Anda di halaman 1dari 21

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Amsalul Qur’an


Menurut bahasa (etimologi) kata amtsal berupa bentuk jamak dari lafal matsal
yang artinya perumpamaan, Sedang kata matsal, mitsal, dan matsil adalah sama
dengan kata syabah, dan syabih, baik dalam lafal maupun dalam maknanya.1

Dalam sastra matsal adalah suatu ungkapan perkataan yang dihikayatkan dan
sudah popular dengan maksud menyerupakan keadaan yang terdapat dalam perkataan
itu dengan keadaan sesuatu yang karenanya perkataan itu diucapkan. Maksudnya,
menyerupakan sesuatu (seseorang, keadaan) dengan apa yang terkandung dalam

perkataan itu. misalnya, (Betapa banyak lempiran panah yang

mengena tanpa sengaja) Artinya, betapa banyak lemparan panah yang mengenai
sasaran itu dilakukan seorang pelempar yang bisanya tidak tepat lemparannya. Orang
pertama yang mengucapkan masal ini adalah al-Hakm bin Yagus an-Nagri. Matsal ini
ia katakana kepada orang yang biasanya berbuat salah yang kadang-kadang ia berbuat
benar. Atas dasar ini, masal harus mempunyai maurid (sumber) yang kepadanya
sesuatu yang lain diserupakan.2

Kata matsal ini digunakan pula untuk menunjukan arti “keadaan” dan “kisah
yang menajubkan”. Dengan pengertian ini ditafsirkan kata-kata “masal” dalam
sejumlah besar ayat, misalnya firman Allah:

“(Apakah) masal surga yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tiada
berubah rasa dan baunya…” (Muhammad :15).

Maksudnya, kisah dan sifat surga yang sangat mengagumkan.

1
Abdul Djalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2012) hal 309.
2
Mudzakir As, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Lentera AntarNusa), hal 402

1
2

Zamakhsyari telah mengisyaratkan akan ketiga arti ini dalam kitabnya, al-
Kasysyaf. Ia berkata: masal menurut asal perkataan mereka berarti al-misl dan an-
nazir (yang serupa, yang sebanding). Kemudian setiap perkataan yang berlaku,
popular, yang menyerupakan sesuatu, (orang keadaan dan sebagainya) dengan
“maurid” (atau apa yang terkandung dalam) perkataan itu disebut masal. Mereka
tidak menjadikan sebagai masal dan tidak memandang pantas untuk dijadikan masal
yang layak diterima dan dipopulerkan kecuali perkataan yang mengandung keanehan
dari beberapa segi. Dan, katanya lebih lanjut, “masal” dipinjam (dipakai secara
pinjaman) untuk menunjukkan keadaan, sifat atau kisah jika ketiganya dianggap
penting dan mempunyai keanehan.3

Masih terdapat makna lain, yakni makna keempat, dari masal menurut ulama
Bayan. Menurut mereka, masal adalah majaz murakkab yang ‘alaqah-nya musabahah
jika penggunaanya telah popular. Majaz ini pada asalnya adalah isti’arah tamsiliyah,
seperti kata-kata yang diucapkan terhadap orang yang ragu-ragu dalam melakukan

suatu urusan: (Mengapa aku melihat engkau

melangkahkan satu kaki dan mengundurkan satu kaki yang lain?)

Dikatakan pula, definisi amsal ialah menonjolkan sesuatu makna (yang


abstrak) dalam bentuk yang inderawi agar menjadi indah dan menarik. Dengan
pengertian ini maka masal tidak disyaratkan harus mempunyai maurid sebagaimana
tidak disyartkan pula harus berupa majaz murakkab.4

Apabila memperhatikan masal-masal al-Qur’an yang disebutkan oleh para


pengarang, kita dapatkan bahwa mereka mengemukakan ayat-ayat yang berisi
penggambaran keadaan sesuatu hal dengan keadaan hal lain. Baik penggambaran itu
dengan cara isti’arah maupun dengan tasybih sarih (penyerupaan yang jelas); atau

3
Ibid. h. 403
4
Ibid.
3

ayat-ayat yang menunjukkan makna yang menarik dengan redaksi ringkasan dan
padat, atau ayat-ayat yang dapat dipergunakan bagai sesuatu yang menyerupai dengan
apayang berkenaan dengan ayat itu. sebab, Allah mengungkapkan ayat-ayat itu secara
langsung, tanpa sumber yang mendahuluinya.

