Disusun Oleh:
PEMBAHASAN
Beliau adalah sosok ulama maupun mufassir serta penulis yang profilik dan
kreatif, di antara karya-karyanya adalah:6
Shafwa at-Tafassir
Rawa’i al-Bayan fii Tafsir Ayat al-Ahkam min Al-Quran
Mukhtasar Tafsir Ibn Katsir
Mukhtasar Tafsir al-Thabari
Al-Tafsir al-Wadih al-Muyassar
Al-Tibyan fī ‘Ulum Al-Quran (Pengantar Studi Al-Quran)
Qabasun min Nur Al-Quran (Cahaya Al-Quran)
Jami’ al-Bayan
Al-Mawarits fī al-Syari’ah al-Islamiyah ‘ala Dhau al-Kitab
Tanwir al-Adham min Tafsir Ruh al-Bayan
5
Muhammad Yusuf, dkk, Studi Kitab Tafsir Kontemporer,… h. 57.
6
Majalah Al-Haramain Edisi 79, “Profil Syekh Muhammad Ali Al-Shabuuni; Ulama Mufasir yang
Produktif”, (Surabaya: Lazis al-Haramain, 2013), h. 15-17.
Kitab Shafwa at-Tafsir: Tafsir Al-Quran al-Karim, Jami’a baina al-Matsur wa al-
Ma’qul, Mstamd min Awtsn Kutib al-Tafsir ditulis oleh Muhammad Ali al-Shabuuni
dalam bahasa Arab terdiri atas 3 (tiga) jilid diterbitkan oleh Dar Al-Quran al-Karim,
Beirut namun ada beberapa terbitan lain. Disamping itu, kitab ini memiliki terjemahan
dalam bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pustaka al-Kautsar bahkan kitab ini pun
memiliki aplikasi untuk android bernama للصابونيb- صفوةالتفاسيرyang dikembangkan oleh
So Smart Apps.
7
Muhammad ‘Ali al-Shabuuni, Shafwa at-Tafassir, Juz 1, (Beirut: Dar Al-Fikr, 2001), h. 22.
8
Muhammad ‘Ali al-Shabuuni, Shafwa at-Tafassir,… h. 19.
9
Muhammad ‘Ali al-Shabuuni, Shafwa at-Tafassir,… h. 20.
dengan mempermudah gaya penyampaiannya dan tentu saja memberikan faidah
berupa jawaban-jawaban terhadap realitas umat ketika itu.
Shafwa at-Tafassir merupakan sebuah tafsir ringkas terhadap seluruh ayat Al-
Quran dan secara terang-terangan mendeklarasikan dirinya sebagai tafsir yang
menghimpun dua sumber material utama; tafsir riwayat dan tafsir rasional
sekaligus (jami’ bayna al-ma’sur wa al-ma’qul). Materi kitab ini secara umum
berdasarkan kepada kitab-kitab tafsir induk yang terdahulu seperti kitab Tafsir al-
Tabari, al-Kasysyaf, Ruh al-Ma’ani, Ibn Katsir, Bahr al-Muhit dan lain-lain,
dengan gaya bahasa yang mudah yang ditunjang dengan aspek sastrawi.10
2. Tahap Al-Shabuuni dalam Menafsirkan Al-Quran dalam Kitab Shafwa at-Tafassir
Al-Shabuuni mempunyai cara tersendiri dalam menafsirkan Al-Quran, dengan
menyajikan penafsiran dengan beberapa tahapan sebagaimana yang telah
disampaikan pada mukaddimah kitabnya,11 tahapan-tahapan tersebut yaitu:
Menjelaskan secara global terhadap isi surah (Bayanu al-Ijmali li al-Surah al-
Karimah)
Sebelum menafsirkan dan membahas satu surah, Al-Shabuuni menjelaskan
terlebih dahulu tentang pokok-pokok isi surah secara global mulai dari awal
surah sampai ke penutup surah. Dalam penjelasan ini ada beberapa hal yang
dikemukakan oleh Al-Shabuuni, yaitu; isi surah, keutamaan surah dan
penamaan surah.
Menjelaskan kesesuaian antar ayat (al-Munasabah)
Secara bahasa al-munasabah adalah berarti dekat, serupa, mirip, dan rapat.
Secara istilah al-munasabah adalah kemirip-miripan yang terdapat pada hal-
hal tertentu dalam Al-Quran baik surah maupun ayat-ayatnya yang
menghubungkan uraian satu dengan yang lainnya. 12 Pada aspek al-munasabah
ini, Al-Shabuuni menerangkan hubungan antara ayat yang akan ditafsirkan
dengan ayat yang telah ditafsirkan sebelumnya.
