Anda di halaman 1dari 13

METODE DAN ALIRAN

KITAB TAFSI<R MAFA<TIH} AL-GHAIB

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
"Aliran dan Metode Para Mufassir"

Oleh :
RIZA WARDEFI
F0.7.4.10.264

Dosen Pembimbing:
Prof. DR. H. M. RIDLWAN NASIR, MA

KONSENTRASI TAFSIR HADIS


PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUTE AGAMA ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2011
ABSTRAK
Riza Wardefi. 2011. Metode dan aliran Kitab Tafsi<r Mafa<tih} al-Gahyb. Makalah
Konsentrasi Tafsir Hadis, Program Pascasarjana, Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Sunan Ampel Surabaya.
Pembimbing: Prof. Dr. H. M. Ridlwan Nasir, MA.
Tafsir al-Qur'an telah mengalami perkembangan yang cukup bervariasi.
Berbagai faktor dapat menimbulkan keragaman dalam penafsiran antara lain:
perbedaan kecenderungan, interest dan ragam ilmu yang dikuasai, perbedaan masa dan
lingkungan yang mengitari; perbedaan situasi dan kondisi yang dihadapi dan
sebagainya. Seorang pemikir muslim Fakhr al-Di>n al-Razi> adalah ilmuwan yang
menguasai berbagai bidang keilmuan secara mendalam. Diantara karya fenomenalnya
adalah Mafa>tih al-Ghaib, kitab tafsir dengan gaya pembahasaan yang berbeda dengan
kitab-kitab tafsir sebelumnya. Dari penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut: (1)Kitab tafsir Mafa>tih al-Ghaib ini adalah termasuk kitab al-tafsi>r bi al-ra'y
dengan ciri khas pembahasan yang luas, (2) Jika dilihat dari segi cara penjelasannya,
kitab tafsir ini tergolong kepada tafsi>r muqa>rin, (3) Dilihat dari keluasan
penjelasannya, kitab Mafa>tih al-Ghaib dapat dikategorikan kedalam tafsir
it}na>by/tafs}ily, (4) Apabila ditinjau dari sisi sasaran dan tertib ayat yang ditafsirkan,
kitab ini termasuk kedalam tafsi>r tahlily, dan (5)Dari sudut pandang aliran/
kecenderungan penafsiran, kitab ini termasuk kategori kitab tafsi>r 'as}ry/'ilmy, i'tiqa>dy,
falsafy dan adaby/lughawy.
Kata Kunci (Key word): Metode, Aliran dan Mafa>ti}h} al-Ghaib.

BAB I
PENDAHULUAN
Susunan dan bahasa al-Qur'an merupakan alasan tersendiri mengapa penafsiran
terhadap ayat-ayatnya menjadi tugas umat yang tak akan pernah berakhir. Hal ini
ditopang oleh keyakinan umat Islam bahwa al-Qur'an adalah kitab suci sepanjang
zaman. Maka dari itu, ia memerlukan interpretasi reinterpretasi secara berkelanjutan
seiring perkembangan zaman.
Tafsir sebagai usaha dalam memahami al-Qur'an telah mengalami
perkembangan yang cukup bervariasi. Sebagai hasil karya manusia, terjadinya
keanekaragaman dalam corak penafsiran adalah hal yang tak dapat dihindarkan.
Berbagai faktor dapat menimbulkan keragaman itu: perbedaan kecenderungan, interest
dan ragam ilmu yang dikuasai, perbedaan masa dan lingkungan yang mengitari;
perbedaan situasi dan kondisi yang dihadapi dan sebagainya. Semua ini menimbulkan
berbagai corak penafsiran yang kemudian berkembangan menjadi aliran tafsir yang
bermacam-macam dengan metodenya sendiri-sendiri.