Dengan demikian, maka amsal Qur’an tidak dapat diartikan dengan arti
etimologis, asy-syabih dan an-nazir. Juga tidak tepat diartikan dengan pengertian
yang disebutkan dalam kitab-kitab kebahasaan yang dipakai oleh para pengubah
masal-masal, sebab amsal Qur’an bukanlah perkataan-perkataan yang dipergunakan
untuk menyerupakan sesuatu dengan isi perkataan itu. juga tidak tepat diartikan
dengan arti masal menurut ulama Bayan, karena diantara amsal Qur’an ada yang
bukan isti’arah dan penggunaanya pun tidak begitu popular. Oleh karena itu maka
definisi terakhir lebih cocok dengan pengertian amsal dalam Qur’an. Yaitu
menonjolkan makna dalam bentuk (perkataan) yang menarik dan padat serta
mempunyai pengaruh mendalam terhadap jiwa, baik berupa tasybih ataupun
perkataan bebas (lepas, bukan tasybih).5

Ibnul Qayyim mendefinisikan amsal Qur’an dengan “menyerupakan sesuatu


dengn sesuatu yang lain dalam hal hukumnya, dan mendekatkan sesuatu yang abstrak
(ma’qul) dengan yang inderawi (kongkrit, mahsus), atau mendekatkan salah satunya
itu sebagai yang lain.”

Lebih lanjut ia mengemukakan sejumlah contoh. Contoh-contoh tersebut


sebagian besar berupa penggunaan tasybih sarih, seperti firman Allah:

“Sesungguhnya masal kehidupan duniawi itu adalah seperti air (hujan) yang
kami turunkan dari langit.” (Yunus:24). Sebagian lagi berupa penggunaan tasybih
dimni (penyerupaan secara tidak tegas, tidak langsung), misalnya:

5
Ibid. h. 405
4

“Dan janganlah sebagian kamu menggunjng sebagian yang lain, Sukakah


salah seorang dari kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka
tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (al-Hujurat:12). Dikatakan dimni karena
dalam ayat ini tidak terdapat tasybih sarih. Dan ada pula yang tidak mengandung
tasybih maupun isti’arah, seperti firman’nya:

“Wahai manusia, telah dibuat sebuah perumpamaan, maka dengarkanlah


olehmu perumpamaan itu. sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-
kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk
mencitakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tidaklah mereka
dapat merebutnya kembali dari lalat itu. amat lemahlah yang menyembah dan amat
lemah (pulalah) yang disembah.” (al-Hajj:73). Firman-Nya “sesungguhnya segala
yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun
“oleh Allah disebut dengan masal padahal didalamnya tidak terdapat isti’arah
maupun tasybih.

Menurut bahasa, arti lafal amtsal ada tiga macam:

a) Bisa berarti perumpamaan, gambaran atau perumpamaan

b) Bisa diartikan kisah atau cerita, jika keadaannya amat asing dan aneh.

c) Bisa juga berarti sifat, atau keadaan atau tingkah laku yang mengherankan
pula.

Imam Zamakhsyari dalam Tafsir Al-Kasysyaf juga memberikan arti


kata matsal dengan arti perumpamaan, sifat, dan kisah, tetapi para ulama ahli Ilmu
Bayan menambakan arti yang keempat terhadap lafal matsal, yaitu diartikan dengan
majazi murakkab.6

6
Ahmad Syadali, Maman Abd Djaliel, Ulumul Qur’an II (Bandung, Pustaka Setia: 1997), h. 35
5

B. Macam-macam Amsal dalam Al-Qur’an

Menurut Jalaluddin al-Suyuti7 dan Muhammad bin Abdullah al-Zarkasy8 macam-


macam amsal dalam alquran itu terbagi menjadi dua, yaitu: Zahir dan Kamin.
Sedangkan Manna Khalil al-Qattan9 menambahkan satu macam lagi yaitu al-
Mursalah. Dalam hal ini, penulis akan menjelaskan seluruh pembagian dari macam-
macam amsal dalam alquran:

1. Amsal Zahir

Sesuai dengan namanya, amsal zahir adalah perumpamaan yang jelas karena
didalamnya terdapat lafaz “matsal” atau sesuatu yang menunjukkan tasybih.10
Amsal ini juga dikenal dengan sebutan ”al-Amsal al-Musharihah”. Macam yang
pertama ini banyak sekali contohnya di dalam alquran. Contoh dalam alquran
surah Ibrahim ayat 24-27:

Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat


perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan

7
Jaladuddin al-Suyuti, Al-Itqan fi Ulum al-Quran (Riyadh: Wizarah al-Syuun al-Islamiyah wa al-
Auqaf wa al Dakwah wa al-Irsyad), h. 39
8
Muhammad bin Abdullah al-Zarkasy, Al-Burhan fi Ulum al-Quran (Kairo: Darut Turots, 1984),
h.486
9
Manna Khalil Al-Qattan, Mabahis fi Ulum al-Quran (Kairo: Maktabah Wahbah), h. 277
10
Ibid.
6

cabangnya (menjulang) ke langit (24) pohon itu memberikan buahnya pada


setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-
perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat (25) Dan
perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah
dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap
(tegak) sedikitpun (26) Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman
dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan
Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia
kehendaki (27)” (QS. Ibrahim: 24-27).

Pada ayat diatas nampak jelas perumpamaan yang digambarkan yaitu pada

lafaz (kalimat yang baik seperti pohon yang baik) dan

(kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk)

kemudian dijelaskan dua perumpamaan tersebut pada ayat-ayat selanjutnya.

Contoh lain dari amsal zahir ini terdapat dalam surah al Baqarah:264

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan


(pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si
penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada
manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka
perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah,
kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak
7

bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka


usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
kafir. (QS. al-Baqarah:264)

Pada ayat diatas, Allah SWT. Memberikan perumpamaan bagi orang beriman
yang tidak ikhlas dalam bersedekah seperti batu licin yang diatasnya ada
tanah kemudian batu tersebut ditimpa hujan.

2. Amsal Kamin

Amsal kamin adalah perumpamaan yang tidak dijelaskan dengan lafaz tamsil akan
tetapi kalimat tersebut menunjukan makna-makna yang indah, menarik dalam
kepadatan redaksinya dan mempunyai pengaruh tersendiri apabila dipindahkan
kepada kalimat yang serupa dengannya.11 Contoh dalam ayat yang senada dengan
12
pernyataan bahwa ”sebaik-baiknya pekerjaan itu yang pertengahan

a) Dalam surah al-Baqarah:68

Artinya: Mereka menjawab: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk


kami, agar Dia menerangkan kepada kami; sapi betina apakah itu".
Musa menjawab: "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina
itu adalah sapi betina yang tidak tua dan tidak muda; pertengahan
antara itu; maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu." (al-
Baqarah:68)

11
Manna Khalil al-Qattan, Ibid., h. 279
12
Jaladuddin al-Suyuti, op.cit.h. 41
8

b) Dalam surah al-Furqan:67

Artinya: Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka


tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di
tengah-tengah antara yang demikian. (al-Furqan:67)

c) Dalam surah al-Isra:110

Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang


mana saja kamu seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang
terbaik) dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam shalatmu dan
janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua
itu" (al-Isra:110)

3. Amsal al-Mursalah

Amsal al-Mursalah adalah kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafadz


tasybih secara jelas, tetapi kalimat itu berlaku sebagai matsal.13 Contoh:

Tidak ada yang akan menyatakan terjadinya hari itu selain Allah. (an-Najm : 58)

13
Manna Khalil al-Qattan, op.cit., h. 280
9

Bukankah subuh itu sudah dekat ? (Hud : 81)

“Tidak balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula) (ar-Rahman : 60)

C. Amtsal Alquran; Aspek Kebahasaan dan Implikasi Hermeneutis14

Apabila kita mengkaji ayat-ayat amtsal (perumpamaan) dalam Alquran, secara aspek
kebahasaan, kita akan menemukan tiga pokok bahasan yang termasuk dalam kajian
ilmu bayan.15 Ketiga pokok bahasan tersebut yaitu, tasybih16, majaz17 dan kinayah18.

