(keindahan-keindahan Makna)
A. Tauriyah
a) Tauriyah Mujarodah
Yaitu Tauriyah yang tidak dibarengi dengan sesuatu yang sesuai dengan
dua macam arti, seperti jawaban nabi Ibrahim as ketika ditanya oleh Tuhan
tentang istrinya. Ia mengatakan هذه أختىini saudariku (seagama). Nabi Ibrahim as
memaksudkan kata أختىadalah saudara seagama.
Dalam Al-Quran Allah Swt berfirman :
b) Tauriyah Murasyahah
Tauriyah Murasyahah merupakan suatu tauriyah yang setelah itu dibarengi
dengan ungkapan yang sesuai dengan makna yang dekat. Tauriyah ini dinamakan
murasyahah karena dengan menyertakan ungkapan yang sesuai dengan makna
dekat menjadi lebih kuat. Sebab makna yang dekat tidak dikehendaki, jadi seolah-
olah makna dekat itu menjadi lemah, apabila sesuatu yang sesuai dengannya
disebutkan maka maka ia menjadi lebih kuat. Contoh,
والسماء بنيناها بأيد
“Dan langit itu Kami bangun dengan tangan (kekuasaan) Kami.” (al-
Dzâriyat: 47)
Pada ayat di atas terdapat ungkapan tauriyah, yaitu pada kata بأيدkata tersebut
mengandung kemungkinan diartikan dengan tangan, yaitu diberi makna anggota
tubuh, dan itulah makna yang dekat. Sedangkan makna jauhnya adalah
kekuasaan. Dalam pada itu disebutkan juga ungkapan yang sesuai dengan makna
yang dekat itu dari segi untuk menguatkan, yaitu kata بنيناها. Namun demikian,
pada ayat di atas ungkapan tauriyah mengandung kemungkinan makna yang jauh
yang dikehendaki.
c) Tauriyah Mubayyanah
Tauriyah Mubayyanah adalah salah satu jenis tauriyah yang disebutkan
padanya ungkapan yang sesuai untuk makna yang jauh. Dinamakan Mubayyanah
karena ungkapan tersebut dimunculkan untuk menjelaskan makna yang
ditutupinya. Sebelum itu, makna yang disebukan masih samar, sehingga setelah
disebutkan kelaziman makna yang dikehendaki menjadi jelas.
Contoh:
ﻏﺼﻮﻥ فﻘﺪي مﻦ وﻇللﺖ # مﻄﻮﻗا بالهﻤﻮم رﺁنﻲ مﻦ يا
فﻲ ﺷﺠﻮﻥ
“Wahai Dzat yang senantiasa melihatku dalam kesusahan ku terbelenggu
Kepapaanku menaungi bak cabang pohon rindang menggelayut”
Makna qariib = مﻥartinya orang
Makna ba’iid = مﻥartinya Dzat
d. Tauriyah Muhayyaah
Tauriyah Muhayyaah ialah tauriyah yang tidak terwujud kecuali dengan
lafadz sebelum atau sesudahnya. Jadi muhayyaah terbagi menjadi dua bagian:
a) Sesuatu yang dipersiapkan dengan lafadz yang terletak sebelumnya. Contoh:
Syair Sirajuddin al-Warraq
لقاء الموت عندهم األديب# أصون أديم وجهي عن أناس
ولو وافي به لهم حبيب# ورب الشعر عندهم بغيض
“Aku memelihara kulit mukaku dari banyak orang bertemu, mati menurut
mereka adalah sesuatu yang beradab, pengarang menurut mereka adalah
orang yang dibenci meski yang datang kepada mereka itu adalah orang yang
dicintai.”
Kata “ ”حبيبpada syi’ir di atas memiliki dua makna: pertama, orang yang
dicintai (makna dekat) dan mudah dipahami oleh hati pendengar karena
sebelumnya ada kata “”بغيض, maknakedua adalah nama AbuTamam seorang
penyair yaitu Habib bin Aus (makna jauh). Dan makna ini yang dikehendaki
penyair.
b) Sesuatu yang dipersiapkan dengan lafadz yang sesuai sesudahnya.
Contoh:
أنه كان يحرك الشمال باليمين
“Sesungguhnya ia menggerakkan baju lapang yang menyelubungi seluruh
badan dengan tangan kanan.”
Kata الشمالpada contoh di atas memiliki dua makna, yaitu: pertama, tangan
kiri (makna dekat) kedua, baju longgar yang menyelubungi seluruh tubuh
(makna jauh) dan ini makna yang dikehendaki, akan tetapi makna ini tidak
kelihatan jelas karena tertutupi oleh kata sesudahnya yaitu اليمينyang berarti
tangan kanan.
