Oleh :
TEKNIK INFORMATIKA
2020
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim...
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas terstruktur yang diberikan oleh
dosen mata kuliah studi Al-Qur’an Bapak Syarifuddin, M.Ag. Makalah ini ditulis
dari hasil penyusunan referensi yang penulis peroleh dari buku panduan mengenai
sejarah pengumpulan dan penulisan Al-Qur’an. Tidak lupa penulis ucapkan terima
kasih atas bimbingan dan arahan dalam penulisan makalah ini. Penulis juga ucapkan
terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga dapat
menyelesaikan makalah ini.
i
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................3
2.1 Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Rasulullah.................................................3
2.2 Pengumpulan Al-Qur’an Pada masa Khulafaur Rosyidin...................................5
2.2.1 Pengumpulan Al-Qur’an Pada Masa Abu Bakar..........................................5
2.2.2 Pengumpulan al-Qur’an Pada Masa ‘Ustsman bin ‘Affan............................7
2.3 Penyempurnaan dan Pemeliharaan Al-Qur’an setelah masa Khalifah.............9
2.4 Rasm Al-Qur’an.................................................................................................10
2.4.1 Pengertian....................................................................................................10
2.4.2 Pendapat Para Ulama Sekitar Rasm Utsmani dan Rasm Imla’i..................11
BAB II PENUTUP.....................................................................................................15
3.1 Simpulan............................................................................................................15
3.2 Saran..................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................17
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
baca saat ini. Berdasarkan hal tersebut maka penulis merasa perlu
untuk menyusun sebuah makalah pendek dengan judul “Sejarah
Pengumpulan dan Penulisan Al-Qur’an”.
2
3
BAB II
PEMBAHASAN
1
. Mana’ Qathan, Mabahits Fi ‘Ulum al-Qur’an, (Cairo : Maktabah Wahbah, 1995). Hal. 114
2
. H.M. Rusdi Khalid, Mengkaji Ilmu-ilmu Al-Qur’an, ( Alauddin Universiti Press : Makassar, 2011). Hal. 55
3
wahyu-wahyu yang telah diterimanya. Salah satu di antaranya adalah yang
diriwayatkan oleh Utsman ibn Affan bahwa Rasulullah pernah bersabda: “Yang
terbaik di antara kamu adalah mereka yang mempelajari al-Quran dan kemudian
mengajarkannya.”3
Semasa hidup Nabi Muhammad dikenal beberapa orang yang dijuluki sebagai
Qari’ yaitu seorang yang menghafal al-Qur’an, adapun para Qari’ pada masa Nabi
Muhammad adalah sebagai berikut : Keempat Khulafa’ur Rasyidin, Tholhah, Said,
Ibn Mas’ud, Hudaifa, Abu Hurairah, Ibn ‘Umar, Ibn Abbas, ‘Amr bin ‘Ash, Abdullah
bin ‘Amr bin ‘Ash, Mu’awiyah bin Abu Sufyan, Ibn Jabir, Abdullah bin Sa’ib,
‘Aisyah, Hafshah, Ummu Salamah.4
Sedangkan untuk penulisan wahyu yang turun, dikenal beberapa sahabat yang
bertugas untuk menuliskan wahyu yang turun atas perintah Rasulullah sendiri. Para
penulis wahyu tersebut kemudian mendapat julukan sebagai Kutabul Wahyu. Adapun
para penulis wahyu pada masa nabi muhammad yaitu Khulafaur Rasyidin,
Muawiyah, Zaid bin Sabit, ‘Ubai bin Ka’ab, Khalid bin Al-Walid dan Tsabit bin
Qays.5
Namun karena keterbatasan media tulis yang digunakan pada waktu itu
