Anda di halaman 1dari 2

Hibah Dalam Kompilasi Hukum Islam

Hibah adalah pemberian suatu benda secara sukarela tanpa imbalan dari
seseorang kepada orang lain yang masih hidup untuk dimiliki. Hibah harus
dilakukan di depan dua orang saksi dan harta yang dihibahkan itu haruslah barang-
barang milik pribadi (hak milik) orang yang memberi hibah. Warga negara yang
berada di luar negeri dapat memberikan hibah kepada orang yang dikehendakinya
dan surat hibah dibuat di hadapan konsulat atau kedutaan besar RI di tempat orang
yang memberikan hibah bertempat tinggal. Surat hibah itu dapat dibenarkan
sepanjang isinya tidak bertentangan dengan ketentuan dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku di indonesia. Hibah baru dianggap telah terjadi
apabila barang yang dihibahkan telah diterima.

Hibah yang dilakukan orang tua kepada anaknya kelak dapat berubah
menjadi harta warisan apabila orang tuanya meninggal dunia. Hibah tidak dapat
ditarik lagi, kecuali hibah antaran orang tua dan anaknya. Hibah yang diberikan
pada saat orang yang memberikan hibah dalam keadaan sakit yang membawa
kematiannya, maka hibah yang demikian harus mendapat persetujuan dari ahli
warisnya, sebab yang merugikan para ahli waris dapat diajukan pembatalannya ke
pengadilan agama agar hibah itu dibatalkan (Periksa Putusan Mahkamah Agung RI
Nomor 990.K/SIP/1974 tanggal 6 April 1976).

Ketentuan hibah dalam Kompilasi Hukum Islam telah diterima baik oleh
alim ulama indonesia dalam lokalnya yang dilaksanakan di Hotel Kartika Chandra
Jakarta pada tanggal 2 sampai dengan 5 februari 1998. Kemudian Kompilasi
Hukum Islam ini diinstruksikan oleh Presiden RI dengan Inpres Nomor 1 Tahun
1991 kepada Menteri Agama RI untuk disebarluaskansengketa perkawinan,hibah
dan shadaqah bagi umat islam supaya berpedoman kepada Kompilasi Hukum
Islam. Selanjutnya Menteri Agama RI mengeluarkan Keputusan Nomor 154 Tahun
1991 sebagai perlaksanaan Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentnag penyebarluasan
kompilasi Hukum Islam kepada seluruh instansi pemerintah dan masyarakat, baik
melalui orientasi, penataran maupun dengan penyuluhan Hukum.
Pemikiran yang mengatakan bahwa tidak ada salahnya memberikan semua
harta yang dimilikinya kepada siapa saja yang dikehendakinya sebagaimana yang
dikemukakan oleh Jumhur Fuqaha bukan pendapat seluruhnya salah. Sebaiknya
para praktisi hukum di lingkungan pengadilan agama juga memerhatikan apa yang
dikemukakan oleh Muhammad Ibnu Hasan dan sebagian pentahkik mazhab hanafi
bahwa tidak sah menghibahkan seluruh harta meskipun dalam kebaikan, orang yang
berbuat demikian adalah orang dungu dan payuy dikenakan hukuman. Pendapat
terakhir ini adalah sejalan dengan apa yang dibenarkan dalam kompilasi hukum
islam yang mengatakan bahwa hibah itu hanya dibenarkan sepertiga dari seluruh
harta yang dimilikinya.

Hibah yang dilaksanakan sebelum berlakunya kompilasi hukum islam yang


sekarang banyak dijadikan dasar gugatan pembatalan hibah ke pengadilan agama
sebagaimana yang telah dikemukakan di atas bahwa para praktisi hukum di
lingkungan peradilan agama harus menghadapinya dengan penuh kearifan dan
bijaksana sebagaimana maksud pasar 229 kompilasi hukum islam sehingga putusan
yang dijatuhkan betul-betul menjadi rasa keadilan., manfaat dan adanya kepastian
hukum terhadap perkara yang diajukan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai