Disusun Oleh :
1. M. Athoillah naufal F (12301183003)
2. Dwi Arifatus Solikah (12301183022)
3. Ekasari Imfan S (12301183032)
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Kami panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini dengan baik.
Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi
Agung Muhammad SAW.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak. Atas dukungan moral dan materil yang diberikan dalam penyusunan
makalah ini, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr. Maftukhin, M.Ag, selaku Rektor IAIN Tulungagung.
2. Adrika Fitrotul Aini selaku dosen mata kuliah Tafsir Nusantara
3. Teman-teman IAT-IIIA, serta pihak yang sudah membantu.
Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Harapan yang paling besar ialah, mudah-mudahan makalah yang kami susun ini
dapat bermanfaat, baik untuk pribadi maupun bagi para pembaca khususnya.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
C. Tujuan ............................................................................................................. 2
BAB II : PEMBAHASAN
E. Contoh dari Penafsiran Kitab Tafsir Al-Iklil Fii Ma’anii At-Tanzil ............. 10
F. Kelebihan dan Kekurangan dari Kitab Tafsir al-Iklil fii Ma’anii at-Tanzil . 15
A. Kesimpulan ................................................................................................... 17
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah pedoman bagi agama Islam. Kitab suci itu
menempati posisi sentral, bukan saja dalam perkembangan
danpengembangan ilmu-ilmu keislaman sepanjang 14 abad sejarah
peradaban umat ini (islam). Akan tetapi juga merupakan penggerak,
pemandu, bagi gerakan sejarah umat sepanjang 14 abad ini. Al-Qur’an
secara teks memang tidak berubah, tetapi penafsiran atas teks selalu berubah
seiring dengan konteks ruang dan waktu. Karena Al-Qur’an sering dianalisis,
dan ditafsirkan dengan berbagai metode dan pendekatan untuk menguak
isinya. Aneka metode dan tafsir yang digunakan sebagai jalan untuk
membedah makna terdalam dari Al-Qur’an tersebut.
Setiap mufassir mempunyai sosio kultural yang berbeda-beda, oleh
sebab itu banyak sekali dijumpai penafsiran mereka antara satu dengan yang
lainnya tidak seragam meskipun pokok tema atau ayat Al-Qur’an yang
dibahas adalah sama. Tidak hanya sosio kultural saja yang mempengaruhi
seorang mufassir dalam menafsirkan Al-Qur’an, cara pandang seorang
mufassir terhadap objek yang dikaji pun akan mempengaruhi mereka dalam
menafsirkan Alquran. Tingkatan ilmu dan cara pandang sesuatu yang ada
disekitarnya, juga sangat mempengaruhi seorang mufassir dalam
menginterpretasi sebuah ayat Alquran. Sehingga tidak ada satu metode atau
bentuk penafsiran yang bisa diklaim mutlak benar dan otoratif .
Seperti halnya dari uraian tersebut, kyai Misbah Mustofa yang juga
seorang mufassir menuliskan segala sudut pandangnya tentang ayat yang
terkandung dalam Al-Qur’an dalam sebuah kitab yang diberikannya judul
al-Iklil fii Ma’anii at-Tanzil. Mengenai bahasan ataupun permasalahan-
permasalahn yang ditulis dalam kitab tersebut akan kami paparkan dalam
bab pembahasan.
1
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
sebagai berikut :
1. Siapa penulis kitab Tafsir al-Iklil fii Ma’anii at-Tanzil?
2. Bagaimana latar belakang penulisan kitab Tafsir al-Iklil fii Ma’anii at-
Tanzil?
3. Bagaimana sistematika penulisan dan metode penafsiran Kitab Tafsir
al-Iklil fii Ma’anii at-Tanzil?
4. Apa saja Keunikan dari Kitab Tafsir al-Iklil fii Ma’anii at-Tanzil?
5. Apa contoh dari penafsiran kitab Tafsir al-Iklil fii Ma’anii at-Tanzil?
6. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari Kitab Tafsir al-Iklil fii
Ma’anii at-Tanzil?
