Anda di halaman 1dari 44

RINGKASAN

ENAM KITAB ULUMUL QUR’AN


Ringkasan ini untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu : H. Andri Gunawan, Spd. I , BA (Homs), M.Phil

Oleh :

Sri Wulandari

1905015066/1C

FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN


PROGAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
JAKARTA
2019/2020
BIOGRAFI SYEKH ABDUL ADZIM AZ-ZARQONI

Nama beliau adalah Abdul Azhim bin Badawi bin Muhammad Al Khalafi. Beliau
dilahirkan di desa Syin, markaz Qatur, provinsi Gharbiyyah di Mesir. Beliau dilahirkan pada
tahun 1373 H atau bertepatan dengan 1954 M. Beliau menempuh tahapan pendidikan hingga
level perguruan tinggi, dan menamatkan pendidikan S1 bidang Da’wah Wa Tsaqafah di
Universitas Al-Azhar Mesir pada tahun 1977 M. Beliau melanjutkan pendidikan beliau pada
universitas yang sama di bidang Ushulud Diin hingga meraih gelar Magister padatahun 1994 M
dengan tesis berjudul Al Harbu Was Salaam Fii Dhau’iShurati Muhammad ‘Alaihis Shalatu
Was Salaam.
Beliau lalu melanjutkan pendidikan pada universitas dan bidang yang sama hingga
meraih gelar doktoral pada tahun 1998 M dengan tesis berjudul Syaikhul Azhar Musthafa
‘Abdur razzaq Wa Juhuduhu Fid Da’wah. Beliau mulanya bertugas sebagai imam dan khatib di
kementerian agama di Kairo. Lalu beliau pindah ke Yordania dan bertugas menjadi imam serta
khatib di kementerian agama Yordania selama 11 tahun. Namun beliau kembali lagi ke Mesir
dan bertugas sebagai imam dan khatib di masjid An Nur milik kementerian agama di desa Syin
hingga sekarang.

RINGKASAN KITAB MANAHILIL’ IRFAN FI’ ULUM AL-QURAN

 PENGERTIAN AL-QUR’AN

Menurut Muhammad Abdul Azdim al-Zarqani, Al-Qur’an adalah kalamullah yang menjadi
mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammmad sAW, yang ditulis dalam mushaf-mushaf,
disampaikan kepada kita dengan jalan muatawatir dan membacanya dinilai ibadah.

 PENGERTIAN ULUMUL QUR’AN

Ulumul Quran adalah beberapa pembahasan yang berhubungan dengan al-Quran al-Karim,
dari segi, urut-urutannya, pengumpulannnya, penulisanya, bacaannya, penafsirannya,
kemu’jiatannya, nasikh danmansukhnya, penolakan hal-hal yang bisa menimbulkan keraguan
terhadapnya, dan sebagainya.

 KEMUKJIZATAN AL-QUR’AN

ULUMUL QUR’AN | 2
Syeikh Muhammad Abdul Adzim al-Zarqani menjelaskan bahwa kemukjizatan al-Quran
meliputi 14 aspek, antara lain adalah bahasa dan uslubnya, metode penyusunannya, ilmu-ilmu
yang terdapat di dalamnya, kesesuaiannya dengan kebutuhan manusia, sikapnya terhadap
ilmu-ilmu alam, strateginya untuk perbaikan/perdamaian, pemberitaannya terhadap yang
ghaib, dan lain-lain.

 PENGERTIAN ASBABUN NUZUL

Asbabun nuzul adalah suatu kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau beberapa ayat,
atau suatu peristiwa yang dapat dijadikan petunjuk hukum berkenaan dengan turunnya suatu
ayat. Senada dengan az-Zarqani, Daud al-Aththar mendefinisikan asbabun nuzul sebagai
suatu yang melatar belakangi turunnya suatu ayat atau lebih, sebagai jawaban terhadap suatu
pertanyaan atau menceritakan suatu peristiwa itu.

 AL-HAZFU DALAM USLUB AL-QURAN

Uslub secara bahasa antara lain berarti thariq (cara), fann (seni), wajh (sisi atau aspek)
dan mazhab (pendapat atau pandangan). Sedangkan menurut istilah, uslub menurut al-Zarqani
diartikan sebagai cara bicara yang ditempuh oleh pembicara (mutakallim) dalam menyusun
kalamnya serta memilih lafaz lafaznya. 12 Sejalan dengan pengertian tersebut, maka uslub al-
Quran, menurut al- Zarqani lebih lanjut, diartikan sebagai cara Al-Quran mengungkapkan
kalimat- kalimatnya serta memilih lafaz-lafaznya. Mengingat bahwa Al-Quran merupakan
kalamullah, maka mutakallim di sini tentunya Allah SWT sendiri. Kita menyaksikan bahwa
ketika Allah SWT mengungkapkan kalam-Nya serta memilih lafaz-lafaz yang tertera dalam
Al-Quran ternyata tidak sunyi dari uslub-uslub al-hazf yakni dengan tidak menyebutkan
sesuatu kata atau kalimat yang menurut hemat ahli ilmu al-Quran bahwa kata atau kalimat
tersebut mesti dipahami ada dan terdapat dalam ayat tersebut guna kesempurnaan pemahaman
terhadap kalam Allah itu.
Hal ini tentu saja mengandung rahasia-rahasia tersendiri yang perlu disingkap
sedemikian rupa demi menambah keyakinan terhadap kebenaran kandungan Al-Quran itu
sendiri. Tentunya tidaklah suatu keanehan bila Al-Quran memiliki uslub tersendiri dalam
mengekspresikan maksud-maksud yang hendak disampaikan, seperti halnya juga setiap
manusia memiliki cara tersendiri dalam mengungkapkan pikiran dan perasaannya. Para pakar
ilmu al-Quran telah membahas tentang tema mengenai al-hazfu dalam al-Quran dengan
ULUMUL QUR’AN | 3
berbagai versi dan variasinya. Diantara mereka adalah imam al-Zarkasyi dan imam al-
Suyuthi. Penulis akan lebih banyak merujuk kepada karya kedua ulama besar ini, karena
menurut hemat penulis bahwa kedua ahli ilmu al-Quran ini dapat menjadi sample yang cukup
representatif dalam menyingkap rahasia uslub al-hazfu tersebut.

BIOGRAFI SYEKH BURHANUDDIN AZ- ZARKASYI

Nama lengkapnya adalah Muhammad


bin Bihadir bin ‘Abdullah Badr ad-Din Abu
‘Abdillah al-Mishri az-Zarkasyi. Az-Zarkasyi
lahir di Kairo-Mesir pada tahun 745 H dan
wafat pada tahun 794 H. Dikenal sebagai ahli
Fiqih dan Ushul Fiqih dari kalangan Mazhab
Syafi’i. Beliau pernah pergi ke Aleppo untuk
menuntut ilmu kepada asy-Syaikh Syihabuddin
al-Adzra`i dan juga ia menuntut ilmu ke kota
Damaskus untuk mempelajari hadits dengan
ulama di kota tersebut. Diantara guru-gurunya
adalah Syekh Jamal ad-Din al-Asnawi yang
merupakan ulama besar dari kalangan mazhab
Imam Syafi’i.

Perjalanan Beliau dalam Menuntut Ilmu


Beliau hanya melakukan dua perjalanan sebagaimana yang disebutkan dalam berbagai
sumber, Al-Mushili berkata dalam Kasyfu Adz-Dzunun, “Bisa jadi diantara penyebab tidak
meluasnya perjalanan ilmiyah beliau rahimahullah”. Allahu a’lam, bahwa Mesir dan Syam
pada saat itu adalah negeri Islam yang banyak dikenal keilmuannya dan banyak ulamanya,
atau karena beliau lebih mengutamakan untuk mengambil ilmu kepada para ulama Mesir dan
Syam. Lalu memulai belajar menulis dan menyibukkan diri dengan membuavt karya tulis.
Dua perjalanan beliau adalah :
1. Perjalanan beliau rahimahullah yang pertama adalah dari Mesir ke Dimasq (Damaskus),
yang mana dinegeri tersebut beliau belajar Ilmu Hadits kepada Al-‘Imad Ibnu Katsir.

ULUMUL QUR’AN | 4
2. Perjalanan kedua dari Damaskus ke Halab yang mengambil ilmu dari Al-Adzra’i.

Guru – guru Imam Az-Zarkasyi


Imam Az-Zarkasyi rahimahullah mengambil faidah dari para ulama Mesir dan Syam yang
terkenal dan beliau senantiasa menyertai (mulazamah) sebagian masyaikhnya, diantara
mereka adalah :
1. Yusuf bin Ahmad (wafat tahun 761 H).
2. Mughlathaa’iy bin Falih Al-Hanafi (wafat tahun 762 H).
3. Ismail bin Katsir (wafat tahun 774 H).
4. Ahmad bin Muhammad bin Jam’ah (wafat tahun 774 H).
5. Ahmad bin Hamdan Al-Adzra’I (wafat tahun 783 H).
6. Sirajuddin Al-Balqiniy (wafat tahun 805 H).

Dan diantara guru-guru beliau yang terkenal dan memberikan pengaruh dalam manhaj beliau
dalam berilmu adalah :

1. Jamaluddin Al-Asnawi (wafat tahun 772 H)


2. Al-Adzra’i
3. Burhanuddin bin Jama’ah (wafat tahun 790 H), beliau pun mengambil faidah dari
manhaj atau cara Az-Zaila’I dalam sebagian penulisan buku-bukunya.

Murid – murid Imam Az-Zarkasyi


Diantara para penuntut ilmu yang mengambil ilmu dari beliau, antara lain ;
1. Muhammad bin Abdu Da’im bin Musa Al-Barmawi (wafat tahun 831 H)
2. Umar bin Hujjiy As-Sa’di (wafat tahun 835 H)
3. Hasan bin Ahmad bin Harami bin Makkiy (wafat tahun 833 H)
4. Najmuddin bin Haji ad-Dimasyqi (Wafat pada tahun 831 H), dan masih banyak lagi
murid-murid beliau.

Aqidah Imam Az-Zarkasyi


Imam Az-Zarkasyi adalah beraqidah Asy’ari, ditemui hal itu dalam beberapa kitab Imam
Az-Zarkasyi seperti dalam ‘Kitab Luqathatul ‘Ijlaan’, dan ‘Makna Laa ilaa ha illallah’.
Beliau berkata yang maknanya, “Bahwa Imam Az-Zarkasyi tidak menempuh jalan
sebagaimana yang ditempuh oleh Ahlus Sunnah dalam menetapkan perkara-perkara aqidah,

ULUMUL QUR’AN | 5
bahkan ia meniti jalannya Asya’irah (Asy’ariyah) dalam pembahasan dan diskusi-diskusi
masalah-masalah aqidah tersebut”. dan telah dinisbahkan kepada beliau tentang aqidahnya
yang asy’ariyah itu pada halaman-halamn pertama pada kitab ‘Al-Azhiyah fi Ahkamil
Ad’iyah’. Adapun karya – karyanya, diantaranya :
1. Kitab Al-Bahru al-Muhith, dalam ilmu ushul fiqih
2. Kitab Salasil adz-Dzhahab, dalam ilmu ushul fiqih
3. Kitab Al-Burhan Fi’ulum Al-Quran
4. Kitab I`lanu as-Sajid bi Ahkami al-Masajid
5. Kitab Al-Ijabah lima Istadrakathu `Aisyah `ala ash-Shahabah
6. Kitab At-Tadzkirah fi al-Ahadits al-Musytaharah
7. Kitab Risalah fi Ma`na Kalimati at-Tauhid Laa Ilaha Illallah
8. Kitab Al-Qawa’id fi Furu`i asy-Syafi`iyyah
9. Kitab At-Tanqih bi Syarhi al-Jami` ash-Shahih, merupakan Syarh Shahih Bukhari
10. Kitab Takhrij Al-Hadits asy-Syarh al-Kabir li ar-Rafi`i
11. Kitab Al-Ghurar as-Safir fima Yahtaju ilaihi al-Musafir
12. Tasyniful Masami’ bi-Jami’il Jawami’

RINGKASAN KITAB AL-BURHAN FI’ULUM AL-QURAN

PENGERTIAN AL-QUR’AN
Di antara materi yang dikaji dalam kitab Al Burhan Fi Ulumil Qur’an adalah: asbabun nuzul,
keterkaitan antara satu ayat dengan lainnya, ilmu qiraat, I’jaz Quran, nasikh dan mansukh,
I’rab Quran, ilmu al-mutasyabih, ilmu al mubhamat, rahasia awal dan akhir ayat dalam surat
al-Quran, makki dan Madani dan lain sebagainya.

RUANG LINGKUP ILMU-ILMU AL –QUR’AN


’Ulum al-Quran adalah ilmu yang mempunyai ruang lingkup yang luas, dan mencakup
semua ilmu yang berkaitan dengan al-Quran, baik berupa ilmu-ilmu agama seperti tafsir,
fighi, akidah, tasawuf dan sebagainya dan ilmu-ilmu bahasa arab, seperti nahwu, sharaf,
balaghah dan sebagainya Bahkan sebagian ulama, diantaranya Az-Zarkasyi dalam kitabnya
al-Burhan fi ’Ulumil Qur’an menyebutkan bahwa ilmu-ilmu al-Quran tidak terhitung
banyaknya.

ULUMUL QUR’AN | 6
SURAT MAKKIYAH DAN MADANIAH
Dilihat Dari Segi Sasarannya : Makkiyah adalah semua surah atau ayat-ayat yang di dalam
kitabnya termuat isi pembicaraan tentang penduduk Mekkah dan yang berkaitan dengan
sekitarnya, dan madaniyah adalah semua surah atau ayat-ayat yang isi kandungannya
ditujukan untuk membahas penduduk Madinah dan sekitarnya.

