Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
A.Latar Belakang

Bahasa adalah sesuatu yang tidak tepisahkan dari manusia. Ia

mengikuti setiap pekerjaannya, mulai dari bangun, beraktivitas, sampai pada

waktu beristirahat. Bahkan di saat tidur pun terkadang seseorang

menggunakan bahasanya.1

Setiap suku atau bangsa yang ada di alam ini, mempunyai bahasa

tersendiri, dan bahasa itulah yang dipakai mereka berkomunikasi. Karenanya,

secara internasional, ditemukanlah beberapa macam bahasa, seperti bahasa

Inggris, Francis, Jerman, Arab, Indonesia, Melayu, Urdu, dan sebagainya.

Bahasa Arab sebagai salah satu bahasa yang diakui secara

internasional, mempunyai keunikan tersendiri, sebab ia menjadi bahasa

Alquran;2 sebuah kitab suci yang menjadi pedoman semua umat Islam

sedunia. Dengan demikian, bahasa Arab tidak hanya dipakai oleh bangsa Arab

sendiri, tetapi dipergunakan juga oleh bangsa-bangsa lain yang memeluk

agama Islam. Bahkan, non-Islam pun (Islamolog) banyak yang mempelajari

bahasa Arab sebagai alat bantu untuk mengkaji bidang studi ke-Islaman.

1
Lebih lanjut Samsuri mengatakan bahwa bahasa adalah tanda yang
jelas dari kepribadian seseorang. Dari bahasa seseorang dapat ditangkap motif
keinginannya, pergaulannya, latar belakang pendidikannya, dan sebagainya.
Baca bukunya, Analisis Bahasa, (cet.VIII; Jakarta : Erlangga, 1991), h. 4-5.
2
Bahasa Arab adalah bahasa Alquran dan Hadis, di mana keduanya
adalah sumber primer (pokok) ajaran Islam dan kandungan kedua sumber ajaran
Islam itu harus diamalakan. Untuk bisa mengamalkan kandungan keduanya,
bahasa Arab harus dipelajari dengan baik. Lihat A.H.Akrom Fahmi, Ilmu Nahwu
dan Sharaf (Tata Bahasa Arab) Praktis dan Aplikatif, (cet.I; Jakarta : PT.Raja
Grafindo Persada, 1995), h. ix-x.

1
2

Namun demikian, harus diakui bahwa bangsa non-Arab tidak mudah

mempelajari bahasa Arab dengan baik, sebab bukan bahasanya sendiri.

Karenanya, terdapatlah kesalahan-kesalahan dalam membaca dan

mengucapkannya. Dengan kesalahan-kesalahan itulah menyebabkan para

pemimpin, ulama dan kaum muslimin menetapkan kaidah-kaidah bahasa Arab

dalam suatu ilmu, yang dalam perkembangan selanjutnya dikenal dengan ilmu

Nahwu.

Penguasaan bahasa Arab beserta dengan kaidah-kaidah yang berkaitan

dengannya, sangat dituntut dan mutlak diperlukan, karena sangat dibutuhkan

untuk mengkaji, mendalami dan mengeluarkan hukum-hukum yang

bersumber dari kedua ajaran Islam, yaitu Alquran dan Hadis. Karena kedua

sumber pokok ini ditulis dalam bahasa Arab, yang sudah menjadi takdirnya,

kata Muhammad ¢ūfiy, maka penguasaan bahasa Arab sangat dituntut.

Bagaimana mungkin dapat memahami, mendalami, dan mengkaji isi

kedua sumber itu, kalau mereka tidak menguasai bahasa Arab, baik

penguasaan itu harus dilakukan secara baik dan komprehensif, sehingga

pemahaman terhadap maksud dan pesan yang terdapat dalam sumber itu dapat

dipahami dengan baik dan komprehensif pula.

Salah satu persoalan yang sering dihadapi khususnya penggunaan

‫كان وأخواتها‬. Oleh karena itu, penulis akan mengkaji lebih lanjut dalam
pandangan kaidah bahasa Arab, yang diharapkan dapat menjembatani
3

kemudahan dalam memahami kandungan Alquran dan Hadis, yaitu ‫كان‬

‫ وأخواتها‬.