B. Musyakalah
Keserupaan dari berbagai unsur kata dalam ilmu Balaghah menurut Syeikh
Abdurrahan al-Akhdhari ada 6 yaitu:
1. Al-‘Aks
Yaitu mendahulukan bagian didalam kalimat kemudian diakhirkan seperti contoh:
عادات السادات سادات العاداتyang berarti kebiasaan sadat/sadat kebiasaan.
2. Al-tashim
Yaitu menjadikan sesuatu di awal kalimat yang menunjukkan pengertian dari akhir
kalimat contoh:
ْ َوما كاﻥ هللا ِلي
َ ُظ ِل َمهم ولكﻥ كانوا أنف
سهم يظلموﻥ
“Dan Allah tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang
menganiaya diri mereka sendiri”
3. Al-Musyakalah
Yaitu menyebutkan sesuatu dengan lafadh lain karena letaknya sebagai
penyesuai dalam rangka penguatan lafadh sebelumnya contoh:
“ ”صبغةَ هللاyaitu masdar yang menguatkan pada lafadh sebelumnya yaitu “”أ َمنّا باهلل.
Karena iman adalah mensucikan hati.
4. Al-Muzawajah
Yaitu mengumpulkan antara 2 makna didalam syarat dan jawab contoh:
َ ِ ”إذا ما نهى الناهﻲ فلَ َّج بyang mana ada dua makna
“ أصاخت إلى الواﺷﻲ فل َّج بها الهجر# ﻲ الهوى
yang terkumpul dalam syarat dan jawab.
5. Al-Ruju’
Yaitu kembali kepada kalimat yang dahulu dengan membatalakan karena
kebalikannya contoh:
“ بلَى وﻏي ََّرها األروا ُح وال ِ ّديَ ُم# ”ﻗِف بالديار ا َّلتﻲ ل ْم يفعُها ال ِﻘ َد ُمyang mana bait yang awal
membatalkan bait yang ke dua.
6. Al-Muqabalah
Yaitu: mendatangkan 2 makna atau lebih yang saling sesuai, kemudian saling
berurutan. Seperti contoh:
ْ ”فليضحكوا ﻗليالantara kalimat pertama dan yang kedua maknanya sesuai
“وليَبكوا كثيرا
dan tertib/saling berurutan.
A. Pengertian Musyakalah
Musyakalah merupakan bentuk mashdar dari kata “”ﺷاكل. Secara leksikal kata
tersebut bermakna “saling membentuk”. Sedangkan kata “ ”المﺷاكلةsendiri secara
bahasa mempunyai arti “menyamai atau mengimbangi”.
Secara terminologis makna musyakalah yang dikemukakan oleh Ahmad Al-
Hasyimi dalam kitab Jawahirul Balaghoh adalah sebagai berikut:
المﺷاكلة هﻲ أﻥ يذكر الﺷﻲء بلفظ ﻏيره لوﻗوعه فﻲ صحبته
Artinya: “menuturkan suatu dengan menggunakan kata lain, yang mana
kedudukannya berfungsi sebagai pengimbang.”
B. Macam Musyakalah
Tertera dalam kitab Balaghoh ‘arobiyyah Musyakalah terbagi ke dalam dua
macam, yaitu:
1) Tahqiqoh
Yaitu Musyakalah yang Mushahibnya disebutkan secara lafadz. Contohnya
adalah sebagai berikut:
َّ ُّلى هللاِ ِإنَّهُ ََل ي ُِحب
َالظا ِل ِميْﻥ َ ع َ سيِّئَةُ مِثْلُ َها فَ َم ْﻥ
ْ َ عفَا َوأ
َ ُص َل َح فَاَج ُْره َ سيِّئ َ ٍة
َ َو َجزَ ا ُء
“dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa,” (QS. As-
Syura:40)
Pada hakikatnya balasan untuk tindakan kejahatan bukanlah dengan
menggunakan kejahatan serupa, akan tetapi dengan memberikan hukuman adil
yang sesuai dengan batas-batas yang telah ditentukan oleh Allah. Pemberian
hukuman tersebut dimaksudkan sebagai tindakan untuk mengambil hak
keadilan selaku sebgai orang yang disakiti. Maka tidaklah berdosa bagi seorang
yang mengambil hak nya, baik dengan mengambil sendiri ataupun melalui
pengadilan.
Pada ayat balasan pada suatu tindak kejahatan berupa hukuman yang
sesuai dengan kejahatan tersebut. Adapun didalam ayat ini “hukuman” yang
dinyatakan dengan menggunakan kata ( ( سيئةmerupakan bentuk ungkapan
Musyakalah, karena lafadz سيئةyang kedua berkedudukan sebagai pengimbang
dari lafadz سيئةyang pertama.
2) Taqdiriyyah