Anda di halaman 1dari 17

Makalah Kelompok 8

Amstalul Qur’an

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Mata Kuliah: Ulumul Qur’an

Dosen Pembimbing: Fadiah Adlina, M.PD.I

Disusun Oleh :

FITRI NURUL AZIZAH


NIM : 1804120766

KHAIRUNNISA
NIM : 1804120758

NOOR MAYMUNAH
NIM : 1804120771

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI ISLAM
PRODI EKONOMI SYARI’AH
TAHUN 2018
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. dan atas segala
limpahan rahmat dan karunia-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini yang berjudul “Amstalul Qur’an” dalam bentuk maupun isinya yang sangat
sederhana.
Pada kesempatan kali ini izinkan penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih
kepada bapak “Fadiah Adlina, M.PD.I” selaku dosen pembimbing mata kuliah
“Ulumul Qur’an” dan semua pihak yang membantu kami dalam penyelesaian makalah
ini. Harapan kami dengan adanya makalah ini bisa menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi
kita semua.
Penulis mengakui makalah ini masih memiliki banyak kekurangan karena
pengalaman yang penulis miliki sangat kurang. Oleh karena itu, penulis harapkan kepada
para pembaca untuk memberikan saran serta masukan dari para pembaca demi
tersusunnya makalah yang lebih baik lagi.
Terlepas dari kekurangan-kekurangan makalah ini, penulis berharap semoga
makalah ini bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi para pembaca. Amin Yaa
Robbal A’lamin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Palangka Raya, November 2018

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................1

A. Latar Belakang Masalah..............................................................1


B. Rumusan Masalah........................................................................1
C. Tujuan Penulisan.........................................................................2
D. Metode Penulisan.........................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN.........................................................................3

A. Pengertian Amtsalul Qur’an........................................................3


B. Macam-macam Amtsalul Qur’an................................................5
C. Ciri-ciri Amtsalul Qur’an............................................................7
D. Manfaat Amtsalul Qur’an............................................................7

BAB 3 PENUTUP................................................................................11

A. Kesimpulan................................................................................11
B. Saran..........................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Sejak jaman jahiliyah atau sebelum kedatangan rasul masyarakat Arab
sudah gemar berpantun dan bersyair. Semakin indah pantun dan syair
seseorang maka semakin tinggi pula status sosial seseorang. Ketika Allah
SWT yang Maha Mengetahui mengutus seorang rasul dengan dibekali
firman-firman dari Allah yang kemudian dibukukan menjadi sebuah kitab
dengan bahasa dan sastranya tidak bisa ditandingi oleh siapapun.
Disamping bahasa dan sastranya yang indah, Al-Qur’an juga
menggunakan perumpamaan-perumpamaan (amtsal) yang sangat indah dan
logis, yang mampu diterima oleh masyarakat. Namun, karena begitu indahnya
terkadang ulama pun akan kesulitan dalam menafsirkan perumpamaan-
perumpamaan tersebut.
Dengan analogi yang benar, kita akan lebih mengetahui ilmu yang kita
yakini. Tamtsil (perumpamaan) merupakan kerangka yang dapat
menampilkan makna-makna dalam bentuk yang hidup didalam pikiran.
Biasanya dilakukan dengan mempersonifikasikan sesuatu yang ghoib dengan
yang hadir, yang abstrak dengan yang konkrit, atau menganalogikan hal
dengan sesuatu yang sama. Dengan tamtsil betapa banyak makna yang baik,
dijadikan lebih indah, menarik dan mempesona. Tamtsil adalah ushlul Qur’an
dalam mengungkapkan berbagai penjelasan dan segi-segi kemukjizatannya.
Maka dari itu penulis kali ini akan menjelaskan tentang Amtsal Al-
Qur’an yang merupakan salah satu cabang ilmu dari Ulumul Qur’an.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Amstalul Qur’an?
2. Apa saja macam-macam Amstalul Qur’an?
3. Apa manfaat Amstalul Qur’an?
4. Bagaimana ciri-ciri dari Amstalul Qur’an?