MUNASABAH
Abu Ja’far Ibn Zubayr adalah ulama yang pertama kali menulis munasabah secara
tersendiri, beliau adalah guru dari Abu Hayyan, kemudian setelah itu disusul oleh Imam
Fakhr al-Din al-Razi. Akan tetapi, imam Fakhr al-Din adalah ulama yang paling banyak
mengemukakan munasabah dalam penafsiran al-Qur’an menurut Imam az-Zarkaysi.
Meskipun Abu Ja'far adalah ulama pertama yang menulis secara terpisah, namun yang mula-
mula memperkenalkan ilmu ini di Baghdad yang sebelumnya tidak ada yang
membicarakannya adalah Imam Abu Bakr al-Naisaburi (w.324 H.). Ulama yang membahas
tentang munasabah al-Qur’an secara lengkap adalah Ibrahim bin ‘Umar al-Biqa'i (wafat 885
H/1480 M.) dalam kitabnya yang berjudul Nazhm Ad-Durar fi Tanasub Al-Ayat Wa As-
Suwar.
Sedikit ulama yang membahas persoalan munasabah ini karena ilmu ini dianggap sebagai
ilmu yang sulit dan rumit dibanding dengan cabang-cabang ulum al-Qur'an yang lain. Ada
pula yang memandang bahwa munasabah tidak mesti ada pada semua ayat dalam al-Qur’an,
karena penemuan terhadap munasabah memang masalah ijtihadiyah artinya, tidaklah semua
bentuk munasabah harus terdapat dalam al-Qur’an. Imam ‘izz Al-Din Ibn Abd Al-Salam
(w.660 H.) misalnya, mengatakan bahwa munasabah merupakan cabang ilmu yang baik,
tetapi untuk menentukan bahwa adanya hubungan dan jalinan di antara ayat-ayat itu
hendaknya berada di dalam suatu konteks masalah atau tema yang sama. Jika terjadi
pembicaraan atau ungkapan karena sebab-sebab yang berbeda, tidaklah mesti ada munasabah
antara satu dengan yang lainnya. Orang-orang yang berusaha juga mencari hubungan diantara
kalimat-kalimat yang berbeda sebab turunnya atau berbeda konteks pembicaraannya,
sebenarnva ia, menurut ‘Izz Al-Din menyusahkan dirinya sendiri. Alasan yang
dikemukakannya ialah, al-Qur’an turun dalam rentang waktu yang begitu panjang dengan
sebab yang berbeda-beda dan hukum yang berbeda-beda pula, maka wajar saja jika
ketersusunan dan hubungan antara yang berbeda-beda itu tidak terjadi.

ULUMUL QUR’AN | 7
 Cara Mengetahui Munasabah
Jika seseorang itu tidak memiliki keahlian yang istimewa dalam masalah apa yang
disebut dengan dzaug al-lughawi (rasa bahasa), nalar yang memadai dan kecermatan
dalam melihat hubungan antara satu dengan yang lainnya, baik dalam hubungannya
antara sesama ayat ataupun antara ayat dan surah dan antara surah dengan surah. Dengan
memiliki kemampuan-kemampuan tersebut, seorang mufasir dapat melihat hubungan-
hubungan yang ada, baik dalam bentuk ‘am dan khas, imajinatif dan fakta-fakta, atau
persamaan, pertentangan, atau hubungan sebab akibat yang banyak pula terdapat di
dalam al-Qur’an.

MACAM – MACAM QIRAAT


Penyeleksian Qira’at yang akan menghasilkan dua jenis bacaan, diantaranya Qira’at
mutawatir dan Qira’at syadz. Penggolongan sederhana inilah yang sering digunakan oleh
berbagai pakar ushul, bahwa bacaan Mutawatir adalah bacaan yang boleh dipakai sedangkan
bacaan Syadz adalah bacaan yang tidak boleh digunakan. Namun berbagai referensi ilmu Al-
Qur’an menyebutkan klasifikasi Qira’at dengan enam jenis bacaan yaitu :
1. Mutawatir, yaitu bacaan yang periwayatannya shahih dengan beriring-iringan sesuai
dengan kesepakatan, dari berbagai penerima ke penerima yang lain dengan memiliki
sifat yang dapat dipercaya sehingga dapat terhindar dari kebohongan.

2. Masyhur, yaitu bacaan dengan jumlah perawinya (yang meriwayatkan) tidak mencapai
jumlah tawatur.
3. Ahad, yaitu memiliki derajat yang shahih, tapi berbeda dengan masyhur
4. Syadz, yaitu bacaan yang tidak sesuai dengan syarat-syarat tawatir.
5. Maudlu’, tidak berasal dari Rasulullah Sallahu’alaihi wa Sallam atau bacaannya
mengandung unsur pemalsuan.
6. Mudraj, yaitu bacaan yang terindikasi dengan penafsiran yang lain (redaksinyadiluar
Al-Qur’an).

AL-HAZFU DALAM USLUB AL-QURAN


Menurut imam Zarkasyi bahwa al-hazfu memiliki faedah dan tujuan antara lain untuk
mengagungkan dan memuliakan yang tidak disebut itu, karena semua pikiran dalam setiap
mazhab akan dicurahkan untuk menemukan maksudnya, lalu ketika itu menjadi tinggilah

ULUMUL QUR’AN | 8
kedudukan apa yang mahzuf tersebut, dan hal ini tentunya berbeda dengan bila hal tersebut
disebutkan. Al-hazfu juga berfaedah untuk menambah lezat atau rasa enak dalam pikiran
dengan sebab menemukan hasil terhadap yang mahzuf itu, Faedah lain adalah dapat
menambah pahala dengan sebab upaya ijtihad yang dilakukan dalam rangka menyingkap hal
tersebut. Selain itu ia berfaedah juga untuk menuntut agar kalam itu ringkas, sehingga dapat
menghasilkan makna yang banyak dalam lafaz yang sedikit, al- hazfu berfaedah juga untuk
mendorong agar berani berbicara.13 Penjelasan di atas memberikan pemahaman yang jelas
bagi kita bahwa walaupun al-hazfu merupakan bagian dari ijaz, namun tujuannya atau
faedahnya bukan hanya semata-mata agar kalimat yang disampaikan itu ringkas, melainkan
dibalik itu ada tujuan atau rahasia lain yang bisa dipahami melalui siyaq kalam tentunya.

BIOGRAFI SYEKH MANNA AL-QATHTHAN

Syaikh Manna Khalil al-Qaththan, adalah seorang


ulama terkenal yang juga mantan Ketua Mahkamah Tinggi
di Riyadh dan sekarang beliau pengajar di Universitas
Islam Imam Muhammad bin Saud, Riyadh Arab Saudi.
Beliau mengupas dengan sangat lengkap, cermat, dan
menyeluruh mengenai seluk-beluk Al-Qur’an. Yang
dituangkan dalam karyanya yang sangat terkenal dengan
judul “Mabahits Fi Ulum Al-Qur’an”. Mabahits fi Ulum
al-Qur’an.

RINGKASAN KITAB AL- MABAHITS FI


‘ULUM AL-QURAN

ULUMUL AL-QUR'AN
Kata u’lum jamak dari kata I’lmu. I’mu berarti al-fahmu wal idraak (paham dan
menguasai). Kemudian arti Kata ini berubah menjadi permasalahan yang beraneka ragam
yang disusun secara ilmiah. U`luumul qu`ran adalah ilmu yang membahas masalah–masalah
yang berhubungan dengan al-Quran dari segi asbaabu nuzuul. Sebab–sebab turunnya Al-
Quran, pengumpulan dan penertiban al-Quran, pengetahuan tentang surah-surah Mekah dan

ULUMUL QUR’AN | 9
Madinah, An-Nasikh wal mansukh, Al-Muhkam wal Mutasyaabih, dan lain sebagainya yang
berhubungan dengan Al-Quran. Terkadang ilmu ini dinamakan juga ushuulu tafsir (dasar-dasar
tafsir) karena yang dibahas berkaitan dengan beberapa masalah yang harus diketahui oleh
seorang Mufassir sebagai sandaran dalam menafsirkan Qur`an.

 SEJARAH DAN PERKEMBANGAN ULUMUL QURAN


A. ULUMUL QURAN PADA MASA RASULULLAH SAW
Embrio awal ulumul quran pada masa ini berupa penafsiran ayat Al-Quran
langsung dari Rasulullah SAW kepada para sahabat, begitu pula dengan antusiasme
para sahabat dalam bertanya tentang makna suatu ayat, menghafalkan, dan
mempelajari hukum-hukumnya.
 Rasulullah SAW menafsirkan kepada sahabat beberapa ayat
Dari Uqbah bin Amir ia berkata : " aku pernah mendengar Rasulullah SAW
berkata diatas mimbar, "dan siapkan untuk menghadapi mereka kekuatan yang
kamu sanggupi (Anfal:60), ingatlah kekuatan di sini adalah memanah”.
(HR.Muslim)
 Antusiasisme sahabat dalam menghapal dan mempelajari Al-Quran
Diriwayatkan dari Abu Abdurrahman as-sulami, ia mengatakan : “mereka yang
membacakan Al-Quran kepada kami, seperti Utsman bin Affan dan Abdullah
bin Mas’ud serta yang lain menceritakan, bahwa mereka bila belajar dari Nabi
sepuluh ayat mereka tidak melanjutkan sebelum mengamalkan ilmu dan amal
yang ada di dalamnya, mereka berkata ;kami mempelajari qur’an berikut ilmu
dan amalnya sekaligus.”
 Larangan Rasulullah SAW untuk menulis selain Al-Quran, sebagai upaya
menjaga kemurnian Al-Quran
Dari Abu Saad al- Khudri, bahwa Rasulullah SAW berkata: Janganlah kamu
tulis dari aku; barang siapa menuliskan aku selain qur'an, hendaklah dihapus.
Dan ceritakan apa yang dari diriku dan itu tiada halangan baginya, dan barang
siapa sengaja berdusta atas namaku, ia akan menempati tempatnya di api neraka."
(HR Muslim)

B. ULUMUL QURAN MASA KHALIFAH

ULUMUL QUR’AN | 10
Pada masa khalifah, tahapan perkembangan awal (embrio) ulumul quran mulai
berkembang pesat, di antaranya dengan kebijakan - kebijakan para khalifah
sebagaimana berikut :
1. Khalifah Abu Bakar :dengan Kebijakan pengumpulan atau penulisan Al-Quran
yang pertama yang diprakarsai oleh Umar bin Khattab dan dipegang oleh Zaid bin
Tsabit
2. Kekhalifahan Usman Ra: dengan kebijakan menyatukan kaum muslimin pada satu
mushaf, dan hal itu pun terlaksana. Mushaf itu disebut mushaf Imam. Salinan-
salinan mushaf ini juga dikirimkan ke beberapa propinsi. Penulisan mushaf
tersebut dinamakan ar-Rosmul 'Usmani yaitu dinisbahkan kepada Usman, dan ini
dianggap sebagai permulaan dari ilmu Rasmil Qur'an.
3. kekalifahan Ali Ra :dengan kebijakan perintahnya kepada Abu 'aswad Ad-Du'ali
meletakkan kaidah-kaidah nahwu, cara pengucapan yang tepat dan baku dan
memberikan ketentuan harakat pada qur'an. Ini juga disebut sebagai permulaan
Ilmu I'rabil Qur'an.

C. ULUMUL QURAN MASA SAHABAT DAN TABI'I


A. Peranan Sahabat dalam Penafsiran Al-Quran dan Tokoh-tokohnya

Para sahabat senantiasa melanjutkan usaha mereka dalam menyampaikan


makna- makna al-qur'an dan penafsiran ayat-ayat yang berbeda diantara mereka,
sesuai dengan kemampuan mereka yang berbeda-beda dalam memahami dan
karena adanya perbedaan lama dan tidaknya mereka hidup bersama Rasulullah
SAW , hal demikian diteruskan oleh murid-murid mereka , yaitu para tabi'in.
Diantara para mufasir yang termashur dari para sahabat, antara lain :

1. Empat orang khalifah (Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali)


2. Ibnu Masud
3. Ibnu Abbas
4. Ubai bin Kaab,
5. Zaid bin sabit,
6. Abu Musa al-Asy'ari dan
7. Abdullah bin Zubair

ULUMUL QUR’AN | 11
Banyak riwayat mengenai tafsir yang diambil dari Abdullah bin Abbas,
Abdullah bin Masud dan Ubai bin Kaab, dan apa yang diriwayatkan dari mereka tidak
berarti merupakan sudah tafsir Quran yang sempurna. Tetapi terbatas hanya pada
makna beberapa ayat dengan penafsiran apa yang masih samar dan penjelasan apa
yang masih global.

