Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

METODE TAFSIR TAHLILY DALAM TAFSIR


MAFATIH AL-GHAYB
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Tafsir Tahlili

DOSEN PENGAMPU:
Dr. Abu Bakar, M.Ag

Disusun oleh:

Muhammad Syafi’i Ma’arif (07020320054)

Lutfiana Fitri (07020320049)

PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR


FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2023
A. Pendahuluan
Allah SWT memberikan petunjuk bagi seluruh alam, melalui risala-Nya dalam
Alquran, dengan perantara malaikat Jibril Allah menyampaikan wahyuNya kepada Nabi
Muhammad Saw. Alquran sudah jelas memiliki nilai yang istimewa di mana seiring
berjalannya waktu satu demi satu rahasia Allah mulai terbongkar seperti rahmat dari Allah swt
kepada hambanya sebagai penguat pada keimanan serta kemukjizatan Alquran itu sendiri
Secara umum, metode tafsir al-Qur’an terbagi kepada empat macam, yaitu metode tahlily,
maudhu’i, muqaran dan ijmaly. Keempat metode ini mewarnai seluruh karya tafsir, sejak dulu
sampai sekarang. Metode tafsir tahlily merupakan metode tafsir paling tua. Para mufassir klasik
menyusun kitab tafsir dengan menggunakan metode tersebut. Mereka menjelaskan ayat-ayat
al-Qur’an berdasarkan urutannya dalam mushaf Usmani dan seluruh aspek di dalamnya, baik
dari segi kosa kata, asbab al-nuzul, munasabah dan hal-hal yang berkaitan dengan teks atau
kandungan ayat. Di samping itu, ada tiga corak tafsir yang mempengaruhi para mufassir dalam
menyusun kitab tafsir, yaitu al-ma’tsur, al-ra’yi dan al-isyariy. Boleh dikatakan bahwa seluruh
kitab tafsir yang disusun oleh mufassir klasik adalah kitab tafsir al-Ma’tsur. Setelah ilmu
pengetahuan berkembang dengan pesat dan para ulama telah menguasai berbagai disiplin ilmu,
mereka menyusun kitab tafsir dengan lebih mengedepankan ra’yu dan diwarnai oleh latar
belakang pendidikan mereka. Salah satu kitab tafsir yang muncul dengan corak al-ra’yu dan
diwarnai oleh berbagai ilmu pengetahuan adalah tafsir Mafâtih al-Ghaib atau tafsir al-Kabir.
Kitab ini disusun oleh seorang mufassir yang sangat rasional dan menguasai berbagai disiplin
ilmu pengetahuan, baik agama maupun umum, seperti ilmu kalam, ushul fiqhi, ilmu alam,
astronomi, perbintangan dan agronomi. Ilmu-ilmu ini sangat berpengaruh kepadanya dalam
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an.1 Sehingga menyebabkan tafsir beliau menjadi memiliki
karakteristik yang berbeda dengan tafsir yang lainnya.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, telah berkembang berbagai kitab tafsir
dengan berbagai metode dan karakteristiknya. Dengan berkembangnya kitab tafsir dan
semakin luasnya umat Islam, kiranya diperlukan pengenalan terhadap profil mufassir dan kitab
tafsirnya sehingga memudahkan pencarian terhadap suatu item yang dibutuhkan dari kitab
tafsir tersebut. Di tulisan ini akan dijelaskan tentang kitab tafsir fenomenal karya Fakhruddin
ar-Razi, yaitu al-Tafsir al-Kabir atau dikenal dengan Mafatih al-Ghaib.2 Yang mana yang
merupakan karya teologis terbesar imam al-Razi.

1
Firdaus, “Studi Kritis Kitab Mafatih Al-Ghaib”, Jurnal al-Mubarak Volume 3 Nomor 1, 2018, hal. 52 -53
2
Ulil Azmi, ‘Studi Kitab Tafsir Mafatih Al-Ghaib’ Karya Ar-Razi”, Basha’ir: Jurnal Studi Alquran dan Tafsir,
Banda Aceh, Desember 2021, hal 120

