Anda di halaman 1dari 2

1.

Manusia dalam tinjauan filsafat pendidikan islam


Sejarah modernism muncul ke permukaan ditandai dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam segala bidang. Kehidupan manusia dengan dukungan ilmu
pengetahuan dan teknologi kiranya telah menjadi lebih mudah dan praktis. Mereka berhasil
mnegembangkan sumber daya alam, sehingga menjadi modal utama bagi kehidupannya. Oleh
karenanya, manusia merasa bangga dengan modernism, karena dianggap telah mampu
melahirkan suatu pencerahan bagi kehidupannya.
Namun demikian, anggapan tersebut kiranya tidak dapat diterima begitu saja. Modernism
sesungguhnya telah gagal membuat hidup dan kehidupan manusia menjadi lebih bermakna.
Sains dan teknologi misalnya, tidak mampu memberikan jawaban atas personal-soalan yang
berkaitan dengan makna (meaning). Sains dan teknologi tidak dapat menjawab dari mana dan
hendak kemana manusia hidup. Oleh karena itu, dewasa ini muncul Suatu pemikiran yang
menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dan teknologi bukanlah segala-galanya ia tidak dapat
memberikan solusi yang sesungguhnya bagi kehidupan manusia. Semacam ini menurut
Azyumardi Azra, merupakan bukti kegagalan modernism.1 Kini manusia modern senantiasa
berpikir untuk mencari solusi atas kegagalan ini.
Islam sebagai sebuah sistem kehidupan Sesungguhnya telah menawarkan sebuah solusi.
Dalam pandangan Islam problem solving yang paling mendasar bagi persoalan-persoalan yang
dihadapi manusia modern adalah masalah pendidikan. Segala persoalan manusia itu berkaitan
dengan masalah material spiritual sosial, politik, ataupun peradaban kiranya dapat diatasi dengan
penyelesaian masalah pendidik dengan sebaik-baiknya. Dengan telaah filosofis tulisan ini
bermaksud mengkaji hakikat manusia, potensi apa saja yang dimiliki manusia dan bagaimana
potensi itu dikembangkan berdasarkan konsep filosofis dalam pendidikan Islam.
2. Hakikat Manusia
What is man?, demikian sebab pertanyaan yang dikemukakan Jujun S. Suriasumantri
ketika mulai membahas bidang telaah filsafat. 2 Maksud pertanyaan ini adalah bahwa pada
tahapan permulaan, filsafat senantiasa mempersoalkan siapakah manusia itu. Jika pada tahap
awal filsafat mempersoalkan masalah manusia, demikian pula halnya dengan pendidikan Islam.
Ia tidak akan memiliki paradigma yang sempurna tanpa menentukan sikap konseptual filosofis
tentang hakikat manusia,3 sebab bagaimanapun juga manusia adalah bagian dari alam ini.
Perlunya penentuan sikap dan tanggapan tentang manusia dalam filsafat pendidikan Islam, pada
hakikatnya didasarkan pada asumsi bahwa manusia adalah subjek sekaligus objek pendidikani
islam.

1
Azyumardi azra, “Neo-Sufisme dan Masa Depannya” dalam Muhammad Wahyuni Nafis (ED), Rekonstruksi dan
Renungan Religius Islam (Cet. I;Jakarta: Paramadina, 1996), hlm. 287.
2
Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer (Cet. X; Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996),
hlm. 27.
3
Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan Islam (Cet.II; Jakarta: Pustaka al-husna, 1998),hlm.53.
Untuk menjawab permasalahan diatas, terlebih dahulu di kemukakan prinsip-prinsip yang
menjadi dasar filosofis bagi pandangan pendidikan islam. Al syaibany dalam hal ini
menyebutkan delapan prinsip,4 yaitu:
1. Manusia adalah makhluk paling mulia di alam ini. Allah telah membekalinya dengan
keistimewaan-keistimewaan yang menyebabkan ia berhak mengungguli makhluk lain.5
2. kemuliaan manusia atas makhluk lain adalah karena manusia diangkat sebagai khalifah
(wakil) Allah yang bertugas memakmurkan bumi atas dasar ketakwaan.6
3. Manusia adalah makhluk berpikir yang menggunakan bahasa sebagai media.7
4. Manusia adalah makhluk tiga dimensi seperti segitiga sama kaki yang terdiri dari tubuh
akal, dan, ruh.8
5. Pertumbuhan dan perkembangan manusia dipengaruhi oleh faktor keturunan dan
lingkungan.9
6. Manusia mempunyai motivasi dan kebutuhan.
7. Manusia sebagai individu berbeda dengan manusia lainnya, karena pengaruh faktor
keturunan dan lingkungan.
8. Manusia mempunyai sifat luwes dan selalu berubah melalui proses pendidikan
pendidikan pendidikan.
Dengan berpegang kepada delapan prinsip ini, kiranya mudah bagi filsafat pendidikan
Islam untuk menentukan konsep tentang hakikat manusia. Konsepsi ini tentunya mencakup
pembahasan tentang proses penciptaan manusia, tujuan hidup, kedudukan, dan tugas manusia.
Semua pembahasan ini berkaitan dengan pemikiran ontologis tentang manusia. Oleh karena itu
ia senantiasa tidak dapat dilepaskan dari pandangan dosa dunia islam.

Anda mungkin juga menyukai