B. Peranan Tabi’In Penafsiran Al-Quran dan Tokoh-tokohnya


Mengenai para tabi'in, diantara mereka ada satu kelompok terkenal yang
mengambil ilmu ini dari para sahabat di samping mereka sendiri bersungguh-
sungguh atau melakukan ijtihad dalam menafsirkan ayat. Yang terkenal di antara
mereka , masing-masing sebagai berikut :

1. Murid Ibnu Abbas di Mekah yang terkenal ialah, Sa'id bin Jubair, Mujahid,
'iKrimah bekas sahaya (maula) Ibnu Abbas, Tawus bin kisan al Yamani dan
'Ata' bin abu Rabah.
2. Murid Ubai bin Kaab, di Madinah : Zaid bin Aslam, abul Aliyah, dan
Muhammad bin Ka'b al Qurazi.
3. Abdullah bin Masud di Iraq yang terkenal : 'Alqamah bin Qais, Masruq al
Aswad bin Yazid, 'Amir as Sya'bi, Hasan Al Basyri dan Qatadah bin Di'amah as
Sadusi.
Dan yang diriwayatkan mereka itu semua meliputi ilmu tafsir, ilmu Gharibil
Qur'an, ilmu Asbabun Nuzul, ilmu Makki Wal madani dan imu Nasikh dan
Mansukh, tetapi semua ini tetap didasarkan pada riwayat dengan cara
didiktekan.

D. MASA PEMBUKUAN (TADWIN)


A. PEMBUKUAN TAFSIR AL-QURAN MENURUT RIWAYAT HADIST,
SAHABAT, DAN TABI’IN
Pada abad kedua hijri tiba masa pembukuan (tadwin) yang dimulai dengan
pembukuan hadist dengan segala babnya yang bermacam-macam, dan itu juga
menyangkut hal yang berhubungan dengan tafsir. Maka sebagian ulama
membukukan tafsir Qur'an yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW dari para

ULUMUL QUR’AN | 12
sahabat atau dari para tabi'in. Diantara mereka yang terkenal adalah, Yazid bin
Harun as Sulami, ( wafat 117 H ), Syu'bah bin Hajjaj ( wafat 160 H ), Waqi' bin
Jarrah ( wafat 197 H ), Sufyan bin 'uyainah ( wafat 198 H), dan Aburrazaq bin
Hammam ( wafat 112 H ). Mereka semua adalah para ahli hadis. Sedang tafsir
yang mereka susun merupakan salah satu bagiannya. Namun tafsir mereka yang
tertulis tidak ada yang sampai ke tangan kita.

B. PEMBUKUAN TAFSIR BERDASARKAN SUSUNAN AYAT


Kemudian langkah mereka itu diikuti oleh para ulama'. Mereka menyusun tafsir
Qur'an yang lebih sempurna berdasarkan susunan ayat. Dan yang terkenal
diantara mereka ada Ibn Jarir at Tabari ( wafat 310 H ). Demikianlah tafsir pada
mulanya dinukil (dipindahkan) melalui penerimaan (dari mulut ke mulut) dari
riwayat, kemudian dibukukan sebagai salah satu bagian hadis, selanjutnya
ditulis secara bebas dan mandiri. Maka berlangsunglah proses kelahiran at
Tafsir bil Ma'sur (berdasarkan riwayat ), lalu diikuti oleh at Tafsir bir Ra'yi
(berdasarkan penalaran ).

C. MUNCULNYA PEMBAHASAN CABANG – CABANG ULUMUL


QURAN SELAIN TAFSIR
Di samping ilmu tafsir lahir pula karangan yang berdiri sendiri mengenai
pokok-pokok pembahasan tertentu yang berhubungan dengan Quran, dan hal ini
sangat diperlukan oleh musafir di antaranya :
1. Ulama abad ke – 3 Hijriah
 Ali bin al Madini (wafat 234 H) guru Bukhari, menyusun karangannya
mengenai asbabun nuzul
 Abu 'Ubaid al Qasim bin Salam (wafat 224 H) menulis tentang Nasikh
Mansukh dan qira'at.
 Ibn Qutaibah (wafat 276 H) menyusun tentang problematika Al - Quran
(musykilatul quran)
2. Ulama Abad Ke-4 Hijriah
 Muhammad bin Khalaf bin Marzaban ( wafat 309 H ) menyusun al- Hawi fa
'Ulumil Qur'an.

ULUMUL QUR’AN | 13
 Abu muhammad bin Qasim al Anbari ( wafat 751 H ) juga menulis tentang
ilmu- ilmu qu r'an.
 Abu Bakar As Sijistani ( wafat 330 H ) menyusun Garibul Qur'an.
 Muhammad bin Ali bin al-Adfawi ( wafat 388 H ) menyusun al Istigna' fi
'Ulumil Qur'an.
3. Ulama Abad Ke-5 dan setelahnya
 Abu Bakar al Baqalani ( wafat 403 H ) menyusun I'jazul Qur'an,

 Ali bin Ibrahim bin Sa'id al Hufi ( wafat 430 H )menulis mengenai I'rabul
Qur'an.

 Al Mawardi (wafat 450 H) mengenai tamsil-tamsil dalam Qur'an ('Amsalul


Qur'an ).
 Al Izz bin Abdussalam ( wafat 660 H ) tentang majaz dalam Qur'an.

 'Alamuddin Askhawi ( wafat 643 H ) menulis mengenai ilmu Qira'at ( cara


membaca Qur'an ) dan Aqsamul Qur'an.

Pada masa sebelumnya, ilmu-ilmu al-quran dengan berbagai pembahasannya di


tulis secara khusus dan terserak, masing-masing dengan judul kitab tersendiri.
Kemudian, mulailah masa pengumpulan dan penulisan ilmu-ilmu tersebut dalam
pembahasan khusus yang lengkap, yang dikenal kemudian dengan Ulumul Qur'an.
Di antara ulama-ulama yang menyusun secara khusus ulumul quran adalah sebagai
berikut :

1. Ali bin Ibrohim Said (330 H) yang dikenal dengan al Hufi dianggap sebagai
orang pertama yang membukukan 'Ulumul Qur'an, ilmu-ilmu Qur'an.
2. Ibnul Jauzi (wafat 597 H) mengikutinya dengan menulis sebuah kitab
berjudul fununul Afnan fi 'Aja'ibi 'ulumil Qur'an.
3. Badruddin az-Zarkasyi (wafat 794 H) menulis sebuah kitab lengkap dengan
judul Al- Burhan fii ulumil Qur`an .
4. Jalaluddin Al-Balqini (wafat 824 H) memberikan beberapa tambahan atas
Al-Burhan di dalam kitabnya Mawaaqi`ul u`luum min mawaaqi`innujuum.
5. Jalaluddin As-Suyuti ( wafat 911 H ) juga kemudian menyusun sebuah kitab

ULUMUL QUR’AN | 14
yang terkenal Al-Itqaan fii u`luumil qur`an.

E. ULUMUL QURAN MASA MODERN ATAU KONTEMPORER


Perkembangan ulumul quran pada masa kontemporer ini juga berlanjut seputar
penulisan sebuah metode atau cabang ilmu Al-Quran secara khusus dan terpisah,
sebagaimana ada pula yang kembali menyusun atau menyatukan cabang-cabang
ulumul quran dalam kitab tersendiri dengan penulisan yang lebih sederhana dan
sistematis dari kitab-kitab klasik terdahulu.
1. Kitab yang terbit membahas khusus tentang cabang-cabang ilmu Quran atau
pembahasan khusus tentang metode penafsiran Al-Quran di antaranya :
 Kitab i`jaazul quran yang ditulis oleh Musthafa Shadiq Ar-Rafi`i,
 Kitab At-Tashwirul fanni fiil qu`an dan masyaahidul qiyaamah fil qur`an
oleh Sayyid Qutb,
 Tarjamatul qur`an oleh syaikh Muhammad Musthafa Al-Maraghi yang
salah satu pembahasannya ditulis oleh Muhibuddin al-hatib,
 Masalatu tarjamatil qur`an Musthafa Sabri,
 An-naba`ul adziim oleh DR Muhammad Abdullah Daraz
 Muqaddimah tafsir Mahaasilu ta`wil oleh Jamaluddin Al-qasimi.
2. Kitab yang secara umum membahas ulumul quran dengan sistematis, di
antaranya :
 Syaikh Thahir Al-jazaairy menyusun sebuah kitab dengan judul At-
tibyaan fii u`luumil qur`an
 Syaikh Muhammad Ali Salamah menulis pula Manhajul furqan fii
u`luumil qur`an yang berisi pembahasan yang sudah ditentukan untuk
fakultas ushuluddin di Mesir dengan spesialisasi da`wah dan bimbingan
masyarakat dan diikuti oleh muridnya
 Muhammad Abdul a`dzim az-zarqani yang menyusun Manaahilul i`rfaan
fii u`lumil qur`an.
 Syaikh Ahmad Ali menulis muzakkiraat u`lumil qur`an yang
disampaikan kepada mahasiswanya di fakultas ushuluddin jurusan
dakwah dan bimbingan masyarakat.

ULUMUL QUR’AN | 15
 Kitab Mahaabisu fii u`lumil qur`an oleh Dr. Subhi As-Shalih.

AL-QURAN
PENGERTIAN AL-QURAN
Lafadzh Qara`a mempunyai arti mengumpulkan dan menghimpun, dan qira`ah berarti
menghimpun huruf-huruf dan kata-kata satu dengan yang lain dalam suatu ucapan yang
tersusun rapih. Qur`an pada mulanya seperti qira`ah, yaitu masdar (infinitif) dari kata qara`
qira`atan, qur`anan. Sebagaimana dalam firman Allah SWT :

Artinya : "Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya dan membacanya.


Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu”. (Al-Qiyamah :
17-18)
Qur`anah berarti qiraatun (bacaannya/cara membacanya). Jadi kata itu adalah masdar
menurut wazan (tashrif, konjugasi)`fu`lan` dengan vokal `u` seperti `gufran` dan
`syukran`.Kita dapat mengatakan qara`tuhu , qur`an, qira`atan wa qur`anan, artinya sama
saja. Di sini maqru` (apa yang dibaca) diberi nama Qur`an (bacaan); yakni penamaan maf`ul
dengan masdar.

NAMA DAN SIFAT AL-QURAN


Nama Al-Quran
1. Al-Quran

Artinya : “Al-Quran ini memberikan petunjuk kepada yang lebih lurus. “ (QS. Al-Israa:
9)
2. Kitab

ULUMUL QUR’AN | 16
Artinya : “Sesungguhnya telah Kami turunkan kepada kamu sebuah kitab yang di
dalamnya terdapat sebab-sebab kemuliaan bagimu.” (QS.Al-Anbiyaa:10)
3. Furqon

Artinya : “Mahasuci Allah yang telah menurunkan Al-Furqan kepada hamba-Nya, agar
dia menjadi pemberi ingatan kepada seluruh alam. “ (QS. Al-Furqon:1)
4. Zikr

Artinya : “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Quran dan sesungguhnya


Kami benar-benar memeliharanya”. (QS. Al-Hijr:9)

5. Tanzil

Artinya : “Dan sesungguhnya Al Qur`an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan


semesta alam”. (QS. as-Syuaraa:192)

Sifat – sifat Al-Quran


1. Nur (cahaya)

Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari
Tuhanmu. Dan telah kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang”.
(QS.An-Nisa:174)
2. Huda (petunjuk)

ULUMUL QUR’AN | 17
Artinya : “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit dalam dada dan petunjuk serta
rahmat bagi orang-orangyang beriman.” (QS. Yunus:57)
3. Mubin (yang menerangkan)

Artinya : “Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang
menerangkan.“ (QS. Al-Maidah:15)

PERBEDAAN ANTARA QURAN DENGAN HADITS QUDSI DAN HADITS


NABAWI
A. HADITS NABAWI
Hadits (baru) dalam arti bahasa lawan qadim (lama), sedang menurut istilah
pengertian hadits adalah apa saja yang disandarkan kepada Nabi saw. Baik berupa
perkataan, perbuatan, persetujuan atau sifat.
 Yang berupa perkataan, seperti perkataan Nabi saw. : “Sesungguhnya sahnya
amal itu disertai dengan nat, dan setiap orang bergantung kepada niatnya.”
 Yang berupa perbuatan adalah seperti yang diajarkan pada sahabat mengenai
bagaimana caranya mengerjakan sholat, kemudian ia mengatakan : “sholatlah
seperti kamu melihat aku melakukan sholat” juga mengenai ia melakukan ibadah
haji dalam hal ini Nabi saw. Berkata : ‘Ambillah dari padaku manasik hajimu’
 Sedang yang berupa persetujuan ialah : seperti ia menyetujui suatu perkara yang
dilakukan salah seorang sahabat, baik perkataan ataupun perbuatan,
dilakukannya dihadapkannya atau tidak, tetapi beritanya sampai kepadanya.
Misalnya : mengenai makanan biawak yang dihidangkan kepadanya dan
persetujuannya.
 Dari yang berupa sifat adalah : bahwa Nabi saw. Itu selalu bermuka cerah,
berperangai halus dan lembut, tidak keras dan tidak pula kasar, tidak suka
berteriak keras, tidak pula berbicara kotor dan tidak juga suka mencela.

