Anda di halaman 1dari 14

SYARAT-SYARAT RAWI DAN TRANSFORMASI HADITS

(TAHAMMUL WAL ADA)

Dosen Pengampu :
Zainal Abidin, M.Pd.
Disusun Oleh :
Marlina (1820200056)
Trianigsih (1820200005)
Rosni Dayani Harahap (1620200085)

TADRIS MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PADANGSIDIMPUAN


T.A 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga penyusun makalah yang berjudul “Syarat-syarat Rawi
dan Transformasi Hadits (Tahammul Wal Ada)’’ dapat selesai tepat pada
waktunya.

Adapun maksud penyusunan makalah ini untuk memenuhi tugas Ulumul


Hadits. Rasa terima kasih kami tidak terkirakan kepada yang terhormat Zainal
Abidin selaku pembimbing materi dalam pembuatan karya tulis ini, serta semua
pihak yang telah mendukung dalam penyusunan karya tulis ini yang tidak bisa
kami sebutkan satu persatu.

Harapan kami bahwa karya tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang Syarat-syarat Rawi dan
Transformasi Hadits (Tahammul Wal Ada).

Kami menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari sempurna dengan
keterbatasan yang kami miliki. Tegur sapa dari pembaca akan kami terima
dengan tangan terbuka demi perbaikan dan penyempurnaan karya tulis ini.

Panyabungan, 25 April 2020

Kelompok 10

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................2
C. Tujuan ....................................................................................................2

A. BAB 2 PEMBAHASAN
A. Pengertian Rawi......................................................................................3
B. Syarat-syarat Diterimanya Rawi.............................................................3
C. Syarat-Syarat Perawi Dalam Tahammul Wal Ada’ Hadits ....................4
D. Pengertian Tahammul Wal Ada’.............................................................5
E. Sighat Tahammul Wal Ada’ Dalam Kajian Hadits.................................5

BAB 3 PENUTUP

A. Kesimpulan..........................................................................................10
B. Saran.....................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Allah SWT telah memberikan mukzizatkan berupa Al-Qur’an
kepada nabi Muhammad SAW yang masih terjamin kemurniannya sampai
sekarang. Al-Qur’an dan hadis adalah pedoman hidup bagi umat islam.
Hadits tidak dihimpun begitu saja tanpa melalui persyratan, aturan, dan
kaidah-kaidah yangat sangat rumit yang telah ditetapkan oleh para ulama
demi menjaga kemurnian hadits itu sendiri.

Hadits adalah ilmu tentang perkataan, perbuatan dan risalah baginda


nabi Muhammad SAW yang harus disertai sand-sanadnya agar bisa
membedakan sahih, hasan dan kedhaifan hadis baik secara matan maupun
sanadnya. Suatu hadits tidak akan diterima, kecuali yang meriwayatkannya
memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh para jumhur ulama.
Dalam makalah ini kan dibahas tentang seputar periwayatan hadits yaitu
dalam kajian Tahammul Wal Ada’ Hadits.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian rawi ?
2. Apa syarat-syarat diterimanya rawi ?
3. Apa syarat-syarat perawi dalam tahammul wal ada’ hadits ?
4. Apa pengertian tahammul wal ada’ ?
5. Apa sighat tahammul wal ada’ dalam kajian hadits ?
C. Tujuan
1. Memahami pengertian rawi.
2. Mengetahui syarat-syarat diterimanya rawi.
3. Mengetahui syarat-syarat perawi dalam tahammul wal ada’ hadits.
4. Memahami pengertian tahammul wal ada’.
5. Mengetahui sighat tahammul wal ada’ dalam kajian hadits.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN RAWI

Kata rawi atau ar-rawi berarti orang yang meriwayatkan atau


memberikan hadits. Sedangkan menurut istilah yaitu orang yang menukil,
memindahkan atau menuliskan hadits dengan sanadnya baik itu laki-laki
maupun perempuan.1

