1
http://digilib.uinsby.ac.id/8523/4/bab%203.pdf
2
Hasan Muarif, Ambary, Suplemen Ensiklopedi Islam, PT. Ictiar Baru Van Hoeve, Jakarta,
2001, hal 111-112
B. Karya-karya M. Quraish Shihab
3
https://muiesmakalah.blogspot.com/2018/07/metode-dan-corak-tafsir-al-Misbah.html
C. Metode penulisan tafsir Al-Misbah
Dalam tafsir Al-Misbah ini, metode yang digunakan Quraish Shihab yaitu
menggunakan metode tahlili (analitik), yaitu metode yang menjelaskan kandungan ayat-
ayat al-Qur’an dari berbagai seginya, sesuai dengan pandangan, kecenderungan, dan
keinginan musafirnya yang dihidangkannya secara runtut sesuai dengan peruntutan
ayat-ayat dalam mushaf4
Pemilihan metode tahlili yang digunakan dalam tafsir al-Misbah ini didasarkan
pada kesadaran Quraish Shihab bahwa metode maudu'i yang sering digunakan pada
karyanya yang berjudul "Membumikan Al-Qur'an" dan "Wawasan Al-Qur'an", selain
mempunyai keunggulan dalam memperkenalkan konsep al-Qur'an tentang tema-tema
tertentu secara utuh, juga tidak luput dari kekurangan.
Menurut Quraish Shihab, al-Qur’an memuat tema yang tidak terbatas, bahwa al-
Qur'an itu bagaikan permata yang setiap sudutnya memantulkan cahaya. Jadi dengan
ditetapkannya judul pembahasan tersebut berarti yang akan dikaji hanya satu sudut dari
permasalahan. Dengan demikian kendala untuk memahami al-- Qur'an secara
komprehensip tetap masih ada.
Akan tetapi dalam tafsir al-Misbah ini M. Quraish Shihab juga menggunakan
metode Maudlu’i yakni,metode mengumpulkan ayat-ayat AlQur’an yang membahas
satu tema tersendiri, menafsirkannya secara global dengan kaidah-kaidah tertentu dan
menemukan rahasia yang tersembunyi dalam Al-Qur’an. Selanjutnya, dalam
menggunakan tafsir al-Maudhu’i memerlukan langkah-langkah yang pertama,
Mengumpulkan ayat-ayat yang membahas topik yang sama, kedua Mengkaji Asbab al-
Nuzul dan kosakata secara tuntas dan terperinci, ketiga mencari dalil-dalil pendukung
baik dari Al-Qur’an, hadis maupun ijtihad.5
4
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir,(Tanggerang: Lentera Hati, 2013), cet, II, hlm 378.
5
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal, 151
d. Penjelasan terhadap potongan ayat/ lafadz yang dianggap penting dan
substansial.
e. Penjelasan panjang lebar baik dengan pendapat sendiri maupun dengan
mengutip pendapat beberapa ulama lain.
f. Sesekali juga mengutip hadis Nabi yang dianggap sesui dengan pembahasan,
dengan penjelasan kwalitas hadis tersebut.
g. Terkadang sang penulis mengambil kesimpulan dari perbedaan pendapat
ulama yang ada, namun sering juga membeiarkan perbedaan pendapat
tersebut tanpa menyimpulkan atau memilih salah satunya.
D. Contoh penafsiran al-Misbah Commented [1]: Tidak berbahasa Arab, tidak diedit
dengan rapi
“Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukan-Nya ajal dan
ada lagi suatu ajal yang ditentukan di sisi-Nya, kemudian kamu masih terus-menerus
ragu-ragu.” (QS: Al-An’am {6}: 2).َ[20]
Dalam hal ini, pada arti “sesudah itu ditentukan-Nya ajal dan ada lagi suatu ajal
yang ditentukan di sisi-Nya”. Menurut Quraish Shihab, pendapat yang terkuat tentang
arti ajal adalah ajal kematian dan ajal kebangkitan karena biasanya Alquran
menggunakan kata ajal bagi manusia dalam arti kematian. Ajal yang pertama adalah
kematian, yang paling tidak dapat diketahui oleh orang lain yang masih hidup setelah
kematian seseorang. Sedangkan ajal yang kedua adalah ajal kebangkitan, yang tidak
diketahui kecuali oleh Allah SWT.
Hal ini yang dimaksud sementara ulam Ahlus Sunnah dinamai dengan qadha’ mallaq dan
qadha’ mubram. Ada ketetapan Allah yang bergantung dengan berbagai syarat yang bisa jadi
tidak terjadi karena factor, antara lain karena doa, dan ada juga ketetapan-Nya yang pasti dan
tidak dapat berubah sama sekali6
6
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan keserasian Al-Qur’an, ((Jakarta: Lentera Hati, 2005),
vol .4, hlm