1
Salah seorang pemikir muslim yang ikut menyumbang khazanah tafsir al-
Qur'an adalah Fakhr al-Di>n al-Razi>. Ia adalah ilmuwan yang menguasai berbagai
bidang keilmuan secara mendalam. Salah satu karya fenomenalnya adalah Mafa>tih al-
Ghaib, sebuah kitab tafsir dengan gaya pembahasaan yang berbeda dengan kitab-kitab
tafsir sebelumnya. Untuk mengenal lebih jauh tentang biografi Fakhr al-Di>n al-Razi>,
metode, aliran, kritik dan keistimewaan Mafa>tih} al-Ghaib, maka penulis bermaksud
menyajikan tulisan berikut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Riwayat Hidup
Fakhruddin al-Ra>zi> yang dikenal dengan Ibn al-Khat}ib< memiliki nama
lengkap Abu> 'Abdillah Muhammad bin 'Umar bin H}usayn al-Qurshy al-
T{abarasta>ny, lahir di al-Ray, 25 Ramadhan 543/544/545 H.1
Al-Ra>zi> adalah seorang ulama yang memiliki pengaruh besar, baik
dikalangan penguasa maupun masyarakat umum. Ia terkenal pada masanya dan
bahkan sampai sekarang dan juga masih sering disebut-sebut nama baiknya
dikalangan mutakallimi<n dan ahli lughah apalagi dikalangan ahli tafsir.
Ia mengawali kegiatan menuntut ilmu dari ayahnya sendiri, Khat}ib< al-Ray
yang memiliki nama asli D{iya>' al-Di>n 'Umar. Darinyalah al-Razi> mempelajari ilmu
tafsir, kalam, ilmu akal dan ilmu lughah. Setelah ayahnya wafat, ia melanjutkan
untuk belajar kepada beberapa ulama di kotanya, seperti Muhy al-Sinnah Abi>
Muh}ammad al-Baghawy dan al-Majd al-Ji>ly.2
Dalam usia yang masih muda al-Ra>zi> telah menguasai berbagai macam
cabang ilmu, baik pengetahuan agama maupun umum. Ia tidak hanya mempelajari,
namun beberapa kitab induk seperti al-Sha>mil karya al-Juwaini, al-Mustas}fa karya
al-Ghazali> dan al-Mu'tamad karya al-Bas}ri mampu ia hafalkan diluar kepala.3
Kedalaman pengetahuannya dalam fiqh mazhab Sya>fi'i dan teologi aliran
Ash'ariyyah sangat terkenal dikotanya. Bahkan belakangan, tokoh ini juga

1
Fakhruddin al-Razi, al-Tafsi<r al-Kabi<r aw Mafa>tih al-Ghaib, vol.1 (Beirut: Da>r al-Kutub al-'Ilmiyyah,
2000), 5.
2
Bakry Shaikh Amin, al-Ta'bi>r al-Fanny fi al-Qur'an (Beirut: Da>r al-Shuru>q, 1393 H/1973 M), 113.
3
Muhammad al-Sayd Jibri>l, Madkhal ila> Mana>hij al-Mufassiri>n (Kairo: al-Risa>lah, 1408 H/1987 M),
114.

2
termasuk salah seorang ulama terkemuka dua mazhab tersebut.
Adapun murid al-Ra>zi> yang mengikuti jejak langkahnya cukup banyak,
diantaranya: Zain al-Di>n al-Kashy, Al-Qut}b al-Mis}ry dan Shiha>b al-Di>n.4
Setelah mempelajari beberapa macam ilmu, ia menetap di Khawarzam.
Kemudian karena kecenderungannya terhadap paham mu'tazilah, ia selalu
mengadakan perdebatan-perdebatan di sana. Setelah itu, ulama ini kembali ke
tanah kelahirannya al-Ray, dari sana al-Ra>zi> pergi menuju berbagai daerah dan
mengadakan diskusi-diskusi dengan beberapa ulama, lalu untuk kedua kalinya ia
kembali ke al-Ray.
Imam al-Ra>zi> adalah sosok yang lemah lembut dan santun dalam
memberikan nasehat. Pada masa akhir kehidupannya, al-Ra>zi> hidup sebagai seorang
sufi, ia merasa menyesal telah tenggelam dalam memperdalam ilmu kalam.
Sebagaimana diungkapkan oleh Ibn S}alah}: "Al-Qut}b al-T}awgha>ny memberitahuku
dua kali bahwasanya ia mendengar Fakhruddin al-Razi berkata: 'seandainya aku
tidak larut dalam ilmu kalam' dan kemudian ia menangis".5

