Anda di halaman 1dari 19

HADITS MAUDHU’

MAKALAH

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Studi Al-Qur’an dan Hadits

Dosen Pengampu:

Tadjudin, S.Ag., M.Pd.I.

Disusun oleh:

Kelompok 11

1. Nur Khabibur Rohmah (126201211065)


2. Syifa’ Fatimatuz Zahro’ (126201211304)
3. Rizqi Fikriyyan Shulha (126201212092)
4. Siti Nur Azizah Lutfiyah (126201212099)

SEMESTER I-B

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH

TULUNGAGUNG

SEPTEMBER 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat


dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul Hadits Maudhu’ Sebagai Salah Satu Determinan
Pembangunan Bangsa dan Karakter ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk


memenuhi tugas Bapak Tadjudin, S.Ag., M.Pd.I. pada mata kuliah
Studi Al-Qur’an dan Hadits. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Hadits Maudhu’ bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Tadjudin, S.Ag.,


M.Pd.I. Selaku dosen mata kuliah Studi Al-Qur’an dan Hadits yang
telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan
dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
akan kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Tulungagung, September 2021

Penyusun

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR............................................................................. i

DAFTAR ISI........................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah........................................................................ 2
C. Tujuan Pembahasan..................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits Maudhu’........................................................... 3


B. Ciri-ciri Hadits Maudhu’................................................................. 4
C. Sebab Timbulnya Hadits Maudhu’................................................ 5
D. Hukum Meriwayatkan Hadits Maudhu’......................................... 8
E. ContohHadits Maudlu’ dan Jalurnya............................................. 10
F. Upaya Para Muhadditsin dalam Mengantisipasi Pemalsuan Hadits
....................................................................................................... 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................... 14
B. Saran ............................................................................................ 14

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 16

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Para ulama sepakat bahwa hadits adalah sebagai sumber yang


kedua setelah al-Qur’an. Hadits adalah segala sesuatu yang
dinisbahkan kepada nabi saw. baik yang bersifat perbuatan,
perkataan dan taqrir.Umat Islam wajib menerima semua ajaran yang
dibawakan oleh Rasulullah SAW, baik yang berhubungan dengan
ibadah, munakahah, muamalah dan jinayah, akhlak dan sebagainya.
Sumber hukum yang pertama adalah al-Qur’an yang diriwayatkan
secara mutawatir sehingga para ulama sepakat semua ayat al-Quran
dapat dijadikan hujjah dan nilainya qathi’iy. Tetapi berbeda dengan
hadits, sebagian kecil saja yang diriwayatkan secara mutawatir,
sedangkan yang lain diriwayatkan secaraAhad.
Para ulama hadits telah mengklasifikasikan bahwa hadits
maudhu’ itu adalah salah satu diantara macam hadits dhaif, yang
sampai kepada generasi sahabat tabi’in serta tabi’ittabi’intelah
menempuh beberapa fase, yang berbeda kondisi, tingkat kejujuran
seseorang perawi dan keta’ataannya. Apalagi dipengaruhi oleh misi
politik yang saling menghina, mengkultuskan satu sama lain.
Sehingga mereka tidak merasa takut menciptakan dan membuat
hadits palsu yang mengatasnamakan perilaku Rasulullah SAW.
Terpecahnya umat Islam menjadi beberapa golongan politik dan
keagamaan menjadi pemicu munculnya hadits maudhu’.Karena itu,
menurut Subhi Shaleh, bahwa timbulnya firqah-firqah dan madzhab
merupakan sebab yang paling penting bagi timbulnya usaha
mengada-ada khabar dan hadits.Setelah Rasulullah SAW.wafat,
hadits belum dibukukan seperti sekarang ini, perkembangan serta
pertumbuhan penulisan hadits telah melalui beberapa periode dari
periode Rasulullah SAW. sampai periode sekarang.
Pada zaman ini benih perpecahan mulai berkembang dan
meluas, orang-orang Islam terpecah menjadi 3 golongan yaitu:
golongan pendukung Ali (Syi’ah), golongan pendukung Muawiyah,
dan golongan Khawarij. Dahulunya perbedaan antar golongan ini
hanya berkisar pada masalah politik saja, tapi pada periode ini
mulai menjalar ke bidang aqidah dan ibadah. Masing-masing
golongan berusaha menarik simpati rakyat, dengan saling jatuh
menjatuhkan satu dengan yang lainnya, sehingga bermunculanlah

1
pemalsuan-pemalsuan terhadap hadits Rasululah saw. Mulai
zaman inilah hadits-hadits palsu mulai bermunculan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian hadits maudhu’?


