Anda di halaman 1dari 5

A.

Biografi Muhammad Quraish Shihab


Muhammad Quraish Shihab lahir di Rappang, Sulawesi Selatan pada 16
Februari 1944. setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya di Ujung pandang,
dia melanjutkan pendidikan menengahnya di Malang, sambil”nyantri”di pondok
pesanteren Darul-Hadits al-Faqihiyyah.pada 1958, dia berangkat ke Kairo, Mesir,
dan diterima di kelas tsanawiyyah al-Azhar. pada 1967, dia meraih gelar LC (S-
1) pada Fakultas ushuluddin jurusan Tafsir dan Hadits Universitas al-Azhar.
kemudian dia melanjutkan pendidikannya di fakultas yang sama, dan pada 1969
meraih gelar MA untuk spesialisasi bidang Tafsir al-Qur’an dengan tesis berjudul
al-I’jaz al-Tasyri’iy li al-Qur’an al-Karim
Sekembalinya ke Ujung Padang, Quraish Shihab dipercayakan untuk
menjabat Wakil Rektor bidang akademis dan kemahasiswaan pada IAIN
Alauddin, Ujung Padang. selain koordintor Perguruan Tinggi Swasta (wilayah
VII Indonesia bagian timur), maupun di luar kampus seperti pembantu Pimpinan
Kepolisian Indonesia Timur dalam bidang pembinaan mental. selama di Ujung
Pandang ini, dia juga sempat melakukan berbagai penelitian; antara lain,
penelitian dengan tema “penerapan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia
Timur” (1975) dan “Masalah Wakaf Sulawesi Selatan”(1978). 1
Pada 1980, Quraish Shihab kembali ke Kairo dan melanjutkan
pendidikannya di almamaternya yang sama, Universitas Al-Azhar. Pada 1982,
dengan disertai berjudul Nazhm Al-Durar li Al-Biqa’iy, Tahqiq wa Dirasah, dia
berhasil meraih gelar doctor dalam ilmu-ilmu Al-Qur’an dengan yudisium
Summa Cum Laude disertai penghargaaan tinggi (mumtaz ma’a martabat alsyaraf al-‘ula).2

Sekembalinya ke Indonesia, sejak 1984, Quraish Shihab ditugaskan di


Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Pasca- Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah,
Jakarta. Selain itu, di luar kampus, dia juga dipercayakan untuk menduduki
berbagai Jabatan. Antara lain: ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat (sejak
1984); Anggota Lajnah Pentashih Al- Qur’an Departemen Agama (sejak 1989);
Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (sejak 1989), dan Ketua
Lembaga Pengembangan. Dia juga banyak terlibat dalam beberapa organisasi
prefesional; antara lain: Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu Syari’ah; Pengurus
Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; dan
Asisten Ketua Umum Ikatan Cendikiwan Muslim Indonesia (ICMI).

1
http://digilib.uinsby.ac.id/8523/4/bab%203.pdf
2
Hasan Muarif, Ambary, Suplemen Ensiklopedi Islam, PT. Ictiar Baru Van Hoeve, Jakarta,
2001, hal 111-112
B. Karya-karya M. Quraish Shihab

Karya-karya tulis ilmiah M. Quraish Shihab sangat banyak. Pemikiran dan


penafsirannya mewarnai tulisan dan buku yang diterbitkan. Mufassir yang diangkat
menjadi Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini juga aktif dalam berbagai forum
keilmuan Islam. Beliau mengisi berbagai forum keislaman terutama dalam Tafsir dan
bidang literatur pemikiran Islam. Karya-karyanya tersebar, tidak hanya di Indonesia
tetapi juga di negeri tetangga, seperti Malaysia dan Brunai Darussalam. Diantara karya-
karya Quraish Shihab yang telah dipublikasikan adalah sebagai berikut :