B. Guru-guru
Perjalanan panjangnya kebeberapa daerah tersebut memungkinkannya untuk
menemui beberapa ulama yang kemudian dijadikan guru dalam berbagai disiplin
ilmu, utamanya dalam bidang tafsir. Diantara beberapa ulama yang kemudian
menjadi gurunya ialah:
1. Salmān ibn Naṡ ir ibn Imrān ibn Muḥ ammad ibn Isma’īl ibn Isḥāq ibn Zaid ibn
Ziyād ibn Maimun ibn Mahran, Abu Al-Qasīm al-Anṣāri, salah seorang murid
imām al-Haramain.
2. Abd Mālik bin Abdullah ibn Yusuf ibn Abdullah ibn Yusuf ibn Muhammad,
yang terkenal dengan nama Imām Al-Haramain Ḍiyauddin Abu Al-Ma‟ali l-
Juwaini.
3. Ibrahīm ibn Muḥ ammad ibn ibraḥ im ibn mahran, Al-Imām Ruknuddīn Abu
Isḥ ak Al-Isfirayani, seorang pakar teologi dan hukum islam dariKhurasan.
4. Abu Ḥusain Muḥ ammad ibn Muḥ ammad ibn Abdurraḥ mān ibn As-Sa‟īd Al-

4
Fakhruddin al-Ra>zi, al-Tafsi>r al-Kabi>r, vol.1, 6.
5
Ibid., 8.

3
Bahīli.
5. Ali ibn Isma‟īl ibn Isḥ aq ibn Sālim ibn Ismaīl ibn Abdullah ibn Musa ibn Bilāl
ibn Abu Bard ibn Abu Musa, seorang teolog yang terkenal dengan nama As-
Syaikh Abu Ḥasan Al-Asy‟ari Al-Baṣ ri.
6. Muḥammad ibn Abdul Wahhāb ibn Salām Abu Ali Al-Jubbā’i, seorang tokoh
teolog mu’tazilah.
7. Al-Ḥ asān ibn Mas’ūd ibn Muḥ ammad abu Muḥ ammad al-Bagāwi. Dari tokoh ini,
Fakhruddīn Ar-Rāzi mendalami filsafat, disamping dari guru lainnya, terutama
Majduddīn al-Jilli.
8. Al-Ḥ usain ibn Muḥ ammad ibn Aḥ mad al-Qaḍ i, Abu Ali al-Maruzī.
9. Abdullah ibn Aḥ mād ibn Abdulāh al-Maruzī, Abu Bakār al-Qaffāl as-Shagīr.
10. Muḥammad ibn Aḥmād ibn Abdullāh.
11. Ibrahīm ibn Aḥ mād Abu Isḥ āq al-Maruzī.
12. Aḥ mād ibnu Umar ibn Sari al-Qaḍ i Abu al-Abbās al-Bagdādi.
13. Usmān ibn Sa’īd ibn Baṣr Abu al-Qasīm al-Anmati al-Bagdādi al-Aḥwāl.
14. Muḥammad ibn Idrīs ibn al-Abbās ibn Usmān ibn al-Syafī’i ibn as-Sayb ibn
Ubaid ibn Abu Yazīd ibn Hasyīm ibn Abdul Muṭṭalib kakek Rasulullah SAW.

C. Karya-karya Fakhr al-Di>n al-Ra>zi>


Diantara kitab yang telah dikarang imam al-Ra>zi> adalah:
1. Ikhtis}a>r Dala>il al-I'ja>z
2. Asa>s al-Taqdi>s
3. Asrar al-Tanzi>l Wa Anwar al-Ta’wi>l
4. I’tiqa>dah al-Firaq al-Muslimin Wa al-Mushriki>n
5. Al-Baya>n Wa al-Burha>n Fi al-Radd ‘Ala Ahli al-Zaygh\ Wa al-Thughya>n
6. Tafsi>r Asma>' al-H{usna
7. Tafsi>r al-Qur’a>n al-Kabi>r (Mafatih al-Ghaib)
8. Al-Tanbi>h ‘Ala Ba’d} al-Asma>' al-Muwadda’ah fi> Ba’d} Suwar al-Qur’a>n
9. Sharh} Asma>' Allah al-H{usna
10. Shifa>' al-‘Ayyi Wa al-Khila>f\
11. Al-T{ari>qah fi> al-Jidal
12. ‘Is}mah al-Anbiya>’