B. HADITS QUDSI

ULUMUL QUR’AN | 18
Lafadz qudzi dinisbahkan sebagai kata qudz, nisbah ini mengesankan rasa hormat,
karena materi kata itu menunjukkan kebersihan dan kesucian dalam arti bahasa. Maka
kata taqdis berarti menyucikan Allah. Taqdis sama dengan tathiir, dan taqddasa sama
dengan tatahhara (suci,bersih) Allah berfirman dengan kata-kata malaikat-Nya :
“….pada hal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan diri
kami karena Engkau.” (QS.Al-Baqarah:30)
Cara periwayatan Hadits Qudsi
1. Rasulullah SAW mengatakan mengenai apa yang diriwayatkan dari Tuhannya,
atau ia mengatakan: Contoh : dari Abu Hurairah Ra. Dari Rasulullah SAW
mengenai apa yang diriwayatkannya dari Tuhannya Azza Wa Jalla, tangan Allah
itu penuh, tidak dikurangi oleh nafakah, baik di waktu siang maupun malam hari
…“
2. Rasulullah SAW mengatakan: Allah ta’ala telah berfirman. Contoh :Dari Abu
Hurairah Ra. Bahwa Rasulullah SAW berkata : Allah ta’ala berfirman : Aku
menurut sangkaan hamba-Ku terhadap-Ku. Aku bersamanya bila ia menyebut-
Ku di dalam dirinya maka Aku pun menyebutnya di dalam diri-Ku. Dan bila ia
menyebut-Ku di kalangan orang banyak, maka aku pun menyebutnya di dalam
kalangan orang banyak lebih dari itu…”

PERBEDAAN QURAN DENGAN HADITS QUDSI


1. Al-Quran karim adalah Quran adalah mukjizat yang abadi hingga hari kiamat,
bersifat tantangan (I’jaz) bagi yang ingkar untuk membuat serupa dengannya, sedang
hadits qudsi tida untuk menantang dan tidak pula untuk mukjizat.
2. Al-Quranul karim hanya dinisbahkan kepada Allah, sehingga dikatakan : Allah ta’ala
telah berfirman, sedang hadits qudsi seperti yang dijelaskan diatas terkadang
diriwayatkan dengan disandarkan kepada Allah; sehingga nisbah hadits qudsi kepada
Allah itu merupakan nisbah yang dibuatkan.
3. Seluruh isi Quran dinukil secara mutawatir, sehingga kepastiannya sudah mutlak.
Sedang hadits-hadits qudsi kebanyakannya adalah khabar ahad, sehingga
kepastiannya merupakan dugaan. Ada kalanya hadits qudsi itu shahih, terkadang
hasan (baik) dan terkadang daif (lemah)

ULUMUL QUR’AN | 19
4. Al-Quranul karim dari Allah baik lafal maupun maknanya. Maka dia adalah wahyu,
baik dalam lafal maupun maknanya. Sedangkan hadits qudsi maknanya saja dari
Allah, sedangkan lafalnya dari Rasulullah SAW. Hadits qudsi ialah wahyu dalam
makna tetapi bukan dalam lafal.
5. Membaca Al-Quranul karim merupakan ibadah, karena itu ia dibaca di dalam shalat.
Sedang hadits qudsi tidak disuruhnya membaca didalam shalat. Allah memberikan
pahala membaca hadits qudsi secara umum saja. Makna membaca hadits qudsi tidak
akan memperoleh pahala seperti yang disebutkan dalam hadits mengenai membaca
Quran bahwa pada setiap huruf akan mendapatkan kebaikan.

TURUNNYA AL-QURAN
 TAHAPAN TURUNNYA AL-QURAN
1. Al-Quran diturunkan pada bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan, bulan yang diturunkannya Al-Quran (QS. Al-Baqarah :185)

2. Al-Quran diturunkan pada malam Lailatul Qadr

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada malam lailatul qadr. (QS. Al-
Qadr:1)

3. Al-Quran diturunkan pada malam yang diberkahi

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya pada malam yang telah diberkahi (QS.
Ad-Dukhan:3)
Ketiga ayat diatas tidak bertentangan, karena malam yang diberkahi adalah
malam lailatul qadr pada malam bulan ramadhan. Tetapi lahir (zahir) ayat–ayat itu

ULUMUL QUR’AN | 20
bertentangan dengan kehidupan nyata Rasulullah SAW, dimana Quran turun
kepadanya berangsur-angsur selama dua puluh tiga tahun.

HIKMAH TURUNNYA AL-QUR’AN SECARA BERTAHAP


1. Menguatkan atau meneguhkan hati Rasulullah SAW
2. Menjawab tantangan sekaligus mukjizat
3. Mempermudah hapalan dan pemahamannya
4. Kesesuaian dengan peristiwa-peristiwa pentahapan dalam penetapan hukum
5. Bukti yang pasti bahwa Al-Quranul Karim diturukan dari sisi yang Maha Bijaksana
dan Maha Terpuji

KETENTUAN SURAT MAKKIYAH DAN MADANIYAH


 Ketentuan surat makkiyah, antara lain :
1. Setiap surat yang di dalamnya mengandung ‘sajdah’ maka surat itu makki.
2. Setiap surat yang mengandung kisah para nabi umat terdahulu adalah makki,
kecuali surat Al-Baqarah.
3. Setiap surat yang mengandung kisah Adam dan Iblis adalah makki, kecuali surat
Al-Baqarah.
4. Setiap surat yang dibuka dengan hruf-huruf dengan singkatan alif lam mim, alif
lam ra, ha mim, dll adalah makki. Kecuali surat Al-Baqarah dan surat Ali-Imran,
sedangkan surat Ra’ad masih dipertimbangkan.
5. Setiap surat yang mengandung yaa ayyuhan nass dan tidak mengandung yaa
ayyuhal ladziina aamanuu, itu adalah makki. Kecuali surat Hajj pada akhir surat
terdapat ayat yaa ayyuhal ladziina aamanuu… Namun sebagian besar ulama
berpendapat bahwa ayat tersebut adalah makki.
6. Setiap surat yang mengandung lafal ‘kalla’ berarti makki. Lafal ini hanya terdapat
dalam separuh terakhir dari Qur’an dan disebutkan sebanyak tiga puluh tiga kali
dalam lima belas surat.

 Ketentuan surat madaniyah, antara lain :


1. Setiap surat yang berisi kewajiban atau had (sanksi) adalah madani.
2. Setiap surat yang di dalamnya disebutkan orang-orang munafik adalah madani,
kecuali surat Al-Ankabut adalah makki.

ULUMUL QUR’AN | 21
3. Setiap surat yang di dalamnya terdapat dialog dengan ahli kitab adalah madani.
 Ayat yang turun pertama kali
1. Surat Al-Alaq ayat 1-5
2. Surat Al-Muddatsir
 Ayat yang turun terakhir
1. Ayat yang diturunkan terakhir adalah ayat mengenai riba, salah satunya terdapat
pada surat Al-Baqarah ayat 278
2. Ayat yang diturunkan terakhir adakah ayat mengenai hutang, salah satunya
terdapat pada surat Al-Baqarah ayat 282
3. Ayat Qur’an yang terakhir turun adalah firman Allah, contoh terdapat pada surat
Al-Baqarah ayat 281
4. Ayat yang diturunkan terakhir adalah ayat mengenai kalalah, contoh terdapat
pada surat An-Nisa ayat 176

PENGUMPULAN AL-QUR’AN
Pengumpulan al-Qur’an (Jam’ul Qur’an) adalah Huffazuhu yakni penghafal-penghafalnya
atau orang yang menghafal al-Qur’an di dalam hati. Pada masa Rasulullah telah
mengangkat para penulis Wahyu al-Qur’an dari sahabat-sahabat terkemuka, seperti: Ali,
Muawiyah, Ubai bin kaab, dan Zaid bin Tsabit. Setelah itu dilanjutkan pada masa Abu
bakar, Umar bin Khattab, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan seterusnya hingga
al-Qur’an sampai pada saat ini.

QIRA’AT
Menurut istilah ilmiah, Qira’at adalah salah satu madzab/ aliran pengucapan al-Qur’an
yang dipilih oleh seorang imam Qurra’ sebagai suatu madzab yang berbeda dengan
madzab lainnya. Dalam hal ini, juga dipaparkan mengenai macam-macam Qira’at,
hukum, kaidah, tujuh imam, faedah qira’at, dan adab membaca al-Qur’an. Sampai-sampai
disinggung juga mengenai mengajarkan al-Qur’an dan menerima upah/bayaran atasnya.
Adapun kaidah-kaidah yang diperlukan para mufassir, diantaranya: Damir (kata ganti),
Ta’rif, Tankir, Isim, Mufrad dan jamak, Mutaradif (sinonim), jumlah Ismiyah, jumlah
Fi’liyah, ‘Ataf, lafaz Kana, dan lafaz Fa’ala

MUHKAM DAN MUTASYABIH

ULUMUL QUR’AN | 22
Dalam kitab ini juga memaparkan tentang perbedaan Muhkam dan Mutasyabih. Muhkam
berarti sesuatu yang dikokohkan. Ihkam al-kalam berarti mengokohkan perkataan dengan
memisahkan berita yang benar dari yang salah, dan urusan yang lurus dari yang sesat. Jadi
kalam muhkam adalah perkataan yang seperti itu sifatnya. Sedangkan Mutasyabih adalah
Mutamasil (sama) dalam perkataan dan keindahan. Jadi, Tasyabih al-Kalam adalah
kesamaan dan kesesuaian perkataan, karena sebagiannya membetulkan sebagian yang
lain.

AMM DAN KHAS


Amm adalah lafaz yang menghabiskan atau mencakup segala apa yang pantas baginya
tanpa ada pembatasan. Sedangkan Khass adalah lawan dari “Amm, karena ia tidak
menghabiskan semua apa yang pantas baginya tanpa pembatasan, Kalau Takhsis adalah
mengeluarkan sebagian apa yang dicakup lafaz “Amm.

NASIKH DAN MANSUKH


Nasikh ialah mengangkat (menghapuskan) hukum syara’ dengan dalil hukum syara’ yang
lain. Sedangkan Mansukh adalah hukum yang diangkat atau dihapuskan. Selanjutnya juga
dibahas mengenai ruang lingkup Nasakh, pedoman mengetahui dan manfaat Nasikh, dalil
ketetapannya, pembagian, macam-macam Nasikh, dan lain sebagainya.

MUTLAQ DAN MUQAYYAD


Dalam kitab ini membahas juga tentang Mutlaq dan Muqayyad. Mutlaq adalah lafaz yang
menunjukkan suatu hakikat tanpa sesuatu qayid (pembatas). Sedangkan Muqayyad adalah
lafaz yang menunjukkan suatu hakikat dengan Qayid (batasan). Disebutkan juga tentang
macam-macam dan status hukum Mutlaq dan Muqayyad.

MANTUQ DAN MAFHUM


Mantuq adalah sesuatu (makna) yang ditunjukkan oleh lafaz menurut ucapannya, yakni
penunjukan makna berdasarkan materi huruf-huruf yang diucapkan. Sedangkan Mafhum
adalah makna yang ditunjukkan oleh lafaz tidak didasarkan pada bunyi ucapan.

KEMUKJIZATAN (I’JAZ)
I’jaz (kemukjizatan) al-Qur’an adalah sesuatu hal luar biasa yang disertai tantangan dan
selamat dari perlawanan. al-Qur’an al-Karim digunakan Nabi untuk menantang orang-

ULUMUL QUR’AN | 23
orang Arab tetapi mereka tidak sanggup menghadapinya. Padahal mereka sedemikian
tinggi tingkat fashahah dan balagahnya. Hal ini tiada lain karena al-Qur’an adalah
mukjizat. Mengenai Amsalul Qur’an. Amsal adalah bentuk jamak dari masal, kata masal,
misil, dan masil adalah sama dengan syabih, syibh, dan syabih, baik lafaz maupun
maknanya. Selanjutnya dibahas tentang macam-macamnya dan faedah-faedah Amsal.

AQSAMUL QUR’AN
Aqsamul Qur’an adalah jamak dari qasam yang berarti al-Hiilf dan al-Yamin
yakni sumpah. Selanjutnya faedah, Muqsam Bih dalam al-Qur’an, macam-macam, hal
ihwal Qasam, dan lain sebagainya. Adapun masalah jadal (debat) dalam al-Qur’an. Jadal
adalah bertukar pikiran dengan cara bersaing dan berlomba untuk mengalahkan lawan. al-
Qur’an dalam berdebat dengan para penantangnya banyak mengemukakan dalil dan bukti
kuat serta jelas yang dapat dimengerti kalangan awam dan orang ahli. Kisah-kisah dalam
al-Qur’an. Kisah berasal dari kata al-Qassu yang berarti mencari atau mengikuti jejak.
Kata al-Qasas adalah bentuk masdar. Adapun macam-macam kisah dalam al-Qur’an
banyak sekali, diantaranya: kisah para Nabi, kisah yang berhubungan dengan peristiwa
yang terjadi pada masa lalu, dan kisah yang berhubungan pada masa Rasulullah.
Terjemahan dalam al-Qur’an dapat digunakan dalam dua arti: pertama, Terjemah
Harfiyah yaitu mengalihkan lafaz-lafaz dari satu bahasa ke dalam lafaz-lafaz yang serupa
dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan
susunan dan tertib bahasa pertama. Kedua, Terjemah Tafsiriyah/ Maknawiyah yaitu
menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata
bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya.
Tafsir secara bahasa adalah berasal dari kata al-Fasr yang berarti menjelaskan.
Sedangkan tafsir menurut istilah adalah sebagaimana didefinisikan Abu Hayyan yaitu
ilmu yang membahas tentang cara pengucapan lafaz-lafaz al-Qur’an, tentang petunjuk,
hukum, dan makna yang dimungkinkan baginya ketika tersusun serta hal-hal lain yang
melengkapinya. Adapun Ta’wil adalah berasal dari kata Aul yang berarti kembali ke asal.
Selanjutnya dijelaskan mengenai perbedaan antara keduanya dan keutamaan tafsir.
Kemudian masalah yang dibahas adalah syarat-syarat dan adab bagi Mufassir,
diantaranya: Akidahnya yang benar, bersih dari hawa nafsu, menafsirkan lebih dahulu al-
Qur’an dengan al-Qur’an bukan yang lainnya, dan mencari penafsiran dari sunnah. Selain

ULUMUL QUR’AN | 24
itu, juga diterangkan mengenai perkembangan tafsir dari zaman nabi dan sahabat dan
tabi’in. selanjutnya dibahas juga mengenai metode tafsir, yaitu: Tafsir Bil Ma’tsur dan
Tafsir Bir Ra’yi, juga dijelaskan cara menghindari cerita-cerita Israiliyat.
Di akhir kitab ini juga dijelaskan contoh kitab-kitab tafsir yang terkenal. Dan juga
biografi mengenai para mufassir. Seperti: Tafsir Ibnu Abbas, Jami’ul Bayan fi Tafsirul
Qur’an oleh at-Tabari, dan Tafsirul Qur’anil Azim oleh Ibn Katsir.