Kaitannya dengan hal tersebut di atas, maka penulis akan menitik

beratkan fokus pembahasan

1. Bagaimana fungsi kāna dan saudara-saudaranya, serta beberapa

permasalahan yang terkait dalam penggunaannya dalam kaidah Bahasa

Arab.

2. Bagaimana Fungsi kāna dan saudara-saudaranya


4

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nāsikh dan Macam-Macamnya


Nāsikh dalam kaidah Bahasa Arab diartikan perubah atau yang
merubah, dan nāwāsikh al-ibtida‘ artinya berbagai perubah yang
mempengaruhi keadaan dan kedudukan kalimat yang berada di awal jumlah. 3
Nāsikh terdiri dari dua macam:
1. Kāna dan Saudara-Saudaranya yang sering juga diistilahkan sebagai
fi’il nāqis.
Kāna memiliki tiga belas saudara yaitu: ,‫أصبح‬
,‫ صار‬,‫كان‬
‫ ما‬,‫ ما أنفك‬,‫ ما فتي‬,‫ ما برح‬,‫ ما زال‬,‫ بات‬,‫ أمسى‬,‫ ظل‬,‫̄أضحى‬
‫ ليس‬,‫دام‬
2. Kāda dan Saudara-Saudaranya yang sering disebut sebagai fi’il
muqārabah.
Kāda memiliki 3 macam jenis, yaitu muqarabah, ar-raja’, dan as-
syuru’, adapun diantaranya yaitu: ,‫ عسي‬,‫ كرب‬,‫ أوشاك‬,‫كاد‬
‫ بدأ‬,‫ أخلولق‬,‫حرى‬, dan masih banyak lagi.
Mahfudh Ichsan al-Winai mengemukakan bahwa yang
dinamakan dengan nawa>sikh ialah suatu a>mil yang
melakukan perubahan terhadap struktur kalimat. berubahnya
harakat di akhir kalimat, sebab berbedanya amil yang masuk
pada kalimat itu. Ada yang dalam lafalnya dan ada dalam apa
yang diperkirakan.4

3
Mustafa al-Gulayayni, Jami‘ al-durus al-arabiyyah. Juz.I (Cet. XII; Beirut:
syarif al-inshary, 1983), h.285.

3
5

Kedua macam nāsikh memiliki fungsi yang sama dalam suatu jumlah,
yaitu merafa’ isim dan menasab khabar.5 Namun Penulis dalam Makalah ini
hanya akan fokus membahas persoalan kana dan saudara-saudaranya.

B. Pengertian Ka>na dan Saudara-Saudaranya


Kāna dan saudara-saudaranya merupakan salah satu bentuk fi’il dari
berbagai macam fi’il6, sering dinamakan sebagai al-af’āl al-nawāsikh karena
mengubah mubtada’ dan khabar, juga diistilahkan nāqisah karena tidak
sempurna hanya dengan isim yang di-rafa’-kan, melainkan juga dengan
menyebutkan isim yang di-nasab-kan.7 Mubtada’ yang di-rafa’-kannya disebut
isim-nya, dan khabar mubtada’ yang di-nasab-kannya disebut khabar-nya.8
Contoh:
‫كانت المسلمة حاضرة‬ ‫كان المسلم حاضرا‬
‫كانت المسلمتان حاضرتين‬ ‫كان المسلمين حاضرين‬
‫كانت المسلمات حاضرات‬ ‫كان المسلمون حاضرين‬
Isim-isim yang tersebut di atas, yaitu al-muslimu, al-muslimāni, al-
muslimūna dan al-muslimatu, al-muslimatāni, al-muslimātu, kesemuanya di-
rafa’-kan disebut isim kāna. Sedangkan hādirān, hādiraini, hādir³na, dan

4
M.Mahfudh Ichsan al-Winai, Konsep Kitab Kuning (Cet.I; Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada, 1995), h. 91.
5
Ibid., h. 289-290
6
Mustafah Moh. Nuri dan Hafsah Intan, al-‘Arabiyyah al-Muyassarah,
(Cet. I; Jakarta: Pustaka Arif, 2008), h. 131.
7
Ahmad al-Hāsyimiy, al-Qawā’id al-Asāsiyyah li al-Lugah al-‘Arabiyyah
(Bairūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th.), h. 143.
8
Abu Bakar Muhammad, Tata Bahasa, Bahasa Arab (Surabaya: al-Ikhlas,
1982), h. 201-202.
6

hādiratan, hādirataini, hādirātin, kesemuanya di-nasab-kan disebut khabar


9
kāna.