2. Bagaimana ciri-ciri hadits maudhu’?
3. Bagaiman penyebab timbulnya hadits maudhu‘?
4. Bagaimana hukum meriwayatkan hadits maudhu’?
5. Bagaimana contoh hadits maudlu’ dan jalurnya?
C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui pengertian hadits maudlu'.


2. Untuk mengetahui ciri-ciri hadits maudlu’.
3. Untuk mengetahui penyebab timbulnya hadits maudlu'.
4. Untuk mengetahui hukum dalam meriwayatkan hadits maudlu'.
5. Untuk mengetahui contoh hadits maudlu'dan jalurnya.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits Maudlu’

Menurut bahasa, kata maudhu’ adalah isim maf’ul dari kata


wadha’a - yadha’. Kata ‫وضع‬memiliki beberapa makna, antara lain
menggugurkan, meninggalkan, memalsukan dan mengada-adakan.

Adapun pengertian maudhu’ menurut istilah ulama hadits yaitu


“sesuatu yang dinisbahkan kepada Rasulullah saw dengan cara
mengada-ada dan dusta , yaitu yang tidak pernah beliau
sabdakan, beliau kerjakan maupun beliau taqrirkan. 1 Para ahli
hadits juga mendefinisikan bahwa hadits maudhu’adalah hadits
yang diciptakan dan dibuat-buat oleh orang-orang pendusta dan
kemudian dikatakan bahwa itu hadits Rasulullah saw. 2 (Subhi
Shalih, Ulumul hadts wa Musthalahuhu, : 263)

Dari pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa hadits


maudhu’ adalah segala sesuatu (riwayat) yang disandarkan pada
Nabi Muhammad saw, baik perbuatan, perkataan, maupun taqrir
secara di buat-buat atau disengaja dan sifatnya mengada-ada
atau berbohong. Tegasnya hadits maudhu’ adalah hadits yang
diada-ada atau dibuat-buat.

Hadis semacam ini tentu saja tidak benar dan tidak dapat
diterima tanpa terkecuali, sebab ini sesungguhnya bukan hadits,
tindakan demikian adalah merupakan pendustaan terhadap Nabi
Muhammad saw. yang pelakunya diancam dengan neraka. Hadits
ini haram untuk disampaikan pada masyarakat umum, kecuali
hanya sebatas memberikan penjelasan dan contoh bahwa hadits
tersebut adalah maudhu’ (palsu).

1
Ajaj Al-Khathib, As-Sunnah Qabla At-Tadwin, cetakan Maktabah
Wahbah, (Kairo: 1963), hal. 415
2
Subhi al Shaleh, Ulum al Hadits wa Musthalahuhu, Darul ilm, (Beirut:
1997), hal. 263

3
B. Ciri-ciri Hadits Maudhu’

Menurut Musthafa Assiba’i terdapat tujuh macam ciri-cirihadits


palsu yaitu:3

1. Susunan gramatikanya sangat jelek.


2. Maknanya sangat bertentangan dengan akal sehat.
3. Menyalahi al-Qur’an yang telah jelas maksudnya.
4. Menyalahi kebenaran sejarah yang telah terkenal di zaman
Nabi saw.
5. Bersesuaian dengan pendapat orang yang meriwayatkannya,
sedang orang tersebut terkenal sangat fanatik terhadap
madzhabnya.
6. Mengandung suatu perkara yang seharusnya perkara tersebut
diberitakan oleh orang banyak, tetapi ternyata diberitakan oleh
seorang saja.
7. Mengandung berita tentang perberian pahala yang besat untuk
perbuatan kecil, atau ancaman siksa yang berat terhadap suatu
perbuatan yang tidak berarti. (Syuhudi Ismail : 178).

