PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
menggunakan bahasanya.1
Setiap suku atau bangsa yang ada di alam ini, mempunyai bahasa
Alquran;2 sebuah kitab suci yang menjadi pedoman semua umat Islam
sedunia. Dengan demikian, bahasa Arab tidak hanya dipakai oleh bangsa Arab
bahasa Arab sebagai alat bantu untuk mengkaji bidang studi ke-Islaman.
1
Lebih lanjut Samsuri mengatakan bahwa bahasa adalah tanda yang
jelas dari kepribadian seseorang. Dari bahasa seseorang dapat ditangkap motif
keinginannya, pergaulannya, latar belakang pendidikannya, dan sebagainya.
Baca bukunya, Analisis Bahasa, (cet.VIII; Jakarta : Erlangga, 1991), h. 4-5.
2
Bahasa Arab adalah bahasa Alquran dan Hadis, di mana keduanya
adalah sumber primer (pokok) ajaran Islam dan kandungan kedua sumber ajaran
Islam itu harus diamalakan. Untuk bisa mengamalkan kandungan keduanya,
bahasa Arab harus dipelajari dengan baik. Lihat A.H.Akrom Fahmi, Ilmu Nahwu
dan Sharaf (Tata Bahasa Arab) Praktis dan Aplikatif, (cet.I; Jakarta : PT.Raja
Grafindo Persada, 1995), h. ix-x.
1
2
dalam suatu ilmu, yang dalam perkembangan selanjutnya dikenal dengan ilmu
Nahwu.
bersumber dari kedua ajaran Islam, yaitu Alquran dan Hadis. Karena kedua
sumber pokok ini ditulis dalam bahasa Arab, yang sudah menjadi takdirnya,
kedua sumber itu, kalau mereka tidak menguasai bahasa Arab, baik
pemahaman terhadap maksud dan pesan yang terdapat dalam sumber itu dapat
كان وأخواتها. Oleh karena itu, penulis akan mengkaji lebih lanjut dalam
pandangan kaidah bahasa Arab, yang diharapkan dapat menjembatani
3
وأخواتها.
Arab.
BAB II
PEMBAHASAN
3
Mustafa al-Gulayayni, Jami‘ al-durus al-arabiyyah. Juz.I (Cet. XII; Beirut:
syarif al-inshary, 1983), h.285.
3
5
Kedua macam nāsikh memiliki fungsi yang sama dalam suatu jumlah,
yaitu merafa’ isim dan menasab khabar.5 Namun Penulis dalam Makalah ini
hanya akan fokus membahas persoalan kana dan saudara-saudaranya.
4
M.Mahfudh Ichsan al-Winai, Konsep Kitab Kuning (Cet.I; Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada, 1995), h. 91.
5
Ibid., h. 289-290
6
Mustafah Moh. Nuri dan Hafsah Intan, al-‘Arabiyyah al-Muyassarah,
(Cet. I; Jakarta: Pustaka Arif, 2008), h. 131.
7
Ahmad al-Hāsyimiy, al-Qawā’id al-Asāsiyyah li al-Lugah al-‘Arabiyyah
(Bairūt: Dār al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.th.), h. 143.
8
Abu Bakar Muhammad, Tata Bahasa, Bahasa Arab (Surabaya: al-Ikhlas,
1982), h. 201-202.
6
C. Kāna wa Akhawātuhā
Kāna dan saudara-saudaranya,10 ada tiga belas fi’il, ketiga belas
tersebut, ada yang memiliki bentuk madi, mudari‘, dan amer, ada juga yang
memiliki bentuk madi dan mudari’ saja, serta ada juga yang hanya memiliki
bentuk madi saja11, adapun penjabarannya sebagai berikut:
9
Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, Matan al-Jurumiyyah: Mukhtasha Jiddan,
diterjemahkan oleh Chatibul Umam dkk., dengan judul “Pedoman Dasar Ilmu
Nahwu” (Cet.VI; Jakarta: Darul Ulum Press, 1990), h. 22.