Menggunakan tinjauan bahasa (al-Lughah)
Disepakati oleh semua pihak dan digaris bawahi pula oleh Allah SWT dalam
kitab suci-Nya, bahwa Al-Quran berbahasa Arab. Ini berarti bahwa syarat
mutlak untuk menarik makna dari pesan-pesan Al-Quran adalah pengetahuan
10
Deskripsi ini berdasarkan keterangan pada halaman judul kitab Shafwa at-Tafassir.
11
Muhammad Ali al-Shabuuni, Shafwah al-Tafsir, Juz. I (Beirut: Dar al-Kutub al-Alamiyyah: 1420 H/
1999 M), hlm. 10
12
Rachmat Syafeii, Pengantar Ilmu Tafsir, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hlm. 37.
tentang bahasa Arab.13 Pada umumnya Al-Shabuuni akan menjelaskan makna
dari suatu lafal dan menyebutkan asal katanya serta menyelidiki perubahan
kata dari lafal tersebut. Kadangkala melengkapinya juga dengan memaparkan
ayat Al-Quran, hadist maupun syair-syair Arab untuk menjelaskan lafal
tersebut.
Memaparkan sebab turunnya ayat (Asbab al-Nuzul)
Adapun asbab al-nuzul secara terminologi adalah: “Sesuatu” yang
menyebabkan diturunkannya ayat-ayat Al-Quran pada zaman turunnya Al-
Quran. Dimaksud dengan “sesuatu” di sini adalah peristiwa, pertanyaan atu
jawaban terhadap sebuah permasalahan yang terjadi pada masa Rasul
Muhammad SAW. Sedang yang dimaksud “zaman turunnya Al-Quran” adalah
keadaan atau kondisi yang menyelimuti turunnya sebuah ayat atau surah, baik
ayat tersebut turun secara langsung atau terlambat.14
Menafsirkan ayat
Al-Shabuuni berbicara panjang lebar dalam menafsirkan ayat, semua hal yang
berhubungan dengan ayat tersebut ditafsirkan dengan rinci dan jelas, Al-
Shabuuniy memberikan penafsiran dengan bahasa yang mudah dimengerti
bagi siapapun yang membacanya.
Aspek balaghah (al-Balaghah)
Salah satu ilmu yang harus dikuasai bagi seorang mufassir adalah mengetahui
ilmu balaghah, dalam istilah ahlinya ada tiga; al-ma’ani, al-bayani, dan al-
badi’.15 Keharusan mufasir mempelajari ilmu ini agar mengerti dengan analisis
dan tema-temanya serta permasalahannya. Hal ini diperlukan supaya dapat
dikenal perbadaan warna sasaran akhir kalimat Al-Quran. Dalam aspek
balaghah ini, al-Shabuuniy menerangkan dan mengungkap segi keindahan dan
kelebihan Al-Quran itu sendiri.
Pelajaran dan petunjuk dari ayat (al-Fawaid wa lil Thaif)
Pada bagian akhir dari penafsiran Al-Shabuuni selalu memberikan pelajaran
dan petunjuk yang dapat diambil dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut hemat penulis, hal ini sangat diperlukan sekali agar setelah membaca
13
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir: Syarat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam
Memahami Ayat-ayat Al-Quran, Cet ke-III, (Tangerang: Lentera Hati, 2015), h. 35.
14
Nasaruddin Umar, Ulumul Qur’an: Mengungkap Makna-makna Tersembunyi Al-Quran, (Ciputat: al-
Ghazali Center, 2010), h. 23.
15
Hasan Zaini dan Nofri Andy, Ilmu Tafsir, (Yogyakarta: Lingkar Media, 2015), h. 41.
penafsiran dari ayat tersebut bisa memahami apa saja yang dapat diambil dan
amalkan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan perintah Allah SWT yang
terdapat dalam ayat tersebut.
3. Metode Penafsiran Kitab Shafwa at-Tafassir
Kata metode dalam bahasa Arab digunakan dalam bentuk kata manhaj yang
berasal dari kata nahaja, berarti terang atau nyata. Sedangkan kata metode berasal
dari bahasa Yunani methodos yang berarti cara atau jalan. Secara terminologinya
adalah cara yang teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud atau cara
kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksana suatu kegiatan guna mencapai
suatu yang ditentukan.