4
13. Fad}a>il al-S{aha>bah
14. Fi> Ibt}a>l al-Qiya>s
15. Fi> al-Nubuwwah
16. Kita>b al-Arba’i>n fi> Us}u>l al-Di>n
17. Luba>b al-Isha>rah
18. Jawa>mi’ al-Baya>n fi> Sharh} Asma>' Alla>h al-H{usna wa al-S{ifa>h
19. Al-Maba>hith al-Sharqiyyah
20. Al-Mahs}al fi> Afka>r al-Mutaqaddimi>n
21. Al-Mahs}u>l fi> ‘Ilm Us}u>l al-Fiqh
22. Al-Masa>il al-Khamsu>n fi> Us}u>l al-Kala>m
23. Mana>qib al-Ima>m al-Sha>fi’i>
24. Niha>yah al-I'ja>z fi> Dira>yah al-I’ja>z
25. Nihayah ‘Uqu>l fi> Dira>yahl al-Us}u>l6

D. Latar Belakang Penulisan Tafsirnya


Apabila dicari di dalam kitab tersebut, tidak ditemui petunjuk yang
menyatakan dinamakan sebagaimana yang tersebut. Bahkan tidak disebut juga di
dalam mukadimahnya dengan nama yang tertentu sebagaimana buku lain. Apabila
dikaji dalam beberapa buah kitab biografi ulama lain terdapat beberapa penyataan
berkaitan kitab ini, antaranya:
1. Al-Dāwudi berkata Tafsīr al-Kabīr ini ditulis sebanyak 12 jilid dengan di
namakan Fath al-Ghaib atau Mafātih al-Gaib.7
2. Berkata pula Siddiq Hasan: Kitab Mafātih al-Ghaib yang dikenali juga
sebagai Tafīr al-Kabīr dihasilkan oleh Fakhr al-Dīn, Muḥammad bin Umar al-
Rāzi wafat 606 H.8
Menurut sebagian ulama, seluru kandungan kita tafsir al-Kabīr al- Musammā
mafātih al-Gaib, itu bukanlah karya otentik dari imām ar-Rāzi yang utuh, karna ia
belum sempat menuntaskan penafsiran 30 juz dari ayat-ayat Al- Quran, seputar hal
ini,terdapat beberapa ulama yang menyebutkan tentang batasan penafsiran ayat

6
Manna>’ Khali>l Al-Qat{ta{ n, Maba>hith fi> 'Ulu>m al-Qur’a>n Terj (Jakarta: Lentera Antar Nusa, cet V,
2000),529.
7
Al-Dāwudi, Kasyīf al-Zuhūn, madinah, 1999, h. 112
8
Siddiq Ḥasān, Abjad Al-Ulum, kairo 1989, h. 318

5
Al_Quran yang diselesaikan oleh imām Ar-Rāzi sendiri. Ada yang mengatakan
imām Ar-Rāzi hanya menyelesaikan tafsirnya sampai surah Al- Ambiyā. Pendapat
kedua mengatakan bahwa ar-Rāzi menyelesaikan tafsirnya hingga surah al-
Wāqi‟ah, ada juga yang mengatakan bahwa ar-Rāzi telah menyelesaikan tafsirnya
hingga surah Al-Bayyinah, dengan alasan beliau pernah mengutip ayat 5 dari surah
Al-Bayyinah.9
Mengenai perbedaan pendapat terkait Ar-Rāzi menyelesaikan tafsirnya atau
tidak, Al-„Umari menyimpulkan setelah melakukan penelitian bahwa sebenarnya
imām Ar-Rāzi telah menyelesaikan penulisan tafsir 30 juz Al-Quran. Akan tetapi
karena kekacauan yang terjadi yan menimpa kota Khawarizmi, yang diantaranya
disebabkan karna adanya serangan yang dilakukan oleh Tatar 11 tahun setelah Ar-
Rāzi meninggal dunia, maka hilanglah satu juz dari kitab itu. Kekurangan itu
kemudian dilengkapi oleh Syihauddīn Al-Kūby (w. 639. H/1241 H.10

