صنيالم نثلثنفة أننياةم‬ ‫ فننمن لنأم يي ج‬...


‫جدد فن ف‬

8 Amir Syarifuddin. Ushul Fiqh jilid 2, Jakarta: Kencana 2011 Hal 88- 90

9 H. Rachmat Syafe’i. Ilmu Ushul Fiqih, (Pustakas Setia, Bandung 2015). Hal 187

8
Mengandung pengertian kash, yang tidak mungkin menggandung arti
kurang atau lebih dari makna makna yang dikehendaki olah lafazh itu sendiri,
yaitu tiga. Oleh karena itu, dilalang maknanya adalah qatiyah.
Demikian juga kata nisfu pada firman Allah yang berbunyi

‫ف ماتننر ن‬
...‫ك‬ ‫نولنلكأم نف أ‬
‫ص ل‬

Mengandung arti Khash yang kandungannya tidak mungkin selain arti


tertentu yang ditunnjukkan lafalnya itu sendiri, yaitu setengah.
Kedua contoh diatas termasuk lafazh-lafazh khash, sehingga kehujjahan
pada arti yang diperuntukkan baginya yang bersifat qat’iyah, karena tidak ada
dalil yang memalingkan dari masalah haqiqi-nya (al-wad’ al –haqiqi). Selain
itu juga lafaz nar dalam firman Allah SWT. Yang berbunyi:

...‫نياننالركأوُنيِ بنأرمدانونسنل مما‬

Adalah lafazh khash yang sudah dikenal yang berarti api (an-nar) yang
sebenarnya, dan mengandaikan bahwa makna yang dimaksud bukanlah makna
itu, tanpa adanaya dalil, maka yang demikian itu tidak berpengaruh sedikitpun
terhadap keqathi’i-an makna yang termaksud dalam lafazh tersebut.
Terhadap kemungkinan adanya takwil dalam lafazh khash, para pengikut
madzab hanafi telah memalingkan arti lafazh khash tersebut dari makna yang
haqiqi dalam beberapa nash karena adanya qarinah yang mengharuskan
pemalingan artinya yang haqiqi, dan karena adanya maksud memberi makna
yang lain melalui maksud yang terkandung dalam dalil tersebut. Lafazh syat,
dalam sabda Rasulullah SAW. Yang berbunyi:

‫ففيِ لكمل ناربنفعأينن نشاةم‬

Merupakan lafazh khash. Para ulama hanifiyah menakwilkannya dengan


artian yang lebih umum yang menyangkut arti syat itu sendiri berikut
harganya.10
Berdasarkan hal itu maka hadist tersebut memberikan arti khusus dalam
menentukan nishab yang dikenai zakat dari empat puluh kambing yaitu satu
ekor kambing, tidak kurang dan tidak lebih.
10 H. Rachmat Syafe’i. Ilmu Ushul Fiqih, (Pustakas Setia, Bandung 2015). Hal 189

9
3. Macam-macam Lafazh Khash

Macam-macam Lafadz khas


a. Lafadz Khas berbertuk mutlak tanpa dibatasi qayyid atau syarat
Contoh: surat al maidah ayat 3
‫تنن ُ مع نلم نويِمَ نةك نةمنن ُ انلو نمم نويِمَ نتم نةةنن ُ موانلنلدن نةمنن ُ موملو ن نةمنن ُا ولتن نونِ نتزينترمو مم ناًن ُ أةنته نلل نن ُ لتنغم ن وتين نن ُا لنلن نته ن‬
‫ةح نر مم ن و‬
Artinya : Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah,
daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama
selain Allah.
b. Lafadz khas berbentuk muqqoyyad (dibatasi qayyid) Contoh :
surat al an’am ayat 145
‫قَةنول ُمل ُأمتجنةد ُتفن ُممناً ُةأوتحنمي ُإت مل‬
‫لن ُةمملرعمناً ُمعلمنىَٰ ُطمناًتعسم ُيمطومعةمنةه ُإتلل ُأمون ُيمةكنومن ُممويِمَتمنعة ُأموو ُمدعمناً ُمموسنةفوعحاً ُأموو ُملونمم‬