a. Tafsir al-Manar, Keistimewaan dan Kelemahannya (Ujung pandang, IAIN


Alauddin, 1984)
b. Membumikan al-Qur'an; Fungsi dan Kedudukan Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat (Bandung: Mizan, 1994);
c. Membumikan al-Qur'ân Jilid 2; Memfungsikan Wahyu dalam Kehidupan (Jakarta:
Lentera Hati, Februari 2011);
d. Studi Kritis Tafsir al-Manar (Bandung: Pustaka Hidayah, 1996);
e. Wawasan al-Qur'an; Tafsir Maudhu'i atas Pelbagai Persoalan Umat (Bandung:
Mizan, 1996);
f. Tafsir al-Qur'an (Bandung: Pustaka Hidayah, 1997);
g. Hidangan Ilahi, Tafsir Ayat-ayat Tahlili (Jakarta: Lentara Hati, 1999);
h. Tafsir Al-Mishbah; Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur'an (15 Volume, Jakarta:
Lentera Hati, 2003);
i. Al Lubab; Tafîr Al-Lubâb; Makna, Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-Surah Al-
Qur'ân (Boxset terdiri dari 4 buku) (Jakarta: Lentera Hati, Juli 2012)
j. Al-Lubâb; Makna, Tujuan dan Pelajaran dari al-Fâtihah dan Juz 'Amma (Jakarta:
Lentera Hati, Agustus 2008);
k. Al-Qur'ân dan Maknanya; Terjemahan Makna disusun oleh M. Quraish Shihab
(Jakarta: Lentera Hati, Agustus 2010);3

3
https://muiesmakalah.blogspot.com/2018/07/metode-dan-corak-tafsir-al-Misbah.html
C. Metode penulisan tafsir Al-Misbah

Dalam tafsir Al-Misbah ini, metode yang digunakan Quraish Shihab yaitu
menggunakan metode tahlili (analitik), yaitu metode yang menjelaskan kandungan ayat-
ayat al-Qur’an dari berbagai seginya, sesuai dengan pandangan, kecenderungan, dan
keinginan musafirnya yang dihidangkannya secara runtut sesuai dengan peruntutan
ayat-ayat dalam mushaf4

Pemilihan metode tahlili yang digunakan dalam tafsir al-Misbah ini didasarkan
pada kesadaran Quraish Shihab bahwa metode maudu'i yang sering digunakan pada
karyanya yang berjudul "Membumikan Al-Qur'an" dan "Wawasan Al-Qur'an", selain
mempunyai keunggulan dalam memperkenalkan konsep al-Qur'an tentang tema-tema
tertentu secara utuh, juga tidak luput dari kekurangan.

Menurut Quraish Shihab, al-Qur’an memuat tema yang tidak terbatas, bahwa al-
Qur'an itu bagaikan permata yang setiap sudutnya memantulkan cahaya. Jadi dengan
ditetapkannya judul pembahasan tersebut berarti yang akan dikaji hanya satu sudut dari
permasalahan. Dengan demikian kendala untuk memahami al-- Qur'an secara
komprehensip tetap masih ada.

Akan tetapi dalam tafsir al-Misbah ini M. Quraish Shihab juga menggunakan
metode Maudlu’i yakni,metode mengumpulkan ayat-ayat AlQur’an yang membahas
satu tema tersendiri, menafsirkannya secara global dengan kaidah-kaidah tertentu dan
menemukan rahasia yang tersembunyi dalam Al-Qur’an. Selanjutnya, dalam
menggunakan tafsir al-Maudhu’i memerlukan langkah-langkah yang pertama,
Mengumpulkan ayat-ayat yang membahas topik yang sama, kedua Mengkaji Asbab al-
Nuzul dan kosakata secara tuntas dan terperinci, ketiga mencari dalil-dalil pendukung
baik dari Al-Qur’an, hadis maupun ijtihad.5

Dalam penafsirannya, M. Quraish Shihab mengambil beberapa langkah serta


mengedepankan aspek-aspek tertentu yang dipandang urgen. Adapun langkah-
langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Dimulai dengan penjelasan singkat tentang nama surat, urutan turunnya
surat, serta tujuan utama surat tersebut.
b. Mencari munasabah (korelasi) dengan ayat sebelumnya .
c. Terkadang diikuti penjelasan mengenai sebab-sebab turunnya ayat atau
Asbab al-Nuzul bagi ayat-ayat yang memilikinya.

