Anda di halaman 1dari 16

Makalah Kelompok 3

Akhlak Baik dan Akhlak Buruk

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas:

Mata Kuliah: Akhlak Tasawuf

Dosen Pengampu: Nur Fuadi Rahman, M.Pd

Disusun Oleh :

Adi Teguh Saputra


NIM : 1804120778

Fitri Nurul Azizah


NIM : 1804120766

Wulandari
NIM : 1804120745

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI ISLAM
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
TAHUN 2018
Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmat-Nya
sehingga makalah berjudul Akhlak Baik dan Akhlak Buruk dapat disusun dan diselesaikan
tepat pada waktunya. Tidak lupa shalawat serta salam selalu dicurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW.

Adapun tujuan dari makalah ini untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan
dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan dan lebih mengetahui tentang
Baik dan Buruk serta hal yang berkaitan.

Tiada gading yang tak retak. Kami menyadari sebagai mahasiswa yang masih
belajar dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Karena itu kritik dan
saran diharapkan guna membangun di masa mendatang.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Palangka Raya, 10 September 2018

Penulis

i
Daftar Isi

Kata Pengantar.......................................................................................... i

Daftar Isi .................................................................................................... ii

Bab 1 Pendahuluan

A. Latar Belakang .............................................................................. 1


B. Rumusan Masalah ......................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................ 1
D. Metode ............................................................................................ 1

Bab 2 Pembahasan

A. Pengertian Baik dan Buruk ......................................................... 2


B. Ukuran-ukuran Baik dan Buruk ................................................ 5
C. Aliran-aliran Baik dan Buruk ..................................................... 7
D. Conton-contoh Baik dan Buruk .................................................. 8

Bab 3 Penutup

A. Kesimpulan .................................................................................... 12
B. Saran .............................................................................................. 12

Daftar Pustaka ........................................................................................... 14

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Setiap manusia pasti tidak jauh dari perbuatan baik ataupun buruk. Terkadang hal
yang kita anggap baik bisa dianggap buruk bagi orang lain, begitu juga sebaliknya.

Penilaian terhadap suatu perbuatan adalah relatif, hal ini disebabkan adanya
perbedaan tolok ukur yang digunakan untuk penilaian tersebut. Perbedaan tolok ukur
tersebut disebabkan karena adanya perbedaan agama, kepercayaan, cara berfikir, ideologi,
lingkungan hidup, dan sebagainya.

Kita pun pasti memiliki sifat buruk seperti angkuh, mudah marah, dan lain
sebagainya. Oleh karena itu, kita pun harus merubah hal-hal tersebut menjadi sifat-sifat
yang baik. Dengan memahami apa saja yang ada dalam hal baik juga hal buruk, agar kita
dapat memilah serta memilih yang mana menurut kita patut untuk diterapkan di
kehidupan sehari-hari.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu baik dan buruk?
2. Mengapa adat istiadat tidak dapat dijadikan ukuran baik dan buruk?
3. Apa saja aliran-aliran baik dan buruk?
4. Apa saja contoh dari baik dan buruk?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui tentang pengertian baik dan buruk.
2. Untuk mengetahui alasan adat istiadat tidak dapat dijadikan ukuran baik dan buruk.
3. Untuk mengetahui aliran-aliran baik dan buruk.
4. Untuk mengetahui contoh dari akhlak baik dan buruk.

D. Metode Penulisan

Metode yang digunakan untuk mendapatkan data dan informasi yang di perlukan,
penulis menggunakan Metode Studi Pustaka (library research).