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui penulis Kitab Tafsir al-Iklil fii Ma’anii at-Tanzil
2. Untuk mengetahui asal-usul penulisan Kitab Tafsir al-Iklil fii Ma’anii
at-Tanzil
3. Untuk mengetahui sistematika dan metode penafsiran Kitab Tafsir al-
Iklil fii Ma’anii at-Tanzil
4. Untuk mengetahui keunikan dari penafsiran kitab Tafsir al-Iklil fii
Ma’anii at-Tanzil
5. Untuk mengetahui contoh penafsiran kitab Tafsir al-Iklil fii Ma’anii
at-Tanzil
6. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari Kitab Tafsir al-Iklil
fii Ma’anii at-Tanzil
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
KH. Ridhwan dan kemudian KH. Misbah Mustafha menggantikan
memimpin pesantren milik mertuanya tersebut. Dari pernikahannya, beliau
dikarunia lima putra, yakni Syamsiyah, Hamnah, Abdullah, Muhammad
Nafis dan Ahmad Rafiq.
4
bersama-sama mendapatkan ketentraman dan kesenangan batin di dunia
maupun diakhirat.
5
juz 30 yang diberi nama Tafsir Juz ‘Amma Fi Ma’ani al-Tanzil. Dalam
penyajiannya, kitab tafsir ini disajikan secara beruntut berdasarkan urutan
surah dalam mushaf usmani.
Dalam tulisan ayat dan tafsirnya ditandai dengan nomor abjad Arab,
bila ayatnya menunjukkan ayat satu maka dalam penafsirannya juga diberi
tanda nomor satu, begitu juga dengan keterangan tafsirannya. Hal ini
bertujuan supaya orang yang membaca mudah untuk memahaminya.
Dalam tafsirannya, Misbah juga memberikan tanda symbol ( )كتuntuk
menunjukkan uraian penafsiran terhadap suatu ayat yang biasanya ditulis
relatif lebih panjang dengan tujuan untuk menjelaskan ayat tersebut. Selain
itu, KH Misbah dalam penafsirannya juga menggunakan istilah ( )تنبيهyaitu
untuk memberikan keterangan tambahan, dan biasanya berupa catatan
penting, faidah yang berisi intisari ayat dan kisah yang berisikan cerita
atau riwayat yang dikutip oleh KH Misbah berkaitan dengan ayat yang
sedang ditafsirkan. Dalam kitab tafsir al-Iklil fii Ma’anii at-Tanzil ini di
pojok atas bagian kanan disebutkan untuk nama surah, di bagian tengah
untuk juz, di bagian pojok kiri digunakan untuk halaman kitab.
Penafsiran yang bercorak sufi dapat dilihat dari penafsiran pada
lafadz احلمدهلل, pujian dalam lafdz tersebut diartikan menjadi empat bagian.
6
D. Keunikan dari Kitab Tafsir al-Iklil fii Ma’anii at-Tanzil
1. Lokalitas Dalam Penampilan
a. Menggunakan Aksara Pegon
Bagi seorang santri, pemakaian huruf pégon dalam karya
ini sudah barang tentu akan membantu mereka memahami struktur
kebahasaan al-Qur’an. Pemahaman ini menjadi hal yang sangat
penting bagi seorang santri mengingat dalam tradisi pesantren,
pembacaan dan penguasaan teks-teks berbahasa Arab tidak bisa
dilepaskan dari kemampuannya memahami struktur bahasa dalam
yang ada dalam teks-teks tersebut.
b. Menggunakan Makna Gandul
Penggunaan makna gandul ini memungkinkan seseorang
yang membacanya mengetahui secara persis arti setiap kata dalam
ayatayat al-Qur’an dalam bahasa Jawa. Dengan demikian, selain
bisa memahami makna ayat al-Quran secara ayat-per-ayat, orang
yang mempelajari kitab ini juga bisa mengetahui makna kata-kata
dalam al-Qur’an dalam bahasa Jawa. Tentu saja hal ini akan
memudahkan orang yang menggunakan bahasa Jawa sebagai alat
komunikasinya.
