Anda di halaman 1dari 10

Tafsir Sufi al-‘Az}i>m Karya Abu> Sahl al-Tustari>

Alfiatun Naimah
UIN Sunan Ampel Surabaya
07010321001@student.uinsby.ac.id
Audy Cendika Mayzahrani
UIN Sunan Ampel Surabaya
07020321038@student.uinsby.ac.id

Abstrak
Eksistensi corak penafsiran sufistik sangan menarik untuk dikaji, ia dengan
kekhasannya sangat mewarnai khazanah penafsiran al-Qur’an. Tafsir corak sufistik ini
sebagai bentuk pentakwilan ayat al-Qur’an dengan makna lain karena adanya isyarat
tertentu dari para mufassir. Serta adanaya kemungkinan kesesuaian anatara makna
lahiriyah dan batiniyyah. Model penafsiran dalam kalangan sufi ini merupakan upaya
ilmiah dalam membedah teks ayat dan maknat literalnya untuk menjangkau kandungan
makna batinnya. Pada artikel kali ini, penulis akan membahas mengenai Kitab Tafsir
al-‘Az}i>m karya Abu> Sahl al-Tustari>. Kitab tafsir ini dianggap sebagai peolopr pertama
munculnya tafsir sufi.
Kata Kunci : Tafsir Sufi, Abu Sahl al-Tustari> , Kitab al-‘Az}i>m.
Abstrac
The existence of a pattern of Sufistic interpretation is very interesting to study, it with
its peculiarities greatly colors the treasures of Qur'anic interpretation. This Sufistic
style of interpretation is a form of interpretation of Qur'anic verses with other meanings
because of certain signals from the mufassir. And there is the possibility of
compatibility between external and inner meanings. This model of interpretation
among Sufis is a scholarly attempt to dissect the text of the verse and its literal meaning
to reach the content of its inner meaning. In this article, the author will discuss the
Book of al-‘Az}i>m karya Abu> Sahl al-Tustari>. This book of tafsir is considered to be the
first pioneer of the emergence of Sufi exegesis.
Keyword : Sufi Tafsir, Abu Sahl al-Tustari> , Kitab al-‘Az}i>m
Pendahuluan
Kajian Al-Qur’an selalu bersifat dinamis seiring dengan kondisi sosial budaya
dan peradaban dunia berkembang dengan pesat. Hal ini dibuktikan dengan munculnya
karya-karya tafsir yang gaya, metode dan pendekatannya bervariasi, mulai dari klasik
hingga kontemporer. Perkembangan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan juga
menjadi faktor pendorong para mufasir mengungkap makna Al-Qur’an, sehingga
membuat gaya tafsir semakin beragam. Keberadaan tafsir sufi menjadi fenomena yang
menarik untuk dipelajari, beragam penilaian terhadap corak penafsiran ini pun
bermunculan. Beberapa kalangan meragukan otoritas kaum sufi terhadap penafsiran
Al-Qur’an, namun banyak pula yang membela.1
Menurut para sufi, Al-Qur’an mengandung lebih dari sekedar makna z}a>hir saja,
namun juga mengandung pesan batin yang muncul di setiap ayatnya. Oleh karena itu,
para sufi sangat menyukai aspek alegoris Al-Qur’an. Para sufi mempunyai cara khusus
dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Quran, yaitu menafsirkan ayat-ayat Al-Qura’n melalui
metafora. Menurut Anwar Syarifuddin, hal itu dikarenakan dalam pandangan para
mufassir sufi, setiap ayat al-Qur’an mengandung empat makna: yaitu makna z}a>hir,
ba>t}in, h}add, dan mat}la’.2
Manna' al-Qat}t}an menyatakan dalam kitabnya Maba>hi} th fi> ‘Ulu>m al-Qur'a>n
bahwa Mufassir di kalangan sufi sebelum menafsirkan Al-Qur’an harus melakukan
riya>d}ah ru>h}a>niyah untuk memperoleh ilmu (ma’rifah) hingga mencapai tingkat yang
disebut kasha>f dimana kasha>f tersebut dapat mengungkapkan isyarat-isyarat yang
terkandung di dalam Al-Qur’an.