Jika dilihat metode penafsiran yang terdapat dalam kitab Shafwa at-Tafassir
adalah metode tahlili, yang dimaksud dengan metode tahlili adalah menjelaskan
ayat-ayat Al-Quran dengan menghidangkan seluruh aspeknya dan menyingkapkan
setiap tujuannya dengan mengikuti susunan ayat-ayat tersebut sebagaimana
terdapat di dalam mushaf.16 Kitab ini menggunakan metode tahlili, hal ini terbukti
ketika ia menggunaan langkah-langkah tafsir tahlili dalam kitab tersebut. Berikut
merupakan contoh bahwa kitab Shafwa at-Tafassir menggunakan metode tahlili,
langkah-langkah tersebut yaitu:
Menetapkan ayat atau kelompok ayat yang akan ditafsirkan
Dalam kitab ini, ia melakukan penafsiran secara berurutan, tidak melompat-
lompat dari satu surah ke surah yang lainnya. Seperti memulai penafsirannya
dari awal surah Al-Fatihah hingga ke akhir surah An-Naas. Ia menuntaskan
penafsirannya terlebih dahulu dalam satu pembahasan atau ayat-ayat yang
masih berkaitan dalam satu pembahasan, setelah selesai membahas ayat-ayat
tersebut, lalu melangkah ke ayat yang lainnya.
Mengkaji makna kosa kata (al-Ma’na al-Mufradat)
Ia menjelaskan kosakata atau menggali makna kata-kata yang sulit, sehingga
memudahkan pembaca untuk memahami ayat yang dijelaskan. Biasanya ia
menjelaskan makna dari suatu lafal dan menyebutkan asal katanya serta
menyelidiki perubahan kata dari lafal tersebut. Terkadang ia melengkapinya
dengan memaparkan ayat Al-Quran, hadist maupun syair-syair Arab.
Mengungkapkan Asbab al-Nuzul ayat Al-Quran
16
Zulheldi, 6 Langkah Metode Tafsir Maudhu’i, (Depok: Rajawali Pers, 2017), hlm. 9-10.
Asbab al-Nuzul adalah sebab-sebab diturunkannya suatu ayat. Sumbernya
berasal dari hadis Nabi maupun perkataan sahabat. Namun tidak semua ayat
Al-Quran memiliki asbab al-nuzul, hanya sebagian saja sehingga ia
memaparkan asbab al-nuzul -nya pada ayat tertentu saja. Setiap asbab al-
nuzul yang dikemukakan olehnya akan diberikan catatan kaki dengan
menyebutkan sumber pengambilannya.
Mengungkapkan kajian aspek kebahasaan Al-Quran dari segi balaghah Al-
Quran
Pada aspek kebahasaan (balaghah), penulis menjelaskan unsur-unsur fasahah
dan bayan pada setiap kumpulan beberapa ayat yang di tafsirkan. Penjelasan
ini berupaya untuk mengungkap keindahan susunan kata pada ayat-ayat Al-
Quran. Penjelasan tersebut tertuang dalam tinjauan ke-balaghah-an pada
penafsirannya.
Melakukan kajian munasabah suatu ayat dengan ayat-ayat di sekitarnya,
amupun antara satu surah dengan surah lain
Dalam menerangkan munasabah suatu ayat, ia hanya menjelaskan munasabah
antara kumpulan ayat dan tidak menjelaskan munasabah antara surah.
Menjelaskan maksud ayat secara umum
Ia menjelaskan pokok-pokok isi surah secara umum pada bagian awal surah
sebelum melakukan penafsiran maupun menjelaskan kosakata dari ayat yang
akan ditafsirkan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pembaca untuk
memahami kandungan umum dari ayat-ayat yang terdapat pada surah tersebut.
Menerangkan makna dan maksud dari ayat yang bersangkutan (al-Tafsir wa
al-Bayan)
Dalam menerangkan makna dan maksud dari ayat yang bersangkutan Al-
ِ Setiap ayat dari al-Qur‟an
Shabuuni menjelaskannya pada bagian التفسري.
ِ
dijelaskan pada bagian التفسري.
24
‘Isam Ahmad ‘Irsan Syahadah, “al-Shabuuni wa Manhajuhu” ... h. 187-198.