14
Hermeneutika adalah salah satu jenis filsafat yang mempelajari tentang interpretasi makna. Nama
hermeneutika diambil dari kata kerja dalam Bahasa Yunani hermeneuein yang berarti menafsirkan,
memberi pemahaman, atau menerjemahkan. Jika dirunut lebih lanjut, kata kerja tersebut diambil dari
Hermes, dewa pengetahuan dalam mitologi Yunani yang bertugas sebagai pemberi pemahaman kepada
manusia terkait pesan yang disampaikan oleh para dewa-dewa di Olimpus. Sebagai istilah ilmiah,
hermeneutika diperkenalkan pertama kali sejak munculnya buku dasar-dasar logika, Peri Hermeneias
karya Aristoteles. Sejak saat itu pula konsep logika dan penggunaan rasionalitas diperkenalkan sebagai
dasar tindakan hermeneutis. Dalam Tradisi Kristen, sejak abad 3 M, gereja yang kental dengan tradisi
paripatetik menggunakan konsep tawaran Arstoteles ini untuk menginpretasikan Al-Kitab. Sedangkan
dalam tradisi filsafat Islam, ulama kalam menggunakan istilah takwil sebagai ganti dari hermeneutika,
untuk menjelaskan ayat-ayat mutasabihat. (Wikipedia,2019)
15
Ilmu bayan adalah kajian ilmu gaya Bahasa Arab, merupakan salah satu cabang dari llmu balagah;
Ma’ani, Bayan dan Bade. Ilmu Bayan sendiri terbagi menjadi tiga pokok kajian; Tasybih, Majaz dan
Kinayah.
16
Tasbih adalah penyerupaan sesuatu dengan sesuatu yang lain karena ada titik persamaan. Unsur-
unsurnya mencakup throfain (musabah;yang diserupai, dan musabah bih;yang menyerupai), adat sibh,
dan wajh sibh. Contoh: ‫( أنت كاالسد في الشجاعة‬engkau bagaikan singa dalam keberanian). ‫ أنت‬adalah
musabah, diserupai dengan ‫ أسد‬yang menyerupai dalam hal ‫الشجاعة‬, keberanian. Sebagai wajh sibh.
Adat sibhnya huruf ‫ك‬
17
Majaz adalah pengungkapan seperti tasybih, akan tetapi salah satu dari thorofain-nya dihilangkan,
baik itu musabah atau musabah bihnya. Contoh: ‫( يخطب األسد على الممبر‬singa itu sedang berpidato diatas
mimbar). Musabahnya dihilangkan yaitu ‫( الرجل‬seseorang) yang diserupai dengan ‫( األسد‬singa).
18
Kinayah adalah model pengungkapan yang memiliki arti konotatif. Kinayah memiliki kesamaan
dengan majaz karena keduanya bermakna konotatif. Perbedaannya adalah kinayah bisa dipahami atau
mengandung makna denotative. Sedangkan pada majaz tidak diperbolehkan mengambil makna
denotatif.
10

Pada bahasan ini akan disuguhkan ayat-ayat amtsal Alquran yang mengandung ketiga
unsur ilmu bayan tersebut.

1. Ayat-ayat Tasybih

Dari ayat-ayat tersebut kita dapat memetakan unsur-unsur tasybih sebagai berikut:

a. Musabah (yang diserupai) adalah lafadz “hum” pada ayat 17 yang maksudnya
adalah orang-orang munafik.

b. Musyabah bih (yang menyerupai) terletak pada lafadz (orang-

orang yang menyalakan api ) pada ayat 17 dan pada lafadz

(orang-orang yang ditimpa hujan lebat dari langit disertai oleh

gelap gulita dan kilat) pada ayat 19

c. Adat Sybh (kata yang dipakai untuk menyatakan kesamaan) adalah kata-kata

dan huruf
11

d. Wajah syibh (keadaan, kondisi) adalah keadaan mereka yang sama-sama


mendapat cahaya namun cahaya itu hilang sehingga mereka terperangkap dalam
kegelapan dan diliputi kebingungan.