1
B. Biografi Ar-Razi
Fakhruddin ar-Razi adalah gelar yang diberikan umat pada masanya. Nama aslinya
adalah Muhammad bin Umar bin Husain bin Hasan bin Ali at-Taimi al-Bakri at-Thabari ar-
Razi. Kuniyah beliau adalah Abu Abdillah dan laqab beliau adalah Fakhruddin. Beliau juga
diberi laqab Syaikh al-Islam. Beliau juga dikenal sebagai putra dari Imam Khathib asy-Syafi’i.
Nasab beliau sampai kepada Abu Bakar ash-Shiddiq Ra., khalifah pertama dari al-khulafa’ al-
rasyidun. Beliau dilahirkan di kota Ray, sebuah kota kecil di Iran pada tanggal 15 Ramadhan
tahun 544 H atau 1149 M. Pada masa itu kawasan ia bermukim sebagian besar dikuasai oleh
Kesultanan Khawarizm dan sebagian lagi di bawah kekuasaan Kesultanan Guriah. Ia lahir di
dalam keluarga yang terkenal dengan kelebihan dan keilmuan. Ayahnya adalah seorang ulama
dengan mazhab syafi’i, yakni Imam Dhiya’ ad-Din ‘Umar Khathib ar-Ray, seorang khatib di
masjid Ray. Rentang kehidupannya berada pada masa kemunduran Dinasti Abbasiyah dan
awal munculnya dinasti-dinasti lain.3
Sejak belia, ia dididik oleh ayahnya, Khathib ar-Ray dengan berbagai ilmu keislaman,
terutama ilmu ushul al-fiqh. Karena ar-Razi terkenal gigih dan semangat dalam menuntut ilmu,
jadi ia tertarik untuk belajar berbagai macam ilmu, seperti ilmu kalam dan hikmah, kemudian
lmu nahwu dan fiqh, dan juga belajar filsafat dengan membaca buku-buku Aristoteles, Plato,
Ibnu Sina, al-Baghdadi dan al-Farabi. Perjalanan keilmuan Fakhruddin ar-Razi telah melewati
berbagai keadaan dan kondisi. Ia telah berguru ke berbagai ulama pada masanya. Di antara
guru-guru ar-Razi adalah Dhiya’ ad-Din ‘Umar Khathib ar-Ray, Al-Kamal as-Simnani, Majd
ad-Din al-Jili, Abu al-Qasim al-Anshari, Abu Muhammad al-Baghawi dan lain-lain. Karena
keahliannya menguasai banyak disiplin ilmu pengetahuan, ramai murid-murid yang
mendatanginya untuk belajar berbagai ilmu. Di antara murid-murid dari ar-Razi adalah Ahmad
bin Khalil, Ibrahim bin Ali bin Muhammad al-Maghribi, Ahmad bin Muhammad al-Makki,
Zayn ad-Din al-Kasysyi, Ibrahim bin Abu Bakr al-Ashfahani, dan lain-lain.4
Adapun karya-karya Fakhruddin ar-Razi, diantaranya adalah
1. Mafatih al-Ghaib atau al-Tafsir al-Kabir,
2. Ikhtishar Dalail al-I’jaz,
3. Asas al-Taqdis,
4. Asrar al-Tanzil wa Anwar al-Ta’wil,
5. I’tiqad Farq al-Muslimin wa al-Musyrikin,

