Oleh Kelompok 2:
Zira Shafira 210103020015
Lilis Tiani 210103020110
Yalinah Nurul ‘Ainy 210103020182
1
Jalaluddin al-Mahalli, Kanz al-Raghibin, terj. Erwin Syah, 5.
2
2. Biografi Jalaluddin As-Suyuthi
Beliau memiliki nama lengkap Abdurrahman bin Kamal bin Abi
Bakr bin Muhammad bin Sabiquddin bin Bakr Utsman bin Nadziruddin al-
Himam al-Khudhairi as-Suyuthi al-Mishri as-Syafi’i. Nama laqab-nya
(julukan) adalah Jalaluddin, serta penisbatan namanya yaitu al-suyuth,
sehingga beliau lebih terkenal dengan sebutan Imam Jalaluddin al-Suyuth.2
Imam Suyuthi dilahirkan pada bulan Rajab tahun 849 H/1445 M di
sebuah daerah bernama Asyut di Negeri Mesir. Ketika berusia 5 tahun 7
bulan, ayahnya meninggal dunia sehingga beliau tumbuh dalam keadaan
yatim.3
Latar belakang dari silsilah beliau adalah anak cucu dari seorang
yang berkedudukan terhormat dan berkeilmuan tinggi. Tidak heran jika
Imam Suyuthi tumbuh dengan kedisiplinan dan haus akan ilmu-ilmu agama.
Ketika ayah beliau masih hidup, Imam Suyuthi pernah dibawa
kepada seorang ulama besar bernama Muhammad al-Majdzub. Sebelum
usia 8 tahun, beliau telah khatam menghafalkan Al-Qur’an dan beberapa
kitab fiqih dan kitab nahwu shorof. Pada usia 15 tahun (864 H), Imam
Suyuthi semakin mendalami ilmu fiqih dan nahwu dengan belajar dari
beberapa guru. Selain itu, beliau menambah keilmuannya dengan
mempelajari ilmu faraidh dari seorang guru ahli faraidh pada zaman itu
yang bernama Syaikh Syihabuddin asy-Syarimsahi.4 Lalu, sang guru pun
menuliskan kata pengantar pada buku tersebut. Pada tahun 876 H di usia 27
tahun, beliau mendapatkan ijazah untuk mengajar dan berfatwa.
Walaupun telah disibukkan dengan mengajar dan menulis, Imam
Suyuthi tidak berhenti untuk menuntut ilmu kepada guru-guru besar. Ia
dengan semangat mempelajari berbagai macam ilmu lainnya seperti ilmu
tafsir, ilmu hadis, ilmu tata bahasa Arab, ilmu usul, al-Ma’ani, dan lainnya.
2
Wildan Jauhari, Mengenal Imam As-Suyuti, (2018), 7.
3
Ahmad, Abdul Rasyid, “Al-Imam Jalal al-Din al-Suyuti [849H-911H],” Jurnal
Usuluddin 9 (1999): 1-20, 3.
4
Wakid Yusuf, “Kisah (433), Biografi Jalaluddin as-Suyuthi,” (2017).
3
Dalam perjalanan menuntut ilmu, Imam Suyuthi tidak hanya
berguru di daerahnya saja, ia melakukan pengembaraan ke berbagai negeri
seperti Syam, Hijaz (Makkah), Yaman, India, Maroko, dan Takrur.
Berbekal keyakinan dan kesungguhan yang luar biasa, beliau akhirnya
dianugerahi pencapaian untuk mampu menguasai berbagai macam ilmu.
Ilmu-ilmu yang telah beliau kuasai secara mendalam adalah Tafsir, Hadis,
Fiqih, Nahwu, al-Ma’ani, al-Bayan, dan al-Badi.5
Setelah perjalanan panjang yang dihabiskan dengan belajar dan
mengajar ilmu, tibalah pada masa peristirahatan terakhir ulama hebat ini.