2. Lokalitas Dalam Komunikasi
Pemakaian Bahasa Jawa merupakan bentuk pemanfaatan unsur
lokalitas dalam berkomunikasi yang dilakukan oleh KH Mishbah
Mushthafa dalam menyampaikan pesan-pesan al-Qur’an kepada
masyarakat pembacanya. Pemakaian bahasa Jawa ini tentu saja,
sebagaimana sudah dikemukakan, adalah agar pesan-pesannya lebih
mudah diterima oleh masyarakat Jawa yang menggunakan Bahasa
Jawa sebagai bahasa pengantarnya.
7
Salah satu hal yang menjadi lokalitas dari tafsir KH Misbah adalah
penafsiran beliau mengenai beberapa tradisi pesantren yang dinilai
sangat mengkultuskan guru dan dianggap tidak sesuai dengan
ajaran Islam. Beberapa perintah guru kepada santrinya dinilainya
berlebihan dan kelewat batas, sehingga memunculkan
pengkultusan yang berlebihan kepada seorang guru. Seperti dalam
penjelasan beliau ketika menafsirkan QS al-Taubah (9): 31, beliau
menyatakan:
Semono ugo ulama Islam lan pendhito Islam kang disebut guru
thoriqoh. Bangete nemene olehe andhidhik umat Islam ngawam
kang dadi muride supoyo tetep bodho, ojo nganti weruh
dhawuhdhawuh quran lan supoyo thoat marang gurune kang
ngliwati bates. Contone sang ngulama dhawuh, santri ora keno
madoni guru kerono su’ul adab. Santri kang kepriye bae ora keno
ngungkuli gurune, “uqūq al-ustāż lā taubata lah”, artine wani
guru anggalaake atine guru iku ora ono taubate. Gunemane
kiyahi kang mengkene iki nimbulake roso murid lan santri luwih
ngegungake perintah lan larangane sang ngulama lan pendhito
Islam katimbang ngegungake perintah lan larangane Allah swt.
Lan yen sang ngulama lan pendhito Islam iku nindaake opo bahe
dianggep wenang lan bagus. Upamane, bebas nyawang lan
omong-omong karo muslimat fatayat, donga lan khutbah nganggo
pengeras suara utowo MTQ kabeh iki dianggep bener lan bagus.
Santri lan murid sebab saking kebacute olehe takdhim nganggep
yen kabeh kang didhawuhake lan kang dilakoni iku bener ora
bakal salah.
Ringkese, gerak pikire santri lan murid, perkembangan jiwane
tansah ditekan. Perlune ojo nganti takdhime santri lan murid
ilang. Mesthine podho ngrasaake kepriye banggane sang ngulama
lan pendhito Islam yen santri lan muride podo nyucupi tangane,
mandar kadang-kadang ngambung dengkule. Koyo opo gurihe
yen santri lan murid wis salaman templek utowo ngaturake
8
amplop. Kehormatan kang mengkene iki bakal ilang yen santri
lan muride ora diwedeake terhadap pribadine sang guru. Sangka
iku kadangkadang sang guru lan pendhito nganaake kedadiyan-
kedadiyan kang ketingale nulayani pengadatan. Upamane weruh
opo-opo sedurunge winarah lan liya-liyane kang coro ngumum
disebut keramat. Masyarakat ngumum ora ngerti yen kahanan
kang nulayani pengadatan itu ono kang biso diusahaake liwat jin,
ono kang biso diusahaake liwat syetan. Ono kang biso diusahaake
liwat malaikat senajan sang guru ora ngerti.