1
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Amstalul Qur’an.
2. Untuk mengetahui macam-macam Amstalul Qur’an.
3. Untuk mengetahui manfaat dari Amstalul Qur’an.
4. Untuk mengetahui ciri-ciri Amstalul Qur’an.
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode
keperpustakaan, dimana buku sebagai referensi kami dapatkan dari
perpustakaan dan juga referensi dari internet, dimana penulis mencari
literatur yang berkaitan dengan makalah, kemudian penulis susun dan
simpulkan kedalam makalah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Amstalul Qur’an


Amtsal adalah bentuk jamak dari matsal. Adalah kata matsal, mitsl dan
matsil serupa dengan syabah, syibh dan syabih, baik lafazh maupun
maknanya. Amtsal dalam sastra, yang dimaksud adalah penyerupaan suatu
keadaan dengan keadaan yang lain, demi tujuan yang sama, yaitu pengisah
menyerupakan sesuatu dengan aslinya. Contohnya: “rubba ramiyah min
ghairi ramin”, maksudnya berapa banyak musibah diakibatkan oleh
kesalahan pemanah. Orang yang pertama mengatakan seperti ini adalah
Hakam bin Yaghuts Al-Naqri, membuat perumpamaan orang yang salah
dengan musibah walaupun kadang-kadang benar.1
Secara bahasa amtsal berasal dari kata mitsl yang artinya perumpamaan,
sedangkan menurut istilah ada beberapa pendapat, yaitu:
1. Menurut istilah ulama ahli Adab, amtsal adalah ucapan yang banyak
menyamakan keadaan sesuatu yang diceritakan dengan sesuatu yang
dituju.
2. Menurut istilah ulama ahli Bayan, amtsal adalah ungkapan majaz yang
disamakan dengan asalnya karena adanya persamaan yang dalam ilmu
balaghah disebut tasybih.
3. Menurut ulama ahli Tafsir, amtsal adalah menampakkan pengertian yang
abstrak dalam ungkapan yang indah, singkat dan menarik, yang mengena
dalam jiwa, baik dengan bentuk tasybih maupun majaz mursal.2
Amtsal itu dihubungkan kepada hal dan keadaan kisah yang
menakjubkan. Dengan pengertian ini orang menafsirkan lafaz amtsal itu
kepada hal-hal yang banyak terdapat dalam ayat. Seperti firman Allah yang
berbunyi:

Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengatar Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta Timur:


1

PUSTAKA AL-KAUTSAR, 2011. Hlm. 353-354.


2
Ahmad Syadali, Ulumul Qur’an II, Bandung: CV Pustaka Setia, 2000. Hlm. 35.

3
“Perumpamaan surga yang telah dijanjikan kepada orang-orang yang
bertaqwa ialah: ada padanya beberapa sungai dari air yang tidak berubah
(rasa dan baunya), dan beberapa sungai dari susu yang tidak berubah
rasanya, serta beberapa sungai dari arak yang lezat bagi orang-orang yang
meminumnya, dan juga beberapa sungai dari madu yang suci bersih. Dan
ada pula untuk mereka di sana segala jenis buah-buahan, serta keredaan
dari Tuhan mereka...” (Q.S Muhammad: 15)
Maksudnya kisah dan sifatnya yang menjadikan surga itu menakjubkan.
Az-Zamakhsyari dalam Al-Kasysyaf, mengisyaratkan ada tiga makna
terkait dengan matsalah ini, katanya, “...Amtsal digunakan untuk
menggambarkan suatu keadaan, sifat atau kisah yang menakjubkan. Ada
makna yang keempat yang dipakai oleh ulama bahasa Arab yaitu kata majaz
murakkab (ungkapan metafor) yang memiliki hubungan yang serupa ketika
digunakan. Asalnya adalah sebagai isti’arah tamtsiliyah. Seperti kata-kata
kita terhadap orang yang maju mundur dalam menentukan sikap atau ragu-
ragu, “Mengapa aku lihat engkau meletakkan satu kaki, dan meletakkan kaki
yang lain di belakang.”
Ada juga yang berpendapat, Amtsal adalah makna yang paling jelas
dalam menggambarkan suatu realita yang dihasilkan oleh adanya daya tarik
dan keindahan. Amtsal seperti ini tidak disyaratkan harus adanya sumber atau
metafor.
Ibnul Qayyim dalam masalah Amstal dalam Al-Qur’an menjelaskan
bahwa Amstal adalah menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam
hukum, mendekatkan yang rasional kepada yang indrawi, atau salah satu dari
dua indra dengan yang lain karena adanya kemiripan.3

Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengatar Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta Timur:


3

PUSTAKA AL-KAUTSAR, 2011. Hlm. 354-355.