E. Karakteristik Tafsir Mafatihul Ghaib.


Fakhruddin al-Razi adalah seorang ulama yang menguasai beberapa disiplin
ilmu dan sangat menonjol dalam ilmu-ilmu naqli maupun aqli. Beliau memperoleh
popularitas besar di segala penjuru dunia, dan mempunyai cukup banyak karya.
Diantara karyanya yang terpenting adalah tafsir al-Kabir Mafatihul Ghaib. Kitab
tafsir Mafatihul Ghaib terdiri dari delapan jilid besar. Secara utuh kitab ini berisikan
tafsir dari keseluruhan ayat-ayat al-Qur‟an menurut tertib mushaf Usmani.
Dr. Muhammad Husain az-Zahabi mengatakan bahwa kitab tafsir yang
ditulis oleh Fakhruddin al- Razi sangat dihargai oleh para ulama, karena kitab itu
mempunyai ciri khas tersendiri yang tidak dimiliki oleh kitab-kitab tafsir lainnya
yakni berupa pembahasan yang luas dalam berbagai ilmu pengetahuan. Namun
mengenai proses penulisannya terjadi silang pendapat diantara para ulama, yaitu:
1) Mayoritas para ulama berpendapat bahwa al-Razi tidak sempat menyelesaikan
secara sempurna penulisan kitab tafsir Mafatihul Ghaibnya.
2) Adapun mengenai batasan sampai mana al-Razi menyelesaikan tulisannya,
juga terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama, yang meliputi:

9
Husain Aż-Żahabi, At-Tafsīr wal Mufassirūn, h. 292
10
Abd Mu’im An-Namīr, Ilmu At-Tafsīr, cet 1, kairo dar kutub al-Miṣ ri,1985 hlm, 127

6
a. Sebagian ulama mengatakan bahwa al-Razi menyelesaikan penulisan kitab
tafsirnya sampai pada surat al-Anbiya’. Pendapat ini terdapat
keterangannya pada catatan kaki kitab Kashfu al-Zhunun yang memuat
tulisan Sayyid al-Murtada salinan dari syarah kitab Shifa’ karya
Shihabuddin al-Khawbiy.
b. Sebagian ulama berpendapat bahwa al-Razi menulis kitab tafsirnya hanya
sampai pada surat al-Waqi’ah. Pendapat ini dikuatkan oleh seringnya al-
Razi mengutip ayat 24 surat al-Waqi’ah dalam penafsirannya.
c. Sebagian ulama mengemukakan bahwa Fakhruddin al- Raz menyelesaikan
penulisan kitab tafsirnya sampai dengan surat al-Bayyinah. Pendapat ini
didasarkan pada penjelasan al-Razi tentang perihal orang yang menyembah
Allah dengan ikhlas ketika menafsirkan ayat 5 surat al-Bayyinah.
Adapun orang yang menyempurnakan penulisan kitab tafsir Mafatihul
Ghaib, maka menurut az-Zahabi ada dua pendapat. Pertama, menurut Ibnu Hajar al-
Asqalani dalam kitabnya Diraru al-Kaminah fi A’yani mengemukakan bahwa yang
melanjutkan penulisan Mafatihul Ghaib adalah Ahmad bin Muhammad bin Abi
Hazmi Maki Najamuddin al-Makhzumi al-Qamuli (w. 727H). Kedua, menurut
penyusun kitab Kashfu al-Zhunun terjadi mitra kerjasama (musyarakah) antara
Najamuddin al-Qamuli dengan Shihabuddin al-Khawbi.11
Adapun mengenai silang pendapat yang terjadi, maka menurut al-Zahabi
yang mengklarifikasikannya dalam Tafsir wa al-Mufassirun adalah, pendapat yang
menyatakan bahwa al- Razi menyelesaikan penulisan tafsirnya sampai pada surat al-
Waqi’ah maka menurut al-Zahabi itu tidak didukung oleh data yang valid.
Sementara tentang pendapat bahwa al- Razi menyempurnakan penulisan tafsirnya
sampai pada surat al- Bayyinah maka bisa terjadi kemungkinan bahwa al- Razi
menulis tafsir surat al-Bayyinah secara tersendiri atau hanya menafsirkan ayat 5
dari surat al- Bayyinah untuk menguatkan penafsiran ayat lain.
Terjadi silang pendapat tentang batasan dan siapa yang melanjutkan
penulisan tafsir Mafatihul Ghaib, maka itu adalah pengamatan dari para ulama yang
menyikapinya berbeda-beda. Namun apabila melihat kitab tafsir Mafatihul Ghaib
secara keseluruhan maka dengan meminjam ungkapan Manna’ Khalil al- Qattan