Pada hari kamis tanggal 19 Jumadil Ula tahun 911 H dengan usia 62 tahun,
Imam Suyuthi menghembuskan nafas terakhirnya, setelah mengalami sakit
selama tujuh hari dan bengkak pada tangan kirinya. Dikabarkan bahwa
wafatnya beliau ketika dalam keadaan fokus menulis kitab. Beliau
dimakamkan di pemakaman Husy Qosun di Mesir.6
Semasa hidupnya, Imam Suyuthi telah menghasilkan banyak karya,
berikut beberapa nama kitab hasil karya tulis beliau sesuai bidangnya:
a. Ulumul Qur’an dan Tafsir
1) Tafsir Jalalain
2) Al-Itqan fi Ulumul Qur’an
3) Ad-Durr al-Manthur fi Tafsir bil Ma’thur
b. Hadits dan Ulumul Hadits
1) Al-Ahaditsal-Munifah fi Sultah al-Syarifah
2) Is’af al-Mubatta fi Rijal al- Muwatta
3) Tanwir al-Hawalik fi Syarh Muwatta al-Imam Malik
c. Fiqih
1) Al-Asybah wa al-Naza’ir
2) Al-Azhar al-Ghussah fi Fiqh al-Rawdah
3) Al-Jami’ fi al-Faraidh
5
Ahmad, Abdul Rasyid, “Al-Imam Jalal al-Din al-Suyuti... 4-5.
6
Wildan Jauhari, Mengenal Imam As-Suyuti... 23.
4
d. Bahasa Arab
1) Al-Mazhar fi al-Lughah
2) Tahqiq al-Tadmin
3) Jam’ al-Jawami’
e. Sejarah, Tarajum, dan Tabaqat
1) Tarikh al-Khulafa’ Umara al-Mu’minin
2) Tarikh Asyut
3) Husn al-Muhadarah fi Akhbar Misr wa al-Qahirah
f. Sastra Arab
1) Bahjahal-Khatir wa Nuzhah al-Nazir
2) Kawkab al-Rawdah
3) Diwan al-hayawan
7
Ahmad, Abdul Rasyid, “Al-Imam Jalal al-Din al-Suyuti... 11-19.
8
Iyan Sofyan Muhammad, “Resepsi Terhadap Penafsiran dalam Tafsir Jalalain: Studi
Tentang Ayat-Ayat Akhlak Terhadap Guru di Pesantren Jamanis Pangandaran” (Skripsi, UIN Sunan
Gunung Djati Bandung, 2021), 63.
5
Banyak kaidah nahwu (gramatika) dan sharaf (morfologi) yang dilanggar.
Selain itu, mereka pun tidak lagi memperhatikan kaidah-kaidah bahasa Arab
yang benar, yang mereka gunakan dalam kehidupan sehari-hari hanyalah
bahasa yang sederhana dan mudah tanpa memperhatikan citra bahasa Arab
aslinya. Kedua, adanya keyakinan bahwa Al-Qur’an adalah sumber bahasa
Arab yang paling otentik. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kaidah-
kaidah bahasa Arab yang benar, Al-Qur’an harus dipelajari dan dipahami.
Meskipun penulisan kitab tafsir ini dilakukan oleh dua orang, bukan
berarti mengerjakannya dalam waktu yang bersamaan. Al-Mahalli dan as-
Suyuthi mengerjakannya di waktu yang berbeda. Karena ketika al-Mahalli
baru menyusun bagian pertama tafsir Jalalain, beliau wafat. Kemudian
setelah beberapa tahun, murid dari al-Mahalli melanjutkan penyusunan
kitab tafsir Jalalain, yaitu Jalaluddin as-Syuyuthi.
Dengan latar belakang seperti itu dapat dipahami cara penafsiran
yang dilakukan kitab ini. Selain menjelaskan maksud sebuah kata, ungkapan
atau ayat, kitab ini menjelaskan faktor kebahasaan dengan menggunakan
cara-cara yaitu langsung menerangkan kata dari segi sharaf-nya jika hal itu
dianggap penting untuk diperhatikan dengan mengambil struktur (wazan)
katanya, menerangkan makna kata atau padanan kata (sinonim) jika
dianggap belum dikenal atau mengandung makna yang agak khusus, dan
menjelaskan fungsi kata (subjek, objek, predikat atau yang lainya) dalam
kalimat.9
Tafsir Jalalain tersusun sebagai baris-baris tulisan biasa. Yang
membedakan antara teks Al-Qur’an dengan tafsirnya adalah tanda kurung,
teks Al-Qur’an ada dalam dua tanda kurung, sedangkan penafsiran dan
penjelasan bahasanya tidak menggunakan tanda kurung. Tafsir Jalalain
menggunakan judul Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim yang ditulis dengan ukuran
besar dan di bawahnya dituliskan nama kedua pengarang dengan ukuran
9
Rohmi Kariminah, “Penafsiran Ayat-Ayat Thaharah dalam Kitab Tafsir Jalalain (Studi
Tafsir Tematik),” (Skripsi, Institut Agama Islam Bengkulu, 2019), 50.
