OLEH
KELOMPOK VIII
SEMESTER : II (GENAP)
PENDALAMAN HADIS
SHAHIH, HASAN DAN DHAIF 2
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI……………………………………………………………...……………...1
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG……………………………………………………………...…..2
PEMBAHASAN
A.HADIS SHAHIH
B.HADIS HASAN
C.HADIS DHAIF
PENUTUP
KESIMPULAN………………………………………………………….……………….10
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………11
MAKALAH KELOMPOK VII 27 Mei 2013
PENDALAMAN HADIS
SHAHIH, HASAN DAN DHAIF 2
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Hadis atau Sunnah adalah sumber ajaran Islam yang kedua setelah Alqur’an.
Dimana keduanya merupakan pedoman dan pengontrol segala tingkah laku dan perbuatan
manusia. Untuk Alqur’an semua periwayatan ayat-ayatnya mempunyai kedudukan
sebagai suatu yang mutlak kebenaran beritanya sedangkan hadis Nabi belum dapat
dipertanggungjawabkan periwayatannya berasal dari Nabi atau tidak.
B.RUMUSAN MASALAH
PENDALAMAN HADIS
SHAHIH, HASAN DAN DHAIF 2
PEMBAHASAN
A.HADIS SHAHIH
ضاَبععط لعون عموثلععه عإلِلى ذمونتللهاَهذ عمون لغويعر ذشذذووةذ لولل ععللةة
صلل لسنلذدهذ بعنلوقعل الِلعودعل الِ ل
لماَ اعتل ل.
" Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, dhobit ( memiliki
hafalan yang kuat) dari awal sampai akhir sanad dengan tanpa syadz dan tidak pula
cacat".
1) Sanadnya Bersambung
Setiap perawi dalam sanad hadits menerima riwayat hadits dari perawi terdekat
sebelumnya. Keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad dari suatu hadits.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa rangkaian para perawi hadits shahih sejak
perawi terakhir sampai kepada perawi pertama (para sahabat) yang menerima hadits
langsung dari Nabi, bersambung dalam periwayatannya. Sanad suatu hadits dianggap
tidak bersambung bila terputus salah seorang atau lebih dari rangkaian para perawinya.
Bisa jadi rawi yang dianggap putus itu adalah seorang rawi yang dha’if, sehingga hadits
yang bersangkutan tidak shahih.
MAKALAH KELOMPOK VII 27 Mei 2013
PENDALAMAN HADIS
SHAHIH, HASAN DAN DHAIF 2
2) Perawinya Adil
Seseorang dikatakan adil apabila ada padanya sifat-sifat yang dapat mendorong
terpeliharanya ketaqwaan, yaitu senantiasa melaksanakan perintah dan meninggalkan
larangan, dan terjaganya sifat Muru’ah, yaitu senantiasa berakhlak baik dalam segala
tingkah laku dan hal-hal lain yang dapt merusak harga dirinya.
3) Perwainya Dhabith
Seorang perwai dikatakan dhabit apabila perawi tersebut mempunyai daya ingat
yang sempurna terhadap hadits yang diriwayatkannya. Menurut Ibnu Hajar al-Asqalani,
perawi yang dhabit adalah mereka yang kuat hafalannya terhadap apa yang pernah
didengarnya, kemudian mampu menyampaikan hafalan tersebut kapan saja manakala
diperlukan. Ini artinya, bahwa orang yang disebut dhabit harus mendengar secara utuh
apa yang diterima atau didengarnya, kemudian mampu menyampaikannya kepada orang
lain atau meriwayatkannya sebagaimana aslinya.
4) Tidak Syadz
Syadz (janggal/rancu) atau syudzuz adalah hadits yang bertentangan dengan
hadits lain yang lebih kuat atau lebih tsiqqah perawinya. Maksudnya, suatu kondisi di
mana seorang perawi berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya. Kondisi ini
dianggap syadz karena bila ia berbeda dengan rawi lain yang lebih kuat posisinya, baik
dari segi kekuatan daya hafalannya atau jumlah mereka lebih banyak, maka para rawi
yang lain itu harus diunggulkan, dan ia sendiri disebut syadz. Maka timbullah penilaian
negatif terhadap periwayatan hadits yang bersangkutan.