3
Ibid. Hal 120
4
Ibid. hal 55.

2
6. al-Bayan wa al-Burhan fi al-Rad ‘ala Ahl al-Zaygh wa al-Thughyan,
7. al-tanbih ‘ala Ba’dh al-Asrar al-Maudhi’ah fi Ba’dh Suwar al-Qur’an,
8. Lubab al-Isyarat,
9. al-Burhan fi Qiraah al-Qur’an,
10. Ibthal al-Qiyas,
11. Risalah al-Jauhar,
12. Ihkam al-Ahkam,
13. Syarh al-Mufashshal, dan lain-lain.
C. Latar Belakang Tafsir Mafatih Al Ghaib
Penulisan kitab Tafsir al-Kabȋr dilakukan pada masa-masa akhir hidup Imam alRȃzȋ,
yaitu ketika ia indah ke Khawarizm dan menghabiskan waktu dengan belajar dan mengajar di
sana. Di kota Khawarizm, al-Rȃzȋ harus berhadapan dengan kelompok Karramiyah dan
Muktazilah, bahkan ia melakukan perdebatan dengan mereka tentang persoalan kalam. Secara
historis Tafsir al-Kabȋr memiliki kaitan erat dengan kondisi pemikiran Muktazilah yang
merajalela saat itu, dibuktikan dengan eksisnya Tafsir alKasysyaf karya al-Zamakhsyarȋ.
Pengaruh ini tidak terbantahkan dengan beberapa uraian yang jelas sebagai counter attack
5
terhadap fondasi rasionalitas kaum Muktazilah. Abd al-Fattah Lasyin menyatakan
sebagaimana dikutip oleh Nurman dan Syafruddin mengatakan bahwa ar-Razi dalam
kehidupan ilmiyahnya, sangat berambisi dalam mengkritisi pemikiran-permikiran yang
berseberangan baik dalam Akidah dan Mazhab. Oleh karena itu, tafsir ini berperan sebagai
sarana untuk mengkritisi pemikiran Mu’tazilah dan aliran pemikiran lainnya dalam
menafsirkan ayat al-Qur’an. Hal ini semakin jelas, ketika beliau sangat berpanjang lebar dalam
mendebat Mu’tazilah, bahkan menyebutkan tokoh 6.
Selain itu, dalam tafsirnya, ar-Razi mengatakan bahwa Surah Al-Fatihah dapat diteliti
hingga sepuluh ribu permasalahan (Ar-Razi, 1, 1999: 21). Fakhruddin al-Razi menyebutkan
alasan penulisan tafsir ini dalam awal bukunya. Pernah beberapa waktu lalu, terucap oleh
mulutnya bahwa: Surat alFatihah yang mulia ini dapat digali manfaat dan intisarinya menjadi
sepuluh ribu masalah. Hal ini tidak bisa ditemukan oleh orang yang dengki, orang bodoh dan
orang zalim. Mereka hanya mampu mengarang sesuatu yang bersifat komentar yang tidak
bermakna dan ungkapan yang tidak dapat diketahui kebenarannya. Maka ketika saya menulis

5 Djuned, M., & Makmunzir, M. (2021). Penakwilan Ayat-Ayat Sifat menurut Imam Fakhruddin AlRazi. Tafse:
Journal of Qur’anic Studies, 6(2), Hal. 166.
6 Nurman, M., & Syafruddin. (2021). Menakar Nilai Kritis Fakruddin Al-Razi dalam Tafsir Mafatih Al-Ghayb. Al-

Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, 6(1). Hal 63

3
tafsir ini, berfungsi sebagai peringatan dan pengingat atas ucapan saya bahwa ini merupakan
hal yang mungkin dan bisa dicapai. Ini menunjukkan motivasi besar yang dimilikinya untuk
menulis suatu kitab tafsir yang mengakomodasi persoalan waktu itu.
D. Sistematika Kitab Tafsir Mafatih Al-Ghaib
Sistematika penafsiran yang digunakan al-Razi dalam menyusun tafsir Mafatih al-
Ghaib adalah sistematika mushafi, yakni penafsiran al-Qur’an menurut tartib urutan ayat dalam
mushaf.7 Apabila dicari di dalam kitab tersebut, tidak ditemui petunjuk yang menyatakan
dinamakan sebagaimana yang tersebut. Bahkan tidak disebut juga di dalam mukadimahnya
dengan nama yang tertentu sebagaimana buku lain. Apabila dikaji dalam beberapa buah kitab
biografi ulama lain terdapat beberapa penyataan berkaitan kitab ini, antaranya: Al-Dāwudi
berkata ”Tafsīr al-Kabīr ini ditulis sebanyak 12 jilid dengan di namakan Fath al-Ghaib atau
Mafātih al-Gaib.8 Berkata pula Siddiq Hasan: Kitab Mafātih al-Ghaib dihasilkan oleh Fakhr
al-Dīn, Muḥ ammad bin Umar al-Rāzi wafat 606 H.9
Menurut sebagian ulama, seluru kandungan kita tafsir Mafatih Al-Ghaib, itu bukanlah
karya otentik dari imām ar-Rāzi yang utuh, karna ia belum sempat menuntaskan penafsiran 30
juz dari ayat-ayat Al-Quran, seputar hal ini,terdapat beberapa ulama yang menyebutkan tentang
batasan penafsiran ayat Al-Quran yang diselesaikan oleh imām Ar-Rāzi sendiri. Ada yang
mengatakan imām Ar-Rāzi hanya menyelesaikan tafsirnya sampai surah AlAnbiyā. Pendapat
kedua mengatakan bahwa ar-Rāzi menyelesaikan tafsirnya hingga surah al-Wāqi’ah, ada juga
yang mengatakan bahwa ar-Rāzi telah menyelesaikan tafsirnya hingga surah Al-Bayyinah,
dengan alasan beliau pernah mengutip ayat 5 dari surah Al-Bayyinah.10 Mengenai perbedaan
pendapat terkait Ar-Rāzi menyelesaikan tafsirnya atau tidak, Al-Umari menyimpulkan setelah
melakukan penelitian bahwa sebenarnya imām Ar-Rāzi telah menyelesaikan penulisan tafsir
30 juz Al-Quran. Akan tetapi karena kekacauan yang terjadi yang menimpa kota Khawarizmi,
yang diantaranya disebabkan karna adanya serangan yang dilakukan oleh Tatar 11 tahun
setelah Ar-Rāzi meninggal dunia, maka hilanglah satu juz dari kitab itu. Kekurangan itu
kemudian dilengkapi oleh Syihauddīn Al-Kūby (w. 639. H/1241 H)11
E. Sumber Tafsir Mafatih Al Ghaib
sumber penafsiran ktab Mafatih al-Ghaib itu tergolong tafsir bi al-ra’yi al ijtihad, bi al-