Menurut Hasbi Ashshddiqy, ciri-ciri hadits palsu apabila: 4

1. Maknanya berlawanan dngan hal-hal yang mudah dipahami.


2. Berlawanan dengan ketentuan umum dan akhlak atau
menyalahi kenyataan.
3. Berlawanan denga ilmu kedokteran.
4. Menyalahi peraturan-peraturan akal terhadap Allah.
5. Menyalahi ketentuan Allah dalam menjadikan alam.
6. Mengandung dongengan-dongengan yang tidak dibenarkan
akal.
7. Menyalahi keterangan Al-Qur’an yang terang tegas.
8. Menyalahi kaedah umum.
9. Menyalahi hakikat sejarah yang telah terkenal dimasa Nabi
saw.
10. Sesuai dengan madzhab yang dianut perawi, sedang perawi itu
orang sangat fanatik madzhabnya.
11. Menerangkan urusan yang seharusnya kalau ada dinukilkan
oleh orang banyak.

3
Syuhudi Ismail, Pengantar Ilmu Hadits, (Bandung: PT. Angkasa), hal. 178
4
Hasbi Ashshiddiqy, Pokok-pokok Dirayah Ilmu Hadis, (Jakarta:PT. Bulan
Bintang, 1981), hal. 369-374

4
12. Menerangkan pahala yang sangat besar terhadap suatu
perbuatan kecil atau siksaan yang amat besar terhadap suatu
amal yang tak berarti.

C. Sebab Timbulnya Hadits Maudhu’

Bertitik tolak dari hadits-hadits maudhu’ yang tersebar,


nampaknya motivasi dan tujuan pembuatan hadits maudhu’
bervariasi, diantaranya:5
a. Faktor Politik
Pertentangan di antara umat Islam timbul setelah terjadinya
pembunuhan terhadap khalifah Utsman bin Affan oleh para
pemberontak dan kekhalifahan digantikan oleh Ali bin Abi Thalib
menyebabkan Umat Islam pada masa itu terpecah-belah menjadi
beberapa golongan, seperti golongan yang ingin menuntut bela
terhadap kematian khalifah Utsman dan golongan yang
mendukung kekhalifahan Ali (Syi’ah). Setelah perang Siffin,
muncul pula beberapa golongan lainnya, seperti Khawarij dan
golongan pendukung Muawiyyah, masing-masing mereka
mengklaim bahwa kelompoknya yang paling benar sesuai
dengan ijtihad mereka, masing- masing ingin mempertahankan
kelompoknya, dan mencari simpati massa yang paling besar
dengan cara mengambil dalil Al-Qur’an dan Hadits. Jika tidak
ada dalil yang mendukung kelompoknya, mereka mencoba
mentakwilkan dan memberikan interpretasi (penafsiran) yang
terkadang tidak layak. Sehingga mereka membuat suatu hadist
palsu seperti hadist-hadist tentang keutamaan para khalifah,
pimpinan kelompok, dan aliran-aliran dalam agama.
Yang pertama dan yang paling banyak membuat
haditsmaudhu’ adalah dari golongan Syi’ah dan Rafidhah.
Kelompok syi’ah membuat hadis tentang wasiat nabi bahwa Ali
adalah orang yang paling berhak menjadi khalifah setelah beliau
dan mereka menjatuhkan orang-orang yang dianggap lawan-
lawan politiknya, yaitu Abu Bakar, Umar, dan lain-lain.
b. Faktor Kebencian dan Permusuhan
Keberhasilan dakwah Islam myebabkan masuknya pemeluk
agama lain kedalam Islam, namun ada diantara mereka ada

5
Rabiatul Aslamiah, Hadis Maudhu dan Akibatnya, Alhiwar Jurnal Ilmu dan
Teknik Dakwah Vol. 04 No. 07 Januari-Juni 2016, hal. 25-27