1
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Pengertian Baik dan Buruk


Perbuatan manusia ada yang baik dan ada yang tidak baik. Kadang-
kadang di suatu tempat, perbuatan itu dianggap salah atau buruk. Hati manusia
memiliki perasaan dan dapat mengenal, perbuatan itu baik atau buruk dan benar
atau salah. 1
Ada pendapat yang mengatakan bahwa setiap manusia mempunyai
kekuatan insting. Hal ini berfungsi bagi manusia untuk membedakan mana yang
benar dan mana yang salah, karena pengaruh kondisi dan situasi lingkungan. Dan
seandainya didalam satu lingkungan belum tentu mempunyai kesamaan insting.
Tiap-tiap manusia mempunyai semacam ilham yang dapat
mengenal nilai sesuatu akan baik dan buruknya. Ilham ini didapat oleh
manusia diwaktu ia melihat kepada sesuatu, oleh karenanya kita dapat
merasa bahwa itu baik atau buruk, meskipun kita tidak belajar ilmu
pengetahuan atau menerima pendapat orang lain. Kekuatan ini bukan buah
dari milieu, zaman atau pendidikan, tetapi adalah insting, bagian dari tabiat
kita yang diberikan Tuhan untuk memperdebatkan baik dan buruk,
sebagaimana kita diberi mata untuk melihat dan telinga untuk mendengar.
Mereka yang menyatakan pendapat ini ada juga berselisih diantara mereka
itu. Ada yang menyatakan bahwa kekuatan itu berasal dari kekuatan akal
dan fikiran, setengahnya menyatakan bahwa ia berasal dari kekuatan
perasaan.2
Mereka yang berpegangan dengan pendapat ini menyatakan bahwa
sesungguhnya kekuatan akhlak ini terkadang tertimpa penyakit, sehingga
melihat buruk kepada yang baik dan baik kepada barang yang buruk. Hal
ini tidak dapat disalahkan, sebagai kita tidak dapat disalahkan sebagai kita
tidak bisa menyalahkan mata yang memandang buruk kepada yang baik,
karena sedang sakit, sebab ia (mata) sekedar kekuatan pengelihatan.

1
Mustofa, Akhlak Tasawuf: Untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK, Bandung, CV Pustaka
Setia, 1997, hlm. 53.
2
Ahmadamin, Etika: ilmu Akhlak, Jakarta, PT Bulan Bintang, 1995, hlm. 85.

2
Demikian pula kekuatan berakhlak itu terkadang salah sebagaimana
salahnya kekuatan akal.3
Pengertian “baik” menurut Ethik adalah sesuatu yang berharga
untuk sesuatu tujuan. Sebaiknya yang tidak berharga, tidak berguna untuk
tujuan, apabila yang merugikan, atau yang menyebabkan tidak tercapainya
tujuan adalah “buruk”.
Pengertian baik dan buruk juga ada yang subyektif dan relatif, baik
bagi seseorang belum tentu baik bagi orang lain. Sesuatu itu baik bagi
seseorang apabila hal ini sesuai dan berguna untuk tujuannya. Masing-
masing orang mempunyai tujuannya yang berbeda-beda, bahkan ada yang
bertentangan, sehingga yang berharga untuk seseorang atau untuk
golongan berbeda dengan yang berharga untuk orang atau golongan
lainnya.
Akan tetapi secara obyektif, walaupun tujuan orang atau golongan
di dunia ini berbeda-beda, sesungguhnya pada akhirnya semuanya
mempunyai tujuan yang sama, sebagai tujuan akhir tiap-tiap sesuatu bukan
saja manusia bahkan binatang pun mempunyai tujuan. Dan tujuan akhir
dari semua itu sama, bahwa semuanya ingin baik. Dengan kata lain
semuanya ingin bahagia. Tidak ada seorangpun dan sesuatupun yang tidak
ingin bahagia.
Tujuan dari masing-masing sesuatu, walaupun berbeda-beda,
semuanya akan bermuara kepada satu tujuan yang dinamakan baik,
semuanya mengharapkan agar mendapatkan yang baik dan bahagia, tujuan
akhirnya sama. Dalam ilmu Ethik disebut “ Kebaikan Tertinggi” , yang
dengan istilah Latinnya disebut Summum Bonum atau bahasa Arabnya
Al-Khair al-Kully. Kebaikan tertinggi ini juga disebut kebahagiaan yang
universal atau Universal Happiness.4
Kebaikan yang berhubungan dengan tujuan ini dapat dibedakan
dengan kebaikan sebagai tujuan terakhir (summum bonum) dan kebaikan
sebagai cara/jalan/sasaran/alat untuk sampai kepada tujuan akhir tersebut.