7
Muhammad Mansur, “Tafsir Mafatih Al-Ghai (Historisitas dan Metodologi)”, Sleman: Lintang Books,
Cetakan I, November 2019, hal 83.
8
Al-Dāwudi, Kasyīf al-Zuhūn, madinah, 1999, Hal. 112
9
Siddiq Ḥasān, Abjad Al-„Ulum, kairo 1989, Hal. 318
10
Muhammad Husain Az-Zahabi, Tafsir wa al- Mufassirun, (Maktabah Wahbah, Kairo: 1424 H), Hal. 292
11
Abd Mu‟im An-Namīr, Ilmu At-Tafsīr, cet 1, kairo dar kutub al-Miṣ ri,1985 hlm, 127

4
Dirayah bi al-Ma’qul. Karena penafsirannya didasarkan atas sumber ijtihad dan pemikiran
terhadap tuntutan kaidah bahasa arab dan kesusastraan, serta teori ilmu pengetahuan.
Kemudian al-Razi juga banyak menukil pendapat para mufassir, diantaranya Muqatil bin
Sulaiman al-Marwaziy, Abu Ishak al-Tsa’labiy, Abu al-Hasan ‘Ali bin Ahmad al-Wahidi, Ibnu
Qutaibah, Muhammad bin Jarir al-Thabariy, Abu Bakar al-Baqillaniy, Ibnu Furak (guru al-
Razi), al-Quffal al-Syasyi al-Kabir, dan Ibnu Urfah.12
F. Pendekatan, Metode dan Corak Tafsir Mafatih Al Ghaib
Fakhruddin al-Razi ketika menafsirkan ayat-ayat al- Qur’an seperti dalam tafsirnya,
tidaklah menggunakan satu metode penafsiran melainkan memakai berbagai ragam metode
penafsiran. Hal ini dapat dibuktikan dari luasnya pembahasan dan cakupan isi yang terdapat di
dalam tafsirnya. Misalnya dalam menafsirkan satu masalah atau satu ayat saja, maka al- Razi
menguraikan secara luas dan mendalam dengan menggunakan metode yang beragam. Secara
umum metodologi tafsir yang digunakan al- Razi dalam kitab tafsir Mafatihul Ghaib adalah:
1) Dilihat dari segi pendekatan, maka kitab Tafsir Mafatihul Ghaib menggunakan
pendekatan tafsir bil al-Ra’yi (logika).13 dibuktikan dengan cara penafsiran dan
argumentasi yang digunakan dalam menjelaskan ayat al-Quran yang banyak
menggunakan dalil-dalil aqliyah (alasan rasional). Dengan demikian, realitas dari
Fakhruddin al-Razi menurut para ulama di kategorikan sebagai pelopor tafsir bil Ra’yi
(rasional) bersama dengan Zamakhshari dengan kitab Tafsirnya al-Kasysyaf.14
2) Al-Razi menggunakan metode tahliliy dalam menyusun kitab tafsirnya.
Langkahlangkah yang ditempuh oleh Beliau adalah sebagai berikut:
a) Menyebutkan jumlah ayat dalam setiap surat dan jumlah ayat makkiyah dan
madaniyah
b) Menafsirkan ayat berdasarkan urutan Mushaf Usmani.
c) Setelah mengemukakan ayat yang akan dijelaskan, ia menyebut kata fi al-ayat
masâ’il, lalu memasuki penafsiran ayat dengan merincinya kepada beber apa
masalah.
d) Menafsirkan al-Qur’an dengan pendekatan beberapa ilmu yang telah
dikuasainya, seperti ilmu bahasa, ushul, fiqhi, qira’at, asbab al-nuzul, syair dan
sedikit hadis.