C. Kāna wa Akhawātuhā
Kāna dan saudara-saudaranya,10 ada tiga belas fi’il, ketiga belas
tersebut, ada yang memiliki bentuk madi, mudari‘, dan amer, ada juga yang
memiliki bentuk madi dan mudari’ saja, serta ada juga yang hanya memiliki
bentuk madi saja11, adapun penjabarannya sebagai berikut:

‫الفعل المر‬ ‫الفعل المضارع‬ ‫الفعل الماضي‬ ‫القسم‬


‫كن‬ ‫يكون‬ ‫كان‬ 1
‫صر‬ ‫يصير‬ ‫صار‬ 2
‫أصبح‬ ‫يصبح‬ ‫أصبح‬ 3
‫أضحي‬ ‫يضحى‬ ‫أضحى‬ 4
‫ظل‬ ‫يظل‬ ‫ظل‬ 5
‫أمس‬ ‫يمسي‬ ‫أمسى‬ 6
‫بت‬ ‫يبيت‬ ‫بات‬ 7

‫ما يزال‬ ‫ما زال‬ 1


‫ما يبرح‬ ‫ما برح‬ 2
‫ما يفتاء‬ ‫ما فتي‬ 3

9
Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, Matan al-Jurumiyyah: Mukhtasha Jiddan,
diterjemahkan oleh Chatibul Umam dkk., dengan judul “Pedoman Dasar Ilmu
Nahwu” (Cet.VI; Jakarta: Darul Ulum Press, 1990), h. 22.
10
Mustafa Muh. Nuri, al-‘Arabiyyah al-Muyassarah, Jilid I (Ujungpandang:
Berkah Utami, 1999), h. 181.
11
Mustafa al-Gulayayni, op.cit., h. 278.
‫‪7‬‬

‫ما ينفك‬ ‫ما أنفك‬ ‫‪4‬‬

‫ما دام‬ ‫‪1‬‬


‫‪12‬‬
‫ليس‬ ‫‪2‬‬
‫‪Kāna dan saudara-saudaranya penulis memberikan contoh:‬‬
‫كانت البنت مجتهدة‬ ‫‪ -1‬كان الولد مجتهدا‬
‫كانت البنتان مجتهدتين‬ ‫كان الولدان مجتهدين‬
‫‪13‬‬
‫كانت البنات مجتهدات‬ ‫كان الولد مجتهدين‬

‫أصبحت الطالبة ذكية‬ ‫‪ -2‬أصبح الطالب ذكيا‬


‫أصبحت الطالبتان ذكيتين‬ ‫أصبح الطالبان ذكيين‬
‫أصبحت الطالبات ذكيات‬ ‫أصبح الطلب ذكيين‬

‫‪ -3‬صار ‪ /‬يصير الماء ثلجا‬


‫‪ -4‬أضحى ‪ /‬يضحى الطالب طبيبا‬
‫‪ -5‬ظل ‪ /‬يظل الطالب مدرسا‬
‫‪ -6‬أمسى ‪ /‬يمسي المصلى خاشعا‬
‫‪ -7‬بات ‪ /‬يبيت التلميذ مريضا‬
‫‪ -8‬ما زال ‪ /‬ما يزال الستاذ مجتهدا‬
‫‪ -9‬ل يبرح التلميذان مجتهدين‬
‫‪ -10‬ل ينفك المدرسون مشغولين‬
‫‪ -11‬ل يفتاء صابرا‬
‫‪ -12‬ما دام أبي حيا‬
‫‪ -13‬ليست أمي معلمة‬