5
yang masih menyimpan dendam dan sakit hati melihat kemajuan
Islam. Mereka inilah yang kemudian membuat hadis-hadis
maudhu. Golongan ini terdiri dari golongan Zindiq, Yahudi,
Majusi, dan Nasrani yang senantiasa menyimpan dendam dan
benci terhadap agama Islam. Mereka tidak mampu untuk
melawan kekuatan Islam secara terbuka maka mereka
mengambil jalan yang buruk ini, yaitu menciptakan sejumlah
hadist maudhu’ dengan tujuan merusak ajaran Islam dan
menghilangkan kemurnian dan ketinggiannya dalam pandangan
ahli fikir dan ahli ilmu.
Ada yang berpendapat bahwa faktor ini merupakan faktor
awal munculnya hadist maudhu’. Hal ini berdasarkan peristiwa
Abdullah bin Saba’ yang mencoba memecah-belah umat Islam
dengan mengaku kecintaannya kepada Ahli Bait. Sejarah
mencatat bukti bahwa ia adalah seorang Yahudi yang berpura-
pura memeluk agama Islam. Oleh sebab itu, ia berani
menciptakan hadist maudhu’ pada saat masih banyak sahabat
ulama masih hidup.
Tokoh-tokoh terkenal yang membuat hadist maudhu’ dari
kalangan orang zindiq ini, adalah:
1. Abdul Karim bin Abi Al-Auja, telah membuat sekitar 4000
hadist maudhu’tentang hukum halalharam, ia membuat hadis
untuk menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang
halal. Akhirnya, ia dihukum mati olen Muhammad bin
Sulaiman, Walikota Bashrah.
2. Muhammad bin Sa’id Al-Mashlub, yang dihukum bunuh oleh
Abu Ja’far Al-Mashur.
3. Bayan bin Sam’an Al-Mahdy, yang akhirnya dihukum mati
oleh Khalid bin Abdillah.
c. Faktor Kebodohan
Ada golongan dari umat Islam yang suka beramal ibadah
namun kurang memahami agama, mereka membuat hadits-
hadits maudhu’(palsu) dengan tujuan menarik orang untuk
berbuat lebih baik dengan cara membuat hadis yang berisi
dorongan-dorongan untuk meningkatkan amal dengan
menyebutkan kelebihan dan keutamaan dari amalan tertentu
tanpa dasar yang benar melalui haditstarghib yang mereka buat
sendiri. Biasanya hadits palsu semacam ini menjanjikan pahala
yang sangat besar kepada perbuatan kecil. Mereka juga
membuat hadis maudhu’ (palsu) yang berisi dorongan untuk

6
meninggalkan perbuatan yang dipandangnya tidak baik dengan
cara membuat hadis maudhu yang memberikan ancaman besar
terhadap perbutan salah yang sepele.

d. Fanatisme yang Keliru


Sikap sebagian penguasa Bani Umayah yang cenderung
fanatisme dan rasialis, telah ikut mendorong kalangan Mawali
untuk membuat hadits-hadits palsu sebagai upaya untuk
mempersamakan mereka dengan orang-orang Arab.Selain
itu,fanatisme madzhab dan teologi juga menjadi faktor
munculnya hadits palsu,seperti yang dilakukan oleh para
pengikut Madzhab Fiqh dan Teologi.
e. Faktor Popularitas dan Ekonomi
Sebagian tukang cerita yang ingin agar apa yang
disampaikannya menarik perhatian orang, dia berusaha
mengumpulkan orang dengan cara membuat hadits-hadits palsu
yang membuat masyarakat suka dan tertarik kepada mreka,
menggerakkan keinginan, juga memberikan harapan bagi
mereka.Demikian juga para pegawai dan tokoh masyarakat
yang ingin mencari muka (menjilat) kepada penguasa membuat
hadsi-hadis maudhu’untuk tujuan supaya lebih dekat dengan
penguasa agar mendapatkan fasilitas tertentu atau popularitas
saja. Para pedagang barang-barang tertentu juga membuat
hadis-hadis palsu tentang keutamaan barang dagangannya.
Hasbi Assiddiqy menjelaskan bahwa golongan yang membuat
hadits maudhu’ itu ada sembilan golongan yaitu: 6
1) Zanadiqah (orang orang zindiq)
2) Penganut-penganut bid’ah
3) Orang-orang dipengaruhi fanatik kepartaian
4) Orang-orang yang ta’ashshub kepada kebangsaan, kenegerian
dan keimanan
5) Orang-orang yang dipengaruhi ta’ashshub mazhab.
6) Para Qushshas (ahli riwayat dongeng).
7) Para ahli Tasawuf zuhhad yang keliru.
8) Orang-orang yang mencarai pengahrgaan pembesar negeri.
9) Orang-orang yang ingin memegahkan dirinya dengandapat
meriwayatkan hadis yang diperoleh orang lain.