sehingga para sahabat menggunakan apa saja yang dapat digunakan sebagai media
tulis dalam menuliskan wahyu. Beberapa media tulis yang digunakan para sahabat
untuk menuliskan wahyu sebegaimana yang disampaikan oleh az-Zarqany adalah :
lembaran lontar atau perkamen (Riqa), batu tulis berwarna putih (Likhaf), pelapah
kurma (Asib),tulang belikat(Aktaf), tulang rusuk (Adlla’), lembaran kulit (Adim).6
3
. Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an, (Jakarta : Yayasan Abad Demokrasi, 2011). Hal. 151
4
. Muhammad Abdul Adzim az-Zarqany, Manahil al-‘Irfan Fi ‘Ulum al-Qur’an, Jilid I, (Beirut : Dar al-Kitab al-
`Araby, 1995). Hal. 199
5
. Shubhi Sholih, Mabahits Fi ‘Ulum al-Qur’an, Cet. X. (Beirut : Dar al-Ilmi, 1977). Hal. 68
6
. az-Zarqany, Ibid. Hal. 202
4
Namun yang menjadi catatan dari pengumpulan al-Qur’an pada masa
Rasulullah adalah walupun telah ada penulisan pada masa Rasulullah atas perintah
beliau sendiri, hanya saja pada saat itu al-Qur’an yang dituli masih berupa lembaran
yang tercecer dan belum disatukan. Mengenai hal tersebut, az-Zarqany secara khusus
menjelaskan alasan yang mendasari hal tersebut, yaitu :7
5
membukukan al-Qur’an mengingat para Qari’ telah banyak yang meninggal
sedangkan al-Qur’an yang tertulis masih berupa lembaran-lembaran yang tercecer.8
8
. Philip K. Hitti, History of The Arabs, (Jakarta : PT. Serambi Ilmu Semesta, 2013). Hal. 154.
9
. Badruddin Muhammad bin Abdullah az-Zarkasy, al-Burhan Fi Ulum al-Qur’an, (Cairo : Dar at-Turats, tt). Hal.
233
10
. az-Zarqany, Ibid. Hal. 206
11
. Ibid.
6
2. Ayat yang dihafal dan ditulis dalam lembaran dengan menyertakan dua
saksi yang adil yang menyaksikan bahwa ayat tersebut telah benar-benar
ditulis dihadapan Rasulullah.
Adapun yang dimaksud dimaksud dengan disaksikan oleh dua orang adalah,
bahwa hal itu merupakan sesuatu yang ditulis sebagaimana bentuk yang dengannya
al-Qur’an telah diturunkan, atau bahwa yang ditulis itu memang telah ditulis di depan
Rasulullah saw. Tujuan dari penyertaan syarat tersebut adalah agar al-Qur’an
tersebut tidak ditulis dengan tulisan yang sama dengan yang ditulis di depan
Rasulullah saw.
Karena itu, kesaksian tersebut bukan kesaksian atas al-Qur’an, karena hal itu
tidak perlu diragukan. Mengingat jumlah para penghafal dan pembacanya sangat
banyak. Namun, kesaksian yang dimaksud di sini adalah kesaksian atas tulisan yang
ditulis di depan Nabi saw. Dengan cara itulah, penulisan tersebut telah selesai dengan
sempurna sehingga terkumpul dalam lembaran yang diikat dengan benang,
sebagaimana yang dijelaskan dalam sebagian riwayat. Inilah peranan yang dimainkan
oleh Zayd bin Tsâbit.
Pengumpulan al-Qur’an pada masa ‘Utsman bin ‘Affan punya motif berbeda
dengan pengumpulan al-Qur’an dimasa Abu Bakar, Jika motif Abû Bakar
mengumpulkan al-Qur’an karena khawatir akan hilangnya materi yang tertulis tadi
sebagai akibat dari banyaknya para penghafal dan pembaca yang telah meninggal
dunia, maka motif ‘Utsmân adalah karena takut akan terjadinya perbedaan yang
meruncing mengenai ragam bacaan.
Pada masa ‘Utsman ini Islam telah tersebar luas dan kaum Muslimin telah
hidup berpencar ke berbagai pelosok. Di berbagai daerah telah terkenal Qira’at
sahabat yang mengajarkan al-Qur’an kepada penduduk setempat. Penduduk Syam
memakai Qira’at Ubay bin Kaab, penduduk Kuffah memakai Qira’at Abullah bin
7
Mas’ud, penduduk di wilayah lainnya menggunakan Qira’at Abu Musa al-Asy’ary.