‫‪12‬‬
‫‪Mustafa Muh. Nuri.,op.cit, h. 182.‬‬
‫‪13‬‬
‫‪Ibid., h. 185.‬‬
8

Isim-isim yang marfū’ sesudah fi’il-fi’il nāqis tersebut disebut isim-


nya kalau didahului oleh kāna, maka disebut isim kāna. Kalau didahului oleh
sāra disebut isim sāra dan seterusnya.14 Sedangkan yang mansūb sesudahnya
menjadi khabar-nya.
Untuk mempermudah pemahaman kita pada contoh tersebut di atas,
perhatikan tabel berikut ini:
‫محل العراب‬ ‫الكلمة‬ ‫الجملة‬
‫إسم كان‬ ‫الولد‬ ‫كان الولد مجتهدا‬
‫خبر كان‬ ‫مجتهدا‬
‫إسم كان‬ ‫الولدان‬ ‫كان الولدان مجتهدين‬
‫خبر كان‬ ‫مجتهدين‬
‫إسم كان‬ ‫الولد‬ ‫كان الولد مجتهدين‬
‫خبر كان‬ ‫مجتهدين‬
‫إسم أصبحت‬ ‫الطالبة‬ ‫أصبحت الطالبة ذكية‬
‫خبر أصبحت‬ ‫ذكية‬
‫إسم أصبحت‬ ‫أصبحت الطالبتان ذكيتين الطالبتان‬
‫خبر أصبحت‬ ‫ذكيتين‬
‫إسم أصبحت‬ ‫أصبحت الطالبات ذكيات الطالبات‬
‫خبر أصبحت‬ ‫ذكيات‬
D. Macam-macam Isim Kāna dan Saudara-saudaranya
Ada tiga macam isim kāna, yaitu
1. Isim sharih, contoh:
‫كانت الممرضة صابرة‬ ‫كان الممرض صابرا‬
‫يصبح المدرسان ماهرين‬ ‫صار الجو صافيا‬

14
H.Salimuddin A.Rahman, MA, Tata Bahasa Arab untuk Mempelajari Al-
Qur’an (Cet.II; Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1999), h. 26.
‫‪9‬‬

‫ل يزال المجتهدون ممدوحين‬ ‫ليس رجل أخاك‬


‫‪2.‬‬ ‫‪Isim damir, contoh:‬‬

‫أنت‪ :‬كنت مدرسا هو‪ :‬كان مدرسا‬ ‫أنا‪ :‬أكون مدرسا‬


‫أنتن ‪ :‬كن مدرسا‬

‫هما‪ :‬كانا مدرسين‬ ‫أنتما‪ :‬كنتما مدرسين‬ ‫نحن‪ :‬نكون مدرسين‬


‫أنتما‪ :‬كونا مدرسين‬

‫هم‪ :‬كانوا مدرسين‬ ‫أنتم‪ :‬كنتم مدرسين‬ ‫نحن‪ :‬نكون مدرسين‬


‫أنتم‪ :‬كونوا مدرسين‬

‫أنت‪ :‬كنت مدرسة هي‪ :‬كانت مدرسة‬ ‫أنا‪ :‬أكون مدرسة‬


‫أنت‪ :‬كوني مدرسة‬

‫هما‪ :‬كانتا مدرستين‬ ‫أنتما‪ :‬كنتما مدرستين‬ ‫نحن‪ :‬نكون مدرستين‬


‫أنتما‪ :‬كونا مدرستين‬

‫هن‪ :‬كن مدرسات‬ ‫أنتن مدرسات‬ ‫نحن نكون مدرسين‬


‫‪15‬‬
‫أنتن‪ :‬كن مدرسات‪.‬‬
‫‪3.‬‬ ‫‪Isim Masdar Muawwal, contoh:‬‬
‫وما كان قولهم إل أن قالوا‬
‫ليس البر أن تولوا وجوهكم‬
‫قالوا ‪Pada contoh nomor 1‬‬‫‪ disebut masdar muawwal menjadi‬أن‬
‫‪ menjadi khabar kāna muqaddam.‬قولهم ‪isim kāna muakhkhar, dan kata‬‬

‫‪15‬‬
‫‪Lihat ibid., h. 197.‬‬
10

Pada contoh nomor 2 ‫تولوا‬ ‫أن‬ disebut masdar muawwal menjadi


isim kāna muakhkhar, dan kata ‫ البر‬menjadi khabar muqaddam.