6
Hasbi Ashshiddiqy, Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits, (Jakarta: PT.Bulan
Bintang, 1981), hal. 255

7
D. Hukum Meriwayatkan Hadits Maudlu’

Umat Islam telah sepakat (ijma’) bahwa hukum membuat dan


meriwayatkan hadits maudhu’ dengan sengaja adalah haram.Ini
terkait dengan perkara-perkara hukum-hukum syara’, cerita-cerita,
targhib dan tarhib dan sebagainya.
Yang menyelisihi ijma’ ini adalah sekumpulan ahli bid’ah, di
mana mereka mengharuskan membuat hadits-hadits untuk
menggalakkan kebaikan (targhib), menakut-nakuti kepada kejahatan
(tarhib) dan mendorong kepada ke-zuhud-an. Mereka berpendapat
bahwa targhib dan tarhib tidak masuk dalam kategori hukum-
hukumsyara’.
Pendapat ini jelas salah karena, Rasulullah saw. dengan tegas
memberi peringatan kepada orang-orang yang berbohong atas nama
beliau seperti sabdanya “Sesungguhnya pembohongan atas namaku
tidak seperti pembohongan atas siapapun. Siapa yang berbohong
atas namaku, maka dia dengan sengaja menyiapkan tempatnya di
dalam neraka” dan “Janganlah kamu berbohong atas namaku,
karena sesungguhnya orang yang berbohong atasku akan masuk
neraka”.
Para ulama Ahlu Sunnah wal Jamaah, sepakat mengharamkan
berbohong dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan hukum
dan perkara-perkara yang berkaitan dengan targhib dan
tarhib.Semuanya termasuk dalam salah satu dari dosa-dosa besar.
Para ulama telah berijma’ bahwa haram berbohong atas nama
seseorang, apalagi berbohong atas seorang yang diturunkan wahyu
kepadanya.Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahlu Sunnah
wal Jamaah berkenaan dengan kedudukan orang yang membuat
hadits tersebut, apakah dia menjadi kafir dengan perbuatannya itu
dan adakah periwayatannya diterima kembali sekiranya dia
bertaubat.
Jumhur Ahlu Sunnah berpendapat bahwa orang yang membuat
hadits-hadits maudhu’ tidak menjadi kafir dengan pembohongannya
itu, kecuali ia menganggap perbuatannya itu halal. Tetapi menurut
Abu Muhammad al-Juwaini, ayah Imam al- Haramain Abu al-Ma’ali
(w. 478H), salah seorang madzhab Syafi’i, orang tersebut menjadi