4
B. Macam-macam Amstalul Qur’an
Orang yang pertama menyusun ilmu amtsal ialah Syaikh Abdur
Rahman Muhammad bin Husain An-Naisaburi, kemudian Imam Abul Hasan
bin Ali bin Muhammad Al-Mawardi, Ibnul Qayyim dan Jalaluddin As-Suyuti.
Ahli balaghah mensyaratkan bahwa tamsil itu harus memenuhi
beberapa ketentuan yaitu: bentuk kalimatnya ringkas, isi maknanya mengena
dan tepat, perumpamaannya baik dan sampiran atau kinayahnya harus indah.
Amstal dalam Al-Qur’an ada 3 macam:
1. Amtsal yang tegas (musharrahah).
Amtsal musharrahah, ialah yang ditegaskan di dalamnya lafal matsal
atau yang menunjuk kepada tasybih (penyerupaan).
a. Tentang orang munafik:
“Perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api,
maka setelah api itu menerangi sekelilingnya. Allah menghilangkan
cahaya yang menyinari mereka dan membiarkan mereka dalam
kegelapan, tidak dapat melihat. Mereka tuli, bisu dan buta, maka
tidaklah mereka akan kembali ke jalan yang benar. Atau seperti
yang ditimpa hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan
kilat…sampai dengan-Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala
sesuatu.” (Q.S Al-Baqarah: 17-20)4
Di dalam ayat ini Allah membuat dua perumpamaan bagi orang
munafiq; matsal yang berkenaan dengan api (nar) dalam firman-Nya,
”adalah seperti orang yang menyalakan api...” karena di dalam api
terdapat unsur cahaya. Matsal yang lain adalah berkenaan dengan air
(ma’i),”atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari
langit...,” karena di dalam air terdapat materi kehidupan. Dan wahyu
yang turun dari langit pun bermaksud untuk menerangi hati dan
menghidupkannya. Allah juga menyebutkan kondisi orang munafiq
dalam dua keadaan. Di satu sisi mereka bagaikan orang yang menyalakan

Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Ilmu-ilmu Al-Quran, Semarang: PT


4

PUSTAKA RIZKI PUTRA, 2002. Hlm. 179.

5
api untuk penerangan dan kemanfaatan. Dalam hal ini mereka
memperoleh kemanfaatan materi dengan sebab masuk Islam. Namun,
keislaman mereka tidak memberi pengaruh terhadap hati mereka karena
Allah menghilangkan cahaya (nur) yang ada dalam api itu, “Allah
menghilangkan cahaya yang menyinari mereka.” Kemudian membiarkan
unsur api “membakar” yang ada padanya. Inilah perumpamaan mereka
yang berkenaan dengan api.
Adapun dalam matsal air, Allah menyerupakan mereka dengan
keadaan orang ditimpa hujan lebat yang disertai gelap gulita, guruh dan
kilat, kekuatannya terkuras habis. Lalu ia menyumbat telinga dengan jari-
jemarinya, sambil memejamkan mata karena takut petir menimpanya.
Gambaran ini laksana Al-Qur’an dengan peringatan, perintah, larangan
dan khithabnya bagi mereka seperti petir yang turun menyambar.
b. Allah juga menyebutkan dua matsal air (ma’i) dan api (nar), untuk
menggambarkan yang hak dan yang batil.
“Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah
air di lembah-lembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa
buih yang mengambang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur
dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula)
buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat
perumpamaan bagi yang benar dan yang batil. Adapun buih itu,
akan hilang sebagai sesuatu yang tidak ada harganya; adapun yang
memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi.
Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.” (Q.S
Ar-Rad: 17)5
Wahyu yang diturunkan Allah dari langit untuk menghidupkan hati
diserupakan dengan air hujan yang diturunkannya untuk menghidupkan
bumi dan tumbuh-tumbuhan. Hati diserupakan dengan lembah. Arus air
yang mengalir di lembah akan menghayutkan buih dan sampah. Begitu

Syaikh Manna’ Al-Qaththan, Pengatar Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta Timur:


5

PUSTAKA AL-KAUTSAR, 2011. Hlm. 356-357.