Tidak jarang terjadi pertentangan mengenai masalah bacaan dikalangan pengikut
sahabat-sahabat tersebut, hingga kemudian pertentangan tersebut memuncak menjadi
perpecahan dikalangan Muslimin sendiri.12
Kondisi semacam ini kemudian didengar oleh Hudaifah bin Yaman. Ketika
Hudaifah mengetaui hal tersebut, maka dengan sesegera mungkin beliau
melaporkannya kepada Khalifah ‘Utsman agar segera ditindak lanjuti. Setelah
mendapatkan laporan tersebut, ‘Utsman segera mengirim surat kepada Hafshah yang
berisikan perintah untuk memberikan al-Qur’an yang telah dibukukan Zaid
sebelumnya untuk kemudian diperbanyak dan disebarluaskan ke seluruh penjuru.
Untuk membukukan al-Qur’an tersebut, ‘Ustman mengutus empat orang sahabat
untuk membukukan al-Qur’an, dari keempat orang tersebut tiga diantaranya adalah
muhajirin dan satu orang lainnya adalah kaum anshar, empat orang tersebut adalah :
Zaid bin Tsabit, ‘Abdullâh bin Zubayr, Sa’id bin al-‘Ash, ‘Abdurrahmân bin al-Harits
bin Hisyam.13
1. Menjadikan Mushaf Abu Bakar yang telah dibukukan oleh Zaid bin Tsabit
sebagai acuan pokok dan sumber utama dalam penulisan al-Qur’an.
2. Mengacu pada Mushaf Abu Bakar tersebu dalam hal penulisan dan
urutannya, dan apabila terdapat perbedaan pendapat dikalangan para
anggota panitia, maka mengacu berdasarkan dialek Quraisy karena al-
Qur’an diturunkan dengan dialek Quraisy.
12
. Muhammad Ali ash- Shabuni, Ibid, Hal. 89.
13
. Badruddin Muhammad bin Abdullah az-Zarkasy, Op. Cit. Hal. 236
14
. Musthofa Dhib al-Bigha dan Muhyiddin Dhib Matu,al-Wadih Fi Ulum al-Qur’an, (Damaskus : Dar al-
Ulum al-Insaniyah, 1998). Hal. 91-92
8
3. Dan al-Qur’an tidak ditulis kecuali berdasarkan persetujuan antara para
panitia, dan para sahabat bersepakat bahwa al-Qur’an yang telah
dibukukan tersebut sebagai al-Qur’an sebagaimana yang diturunkan
kepada Rasulullah.
Tulisan yang tertera di dalam mushaf Abu Bakar dan Utsman yang dilakukan
oleh panitia pelaksana penulis wahyu tanpa menggunakan tanda baca, baik berupa
titik, syakal,harakah, dan lain-lain, karena memang perkembangan dan situasi saat itu
tidak menuntut hal itu untuk dilakukan. Dalam kondisi itu, menurut Abu Ahmad al-
Askariy, mushaf utsmani dibaca kaum muslimin selama kurang lebih 40 tahun,
tepatnya sampai pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan dari khalifah
Bani Umayah.
9
kalangan para ulama’. Seorang Tabi’in, Abu al-Aswad al-Duali pertama kali
mengenalkan tanda titik ke dalam naskah al qur’an. Tanda baca yang diberikan
adalah berupa titik diatas huruf sebagai tanda fathah, titik dibawah huruf sebagai
kasrah, dan titik disamping huruf sebagai dhummah.
Tahap berikutnya, Yahya bin Ya’mur dan Nashr bin ‘Ashim menyempurnakan
pemberian titik pada semua huruf al qur’an yang dianggap penting untuk diberi
harakat. Usaha selanjutnya dilakukan oleh Khalil bin Ahmad, yaitu mengganti titik
diatas huruf dengan huruf alif kecil sebagai tanda fathah, titik dibawah huruf diganti
ya’ sebagai kasrah, titik disamping huruf diganti dengan waw kecil sebagai
dhummah, pemberian tanda sukun berupa mim kecil diatas huruf, tanda tasydid
berupa sin kecil diatas huruf, dan pemberian tanda madd. Pemberian nomor ayat,
tanda waqof, batas pangkal surah dan akhir surah, penulisan jenis Makkiyah dan
Madaniyah, dan penulisan sejumlah ayat dari setiap surah dilakukan oleh para ulama’
berikutnya. Begitu pula pembuatan tanda untuk setiap juz, dll, sehingga jadilah
bentuk mushaf al qur’an seperti sekarang.
