TAFSIR AL-QURTUBHI
Dosen Pengampuh :
Disusun Oleh :
NIM :
19.26.09
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul kitab tafsir Al-Qurtubhi.
tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
Dosen kami Ustadzah Nurfadillah Syam. Selain itu, makalahini juga bertujuan untuk
menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagipenulis.
Saya mengucapkan terimakasih kepada ibu Dosen yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni.
Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.
Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berbicara tentang Al Quran, berarti membahas tentang suatu kitab yang suci nan
sakral. Al-Qur’an sebagai rahamat linnas wa rahmatallil ‘alamiin, menjadikan kitab suci ini
sebagai landasan dan huda dalam menapak jejak kehidupan di dunia ini. Dalam Al-Qur’an
yang menjadi mukjizat Rasulullah Saw, didalamnyan banyak terkandung hikmah dan
interpretasi yang luas, sehingga ketika membaca Al-Qur’an maka kita akan mendapatkan
makna-makna yang lain ketika kita membacanya lagi. Inilah yang menjadikan Al-Quran
terasa nikmat ketika dibaca dan terasa tenang dihati ketika mendengarnya, walaupun yang
mendengarnya itu seorang ‘Ajami yang tidak paham bahasa Al-Qur’an.
Sebagai umat Islam yang baik, tentunya kita tidak pernah luput dalam bersentuhan
dengan Al-Qur’an, setidaknya dengan senantiasa membacanya. Namun apakah cukup hanya
dengan membacanya saja? Tentunya untuk meningkatkan kualitas kita dalam bergaul
dengan Al-Qur’an, dan untuk merasakan mukjizat Al-Qur’an lebih dalam lagi, adalah
disamping kita membacanya, kita juga membaca dan menelaah tafsir-tafsir
sebagai bayan atau yang menjelaskan dari Al-Qur’an itu sendiri.
Salah satu jalan yang harus ditempuh dalam bergelut dalam dunia tafsir, setidaknya
dengan mengetahui pengarang dan metodologi yang dipakai dalam menginterpretasi
Al Qur’an. Pada makalah yang singkatini, penulis mencoba memaparkan salah satu mufassir
terkenal, mufassir yang keilmuannya tidakada yang menandingi pada zamannya, dialah Imam
Al-Qurtubhi.
BAB II
Pembahasan
Penulis tafsir al-Qurtubi bernama Abu ‘Abd Allah Ibn Ahmad Ibn Abu Bakr Ibn farh al-
Anshari al-Khazraji Syamsy al-Din al-Qurtubi al-Maliki. Penulis belum menemukan referensi
mengenai tahun kelahirannya, kebanyakan dari para penulis biografis hanya menyebutkan
tahun kematiannya yaitu 671 H di kota Maniyya Ibn Hisab Andalusia. Ia dianggap sebagai
salah seorang tokoh yang bermazhab Maliki.
Aktifitasnya dalam mencari ilmu ia jalani dengan serius di bawah bimbingan ulama yang
ternama pada saat itu, diantaranya adalah al-Syaikh Abu al-Abbas Ibn ‘Umar al-Qurtubi dan
Abu Ali al-Hasan Ibn Muhammad al-Bakri. Beberapa karya penting yang dihasilkan oleh al-
Qurtubi adalah al-Jami’ li Ahkam al-Quran, al-Asna fi Syarh Asma Allah al-husna, Kitab al-
Tazkirah bi Umar al-Akhirah, Syarh al-Taqassi,Kitab al-Tizkar fi Afdal al-Azkar, Qamh al-
Haris bi al-Zuhd wa al-Qana’ah dan Arjuzah Jumi’a Fiha Asma al-Nabi.
Berangkat dari pencarian ilmu dari para Ulama' (seperti Abu al-Abbas bin Umar al-
Qurthubi Abu al-Hasan bin Muhammad bin Muhammad al-Bakhri), kemudian Imam al-
Qurthubi diasumsikan berhasrat besar untuk menyusun kitab Tafsir yang jiga bernuansa fiqh
dengan menampilkan pendapat imam-imam madzhab fiqh dan juga menampilkan hadis yang
sesuai dengan masalah yang dibahas. Selain itu kitab tafsir yang telah ada sedikit sekali yang
bernuansa fiqh. Karena itulah Imam al-Qurthubi menyusun kitabnya, dan ini akan
mempermudah masyarakat, karena disamping menemukan tafsir beliau juga akan
mendapatkan banyak pandangan imam madzhab fiqh, hadis-hadis Rasulullah saw maupun
pandangan para Ulama mengenai masalah itu.