Dan perumpamaan (orang yang menyeru) orang-orang kafir adalah seperti


penggembala yang memanggil binatang yang tidak mendengar selain
panggilan dan seruan saja. Mereka tuli, bisu dan buta, maka (oleh sebab itu)
mereka tidak mengerti (QS. al-Baqarah:171).

a. Musabah-nya adalah orang-orang (yang menyeru) orang-orang kafir

b. Musabah bih-nya adalah (pengembala) yang beteriak memanggil hewan


gembalaannya.

c. Adat syibh-nya adalah kata dan huruf

d. Wajah Syibh-nya adalah keadaan mereka (orang-orang kafir) dan binatang


ternak keduanya mendengar suara panggilan dan teriakan tetapi tidak

memahami atau tidak dapat memanfaatkan suara panggilan itu.19

Ayat ini dapat juga berarti, orang-orang itu dalam ibadah dan doa mereka kepada
Tuhan-Tuhan mereka, seperti pengembala yang berteriak kepada binatangnya yang

19
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat, Lentera Hati 2005), cet.III, hal.386
12

tidak mendengar. Di sini orang-orang kafir itu diibaratkan dengan pengembala dan

tuhan-tuhan yang mereka sembah diibaratkan serupa dengan binatang-binatang.20

Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan


hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan
tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi
siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha
Mengetahui. (QS. 2:261)

a. Musabah-nya adalah orang-orang menafkahkan harta mereka dijalan Allah

b. Musabah bih-nya adalah (petani) yang menabur satu butir benih.

c. Adat syibh-nya adalah kata dan huruf

d. Wajah Syibh-nya adalah keadaan mereka (orang-orang yang menafkahkan harta


dijalan Allah) dan petani yang menanam benih keduanya sama mendapatkan
manfaat yang banyak yang berlipat ganda dari apa yang mereka berikan dan
tanam.
2. Ayat-ayat Majaz

Pada ayat , kata bukan arti yang sebenarnya

yaitu seluruh jari. Yang dimaksud dalam ayat ini hanya sebagian ujung jari. Maka
pada ayat ini menggunakan majaz, digunakan arti keseluruhan dalam pengertian

20
ibid
13

sebagian. Dan tidak mungkin memasukan jari keseluruhan ke dalam telinga. Majaz
yang terkandung dalam ayat ini dinamakan majaz mursal karena hubungan qorinah
(petunjuk) keduanya bukan perserupaan.

Digunakan lafadz (kegelapan) dan (cahaya) dalam arti bukan yang

sebenarnya (majazi). Makna yang sebenarnya (hakiki) adalah bermakna

(kesesatan) dan bermakna (petunjuk). Majaz yang terkandung

dalam ayat ini adalah majaz isti’arah karena hubungan qorinahnya adalah
perserupaan.

3. Ayat-ayat Kinayah

Banyak ragam pemahaman terhadap ayat-ayat kinayah dalam Alquran yang


dilakukan oleh para mufasir. Konsep kinayah yang mereka ajukan berbeda-beda
Antara satu dengan yang lain. Jumlahnya pun beragam. Menurut Wahbah Zuhaili
(1991:10) ayat kinayah dalam alquran berjumlah sebanyak 65 ayat. Ayat-ayat
tersebut tersebar pada 44 surat. Sedangkan as-Shobuny (1986:25) menyebutkan
terdapat sekitar 64 ayat kinayah di dalam al-Quran. Jumlah ayat kinayah menurut
al-Qurtubi sebanyak 999 ayat. Dan jumlah ayat kinayah menurut at-Tabary

sebanyak 899 ayat.21

Dalam kitab tafsirnya, al-Qurtubi menggunakan istilah kinayah untuk


mengungkapkan suatu kata atau frase yang berbentuk isim dhomir, irdaf, majaz

21
Yayan Nurbayan, Implikasi Hermeunetis dan Pedagogis Perbedaan Pemahaman Ayat-Ayat Kinayah
dalam al-Quran, Jurnal Lingua 2010, vol. 1, no. 1/80
14

(kata kiasan), badal (kata pengganti yang sebanding), kebalikannya dari ungkapan
shorih (jelas maknanya), dan bentuk kinayah seperti yang dipahami sekarang ini.
Contoh dari kesimpulan tersebut bisa kita perhatikan dalam penjelasan ini.