BIOGRAFI SYEKH ALI ASH - SHABUNI

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ali bin Jamil Ash Shabuni. Beliau lahir di kota
Aleppo, Suriah, pada tanggal 1 Juli 1930. Syekh Ali ash-Shabuni bersama Syekh Yusuf al-
Qaradlawi pernah ditetapkan sebagai Tokoh Muslim Dunia 2007 oleh DIQA. Nama besar Syekh
Muhammad Ali ash-Shabuni begitu mendunia.
Beliau merupakan seorang ulama dan ahli tafsir
yang terkenal dengan keluasan dan kedalaman
ilmu serta sifat wara’-nya. Nama lengkap beliau
adalah Muhammad Ali Ibn Ali Ibn Jamil ash-
Shabuni. Syekh ash-Shabuni dibesarkan di
tengah-tengah keluarga terpelajar. Ayahnya,
Syekh Jamil, merupakan salah seorang ulama
senior di Aleppo. Sejak usia kanak-kanak, ia
sudah memperlihatkan bakat dan kecerdasan
dalam menyerap berbagai ilmu agama. Di usianya
yang masih belia, Ash-Shabuni sudah hafal
Alquran. Tak heran bila kemampuannya ini membuat banyak ulama di tempatnya belajar sangat
menyukai kepribadian Syekh ash-Shabuni.

Riwayat Pendidikan Beliau

Salah satu guru beliau adalah sang ayah, Jamil ash-Shabuni. Ia memperoleh pendidikan
dasar dan formal mengenai bahasa Arab, ilmu waris, dan ilmu-ilmu agama di bawah
bimbingan langsung sang ayah. Ia juga berguru pada ulama terkemuka di Aleppo, seperti

ULUMUL QUR’AN | 25
Syekh Muhammad Najib Sirajuddin, Syekh Ahmad ash-Shama, Syekh Muhammad Said al-
Idlibi, Syekh Muhammad Raghib al-Tabbakh, dan Syekh Muhammad Najib Khayatah.

Untuk menambah pengetahuannya, Syekh ash-Shabuni juga kerap mengikuti kajian-


kajian para ulama lainnya yang biasa diselenggarakan di berbagai masjid. Setelah
menamatkan pendidikan dasar, Syekh ash-Shabuni melanjutkan pendidikan formalnya di
sekolah milik pemerintah, Madrasah al-Tijariyyah. Kemudian, ia meneruskan pendidikan di
sekolah khusus syariah, Khasrawiyya, yang berada di Aleppo. Saat bersekolah di
Khasrawiyya, ia tidak hanya mempelajari bidang ilmu-ilmu Islam, tetapi juga mata pelajaran
umum. Ia berhasil menyelesaikan pendidikan di Khasrawiyya dan lulus tahun 1949.

Atas beasiswa dari Departemen Wakaf Suriah, ia melanjutkan pendidikannya di


Universitas Al-Azhar, Mesir, hingga selesai strata satu dari Fakultas Syariah pada tahun
1952. Dua tahun berikutnya, di universitas yang sama, ia memperoleh gelar master pada
konsentrasi peradilan Syariah (Qudha asy-Syariyyah). Studinya di Mesir merupakan beasiswa
dari Departemen Wakaf Suria.

Aktivitas Mengajar Beliau

Selepas dari Mesir, Syekh ash-Shabuni kembali ke kota kelahirannya, beliau


mengajar di berbagai sekolah menengah atas yang ada di Aleppo. Pekerjaan sebagai guru
sekolah menengah atas ini ia lakoni selama delapan tahun, dari tahun 1955 hingga 1962.
Setelah itu, ia mendapatkan tawaran untuk mengajar di Fakultas Syariah Universitas
Umm al-Qura dan Fakultas Ilmu Pendidikan Islam Universitas King Abdul Aziz. Kedua
universitas ini berada di Kota Makkah. Ia menghabiskan waktu dengan kesibukannya
mengajar di dua perguruan tinggi ini selama 28 tahun.

Karena prestasi akademik dan kemampuannya dalam menulis, saat menjadi dosen di
Universitas Umm al-Qura, Syekh ash-Shabuni pernah menyandang jabatan ketua
Fakultas Syariah. Ia juga dipercaya untuk mengepalai Pusat Kajian Akademik dan
Pelestarian Warisan Islam. Hingga kini, ia tercatat sebagai guru besar (Professor) Ilmu
Tafsir pada Fakultas Ilmu Pendidikan Islam Universitas King Abdul Aziz.

Di samping mengajar di kedua universitas itu, Syekh ash-Shabuni juga kerap


memberikan kuliah terbuka bagi masyarakat umum yang bertempat di Masjidil Haram.

ULUMUL QUR’AN | 26
Kuliah umum serupa mengenai tafsir juga digelar di salah satu masjid di Kota Jeddah.
Kegiatan ini berlangsung selama sekitar delapan tahun.

Karya tulis Beliau

Beliau adalah sosok ulama mufassir yang kreatif dan produktif menulis. Beliau telah
menulis beberapa kitab tafsir sebagai bentuk khidmah beliau pada Al-Quran dan Al-
Hadits, di antaranya :

1. Rawa’i al-Bayan fi Tasair Ayat al-Ahkam min Al-Qur’an Kitab ini mengandung
keajaiban tentang ayat-ayat hukum di dalam Al-Qur’an. Kitab ini dalam dua jilid
besar. Ia adalah kitab terbaik yang pernah dikarang perihal soal ini, sebab dua jilid
ini telah dapat menghimpun pemikiran klasik dengan isi yang melimpah-ruah serta
ide dan pikiran yang subur, di samping pemikiran modern dengan gaya yang khas
dalam segi penampilan, penyusunan, dan kemudian uslub di pihak lain. Selain itu,
Syekh Ali ash-Shabuni telah nampak keistimewaannya dalam tulisan ini tentang
keterusterangannya dan penjelasannya dalam menetapkan keobjektivan agama Islam
mengenai pengertian ayat-ayat hukum, dan tentang sanggahannya terhadap dalil-
dalil beberapa orang musuh Islam yang menyalahgunakan penanya dengan
mempergunakan dirinya dengan menyerang Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi
wasallam, dalam hal pernikahan beliau dengan beberapa orang istri (poligami).

2. Al-Tibyan fi ‘Ulum Al-Qur’an (Pengantar Studi Al-Qur’an) Awal mulanya, buku ini
adalah diktat kuliah dalam Ilmu Al-Qur’an untuk para mahasiswa fakultas Syari’ah
dan Dirasah Islamiyah di Makkah al-Mukarramah, dengan maksud untuk
melengkapi bahan kurikulum Fakultas serta keperluan para mahasiswa yang cinta
kepada ilmu pengetahuan dan mendambakan diri dengan penuh perhatian
kepadanya.

3. Al-Nubuwah wa al-Anbiya (Para Nabi dalam Al-Qur’an) Buku yang mengupas


tentang Para Nabi dalam Al-Qur’an. Buku ini dikemas secara ringkas, lantaran karya
ini merupakan sebuah karya saduran dari sebuah kitab berbahasa Arab yang ditulis
oleh Syekh Ali ash-Shabuni .

ULUMUL QUR’AN | 27
4. Qabasun min Nur Al-Qur’an (Cahaya al-Qur’an) Kitab tafsir ini, di antaranya
disajikan ayat-ayat Al-Qur’an dari awal hingga akhir secara berurutan dengan bahasa
yang sederhana dan mudah dipahami. Sehingga pola ini memberikan kemaslahatan
tersendiri yang tidak didapatkan di kitab-kitab tafsir lain. Adapun bentuk
penyajiannya ialah ayat-demi-ayat atau beberapa ayat yang terangkum dalam satu
kelompok maknanya dan tema, yang karena itulah kitab ini disebut tafsir tematik.

5. Shafwah al-Tafasir Salah satu tafsir Syekh Ali ash-Shabuni yang paling popular.
Kitab ini terdiri dari tiga jilid, di dalamnya menggunakan metode-metode yang
sederhana, mudah dipahami, dan tidak bertele-tele (tidak menyulitkan para
pembaca).

Syekh Ali ash-Shabuni telah merampungkan tafsir ini (Shafwah al-Tafasir) secara
terus menerus dikerjakannya non-stop siang malam selama lebih kurang menghabiskan
waktu lima tahun. Beliau tidak menulis sesuatu tentang tafsir sehingga dia membaca
dulu apa-apa yang telah ditulis oleh para mufasir, terutama dalam masalah pokok-pokok
kitab tafsir, sambil memilih mana yag lebih relevan (yang lebih cocok dan lebih unggul).

Shafwah al-Tafsir merupakan tafsir ringkas, meliputi semua ayat A-Qur’an


sebagaimana yang terdapat dalam judul kitab: Jami’ baina al-Ma’tsur wa al-Ma’qul.
Shafwah al-Tafasir ini berdasarkan kepada kitab-kitab tafsir terbesar seperti al-Thabari,
al-Kasysyaf, al-Alusi, Ibn Katsir, Bahr al-Muhith, dan lain-lain dengan uslub yang
mudah, hadits yang tersusun ditunjang dengan aspek bayan dan kebahasaan. Shafwah al-
Tafasir merupakan kumpulan materi-materi pokok yang ada dalam tafsir-tafsir besar
yang terpisah, disertai ikhtisar, tertib, penjelasan, dan bayan.

Adapun karya yang lainnya adalah: Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir, Mukhtashar Tafsir
al-Thabari, Jammi al-Bayan, al-Mawarits fi al-Syari’ah al-Islamiyah ‘ala Dhau al-Kitab,
dan Tanwir al-Adham min Tafsir Ruh al-bayan. Beberapa kitab beliau di atas telah
tersebar dan diterjemahkan ke dalam pelbagai bahasa dan dipakai sebagai rujukan dalam
kajian Islam, khususnya tafsir, di dunia Islam.

RINGKASAN AL-TIBYAN FI ‘ULUM AL-QUR’AN

ULUMUL QUR’AN | 28
 PENGERTIAN ULUMUL QUR’AN
Ulumul Qur’an adalah pembahasan-pembahasan yang berhubungan dengan al-Quran yang
kekal dari segi turunnya pengumpulannnya, urutannya, pembukuannya, mengetahui asbab
nujul, ayat makiyah dan madaniyah, nasikh dan mansukhnya, muhkam dan mutasyabih dan
lain-lain yang berkaitan dengan al-Qur’an.

 TUJUAN ILMU ALQUR’AN


1. Untuk memahami kalamullah
2. Untuk mengetahui cara para sahabat dalam menukil sesuatu dari Nabi
3. Untuk mengetahui metode-metode para mufasir dalam menafsirkan AL-Qur’an
4. Untuk mengetahui gaya-gaya penafsiran
5. Untuk mengetahui keistimewaan para mufasir
6. Untuk mengetahui syarat-syarat para mufasir
7. Untuk dapat menerjemahkan al-Quran dengan baik
8. Untuk mampu menafsirkan al-Qur’an dengan tepat

 PENGERTIAN MUHKAM
Muhkam secara bahasa yaitu berasal dari kata hakama. Kata hukm berarti memutuskan antara
dua hal atau lebih perkara, maka hakim adalah orang yang mencegah yang zalim dan
memisahkan dua pihak yang sedang bertikai. Sedangkan muhkam adalah sesuatu yang di
kokohkan, jelas, fasih dan membedakan antara yang hak dan batil.

BIOGRAFI SYEKH SYEKH SUBHI AS-SHALIH

Dr. Subhi Shalih rahimahullah adalah seorang mantan dosen hadits dan ilmu bahasa Arab
di Universitas Damaskus. Lalu beliau ditugaskan untuk di Universitas London. Karya-karya
beliau sangat banyak sekali yang dapat dijadikan sebagai bahan acuan dalam belajar ilmu Al-
Qur'an. Salah satu karyanya adalah Mabahits fi' ulumil Qur'an.

RINGKASAN MABAHITS FI ULUMIL QUR’AN

 PENAMAAN AL-QUR’AN DAN AKAR KATANYA

ULUMUL QUR’AN | 29
Secara bahasa, al-Qur’an paling umum dikenal sebagai bentuk mashdar dari kata qa-ra-a yang
berarti bacaan. Namun, para ulama berbeda pendapat tentang lafadz al-Qur’an tersebut. Asy-
Syafi’i, al-Farra dan al-Asy’ari termasuk ulama yang berpendapat bahwa lafadz al-Qur’an ditulis
tanpa huruf hamzah. Adapun yang berpendapat bahwa lafadz al-Qur’an ditulis dengan tambahan
huruf hamzah diantaranya adalah az-Zajjaj, al-Lihyani serta jama’ah lainnya. Pendapat terakhir
inilah yang lebih kuat dan bermakna sebagai bacaan. Sebagai contoh firman Allah SWT:
“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu
pandai) membacanya. Apabila kami Telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.”
(QS. 75: 17-18).