2. Sistematika
Dalam penulisan kitab tafsir dikenal adanya kitab tiga sistematika:
Pertama, sitematika Mushafi yaitu penyusunan kitab tafsir dengan berpedoman pada tertib
susunan ayat-ayat dan surat-surat dalam mushaf, dengan dimulai dari al-Fatihah, al-Baqarah
dan seterusnya sampai surat al-Nas. Kedua, sitematika Nuzul yaitu dalam menafsirkan al-
Quran berdasarkan kronologis turunnya surat-surat al-Quran, contoh mufasir yang memakai
sistematika ini adalah Muhammad ‘Izzah Darwazah dengn tafsirnya yang berjudul al-Tafsir
al-Hadits. Ketiga, sistematika maudlu’I yaitu menfsirkan al-Quran berdasarkan topik-topik
tertentu dengan topic tertentu kemudin ditafsirkan.
Al-Qurtubi dalam menulis kitab tafsirnya memulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri
dengan surat al-Nas, dengan demikian ia memakai sistematika mushafi, yaitu dalam
menafsirkan al-Quran sesuai dengan urutan ayat dan surat yang terdapat dalam mushaf.
3. Manhaj (metode)
Metode yang dipergunakan oleh para mufasir, menurut al-Farmawi, dapat diklasifikasikan
menjadi empat: Pertama, Metode Tahlili, dimana dengan menggunakan metode ini mufasir-
mufasir berusaha menjelaskan seluruh aspek yang dikandung oleh ayat-ayat al-Quran dan
mengungkapkan segenap pengertiann yang dituju. Keuntungan metode ini adalah peminat
tafsir dapat menemukan pengertian secara luas dari ayat-ayat al-Quran.
Metode yang dipakai al-Qurtubi dalam kitab tafsirnya adalah metode tahlili, karena ia
berupaya menjelaskan seluruh aspek yang terkandung dalam al-Quran dan mengungkapkan
segenap pengertian yang dituju. Sebagai contoh dari pernyataan ini adalah ketika ia
menafsirkan surat al-Fatihah di mana ia membaginya menjadi empat bab yaitu; bab
Keutamaan dan nama surat al-Fatihah, bab turunnya dan hukum-hukum yang terkandung di
dalamnya, bab Ta’min, dan bab tentang Qiraat dan I’rab. Masing-masing dari bab tersebut
memuat beberapa masalah.
4. Corak Penafsiran
Al-Farmawi membagi corak tafsir menjadi tujuh corak tafsir, yaitu al-Ma’sur, al-Ra’yu,
sufi, Fiqhi, Falsafi, Ilmi dan Adabi ijtima’i. Para pengkaji tafsir memasukkan tafsir karya al-
Qurtubi kedalam tafsir yang bercorak Fiqhi, sehingga sering disebut sebagai tafsir ahkam.
Karena dalam menafsirkan ayat-ayat al-Quran lebih banyak dikaitkan dengan persoalan-
persoalan hukum.
Berdasarkan kondisi yang demikian, kita dapat berkata bahwa penafsiran al-Qurtubi
cukup objektiv dan di dukung oleh argument yang kuat serta fakta sejarah yang valid.
Tampaknya di sinilah terletak kekuatan hujjah (argument) tafsir al-Qurtubi ini terutama
dalam bidang fiqih.
Jika di amati sekali lagi, penafsiran yang di kemukakan al-Qurtubi dalam kitabnya itu,
maka tampak dengan jelas bentuk tafsir yang di suguhkannya berupa pemikiran (al-Ra’y)
yang terfokus pada corak fiqih, dengan menggunaakan metodeanalitis (tahili). Dengan begitu,
agaknya tidak salah bila di sebut kitab tafsirnya itu sebagai (fiqih oriental).
Ia membagi pembahasan ayat ini menjadi 34 masalah. Diantara pembahasan yang menarik
adalah masalah ke-16. ia mendiskusikan berbagai pendapat tentang status anak kecil yang
menjadi Imam salat. Di antara tokoh yang mengatakan boleh adalah al-Sauri, Malik dan
Ashab al-Ra’y. Dalam masalah ini, al-Qurtubi berbeda pendapat dengan mazhab yang
dianutnya, dengan pernyataannya:
َ ِث ِإلَى ن
سائِ ُك ْم ُ َالرف ِّ ِ َ أ ُ ِح َّل لَ ُك ْم لَ ْيلَة....
َّ الصيَ ِام
“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri
kamu;...”