1
Muhamad Zaenal Muttaqin, “GENEOLOGI TAFSIR SUFISTIK DALAM KHAZANAH
PENAFSIRAN AL-QUR’AN,” Jurnal Tamaddun : Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam 7, no. 1 (28
Juni 2019), 115-117.
2
Ibid., 117.

2
Biografi Sahl al-Tustari>
Sahl al-Tustari>, nama lengkap Abu Muhammad Sahal bin ‘Abdullah bin Yu>nus
bin Yu>nus ‘Isa> bin ‘Abdullah bin Ra>fi’ al-Tustari>, atau biasanya dipanggil dengan nama
julukannya (kunyah) Abu> Muhammad, atau nama sandarannya (nisbah)3 yang
menunjukan bahwa al-Tustari> adalah penduduk asli Tustar dalam bahasa Arab atau
Sustar dalam bahasa Persia.
Kelahiran al-Tustari> sendiri tidak dapat dipastikan kapan pastinya. Menurut
beberapa sumber bibliografis menyebutkan bahawa al-Tustari> lahir antara tahun 200H
atau 815 M. Massignon sendiri mengatakan bahwa al-Tustari> lahir pada 203 H atau 818
M. Arberry sendiri mengatakan bahwa al-Tustari> lahir pada tahun 200 H atau 815 M.
Ibn Halikan mengatakan bahawa al-Tustari> lahir pada 200 H atau 815 M di Tustar
dengan merujuk dari pendapat Ibn al-At}ir.4 Pada tahun 261 H atau 874 M al-Tustari>
hijrah ke Bashrah dan meninggal di sana pada tahun 282 H atau 896 M.5
Al-Tustari> menerima pengajaran tasawuf pertamanya dari pamannya (saudara
laki-laki ibunya) dan guru pertamanya yaitu Muhammad bin Sawwar. Kecenderungan
al-Tustari> terhadap jalan sufi yang dipilihnya semakin kuat. Ketika dia berusia tiga
belas tahun, sebuah pertanyaan rumit muncul yang tidak dapat dijawab oleh siapa pun,
jadi dengan izin orang tuanya, dia melakukan perjalanan ke Bashrah dan untuk
menemukan orang-orang pintar untuk menemukan jawabannya. Setelah itu al-Tustari>
melanjutkan perjalanan ke pulau Abadan dan bertemu dengan ulama yang bernama
Hamzah al-Abbadani. Ketika bertemu dengan Hamzah al-Abbadani pula al-Tustari>
menemukan jawaban dari apa yang selama ini ia cari. Setelah menghabiskan beberapa
waktu di Bashrah, al-Tustari> kembali ke kota Tustar. Sejak itu, al-Tustari> membatasinya

3
Baihaqi, “Telaah Tafsir Sufistik: Studi Atas Penafsiran Ayat-Ayat Tentang Nur dalam Tafsir Al-Qur’an
Al-‘Azhim Karya Sahal Al-Tustari”, Ilmu Ushuluddin, Vol 19 N0 2, 2020, 108.
4
Ahmad Ali Fikri, “Sahl al-Tustari> dan Ortodoksi Tafsir Sunni,” Tesis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2021, 42-43.
5
Luthviyah Romziana, Lola Amalia Putri, “Ayat-ayat Makrifatullah dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim
Karya Sahl al-Tustari”, El-Afkar, Vol 12 No 1, 2023, 157.