6
pula hidayah dan ilmu bila mengalir di hati akan berpengaruh terhadap
nafsu syahwat, dengan menghilangkannya. Inilah matsal ma’i dalam
firman-Nya, “Dia telah menurunkan air (hujan) dari langit...”
Demikianlah Allah membuat matsal bagi yang hak dan yang batil.6
2. Amtsal yang tersembunyi (kaminah)
Amtsal kaminah, ialah yang tidak ditegaskan lafal tamsil. Tetapi dia
menunjuk kepada beberapa makna yang indah yang mempunyai tekanan
apabila ia dipindahkan kepada yang menyerupainya. Para ulama telah
membuat contoh tentang amtsal ini dengan beberapa perumpamaan.
Pertama, apa yang dipahami dari perkataan yang berbunyi,
‘Sebaik-baik perbuatan ialah yang pertengahan.’
Firman Allah yang berbunyi dalam surat Al-Baqarah: “Sapi betina
yang tidak tua, dan tidak pula muda, pertengahan antara itu.” (Q.S. Al-
Baqarah: 68)
3. Amtsal yang terlepas (mursalah).
Amtsal mursalah, ialah kalimat-kalimat yang disebut secara
terlepas tanpa ditegaskan lafal tasybih. Tetapi tidak dipergunakan untuk
tasybih.
Diantaranya, ialah firman Allah: “Tidak ada yang akan
menyatakan terjadinya hari itu selain Allah.” (Q.S. An-Najm: 58)7
Banyak orang yang berbeda pendapat tentang macam-macam
amtsal ini, yaitu ayat-ayat yang mereka namakan irsalul mutsul. Tidak
mempergunakan hukum yang dipergunakan oleh amtsal. Sebagian ahli
tafsir berpendapat bahwa hal ini berada di luar adab Al-Qur’an. Kata Ar
Razi dalam menafsirkan firman Allah yang berbunyi ‘Agama kamu
untuk kamu, agama aku untuk aku”. Ini berjalan menurut kebiasaan
orang banyak. Orang membuat perumpamaan dengan ayat ini ketika ada
orang yang meninggalkannya, yang demikian itu tidak boleh. Karena,
Allah Ta’ala menurunkan Al-Qur’an itu bukan hanya untuk membuat

Ibid., Hlm. 357.


6

Mana’ul Qathan, Pembahasan Ilmu Al-Qur’an II, Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1995.
7

Hlm. 109-111.

7
perumpamaan saja, tetapi juga untuk dipikirkan. Sudah itu diwajibkan
pula mengamalkannya.8
C. Ciri-ciri Amtsalul Qur’an
Adapun ciri-ciri amtsal al-Quran, yaitu:
1. Mengandung penjelasan atas makna yang samar atau abstrak sehingga
menjadi jelas, konkret, dan berkesan.
2. Amtsal memiliki kesejajaran antara situasi-situasi perumpamaan yang
dimaksud dan padannya.
3. Ada keseimbangan (Tawazun) antara perumpanaan dan keadaan yang
dianologikan.9
D. Manfaat Amstalul Qur’an
Diantara manfaat amtsal, ialah:
1. Amtsal atau perumpamaan-perumpamaan yang terdapat di dalam Al-
Qur’an itu bentuknya dapat ditangkap dan dimengerti oleh orang banyak.
Karena arti-artinya itu masuk akal, masuk kedalam hati sanubari orang
yang membacanya. Seperti contoh atau perumpamaan yang dikemukakan
Allah tentang keberadaannya orang-orang munafik, yaitu riya. Karena,
Infak-infak yang diberikannya itu tidak akan mendapat pahala. Firman
Allah dalam Al-Qur’an:
“Maka perumpamaan orang itu adalah seperti batu licin yang di atasnya
ada tanah. Kemudian batu itu ditimpa lebat lalu menjadilah dia bersih
(tidak bertanah). Mereka tidak menguasai satupun daripada apa yang
mereka usahakan.” (Q.S Al-Baqarah: 264).10
2. Amtsal dapat menyingkap tabir tentang hakikat. Mengemukakan yang
ghaib kepada orang-orang yang hadir mendengarkannya. Seperti firman
Allah yang berbunyi:

8
Ibid., Hlm. 113.
9
Ahmad Izzan, Ulumul Qur’an, Bandung: Tafakur, 2007. Hlm. 224.
10
Mana’ul Qathan, Pembahasan Ilmu Al-Qur’an II, Jakarta: PT RINEKA CIPTA, 1995.
Hlm. 114.

8
“Orang-orang yang memakan riba, tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan penyakit
gila).” (Q.S Al-Baqarah: 275).
3. Mengumpulkan amtsal yang mengagumkan di dalam ibarat-ibarat pendek,
seperti amstalul kaminah dan amtsalul mursalah dalam ayat-ayat di atas.
4. Contoh yang dikemukakan itu untuk merangsang orang-orang yang
dicontohkan, karena yang diumpamakan itu dalam hal ini sesuatu yang
dapat merangsang jiwa. Seperti contoh yang dikemukakan di atas yaitu
tentang orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah. Infaknya
itu akan kembali lagi kepadanya dengan yang jauh lebih baik. Firman
Allah dalam Al-Qur’an:
“Perumpamaan nafkah yang dikeluarkan oleh orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan allah, adalah serupa dengan sebutir
benih yang menumbukan tujuh tangkai seratus biji. Allah melipat
gaandakan (ganjaran) bagi siapa yang dikehendakinya. Dan Allah
Mahaluas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (Q.S Al-Baqarah:
261).
5. Menjauhkan dan menghindarkan, jika isi matsal berupa sesuatu yang
dibenci jiwa atau apa yang tidak disukai. Seperti firman Allah dalam Al-
Qur’an:
“Dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain.
Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya
yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (Q.S Al-
Hujurat: 12).11
6. Untuk memuji orang yang diberi matsal. Seperti firman Allah tentang
sahabat:
“Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka
dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya. Maka
tunas itu menjadi tanaman kuat lalu menadi besarlah dia dan tegak lurus
di atas pokoknya. Tanaman itu menyenangkan hati orang-orang yang

11
Ibid., Hlm. 114-115.

9
menanamnya. Karena Allah hendak menjengkelkan hati orang kafir.”
(Q.S Al-Fath: 29).
7. Untuk menggambarkan sesuatu yang mempunyai sifat yang dipandang
buruk oleh orang banyak. Seperti contoh yang dikemukakan Allah tentang
perihal orang-oranag yang bila dikemukakan kitabullah kepadanya, maka
orang ini memutar haluan dalam beramal. Dia turun dan tenggelam dalam
masalah duniawi. Firman Allah dalam Al-Qur’an:
“Dan bacakanlah kepada mereka berita yang telah Kami berikan
kepadanya ayat-ayat Kami (pengetahuan tentang isi kitab) kemudian dia
melepaskan diri daripada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh setan
(sampai dia tergoda) maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.
Dan kalau Kami menghendaki. Sesungguhnya Kami tinggikan
(derajatnya) dengan ayat-ayat itu. Tapi dia cenderung kepada dunia dan
memperturutkan hawa nafsunya yang rendah. Maka perumpamaannya
itu adalah seperti anjing, jika kamu menghalaunya diulurkannya
lidahnya, dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya juga.
Demikianlah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat
Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka
berpikir” (Q.S Al-A’raf: 175-176).
8. Amtsal lebih berbekas dalam jiwa, lebih efektif dalam memberikan
nasihat, lebih kuat dalam memberikan peringatan, dan lebih dapat
memuaskan hati. Allah banyak menyebut amtsal dalam Al-Qur’an untuk
peringatan dan pelajaran. Firman Allah dalam Al-Qur’an:
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia,
dan tidak ada yang memahaminya selain dari orang-orang yang
berilmu.” (Q.S Al-Ankabut: 43).12
Nabi Muhammad SAW juga membuat perumpamaan di dalam hadits.
Dengan itulah para Da’i itu menjalankan dakwah kepada setiap orang, untuk
menegakkan kebenaran dengan alasan-alasan yang kuat. Dengan ini pula para
Pendidik menjalankan tugasnya. Mereka ini mempergunakan contoh-contoh