6
tulisan yang lebih kecil.
Keunggulan kitab tafsir Jalalain adalah bahasannya yang ringan,
uraiannya singkat dan jelas, serta adanya penjelasan tentang Asbab an-
Nuzul. Keunggulan lainnya berkaitan dengan pandangan di dalamnya yang
baik secara fiqih maupun teologi sejalan dengan paham yang dianut orang-
orang melayu. Jalaluddin as-Suyuthi merupakan salah seorang murid Ibnu
Hajar al-Asqalani, ahli fiqih mazhab Syafi’i. dan teologi Abu Hasan Ali bin
Isma’il al-Asy’ari.10
Tafsir Jalalain telah dikenal dialam Melayu sejak abad ke 17, bahkan
ada kemungkinan tafsir itu sudah popular pada abad itu. Hal ini terbukti dari
banyaknya manuskrip tafsir tersebut di museum Nasional Jakarta.11
Popularitas tafsir Jalalain di alam Melayu secara tidak langsung ditandai
pula dari kemunculan kitab tafsir Murah Lubaid li Kasyaf Ma`na al-Qur`an
al-Majid, yang merupakan karya Imam Muhammad Nawawi al-Batani atau
dikenal juga dengan Syekh Nawawi al-Jawi, di Indonesia kitab tafsir ini
dikenal dengan nama tafsir al-Munir, tafsir ini terhitung tafsir menengah
dan banyak dipelajari di Indonesia dan Malaysia.12
2. Sistematika Penulisan
Tafsir Jalalain karya tafsir Jalaluddin Muhammad bin Ahmad al-
Mahalli dan Jaluddin as-Suyuthi, disebut Jalalain karena dikarang oleh dua
ulama tafsir bernama “Jalal”. Kitab tafsir ini terdiri dari dua jilid. Penulis
awal tafsir Jalalain adalah Jalaluddin al-Mahalli, ayat-ayat Al-Qur’an yang
ditafsirkannya dimulai dari permulaan surat aI-Kahfi hingga akhir surat an-Nas,
kemudian ia menafsirkan surat al-Fatihah. seusai menafsirkan surat al-Fatihah,
kematian merenggutnya. Dengan demikian, tafsirnya belum lengkap, belum
seluruh surat. Kemudian dilanjutkan oleh as-Suyuthi, beliau menyempurnakan
penafsiran yang dilakukan oleh gurunya tersebut, yaitu mulai dari surat al-Baqarah
11
Nashruddin Baidan, Perkembangan Tafsir Al-Qur`an Di Indonesia (Solo: Tiga
Serangkai Pustaka Mandiri, 2003), 38–39.
7
hingga akhir surat aI-Isra.13 As-Suyuthi menyelesaikan konsep tafsirnya selama 40
hari, sejak Ramadhan 870 H yang penyelesaian seutuhnya selesai setahun
kemudian. Sistematika penulisan kitab tafsir Jalalain mengikuti susunan ayat-ayat
di dalam mushaf.14
3. Metode dan Corak Penafsiran
Tafsir Jalalain merupakan kitab tafsir yang menggunakan penafsiran
metode Ijmali. Penafsirannya dimulai dari pendapat yang kuat, lalu me-
i’rab lafaz-lafaz yang dibutuhkan, kemudian menghadirkan banyak
pendapat dengan lebih memperhatikan pendapat-pendapat yang
diungkapkan dengan ungkapan yang singkat dan padat. Selain itu, Asbabun
Nuzul juga terkadang dimuat untuk memahami konteks ayat atau alasan
turunnya suatu ayat. Hadis Nabi dan pendapat berbagai ulama juga
dihadirkan untuk memperkuat penafsiran dua ulama ini.15
Penafsiran dengan metode ijmali biasanya tertuang dengan
penjelasan singkat dan jelas serta menggunakan bahasa yang sederhana dan
mudah dimengerti. Ayat yang ditafsirkan pun ditulis dengan berurutan dan
sistematis. Karenanya, tafsir dengan metode ijmali seperti kitab tafsir
Jalalain ini sangat mudah dimengerti dan dipahami oleh setiap orang dari
berbagai kalangan.16
Adapun corak penafsiran dari kitab tafsir Jalalain adalah corak
umum. Corak umum adalah sebuah corak atau bidang keilmuan yang
mewarnai sebuah kitab tidak ada yang mendominasi. Maksudnya adalah
bahwa tafsir Jalalain tidak dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran si
mufassir. Jika sebuah tafsir terpengaruhi oleh pemikiran mufassir-nya,
sedangkan si mufassir memiliki latar belakang keilmuan fiqih yang dikuasai,
maka tafsir tersebut bisa dikatakan bercorak khusus dengan konsep fiqih.17
13
Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin As-Suyuthi, Tafsir Jalalain Jilid 1, terj. (Sinar
Baru Algensindo), 6-7.