8
kafir dengan melakukan pembohongan tersebut secara sengaja dan
boleh dijatuhi hukuman mati.
Pendapat ini dianggap lemah olehImam al-Haramain
sendiri.Seseorang yang berdusta atas Nabi walaupun hanya satu
hadits saja, ia telah menjadi fasik dan riwayat-riwayatnya yang
lainnya juga ditolak dan tidak boleh dijadikan hujah. Namun jika ia
bertaubat dan taubatnya sungguh- sungguh, sebagian ulama seperti
Ahmad bin Hanbal, Abu Bakar al-Humaidi (w. 219H) (guru Imam
Bukhari dan sahabat Imam Syafi’i), Abu Bakar al- Sairafi (w. 330H)
(salah seorang fuqaha’ madzhab Syafi’i), ashabul wujuh dalam
madzhab Syafi’i dan fuqaha’ mutaqaddimin dalam ushul dan furu’
mengatakan bahwa taubatnya tidak memberi pengaruh dan
riwayatnya tidak boleh diterima selama. Bahkan kesalahannya itu
dijadikan catatan atasnya untuk seterusnya.
Namun menurut Imam Nawawi (w. 677H) pendapat golongan
ulama ini lemah karena berlawanan dengan kaidah
syarak.Menurutnya, sah taubatnya secara pasti dan riwayatnya
boleh diterima setelah dia bertaubat sesuai dengan syarat-syarat
taubat yang benar.Pendapat Imam Nawawi ini berdasar pada ijmak
ulama yang mengatakan bahwa sah riwayat orang-orang yang kafir
setelah memeluk Islam dan kebanyakan sahabat dulunya juga kafir,
kemudian mereka memeluk Islam dan persaksian mereka diterima
dan tidak ada perbedaan di antara persaksian dan periwayatan.
Namun yang pasti para ulama berijma’ bahwa haram membuat
hadits-hadits maudhu’, yang berarti juga haram meriwayatkan atau
menyebarkan hadits-hadits maudhu’ padahal ia mengetahui dengan
yakin kedudukan hadits tersebut adalah maudhu’. Barangsiapa yang
tetap meriwayatkan dan menyebarkan hadits-hadits maudhu’
dalamkeadaan mengetahui dengan yakin kedudukan hadits tersebut
dan tidak menerangkan kedudukannya, ia termasuk pendusta atas
nama Rasulullah saw. Ini dijelaskan dalam sebuah hadits sahih yang
berbunyi: “Barangsiapa yang menceritakan satu hadits dariku dan
dia mengira bahwa hadits itu adalah dusta, maka dia termasuk di
dalam salah seorang pendusta”. Oleh sebab itu, ulama mengatakan
sudah seharusnya bagi seseorang yang hendak meriwayatkan
sesuatu hadits agar memastikan kedudukan hadits tersebut.
Tapi jika meriwayatkan hadits-hadits maudhu’ dan menyebutkan
kedudukan hadits tersebut sebagai maudhu’, tidak ada masalah.
Sebab dengan menerangkan kedudukan hadits tersebut membuat

9
orang bisa bisa membedakan antara hadits yang shahih dengan
yang maudhu’ dan sekaligus dapat menjaga sunnah dari perkara-
perkara yang tidak benar.

E. Contoh Hadits Mudlu’ dan Jalurnya

Meski para ulama sudah mewanti-wanti umat islam agar


menghindari hadits maudhu’, namun kenyataannya hadits tersebut
sebagian sudah terlanjur mashur di masyarakat. Berikut beberapa
contoh hadits palsu yang telah masyhur sekali di kalangan kita
beserta penjelasan-penjelsannya yang disimpulkan dari beberapa
kitab yang bersangkutan. ‫رف نفسه‬RR‫د ع‬RR‫ه فق‬RR‫رف رب‬RR‫ من ع‬Barang siapa
mengenali dirinya maka ia telah mengenal tuhannya. Ungkapan ini
bukan hadits, tetapi ucapan Yahya bin Mu'adz al-Razi. Walaupun
bukan hadits tapi ungkapan ini tidak bertentangan dengan hadits
nabi yang diriwayatkan oleh 'Aisah ra, yaitu ketika Nabi ditanya
“Siapakah orang yang paling mengenali tuhannya?" nabi
menjawab "orang-orang yang paling mengenali dirinya".
‫النضافة من االيمان‬
kebersihan itu sebagian dari iman. Ungkapan ini sangat
masyhur sekali di kalangan kita, bahkan di kalangan masyarakat
luas pun demikian. Kita menganggap ungkapan ini dari nabi atau
dengan kata lain Hadits Nabi, bahkan suatu ketika saat seksi
kebersihan di pesantren kami menyampaikan sambutannya
dengan semangat kebersihan yang menggebu-gebu di kala
belajar khitobah berlangsung, ia menggunakan dalil dan
muqaddimahnya dengan ungkapan ini dengan tambahan kata-
kata "qolan nabi shollallahu 'alihi wasallam" pada permulaannya.
Padahal - sebagaimana yang dijelaskan oleh pengarang kitab
syaraḫ nadzam Baiqûniyah - ungkapan ini bukanlah hadits.
Adapun hadits yang menjelaskan kebersihan itu sebenarnya
ُّ , artinya:"kesucian itu
banyak, di antaranya ‫ان‬RRR‫طر االيم‬RRR‫الطهُور ش‬
separuh iman". (HR.Muslim). ‫ا خلقت االفلك‬RR‫وال لم‬RR‫" ل‬Jika tidak ada
engkau niscaya aku tidak akan menciptakan cakrawala.
Ungkapan ini termasuk ungkapn yang dianggap hadits qudsi oleh
masyarakat umum, bahkan percetakan kitab kuning terkenal di
semarang, Maktabah Al-'Alawiyah selalu mencantumkan