12
Firdaus, “Studi Kritis Kitab Mafatih Al-Ghaib”, ……………….., hal 57.
13 Al-Shobuni, Pengantar Study al-Qur‟an, Terj. Muhammad Umar dan Muhammad Masna HS, Bandung, al-
Ma‟arif, 1987, h. 227
14 M. Hasbi as- Shiddiqie, Pengantar Ilmu al- Qur‟an dan Tafsir, Jakarta, Bulan Bintang, 1989, hal 205.

5
3) Dilihat dari corak penafsirannya, Kitab Tafsir Mafatihul Ghaib menggunakan metode
tafsir Ilmi, Falsafi, Fiqh dan Adabi wal Ijtima’, dengan rincian:
• Digunakannya metode tafsir Ilmi ini dapat dilihat dari banyaknya al-Razi
menggunakan teori ilmu pengetahuan modern untuk mendukung
argumentasinya dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an, terutama ayat- ayat
Qauniyah yang menyangkut masalah astronomi, sebagaimana yang terlihat
ketika al-Razi menafsirkan ayat Qauniyah.
• Digunakannya metode tafsir Falsafi dapat dibuktikan dari banyaknya
Fakhruddin al-Razi mengemukakan pendapat ahli filsafat dan ahli kalam, serta
dipergunakannya metode filsafat dalam menafsirkan ayat al-Qur’an. Metode
Falsafi ini dipergunakan terutama untuk menentang konsep-konsep pemikiran
teologi rasionalis Mu’tazilah. W. Montgo Mery Watt, mengatakan bahwa
munculnya teologi Fakhruddin al-Razi dalam beberapa karya diantaranya karya
tafsir yang mempunyai karakteristik, serta menjadi pembeda dari tafsir lain
adalah dimasukkan di dalamnya bahasan teologi dan filsafat dalam berbagai
masalah yang selaras dengan sudut pandang teologi Sunni yang berkembang. 15
• Sebagaimana dalam bidang teologi, al-Rāzī memiliki prestasi yang tidak kecil
dalam bidang fiqh. Di samping telah mendapatkan bimbingan dari ayah dan
guru-gurunya yang lain yang notabene pendukung mazhab Syāfi‘ī, al-Rāzī juga
menunjukkan kegemilangannya dalam mengkaji dan menghafal beberapa karya
di dalam bidang metodologi penggalian hukum fiqh (ushul fiqh). Dengan
demikian keberadaannya sebagai seorang ahli fiqh terutama untuk mazhab
Syāfi‘ī tidak bisa dipungkiri. Pantaslah jika Syekh Khalīl al-Mīs dalam kata
pengantarnya terhadap tafsir al-Rāzī terbitan Beirut menyebutnya sebagai al-
Faqīh al-Syāfi‘ī. 16
• Digunakannya metode tafsir Adabi dalam tafsir Mafatihul Ghaib dapat
dibuktikan dengan banyaknya Fakhruddin al-Razi menggunakan analisis-
analisis kebahasaan dalam menjelaskan dan menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an
terutama dalam segi Balaghah dan Qawaid al-Lughahnya. Bahkan dari
banyaknya
G. Contoh Penafsiran

15 W. Montgo Mery Watt, Pengantar Studi Islam, Terj. Taufik Adnan Amal, Jakarta, Rajawali Press, 1991, hal.
267
16 Khalīl al-Mīs, Kata Pengantar dalam al-Tafsīr al-Kabīr, (Beirut: 1978)