C. Contoh Beberapa Penafsiran dari Kirab Shafwa at-Tafassir
1) Ayat Sifat dalam Tafsir Al-Quran
“Sungguh, saya telah bertutur tentang sifat-sifat Allah Yang Maha Mulia dan
Maha Esa, Yang Menghimpun Kesempurnaan Sifat, yang setiap saat menjadi
tujuan, Yang Kaya tidak tertandingi, Yang Suci dari sifat kekurangan, dari
yang serupa dan semisal”.26
Artinya:
Artinya:
… tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha
Mendengar dan Melihat.
Al-Shabuuni mengatakan bahwa tidak ada bagi Allah yang semisal, baik sifat-
Nya atau perbuatan-Nya. Dia-lah yang satu, satu sebagai sandaran, atau dalam
pengertian penyucian Allah dari permisalan makhluk. Huruf kaf di sini adalah
penguat akan ketiadaan permisalan. Prinsip ini adalah bagian dari hal yang
menunjukkan bahwa Al-Shabuuni menggunakan metode salaf dalam penafsiran
ayat-ayat sifat dan meniadakan permisalan terhadap Allah. Dalam hal ini, ia
bahkan menukilkan perkataan Al-Wasiti bahwa hal ini adalah pendapat dari
“mazhab orang yang benar (ahl al-haqq) dan ahlu as-sunnah wa al-jama’ah”. 28
ِ ۚ ْض فِ ْي ِستَّ ِة اَي ٍَّام ثُ َّم ا ْست َٰوى َعلَى ْال َعر
… ش َ ْت َوااْل َر َ َه َُو الَّ ِذيْ َخل
ِ ق السَّمٰ ٰو
Artinya:
Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia
bersemayam di atas ‘arsy.
Al-Shabuuni mengatakan bahwa istiwa’ dalam ayat ini adalah hal yang layak
bagi Allah, tanpa permisalan atau perumpamaan. Ia mengutip pendapat Imam
Malik tatkala ditanya soal ini, bahwa istiwa’ itu adalah perkara yang diketahui,
sedangkan bagaimana keadaan istiwa’ itu adalah sesuatu yang tidak diketahui,
dan bertanya tentang itu adalah suatu perkara bid’ah.29
27
Al-Shabuuni, Shafwat Al-Tafsir, Juz 1,… h. 66.
28
‘Isam Ahmad ‘Irsan Syahadah, “al-Shabuuni wa Manhajuhu” ... h. 147.
29
Al-Shabuuni, Shafwat Al-Tafsir, Juz 1,… h. 208.
Meskipun Al-Shabuuni pada dasarnya menggunakan metode salaf, hanya saja
ia juga men-ta’wil-kan beberapa ayat sifat, sebagaimana yang dilakukan oleh
Kelompok Khalaf. Masih dalam konfirmasinya dalam wawancara ‘Isam Ahmad
Syahadah, Al-Shabuuni menambahkan bahwa dalam beberapa hal, ia juga
bersepakat dengan sebagian penakwilan ayat yang dilakukan oleh kelompok
Asy’ariyyah. Hal inilah yang menjadi bahan kontroversi para ulama dan
memunculkan sebagian anggapan bahwa ia merupakan pengikut Asy’ariyyah
dalam ayat-ayat sifat. Pemakaian metode kelompok Khalaf ini terlihat ketika ia
menafsirkan surah Al-Baqarah ayat 26,
Artinya:
Sesungguhnya Allah tidak akan segan membuat perumpamaan berupa nyamuk
atau yang lebih rendah dari itu.
َّ ت بِيَ َد
…ۗي َ قَا َل ٰيٓا ِ ْبلِيْسُ َما َمنَ َع
ُ ك اَ ْن تَ ْس ُج َد لِ َما خَ لَ ْق
Artinya:
Allah berfirman: "Hai iblis, apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang
telah Ku-ciptakan dengan “kedua tangan-Ku”. Apakah kamu menyombongkan
diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi.
Artinya:
30
Al-Shabuuni, Shafwat Al-Tafsir, Juz 1,… h. 21.
Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami telah menciptakan
binatang ternak untuk mereka yaitu sebahagian dari apa yang telah Kami ciptakan
dengan “tangan Kami sendiri”, lalu mereka menguasainya?
Dalam hal ini Al-Shabuuni men-taw’il-kan kata ديb بيpada surah Sad
ayat 75 dan kata ديناb ايpada surah Yasin ayat 71 dengan “dzat” Allah.31 Hal ini
bersesuaian dengan prinsip Kelompok Khalaf yang menakwilkan ayat sifat ke
dalam makna yang layak dan pantas bagi Allah. Dengan demikian, Al-
Shabuuni memperlakukan ayat-ayat sifat pada dasarnya dengan metode salaf,
akan tetapi ia juga terkadang memberlakukan metode takwil kaum khalaf.