11
Muhammad Husain al- Zahabi, 1424 H, Op Cit h. 206

7
bahwa pembaca tidak akan mendapatkan perbedaan metode dan alur pembahasan
dalam penulisannya sehingga tidak dapat membedakan mana yang asli dan mana
yang penyempurnaan

F. Metode Tafsir Mafa>tih al-Ghaib


1. Sumber Penafsiran
Penafsiran Mafa>tih} al-Ghaib berdasarkan atas sumber ijtihad dan
pemikiran terhadap tuntutan kaidah bahasa arab dan kesusatraan serta ilmu
pengetahuan. Dalam kitab ini, al-Ra>zi> banyak mengemukakan ijtihadnya
mengenai arti yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur'an disertai dengan
penukilan dari pendapat-pendapat ulama dan fuqaha>' yang lain. Ia memberi
ruang yang luas terhadap gerak pikirannya dalam kitab ini, sehingga penulis
menyimpulkan bahwa tafsir Mafa>tih} al-Ghaib ini dapat digolongkan kepada
tafsir bi al-ra'y.
Kitab ini merupakan salah satu kitab tafsir bi al-ra'y yang paling
komprehensif, karena menjelaskan seluruh ayat al-Qur'an. Di dalam tafsir ini,
pengarang terlihat berusaha menangkap substansi makna yang terkandung
dalam teks al-Qur'an. Contohnya: QS. al-Baqarah:2 ( ‫“ )ذلك للتاك‬z}alika” berarti
menunjukkan sesuatu yang jauh.
2. Cara Penjelasan
Jika dilihat dari cara yang digunakan, maka tafsir ini termasuk dalam
kategori muqaran (perbandingan/komparasi), yaitu menguraikan dengan
membandingkan beberapa pendapat para ulama12.
Al-Ra>zi> dalam penafsirannya sering mengkomperasikan pendapatnya atau
pendapat seorang ulama dengan pendapat lainnya. Ulama yang sering disebut
dan dikomperasikan pendapatnya antara lain: Al-Sha>fi'iy, Abu> H{ani>fah, Ma>lik,
Ah}mad bin H{anbal, al-Ash'ari>, al-Ghaza>li>, H{asan al-Bas}ri, al-Zamakhshari, al-
Farra>' dan Ibn Kathi>r. Contohnya: QS. al-Baqarah:164 “tentang penciptaan
langit dan bumi” al-Razi memberikan penjelasan dari berbagai pandangan para
ahli sains.
3. Keluasan Penjelasan

12
Rosihon Anwar, Ilmu Tafsir (Bandung: Pustaka Setia, t.t.), 160.

8
Di dalam kitab Mafa>tih} al-Ghaib ini terdapat berbagai pembahasan mulai
kebahasaan, sastra, fikih, ilmu kalam, filsafat, ilmu eksakta, fisika, falak dll.
Maka wajarlah jika tafsir Mafa>tih} al-Ghaib ini dikategorikan kedalam kitab
tafsir yang sangat luas penjelasannya dan terperinci (it}na>biy/tafs}i>liy). Misalnya,
QS. al-Nisa>':1 “tentang penciptaan manusia” al-Razi memberikan penjelasan
secara terperinci dan sampai tuntas ditinjau dari berbagai segi.
4. Sasaran dan Tertib Ayat yang ditafsirkan
Tafsir Mafa>tih} al-Ghaib ini disusun oleh al-Ra>zi> secara berurutan, ayat
demi ayat dan surat demi surat. Semuanya sesuai dengan urutan yang ada di
dalam mushaf, dimulai dari penafsiran terhadap surat al-Fa>tih}ah, al-Baqarah
sampai al-Na>s. karena disusun secara berurutan, maka kitab ini dapat
dikategorikan sebagai tahli>liy.