10
ungkapan ini di setiap cover belakang kitab-kitab hasil
cetakannya. Padahal ini adalah hadits maudhu' atau hadits palsu.
Tapi jika ditinjau dari segi makna, ungkapan ini tidak salah; karena
ada hadits marfu' yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas yang searti
dengan ungkapan tersebut. Hadits tersebut artinya "jibril datang
padaku lalu ia berkata: Allah berfirman: "jika tidak ada engkau
wahai Muhammad maka aku tidak akan menciptakan surga. Jika
tidak ada engkau aku tidak akan menciptakan neraka". Dan dari
riwayat Ibnu 'Asakir " Jika tidak ada engkau aku tidak akan
menciptakan dunia"
.‫عظم مولدي كنت شفيعا له يوم القيامة من‬
Barang siapa yang mengagungkan kelahiranku maka aku
akan menjadi penyafaatnya di hari kiamat. Ungkapan inipun
sangat masyhur sekali di kalangan kita terlebih jika dalam
perayaan Maulid Nabi. Ungkapan ini selalu dibaca oleh para
muballigh sebagai dalil perayaan tersebut bahkan hiasan dekor
panggung pun bertuliskan ungkapan ini, padahal ungkapan ini
tidak tertulis di kitab-kitab hadits yang mu'tamad seperti Shaheh
Bukhori, Muslim dan kutubus sittah. Dari kesimpulan yang penulis
dapatkan tentang ungkapan ini mengindikasikan bahwa ungkapan
ini adalah hadits maudhu' atau hadits palsu, dengan alasan
ungkapan ini tidak tertulis dalam kitab-kitab hadits shoheh dan
sanadnya tidak jelas bahkan tidak tertulis dan ada sedikit
kejanggalan dalam makna ungkapan tersebut, pasalnya ungkapan
ini memperbincangkan pengagungan atau perayaan Maulid Nabi
sedangkan pengagungan dan perayaan Maulid Nabi teresebut
belum pernah terrealisasikan pada zaman Nabi Muhammad.
Selain lima ungkapan di atas yang telah masyhur di kalangan kita
yang dianggap sebagai hadits, masih banyak lagi ungkapan-
ungkapan yang dianggap hadist di kalangan kita yang tidak
mungkin penulis memuatnya dalam tulisan ini satu persatu. 7