3
makan dengan satu dirham untuk memenuhi kebutuhan hidup selama setahun. Uang
itu digunakan untuk membeli gandum biji, yang kemudian ia giling sendiri menjadi
tepung dan digunakan untuk membuat roti.6
Sahl al-Tustari> mempunyai banyak murid, ada yang tinggal lama bersamanya,
ada pula yang hanya tinggal sebentar.7 Murid-murid yang tinggal lama dengan al-
Tustari> antara lain:
1. Muhammad b. Salim dan Ahmad b. Salim (w. 356 H/967 M), keduanya diutus
untuk mengajarkan ajaran al-Tustari>.
2. Abu Bakar al-Sijzi yang mendapat izin menyebarkan Tafsir al-Tustari> pada
tahun 275 H/888 M.
3. Umar b. Wasil al-‘Anbari, yang meriwayatkan anekdot tentang al-Tustari> dan
menjelaskan beberapa interpretasi tafsir Qur’annya.
Adapun murid yang tinggal bersama al-Tustari> dalam waktu singkat antara lain:
1. Husayn B. Mansur al-Hallaj, sudah menjadi murid al-Tustari> pada usia 16
tahun, namun hanya tinggal bersama al-Tustari> selama dua tahun, karena ketika
al-Tustari> pindah ke Basrah, Husayn B. Mansur al-Hallaj sebenarnya ingin ikut
pindah ke Basrah, namun dia mengurungkan niatnya dan pergi ke Bagdhad
untuk bergabung dengan kelompok Junayd.
2. Hasan B. Khalaf al-Barbahārī (meninggal 329 H/941 M), seorang teolog dan
ahli hukum Hanbali terkenal dari Baghdad.
3. Abū Muhammad B. Husain al-Jurayri (w. 312 H/924 M), yang kemudian
menjadi salah satu murid terkemuka Junayd setelah kematiannya.
Murid al-Tustari> tidak hanya menyebarkan ajaran dan perkataan al-Tustari>,
namun juga mengemukakan pengamatannya sendiri terkait kehidupan spiritual
gurunya, serta cerita al-Tustari> sendiri yang menggambarkan pengalaman mistisnya.
Banyak di antaranya yang kemudian dimasukkan ke dalam teks Tafsir.

6
Luthviyah Romziana., dkk, “Ayat-ayat Makrifatullah..., 157-159.
7
Baihaqi, “Telaah Tafsir Sufistik: Studi Atas Penafsiran Ayat-Ayat Tentang Nur dalam Tafsir Al-Qur’an
Al-‘Azhim Karya Sahal Al-Tustari”, Ilmu Ushuluddin, Vol 19 N0 2, 2020, 109.

4
Setelah mencapai puncak ilmu dan kebersihan jiwa, al-Tustari> mulai berdakwah
mengajak masyarakat menerima kebenaran dan hidayah Allah. Dia melakukan dakwah
yang lebih dari sekedar ucapan, perilaku, pendidikan, dan nasihat, namun al-Tustari>
juga banyak mewariskan khazanah keilmuan berupa berbagai buku materi keilmuan.
Karya-karya Tustari antara lain:8
1. Tasawuf: Jawabat Ahl al-Yaqin, Daqa’iq al-Muhibbin, Risalah fi al-Huruf,
Risalah fi al-Hikam wa al-Tasawwuf, Salsabil Sahliyyah, al-Ghayah li Ahl al-
Nihaayah, Kitab al-Misaq, Kalimat al-Imam al Rabbani Sahl ibn Abdullah al-
Tustari, Kalam Sahl, Risalah al-Manhiyaat Maqalah fi al-Manhiyat, Manaqib
Ahlul Haq wa Manaqib Ahlullah Azza wa Jalla, dan Mawa’idz al-Arifin.
2. Tafsir: Tafsir al-Qur’an al-Adzim.
3. Teologi: Kitab al-Mu’aradah wa al-Raddi Ala Ahl al-Firqa wa Ahli ad-Da’awa
fi al Ahwal.
4. Sejarah: Lathaif al-Qisas fi Qisas al Anbiya’

