1
Azyumardi azra, “Neo-Sufisme dan Masa Depannya” dalam Muhammad Wahyuni Nafis (ED), Rekonstruksi dan
Renungan Religius Islam (Cet. I;Jakarta: Paramadina, 1996), hlm. 287.
2
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Cet. X; Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996),
hlm. 27.
3
Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam (Cet.II; Jakarta: Pustaka al-husna, 1998),hlm.53.
Untuk menjawab permasalahan diatas, terlebih dahulu di kemukakan prinsip-prinsip yang
menjadi dasar filosofis bagi pandangan pendidikan islam. Al syaibany dalam hal ini
menyebutkan delapan prinsip,4 yaitu:
1. Manusia adalah makhluk paling mulia di alam ini. Allah telah membekalinya dengan
keistimewaan-keistimewaan yang menyebabkan ia berhak mengungguli makhluk lain.5
2. kemuliaan manusia atas makhluk lain adalah karena manusia diangkat sebagai khalifah
(wakil) Allah yang bertugas memakmurkan bumi atas dasar ketakwaan.6
3. Manusia adalah makhluk berpikir yang menggunakan bahasa sebagai media.7
4. Manusia adalah makhluk tiga dimensi seperti segitiga sama kaki yang terdiri dari tubuh
akal, dan, ruh.8
5. Pertumbuhan dan perkembangan manusia dipengaruhi oleh faktor keturunan dan
lingkungan.9
6. Manusia mempunyai motivasi dan kebutuhan.
7. Manusia sebagai individu berbeda dengan manusia lainnya, karena pengaruh faktor
keturunan dan lingkungan.
8. Manusia mempunyai sifat luwes dan selalu berubah melalui proses pendidikan
pendidikan pendidikan.
Dengan berpegang kepada delapan prinsip ini, kiranya mudah bagi filsafat pendidikan
Islam untuk menentukan konsep tentang hakikat manusia. Konsepsi ini tentunya mencakup
pembahasan tentang proses penciptaan manusia, tujuan hidup, kedudukan, dan tugas manusia.
Semua pembahasan ini berkaitan dengan pemikiran ontologis tentang manusia. Oleh karena itu
ia senantiasa tidak dapat dilepaskan dari pandangan dosa dunia islam.