5) Tidak Ber’illat
Hadits ber’illat adalah hadits-hadits yang cacat atau terdapat penyakit karena
tersembunyi atau samar-samar, yang dapat merusak keshahihan hadits. Dikatakan samar-
samar, karena jika dilihat dari segi zahirnya, hadits tersebut terlihat shahih. Adanya
kesamaran pada hadits tersebut, mengakibatkan nilai kualitasnya menjadi tidak shahih.
Dengan demikian, yang dimaksud hadits tidak ber’illat, ialah hadits yang di dalamnya
tidak terdapat kesamaran atau keragu-raguan. ‘Illat hadits dapat terjadi baik pada sanad
mapun pada matan atau pada keduanya secara bersama-sama. Namun demikian, ‘illat
yang paling banyak terjadi adalah pada sanad.
" Telah menceritakan kepada kami Abdullah bin yusuf ia berkata: telah mengkhabarkan
kepada kami malik dari ibnu syihab dari Muhammad bin jubair bin math'ami dari
ayahnya ia berkata: aku pernah mendengar rasulullah saw membaca dalam shalat
maghrib surat at-thur" (HR. Bukhari, Kitab Adzan).
PENDALAMAN HADIS
SHAHIH, HASAN DAN DHAIF 2
Analisis terhadap hadits tersebut:
1. Sanadnya bersambung karena semua rawi dari hadits tersebut mendengar dari gurunya.
2. Semua rawi pada hadits tersebut dhobit, adapun sifat-sifat para rawi hadits tersebut
menurut para ulama aj-jarhu wa ta'dil sebagai berikut :
هو ماَكاَن رواته متأخراعن درجة الِحاَ فظ الِضاَ بط مع كونه مشهورا باَلِصدق حتى يكون حديثه حسناَ ثم وجد فيه من
طريق اخر مساَو لِطريقه أوارجح ماَ يجبر ذالِك الِقصورالِواقع فيه
“Yaitu hadits shahih karena adanya syahid atau mutabi’. Hadits ini semula merupakan
hadits hasan, karena adanya mutabi’ dan syahid, maka kedudukannya berubah menjadi
shahih li-Ghairihi.”
Kitab-kitab hadits yang menghimpun hadits shahih secara berurutan sebagai berikut:
1) Shahih Al-Bukhari (w.250 H).
2) Shahih Muslim (w. 261 H).
3) Shahih Ibnu Khuzaimah (w. 311 H).
4) Shahih Ibnu Hiban (w. 354 H).
5) Mustadrok Al-hakim (w. 405).
6) Shahih Ibn As-Sakan.
7) Shahih Al-Abani.
PENDALAMAN HADIS
SHAHIH, HASAN DAN DHAIF 2
B.HADIS HASAN
ضوبطذهذ لعون عموثلععه إعللِى ذمونتللهاَهذ عمون لغويعر ذشذذووةذ لولل ععللةة صلل لسنلذدهذ بعنلوقعل اولِلعلدعل الِلعذ و
ي لخ ل
ف ل " لماَ اعتل ل.
“Apa yang sanadnya bersambung dengan periwayatan yang adil, hafalannya yang kurang
dari awal sampai akhir sanad dengan tidak syad dan tidak pula cacat”
Pada dasarnya, hadits hasan dengan hadits shahih tidak ada perbedaan, kecuali
hanya dibidang hafalannya. Pada hadits hasan, hafalan perawinya ada yang kurang
meskipun sedikit. Adapun untuk syarat-syarat lainnya, antara hadits hasan dengan hadits
shahih adalah sama.
ضبلععيِ لعون ألبعويِ ععوملراعن اولِلجووعنيِ لعون ألعبيِ بلوكعر وبعن ألعبيِ ذموولسيِ اوللوشلععر و
: ي لقاَلل حلدثللناَ قذتلويبلةذ لحلدثللناَ لجوعفلذر وبذن ذسللويلماَلن الِ ط
الِحديث..... ف ت عظللعل الِطسيذوو ع ل و
ب الِلجنعة تلوح ل ل
إعلن أوبلوا ل: لقاَلل لرذسووذل اع ص م: ضلرعة الِلعذدوو يلقذووذل ت ألعبيِ بعلح و " لسعموع ذ
“Telah menceritakan kepada kamu qutaibah, telah menceritakan kepada kamu ja’far bin
sulaiman, dari abu imron al-jauni dari abu bakar bin abi musa al-Asy’ari ia berkata: aku
mendengar ayahku berkata ketika musuh datang : Rasulullah Saw bersabda :
sesungguhnya pintu-pintu syurga dibawah bayangan pedang…”( HR. At-Tirmidzi, Bab
Abwabu Fadhailil jihadi).