3
Ibid...., hlm. 85.
4
Mustofa, Akhlak Tasawuf: Untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK, Bandung, CV Pustaka
Setia, 1997, hlm. 56-57.

3
Kebaikan sebagai alat ini dapat berupa tujuan sementara untuk mencapai
tujuan terakhir. Tujuan sementara ini mungkin hanya sekali bagi seseorang
atau suatu golongan. Tujuan sementara sebagai alat/jalan untuk mencapai
tujuan akhir ini dapat bermacam-macam dan beraneka ragam.
Di dalam akhlak Islamiyah, antara baik dan sebagai alat/cara/tujuan
sementara harus segaris/sejalan dengan baik sebagai tujuan terakhir.
Artinya cara untuk mencapai tujuan baik sebagai tujuan sementara dan
tujuan akhir berada dalam satu garis lurus yaitu berdasarkan satu norma.
Di samping “baik” juga harus “benar”. Sebab tidak semua cara yang
berharga untuk mencapai tujuan itu disebut baik apabila tidak segaris
dengan baik sebagai tujuan akhir.
Tujuan akhir bagi setiap orang adalah bahagia. Untuk mencapai
kebahagiaan masa kini dan masa nanti orang berusaha untuk mencapainya.
Dalam akhlak Islamiyah, sarana/cara yang sampai kepada tujuan-tujuan itu
tetap harus segaris, yaitu normatif baik, yaitu bahwa umpamanya untuk
menjadi sarjana, ia harus belajar, untuk belajar ia perlu buku-buku dan
kitab-kitab kepustakaan. Untuk mempunyai kitab-kitab ia harus membeli
buku-buku dan kitab-kita itu, tidak boleh mengambil kepunyaan orang lain
atau kepunyaan perpustakaan.
Berbeda dengan dengan akhlak Machiavelli, yang dianut oleh
komunis, untuk mencapai tujuan dapat dengan segala macam cara. Tujuan
menghasilkan segala macam cara, het doel heiling de middelen.
Umpamanya untuk mencapai kemenangan kekuasaan memelaratkan
rakyat agar rakyat bisa dikuasai.
Didalam akhlak Islamiyah, untuk mencapai tujuan yang baik harus
dengan jalan yang baik dan benar. Sebab ada garis yang jelas antara yang
boleh dan tidak boleh, ada garis demarki antara yang halal dan yang
haram. Semua orang muslim harus melalui jalan yang diperbolehkan dan
tidak boleh melalui jalan yang dilarang. Bahkan antara yang halal dan
yang tidak jelas disebut syubhat, orang muslim harus berhati-hati.5