12
Ibid., Hlm 115-117.

10
dan wasilah-wasilah nyata dan mengasyikkan. Dalam pendidikan maka
wasilah ini gunanya untuk merangsang dan mempertakut-takuti. Dalam
memuji dan mencela.13

13
Ibid., Hlm. 117.

11
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Amtsal adalah bentuk jamak dari matsal. Adalah kata matsal, mitsl dan
matsil serupa dengan syabah, syibh dan syabih, baik lafazh maupun
maknanya. Amtsal dalam sastra, yang dimaksud adalah penyerupaan suatu
keadaan dengan keadaan yang lain, demi tujuan yang sama, yaitu pengisah
menyerupakan sesuatu dengan aslinya.
Amtsal adalah bentuk jamak dari matsal. Adalah kata matsal, mitsl dan
matsil serupa dengan syabah, syibh dan syabih, baik lafazh maupun
maknanya. Amtsal dalam sastra, yang dimaksud adalah penyerupaan suatu
keadaan dengan keadaan yang lain, demi tujuan yang sama, yaitu pengisah
menyerupakan sesuatu dengan aslinya. Amtsal dalam Al-Qur’an ada tiga
macam yaitu, amtsal musharrahah, amtsal kaminah, dan amtsal mursalah.
Adapun ciri-ciri amtsal al-Quran, mengandung penjelasan atas makna
yang samar atau abstrak sehingga menjadi jelas, konkret, dan berkesan,
amtsal memiliki kesejajaran antara situasi-situasi perumpamaan yang
dimaksud dan padannya, dan ada keseimbangan (Tawazun) antara
perumpanaan dan keadaan yang dianologikan.
Nabi Muhammad SAW juga membuat perumpamaan di dalam hadits.
Dengan itulah para Da’i itu menjalankan dakwah kepada setiap orang, untuk
menegakkan kebenaran dengan alasan-alasan yang kuat. Dengan ini pula para
Pendidik menjalankan tugasnya. Mereka ini mempergunakan contoh-contoh
dan wasilah-wasilah nyata dan mengasyikkan. Dalam pendidikan maka
wasilah ini gunanya untuk merangsang dan mempertakut-takuti. Dalam
memuji dan mencela.
B. Saran
Hendaknya sebagai umat Islam lebih mempelajari ilmu-ilmu Al-Quran,
karena semua hal dalam kehidupan manusia, baik kehidupan dunia yang
berupa tuntunan, ibadah, pergaulan dalam keluarga maupun masyarakat dan

12
juga cerita tentang kehidupan akhirat surga dan neraka terdapat dalam Al-
Qur’an.
Banyak yang belum dipahami oleh umat Islam perihal banyaknya ayat-
ayat Al-Qur’an yang menceritakan hal-hal yang samar dan abstrak. Manusia
pun tidak dapat mencernanya jika hanya mengandalkan akal saja. Oleh karena
itu, ada baiknya bagi umat Islam untuk mempelajari ilmu-ilmu dalam Al-
Qur’an khususnya mempelajari Amstal Al-Qur’an agar dapat memahami
makna yang terdapat didalamnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Syadali, Ahmad, Ulumul Qur’an II, Bandung: CV Pustaka Setia, 2000.


Qathan, Mana’ul, Pembahasan Ilmu Al-Qur’an II, Jakarta: PT RINEKA CIPTA,
1995.
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Ilmu-ilmu Al-Quran, Semarang: PT
PUSTAKA RIZKI PUTRA, 2002.
Al-Qaththan, Syaikh Manna’, Pengatar Studi Ilmu Al-Qur’an, Jakarta Timur:
PUSTAKA AL-KAUTSAR, 2011.
Izzan, Ahmad, Ulumul Qur’an, Bandung: Tafakur, 2007.

14

Anda mungkin juga menyukai