Anda di halaman 1dari 8

LEMBAR JAWABAN UJIAN AKHIR

SEMESTER VII PROGRAM STUDI


ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IQT)
INSTITUT DIROSAT ISLAMIYAH AL-AMIEN
PRENDUAN (IDIA) TAHUN 2021

NAMA : MOH MULTAZAM


MATA KULIAH : STUDI KITAB TAFSIR
DOSEN PENGAMPU : UST. H. DR. MOHAMMAD FATTAH, MA.
HARI/TGL : SABTU, 2 OKTOBER 2021

A. TAFSIR BAHR ULUM


1. Biografi Penulis Kitab Tafsir

Nama lengkapnya ialah Abu al-Laits Nashr bin Muhammad bin Ahmad
bin Ibrahim al- Samarqandi. beliau digelari Al-Faqih yang menandakan
bahwa beliau telah sampai pada derajat yang tinggi dalam dunia ilmu Fiqih.
Gelar ini sebenarnya didasarkan atas mimpinya ketika melihat Nabi saw
dalam tidurnya lalu Nabi memberikan gelar ini. Hal itu terjadi ketika beliau
mengarang kitab “Tanbihul Ghafilin” lalu beliau membawa kitab tersebut
untuk sowan ke Raudlahnya Nabi Saw setelah itu beliau menginap di sana,
kemudian beliau bermimpi melihat Nabi Saw mengambil kitabnya seraya
berkata “Ambillah kitabmu, Wahai Faqih”. Seketika beliau pun terjaga dan
mendapati di dalam kitabnya tempat-tempat yang di koreksi Nabi. Adapun
gelar kedua adalah Imam al-Huda.
Beliau dilahirkan di desa Samarqan, Uzbekistan, salah satu kota besar
di Khurasan, sekarang masuk dalam daerah Uni Soviet. Dikatakan, ia lahir
sekitar abad IV H, yakni antara tahun 301 H – 310 H. Beliau sangat dikenal
dengan kata-katanya yang selalu mengandung hikmah dan karya-karyanya
yang cukup terkenal.
Madzhab yang dianut oleh beliau adalah madzhab hanafi hal ini dapat
dilihat dari beberapa kitab-kitab fiqhi yang ditulis, banyak bercorak madzhab
Hanafi. Abu al-Laits mempunyai beberapa guru yang ahli dalam bidangnya
masing-masing dan murid-murid serta karya tulis dengan berbagai bidang
ilmu keislaman. Oleh karenanya beliau melakukan perjalanan ke kota Balkh
dan berguru kepada beberapa guru yang ternama, antara lain: Abu Ja’far al-
Handawani (w. 326 H), Muhammad bin al-Fadhl al-Balkhi seorang mufassir
(w. 319 H), Khalil bin Ahmad bin Isma’il (w. 368 H) dan Muhammad bin al-
Hasan al-Haddadi (w. 388 H).
Abu al-Laits wafat pada malam selasa 11 Jumadil Akhir 398 H. Ada
pula yang berpendapat, ia wafat 383 H, sedang yang lainnya 373 H.
2. Metode Penulisan Kitab Tafsir

Salah satu ulama’ yang sudah mengkaji dan memberikan komentar


tentang tafsir Bahr al-Ulum adalah Al-Dzahabi, dalam kitabnya al-Tafsir wa
al-mufassirun berkata, “Ketika saya meneliti tafsir ini, saya temukan
pengarangnya menggunakan tafsir bi al- ma’tsur, sebagai mana yang
ditetapkan oleh ulama’-ulama’ salaf. Ia mendasarkan penafsirannya kepada
riwayat-riwayat, dari sahabat, dan mufassir-mufassir setelahnya. Hanya saja,
ia tidak atau jarang sekali menyebutkan perawinya, berbeda dengan Ibn
Ja‟far al-Thabari. Dia juga menyebutkan qira’atnya tetapi hanya sekedarnya
saja, sebagaimana ia juga terkadang menyinggung sisi kebahasaannya.
Dalam menafsirkan ayat, ia juga menggunakan metode tafsir al-Qur‟an bi al-
Qur’an jika memang terdapat ayat lain yang menjelaskan ayat yang sedang
ditafsirkan tersebut.

Tafsir al-Samarqandi masih satu generasi dengan kitab tafsir al-Thabari,


sehingga tafsir ini termasuk tafsir berdasarkan atas riwayat atau dikenal
dengan tafsir bi al-Ma’tsur. Sementara dalam kitabnya sendiri yang ditahqiq
oleh Ali Muhammad Mu’awwad menganggapnya sebagai gabungan antara
tafsir bi al-ma’tsur dengan tafsir bi al-ra’yi. Kitab tafsirnya ini disebut
dengan nama “Bahr al-‘Ulu<m” karena kedalaman ilmu yang dimiliki
oleh Abu al-Laits.