PENDALAMAN HADIS
SHAHIH, HASAN DAN DHAIF 2
riwayat dengan sanad lain yang bersesuaian dengan maknanya. Jumhur ulama
muhaddisin memeberikan definisi tentang haditst hasan li-Ghairihi sebagai berikut:
ويكون متن الِحديث, كثير الِخطاَء ولظهر منه سبب مفسق.ماَليخلوإسناَده من مستور لِم تتحقق أهليته ولِيس مغفل
معروفاَ برويتة مثله أو نحوه من وجه آخر
Yaitu hadits hasan yang sanadnya tidak sepi dari seorang mastur (tak nyata keahliannya),
bukan pelupa yang banyak salahnya, tidak tampak adanya sebab yang menjadikan fasik
dan matan haditsnya adalah baik berdasarkan periwayatan yang semisal dan semakna dari
sesuatu segi yang lain.
Haditst hasan li-Ghairihi pada dasarnya adalah hadits dha’if. Kemudian ada petunjuk
lain yang menolongnya, sehingga ia meningkat menjadi hadits hasan. Jadi, sekiranya
tidak ada yang menolong, maka hadits tersebut akan tetap berkualitas dha’if.
C.HADIS DHAIF
“ Apa yang sifat dari hadits hasan tidak tercangkup (terpenuhi) dengan cara hilangnya
satu syarat dari syarat-syarat hadits hasan”.
Dengan demikian, jika hilang salah satu kriteria saja, maka hadits itu menjadi
tidak shahih atau tidak hasan. Lebih-lebih jika yang hilang itu sampai dua atau tiga syarat
maka hadits tersebut dapat dinyatakan sebagai hadits dhai’if yang sangat lemah. Karena
kualitasnya dha’if, maka sebagian ulama tidak menjadikannya sebagai dasar hukum.
Contoh hadits dhoif adalah sebagai berikut ;
ِ " لمون أللتي: ق "لحعكويعم اللوثلرعم"لعون ألعبيِ تلعمويلمعة الِهذلجويعميِ لعون ألعبيِ هذلرويلرةل لععن الِنلبعويِ ص م لقاَلل ي عمون طلعروي ع لماَألوخلرلجهذ الِتوورعمويعذ و
" لحاَعئضاَ ة ألوو اعوملرأةة عفيِ ذدبذعرلهاَ أوو لكاَهذلناَ فلقلود لكفللر بعلماَ أونلزلل لعللى ذملحومةد
ل ل
Apa yang diriwayatkan oleh tirmidzi dari jalur hakim al-atsrami “dari abi tamimah al-
Hujaimi dari abi hurairah dari nabi saw ia berkata : barang siapa yang menggauli wanita
MAKALAH KELOMPOK VII 27 Mei 2013
PENDALAMAN HADIS
SHAHIH, HASAN DAN DHAIF 2
haid atau seorang perempuan pada duburnya atau seperti ini maka sungguh ia telah
mengingkari dari apa yang telah diturunkan kepada nabi Muhammad saw”
Berkata Imam Tirmidzi setelah mengeluarkan (takhrij) hadits ini : “ kami tidak
mengetahui hadits ini kecuali hadits dari jalur hakim al-atsrami, kemudian hadits ini
didhoifkan oleh Muhammad dari segi sanad karena didalam sanadnya terdapat hakim al-
atsrami sebab didhaifkan pula oleh para ulama hadits”
Berkarta ibnu hajar mengenai hadits ini didalam kitab “Taqribut Tahdzib” : Hakim
al-Atsromi pada rawi tersebut adalah seorang yang bermuka dua.
Adapun penyebab kedhoifannya karena beberapa hal:
1) Sebab Terputusnya sanad, akan terputus sanad pun terbagi atas 2 bagian yang perama
adalah terputus secara dzhohir (nyata) :
(a) Mu’allaq adalah apa yang dibuang dari permulaan sanad baik satu rawi atau lebih
secara berurutan.