E. Macam-macam Khabar Kāna dan Saudara-saudaranya


1. Khabar mufrad, yaitu khabar yang bukan jumlah dan bukan syibh al-
jumlah walaupun terdiri atas mu£annā dan jama’. Contoh:
‫كان المعلم جالسا‬ ‫أصبح الرجل طبيبا‬
‫كان المعلمان جالسين‬ ‫أصبح الرجلن طبيبين‬
‫كان المعلمون جالسون‬ ‫أصبح الرجال أطباء‬
2. Khabar jumlah terdiri atas jumlah fi’liyah, contoh:
‫ تجلس‬/‫كانت المعلمة جلست‬ ‫ يجلس‬/‫كان المعلم جلس‬
‫ تجلسان‬/‫كانت المعلمتان جلستا‬ ‫ يجلسان‬/‫كان المعلمان جالسا‬
‫ يجلسن‬/‫كانت المعلمات جلسن‬ ‫ يجلسون‬/‫كان المعلمون جلسوا‬
3. Khabar syibh al-jumlah, yaitu terdiri atas jār wa majrūr dan §arf,16
contoh:
‫ليست الكراست في الدرج‬
‫ما فتئت اليكر في البيت‬
‫كانت الكتاب فوق المكتب‬
‫ليست أمامهم‬
Jār wa majrūr pada contoh nomor 1 dan 2, menjadi khabar dan §arf.
Pada contoh 3 dan 4 menjadi khabar-nya.

F. Mendahulukan Khabar Kāna dan Saudara-saudaranya dari Isimnya.17

16
Lihat Abu Bakar Muhammad, op. cit., h. 210.
17
Lihat Mustafa Muh. Nuri, op. cit., h. 184.
‫‪11‬‬

‫‪Pada dasarnya, isim-nya didahulukan dari khabar-nya, tetapi sering‬‬


‫‪juga khabar-nya didahulukan dari isim-nya, sebagaimana contoh di atas.‬‬
‫‪Selanjutnya, penulis akan memberikan contoh sebagai berikut:‬‬

‫محل العراب‬ ‫الكلمة‬ ‫المثلة‬


‫خبر مقدم كان‬ ‫عند المدير‬ ‫كان عند المدير مجلت‬
‫إسم كان مؤخر‬ ‫المجلت‬
‫خبر مقدم أصبح‬ ‫الموظفين‬ ‫أصبح للموظفين سيارة‬
‫إسم أصبح مؤخر‬ ‫سيارة‬
‫خبر مقدم مازال‬ ‫في المكتبة‬ ‫ما زالت المكتبة كتب‬
‫إسم مازال مؤخر‬ ‫كتب‬
‫خبر مقدم صار‬ ‫حول المدينة‬ ‫صننننار حننننول المدينننننة‬
‫إسم صار مؤخر‬ ‫شوارع‬ ‫شوارع‬
‫خبر مقدم ظل‬ ‫أمام الكلية‬
‫إسم ظل مؤخر‬ ‫الموظفون‬ ‫ظننننننل أمننننننام الكليننننننة‬
‫خبر مقدم ليس‬ ‫فوق السيارة‬ ‫الموظفون‬
‫إسم ليس مؤخر‬ ‫مجلتان‬
‫ليس فوق السيارة مجلتان‬
‫عند ‪ dan §arf seperti‬للموظفين ‪ ,‬في المكتبة ‪Jār majrūr seperti‬‬
‫‪ menjadi khabar‬المدير ‪ ,‬حول المدينة ‪ ,‬أمام الكلية ‪ ,‬فوق سيارة‬
‫‪muqaddam dari fi’il nāqis yang mendahuluinya.‬‬