B. KITAB LUBABUT TA’WILI FII MA’ANI AL-TANZIL

1. Biografi Penulis Kitab Tafsir

Al-Khazin bernama lengkap ‘Alauddin Abu Hasan ‘Ali Abu>


Muhammad ibn Ibarahim ibn Umar ibn Khalil al-Syaikhi> al-Baghda>di al-
Syafi’i> al-Khazin. Ia lahir di Baghdad pada tahun 678 H. dan wafat tahun
741 H. di kota Aleppo. Ada juga yang berpendapat, bahwa nama al-Khazin
diperoleh karena ia merupakan penjaga buku-buku Khanaqah (majlis
tasawuf) al-Samaisatiyyah di Damaskus. Beliau merupakan salah satu
penganut mazhab Syafi‟i dan juga merupakan tokoh sufi yang baik
perwakannya serta pengasih.

Dalam perjalanannya menuntut ilmu, al-Khazin banyak berguru pada


para ulama di berbagai tempat. Seperti ketika di Baghdad ia belajar kepada
al-Qasim ibnu Mudaffar dan Wazirah bint „Umar, hingga ia paham akan
keilmuan tafsir, hadits, dan ilmu-ilmu agama lainnya. Di sisi lain ia juga
pernah belajar ke Maghrib (sekarang Afrika Utara) kepada al-Tsa‟labi al-
Jazair yang dikenal dengan nama Zaid Abdurrahman ibn Muhammad ibn
Makhluf.

Gelar al-Khazin diperoleh dari keuletannya dalam menekuni berbagai


bidang ilmu, bahkan di kalangan para penafsir, beliau malah lebih dikenal
dengan nama ini daripada nama yang sebenarnya. Kenyataan ini dikuatkan
oleh Ibn Qadhi Syahbah, yang menegaskan bahwa al-Khazin lahir sebagai
ilmuan yang mumpuni dalam banyak bidang yang integrasinya sangat
tampak melalui karya-karyanya.

2. Metode Penafsiran

Pada khazanah keilmuan Metodologi Tafsir, terdapat empat bentuk


metode penafsiran yang digunakan penafsir-penafsir Alquran, yakni metode
ijmali, metode muqaran, dan metode maudhu’i. Namun juga tidak dapat
dipungkiri sebuah kitab tafsir dapat memiliki dua bentuk metode penafsiran
atau bahkan lebih.

Adapun dalam tafsir al-Khazin ini menggunakan metode tahlili, yakni


metode yang berusaha menjelaskan seluruh aspek yang dikandung oleh ayat-
ayat al-Quran dan mengungkapkan segenap pengetian yang diitujunya.
Dalam hal ini, al-Kha>zin yang mengikatkan diri pada sistematika tartib
mus}ha>fi dalam menjelaskan al-Quran ayat demi ayat dan surat demi surat,
menyingkap segi muna>sabah (korelasi) dan asba>b al-Nuzu>l, hadis-hadis
Nabi dan riwayat-riwayat para sahabat dan tabi'in dalam mengungkapkan
petunjuk ayat. Kadangkala semua ini dipadukan pula dengan hasil pemikiran
dan keahliannya dan kadang pula diikuti dengan kajian kebahasaan, dan
kadang juga dari syair Arab.