2.4.1 Pengertian
Kita telah membicarakan penumpulan al-Qur’an pada masa Utsman. Zaid bin
Tsabit Bersama tiga orang Quraisy telah menempuh metode khusus dalam penulisan
al-Qur’an yang disetuju oleh Utsman. Para ulama menamakan metode tersebut
dengan ar-rasmul ‘Utsmani lil Mushaf, yaitu dengan menisbatkan kepada Utsman.16
Rasm Utsmani adalam rasm (bentuk ragam tulisan) yang telah diakui dan
diwarisi oleh umat islam sejak masa Utsman. Dan pemeliharaan rasm Utsmani
merupakan jaminan kuat bagi penjagaan al-Qur’an dari berubahan dan penggantian
huruf-hurufnya. Seandainya diperbolehkan menuliskannya menurut imla’ disetiap
16
Manna’ Khalil al-Qattan. Studi Ilmu-ilmu Qur’an (Surabaya: Litera Antar Nusa, 2014), 213
10
masa, maka hal ini akan mengakibatkan perubahan Mushaf dari masa ke masa.
Bahkan kaidah-kaidah imla’ itu sendiri berbeda-beda kecenderungannya pada masa
yang sama, dan bervariasi pula dalam beberapa kata di antara satu negeri dengan
negeri lain.17
Perbedaan bentuk tulisan yang disebutkan oleh Abu Bakar al-Balqani adalah
satu hal, dan rasm imla’ adalah hal lain sebab perbedaan bentuk tulisan adalah
perubahan dalam bentuk huruf, bukan dalam rasm kata. Mengenai alasan kemudahan
membaca bagi para siswa dan pelajar dengan meniadakan pertentangan antara rasm
Qur’an dengan rasm imla’, tidaklah dapat menghindarkan perubahan tersebut dengan
yang akan mengakibatkan kekurang cermatan dalam penulisan Qur’an.
2.4.2 Pendapat Para Ulama Sekitar Rasm Utsmani dan Rasm Imla’i
A. Jumhur Ulama berpendapat bahwa pola rasm Utsmani bersifat taufiqi dengan
alasan bahwa para penulis wahyu adalah sahabat-sahabat yang ditunjuk dan dipercaya
Nabi SAW. Pola penulisan tersebut bukan merupakan ijtihad para sahabat Nabi, dan
para sahabat tidak mungkin melakukan kesepakatan (ijma) dalam hal-hal yang
17
Ibid, 217
18
Al-Itqan, jilid 2, halaman 167 dalam Manna’ Khalil al-Qattan. Studi Ilmu-ilmu Qur’an (Surabaya: Litera Antar
Nusa, 2014), 218
11
bertentangan dengan kehendak dan restu Nabi. Bentuk-bentuk inkonsentensi didalam
penulisan baku, tetapi dibalik itu ada rahasia yang belum dapat terungkap secara
keseluruhan. Pola penulisan tersebut juga dipertahankan para sahabat dan tabi’in.19
12
Ulama yang tidak mengakui Rasm Utsmani sebagai rasm tauqifi berpendapat
bahwa tidak ada masalah jika Al-Qur’an ditulis dengan pola penulisan standar (rasm
imla’i). Persoalan pola penulisan diserahkan kepada pembaca. Jika pembaca merasa
lebih mudah dengan rasm imla’i, ia dapat menulisnya dengan pola tersebut karena
pola penulisan itu hanyalah simbol pembacaan yang tidak akan mempengaruhi makna
Al-Qur’an.22
C. Sebagian Ulama lainnya mengatakan, bahwa Al-Qur’an dengan rasm imla’i dapat
dibenarkan, tetapi khusus bagi orang awam. Bagi para ulama atau yang memahami
rasm Usmani tetap wajib mempertahankan keaslian rasm tersebut. Pendapat diperkuat
Al-Zarqani dengan mengatakan bahwa rasm imla’i diperlukan untuk menghindarkan
ummat dari kesalahan membaca Al-Qur’an, sedangkan rasm Usmani di perlukan
untuk memelihara keaslian mushaf Al-Qur’an .