14
Rohmi Kariminah, “Penafsiran Ayat-Ayat Thaharah... 54.
15
Muhammad F Robby, “Karakteristik Tafsir Jalalain,” (Skripsi, UIN Sunan Gunung
Djati Bandung, 2022), 65.
16
Rohmi Kariminah, “Penafsiran Ayat-Ayat Thaharah... 53.
17
Muhammad Firmansyah, “Munafik Dalam Tafsir Jalalain (Studi Kajian Surat Al-
8
Kitab tafsir Jalalain dikatakan bercorak umum karena terlihat dari
uraiannya yang padat, jelas, dan menafsirkan ayat sesuai dengan kandungan
maknanya tanpa didominasi oleh pemikiran mufassir-nya.18
4. Contoh Penafsiran dalam Kitab Tafsir Jalalain
a) Teologi: Melihat Allah (QS. al-An`am: 103 dan QS. al-Qiyamah:
22-23)
Baqarah Ayat 8-20)”, (Skripsi Ushuluddin, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2022), 55.
18
Muhammad F Robby, “Karakteristik Tafsir Jalalain... 67.
9
kekasih-Nya (lagi Maha Waspada) terhadap mereka. (Tafsir Jalalain:
141)
ٌۙ
﴾ ٢٣ َۚ ٌ اِ ىٰل ارِِّباا اَّن ِظارة٢٢ ٌَّضارة
ِ ﴿ وجوه يَّوم ِٕى ٍذ َّن
ُ ُ ٌْ ْ ا
“Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. (karena)
memandang Tuhannya.”
19
M. Abdul Hye, Aliran-Aliran Filsafat Islam terj. Karsidi Diningrat (Bandung: Nuansa
Cendekia, 2004), 77–80.
10
Allah kepada kita. Yang tidak mungkin terlihat adalah sesuatu yang tidak
ada. Jika Allah termasuk sesuatu yang ada, berarti Dia dapat
memperlihatkan wujud-Nya kepada manusia, dan ini tidak mustahil.
Kedua, bahwa Allah melihat segala sesuatu. Jika Allah melihat sesuatu,
maka tidak mungkin Dia melihat sesuatu sementara Dia tidak dapat
melihat diri-Nya. Jika Dia dapat melihat diri-Nya sendiri, maka bukan
suatu kemustahilan jika Dia memperlihatkan diri-Nya kepada kita.