5
Ibid...., hlm. 57-58.

4
Jadi menurut akhlak Islam, perbuatan itu di samping baik juga
harus benar, yang benar juga harus baik. Sebab dalam Ethik yang benar
belum tentu baik dan yang baik belum tentu benar. Seperti memberi tahu
dan menasehatu adakah benar, tapi kalau memberi tahu dan menasehati itu
dengan cara mengejek berarti itu salah. 6
B. Ukuran Baik dan Buruk
Dalam segala tempat dan waktu, manusia itu terpengaruh oleh
adat-istiadat golongan dan bangsanya, karena ia hidup didalam lingkungan
mereka. Melihat dan mengetahui perbuatan lainnya, sedang kekuatan
memberi hukum kepada sesuatu belum tumbuh begitu rupa, sehingga ia
mengikuti kebanyakan perbuatan yang mereka lakukan atau mereka
singkiri.
Tiap-tiap bangsa mempunyai adat-istiadat yang tertentu dan
menganggap baik bila mengikutinya. Mendidik anak-anak kejurusan adat-
istiadat itu dan menanam perasaan kepada mereka bahwa adat-istiadat itu
agak membawa kesucian, sehingga apabila seseorang dari mereka
menyalahi adat-istiadat itu, sangat dicela dan dianggap keluar dari
golongan bangsanya.
Perintah-perintah adat-istiadat dilakukan dan larangan-larangan
disingkirkan karena beberapa jalan :
1. Pendapat umum, karena memuji pengikut-pengikut adat-istiadat dan
mengejek orang-orang yang menyalahinya. Maka adat-istiadat bangsa
dalam berpakaian, makan, bercakap-cakap, bertandang dan sebagainya
amatlah kuat dan kokoh, karena orang-orang menganggap baik bagi
pengikutnya dan menganggap buruk bagi orang yang menyalahinya.
Demikianlah sebab-sebabnya segolongan bangsa menetertawakan adat-
istiadat bangsa lain yang menyalahi adat-istiadat mereka.7
2. Apa yang diriwayatkan turun-temurun dari hikayat-hikayat dan khurafat-
khurafat yang menganggap bahwa syetan dan jin akan membalas dendam
kepada orang-orang yang menyalahi perintah-perintah adat-istiadat dan
malaikat akan memberi pahala bagi yang mengikutinya.
6
Ibid...., hlm. 59.
7
Ahmadamin, Etika: ilmu Akhlak, Jakarta, PT Bulan Bintang, 1995, hlm. 87-88.

5
3. Beberapa upacara, keramaian, pertemuan, dan sebagainya yang
menggerakkan perasaan dan yang mendorong bagi para hadirin untuk
mengikuti maksud dan tujuan upacara itu, seperti mengikuti adat-istiadat
kematian, pengantin, ziarah kubur, dan upacara lain-lainnya.
Pernah terjadi pada suatu waktu orang-orang berpendapat bahwa
baik itu apa yang sesuai dengan adat-istiadat dan buruk itu apa yang
menyalahinya. Yang terjadi di luar adat-istiadat, orang-orang merdeka
melakukan apa yang mereka kehendaki. Bahkan pada masa ini pun banyak
orang-orang umum yang berpendapat serupa itu. Mereka berbuat apa yang
mereka perbuat, karena sesuai dengan adat-istiadat golongan mereka dan
menjauhi apa yang mereka jauhi karena golongan mereka tidak
melakukannya. Maka ukuran baik dan buruk menurut pandangan mereka
adalah adat-istiadat golongannya. Kita melihat orang umum, bila seorang
dari keluarganya sakit, tidak mengungundang dokter untuk mengobatinya,
karena mileunya tidak mengecamnya. Akan tetapi bila seorang dari
mereka meninggal dunia, terpaksa mengeluarkan uang yang tidak sedikit
untuk hari peringatan, karena bila ia tidak melakukan demikian itu maka
akan dicela oleh lingkungannya, sebab menyalahi adat-istiadat mereka.
Akan tetapi dengan penyelidikan yang seksama, teranglah bagi kita
bahwa adat-istiadat itu tidak dapat dipergunakan sebagai ukuran dan
pertimbangan, karena sebagian dari perintah-perintahnya tidak masuk akal
dan setengahnya merugikan. Dan banyak perbuatan-perbuatan yang terang
salahnya bagi kita, tetapi lain bangsa menyatakan kebaikannya. Seperti
menanam anak perempuan hidup-hidup yang dilakukan sebagian suku
bangsa Arab pada zaman Jahiliyah. Mereka menganggap perbuatan itu
tidak tercela dan tidak salah.8