10
Mustafa Muh. Nuri, al-‘Arabiyyah al-Muyassarah, Jilid I (Ujungpandang:
Berkah Utami, 1999), h. 181.
11
Mustafa al-Gulayayni, op.cit., h. 278.
7
12
Mustafa Muh. Nuri.,op.cit, h. 182.
13
Ibid., h. 185.
8
14
H.Salimuddin A.Rahman, MA, Tata Bahasa Arab untuk Mempelajari Al-
Qur’an (Cet.II; Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1999), h. 26.
9
15
Lihat ibid., h. 197.
10
16
Lihat Abu Bakar Muhammad, op. cit., h. 210.
17
Lihat Mustafa Muh. Nuri, op. cit., h. 184.
11
18
Lihat Abu Bakar Muhammad, op. cit., h. 212.
13
G. Keistimewaan-keistimewaan Kāna
Keistimewaan kāna di antara saudara-saudaranya dalam hal sebagai
berikut:
1. Menjadi zāidah saja (tidak berfungsi) bila terletak di antara التعجب ما
dan التعجب فعل , contoh: عمر ما كان أعدل (alangkah adilnya Umar).19
2. Boleh dibuang kāna bersama isim-nya bila terletak sesudah inna dan
law, contoh:
أرجع مسرعا إن راكبا-
إن خيرا فخير وإن شرا فشر-
كل الطعام لو قليل-
Pada contoh nomor 1, seharusnya kalimat itu berbunyi أرجع مسرعا إن
كنت راكباdan pada contoh nomor 2, kalimat itu selengkapnya إن كان
عمله خيرا فجزاءه خير وإن كان عمله شرا فجزاءه شر, sedangkan
contoh nomor 3, seharusnya kalimat itu berbunyi كل الطعام لو كان قليل.
3. Dibuang kāna saja sehingga tinggal isim dan khabar-nya dan diganti ما
زائدةyaitu bila terletak sesudah أن مصدريةcontoh ما أنت غنيا تفتخر
(kamu kaya karena itu kamu bangga), selengkapnya berbunyi لن كنت
غنيا تفتخر.
4. Terkadang dibuang semuanya (kāna), isim, dan khabar-nya diganti
dengan زائدة ما bila didahului شرطية إن contoh: لإفعل هذا إما
(kerjakan ini bila tidak), selengkapnya berbunyi: إفعل هذا إن كنت ل
تفعل غيره .
19
Bustani Syarif, Qawaid Tingkat Mutawassitah Seri A (Watampone:
Lembaga, Bahasa IAIN Alauddin Ujungpandang, 1987), h. 12.
14
5. Boleh dibuang nun huruf mudāri’-nya bila tanda jazam-nya sukūn dan
sesudahnya bukan huruf yang sukūn dan bukan dam³r mu’tasil.20 Contoh:
ولم أك بغيا (saya bukan perempuan pelacur).
BAB III
PENUTUP
20
Lihat ibid.
15
A.Kesimpulan
B. Implikasi
Bahasa arab tidaklah mudah untuk diketahui maka perlu kajian
mendalam terutama proses I’rab. Termasuk kāna dan saudara-saudaranya izim
yang memiliki fungsi tersendiri dalam proses I’rab, adapun untuk
mengetahuinya proses fungsi I’rab kāna dan saudara-saudaranya yaitu :
Tarfa’ul isma wa tansibul habara, ( merafa’ isim dan menasab habar ) lawan
dari fungsi tersebut adalah inna waahwaatuhaa, yaitu tansibul isma wa
tarfa’ul habara (menasab isim dan merafa’ habar).
DAFTAR PUSTAKA
15
16
كـان و أخـواتـهـا
Makalah Revisi
Dipersentasikan pada Forum Seminar Kelas
Mata Kuliah Bahasa Arab Semester I
Program Pasca Sarjana (S2)
Oleh :
AHMAD RIDHA
NIM 80100211071
Dosen Pemandu
Prof. Dr. H. M. Rusydi Khalid, M.A
Dr. H. Kamaluddin Abu Nawas,M.Ag