Orang yang telah menerima hadits dari seorang periwayat (rawi),


tetapi dia tidak menyampaikan hadits itu kepada orang lain, maka ia tidak
dapat disebut sebagai orang yang telah melakukan periwayatan hadits.
Demikian pula sebaliknya, orang yang menyampaikan hadits yang
diterimanya kepada orang lain, tetapi ketika menyampaikan hadits itu, ia
tidak menyebutkan rangkaian para perawinya, maka orang tersebut juga
tidak dapat dinyatakan sebagai orang yang telah melakukan periwayatan
hadits.2
B. Syarat-syarat Diterimanya Rawi
Dalam menentukan diterimanya suatu hadits harus memenuhi
syarat-syarat diterimanya rawi yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan
hadits itu sampai kepada kita melalui mata rantai yang terurai dalam
sanad-sanadnya. Amar Bin Ash Shalah menghimpun kriteria tersebut,
menurut jumhur imam hadits dan fiqih, sepakat bahwa syarat bagi orang
yang dapat dipakai hujjah riwayatnya hendaknya .3
a. Seorang muslim
b. Baligh
1
Abdalul Hikmah, “ Syarat-syarat Perawi dan Transformasi Hadis ”
http:www.academia.edu, diakses 25 April 2020 pukul 22:02.
2
Sitianur Simamora, dkk. “ Syarat-syarat Perawi dan Transmisi Hadis ”
http:www.academia.edu, diakses 25 April 2020 pukul 22:11.

3
Saiful Johansyah, “Tahamul dan Ada’ hadits” http:www.slideshare.net, diakses 27 April
2017.

3
c. Berakal sehat
d. Terbebas dari sebab-sebab kefasikan dan hal-hal yang merusak maru’ah
e. Benar-benar sadar dan tidak lalai
f. Kuat hafalannya dan tepat tulisan ; apabila hadits secara makna
disyaratkan baginya untuk mengetahui kata-kata yang tepat seperti
asalnya4
C. Syarat-Syarat Perawi dalam Tahammul wal Ada’ Hadits
a. Syarat-syarat perawi dalam tahammul hadits
1. Penerima harus dlabit̹ (memiliki hafalan yang kuat atau memiliki
dokumen yang valid).
2. Berakal sempurna serta sehat secara fisik dan mental
3. Tamyiz (kemampuan mengingat yang telah dihapal)
b. Syarat perawi dalam ada’ al-hadits
1. Islam
2. Baligh
3. Adil
4. Dlabit (ingatan)
Dabit oleh ulama ahli hadits dibagi menjadi dua yaitu:
a) Dlabtu al-Shadri, yaitu dengan menetapkan atau menghafal apa
yang ia dengar didalam dadanya, sekiranya ia mampu untuk
menyampaikan hafalan tersebut kapanpun ia kehendaki.
b) Dlabtu al-Kitab, yaitu memelihara, mempunyai sebuah kitab
catatan hadits yang ia dengar, kitab tersebut dijaga dan ditasheh
sampai ia meriwayatkan hadits sesuai dengan tulisan yang
terdapat dalam kitab tersebut.
Sedangkan untuk haditsnya sendiri itu haruslah Tsiqoh,
maksudnya adalah hadits yang diriwayatkan tidak berlawanan
dengan hadits yang lebih kuat atau dengan Qur’an.

D. Pengertian Tahammul Wal Ada’


4
Ibid., hlm. 3

4
Menurut bahasa tahammul merupakan masdar dari fi’il madly
(tahammul) yang berarti menanggung, membawa, atau biasa
diterjemahkan dengan menerima. Sedangkan menurut istilah yaitu
mempelajari hadits dari seorang seikh. Ulama sepakat bahwa yang
dimaksud dengan at-tahammul adalah “menagmbil atau menerima
hadits dari seorang guru dengan satu cara tertentua’.
Sedangkan ada’ diambil dari kata ada-yuadi-ada’ yang berarti
menyampaikan sesuatu kepada orang yang dikirim kepadanya. 5
Menurut istilah Al-Ada’ bearti sebuah proses mengerjakan
(meriwayatkan) hadits dari seorang guru kepada muridnya. Para ulama
ahli hadits mengistilahkan Al-Ada’ yaitu menyampaikan atau
meriwayatkan hadits. Jadi, Al-Ada’ yaitu meriwayatkan dan
menyampaikan hadits kepada murid atau proses mereportasekan hadits
setelah ia menerimanya dari seorang guru.
Secara keselururahan tahammul wal ada’ al-hadits adalah kegiatan
atau proses yang berisi seluk beluk penerimaan dan penyampaian hadits
lazim.6 Dengan demikian, seseorang baru dapat dinyatakan sebagai
periwayat hadits, apabila dia telah melakukan pada apa yang disebut
dengan tahammul wal ada’ al-hadits dan hadits yang disampaikannya
tersebut lengkap berisi sanad dan matan, Ismail (dalam Kusroni, 2016 :
275).
E. Sighat Tahammul Wal Ada’ dalam Kajian Hadits
Metode penerimaan sebuah hadits dan juga penyampaiannya kembali
ada delapan macam yaitu :
a. al-Sima’ (mendengar)
Yaitu mendengar langsung dari sang guru. al-Sima’ mencakup
imlak (pendektean), dan tahdits (narasi atau member informasi).
Menurut mayoritas ahli hadits, Sima’ merupakan shigat riwayat yang