Dalam tiga kategorisasi Al-Zarqani, Al-Shabuuni lebih mendekati kepada
kelompok terakhir (al-mutawassitun) yang memberlakukan kedua metode
dalam menafsirkan ayat-ayat sifat sesuai dengan situasi tertentu.
ۙ
ِ اِ ٰلى َربِّهَا ن٢٢ ٌض َرة
٢٣ ۚ ٌَاظ َرة ِ ذ نَّاbٍ bُِوجُوْ هٌ يَّوْ َم ِٕٕى
Artinya:
Mereka melihat sang pencipta dan layak bagi mereka untuk berseri-seri ketika
mereka melihat Sang Pencipta.
Dari aspek balaghah susunan kalimat ٍذbِ( ُوجُوْ هٌ يَّوْ َم ِٕٕىwajah pada hari itu), menurut
Al-Shabuuni susunan kalimat tersebut merupakan majaz mursal, yang dikatakan
“wajah” namun yang dimaksudkan adalah keseluruhan. Ini termasuk
mengucapkan sebagian namun bermaksud menyebutkan secara keseluruhan.32
Menurut Asy’ariah kata nazhirah dalam ayat ini tak bisa diartikan dengan
memikirkan, karena akhirat bukanlah tempat berfikir. Juga tak bisa diartikan
menunggu, karena wujuh yaitu muka atau wajah tidak dapat menunggu, yang
menunggu ialah manusia. Oleh karena itu makna kata nazhirah mesti berarti
melihat dengan mata.34
33
Abdul Mustaqim, Pergeseran Epistemologi Tafsir¸ (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h. 135.
34
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, Cet. 5, (Jakarta: UI
Press, 1986), h. 140.
HALAMAN GAMBAR
PENUTUP
Kesimpulan
Muhammad bin ‘Ali bin Jamal Al-Shabuuni atau yang sering dikenal Muhammad Ali
al-Shabuuni adalah ulama yang lahir di kota Helb (Aleppo), Syiria tahun 1928 M/1347 H dan
bermazhab sunni serta aqidahnya asy’ari.
Kitab Shafwa at-Tafsir: Tafsir Al-Quran al-Karim, Jami’a baina al-Matsur wa al-
Ma’qul, Mstamd min Awtsn Kutib al-Tafsir ditulis oleh Muhammad Ali al-Shabuuni dalam
bahasa Arab terdiri atas 3 (tiga) jilid diterbitkan oleh Dar Al-Quran al-Karim, Beirut namun
ada beberapa terbitan lain.
DAFTAR PUSTAKA
Rahman al-Rumi, Fahd Abd. Ijtihat al-Tafsir fi Al-Quran al-Rabi’ al-‘Asr. Jil. 2 (Saudi
Arabia: Idarah al-Buhuts al-Ilmiyyah wa al-Ifta’, 1987)
Zaini, Hasan dan Nofri Andy. Ilmu Tafsir. (Yogyakarta: Lingkar Media, 2015).
‘Irsan Syahadah, ‘Isam Ahmad. “al-Shabuuni wa Manhajuhu fi al-Tafsir min Khilali Kitabihi
Safwat al-Tafasir”. Tesis Magister. (Neblus: Universitas Najah al-Wataniyyah, 2013).
Majalah Al-Haramain Edisi 79. “Profil Syekh Muhammad Ali Al-Shabuuni; Ulama Mufasir
yang Produktif”. (Surabaya: Lazis al-Haromain, 2013).
Al-Shabuuni, Muhammad ‘Ali, Shafwa at-Tafassir, Juz 1, (Beirut: Dar Al-Fikr, 2001).
Al-Shabuuni, Muhammad ‘Ali, Shafwa At-Tafassir, Juz. I (Beirut: Dar al-Kutub al-
Alamiyyah: 1420 H/ 1999 M).
Yusuf, Muhammad, dkk. Studi Kitab Tafsir Kontemporer. (Yogyakarta: Teras, 2006).
Shihab, M. Quraish. Kaidah Tafsir: Syatrat, Ketentuan, dan Aturan yang Patut Anda Ketahui
dalam Memahami Ayat-ayat Al-Quran. Cet ke-III. (Tangerang: Lentera Hati, 2015).