Al-Qur’an memiliki nama-nama lain seperti al-Furqan (QS. 25: 1), dzikrun (QS. 21: 50, 21:
10), tanzil (QS. 26: 129). Banyak sekali penamaan al-Qur’an oleh para ulama, bahkan sampai
mencapai 90 nama. Meskipun memiliki banyak nama, secara istilah al-Qur’an adalah kalam ilahi
yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan tertulis di dalam mushaf berdasarkan
sumber-sumber mutawatir yang bersifat pasti kebenarannya dandibaca umat Islam dalam rangka
ibadah. Penamaan al-Qur’an secara istilah disepakati oleh para ulama baik ahli ilmu kalam,
ulama ahli fiqh maupun ulama ahli bahasa Arab.

 SEGI KENYATAAN WAHYU


1. Ilham fitriyah (naluriah) bagi manusia. Firman Allah SWT: “Dan kami ilhamkan kepada
ibu Musa supaya ia menyusuinya” (QS. 28:7). Isyarat dalam bentuk lambang atau
petunjuk sebagaimana firman Allah SWT:"Keluar dari mihrab menuju kaumnya, lalu ia
memberi isyarat kepada mereka; hendaklah kamu bertasbih di waktu pagi dan petang.”
(QS. 19: 11)
2. Bisikan, seperti dalam firman Allah SWT: “Dan Demikianlah kami jadikan bagi tiap-
tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin,
sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang
indah-indah untuk menipu (manusia). Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka
tidak mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.”
(QS. 6: 112)
3. Perintah yang harus dilaksanakan saat itu juga. Firman Allah SWT: “(ingatlah), ketika
Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku bersama kamu, Maka

ULUMUL QUR’AN | 30
teguhkan (pendirian) orang-orang yang Telah beriman"(QS.8: 12). Dalam kaitan al-
Qur’an sebagai wahyu yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, maka maknanya
adalah pemberitahuan yang bersifat rahasia dan sangat cepat-tidak terbatas pada
kenyataan adanya hubungan ghaib antara Allah dan pribadi-pribadi pilihannya yang
menerima kitab-kitab suci lewat perantaraan malaikat pembawa wahyu. Ada tiga
gambaran tentang turunnya wahyu. Pertama, menanamkan pengertian dalam hati seorang
nabi, atau meniupkan pengertian itu ke dalam jiwanya yang sadar. Kedua, dialog dengan
seorang nabi dari belakang hijab. Ketiga, penyampaian wahyu melalui malaikat utusan
Allah SWT kepada seorang Nabi, baik malaikat itu menyampaikannya dalam wujud
seorang pria atau berbentuk asli sebagai malaikat. Firman Allah SWT: “Dan tidak
mungkin bagi seorang manusia pun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan
perantaraan wahyu atau dibelakang tabir[1347] atau dengan mengutus seorang utusan
(malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang dia kehendaki.
Sesungguhnya dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana.” (QS. 42: 51). Dalam kaitan cara
turunnya wahyu, Rasulullah SAW sendiri pernah melukiskan dalam shahih Bukhari :
kadang-kadang datang kepadaku seperti bunyi lonceng dan hal itu yang paling berat
kurasakan, setelah suara itu lenyap aku menyadari (memahami) apa yang kudengar.
Namun adakalanya juga tampak bagiku malaikat berupa seorang lelaki, ia berbicara
kepadaku dan aku menyadari (memahami) apa yang dikatakannya. Rasulullah SAW
adalah manusia bisaa seperti manusia lainnya. Perbedaannya adalah beliau adalah Rasul
yang mendapat wahyu. Wahyu tersebut kadang turun sebagai teguran kepada beliau.
Turunnya wahyu kadang di waktu malam gelap gulita, waktu udara dingin membeku,
waktu panas terik menyengat, waktu muqim atau bepergian. Adakalanya wahyu turun
dengan dengan seringnya. Adakalanya juga wahyu tidak turun sekian waktu lamanya.
Yang pasti wahyu turun sesuai dengan kehendak Allah SWT, bukan sekehendak Nabi
Muhammad SAW. Maka, bohonglah orang yang menyatakan bahwa al-Qur’an adalah
hasil kesurupan, ucapan orang gila, atau ucapan penyair. Allah SWT menjawab tuduhan
palsu mereka dengan firman-Nya yang menghibur Rasul-Nya:
“Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis, Berkat nikmat Tuhanmu kamu
(Muhammad) sekali-kali bukan orang gila.” (QS. 68: 1-2). Untuk orang yang meragukan
al-Qur’an, maka al-Qur’an menantang mereka untuk membuat semacam al-Qur’an atau

ULUMUL QUR’AN | 31
sepuluh surah atau bahkan satu surah saja. Setelah terbukti mereka tidak mampu
melayani tantangan al-Qur’an, maka al-Qur’an menantang seluruh manusia:
“Katakanlah: "Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang
serupa Al Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan Dia,
sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain".( QS. 17: 88).

 TURUNNYA AL-QUR’AN BERANGSUR-ANGSUR DAN RAHASIA HIKMAHNYA


Al-Qur’an turun secara berangsur-angsur selama kurang lebih 23 tahun. Adapun hikmahnya
adalah sebagai berikut:
1. Untuk memantapkan dan memperteguh hati beliau karena setiap peristiwa yang terjadi
selalu disusul dengan turunnya ayat-ayat baru. Kadang wahyu tersebut turun untuk
menjawab pertanyaan, menghibur kesedihan atau mengajak bersabar.
2. Agar al-Qur’an mudah dihafal. Rasulullah SAW adalah seorang Nabi yang ummi. Beliau
tidak mengenal baca-tulis. Turunnya al-Qur’an secara berangsur-angsur lebih tepat untuk
beliau.
3. Mendidik Nabi dan kaum muslimin dengan cara menuntun dan membimbing sehingga
hati berhias iman yang sungguh-sungguh, ikhlas beribadah dan berjiwa toleran.

 SEJARAH AL-QUR’AN
PENGHIMPUNAN DAN PENULISAN AL-QUR’AN
Penghimpunan al-Qur’an mempunyai dua pengertian yaitu penghafalan dan penulisan.
Untuk pengertian yang pertama, Rasulullah SAW adalah sayyidulhuffadz. Banyak juga
para sahabat Rasulullah yang merupakan para penghafal al-Qur’an. Untuk pengertian
yang kedua, ada tiga periode; perideRasulullah, periode kekhalifahan Abu bakar as-
Shiddiq dan periode kekhalifahan Usman bin Affan.
 Kodifikasi al-Qur’an di masa Rasulullah SAW. Penulisan al-Qur’an di masa ini
dilakukan oleh para pencatat wahyu diantaranya Abu Bakar, Umar, Usman, Ali,
Muawiyah, Zaid bin Tsabit, Khalid bin Walid, Ubay bin Ka’ab dan Tsabit bin Qais.
Menurut Blachere jumlah mereka mencapai 40 orang. Rasulullah SAW menyuruh
mereka menulis wahyu setiap kali Rasulullah saw mendapat wahyu.
 Kodifikasi al-Qur’an zama Abu Bakar as-Shiddiq Abu Bakar as-Shiddiq
memerintahkan kodifikasi al-Qur’an pasca perang Yamamah. Zaid bin Tsabit

ULUMUL QUR’AN | 32
selesai merampungkan kodifikasi al-Qur’an dalam waktu satu tahun. Sejak zaman
itulah kumpulan al-Qur’an itu dinamakan dengan mushaf.
 Kodifikasi Zaman Usman bin Affan Pada zaman inilah mushaf yang sudah ada di
zama Abu bakar as-Shiddiq ditulis ulang. Cara penulisan diseragamkan oleh komisi
empat yang dipimpin Zaid bin Tsabit. Hasilnya lalu disebut dengan istilah mushaf
usmani.

MUSHAF SALINAN USMAN PADA TARAF PENYEMPURNAAN DAN


PERBAIKAN
Salinan Usman tidak bersyakal dan tidak bertitik. Baru pada masa berikutnya ada
perbaikan dan penyempurnaan. Abul Aswad ad-Duali dikenal sebagai orang pertama
yang meletakkan kaidah tata bahasa Arab atas perintah Ali bin Abi Thalib.

 ILMU AL-QUR’AN
LINTASAN SEJARAH ILMU AL-QUR'AN

Pada masa hidup Rasulullah SAW dan masa berikutnya, pada masa zaman
generasi sahabat Nabi, tidak ada kebutuhan sama sekali untuk menulis atau mengarang
buku-buku tentang ilmu al-Qur’an. Para sahabat Nabi adalah orang Arab murni yang
mampu mencerna kesusasteraan tinggi. Kalaupun ada kesulitan, para sahabat langsung
bertanya kepada Rasulullah SAW. Selain itu, Rasulullah SAW melarang para
sahabatnya untuk menulis sesuatu selain al-Qur’an karena khawatir bercampur dengan
al-Qur’an. Usman bin Affan adalah sahabat peletak dasar ilmu rasmil qur’an (ilmu
tentang penulisan al-Qur’an). Sahabat Ali bin Abi Thalib pernah memerintahkan Abul
Aswad ad-Duali supaya meletakkan kaidah pramasastra Arab demi menjaga corak
keasliannya. Dengan demikian Ali bin Abi Thalib adalah peletak dasar ilmu I’rabul
Qur’an. Adapun perintis ilmu al-Qur’an yang lain adalah sebagai berikut :
1. Kelompok sahabat: empat orang khulafaurrasyidin, Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Zaid
bin Tsabit, Ubai bin Ka’ab, Abu Musa al-Asy’ari dan Abdullah bin Zubair.
2. Dari kelompok Tabi’in Madinah: Atha’ bin Yasar, Ikrimah, Qatadah, Hasan Bashri,
Sa’id bin Jubair dan Zaid bin Aslam.

ULUMUL QUR’AN | 33
3. Dari kaum Tabi’itTabi’in: Malik bin Anas. Periode berikutnya, ilmu tafsir menjadi
sangat dominan. Dari abad 2 H, Syu’bah bin al-Hajjaj, Sufyan bin Uyainah dan
Waki’ bin al-Jarrah adalah para ulama yang menekuni ilmu tafsir.
Pada masa berikutnya muncul Ibnu Jarir at-Thabari. Kitab tentang ilmu al-Qur’an
antara lain:
1. Abad ke-3 H: kitab tentang asbabun nuzul oleh Ali bin al-Madani (guru Imam
Bukhari), Ubaid bin Qasim Bin Salam menulis tentang nasikh dan mansukh, qiraat
dan fadhailul Qur’an. Muhammad bin Ayyubadh-Dharis (wafat 294 H) menulis
tentang kandungan ayat-ayat yang turun di Mekkah dan di Madinah. Muhammad
bin Khalaf bin Murzaban (w. 309 H) menulis al-Hawi fi ulumil Qur’an.
2. Abad ke-4 H: Abu Bakar bin Qasim al-Anbari (w. 328 H) menulis Aja’ibuUlumil
Qur’an. Al-Asy’ari menulis al-Mukhtazan Fi Ulumil Qur’an. Abu Bakar as-Sajistani
menulis tentang keanehan-keanehan al-Qur’an. Abu Muhammad al-Qashshab
Muhammad Ali al-Kurkhi (w. 360 H.) menulis Nukatul Qur’an ad-Daallah ‘Alal
Bayan fi ‘Anwail Ulumi Wal Ahkam al-Munabbiah ‘An Ikhtilafil-Anam.
Muhammad bin ‘Ali al-Afdawi (wafat 388 H.) menulis al-Istighna fi ulumil Qur’an
sebanyak 20 jilid.
3. Dalam abad ke-5 H: Ali bin Ibrahim bin Said al-Hufi menulis al-Burhan fi ulumil
Qur’an daI’rabul Qur’an. Abu Amr ad-Dani (wafat 444 H) menulis at-Taisir fi
Qira’atisSab’I dan al-Muhkam fin-Nuqath.
4. Dalam abad ke-6 H: Abdurrahman as-Suhaili menulis Mubhamatul Qur’an.
5. Dalam abd ke-7 H: Ibnu Abdus Salam menulis majazul Qur’an. Ilmuddin as-
Sakhawi menulis tentang qiraat. Setelah itu, kemudian muncul ilmu-ilmu baru yaitu
Badi’ul Qur’an, Hujajul Qur’an, Aqsamul Qur’an dan Amtsalul Qur’an.

 ILMU ASBABUN-NUZUL
Ilmu asbabun nuzul adalah ilmu tentang sesuatu yang menjadi sebab turunnya ayat atau
beberapa ayat, atau suatu pertanyaan yang menjadi sebab turunnya ayat sebagai jawaban,
atau sebagai penjelasan yang diturunkan pada waktu terjadinya suatu peristiwa. Adakalanya
sebuah ayat mengandung beberapa versi riwayat tentang sebab turunnya. Jika hal ini
berdasarkan dua versi riwayat yang sama shahihnya, maka keduanya bisa diterima. Namun
jika yang sahih hanya salah satunya, maka yang diambil adalah riwayat yang shahih.

ULUMUL QUR’AN | 34
Adakalanya satu peristiwa menjadi sebab bagi turunnya dua ayat atau lebih atau ïdikenal
dengan istilah ta’addadun-nazil was-sabab wahid (beberapa ayat turun karena satu sebab).
Untuk kasus ini para mufassir lalu memadukan penjelasan antara dua ayat atau lebih
tersebut. Meskipun ilmu asbabun nuzul penting, namun jumhur ulama tetap mengambil
keumuman makna suatu lafadz, tidak terbatas pada kekhususan maknanya yang menunjuk
kepada sebab turunnya ayat.