‫‪G. Kāna dan Saudara-saudaranya Kembali Tām‬‬


12

Kāna dan saudara-saudaranya dapat menjadi tām, yaitu hanya


menghendaki fā’il saja kecuali tiga fi’il yang tetap menjadi nāqis selamanya,
yaitu ‫مافتي‬ , ‫مازال‬ dan ‫ ليس‬.
Kāna dan saudara-saudaranya itu menjadi tām adalah sebagai berikut:
1. Kāna berarti ( ‫ ) حصل‬mendapat / berhasil dan kadang berarti
menjadi, contoh: ‫فنظرة‬ ‫و إن كان ذو عشرة‬ (jika mendapat kesulitan hidup,
maka tunggulah sampai lapang).
2. Bila ‫ صار‬berarti berpindah, contoh: ‫إليك‬ ‫صار المر‬ (persoalan itu
pindah kepada engkau).
3. Bila ‫ أصبح‬berarti masuk waktu subuh, contoh: ‫صلي الصبح قبل‬
‫تصبح‬ (salat subuhlah engkau sewaktu subuh).
4. Bila ‫ أضحي‬berarti masuk waktu duhā, contoh: ‫أضحى‬ ‫صليت حين‬
(saya salat duhā di waktu duhā).
5. Bila ‫ ظل‬berarti tetap dan lama terus menerus, contoh: ‫لن تتقدم إذا‬
‫( يظل الحرب‬kita tidak akan maju bila peperangan tetap ada).
6. Bila ‫ أمسى‬berarti masuk waktu sore, contoh: ‫سبحان ال حين تمسون‬
(maha suci Allah sewaktu kamu masuk waktu sore).
7. Bila ‫ بات‬berarti menginap / bermalam, contoh: ‫كان على بات في‬
‫بيتي‬ (Ali pernah menginap di rumahku).
8. Bila ‫ أنفك‬berarti terlepas / terpisah, contoh: ‫هذ المر أنفك عن‬
‫المسئلة‬ (perkara itu terlepas dari masalah itu).
9. Bila ‫ برح‬berarti hilang/pergi memisahkan diri, contoh: ‫عني‬ ‫هو يبرح‬
(dia menghilang diri dari saya).
10. Bila ‫ دام‬berarti tinggal (sisa) terus menerus, contoh: ‫نحن مشغولون‬
‫دامت الحيات‬ (kita sibuk semasih hidup).18

18
Lihat Abu Bakar Muhammad, op. cit., h. 212.
13

G. Keistimewaan-keistimewaan Kāna
Keistimewaan kāna di antara saudara-saudaranya dalam hal sebagai
berikut:
1. Menjadi zāidah saja (tidak berfungsi) bila terletak di antara ‫التعجب‬ ‫ما‬
dan ‫التعجب‬ ‫فعل‬ , contoh: ‫عمر‬ ‫ما كان أعدل‬ (alangkah adilnya Umar).19
2. Boleh dibuang kāna bersama isim-nya bila terletak sesudah inna dan
law, contoh:
‫ أرجع مسرعا إن راكبا‬-
‫ إن خيرا فخير وإن شرا فشر‬-
‫ كل الطعام لو قليل‬-
Pada contoh nomor 1, seharusnya kalimat itu berbunyi ‫أرجع مسرعا إن‬
‫ كنت راكبا‬dan pada contoh nomor 2, kalimat itu selengkapnya ‫إن كان‬
‫ عمله خيرا فجزاءه خير وإن كان عمله شرا فجزاءه شر‬, sedangkan
contoh nomor 3, seharusnya kalimat itu berbunyi ‫كل الطعام لو كان قليل‬.
3. Dibuang kāna saja sehingga tinggal isim dan khabar-nya dan diganti ‫ما‬
‫ زائدة‬yaitu bila terletak sesudah ‫ أن مصدرية‬contoh ‫ما أنت غنيا تفتخر‬
(kamu kaya karena itu kamu bangga), selengkapnya berbunyi ‫لن كنت‬
‫ غنيا تفتخر‬.
4. Terkadang dibuang semuanya (kāna), isim, dan khabar-nya diganti
dengan ‫زائدة‬ ‫ما‬ bila didahului ‫شرطية‬ ‫إن‬ contoh: ‫ل‬‫إفعل هذا إما‬
(kerjakan ini bila tidak), selengkapnya berbunyi: ‫إفعل هذا إن كنت ل‬
‫تفعل غيره‬ .

19
Bustani Syarif, Qawaid Tingkat Mutawassitah Seri A (Watampone:
Lembaga, Bahasa IAIN Alauddin Ujungpandang, 1987), h. 12.
14

5. Boleh dibuang nun huruf mudāri’-nya bila tanda jazam-nya sukūn dan
sesudahnya bukan huruf yang sukūn dan bukan dam³r mu’tasil.20 Contoh:
‫ولم أك بغيا‬ (saya bukan perempuan pelacur).