Dengan kata lain, jika Allah mengetahui sesuatu, maka berarti Dia
mengetahui diri-Nya, dan jika Dia dapat melihat diri-Nya berarti tidak
mustahil jika Dia memperlihatkan diri-Nya kepada kita. Sebagaimana
halnya Dia mengetahui tentang diri-Nya, maka tidak mustahil jika Dia
memberitahukan kepada kita tentang diri-Nya.20
b) Fiqih: Berwudu (QS. al-Maidah: 6)
الص ىلوةِ فاا ْغ ِسلُ ْوا ُو ُج ْواه ُك ْم اوايْ ِديا ُك ْم اِ اٰل الْ امارافِ ِق او ْام اس ُح ْوا
َّ ﴿ ىاٰيايُّ اها الَّ ِذيْ ان اى امنُ ْاوا اِذاا قُ ْمتُ ْم اِ اٰل
ِۗ ِِۗ ْ بِرء ْو ِس ُكم وا ْر ُجلا ُكم اِ اٰل الْ اك ْعبا
ي اواِ ْن ُكْن تُ ْم ُجنُبًا فااطَّ َّه ُرْوا اواِ ْن ُكْن تُ ْم َّم ْر ىا
ضى ا ْو اع ىلى اس اف ٍر ْ ُُ ْ ا
ۤ ۤ ِ ِ ۤ ۤ
صعِْي ًدا طايِِبًا ِ ِ ِ
ا ْو اجاءا ا اح ٌد ِمْن ُك ْم ِم ان الْغاا ِٕىط ا ْو ىل ام ْستُ ُم النِ اساءا فالا ْم اَت ُد ْوا اماءً فاتا يا َّم ُم ْوا ا
اّللُ لِيا ْج اع ال اعلاْي ُك ْم ِِم ْن احارٍج َّوىلكِ ْن يُِّريْ ُد لِيُطا ِِهارُك ْم ِ ِ ِ
ِفا ْام اس ُح ْوا بُِو ُج ْوه ُك ْم اوايْديْ ُك ْم ِمْنهُ اِۗما يُِريْ ُد ى
﴾ ٦ اولِيُتِ َّم نِ ْع امتاهٗ اعلاْي ُك ْم لا اعلَّ ُك ْم تا ْش ُك ُرْو ان
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu berdiri hendak
melaksanakan salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke
siku serta usaplah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua
mata kaki. Jika kamu dalam keadaan junub, mandilah. Jika kamu sakit,
dalam perjalanan, kembali dari tempat buang air (kakus), atau
menyentuh. perempuan, lalu tidak memperoleh air, bertayamumlah
20
Abul Hasan Al-Asya`ari, Al-Ibanah `an Ushul al-Dinayah (Beirut: Dar al-Maktab al-
Imiyah, n.d.), 26.
11
dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan
(debu) itu. Allah tidak ingin menjadikan bagimu sedikit pun kesulitan,
tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-
Nya bagimu agar kamu bersyukur.”
Jalalain menerangkan bahwasanya, (Hai orang-orang yang
beriman, jika kamu berdiri) maksudnya hendak berdiri (mengerjakan
salat) dan kamu sedang berhadas (maka basuhlah muka dan tanganmu
sampai ke siku) artinya termasuk siku itu sebagaimana diterangkan
dalam sunah (dan sapulah kepalamu) ba berarti melengketkan, jadi
lengketkanlah sapuanmu itu kepadanya tanpa mengalirkan air. Dan ini
merupakan isim jenis, sehingga dianggap cukup bila telah tercapai
sapuan walaupun secara minimal, yaitu dengan disapunya sebagian
rambut.
Pendapat ini juga dianut oleh Imam
Syafii (dan kakimu) dibaca
manshub karena di-athaf-kan
kepada aidiyakum, jadi basuhlah
tetapi ada pula yang membaca
dengan baris di bawah/kasrah
dengan di-athaf-kan kepada yang
terdekat (sampai dengan kedua
mata kaki) artinya termasuk kedua
mata kaki itu, sebagaimana
diterangkan dalam hadis. Dua mata
kaki ialah dua tulang yang
tersembul pada setiap pergelangan
kaki yang memisah betis dengan tumit. Dan pemisahan di antara tangan
dan kaki yang dibasuh dengan rambut yang disapu menunjukkan
diharuskannya atau wajib berurutan dalam membersihkan anggota
wudu itu. Ini juga merupakan pendapat Syafi’i. Dari sunah diperoleh
12
keterangan tentang wajibnya berniat seperti halnya ibadah-ibadah
lainnya. (Dan jika kamu dalam keadaan junub, maka bersucilah)
maksudnya mandilah (dan apabila sakit) yang akan bertambah parah
dengan menyentuh air (atau dalam perjalanan) musafir (atau kamu
kembali dari tempat). (Tafsir Jalalain:108)
13
DAFTAR PUSTAKA
Al-Asya`ari, Abul Hasan. Al-Ibanah `an Ushul al-Dinayah. Beirut: Dar al-Maktab
al-Imiyah, n.d.
Firmansyah, Muhammad. “Munafik Dalam Tafsir Jalalain (Studi Kajian Surat Al-
Baqarah Ayat 8-20).” Skripsi Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2022.
14