C. Aliran-aliran Baik dan Buruk

8
Ibid...., hlm. 88-89.

6
Ada beberapa pendapat tentang baik dan buruk. Ada yang
menilainya dengan agama, tradisi, rasio, pengalaman, dan sebagainya. Al-
Ghazali mengemukakan bahwa orang yang bertaklid saja dengan
mengesampingkan akal adalah bodoh, sementara orang yang hanya merasa
cukup dengan akalnya saja, lepas dari cahaya Al-Quran dan Al-Sunnah,
maka dia tertipu. Berikut ini penulis mencoba menguraikan beberapa
aliran.
1. Rasionalisme
Paham ini mengaggap bahwa rasional yang menjadi sumber moral.
Rasio berada di atas segala-galanya sehingga mampu menentukan
mana yang baik dan mana yang buruk. Baik dan buruk tergantung
kepada penilaian rasio, meskipun tidak sesuai dengan agama.
2. Empirisme
Paham ini menganggap bahwa pengalaman manusia adalah satu-
satunya alat yang terpercaya untuk mengetahui mana yang baik mana
yang buruk.
3. Intuisionisme
Paham ini mengatakan bahwa sumber pengetahuan dan juga
penilaian yang baik dan buruk itu adalah intuisi (bisikan kalbu). Ada
orang yang menamakannya kekuatan batin atau hari nurani.9
4. Hedoisme
Paham ini mengatakan bahwa kebahagiaanlah yang menjadi dasar
norma baik dan buruk. Suatu perbuatan disebut baik jika
mendatangkan kebahagiaan, dan sebaliknya perbuatan disebut buruk
jika mendatangkan penderitaan. Kebahagiaan ini bersifat relatif, dan
pengikut aliran ini banyak sekali yang berpaham hedonisme egoitis
yaitu mengejar kebahagiaan (lebih tepat “kesenangan duniawi”) yang
bersifat individual setuntas-tuntasnya. Tokoh pertama aliran
hedonisme adalah Epicurus dan Thomas Hebbes. Adapun tokoh
hedonisme universal adalah Bentham dan John Stuart Mill.
5. Utilitarisme
9
Solihin, Rosyid Anwar, Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna Hidup, Bandung, Nuansa,
2005, hlm. 108-109.

7
Paham ini berpendapat bahwa yang baik adalah yang bermanfaat
hasilnya, dan yang buruk adalah yang hasilnya tidak bermanfaat.
Manfaat disini adalah kebahagiaan untuk sebanyak-banyaknya
manusia dari segi jumlah atau nilai.
6. Ajaran Islam
Menurut paham ini, penentuan baik dan buruk dalam ajaran Islam
harus didasarkan pada petunjuk Al-Quran dan Al-Sunnah. Ada
beberapa istilah yang mengacu pada yang baik, di antaranya al-
hasanah lawannya al-sayyi’ah lawannya al-thayyibah lawannya al-
qabihah,al-khair lawannya al-syyar, al-mahmudah, al-karimah, dan
al-birr. Adanya berbagai istilah kebaikan yang demikian variatif yang
diberikan Al-Quran dan hadis itu menunjukkan bahwa penjelasan
tentang suatu yang baik menurut ajaran Islam jauh lebih lengkap dan
komprehensif karena meliputi kebaikan yang bermanfaat bagi fisik,
akal, ruhani, jiwa, kesejahtraan di dumia dam akhirat, serta akhlak
yang mulia.10
D. Contoh-Contoh Baik dan Buruk
Kita pasti sudah dapat membedakan hal mana yang menurut kita
itu adalah sifat buruk dan kita harus menghindari sifat tersebut, berikut ini
terdapat 2 contoh sifat buruk:
1. Ar Riya’
Penyakit yang sangat berbahaya bagi jiwa manusia yang sangat
lemah adalah keinginan untuk melambung tinggi dengan
mempergunakan media penipuan dan kedustaan. Seorang yang
mempunyai sifat riya adalah orang yang menampilkan sesuatu yang
bertentangan denganapa yang terdapat di dalam batinnya, dan itu
merupakan bentuk kesyirikan, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah
Shallallahu 'Alaihiwa Sallam: "sesungguhnya tingkatan riya' yang
paling rendah termasuk syirik" (HR. Buhkari dan Muslim).11
2. Kikir

10
Ibid...., hlm. 109-110.
11
Amir An-Najar, Ilmu Jiwa dalam TASAWUF: Studi Komparatif dengan Ilmu Jiwa Kontemporer,
Kairo, Pustaka Azzam, 2001, hlm. 181.