5
Hanif Luthfi, “Tahammul dan Ada” https://www.rumahfiqih.com, diakses 22 April 2015
pukul 09:42 WIB.
6
Kusroni, “Mengenal Tuntas Seluk-Beluk Periwayatan Hadits,” Jurnal Studi Hadits,
Volume 2, No. 2, 2016, hlm. 275.

5
paling tinggi. yang sering dilakukan oleh sahabat. Contoh hadits yang
disampaikan dari penerimaan hadits Al-Sima’, yaitu sebagia berikut :

‫ي بْن‬J ‫ع َْن ُحب ِْس‬,َ‫ َحاق‬J ‫ ع َْن أَبِ ْي إِ ْس‬,ُ‫ َرائِ ْيل‬J ‫ َح َّدثَنَا إِ ْس‬:َ‫ قَاال‬,‫ َو يَحْ َي بْنُ أَبِ ْي بُ َكي ٍْر‬,‫َح َّدثَنَا يَحْ َي بْنُ آ َد َم‬
‫ ُل‬J‫ا يَاْ ُك‬JJ‫ فَ َكأَنَّ َم‬,‫ر‬J ْ
ِ J‫أ َل ِم ْن َغ ْي‬J‫ " َمبْ َس‬: ‫لَّ َم‬J‫ ِه َو َس‬J‫لّى هللاُ َعلَ ْي‬J‫ص‬
ٍ J‫ر فَ ْق‬J َ ِ‫وْ ُل هللا‬J‫ قَال َر ُس‬: ‫ قَا َل‬,َ‫ُجنَا َدة‬
‫َ" ْال َج ْم َر‬

Artinya : Yahya bin adam dan yahya bin abi bukair menuturkan
menceritakan kepada kami, mereka berdua mengatakan, Israil
menceritakan kepada kami, dari abu ishaq, kami, mereka berdua
mengatakan, israil menuturkan kepada kami, dari abu ishaq, dari
hubsyi bin junadah radhiallohu’anhu, ia berkata Rasululloh
shallallohu alaihi wasallam bersabda : “ barang siapa yang meminta
minta padahal ia tidak fakir maka seakan-akan ia memakan bara api”,
( dikeluarkan ibnu majah ).

b. Membaca (al-qira’ah)
Yang dimaksud dengan membaca di sini adalah kegiatan membaca
seorang murid di depan gurunya, baik secara hapalan maupun dengan
melihat sebuah kitab, Salih (dalam Kusroni, 2016 : 277). Apabila
bacaannya bukan hapalan atau tidak pula dengan membaca dari kitab
melainkan dengan mendengar orang lain membaca di depan gurunya,
maka untuk orang tersebut disyaratkan harus hapal bacaannya, Salih
(dalam Kusroni, 2016 : 277).
Si guru tersebut mendengarkan bacaan hadits tersebut. Adapun
ُ ‫( قَ َر ْأ‬aku membacakan hadits
salah satu kodenya yaitu, seperti ‫ت َعلَي فُاَل ِن‬
didepan si fulan), dan sebagainya.7
Terkait derajat kualitas bentuk al-qira’ah atau membaca ini,
Mahmud al-Tahhan, Al-Thahhān (dalam Kusroni, 2016 : 277)
membaginya dalam tiga kelompok pendapat, pertama: membaca sama
derajatnya dengan mendengar (al-sima’), pendapat ini diriwayatkan
7
Sitianur Simamora, dkk. Op. Cit. hml 6