BAB III
PENUTUP

20
Lihat ibid.
15

A.Kesimpulan

1. Kāna dan saudara-saudaranya berfungsi mengubah mubtada’ dan khabar.


Mubtada’ yang di-rafa’-kan disebut isim kāna dan khabar yang di-nasab-
kan disebut khabar kāna.
2. Pada dasarnya isim-nya fi’il nāqis berada sesudah fi’il nāqis kemudian
khabar-nya, tetapi kadang-kadang khabar-nya didahulukan dan isim-nya
di-akhir-kan.
3. Fi’il kāna dan saudara-saudaranya kadang-kadang berlaku sebagai fi’il tām
yang hanya memerlukan fā’il saja, kecuali ada tiga yang tidak
memerlukan fā’il, yaitu: ‫فتي‬ ‫ ما‬, ‫ما زال‬ dan ‫ ليس‬.

B. Implikasi
Bahasa arab tidaklah mudah untuk diketahui maka perlu kajian
mendalam terutama proses I’rab. Termasuk kāna dan saudara-saudaranya izim
yang memiliki fungsi tersendiri dalam proses I’rab, adapun untuk
mengetahuinya proses fungsi I’rab kāna dan saudara-saudaranya yaitu :
Tarfa’ul isma wa tansibul habara, ( merafa’ isim dan menasab habar ) lawan
dari fungsi tersebut adalah inna waahwaatuhaa, yaitu tansibul isma wa
tarfa’ul habara (menasab isim dan merafa’ habar).

DAFTAR PUSTAKA
15
16

al-Gulayayni, Mustafa. Jami‘ al-durus al-arabiyyah. Juz.I. Cet. XII; Beirut:


syarif al-inshary, 1983

Anwar, Moch., K.H. Matan al-Jurumiyyah dan Imrity Cet.V;


Jakarta: CV.Sinar Baru, 1992.

Dahlan, Sayyid Ahmad Zaini, Matan al-Jurumiyyah: Mukhtasha


Jiddan, diterjemahkan oleh Chatibul Umam dkk., dengan
judul “Pedoman Dasar Ilmu Nahwu” Cet.VI; Jakarta: Darul
Ulum Press, 1990.

Faisal N.S.J., Ahmad, Ilmu Nahwu Cet.II; Surabaya: Bintang


Terang, 1999.

Al-Winai, M.Mahfudh Ichsan, Konsep Kitab Kuning Cet.I;


Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 1995.

Hāsyimiy, Ahmad. Al-Qawā’id al-Asāsiyyah li al-Lugah al-‘Arabiyyah.


Bairūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th.

Muhammad, Abu Bakar. Tata Bahasa, Bahasa Arab. Surabaya: al-Ikhlas,


1982.

Moh. Nuri, Mustafah. dan Hafsah Intan, al-‘Arabiyyah al-Muyassarah. Cet. I;


Jakarta: Pustaka Arif, 2008.

Nuri, Mustafa Muh. Al-‘Arabiyyah al-Muyassarah. Jilid I. Ujungpandang:


Berkah Utami, 1999.

Rahman, A., H.Salimuddin., MA, Tata Bahasa Arab untuk


Mempelajari Al-Qur’an Cet.II; Bandung: Sinar Baru
Algesindo, 1999

Syarif, Bustani. Qawaid Tingkat Mutawassitah Seri A. Watampone: Lembaga,


Bahasa IAIN Alauddin Ujungpandang, 1987.
17

‫كـان و أخـواتـهـا‬

Makalah Revisi
Dipersentasikan pada Forum Seminar Kelas
Mata Kuliah Bahasa Arab Semester I
Program Pasca Sarjana (S2)

Oleh :
AHMAD RIDHA
NIM 80100211071

Dosen Pemandu
Prof. Dr. H. M. Rusydi Khalid, M.A
Dr. H. Kamaluddin Abu Nawas,M.Ag

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS ISLAMNEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2011

Anda mungkin juga menyukai