8
Kekikiran tergolong satu dari sekian akhlak yang buruk, termasuk
di antara hal-hal yang menunjukan kekosongan agama dan moral. Dan
termasuk perbuatan yang akan menyebabkan penderitaan bagi
pelakunya di dunia maupun diakhirat. Seorang yang kikir jauh dari
Allah, jauh dari hamba Allah, jauh dari surge dan dekat kepada neraka.
Seorang yang kikir, adalah orang yang dadanya sempit, jiwanya
kerdil, kurang bergembira, banyak diliputi kesedihan dan nestapa,
hampir-hampir dia tidak dapat memenuhi segala kebutuhannya dan
tidak mendapatkan bantuan dari setiap keinginannya.
Di antara manusia ada yang kikir dengan kedudukannya, dia tidak
merendah untuk perbuatan kebaikan berupa menolong seorang yang
terzhalimi, atau member bantuan bagi yang berhak, atau lain
sebagainya.12
Setiap dari kita dituntut untuk melakukan hal yang baik, di mulai
pada diri sendiri lalu kepada masyarakat sekitar. Ada 2 contoh sifat
baik yakni sebagai berikut:
1. Sabar
Sabar merupakan media yang paling ampuh dalam terapi penyakit
jiwa, sabar itu merupakan obat jiwa.13
Allah berfirman:
َّ ٰ ‫َوبَ ِّش ِر ٱل‬
َ‫صبِ ِرين‬
Artinya : “Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang
sabar.” (Al-Baqarah : 155)
Sabar merupakan media paling ampuh dalam mengobati penyakit
kejiwaan. Sabar merupakan proses pengosongan jiwa dan pemenuhan
dengan sifat-sifat baik dengan bimbingan Rabbani dan Ar Rahman.
Sabar merupakan proses pengosongan jiwa dari sifat “permusuhan”
dan “ketertarikan” daripada kecenderungan-kecenderungan syahwat.
Sabar jauh dari penyakit dan godaan jiwa, sehingga dengan demikian
seseorang yang sabar akan memperoleh ketenangan jiwa yang
12
Muhammad bin Ibrahim Al-Hamad, Akhlak-akhlak Buruk: Fenomena sebab-sebab terjadinya
dan cara mengobatinya, Bogor Pustaka Darul Ilmi, 2007, hlm. 49.
13
Amir An-Najar, Ilmu Jiwa dalam TASAWUF: Studi Komparatif dengan Ilmu Jiwa Kontemporer,
Kairo, Pustaka Azzam, 2001, hlm. 241.

9
diharapkan oleh setiap insan. Adapun puncak dari kesabaran adalah
sifat tawakal.14
2. Tawakal
Sikap tawakal akan memberikan ketenangan bagi seorang Mu’min,
dan akan memberikan sikap stabil dan ketenangan jiwa. Tawakal
adalah perasaan dari seorang Mu’min dalam memandang alam, bahwa
apa yang terdapat didalamnya tidak akan luput dari tangan Allah,
dimana didalam hatinya digelar oleh Allah ketenangan, dan disinilah
seorang muslim merasa tenang dengan Tuhannya, setelah ia
melaksanakan kewajiban-kewajiban yang diperintahkan oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Sesungguhnya tidak perlu khawatir dan
mengundang keguncangan jiwa bagi seorang muslim didalam
menghadapi persoalan-persoalan yang berada diluar kehendak dan
kemampuan kita.
Allah berfirman:
‫َو َمن يَتَ َو َّك ۡل َعلَى ٱهَّلل ِ فَه َُو َح ۡسبُ ۚ ٓۥهُ إِ َّن ٱهَّلل َ ٰبَلِ ُغ أَمۡ ِر ِه‬
Artinya : “Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-
sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya
Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah
melaksanakan urusan yang (dikehendaki)Nya. Sesungguhnya Allah
telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (Q.S. At-Talaq :
3)

BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan

14
Amir An-Najar, Ilmu Jiwa dalam TASAWUF: Studi Komparatif dengan Ilmu Jiwa Kontemporer,
Kairo, Pustaka Azzam, 2001, hlm. 243.

10
Pengertian “baik” menurut Ethik adalah sesuatu yang berharga
untuk sesuatu tujuan. Sebaiknya yang tidak berharga, tidak berguna untuk
tujuan, apabila yang merugikan, atau yang menyebabkan tidak tercapainya
tujuan adalah “buruk”.
Adat-istiadat itu tidak dapat dipergunakan sebagai ukuran dan
pertimbangan, karena sebagian dari perintah-perintahnya tidak masuk akal
dan setengahnya merugikan. Dan banyak perbuatan-perbuatan yang terang
salahnya bagi kita, tetapi lain bangsa menyatakan kebaikannya. Seperti
menanam anak perempuan hidup-hidup yang dilakukan sebagian suku
bangsa Arab pada zaman Jahiliyah. Mereka menganggap perbuatan itu
tidak tercela dan tidak salah.
Ada beberapa pendapat tentang ukuran baik dan buruk. Ada yang
menilainya dengan agama,tradisi, rasio, pengalaman, dan sebagainya. Dari
beberapa pendapat dan aliran (paham) dapat di simpulkan bahwa
pengalaman manusia adalah satu-satunya alat yang terpecah untuk
mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk,dan sumber mengetahui
juga penilaian yang baik dan buruk itu adalah intuisi (bisikan kalbu). Ada
beberapa aliran-aliran baik dan buruk yaitu: Rasionalisme, Empirisme,
Intuisionisme, Hedoisme, Utilitarisme, dan Ajaran Islam.
Dari beberapa contoh yang tercantum itu, dapat diketahui
bahwasanya sifat riya’ dan kikir itu merupakan bagian dari sifat buruk
yang harus kita hilangkan dari dalam diri kita. Dan menerapkan sifat baik
seperti sabar dan bertawakal dalam kehidupan sehari-hari, karena dengan
demikian hal apapun yang dirasa memberatkan hati akan terasa ringan
sehingga jiwa kita mendapat ketentraman lahir dan batin.

B. Saran
Dengan sangat menyadari bahwa makalah kami masih jauh dari
kata sempurna,untuk itu jika ada kesalahan kata atau pun kosa kata yang
kurang jelas mohon di maafkan karena kami manusia tidak luput dari

11
kesalahan.kami menyarankan kepada pembaca untuk memberikan saran
serta keritik dalam memperbaiki makalah kami untuk yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

12
Ibrahim Muhammad bin Al-Hamad, Akhlak-akhlak Buruk: Fenomena sebab-
sebab terjadinya dan cara pengobatannya, Bogor: Pustaka Darul
Ilmi, 2007.
An-Najar Amir, Ilmu Jiwa dalam TASAWUF: Studi Komparatif dengan Ilmu Jiwa
Kontemporer, Kairo: Pustaka Azzam, 2001.
Solihin, Anwar Rosyid, Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna Hidup,
Bandung: Nuansa, 2005.
Mustofa, Akhlak Tasawuf: Untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK, Bandung:
CV Pustaka Setia, 1997.
Ahmadamin, Etika: Ilmu Akhlak, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1995.

13

Anda mungkin juga menyukai