Menurtunya, lafadz pada lafadz merupakan kinayah (makna dhomir) dari dzat

yang ghaib. Kata pada surat al-Baqarah ayat 79 merupakan kinayah (makna

irdaf) dari kata . Kata pada surat at-Taubah ayat 34 merupakan

kinayah(makna majaz) dari kata . Kata dalam surat al-

Baqarah ayat 196 mrupakan kinayah (makna badal) dari kata .

Sesuai dengan ketentuannya, ayat-ayat kinayah bisa dipahami secara konotatif


maupun bisa juga secara denotative, maka implikasinya adalah perbedaan para
mufasir atau fuqoha dalam mengambil ketentuan hokum. Contoh pada surat al-
Maidah ayat 6:

...... ....

Pada ayat diatas terdapat ungkapan kinayah, yaitu pada . Jika kata

dimaknai secara denotatif, yaitu menyentuh (bersentuhan) sebenarnya laki-laki dan


perempuan, maka implikasi hermeunetikanya adalah seseorang yang telah
berwudhu menjadi batal wudhunya. Dan jika kata‫ ل َم ْست ُ ُم‬tersebut dimaknai konotatif,
yaitu berhubungan suami istri, maka tidaklah batal wudhu sesorang apabila hanya
bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan.

22
ibid
15

D. Faedah-Faedah Amtsal AlQur’an


Faedah-faedah amsal al qur’an diantaranya :
1. Menonjolkan sesuatu ma’qul yaitu Pengungkapan pengertian abstrak dengan
bentuk konkret yang dapat ditangkap inderaitu mendorong akal manusia dapat
mengerti ajaran-ajaran AlQur’an. Contohnya seperti dalam ayat 264 surah Al
Baqarah yang menggambarkan batalnya pahala sedekah yang diserupakan dengan
hilangnya debu di atas batu akibat disiram air hujan deras.

Artinya :
“Hai orang-orang beriman, janganlah kamu menghilangkan [pahala] sedekahmu
dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti [perasaan si penerima], seperti
orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia dan dia tidak
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti
batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu
menjadilah dia bersih [tidak bertanah]. Mereka tidak menguasai sesuatupun dari
apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-
orang yang kafir.” (264)

2. Matsalil Qur’an dapat mengungkapkan kenyataan dan bisa mengkonkretkan hal


yang abstrak. Contohnya seperti dalam ayat 275 surah Al-Baqarah yang
mengumpamakan orang-orang makan riba yang ditipu oleh hawa nafsunya, itu
diserupakan dengan orang yang sempoyongan karena kesurupan setan.
16

Artinya :
“Orang-orang yang makan [mengambil] riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran [tekanan] penyakit
gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata
[berpendapat], sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah
menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah
sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti [dari mengambil
riba], maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu [sebelum datang
larangan]; dan urusannya [terserah] kepada Allah. Orang yang mengulangi
[mengambil riba], maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka
kekal di dalamnya.” (275)

3. Matsalil Qur’an dapat mengumpulkan makna indah yang menarik dalam


ungkapanyang singkat padat. Contohnya seperti amsal kamimah dan amsal
mursalah

4. Mendorong orang giat beramal melakukan halhalyang dijadikan perumpamaan


yang menarik dalam AlQur’an. Contohnya seperti dalam ayat 261 surah Al-
Baqarah, yangbisa mendorong orang giat bersedekah atau memberi nafkah.
17

Artinya :
“Perumpamaan [nafkah yang dikeluarkan oleh] orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat
gandakan [ganjaran] bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
[karunia-Nya] lagi Maha Mengetahui.” (261)

5. Menghindarkan / menjauhkan (tanfir dari no 4) orang dari perbuatan tercela yang


dijadikan perumpamaan dalam AlQur’an,setelah dipahami kejelekan perbuatan
tersebut. Contohnya ayat 12 surah AlHujarat, yang bisa menghindarkan orang
dari menggunjing orang lain. “ Dan janganlah sebagian kalian menggunjing
sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kalian memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya.