6
dari Malik, al-Bukhari, dan mayoritas ulama hijaz dan kufah., kedua:
lebih rendah dari pada al-sima’, pendapat ini diriwayatkan dari
mayoritas ahl al-mashriq dan ini adalah pendapat yang sahih., ketiga:
lebih tinggi dari al-sima’, pendapat ini diriwayatkan dari abu Hanifah,
ibn Abi Za’b dan satupendapat dari Malik.8
c. Ijazah (al-Ijazah)
Bentuk ijazah ini adalah seperti halnya ucapan seorang guru
kepada murid : “saya memberikan ijazah kepadamu untuk
meriwayatkan kitab sahih al-bukha ri”Al-Thahhān (dalam Kusroni,
2016 : 277). Di antara bentuk ijazah yang bisa diterima oleh
kebanyakan ulama ialah, ijazah sebuah kitab atau beberapa kitab
tertentu diberikan kepada seorang atau beberapa orang tertentu Salih
(dalam Kusroni, 2016 : 277). sebagaimana contoh di atas.
Adapun mengijazahkan sesuatu yang belum diketahui kepada
orang yang belum diketahui juga, menurut para ulama hal ini tidak
diperbolehkan. Demikian pula ijazahijazah lain yang bersifat umum.
Pada dasarnya, ijazah ialah ucapan lisan seorang guru yang
disampaikan dalam bahasa yang tegas kepada muridnya, bila
dilakukan secara tertulis tanpa diucapkan, tidak diperbolehkan oleh
sejumlah ulama yang berhaluan keras Salih (dalam Kusroni, 2016 :
278). Mengenai kekuatan ijazah, baik yang bisa diterima sekalipun
tetap tidak bisa menandingi metode mendengar dan membaca,
sehingga ijazah menempati peringkat ketiga dalam periwayatan
setelah membaca dan mendengar Salih (dalam Kusroni, 2016 : 278).

d. Memberi (al-Muna walah)

8
Kusroni, op. cit. hlm. 277

7
Seorang ahli hadits memberikan sebuah naskah asli kepada
muridnya atau salinan yang sudah dikoreksinya untuk diriwayatkan.9
Atau dalam pengertian lain, bila seorang muhaditsin memberikan
hadits atau kitap hadits kepada muridnya untuk diriwayatkan. Ia
mengatakan hadza min haditsi.10
e. Al-i’lam
Yaitu cara dimana guru memberitahukan muridnya bahwa hadits,
kitab hadits tertentu merupakan bagian dari riwayatnya, tetapi dalm
pemberitahuan ini ia tidak memberikan ijazah kepada muridnya

Jumhur ahli hadits berpendapat bahwa periwayatan seperti ini


diperbolehkan. Sebab pemberitahuan guru kepada muridnya berarti
pemberian ijazah kepadanya, sebab hal itu merupakan suatu indikator
bahwa guru rela bila muridnya menyampaikan hadits-haditsnya. Ini
adalah pendapat sebagian mutaqaddimin seperti ibnu juraij dan
mayoritas ulama mutaakhirin.11 Dan ada juga yang berpendapat
sebaliknya.

f. Al-kitabah
Yaitu cara penerimaan hadits dimana seorang guru menuliskan
hadits-haditsnya untuk diberikan kepada orang yang hadir maupun
tidak hadir, baik hadits itu ditulisnya sendiri atau ia memerintahkan
orang lain untuk menulisnya. Periwatan al-kitabah ada dua macam.
Pertama, penulisan yang disertai ijazah, dan yang tidak disertai ijazah.
Kata-kata yang dipakai untuk periwayatan dengan cara ini adalah:
kitab ila pulan ijazatuka wa kitabatu laka dan akhbirni bihi, akhbirni
bihi makatibatun.12
g. Al-wijadah

9
Arif Fikri, “At-Tahammul Wal Ada’,” http://repository.radenintan.ac.id/id/eprint/5193,
diakses 6 Desember 2018 pukul 04.21 WIB.
10
M.Sayuti Ali , ‘’Periwatan Hadis dengan Lafaz dan Makna’’, Jurnal Al-Qalam, vol. 11 no.
59, 1996 (http:www.jurnal.uinbanten.ac.id).
11
Ibid,. hlm. 26.
12
Ibid,. hlm 26.