Tampaknya, pendapat yang ketiga ini berupaya mengkompromikan antara dua
pendapat terdahulu yang bertentangan. Disatu pihak mereka ingin melestarikan rasm
Utsmani, sementara dipihak lain mereka menghendaki dilakukannya penulisan Al-
Qur’an dengan rasm imla’i, untuk memberikan kemudahan bagi kaum muslimin yang
kemungkinan mendapat kesulitan membaca Al-Qur’an dengan rasm Usmani. 23 Dan
pendapat ketiga ini lebih moderat dan lebih sesuai dengan kondisi ummat. Namun
demikian, kesepakatan para penulis Al-Qur’an dengan rasm Usmani harus diindahkan
dalam pengertian menjadikannya sebagai rujukan yang keberadaannya tidak boleh
hilang dari masyarakat Islam. Sementara jumlah ummat Islam dewasa ini cukup besar
yang tidak menguasai rasm Usmani. Bahkan, tidak sedikit jumlah ummat Islam untuk
mampu membaca aksara arab. Mereka membutuhkan tulisan lain untuk membantu
mereka agar dapat membaca ayat-ayat Al-Qur’an, seperti tulisan latin. Namun
demikian, Rasm Usmani harus dipelihara sebagai standar rujukan ketika dibutuhkan.
22
Ibid, Ahmad Izzan, Ulumul Qur’an. 110
23
Hasanuddin AF, Anatomi Al-Quran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1990. 90
13
Demikian juga tulisan ayat-ayat Al-Qur’an dalam karya ilmiah, rasm Usmani mutlak
diharuskan karena statusnya sudah masuk dalam kategori rujukan dan penulisannya
tidak mempunyai alasan untuk mengabaikannya.
Dari ketiga pendapat diatas penulis menarik kesimpulan bahwa menjaga
keotentikan Al-Qur’an tetap merujuk kepada penulisan mushaf Usmani. Akan tetapi
segi pemahaman membaca Al-Qur’an bisa menggunakan penulisan yang lain
berdasarkan tulisan yang diketahui ummat Islam. Namun tidak lepas dari subtansi
tulisan mushaf Usmani. Sebab berdasarkan sejarah dalam proses penulisan Al-Qur’an
mulai dari Zaman Rasulullah, zaman khalifah Abu Bakar sampai khalifah Usman Bin
Affan yang penulisnya tidak pernah lepas dari Zaid Bin Tsabit yang merupakan
sekretaris Rasulullah SAW. Secara historis ini membuktikan bahwa Allah SWT tetap
menjaga dan memelihara keotentikan Al-Qur’an.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1. Upaya yang dilakukan Rasulullah untuk menjaga dan memelihara ayat-ayat agar
tidak terlupakan atau terhapus dari ingatan dengan cara yang sederhana yaitu Nabi
Menghafal Ayat-ayat itu dan menyampaikannya kepada para sahabat yang kemudian
juga menghafalnya sesuai dengan yang disampaikan Nabi. Upaya kedua yang
dilakukan Umat Islam dalam upaya pemeliharaan Al-Qur’an adalah mencatat atau
menuliskannya dengan persetujuan Nabi.
3. Islam terus menerus berkembang, baik wilayah ataupun pemeluknya. Islam tidak
hanya dianut oleh orang Arab, sehingga benturan kultural antara orang Arab dan non
Arab pun tidak dapat di elakkan. Sejak saat itulah, perkembangan yang dirasa
menggembirakan juga membawa kekhawatiran berupa keselamatan kemurnian
bahasa Arab. Oleh sebab itu, timbulah usaha-usaha untuk memberi pungtuasi di
kalangan para ulama
3.2 Saran
1. Makalah selanjutnya dapat membahas penentuan urutan ayat dan surat dalam
Al-Qur’an.
16
17
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/35231570/Makalah_Sejarah_Turun_dan_Penulisa
n_Al-Quran