 PENGETAHUAN TENTANG AYAT-AYAT YABG TURUN DI MEKKAH DAN


MAIDNAH
Ilmu makki dan ilmu madani (pengetahuan tentang ayat-ayat dan surah-surah yang turun
di Mekkah dan Madinah) lebih banyak membutuhkan penelitian riwayat-riwayat dan nash-
nashhadits yang mendasarinya dengan bersandar pada fakta sejarah yang benar. Ilmu ini
juga membutuhkan pengenalan terhadap seluruh isi al-Qur’an, surah-surahnya maupun ayat-
ayatnya. Ini mengingat tidak selalu satu surat semuanya makkiyah atau semuanya
madaniyah. Para ulama sudah menetapkan ayat tertentu sebagai ayat makkiyah atau
madaniyah dengan criteria yang kritis, teliti dan cermat. Bidang cakupan ilmul makky wal
madany sangatlah luas. Ia merupakan pengetahuan tentang tahapan dakwah, tentang urutan
waktu turunnya surah dan ayat, mengenai kepastian tempat turunnya, pemilihan soal dan
temanya, serta penentuan oknum yang dimaksud oeh suatu ayat. Dengan demikian, titik
berat dalam ilmu makky wal madany ada pada tempat (Mekkah-Madinah), pada waktu
(sebelum hijrah-sesudah hijrah), pada Oknum (penduduk Mekkah-Penduduk Madinah) dan
pada subyek (maudhu’).
Abul Qasim an-Nisaburi membagi turunnya al-Qur’an menjadi enam tahap: tiga tahap di
Mekkah; permulaan, pertengahan dan akhir. Demikian juga tiga tahap di Madinah; awal
pertengahan dan akhir. Selanjutnya ada juga ayat yang turun di Mekkahtapi hukumnya
madaniyah, dan ada ayat yang turunnya di Madinah tapi hukumnya makkiyah.
Adapun ciri-ciri surah Makkiyah antara lain:
1. Terdapat ayat sajdah.
2. Terdapat lafadz kallaa.
3. Terdapat kalimat yaaayyuhannaas.
4. Terdapat kisah para Nabi dan umat terdahulu kecuali surah al-Baqarah.
5. Terdapat kisah Nabi Adam dan Iblis kecuali surah al-Baqarah

ULUMUL QUR’AN | 35
6. Diawali huruf-huruf hijaiyah kecuali al-Baqarah dan Ali Imran.
Selain ciri-ciri diatas, surah-surah Makkiyah juga memiliki tanda antara lain :
1. Ayat maupun surahnya pendek, ringkas, bernada keras dan lain nada suaranya.
2. Dakwah mengenai pokok-pokok keimanan, hari akhir, sorga dan neraka.
3. Dakwah mengenai budi pekerti dan amal kebajikan.
4. Sanggahan terhadap kaum musyrikin dan celaan terhadap alam fikiran mereka.
5. Banyak pernyataan sumpah.
Adapun ciri-ciri surah Madaniyyah antara lain:
1. Ada izin perang dan hokum-hukumnya.
2. Ada rincian hukum had, fara’idh, hukum sipil, hukum social dan hukum antar Negara.
3. Terdapat uraian tentang kaum munafik kecuali surah al-ankabut.
4. Bantahan terhadap ahli kitab dan seruan agar mereka meninggalkan sikap berlebihan
dalam mempertahankan agamanya.
Tanda-tanda umum dari surah Madaniyah antara lain:
1. Sebagian besar ayat-ayatnya panjang-panjang dan susunan kalimat-kalimatnya
mengenai soal-soal hukum bernada tenang.
2. Mengemukakan dalil-dalil dan pembuktian mengenai kebenaran agama Islam secara
rinci

 PANDANGAN SEKILAS TENTANG AWALAN SURAH DALAM AL-QURAN

Terdapat huruf awalan yang berbeda-beda. Ada yang dimulai dengan satu huruf yaitu
surah shad, qaaf dan al-Qalam. Ada juga sepuluh surah yang diawali dengan dua huruf.
Surah ke-40 sampai 46 diawali dengan haa dan miim ditambah surah ke-20, 27 dan 36 yang
juga diawali dengan dua huruf dengan huruf berbeda. Ada juga tiga belas surah lainnya yang
diawali dengan tiga huruf, enam diantaranya dengan alif laammiim. Selain itu, ada juga dua
surah yang diawali empat huruf dan satu surah dengan lima huruf. Total ada 14 huruf yang
menjadi awalan surah. Ini artinya separoh dari huruf hijaiyah. Banyak pendapat ulama
tentang huruf sebagai awalan surah ini. Ada yang menyatakan bahwa itu untuk membuktikan
bahwa al-Qur’an berbahasa Arab.
Ada lagi yang mengatakan itu adalah misteri yang hanya Allah SWT saja yang tahu.
Bahkan ada yang mengambil takwil untuk menyokong kelompok seperti syi’ah dan ahlus

ULUMUL QUR’AN | 36
sunnah. Ada juga yang menghitung dengan bilangan ‘Adda UbayJad. Ada yang memberikan
kepanjangan dari huruf-huruf tersebut. Pentakwilan tersebut semuanya tidak berdasar dan
hanya memenuhi selera dan keinginan orang. Yang jelas, huruf-huruf terpisah tersebut cukup
menarik perhatian kaum musyrikin dan ahlul kitab agar mereka mau mendengarkan yang
disampaikan Rasulullah.

 ILMU QIRAAT DAN PANDANGAN SEKILAS TENTANG PARA AHLI QIRAAT


Pada umumnya, orang menganggap bahwa ada tujuh qiraat yang berlaku dan itulah yang
dimaksud dalam hadits bahwa al-Qur’an diturunkan dalam tujuh huruf. Padahal anggapan
ini tidak benar. Tujuh huruf tidak bisa dirtika tujuh qiraat. Masih ada qiraat lain dari tujuh
huruf tersebut. Adalah Abu Bakar Ahmad bin Musa al-‘Abbas atau dikenal dengan Ibnu
Mujahid yang mengumpulkan tujuh system qiraat pada permulaan tahun ke 300 H dari tujuh
orang imam qiraat saat itu sehingga memunculkan anggapan salah seperti di atas.
Pada permulaan tahun ke-200 H sudah dikenal orang beberapa system qiraat yang berasal
dari imam-imam:
1. Abdullah bin Katsir ad-Dari (w. 210 H.) yang ada di Mekkah.
2. Nafi’ bin Abdurrahman bin Abu Naim (wafat 120 H.) yang ada di madinah.
3. Abdullah al-Yahsyabi atau Ibnu Amir (wafat 118 H.) yang ada di Syam.
4. Zayyan bin al-‘Ala bin ‘Ammar atau Abu Amr (wafat 154 H.) yang ada di Basrah.
5. Ya’qub bin Ishaq al-Hadhrami (wafat 205 H.) yang ada di Basrah.
6. Hamzah bin Ibnu Habib az-Zayyat Maula yang ada di Kufah.
7. Ashim bin AninNujud al-Asadi (wafat 127 H.) juga di Kufah. Ibnu Mujahid
menghimpun ketujuh qiraat di atas, hanya saja Ya’qub digantinya dengan Ali bin
Hamzah al-Kisa’i (wafat 189 H.) yang berasal dari Kufah.
Sebutan sepuluh qiraat adalah ketujuh qiraat di atas ditambah dengan:
1. Sistem qiraatYa’qub.
2. Sistem qiraatKhalaf bin hisyam (wafat 299 H)
3. Sistem qiraat Abu Ja’farYazid bin al-Qa’qa (wafat 130 H)
Adapun sebutan empat belas qiraat, adalah sepuluh qiraat di atas ditambah dengan:
1. Sistem qiraat Hasan al-Bashri (wafat 110 H)
2. Sistem qiraat Muhammad bin Abdurrahman atau Ibnu muhaishan (wafat 123 H)
3. Sistem qiraat Yahya bin Mubarok al-Yazidi (wafat 2 H)

ULUMUL QUR’AN | 37
4. Sistem qiraat Abul Faraj Muhammad bin ahmad as-Syanbudzi (wafat 388 H)
Mengutip pendapat IbnulJazri, Imam Suyuthi mengatakan bahwa ada enam qiraat menurut
sunnah:
1. Qiraat mutawatir
2. Qiraat masyhur
3. Qiraat yang isnadnya benar tetapi tidak sesuai dengan tulisan yang dibacanya, tidak
sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan tidak terkenal luas.
4. Qiraat yang syadz (menyimpang).
5. Qiraat yang tanpa dasar dan tidak pasti asal usulnya.
6. Qiraat yang menyerupai kalimat hadits-hadits yang menambahkan kalimat penafsiran
ke dalam ayat-ayat tersebut.

 NASIKH DAN MANSUKH NASKH

Kadang bermakna meniadakan (izaalah), kadang bermakna pengalihan (tahwit), dan kadang
bermakna pemindahan (naqt). Meskipun maknanya berbeda-beda, tetapi para ulama
memandang ada tiga macam naskh dalam al-Qur’an:
1. Ayat yang dinaskh bacaannya tetapi tidak dinaskh kandungan hukumnya.
2. Ayat yang dinaskh kandungan hukumnya tetapi tidak dinaskh bacaannya.
3. Ayat yang dinaskh bacaannya dan kandungan hukumnya sekaligus.

 ILMU RASAM QUR’ANI

Rasmusmani banyak menjadi rujukan orang dalam penulisan al-Qur’an. Tentang hal ini, ada
ulama yang menyatakan bahwa huruf-huruf al-Qur’an itu adalah tauqifi dari Rasulullah.
Ada yang sebaliknya, yakni bukan tauqifi. Untuk yang memandang tauqifi, mereka
melarang atau mengharamkan menulis dalam bentuk selain rasmusmani. Sedangkan yang
berpendapat bukan tauqifi, mereka membolehkan menulis sesuai dengan kebiasaannya.

 ILMU TENTANG MUHKAM DAN MUTASYABIH

Semua ayat al-Qur’an adalah muhkam dalam artian kokoh, kuat, rapih dan indah
susunannya. Kita bisa juga mengartikan bahwa semua ayat adalah mutasyabih dengan artian
sebagai “kesamaan” ayat-ayatnya dalam hal balaghah, I’jaz, kesukaran membedakan mana
ayat al-Qur’an yang lebih afdlol. Namun yang dimaksud bukanlah demikian. Para ulama

ULUMUL QUR’AN | 38
sudah merumuskannya bahwa muhkam adalah jelas sedang mutasyabih adalah tidak jelas.
Muhkam terang maknanya, kuat dan cepat dipahami. Sedang mutasyabih adalah ayat yang
mujmal, yang memerlukan ta’wil, yang musykil (sukar difahami). Diantara contoh yang
termasuk mutasyabih adalah lafadzistiwa’ yang berarti bersemayam. Untuk lafadz seperti ini
ada dua madzhab:
1. Madzhabsalaf. Mengimani sifat mutasyabihat dan menyerahkan makna serta
pengertiannya kepada allah SWT.
2. Madzhabkhalaf. Menetapkan makna bagi lafadz-lafadz yang dilahirnya mustahil bagi
Allah dengan pengertian yang layak bagi Allah SWT. Diantara hikmah adanya ayat
mutasyabih adalah menjadi pendorong bagi kaum mu’minin untuk terus menggali
berbagai ilmu menurut batas kemampuannya dalam memahami ayat-ayat mutasyabih.

 TAFSIR DAN I’JAZ


 TAFSIR, PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGANNYA

Rasulullah saw adalah orang pertama yang menjelaskan al-Qur’an kepada para
sahabat. Tidak ada sahabat satu pun saat itu yang berani menafsirkan al-Qur’an. Setelah
Rasulullah saw wafat, muncullah sepuluh orang sahabat yang dikenal sebagai ahli tafsir
al-Qur’an. Mereka adalah khalifah yang empat ditambah Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas,
Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari dan Abdullah bin Zubair. Dari
generasi tabi’in, muncullah Mujahid, Atha’ bin Abi Rayyah, Ikrimah maula Ibnu Abbas,
Sa’id bin Jubair, thawus dan lain-lain. Sedangkan dari tabiit tabiin muncullah nama
seperti: Sufyan bin Uyainah, Waki’ bin al-Jarrah, Syu’bah bin al-Hajjaj, Yazid bin
Harun, Abd bin Hamid dan lain-lain. Cara penafsiran al-Qur’an bisa dibedakan menjadi
dua macam :
1. Tafsir bilma’tsur yaitu tafsir dari para sahabat dan tabi’in dengan dilengkapi
isnad. Memang kadang bercampur antara riwayat yang shahih dan tidak shahih.
Contoh adalah tafsir at-Thabari dan tafsir Ibnu Katsir.
2. Tafsir bir-Ra’yi yaitu dengan pendapat atau akal. Ada yang membolehkan
penafsiran seperti ini ada yang mengharamkannya. As-Suyuthi memberikan
syarat bagi penafsir bir-ra’yi antara lain:
a. Berpegang pada haditsshahi.

ULUMUL QUR’AN | 39
b. Berpegang pada ucapan sahabat Nabi dalam hal asbabun nuzul.
c. Berpegang pada kaidah bahasa Arab.
d. Berpegang pada maksud ayat.