9
perintah ketimbang wedine marang sak liyane Allah. Wus dadi
watak menuso yen menuso wedi marang opo kang dadi sebab-
sebabe mlarate awake, wedi ulo, wedi macan, wedi gendruwo,
wedi feqir, wedi anake ora mangan, wedi ilang kedhudhukane lan
liya-liyane. Nanging wedi kang macam-macam jurusane iki
kanggone wongs kang ngaku mu’min kudu sak ngisore wedi
marang Allah, wedi marang siksane Allah. Ciri lan sifate wong
mukmin kang mengkene iki arang banget tinemu ono ing
kalangane wongkang podho ngaku mukmin. Koyo opo baguse
upamane umat Islam anduweni sekolahan utowo madrasah kang
kanggo andidik muslimin, luwihluwih pemudane sehingga
anduweni ciri lan sifat-sifate wong mukmin kang akeh banget
kasebut ono ing al-Qur’an. Sebab saben wong Islam iku mesthi
ngakoni yen al-Qur’an iku tuntunan uripe
10
dadi keperluan niro kanti andepe-andepe lan suworo kang lirih, ngertiyo!
Allaah ta’ala iku ora demen wong-wong kang tumindak ngeliwati bates.
Siro kabeh ojo podo gawe kerusakan ono ing bumi sakwise baguse lan
siro bisoho podo nurun marang Allaah kanti roso wedi siksone Allaah lan
beronto, kepingin oleh kanugrahane Allaah, ngertiyo! Rohmate Aallaah
iku parek karo wong kang podo ambagusake owahe.
2
Misbah Mustofa, Tafsir Al-Iklil jil. VIII, Surabaya, hal.1274
11
Allaah liwat wong kang adzan,”hayya’alas sholah” artine ”hayya’alas
sholah” artine ayo-ayo podo sholat nuli berangkat sak putrane nuju
maring masjid. Mestine poro sedulur muslimin wis podo kerungu perintah
Allaah: “warka’ur ma’ar rookiin”, artine: siro kabeh bisoho podo sholat
bareng-bareng marang wong kang podo sholat, tegese podo sholat
jama’ah saben-saben wektu. Yen bener-bener keparek marang Allaah
mesti berangkat mesti berangkat senajan ono ing kantor utowo ing sawah.
Yen ora berangkat jamaah gawe alasan kang macem-macem utowo sholat
mengko-mengko, iku nanda’ake yen ora keparek marang Allaah, wong
kang mengkono iki nuli do’a iku podo karo wong kang jaluk duwit marang
Saridin sangking doh-dohan kang masyarakat podo nganggep ora waras
akal, iki kabeh masalah marek marang Allaah dene masalah hukum-
hukume sholat dhuhur jam loro, shubuh jam pitu, utowo masalah
ninggalake sholat jamaah iku urusane ilmu fiqh. Ket ono ing ayat iki gusti
kang moho agung kang paring petunjuk cara-carane do’a yaiku ‘tadarru’
artine andep-andepene ati, lan ‘khufyah’ tegese lirih nuli ing ayat sakwise,
yen doa supoyo ono roso wedi siksone Allaah, lan beronto tegese kepingin
banget oleh keanugerahane Allaah ta’ala.3
Kito muslimin kudu ngerti yen doa iku suwijine panuprih sangking
wong kang asor marang dzat kang luhur kosok baline doa iku perintah ya
iku panuprih saking wong kang luhur marang wong kang asor, yen wong
kang doa iku ora gelem marek deneng Allaah, kaprahe doa e terbalek
malih dadi perintah marang Allaah, kang berarti kurang ajar terhadap
Allaah ta’ala. Opo mungkin disembadani Allaah? Songko iku disyaratake
kudu tadarru tegese “andepe-andepene ati” nuli carane marek marang
Allaah iku kanti mento’ati perintah-perintah Allaah kanti roso ta’dzim
marang Allaah lan niat kang bener mengku Allaah yo iku ikhlas. Saben-
saben wong islam, luwih-luwih bapak kyai lan bapak pemimpin islam
yang terhormat, mesti podo ngerti yen Allaah kagungan sifat sifat sama’
tegese “midengatake utowo ngerungu dadi Allaah ta’ala ora
kapokNanging anehe wong Islam ing zaman sak iki do’a utowo sholat
3
Ibid., hal.1275
12
podo nganggo pengeras suara, dzikir laaila ha illallaah ugo nganggo
pengeras suworo . moco Alquran ugo nganggo pengeras suara khutbah
kang mesti ono do’a e ugo nganggo pengeras suworo, masjid seluruh
Indonesia mesti ono pengeras suoro, opo ulama’ lan zuama’ing zaman sak
iki wes podo nekotake yen Allah iku wis tuwo tur kopok? Tentune ora ono
i’tiqod kang mengkono iku, opo supoyo do’a eutowo sholat utowo oleh e
moco Alquran iku di rungu wong liyo?