6
Salah satu contoh penafsiran Ar-Razi mengenai surat al-Baqarah ayat 222 yang
berkenaan dengan haid, Allah swt berfirman :
ْ‫طه َّْرنَ فَأْت ُْوهُنَّ مِ ن‬ ۙ ِ ‫س ۤا َء فِى ا ْل َمحِ ي‬
َ َ‫ْض َو ََل تَ ْق َربُ ْوهُنَّ َحت ّٰى يَ ْطه ُْرنَ ۚ فَ ِاذَا ت‬ َ ِ‫ْض ۗ قُ ْل ه َُو اَذً ۙى فَا ْعت َِزلُوا الن‬
ِ ‫َويَسْـَٔلُ ْونَكَ ع َِن ا ْل َمحِ ي‬
َ َ‫ب ا ْل ُمت‬
َ‫ط ِه ِريْن‬ ُّ ِ‫ب الت ََّّوابِيْنَ َويُح‬ َ ّٰ َّ‫ّٰللا ۗ اِن‬
ُّ ِ‫ّٰللا يُح‬ ُ ‫َحي‬
ُ ّٰ ‫ْث اَ َم َركُ ُم‬
Artinya : Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah,
“Itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu
dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai
dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang
tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.
Al-Razi membedakan antara kata “al-mahid“ yang pertama dan yang kedua. Kata yang
pertama berarti “al-haid“ sedangkan yang kedua bermakna “tempat haid”. Kalau kata yang
pertama dan yang kedua bermakna sama, maka menurut al-Razi, itu artinya kita harus menjauhi
wanita selama dia dalam masa haid. Tetapi kalau kita membedakan makna yang pertama
dengan yang kedua, maka artinya yang dijauhi adalah tempat haidnya (farj) untuk disetubuhi
dan tetap bergaul dengan wanita yang sedang haid. 17
H. Kelebihan Dan Kekurangan Tafsir Mafatih Al Ghaib
Kelebihan dari kitab tafsir ini antara lain sangat memperhatikan aspek munasabah
dalam Alquran. Ia menjelaskan hikmah-hikmah dalam keserasian Alquran tersebut dengan
mengaitkannya dengan keilmuan yang berkembang. Dalam penafsirannya juga banyak
mengutip pendapat dari para cendekiawan terdahulu dari berbagai disiplin ilmu yang
menambah keluasan pembahasan dalam karyanya. Ia menjelaskan diskusi mazhab fiqh,
menambahkan penjelasan ushul al-fiqh, balaghah, nahwu, dan sebagainya. Selain itu,
kelebihan kitab tafsir ini adalah keteguhan ar-Razi dalam membela ahl al-sunnah. Dikatakan
bahwa ar-Razi begitu kuat meneguhkan pandangan musuh, sehingga jika musuh itu mencoba
meneguhkannya, ia tidak akan mampu melakukannya seperti ar-Razi.18
Adapun kekurangan kitab tafsir ini diketahui berdasarkan kritik para cendekiawan
terhadapnya. Adz-Dzahabi menukil pandangan Abu Hayyan yang mengatakan bahwa ar-Razi
telah mengumpulkan banyak hal yang bukan merupakan esensi dari penafsiran. Bahkan,
sebagian ahli memberi kritikan dengan mengatakan bahwa segala pembahasan dapat
ditemukan dalam karya arRazi ini, kecuali penafsiran itu sendiri, Manna’ al-Qaththan juga

17
Sariono Sby, “Tafsir Mafatih al-GhaibKarya Fakruddin al-Razi”,
(http://referensiagama.blogspot.com/2011/01/tafsir-mafatih-al-ghaib-karya-fakruddin.html, diakses pada 13 Mei
2023,)
18 Adz-Dzahabi, M. H. al-Tafsir wa al-Mufassirun. Kairo: Maktabah Wahbah. (2005). Hal 210