 AYAT-AYAT AL-QUR’AN SALING MENAFSIRKAN

Ada dua istilah yaitu al-manthuq dan al-mafhum. Al-manthuq adalah sesuatu yang
ditunjukkan oleh lafadz dengan ucapan. Sedangkan al-mafhum adalah makna yang
ditunjukkan oleh kata tidak menurut pengucapannya. Dari mafhum ini ada mafhum
muwafaqah dan mafhum mukhalafah. Mafhum muwafaqah adalah makna yang lebih baik
yang bisa diambil. Sedangkan mafhum mukhalafah adalah pemahaman terbalik yang
dipahami dari ayat. A. Keumuman dan Kekhususan al-Qur’an. Dalam al-Qur’an ada makna
yang umum dan ada makna yang khusus. Keumuman ditunjukkan dengan lafadz-
lafadznakirah dalam al-Qur’an. Sedangkan kekhususan ditunjukkan dengan lafadzkullu,
jamii’, kaaffah dan lain-lain. Juga ditunjukkan dengan isim maushul, isim ma’rifat, dhamir,
isim syarat atau isim nakirah yang dinegasi dengan illa dan lain-lain. B. Yang Mujmal
(global) dan yang Mubayyan (diterangkan). Kemujmalan ayat al-Qur’an disebabkan oleh
hal-hal sebagai berikut:
1. Adanya lafadz yang ganjil yang lalu dijelaskan sendiri olah al-Qur’an seperti
lafadzhaluuan dalam ayat 19 al-Ma’arij yang lalu dijelaskan dalam ayat berikutnya.
2. Adanya lafadzisytirak (bermakna ganda)
3. Perbedaan makna dlamir C. Adanya Lafadz yang didahulukan (taqdim) dan Yang
dibelakangkan (ta’khir) D. Nash dan Dzahir.

 DAYA MU’JIZAT (I’JAZ) AL-QUR’AN


Ada beberapa I’jaz dalam al-Qur’an diantaranya:
1. Tasybih (penyerupaan) dan isyti’arah (metafora) dalam al-Qur’an
2. Majaz (figurative) dan kinayah (kiasan)

 I’JAZ DALAM IRAMA AL-QUR’AN


Setiap surah dan ayat dalam al-qur’an masing-masing memiliki uraian dan kisah, dengan
keistimewaan yang khas karena gaya bahasanya yang penuh dengan irama dan lagu.
Keharmonisan irama yang timbul dari rangkaian kata dan kalimat telah ada di dalam setiap

ULUMUL QUR’AN | 40
lafadz dan ayat-ayat al-Qur’an. Hal inilah yang dimaksud dengan I’jaz dalam irama al-
Qur’an.

BIOGRAFI SYEKH ABDURRAHMAN AS- SUYUTHI

Nama lengkap beliau adalah al-Imam al-Hafizh abu al-


Fadhl Jalal ad-Din ‘abd ar-Rahman ibn Kamal ad-Din abi al-
Manaqib abi Bakr ibn Nashir ad-Din Muhammad ibn Sabiq ad-
Din abi Bakr ibn Fakhr ad-Din ‘Utsman ibn Nashir ad-Din
Muhammad ibn Saif ad-Din Khadhr ibn Najm ad-Din abi al-
Shalah Ayub ibn Nashir ad-Din Muhammad ibn as-Syaikh
Hammam ad-Din al-Hammam al-Khudhairiy al-Usyuthiy. Laqab
beliau adalah Jalal ad-Din. Sedangkan kunyahnya adalah abu al-
Fadhl. Beliau lahir di Mesir ba’da maghrib pada malam Ahad,
bulan Rajab tahun 849.
Nama al-Khadhar berasal dari nama daerah al-Khudhairiyah dekat kota Baghdad. Imam as-
Suyuthi mengakui semasa hidupnya terdapat dua nama al-Khudhairiyah. Barangkali penegasan
beliau ini untuk mengembalikan jejak nenek moyangnya dari sebuah wilayah yang jauh dan
terkenal. Sedangkan As-Suyuthi adalah nama suatu daerah di Mesir. Nama ‘Abdn ar-Rahman
diberikan oleh ayahnya pada hari pertama kelahiran beliau saat itu hari minggu. Nama ini
mengandung beberapa makna, diantaranya, nama tersebut adalah nama yang paling disukai
Allah, nama tersebut sama dengan nama anak Abu Bakr, penamaan ‘abd ar-Rahman di sini
adalah sebagai laqab, dan nama tersebut adalah nama nabi Adam a.s saat pertama kali diciptakan.
Begitu pun penamaan Jalal ad-Din, adalah laqab yang diberikan ayahnya.
Ayah beliau bernama Abu Bakr Muhammad ibn Abi Bakr. Seseorang yang ahli dalam
berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti: fiqih, Matematika, ushul, debat, nahwu, sharaf, bayan,
badi’, menulis, dan seorang ulama yang cerdas. Sejak muda ia telah meninggalkan keluarganya di
al-Usyuth dan merantau ke Kairo untuk menimba ilmu pengetahuan dan memanfaatkan
kedekatannya dengan Amir Syaikhu. Selama itu beliau memperdalam ilmu fiqih dan wafat pada
tahun 1451 M dalam usia 50 tahun, saat Imam as-Suyuthi berumur enam tahun sehingga bisa
dibilang Imam Suyuthi yatim sejak masih kecil. Sedangkan Ibu Imam as-Suyuthi adalah
keturunan Turki.

ULUMUL QUR’AN | 41
Perjalanan Beliau dalam Menuntut Ilmu
Ayahnya sangat memperhatikan pendidikan as-Suyuthi. Saat kelahirannya as-Suyuthi
sangat disambut oleh ayahnya, bahkan perhatiannya begitu besar terhadap Imam as-Suyuthi,
mendidiknya menghafal al-Qur’an, bahkan menemaninya belajar hadits kepada Ibnu Hajar al-
Asqalani. Maka Imam As-Suyuthi kecil tumbuh dengan baik karena mendapat perhatian yang
utuh dari orang tua dan para gurunya. Imam As-Suyuthi mampu menyelesaikan belajarnya di
Masjid al-Syaikhuni setelah wafatnya sang ayahnya. Berkat kecerdasannya, Imam as-Suyuthi
mampu menghafalkan al-Qur’an sebelum genap berusia 8 tahun. Kemudian beliau menghafal
kitab ‘Umdat al-Ahkam dan al-Minhaj karangan Imam an-Nawawi; Alfiyyah ibn Malik dan
al-Minhaj karangan imam al-Baydhawi.
Setelah belajar menghafal al-Qur’an, beliau melanjutkan perjalanan intelektualnya dengan
mendalami fiqih madzhab Syafii kepada ‘Alamuddin al-Bulqaini dan dengan putra al-
Bulqaini. Beliau mendalami ilmu-ilmu keagamaan dan bahasa Arab dengan Syeikh
Syarafuddin al-Minawi dan Muhyiddin al-Kafiyaji (w. 889 H). Selanjutnya mendalami kitab
Shahih Muslim, as-Syifa fi Ta’rif Huquq al-Musthafa, dan sebagainya bersama Syeikh
Syamsuddin Muhammad Musa. Kemudian mempelajari hadits dan bahasa Arab sekitar empat
tahun bersama Taqiyuddin al-Syumani al-Hanafi (w. 872 H).
Rihlah merupakan kebutuhan penting bagi penuntut ilmu, karena dengan rihlah kita bisa
menyingkap tabir cakrawala demi mendapat kelebihan-kelebihan. Setiap daerah menyimpan
ilmu-ilmu dan ulama yang berbeda, apa yang terdapat pada ulama di daerah satu, mungkin
tidak dimiliki oleh ulama daerah lain. Itulah mengapa setelah imam as-Suyuthi selesai
menuntut ilmu dari para ulama di daerahnya, beliau kemudian pergi menuntut ilmu ke
berbagai daerah untuk memperoleh hadits atau sanad keilmuan.
Maka Imam as-Suyuthi mengembara ke Syiria, Yaman, India, Maroko, Mesir dan banyak
wilayah Islam lainnya. Beliau pun berkali-kali mengunjungi Hijaz baik untuk menunaikan
ibadah haji maupun menimba pengetahun. Beliau bertemu dan belajar dengan banyak ulama
pada saat itu, dan beliau juga menuntut ilmu dari murid-murid ayahnya. Di sana beliau belajar
berbagai ilmu seperti tafsir, hadits, fiqih, mantiq, ilmu kalam, adab, serta ilmu tata bahasa.

Guru – guru Imam As-Suyuthi


Didapati jumlah guru beliau kurang lebih sekitar 204 orang, 42 orang dari perempuan, dan
162 orang laki-laki. Ini menunjukkan bahwasanya perempuan juga berperan penting dalam

ULUMUL QUR’AN | 42
keilmuan Imam as-Suyuthi. Beliau juga belajar kepada ulama dengan latar madzhab yang
berbeda. Beberapa nama guru Imam as-Suyuthi diantaranya :
1. Ibrahim ibn Ahmad ibn Yunus al-Ghaziy Tsamma al-Halbiy Burhan al-Din (ibn al-
Dhu’ayyaf), lahir tahun 792 H.
2. Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim bin Ahmad bin Hasyim Al-
Mahalli Al-Mishri lebih dikenal dengan Imam Jalaluddin Al-Mahalli (w.864 H)
3. Ahmad ibn Ibrahim ibn Sulaiman al-Qalyubiy Abu al-‘Abbas (w. 868 H)
4. Ibrahim ibn Muhammad ibn ‘Abdillah ibn al-Dairiy al-Hanafiy Burhan al-Din (w. 876
H).
5. Abu Bakr ibn Ahmad ibn Ibrahim al-Makkiy Fakhru al-Din al-Mursyidiy (w. 876 H).
6. Abu Bakr ibn Shidqah ibn ‘Aliy al-Munawiy Zakyu al-Din (w. 880).
7. Abu Bakr ibn Muhammad ibn Syaddiy al-Hushaniy (al-Hushkafiy) al-Syafi’i Taqiyyu
al-Din (w. 881 H).
8. Abu Bakr ibn ‘Aliy ibn Musa al-Hasyimiy al-Haritsiy al-Makkiy (w. 895 H). dll.
Rata-rata dari guru Imam as-Suyuthi wafat pada kisaran tahun 870-880 H. Ini artinya beliau
belajar kepada guru-gurunya dalam usia kurang dari 30 tahun.

Murid – murid Imam as-Suyuthi


Murid-murid Imam as-Suyuthi pun sangat banyak, beberapa diantaranya, yaitu:
1. Ahmad ibn ‘Aliy ibn Zakaria Syihab ad-Din al-Judayyidiy (819-888)
2. Asy-Syihab ibn Abi al-Amir al-Iyasiy al-Hanafiy asy-Syafii (lahir 863 H)
3. Ahmad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn as-Siraj al-Bukhariy al-Hanafiy (883-948
H)
4. Ibrahim ibn ‘Abd ar-Rahman ibn ‘Ali al-‘Alqamiy al-Qahiriy asy-Syafi’i (923-994 H)
5. Ahmad ibn Muhammad ibn Muhammad ibn ‘Aliy ibn Hajar al-Haitamiy asy-Syafi’i
(wafat 973 H)
6. ‘Abd al-Wahhab ibn Ahmad asy-Sya’raniy (asy-Sya’rawiy) asy-Syafi’i (w. 973 H)
7. Abu al-Khair ibn ‘Amus ar-Rasyidiy al-Hashariy, dan lain-lain.

Karya-karya Imam as-Suyuthi


Imam as-Suyuthi menulis buku yang sangat banyak dalam berbagai ilmu pengetahuan yang
tidak dapat dituliskan srinci satu persatu. Namun beberapa diantaranya :

ULUMUL QUR’AN | 43
1. Bidang al-Quran dan Ulum al- Quran, antara lain :
a. Al-Itqan fi ‘Ulum al-Quran
b. Mafatih al-Ghaib fi at-Tafsir
c. Nawahid al-Abkar wa Syawarid al-Afkar
d. Tafsir al-Jalalain
e. Turjuman al-Quran
2. Bidang Hadits dan Ulum al-Hadis, antara lain :
a. Jami’ al-Kabir (Jam’u al-Jawami’)
b. At-Tawsyih ‘ala al-Jami’ ash-Shahih
c. Ad-Dibaj ‘ala Shahih Muslim ibn al-Hajjaj
d. Alfiyyah fi Mushtholah al-Hadis
e. Tadrib ar-Rawi fi Syarhi Taqrib an-Nawawi
f. Al-Luma’ fi Asbabi Wurud al-Hadis
g. Al-Musalsalat al-Kubro
3. Bidang Fikih dan Ushul Fiqih, antara lain :

a. Al-Hawi li al-Fatawi
b. Taqrir al-Isnad fi Taysir al-Ijtihad
c. Al-Asybah wa an-Nazhoir fi Qawa’id wa furu’ asy-Syafi’iyyah
d. ‘Ulum al-‘Arabiyyah
e. Al-Muzhir fi ‘ulum al-lughah
f. Al-Asybah wa an-Nazhair fi ‘ilmi an-Nahwi
g. Al-Iqtirah fi Ushuli an-Nahwi
h. At-Tawsyih ‘ala at-Tawdhih
i. Jam’u al-Jawami’ fi an-Nahwi
j. Miftah at-Talkhish

Wafatnya Imam as-Suyuthi


Imam as-Suyuthi wafat karena mengidap sakit tumor ganas di lengan tangan kiri beliau.
Ada yang mengatakan beliau jatuh kemudian terbaring hingga tujuh hari dan wafat malam
Jumat sebelum fajar, 19 Jumadil Awal tahun 911 H/17-10-1505 M di rumah beliau. Beliau
dibacakan surat Yasin ketika sekarat, lalu di shalatkan di rumah beliau setelah shalat Jumat.

ULUMUL QUR’AN | 44

Anda mungkin juga menyukai