Yen mengkene ulama’ lan zuama’, iku maleh dadi wong kang
musyrik khaufi ya iku riya’, opo doa’e wong kang syirik khaufi utowo
sholate iku opo di terimo deneng Allah? Sak weneh ono wong kang
nyangkal marang penulis terjemah iklil iki: opo ulama’ zuama’ seluruh
Indonesia mungkin ono salah ono ing olehe do’a lan sholat nganggo
pengeras suoro? Naliko iku penulis mangsuli: ukuran kanggo nentoake
bener utowo salah iku ora oleh e wong kang disebut ulama’ utowo zuama’.
Tentune saben-saben wong Islam mesti nekotake salahe wong kang
nekotake yen nabi Isa iku anak e Allah ya iku wong-wong Nasrani utowo
wong-wong Kristen, nanging pirang juta wong-wong kang urip nganggo
agomo Kristen? Bener utowo salah iku miturutake Islam iku kudu
nganggo ukuran Alquran lan hadise Rasul SAW. Endi lelakon kang mapan
ono ing dasar Alquran utowo hadis ya iku kang bener. Yen ora ono mapan
ono ing perintah utowo anjuran Alquran utowo hadis iku mesti bener,
mandar iku nganakake pengeras suoro naliko sholat lan khutbah biso
kelebu setengah sangking bid’ah. Dawuhe Rasulullah SAW wakullu
bid’atin dholaalah “saben saben bid’ah iku sasar, ing hadis liyo
didawuhake ashabul bida’i kilabun an-naar atine”wong kang podo
ngelakoni bid’ah iku bakal dadi asune neroko”
13
SAW ono ing siji tindak an, nuli poro muslimin podo mbanterake oleh he
takbir, nuli Rasulullah SAW dawuh: he poro Muslimin supoyo gawe
mejana terhadap wak iro kabeh, kerono siro kabeh iku ora ngundang-
ngundang pengeran kang kopok utowo pengeran kang samar ngertiyo!
Siro kabeh iku ngundang-ngundang pengeran kang midanget tur parek,
pengeran kang tansah pirso gerak gerik niro kabeh. Diriwayatake
sangking panjenengan al-Hasan Bashori : aku isi menangi ono wong
lanang wis apal Alquran nanging poro muslimin ora podo ngerti. Ono
wong wis dadi Alim ilmu fiqih nanging poro muslimin ora ana kang
weruh: aku isih menangi wong kang sholat suwe banget ono ing omah he
lan akeh wong kang nginep ono ing omah e nanging wong kang podo
ziyaroh nginep iki ora podo ngerti, aku sak iki menangi wong kang amal
nanging dewek e ora kuat ngelakoni amal mau yen ora ono wong liyo.
Dadi amal selawase diweruh i wong liyo.Ibnu Jureh dawuh: makhruh
ambanterake suworo lan ngundang-ngundang Allah lan jerit-jerit ono ing
wektu dua’. Opo maneh nganggo pengeras suoro, opo do’a kang makhruh
biso diarep ketrimane?