G. Aliran/Kecenderungan Tafsir Mafa>tih al-Ghaib


Meskipun dalam tafsirnya ia membahas berbagai hal dalam berbagai bidang,
ada beberapa pembahasan yang mendapatkan ruang cukup besar jika dibandingkan
dengan pembahasan dalam masalah lain. Pembahasan tersebut adalah pembahasan
tentang filsafat, ilmu kalam, ilmu alam seperti astronomi, geografi dll. Hal ini
menyebabkan tafsir Mafa>tih} al-Ghaib dikategorikan kedalam tafsir 'as}ry/'ilmy,
i'tiqa>dy, falsafy dan adaby/lughawy. Seperti QS. 13 (al-Ra’du): 45 menyatakan
yang artinya 'dan segala sesuatu pada sisi-Nya ada ukurannya.

H. Kritik terhadap Tafsir Mafa>tih al-Ghaib


Repotasi Fakhruddin al-Razi dalam menafsirkan al-Qur‟an, selain mendapat
pujian para ulama karena dianggap sebagai kitab tafsir yang memiliki analisis yang
luas dan mendalam, juga banyak mendapat kritikan. Kritikan yang datang selain
lebih banyak berkaitan dengan metode yang digunakan dalam menganalisis ayat al-
Qur‟an juga mengarah kepada hal yang bersifat pribadi. adalah:
1. Ibnu Hayyan, sebagaimana yang dikemukakan oleh al-Zahabi bahwadengan
luasnya bahasan dan argumentasi yang dipaparkan oleh al-Razi ketika
menafsirkan ayat-ayat al-Qur‟an maka mengakibatkan seringkali jauh dari
persoalan yang sebenarnya. Di samping itu al-Razi dinilai dalam

9
menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an terlalu banyak mengumpulkan masalah-
masalah yang tidak ada sangkut pautnya dengan al-Qur’an, sehingga
beberapa ulama menyatakan bahwa kita bisa mendapatkan masalah apa saja
dalam kitabnya kecuali tafsir..13
2. Ibnu Hajar al-Athqalani didalam kitabnya, Lisan al-Mizan mengemukakan
bahwa ia melihat di dalam kitab tafsir al-Iksir fi al-Tafsir karya al-Tufi
berkesimpulan sebagai berikut: dia melihat dari sekianbanyak kitab tafsir
yang memenuhi kriteria sebagai kitab tafsir adalah kitab tafsir al-Qurtubi
dan kitab tafsir al-Razi. Akan tetapi kitab tafsir al-Razi banyak
kekurangannya. Selanjutnya dia memperoleh keterangandari Syarif al-Din
al-Nasibi dari gurunya Siraj al-Din al-Saramiyah al- Maghirbi yang menulis
kitab al-Ma’khad, bahwa kitab tafsir al-Razi banyak kritikan karena
banyak kekurangan dan bersifat kontradiktif, yaitu sewaktu mengungkap-
kan pendapat orang lain yang menentangnya begitu jelas, al-Razi
memberikan alasan-alasan yang tidak jelas.
3. Rasyid Ridho dalam al-Manar banyak melontarkan kritikan terhadap
Fakhruddin al- Razi dalam menafsirkan al-Qur’an. Diantara kritikannya
adalah: (a) Fakhruddin al-Razi adalah ahli pikir Mutakallimin, Ushuluddin
pada masanya dan diakui ke pemimpinannya setelah diawafat. Namun
demikian dia adalah salah seorang yang kurang pengetahuannya
menyangkut al-Sunnah, pendapat-pendapat sahabat, tabi’in dan tokoh ahli
tafsir dan hadits (b). Fakhruddin al-Razi bukanlah al-Mufassirin (pemimpin
para mufassir) (c). Setelah mengetahui penafsiran al-Razi ketika
menafsirkan surat al-Maidah ayat 118 tentang gambaran ucapan nabi
kepada Tuhan mengenai pengikut-pengikutnya. Maka dengan melontarkan
kritikan bahwa al-Razi terbiasa dengan al-jadal (diskusi yang
berkepanjangan tanpa hasil) menyangkut arti suatu kalimat tanpa
menyadari keadaan sesungguhnya dari orang-orang yang diciptakan Tuhan
dalam ayat tersebut

13
Muhammad H{usayn al-Dhahaby, al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n (t.tp.: Mus}'ab bin 'Umar al-Isla>miyyah,
2004), vol.1, 210.