Kitab Tafsir al-‘Az}i>m


Abu Muhammad Sahal bin ‘Abdullah bin Yu>nus bin Yu>nus ‘Isa> bin ‘Abdullah
bin Ra>fi’ al-Tustari> merupakan salah seorang mufassir pertama yang menafsirkan al-
Qur’an bercorak sufistik. Karyanya yang momuntel ialah Tafsi>r al-Qur’an al-‘Az}i>m,
kitab tafsir ini dianggap karya tafsir tertua yang berkenaan dengan tafsir sufi. Sebutan
atau penamaan “Tafsir al-Tustari>” sendiri dinisbatkan pada sang mufassir, yang mana
julukan “al- al-Tustari>’ merupakan nama kunyah (karena ia kahir di Tustar).
Berawal dari latar belakang kehidupan masa kecil al-Tustari> yang dipenuhi
dengan pengalaman sufistik, hingga ia melakukan perjalanan ke berbagai daerah dan
kota selama bertahun-tahun. Selama bertahun-tahun ia memperdalam ilmunya melalui
pertemuan dengan para tokoh sufi hingga akhirnya ilmu yang diperolehnya ia gunakan
untuk menjalankan dakwah, yang kemudian pemikirannya ia tuangkan dalam Al-

8
Luthviyah Romziana., dkk, “Ayat-ayat Makrifatullah..., 160.

5
Qur’an yang dikenal dengan Tafsir al-Tustari> atau Tafsir al-‘Az}im>. Meski
penjelasannya masih dirasa kurang memuaskan karena kurang lengkap dan kurang
mendetail, namun ia dianggap sebagai orang pertama yang menafsirkan Al-Qur'an
dengan pendekatan sufistik, sehingga wajar saja penafsirannya masih sederhana tanpa
banyak penjelasan.9
Tafsir Al-Qur’an al-‘Az}i>m merupakan penafsiran al-Tustari> terhadap beberapa
ayat Al-Qur’an yang dipilih dalam semua surat, total kurang lebih seribu ayat. Dalam
kitab tafsir ini, al-Tustari> tidak menafsirkan semua ayat al-Qur’an, ia hanya
menafsirkan ayat-ayat tertentu saja karena ayat-ayat tersebut dianggap mengandung
petunjuk atau isyarat tertentu disamping makna dzahirnya.10 Tafsir ini sebagian besar
menekankan pada aspek esoteris (cara penafsiran yang terfokus pada makna batin) Al-
Qur’an, maka Tafsir al-Tustari> dianggap sebagai bagian dari tradisi tafsir sufi paling
awal.11 Selain itu tafsir ini sering dijadikan sumber rujukan tafsir sufi selanjutnya
seperti al-Sulami, al-Maybudi (abad ke-6 H/abad ke-12 M) dan Ruzbihan Baqli (abad
ke-606 M/1209 M).
Seperti banyak karya Tafsir sufi yang lain pada periode ini, tafsir ini bukanlah
tulisan al-Tustari> sendiri melainkan sebuah komentar terhadap al-Qur’an yang ia
sampaikan secara lisan kepada murid-muridnya kemudian mereka mencatat dan
menyebarkannya. Di kemudian hari, tafsir ini disusun dan ditulis dengan sedikit
tambahan.12 Oleh karena itu terdapat banyak kata-kata Sahl, Su’ila, Qa>la Sahl dan
lainnya.13 Dua murid al-Tustari> yang tampaknya menjadi penyusun kitab tafsir al-
Tustari> dan yang paling sering disebut dalam kitab tafsirnya ialah Abu> Bakr al-Sijzi>
dan ‘Umar Ibn Wa>si} l, adapun Muhammad Ibn Sa>lim juga disebutkan meskipun hanya

9
Ibid., 161.
10
Muhammad Zaenal Muttaqin, “Geologi Tafsir Sufistik...., 124.
11
Ahmad Ali Fikri, “Sahl al-Tustari> dan....., 68.
12
Ibid., 66.
13
Luthviyah Romziana., dkk, “Ayat-ayat Makrifatullah..., 161.