8
“ Maksud yaitu seseorang dengan tidak melalui cara al-sima’ atau
ijazah memperoleh hadits yang ditulis oleh periwayatnya “. Orang
yang menulis hadits tersebut bisa saja semasa atau tidak semasa
dengan orang yang mendapat tulisan tersebut, pernah atau tidak
pernah bertemu dengan penulis yang dimaksud. Salah satu kodenya
seperti, ‫ طِّ فُاَل ِن‬J َ‫ت بِخ‬
ُ ‫ ْد‬J‫( َو َج‬aku telah menemukan tulisan seorang guru
hadits).13

BAB III

PENUTUP

13
M.Sayuti Ali, op. cit. hlm 8

9
A. Kesimpulan
Tahammul wal ada’ al-hadits adalah kegiatan atau proses yang berisi
seluk beluk penerimaan dan penyampaian hadits lazim. seseorang baru
dapat dinyatakan sebagai periwayat hadits, apabila dia telah melakukan
pada apa yang disebut dengan tahammul wal ada’ al-hadits dan hadits
yang disampaikannya tersebut lengkap berisi sanad dan matan. Syarat-
syarat perawi dalam tahammul hadits adalah penerima harus dlabit̹
(memiliki hafalan yang kuat atau memiliki dokumen yang valid), berakal
sempurna serta sehat secara fisik dan mental, tamyiz (kemampuan
mengingat yang telah dihapal). Syarat perawi dalam ada’ al-hadits yaitu :
Islam, baligh, adil, dlabit (ingatan).
Sighat Tahammul Wal Ada’ dalam Kajian Hadits yaitu : al-Sima’
(mendengar), membaca (al-qira’ah), ijazah (al-Ijazah), memberi (al-Muna
walah), Al-i’lam, Al-kitabah, Al-wijadah.
B. Saran
Dalam makalah ini penulis memiliki harapan agar pembaca
memberikan kritik dan saran yang membangun. Karena penulis sadar
dalam penulisan makalah ini terdapat begitu banyak kekurangan.
Selain itu, penulis juga menyarankan setelah membaca makalah ini kita
semua dapat memahami tentang Tahammul wal ada’ al-hadits ini. Setelah
belajar tentang Tahammul wal ada’ al-hadits kita akan lebih mengetahui
tentang proses atau tahapan-tahapan penerimaan dan penyampaian hadits
yang sebenarnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M. (1996). Periwatan Hadis Dengan Lafaz dan Makna. Al-Qalam , 26.

10
Fikri, A. (t.thn.). repository.radenintan.ac.id/5193/. Dipetik Desember 6, 2018, dari
http://www.eprints.org: http://repository.radenintan.ac.id/id/eprint/5193

Hikmah, A. (t.thn.). Diambil kembali dari https://www.academia.edu:


https://www.academia.edu/17239087/Syarat-
syarat_perawi_dan_transformasi_hadis

Johansyah, S. (t.thn.).
https://www.slildeshare.net/mobile/sahabatsehatsetia/tahamul-dan-ada-
hadits. Dipetik April 27, 27, dari https://www.slildeshare.net:
https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.slildeshare.net/mobile/sahabatseh
atsetia/tahammul-dan-ada-
hadits&ved=2ahUKEwjojJKfxLfpAhUSjuYKHXrKDLQQFjAAegQIARAC&usg=AOvV
aw3QenhZV6f6VGbIWxNhNkTc&cshid=1589603085480

kusroni. (2016). mengenal tuntas seluk-beluk periwatan hadis. jurnal studi hadis , 2 (2),
275.

Luthfi, H. (t.thn.). Dipetik april 22, 2015, dari https://www.rumahfiqih.com:


https://www.google.com/url?
sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.rumahfiqih.com/z-27-tahammul-
dan-ada%27%3B-sebuah-keistimewaan-umat-
islam.html&ved=2ahUKEwjarrvyx7fpAhV79nMBHXwlAFkQFjAAegQIAhAC&usg
=AOvVaw0HUPUsZqN4PudPe62oAxl1&cshid=1589603945245

Simamora, S. d. (2019). Dipetik juli 5, 2020, dari http:www.academia.edu:


https://www.google.com/url?sa=t&source-
=web&rct=j&url=https://www.academia.edu/38096534/syarat-
syarat_perawi_dan_proses_transmisi&ved=2ahUKEwiS3arnnbbpAhVSgUsFHQ
QBDscQFjAAegQIAhAB&usg=AOvVaw2Y2j53sTDyrVserXKyD0Jn&cshid=158955
8307079

11

Anda mungkin juga menyukai