10
4. Manna’ al-Qaththan dalam kitabnya Mabahits fi Ulumil Qur’an menge-
mukan bahwa ilmu aqliyah sangat mendominasi dalam tafsir Fakhruddin al-
Razi, sehingga dia mencampur adukkan kedalamnya berbagai kajian
mengenai kedokteran, logika, falsafah dan hikmah. Ini dapat mengakibatkan
tafsirnya keluar dari makna al-Qur’an dan jiwa ayat-ayatnya, serta
membawa nas-nas kitab kepada persoalan ilmu aqliyah dan peristilahan
ilmiyahnya yang bukan untuk nas-nas al-Qur’an diturunkan. Oleh sebab itu
tafsir al- Razi ini tidak memiliki ruh tafsir dan hidayah Islam.14

I. Keistimewaan Tafsir Mafa>tih} al-Ghaib


Setelah sekian banyak ulama yang meneliti tentang tafsirnya al-Ra>zi>, maka
ditemukanlah beberapa keistimewaannya, antara lain:
1. Al-Ra>zi> sangat mengutamakan tentang munasabah (korelasi) ayat dengan ayat
atau surat dengan surat.15
2. Ia menghubungkan tafsir dengan ilmu matematika, fisika, falak, kalam, filsafat
dan lain-lainnya.16
3. Ia juga menjelaskan ilmu balaghah yang ada didalam al-Qur'an serta beberapa
kaidah us}u>l al-di>n dan us}ul al-fiqh.17

BAB III
PENUTUP
Dari uraian di atas, maka penulis dapat menyimpulkan beberapa hal:
1. Kitab tafsir Mafa>tih al-Ghaib ini adalah termasuk kitab al-tafsi>r bi al-ra'y dengan
ciri khas pembahasan yang luas.
2. Jika dilihat dari segi cara penjelasannya, kitab tafsir ini tergolong kepada tafsi>r
muqa>rin.
3. Dilihat dari keluasan penjelasannya, kitab Mafa>tih al-Ghaib dapat dikategorikan
kedalam tafsir it}na>by/tafs}ily.

14
Manna‟ Khalil al- Qaththan, Mabahits fi Ulumil Qur‟an, Cairo, Mansyurat al- Ashar al- Hadits, tt, h.
288
15
Muhammad Lut}fy al-S{uba>gh, Lumaha>t fi> 'Ulum al-Qur'an wa al-Ittija>ha> al-Tafsi>r (t.tp.: al-Maktab
al-Isla>my, t.t), 291.
16
Bakri> Shaykh A<mi>n, al-Ta'bi>r al-Fanni> fi> al-Tafsi>r, 113.
17
Muhammad Lut}fy al-S{uba>gh, Lumaha>t fi> 'Ulum al-Qur'an, 290.

11
4. Apabila ditinjau dari sisi sasaran dan tertib ayat yang ditafsirkan, kitab ini
termasuk kedalam tafsi>r tahlily.
5. Dari sudut pandang aliran/kecenderungan penafsiran, kitab ini termasuk kategori
kitab tafsi>r 'as}ry/'ilmy, i'tiqa>dy, falsafy dan adaby/lughawy.

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Bakry Shaikh. al-Ta'bi>r al-Fanny fi al-Qur'an. Beirut: Da>r al-Shuru>q, 1393
H/1973 M.
Anwar, Rosihon. Ilmu Tafsir. Bandung: Pustaka Setia, t.t.
Dhahaby (al), Muhammad H{usayn. al-Tafsi>r wa al-Mufassiru>n. t.tp.: Mus}'ab bin 'Umar
al-Isla>miyyah, 2004.
Jibri>l, Muhammad al-Sayd. Madkhal ila> Mana>hij al-Mufassiri>n. Kairo: al-Risa>lah, 1408
H/1987 M.
Manna>’ Khali>l Al-Qat{t{an, Maba>hith fi> 'Ulu>m al-Qur’a>n Terj (Jakarta: Lentera Antar
Nusa, cet V, 2000),529.
Razi (al), Fakhruddin. al-Tafsi<r al-Kabi<r aw Mafa>tih al-Ghaib. Beirut: Da>r al-Kutub al-
'Ilmiyyah, 2000.
S{uba>gh (al), Muhammad Lut}fy. Lumaha>t fi> 'Ulum al-Qur'an. t.tp.: al-Maktab al-
Isla>my, t.t.

12

Anda mungkin juga menyukai