‫ك ُمغةفوةر ُمرتحيِمَةم‬ ‫س‬


‫ضطةلر ُمغويِمَنمر ُمباًسغ ُمومل ُمعاًد ُفمتإلن ُمربل م‬ ۚ ‫س ُأموو ُفتوسعقاً ُأةتهلل ُلتغم وتي ُاللته ُبتت‬
‫ه ُ ُفمممتن ُا و‬ ‫ت تس ت ت‬
‫خونِزير ُفمإنلةه ُروج ة‬
Artinya : "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan
kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak
memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang
mengalir atau daging babi -- karena sesungguhnya semua itu kotor --
atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa
yang dalam keadaan terpaksa, sedang dia tidak menginginkannya dan
tidak (pula) melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang".
c. Lafadz khas berbentuk amr Contohnya dalam surat annisa’ 58
‫ت‬ ‫ت‬ ‫ت‬
‫ن ُاللناًتس ُأمون ُ موتةكةمنوا ُتباًلومعنودل ُۚ ُإتلن ُاللنهم‬
‫ي نِن‬ ‫إتلن ُاللنمه ُيمنأوةمةرةكوم ُأمون ُتةنمؤلدوا ُاولممماًنمناًت ُإتملنٰ ُأموهلمهنناً ُموإتمذا ُمحمكومتةنوم ُبمن و م‬
‫ه ُ ُإتلن ُالله ُمكاًمن ُ متسيِمَعاً ُب ت‬
‫صعيا‬ ۗ ‫نتعتلماً ُيمعتظةةكوم ُبتت‬
‫ع م‬ ‫م‬
Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila
menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan
dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi
Maha Melihat.
d. Lafadz khas yang berbentuk larangan. Contoh surat annahl 90
ٰ ‫ان ينأألملر فباألنعأدفل نوا أ فلأحنسافن نوفإينتافء فذي األقلأرنبىَٰ نوينأن ن‬
‫هىَ نعفن األفنأحنشافء نواأللمأننكفر نواألبنأغِححفيِ ۚ ينفعظللكححأم‬ ‫إفنن ن‬
‫لننعلنلكأم تننذنكلرونن‬

10
Artinya: “sesungguhnya Alloh menyuruh kamu berlaku adil dan
berbuat kebajikan member kepada kaum kerabat dan Alloh melarang
dari perbuatan keji kemungkaran dan permusuhan dia member
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

kami menyimpulkan bahwa, lafadz ‘am adalah lafadz yang memiliki makna
umum yang di dalamnya terdapat dua makna atau lebih. Dalalahnya bersifat
dzanniy, sehingga jika ditemui lafadz ‘am, kita tidak bileh serta merta langsung
melaksanakan semuanya tanpa terlebih dahulu mencari mukhassisnya. Sedangkan
lafadz khas adalah lafadz yang mengandung makna khusus atau satu pengertian.
Para ulama sepakat bahwa lafadz khas dalam nash syara’ bersifat qath’i dan
hukum yang terkandung di dalamnya juga bersifat qath’i, selama tidak ada
indikasi yang menunjukkan pengertian lainnya.

Bentuk-bentuk lafal al-Khash


1. Lafadz khash berbentuk mutlak, yaitu lafadz khash yang tidak
ditentukan dengan sesuatu.
2. Lafadz khash berbentuk khash (muqayad), yaitu lafadz yang
ditentukan dengan sesuatu.
3. Lafadz khash berbentuk Amr
4. Lafadz khash berbentuk nahiy
Kehujjahan al-Khash, Dalalah khas menunjuk kepada dalalah qath’iyyah
terhadap makna khusus yang dimaksud dan hukum yang ditunjukkannya
adalah qath’iy, bukan dzanniy, selama tidak ada dalil yang memalingkannya
kepada makna yang lain.

11
12

Anda mungkin juga menyukai