6
tiga atau empat kali.14 Abu> Sahl al-Tustari> mengklasifikasikan empat aspek yang
berhubungan dengan al-Qur’an :15
a. Al-Qur’an terdiri dari berita, informasi, tidak hanya berisi tentang cerita
masyarakat pada zaman dahulu tetapi juga terdapat prediksi terhadap yang akan
terjadi di masa mendatang.
b. Al-qur’an mengandung aajaran Agama. Dengan ajaran Agama, manusia dapat
menyembah Tuhan, dan untuk orang tertentu mereka dapat mengkomunikasikan
secara langdung dengan Tuhan melalui Jalan Ma’rifat.
c. Al-Qur’an adalah petunjuk. Dengan petunjuk tersebut Tuhan memberikan atau
menunjukkan jalan yang lurus kepada hamba-Nya agar mereka selamat.
d. Al-Qur’an adalah kalam Allah yang sudah ada pada Lauh al-Mahfud}.
Secara struktural Kitab tafsir ini terbagi menjadi dalam 2 bagian, yaitu
Muqaddimah dan isi penafsiran. Pada bagian muqaddimah sendiri juga terbagi menjadi
dalam dua sub bab. Sub bab pertama berisi pengantar dan sub bab kedua berisi
karakteristik pencarian pemahaman ayat. Pada bagian kedua yaitu isi penafsiran, al-
Tustari> memulai penafsirannya dengan menafsirkan basmallah kemudian dilanjut
dengan menafsirkan Surah al-Fa>tihah – al-Na>s walaupun ia tidak menafsirkan semua
ayat, ia hanya memilih beberapa ayat saja tiap surah.
Dalam Muqaddimah kitab tafsirnya, al-Tustari> menyebutkan masing-masing
ayat al-Qur’an memiliki empat tingakatan makna; Z}ahi>r adalah makna yang sudah
terbaca melalui kata-katanya (Tila>wah), Bati>n adalah makna pemahaman yang
dikandungnya (Fahm), Hadd adalah hal-hal yang diperbolehkan dan yang tidak
diperbolehkan (H{alaluha> wa h}aramuha>), dan Mat}la’ adalah pencapaian hati terhadap
duatu makna dalam al-Qur’an yang pemahamannya datang dari Allah swt (Ishra>f al-
qalb ‘ala> al-Mura>d biha> faqahan minalla>h ‘azza wa jalla).16

14
Ahmad Ali Fikri, “Sahl al-Tustari> dan....., 67.
15
Muhammad Zaenal Muttaqin, “Geologi Tafsir Sufistik...., 124.
16
Ibid., 125.

7
Kekurangan dari Tasir al-‘Az}i>m ini adalah karena Abu> Sahl al-Tasturi> dalam
menafsirkan ayat al-Qur’an hanya mengambil sebagian ayat dan karena lebih condong
pada penafsiran bathiniyahnya maka tak jarang ia hanya menafsirkan potongan ayat
saja dan tidak utuh. Kemudian untuk ukuran karya tafsir, kitab ini tergolong kecil yaitu
hanya ada dalam satu jilid saja.

Contoh Penafsiran
Dalam Surah al-Baqara>h ayat 255 :17

[ ‫] هّٰللُ اَلٓ اِهل اه اِاَل ُه َۚاو ا حْلا ُّي الح اقيُّ حوُم َۚە‬
Allah, tidak ada Tuhan selain Dia, Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengerus
mekhluk-Nya..
Al-Tustari> menjelaskan bahwa ini adalah ayat yang paling Agung dalam kitab Allah,
Maha Tinggi Dia. Di dalamnya ada nama Agung Allah dan tertulis di langit dengan
cahaya hijau dalam satu baris dari timur ke barat. Al-Tustari> melihatnya pada malam
Laylatul Qadr di ‘Abbadan.