7
mengatakan bahwa ilmu akal mendominasi karya ar-Razi ini, sehingga dikatakan keluar dari
makna Alquran dan ruh ayat itu sendiri.19
I. Kesimpulan
Fakhruddien ar-Razi adalah gelar yang diberikan umat pada masanya. Nama aslinya
adalah Muhammad bin Umar bin Husain bin Hasan bin Ali at-Taimi al-nakri at-Thabari ar-
Razi at-Thabarstani al-Qurashi al-Faqih as-Syafi’i. Latar belakang penulisa tafsir Mafatih al-
Ghaib menurut Al-Umari, bahwa sebenarnya imam Ar-Razi telah menyelesaikan penulisan
tafsir 30 juz Al-Quran. Akan tetapi karena kekacauan yang terjadi yan menimpa kota
Khawarizmi, yang diantaranya disebabkan karna adanya serangan yang dilakukan oleh Tatar
11 tahun setelah Ar-Razi meninggal dunia, maka hilanglah satu juz dari kitab itu. Kekurangan
itu kemudian dilengkapi oleh Syihauddīn Al-Kuby .
Kemudian Sistematika penafsiran yang digunakan al-Razi dalam menyusun tafsir
Mafatih al-Ghaib adalah sistematika mushafi, yakni penafsiran al-Qur’an menurut tartib urutan
ayat dalam mushaf. Sedangkan sumber penafsiran ktab Mafatih al-Ghaib itu tergolong tafsir
bi al-ra’yi al ijtihad, bi al-Dirayah bi al-Ma’qul. Adapun metodologi dibagi menjadi dua, yaitu
1)Dilihat dari segi pendekatan, maka kitab Tafsir Mafatihul Ghaib menggunakan pendekatan
tafsir bil al-Ra’yi (logika).
2)Dilihat dari corak penafsirannya, Kitab Tafsir Mafatihul Ghaib menggunakan metode tafsir
Ilmi, Falsafi, Fiqh dan Adabi wal Ijtima’.
Dan yang terakhir dalam tafsir juga terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan yang sudah
dijelaskan pada pembahasan di atas.

19 Al-Qaththan, M. Mabāhith fī ’Ulūm al-Qur’ān. Riyadh: Maktabah al-Ma’arif. (2000), Hal. 379

8
DAFTAR PUSTAKA

Abd Mu‟im An-Namīr, Ilmu At-Tafsīr, cet 1, kairo dar kutub al-Miṣ ri,1985
Adz-Dzahabi, M. H. al-Tafsir wa al-Mufassirun. Kairo: Maktabah Wahbah. (2005).
Al-Dāwudi, Kasyīf al-Zuhūn, madinah, 1999,
Al-Qaththan, M. Mabāhith fī ’Ulūm al-Qur’ān. Riyadh: Maktabah al-Ma’arif. (2000),
Al-Shobuni, Pengantar Study al-Qur‟an, Terj. Muhammad Umar dan Muhammad Masna HS,
Bandung, al- Ma‟arif, 1987,
Djuned, M., & Makmunzir, M. (2021). Penakwilan Ayat-Ayat Sifat menurut Imam Fakhruddin
AlRazi. Tafse: Journal of Qur’anic Studies, 6(2).
Firdaus, “Studi Kritis Kitab Mafatih Al-Ghaib”, Jurnal al-Mubarak Volume 3 Nomor 1, 2018.
Khalīl al-Mīs, Kata Pengantar dalam al-Tafsīr al-Kabīr, (Beirut: 1978)
M. Hasbi as- Shiddiqie, Pengantar Ilmu al- Qur‟an dan Tafsir, Jakarta, Bulan Bintang, 1989,
hal 205.
Muhammad Mansur, “Tafsir Mafatih Al-Ghai (Historisitas dan Metodologi)”, Sleman:
Lintang Books, Cetakan I, November 2019,
Nurman, M., & Syafruddin. (2021). Menakar Nilai Kritis Fakruddin Al-Razi dalam Tafsir
Mafatih Al-Ghayb. Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, 6(1).
Sariono Sby, “Tafsir Mafatih al-GhaibKarya Fakruddin al-Razi”,
(http://referensiagama.blogspot.com/2011/01/tafsir-mafatih-al-ghaib-karya-
fakruddin.html, diakses pada 13 Mei 2023,)
Siddiq Ḥasān, Abjad Al-„Ulum, kairo 1989,1 Muhammad Husain Az-Zahabi, Tafsir wa al-
Mufassirun, (Maktabah Wahbah, Kairo: 1424 H),
Ulil Azmi, ‘Studi Kitab Tafsir Mafatih Al-Ghaib’ Karya Ar-Razi”, Basha’ir: Jurnal Studi
Alquran dan Tafsir, Banda Aceh, Desember 2021..
W. Montgo Mery Watt, Pengantar Studi Islam, Terj. Taufik Adnan Amal, Jakarta, Rajawali
Press, 1991, hal. 267

Anda mungkin juga menyukai