(b) Mursal adalah apa yang terputus dari akhir sanadnya yaitu orang sesudah tabi’in
(Sahabat).
(c) Mughdhal adalah apa yang terputus dari sanadnya 2 atau lebih secara berurutan.
(d) Munqoti’ adalah apa yang sanadnya tidak tersambung.
PENDALAMAN HADIS
SHAHIH, HASAN DAN DHAIF 2
sanadnya secara berturut-turut.
(c) Hadits Mursal : Hadits yang gugur sanadnya setelah tabi’in. Yang dimaksud dengan
gugur di sini, ialah nama sanad terakhir tidak disebutkan. Padahal sahabat adalah orang
yang pertama menerima hadits dari Rasul saw.
(d)Mursal al-Jali : Hadits yang tidak disebutkannya (gugur) nama sahabat dilakukan oleh
tabi’in besar.
(e) Mursal al-Khafi : Pengguguran nama sahabat dilakukan oleh tabi’in yang masih kecil.
Hal ini terjadi karena hadits yang diriwayatkan oleh tabi’in tersebut meskipun ia hidup
sezaman dengan sahabat, tetapi ia tidak pernah mendengar sebuah hadits.
(f) Hadits Mu’dhal : hadits yang gugur rawinya, dua orang atau lebih, berturut-turut, baik
sahabat bersama tabi'i, tabi'i bersama tabi' al-tabi'in maupun dua orang sebelum shahabiy
dan tabi'iy.
(g) Hadits Mudallas : yaitu hadits yang diriwayatkan menurut cara yang diperkirakan
bahwa hadits itu tidak terdapat cacat.
PENDALAMAN HADIS
SHAHIH, HASAN DAN DHAIF 2
PENUTUP
KESIMPULAN
Derajat suatu hadits itu memiliki beberapa kemungkinan, bisa saja kita katakan
shahih, hasan, ataupun dhaif itu tergantung kepada 2 hal yaitu keadaan sanadnya dan
keadaan perawinya. Akan tetapi oleh para ulama telah diberikan kemudahan bagi para
peneliti hadits untuk mengetahui derajat hadits tersebut dalam kitab-kitab hadits seperti
yang paling terkenal adalah kitab “tahzibul kamal fi asmaail rijal” yang menerangkan
tentang keadaan perawinya, apakah dia itu pendusta, bid’ah, fasiq dan yang lainnya. Akan
tetapi semua ulama telah sepakat tentang keshahihan hadits yang dikeluarkan oleh Imam
Bukhari dan Imam Muslim sehingga kita tidak perlu lagi untuk meneliti atas kedaan
sanad dan perawinya akan tetapi yang mesti ingat hadits-hadits selain dari imam bukhari
dan imam muslim mesti kita telaah kembali akan keshahihannya.
Terbaginya hadits dhaif dalam dua bagian; karena gugurnya rawi dan atau karena
cacat pada rawi atau matan semakin memudahkan kita untuk mengetahui sebab-sebab
mengapa hadits-hadits menjadi dhaif, baik dari segi rawinya (orang yang meriwayatkan ),
sanad, maupun matannya.
Dengan mengetahui Ilmu Hadits ( di sini lebih dikhususkan hadits dhaif ), tentu
akan membuat aqliyah kita menjadi semakin terpacu untuk berpikir dan menggali
pengetahuan secara lebih mendalam serta dilandasi nafsiyah ( sikap ) keimanan dan
ketakwaan yang mantap, termotivasi untuk terus mencari dan mengamalkannya karena
pembahasan dalam makalah ini hanyalah berisi sebagian kecilnya saja
PENDALAMAN HADIS
SHAHIH, HASAN DAN DHAIF 2
DAFTAR PUSTAKA
≥Fattah, Ibrahim Abdul, Alqaul al-Hasif Fi Bayani al-hadis ad-Dhaif , Kairo: Dar
Thiba’ah al-Muhammadiyah, 1992
≥Abdurrahman dalam judul Pengantar ilmu Hadis, Jakarta: Pustaka al-Kautsar cet.II,
2006
PENDALAMAN HADIS
SHAHIH, HASAN DAN DHAIF 2