6. Memberikan pujian kepada pelaku, seperti disebutkan dalam firman Allah pada
suratAlFath (48) ayat 29

Artinya :
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan
dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama
mereka, kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan
keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas
18

sujud, Demikianlah perumpamaan (masal) mereka dalam taurat dan


perumpamaan (masal) mereke dalam injil, yaitu seperti tanaman yang
mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu
menjadi besarlah ia dan tegak lurus di atas pokoknya. Tanaman itu
menyenangkan hati penanampenanamnya, karena Allah hendak
menjengkelkan hati orangorang kafir (dengan kekuatan orangorang
mukmin).” (QS AlFath: 29).

7. Amtsal lebih berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat,lebih
kuatdalam memberikan peringatan, dan lebih dapat memuaskan hati. Allah banyak
menyebut amtsal di dalam AlQur’an untuk peringatan dan pelajaran.:

ِ ‫اس فِى َه ٰـذَا ۡٱلقُ ۡر َء‬


)٢٧( َ‫ان ِمن ُك ِل َمث َ ٍ۬ل لَّ َعلَّ ُه ۡم َيتَذَ َّك ُرون‬ َ ‫َولَقَ ۡد‬
ِ َّ‫ض َر ۡبنَا ِللن‬
Artinya :
“Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Qur’an ini setiap
macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran.” (27)

)٤٣( َ‫اسۖ َو َما يَعۡ ِقلُ َها ٓ ِإ َّال ۡٱل َع ٰـ ِل ُمون‬ ۡ ‫َوتِ ۡل َك ۡٱأل َ ۡمث َ ٰـ ُل ن‬
ِ َّ‫َض ِربُ َها ِللن‬
Artinya :
“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan
tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (43)

Dari berbagai faedah ayat-ayat amtsal AlQur’an maka dapat dikatakan bahwa
tujuan dari amtsal adalah :
a. Agar manusia menjadikannya sebagai pelajaran dan bahan renungan dalam
arti contoh yang baik.
b. Untuk dijadikan sebagai teladan yang baik dan perumpamaan yang jelek
sedapat mungkin dihindari.
19

c. Agar manusia menjadikannya sebagai pelajaran dan bahan renungan


sehingga merekaterbimbing ke jalan yang benar demi meraih kebahagiaan
dunia dan akhirat.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Amtsalil Qur’an adalah menyerupakan sesuatu dengan apa yang terkandung
dalam perkataan itu.
Amtsalil Qur’an mempunyai beberapa unsur diantaranya yaitu: adanya
musyabbah, musyabbah bih, wajhul musyabbah, dan alat tasybih.
Sedangkan macam-macam amtsalil Qur’an yaitu: amtsal musarrahah, amtsal
kaminah, dan amtsal mursalah.
Serta kegunaan amtsalil Qur’an diantaranya yaitu: mengungkapkan sesuatu
yang abstrak dengan bentuk yang kongkrit yang dapt ditangkap dengan indera
manusia; mengungkapkan kenyataan; mengumpulkan makna yang indah, menarik,
singkat, dan padat; mendorong giat beramal; menghindarkan dari perbuatan yang
tercela.

B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami susun guna memenuhi tugas mata kuliah
Amtsalil Qur’an. Semoga dapat menambah pengetahuan tentangamtsalil
Qur’an. Kami minta maaf jika dalam penulisan makalah ini serta dalam
penyampaiannya masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Semoga makalah ini bermanfaat
bagi kami semua. Amin.

20
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Djalal, Ulumul Qur’an (Surabaya: Dunia Ilmu, 2012) hal 309.

Al-Qattan, Manna Khalil. Mabahis fi Ulum al-Quran (Kairo: Maktabah Wahbah)

Al-Suyuti, Jaladuddin. Al-Itqan fi Ulum al-Quran (Riyadh: Wizarah al-Syuun al-


Islamiyah wa al-Auqaf wa al-Dakwah wa al-Irsyad)

Al-Zarkasy, Muhammad bin Abdullah. Al-Burhan fi Ulum al-Quran (Kairo: Darut


Turots, 1984)

M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Ciputat, Lentera Hati 2005), cet.III,

Mudzakir As, Studi Ilmu-Ilmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Lentera AntarNusa)

Yayan Nurbayan, Implikasi Hermeunetis dan Pedagogis Perbedaan Pemahaman


Ayat-Ayat Kinayah dalam al-Quran, Jurnal Lingua 2010, vol. 1, no. 1/8

21

Anda mungkin juga menyukai