Adapun dalam sistematika penyusunan, Al-Kha>zin dalam tafsirnya


telah menempuh sistematika tartib mus\h}a>fi, yakni menafsirkan al-Quran
menurut susunan urutan dalam mushaf. Dalam kitab ini, al-Kha>zin telah
merampungkan penafsiran seluruh ayat Alquran dimulai dengan surat al-
Fa>tihah dan diakhiri dengan surat al-Na>s. Cara seperti ini sebelumnya telah
ditempuh oleh ulama-ulama terdahulu.
C. IBNU KATSIR TAFSIRUL QUR’AN ADZIM
1. Biografi Penulisa Kitab Tafsir
Nama lengkap Ibnu Katsir ialah, Abul Fidâ „Imaduddin Isma’il
bin Syeh Abi Haffsh Syihabuddin Umar bin Katsir bin Dla`i ibn Katsir
bin Zarâ` al-Qursyi al-Damsyiqi. Ia di lahirkan di kampung Mijdal,
daerah Bashrah sebelah timur kota Damaskus, pada tahun 700 H.
Ayahnya berasal dari Bashrah, sementara ibunya berasal dari
Mijdal. Ayahnya bernama Syihabuddin Abu Hafsh Umar ibn Katsir.
Ia adalah ulama yang faqih serta berpengaruh di daerahnya. Ia juga
terkenal dengan ahli ceramah. Hal ini sebagaimana di ungkapkan Ibnu
Katsir dalam kitab tarikhnya (al-Bidâyah wa al-Nihâyah). Ayahnya
lahir sekitar tahun 640 H, dan ia wafat pada bulan Jumadil Ula 703 H.
di daerah Mijdal, ketika Ibnu Katsir berusia tiga tahun, dan dikuburkan
di sana.
Ibnu Katsir adalah anak yang paling kecil di keluarganya. Hal
ini sebagaimana yang ia utarakan: “ Anak yang paling besar di
keluarganya laki- laki, yang bernama Isma’il, sedangkan yang paling
kecil adalah saya”. .Kakak laki-laki yang paling besar bernama Ismail
dan yang paling kecilpun Ismail.
Pada tahun 707 H, Ibnu Katsir pindah ke Damaskus. Ia belajar
kepada dua Grand Syaikh Damaskus, yaitu Syaikh Burhanuddin
Ibrahim Abdurrahman al-Fazzari (w. 729) terkenal dengan ibnu al-
Farkah, tentang fiqh syafi’i. lalu belajar ilmu ushul fiqh ibn Hâjib
kepada syaikh Kamaluddin bin Qodi Syuhbah. Lalu ia berguru kepada;
Isa bin Muth‟im, syeh Ahmad bin Abi Thalib al-Muammari (w. 730),
Ibnu Asakir (w. 723), Ibn Syayrazi, Syaikh Syamsuddin al-Dzhabi (w.
748), Syaikh Abu Musa al-Qurafi, Abu al-Fatah al-Dabusi, Syaikh
Ishaq bin al-Amadi (w. 725), Syaikh Muhamad bin Zurad. Ia juga
sempat ber-mulajamah kepada Syaikh Jamaluddin Yusuf bin Zaki al-
Mazi (w. 742), sampai ia mendapatkan pendamping hidupnya. Ia
menikah dengan salah seorang putri Syaikh al-Mazi. Syeh al-Mazi,
adalah yang mengarang kitab “Tahdzîbu al-kamâl” dan “Athrâf-u al-
kutub-i al-sittah“.

2. Metode Penafsiran

Sebelum kita mengambil beberapa penafsiran dari ayat Al-


Qur’an yang telah ditafsiran Ibnu Katsir, alangkah lebih baiknya kita
mengenal latar belakang keilmuan dan kondisi yang terjadi pada masa
Ibnu Katsir, sehingga kita mengetahui bagaimana relevansi kondisi
itu denan peafsiran ayat Al-Qur’an.
Karakater karya seseorang tidak akan bisa dilepaskan dari
kecondongan minat orang tersebut, kira-kira seperti itu jugalah tafsir
ibnu katsir. Sosok Ibnu Katsir yang condong kepada keabsahan turats
telah ikut mewarnai karyanya. Begitu juga hal ini tidak bisa lepas
dari kondisi jaman saat itu, perhelatan aliran pemikiran pada abad ke
7/8 H memang sudah kompleks. Artinya telah banyak aliran pemikiran
yang telah ikut mewarnai karakter seseorang.
Pemahaman yang orisinil untuk mempertahankan keauntetikan
Qur`an dan sunnah terus dijaga. Inilah sebagian pewarnaan Ibnu Katsir
dalam tafsirnya. Selain itu, kelompok-kelompok yang mengagungkan
akal secara berlebihan dan thariqah-thariqah shufiyah telah beredar
luas kala itu. Islam telah berkembang pesat dan banyak agamawan
yang masuk ke dalam Islam. Hal ini ikut pula mempengaruhi sekaligus
mewarnai perkembangan wawasan pemikiran.
Ibnu Katsir yang telah ter-sibghah dengan pola pikir gurunya
(Ibnu Taymiyah) sangat terwarnai dalam metode karya-karyanya.
Sehingga dengan jujur Ia berkata, bahwa metode tafsir yang ia gunakan
persis sealur dan sejalur dengan gurunnya Ibnu Taymiyyah.
Sebagaimana telah disinggung di atas, bahwa tafsir ibnu katsir telah
menjadi rujukan kategori tafsir bil-ma’tsur. Yang tentunya hal ini tidak
bisa dipisahkan dari metode beliau dalam karyanya.

Anda mungkin juga menyukai