Ing ayat iki kito wes di elengake dening Allah kang moho agung
yen Allah iku ora demen wong kang ngeliwati bates, sholat utowo do’a
nganggo pengeras suara iku ngeliwati bates kang ditentuake dening Allah
ya iku kudu tad}arru’an wakhufyatan. Setengah sangking i’tida’ fid dua’
tegese ngeliwati bates ono ing perkoro do’a ya ikunyuwun diparingi
menang ngadepi musuh Islam nanging ora gelem nandangi perkoro kang
dadi sebabe menang, nyuwun sugih utowo cukup nanging ora gelem
mergawe, utowo males, nyuwun pengapurane Allah nanging urung
ngelakoni maksiat. Semono ugo wong kang nyuwun supoyo dibedil ora
tedas. Dibacok ora mempan, di obong ora kobong, iki kabeh ugo kelebu
setengah sangking do’a kang di obong ora kobong, iki kabeh ugo kelebu
setengah sangking do’a kang ngeliwati bates. Setengah sangking do’a
kang ngeliwati bates. Ya iku do’a kanti tembung kang ora dingerteni
maknane. Koyo do’a nganggo kalimah kang umume disebut asmau siryani.
Koyo asma’u khaljalutihi kerono keno ugo do’a-do’a kang mengkono iku
14
mengko tembung-tembung kang bertentangan karo kepengeranan Allah
utowo do’a iku ngundang arti nyuwun marang setan. Ono ing jamal
syarah fathulwahhaab di dawuhake mengkene,
F. Kelebihan Dan Kekurangan dari Kitab Tafsir al-Iklil fii Ma’anii at-
Tanzil
Kelebihan :
1. Lengkap 30 juz.
2. Disajikan secara beruntut berdasarkan urutan surah.
3. Tiap awal penafsiran didahului dengan nama surat, tempat turunnya
dan jumlah ayatnya.
15
4. Delengkapi dengan makna perkata yang ditulis dengan makna gandul.
5. Dari makna perkata tersebut, ditulis ulang dibawahnya dan disusun
menjadi sebuah kalimat yang tertata.
6. Adanya symbol yang menunjukkan uraian penafsiran.
7. Berisi juga istilah yang dimaksudkan untuk memberikan keterangan
tambahan.
Kekurangan :
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penulisan Kitab tafsir al-Iklil fii Ma’anii at-Tanzil dimulai pada tahun
1977 sampai selesai ditulis tahun 1985. Kitab Tafsir al-Iklil fii Ma’ani at-
Tanzil ditulis lengkap 30 juz al-Qur’an. Setiap juz di cetak dalam 1 jilid, jadi
untuk jumlah keseluruhan terdapat 30 jilid kitab Tafsir al-Iklil fii Ma’ani at-
Tanzil. Namun, untuk juz 30 diberikan nama Tafsir Juz ‘Amma fii Ma’ani at-
Tanzil setiap jilid diberikan warna sampul yang berbeda. Dalam kitab Tafsir al-
Iklil fii Ma’anii at-Tanzil ini, di pojok atas bagian kanan disebutkan untuk
nama surah, di bagian tengah untuk juz, di bagian pojok kiri digunakan untuk
halaman kitab. Kitab Tafsir al-Iklil fii Ma’ani at-Tanzil dicetak oleh al-Ihsan
17
offset Surabaya. Namun, sayang sekali terd apat beberapa kutipan KH.
Misbah Musthafa yang dihapus oleh penerbit tanpa seizin beliau.
18
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Baidowi. 2015. Aspek Lokalitas Tafsir al-Iklil Fi Ma’ani al-Tanzil Karya
KH. Misbah Mustafa. UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta. Vol.1. No.1.
Kusnia Maya. 2018. Penafsiran Misbah Musthafa Terhadap Ayat tentang Bid’ah
dalam Tafsir al-Iklil fi Ma’ani at-Tanzil (surah al-A’raf ayat 55-56 dan
Surat at-Taubah ayat 31).Skripsi UIN Sunan Ampel.Surabaya.
Muhammad Sholeh. 2015. Studi Analisis Hadis-Hadis Tafsir al-Iklil Karya KH.
Misbah Zain Bin Musthafa (Surat ad-Dhuha Sampai surat an-Nass).Skripsi
UIN Walisongo. Semarang.
19