Ia membaginya menjadi 36 masalah. Pada pembahsan ke-12, ia mendiskusikan persoalan
makannya orang yang lupa pada siang hari di bulan Ramadhan. Ia berpendapat orang tersebut
tidak berkewajiban berkewajiban mengganti puasanya, yang berbeda dengan pendapat Malik
sebagai imam mazhabnya. Dengan pernyataannya:
إن من أكل أو شرب ناسيا فال قضاء عليه وإن صومه تام
“Sesungguhnya orang yang makan atau minum karena lupa, maka tidak wajib baginya
menggantinya dan sesungguhnya puasanya adalah sempurna”
Bila dicermati dari contoh-contoh penafsiran di atas, di satu sisi meggambarkan betapa
al-Qurtubi banyak mendiskusikan persoalan-persoalan hukum yang menjadiakan tafsir ini
termasuk ke dalam jajaran tafsir yang bercorak hukum. Di sisi lain, dari contoh-contoh
tersebut juga terlihat bahwa al-Qurtubi yang bermazhab Maliki ternyata tidak sepenuhnya
berpegang teguh dengan pendapat imam mazhabnya.
5. Langkah-langkah penafsiran
Memberikan kupasan dari segi bahasa. Menyebutkan ayat-ayta lain yang berkaitan dan
hadits-hadits dengan menyebut sumbernya sebagai dalil. Mengutip pendapat ulama dengan
menyebut sumbernya sebagai alat untuk menjelaskan hukum-hukum yang berkaitan dengan
pokok bahasan. Menolak pendapat yang dianggap tidak ssesuai dengan ajaran Islam.
Mendiskusikan pendapat ulama dengan argumentasi msing-masing, setelah itu melakukan
tarjih dengan mengambil pendapat yang dianggap paling benar.
Langkah-langkah yang ditempuh al-Qurtubi ini masih meungkin diperluas lagi dengan
melakuakan penelitian yang lebih seksama. Satu hal yang sangat menonjol adalah adanya
penjelasan panjang lebar mengenai persoalan fiqhiyah merupakan hal yang sangat mudah
ditemui dalam tafsir ini.
Persoalan menarik yang terdapat dalam tafsir ini dan perlu untuk dicermati adalah pernyataan
yang dikemukakan oleh al-Qurtubi dalam muqaddimah tafsirannya yang berbunyi:
إضافة األقوال إلى قائليها واألحاديث إلى مصنفيها فإنه يقال من: وشرطي في هذا الكتاب
بركة العلم أن يضاف القول إلى قائله
(Syarat saya dalam kitab ini adalah menyandarkan semua perkataan kepada orang-orang yang
mengatakannya dan berbagai hadits kepada pengarangnya, karena dikataan bahwa diantara
berkah ilmu adalah menyandarkan perkataan kepada orang yang mengatakannya).
BAB III
A. Kesimpulan
Dari persoalan-pesoalan yang telah diuraikan dalam beberapa bab di atas dapat dicatat
bahwa, pertama Al-Qurtubi pengarang kitab tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an adalah
seorang mufasir yang bermazhab Maliki yang hidup di Andalus. Kedua, tafsir yang ditulisnya
tersebut menggunakan sistematika Mushafi, metode Tahlili, berbentuk tafsir ra’y dan
bercorak fiqhi mazhab Maliki dengan tidak terlalu terkait dengan mazhabnya. Ketiga, adanya
sejumlah keberatan terhadap model penafsiran yang dilakukan oleh ahli hukum, karena
terlalu bersifat atomistis dan harfiah sehingga sering mengaburkan program besar al-Quran
sebagai petunjuk dan pengatur seluruh aspek kehidupan.
Dan perbedaan yang mencolok antara kitab tafsir al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an dengan
kitab tafsir ahkam al-Qur'an sebelumnya adalah kitab tafsir ini lebih istimewa karena tidak
terbatas menafsirkan ayat-ayat hukum dan persoalan fiqhi saja, tetapi lebih dari itu tafsir ini
mencakup semua aspek tafsir dan ayat-ayat yang tidak berkenaan dengan hukum juga
ditafsirkan oleh Qurthubi. Dan juga al-Qurthubi di dalam penafsirannya tidak ta'assub dengan
mazhab Maliki.
B. Penutup
Demikianlah pembahasan mengenai Tafsir al-Qurtubi ini kami susun, kami menyadari
banyaknya kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, kritik maupun saran yang
membangun sangat kami harapkan guna kesempurnaan pembahasan ini. Atas segenap
perhatiannya, kami ucapkan terima kasih.
Daftar Pustaka
Adz-Dzahabi. Muhammad Husein. 1961. At-Tafsir wa Al-Mufassirun. Juz I. Kairo: Dar al-
Kutub.
Al-Qatthan. Manna Khalil. 1994. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Jakarta: Citra Antar Nusa.
Al-Qurthubi. Abdullah bin Muhammad bin Ahmad al-Anshari. 1995. al-Jami’ li Ahkam al-
Qur’an. Beirut: Dar al-Fikri.
Baidan, Nashrudin. 2005. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: pustaka Pelajar.
Quthan, Mana’ul. 1995. Pembahasan ilmu Al-Qur’an 2. Jakarta: Rineka Cipta.