4
M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir,(Tanggerang: Lentera Hati, 2013), cet, II, hlm 378.
5
Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran Al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hal, 151
d. Penjelasan terhadap potongan ayat/ lafadz yang dianggap penting dan
substansial.
e. Penjelasan panjang lebar baik dengan pendapat sendiri maupun dengan
mengutip pendapat beberapa ulama lain.
f. Sesekali juga mengutip hadis Nabi yang dianggap sesui dengan pembahasan,
dengan penjelasan kwalitas hadis tersebut.
g. Terkadang sang penulis mengambil kesimpulan dari perbedaan pendapat
ulama yang ada, namun sering juga membeiarkan perbedaan pendapat
tersebut tanpa menyimpulkan atau memilih salah satunya.

D. Contoh penafsiran al-Misbah Commented [1]: Tidak berbahasa Arab, tidak diedit
dengan rapi

Contoh tafsir al-Misbah surat al-An’am ayat 2:

ََ‫ََوأَ َجلََ ُّمس ًّمىَعِندَهََُثُمََأَنت ُ ْمََت َْمت َُرون‬


َ ‫ضىَأَ َجلا‬
َ َ‫مَمنَطِ ينََثُمََق‬
ِ ‫ه َُوََالذِيَ َخلَقَ ُك‬

“Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukan-Nya ajal dan
ada lagi suatu ajal yang ditentukan di sisi-Nya, kemudian kamu masih terus-menerus
ragu-ragu.” (QS: Al-An’am {6}: 2).َ[20]

Dalam hal ini, pada arti “sesudah itu ditentukan-Nya ajal dan ada lagi suatu ajal
yang ditentukan di sisi-Nya”. Menurut Quraish Shihab, pendapat yang terkuat tentang
arti ajal adalah ajal kematian dan ajal kebangkitan karena biasanya Alquran
menggunakan kata ajal bagi manusia dalam arti kematian. Ajal yang pertama adalah
kematian, yang paling tidak dapat diketahui oleh orang lain yang masih hidup setelah
kematian seseorang. Sedangkan ajal yang kedua adalah ajal kebangkitan, yang tidak
diketahui kecuali oleh Allah SWT.

Untuk memperkuat ini, kembali ditegaskan oleh Quraish Shihab bahwa


pembentukan diri manusia, dengan segala potensi yang dianugrahkan Allah, menjadikan
dia dapat hidup dengan normal, bias jadi sampai seratus atau seratus dua puluh tahun,
inilah yang tertulis di lauh al-mahwu wa al-itsbat. Tetapi semua bagian dari alam raya
memiliki hubungan dan pengaruh dalam wujud atau kelangsungan hidup makhluk. Bias
jadi factor-faktor dan penghalang yang tidak diketahui jumlahnya itu saling
mempengaruhi dalam bentuk yang tidak kita ketahui senhingga tiba ajal sebelum
berakhir waktu kehdupan normal yang mungkin bias sampai pada batas seratus atau
seratus duapuluh tahun itu.

Hal ini yang dimaksud sementara ulam Ahlus Sunnah dinamai dengan qadha’ mallaq dan
qadha’ mubram. Ada ketetapan Allah yang bergantung dengan berbagai syarat yang bisa jadi
tidak terjadi karena factor, antara lain karena doa, dan ada juga ketetapan-Nya yang pasti dan
tidak dapat berubah sama sekali6

6
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan keserasian Al-Qur’an, ((Jakarta: Lentera Hati, 2005),
vol .4, hlm

Anda mungkin juga menyukai