[ ‫] ا حْلا ُّي الح اقيُّ حوُم‬


Yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus makhluk-Nya...
Dia yang mengawasi segala sesuatu tentang makhluk-Nya, rentang hidup, rezeki,
perbuatan mereka. Dialah yang membalas kebaikan dengan kebaikan, membalas
keburukan dengan ampunan, dan membalas kemunafikan, kekafiran dan bid’ah dengan
hukuman. Barang siapa yang mengucapkan kata “Tidak ada Tuhan selain Allah” maka
sungguh membuat perjanjian dengan Allah. Dan apabila ia telah membuat perjanjian
dengan Allah, maka haram baginya bermuat maksiat kepada-Nya dalam salah satu
perintah atau laranagannya baik sembunyi-sembunyi maupun di depan umum.

[ ‫] اَل اَتح ُخ ُذه ِسناة اواَل نا حوم‬


Tidak mengantuk dan tidak tidur...

17
Abu Muhammad Sahl, Tafsir Al-Tustari, Lebanon: Dar Al-Khatab Al-Ilmiyah (2002), 36-37

8
Al-Tustari> berkata bahwa tidur adalah ketika qalb (hati) bercampur dengan tidur. Yakni
tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah swt, Allah adalah dzat Yang Maha
Hidup ia senantiasa mengatur segala kebutuhan makhluk-makhluknya, Dia tidak
pernah dilanda rasa kantuk dan tidak pernah tidur.

Kesimpulan
Sahl al-Tustari>, nama lengkap Abu Muhammad Sahal bin ‘Abdullah bin Yunus
bin Yunus ‘Isa bin ‘Abdullah bin Ra>fi’ al-Tustari>, atau biasanya dipanggil dengan nama
julukannya (kunyah) Abu> Muhammad, atau nama sandarannya (nisbah)18 yang
menunjukan bahwa al-Tustari> adalah penduduk asli Tustar dalam bahasa Arab atau
Sustar dalam bahasa Persia.
Sahl al-Tustari> mempunyai banyak murid, ada yang tinggal lama bersamanya,
ada pula yang hanya tinggal sebentar. Murid al-Tustari> tidak hanya menyebarkan ajaran
dan perkataan al-Tustari>, namun juga mengemukakan pengamatannya sendiri terkait
kehidupan spiritual gurunya, serta cerita al-Tustari> sendiri yang menggambarkan
pengalaman mistisnya. Nama kitab al-Tustari> sendiri dinisbatkan kepada panggilan
kunyahnya. Adapun dalam menafsirkan al-Qur’an al-Tustari> tidak menafsirkan semua
ayat, melainkan hanya mengambil sebagian ayat karena ia lebih condong pada makna
bathiniyyah.

Daftar Pustaka
Baihaqi. “Telaah Tafsir Sufistik: Studi Atas Penafsiran Ayat-Ayat Tentang Nur dalam
Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim Karya Sahal Al-Tustari”. Ilmu Ushuluddin. Vol 19,
No 2. 2020.
Fikri, Ali, Ahmad. “Sahl al-Tustari> dan Ortodoksi Tafsir Sunni.” Tesis. UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2021.

18
Baihaqi, “Telaah Tafsir Sufistik: Studi Atas Penafsiran Ayat-Ayat Tentang Nur dalam Tafsir Al-Qur’an
Al-‘Azhim Karya Sahal Al-Tustari”, Ilmu Ushuluddin, Vol 19 N0 2, 2020, 108.

9
Muttaqin, Zaenal, Muhamad. “GENEOLOGI TAFSIR SUFISTIK DALAM
KHAZANAH PENAFSIRAN AL-QUR’AN.” Jurnal Tamaddun: Jurnal
Sejarah dan Kebudayaan Islam. Vol 7, no. 1. (28 Juni 2019)
Romziana, Luthviyah., dkk. “Ayat-ayat Makrifatullah dalam Tafsir Al-Qur’an Al-
‘Azhim Karya Sahl al-Tustari”. El-Afkar. Vol 12, No 1. 2023.
Sahl, Abu Muhammad. (2002). Tafsir Al-Tustari, Lebanon: Dar Al-Khatab Al-Ilmiyah

10

Anda mungkin juga menyukai