7
Edi Kuswandi,Hadits Maudlu’ dan Hukum Mengamalkannya, (Surabaya: Sekolah Tinggi
Agama Islam YPBWI, 2016), hal. 5-9

11
F. Upaya Para Muhadditsin dalam Mengantisipasi Pemalsuan
Hadits

Para Muhadditsin telah berhasil mengidentifikasikan, bahwa upaya yang


dilakukan dalam mengantisipasi penyebaran hadits palsu, adalah
sebagai berikut :
1. Mengisnadkan hadits
2. Meningkatkan usaha pencairan hadits
3. Meningkatkan tindakan tegas terhadap pemalsu hadits
4. Menerangkan keadaan perawi hadits
5. Menetapkan kaedah-kaedah umum yang kuat untuk mengetahui
hadits maudhu’.
Ketika kaum muslimin dilanda fitnah, Abdullah bin Saba’
muncul mengajukan tuduhan negatif dengan isu pemikiran Syi’ah.
Sejak itulah Ulama sahabat dan tabi’in mulai berhati-hati dalam
menerima dan menyampaikan hadits. Mereka bisa menerima suatu
riwayat bila mana telah memenuhi syarat yang ada pada sanad dan
para rawi.
Imam Muslim dalam muqaddimah kitabnya melukiskan bahwa
Ibnu Sirin
pernah berkomentar :
Artinya : Para ulama tidak mempersoalkan tentang sanad tetapi
setelah terjadi pemalsuan-pemalsuan hadits, merekapun berkata
kepada yang meriwayatkan hadits, sampaikan kepada kami perawi-
perawi, maka mereka melihat kepada ahli sunnah lalu diambillah
haditsnya dan mereka melihat kepada pembuat-pembuat bid’ah dan
ditinggalkan.
Ketetapan seperti ini membuktikan bahwa ulama Muhadditsin
sangat selektif dalam menerima sesuatu hadits baik dari seorang
guru maupun dari teman sebayanya, mereka menyeleksi para perawi
yang terdapat dalam rentetan sanadnya. Kondisi seperti ini sangat
mempengaruhi sikap generasi berikutnya tentang kewaspadaannya
di dalam menerima dan menyampaikan hadits.
1. Meningkatkan usaha pencarian hadits
Usaha ini dilakukan karena para rawi hadits tersebar di mana-
mana, sehingga para tabi’in meningkatkan perlawatannya mencari
hadits dari satu kota ke kota lainnya untuk menemui para sahabat
yang meriwayatkan hadits. Jika mereka mendengar hadits bukan dari
sahabat untuk memperkuatnya. Hal ini (kegiatan) telah dilakukan

12
oleh tabi’in kecil (shighar at – tabi’in), atau oleh atba ‘Al-Tabi’in
berkonsultasi dengan tabi’in kecil.
2. Mengambil tindakan tegas terhadap pemalsuan hadits
Dalam rangka menjaga keutuhan dan kemurnian sesuatu
hadits, mereka tidak segan menindak para pemalsuan hadits dengan
melarang mereka meriwayatkan dan menjauh masyarakat dari
padanya, bahkan menyerahkan mereka kepada penguasa untuk di
hokum dan dibunuh. Di antara ulama sebagi penentang pemalsu
hadits adalah Amr Asy-Sya’bi (w.103), Syu’bah bin Al-Hajjaj (w.160
H), Sufyan – Sauri (w.161 H), Abdurrahman Ibnu Mahdi (w.198 H).
3. Menerangkan keadaan perawi hadits
Para muhadditsin yang terdiri dari para tabi’in dan At-ba’ Al-
Tabi’in telah mempelajari biografi para perawi mengenai
kejujurannya, kemampuan daya ingatan. Usaha ini tidak lain
tujuannya kecuali untuk dapat membedakan hadits hadits shahih,
hasan dan dha’if. Mereka mengeritik para perawi benar-benar karena
Allah. Hasil usaha ini lahirlah sesuatu ilmu yang dinamakan dengan
“Ilmu Jarh Wata’dil”.
4. Menetapkan kaedah-kaedah umum yang kuat untuk mengetahui
hadits maudhu.
Sebagaimana para Muhadditsin telah membuat kaedah-kaeda
kesahihan suatu hadits dan kehasanannya, atau kedhaifannya, maka
mereka juga membuat syarat-syarat kemaudhu’an hadits baik pada
matan maupun pada sand.8

BAB III

PENUTUP

8
Burhanuddin A. Gani, Historis Hadis Maudhu’, Al-Mu’ashirah Vol. 14, No. 1, Januari 2017,
hal. 9-10

13
A. Kesimpulan

Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :


1. Hadits maudhu’ adalah sesuatu yang dinisbahkan kepada
Rasulullah SAW, karena rekaan atau dusta tentang sesuatu
yang tidak pernah beliau ucapkan, kerjakan, atau taqrirkan
baik karena dengan sengaja ataubukan.
2. Hadits maudhu’ ini timbul ada sejak Rasulullah masih hidup
dan ada sebahagian pendapat pada sekitar tahun 40 H,
atau 41 H. Setelah terjadi fitnah besar antara Ali dan
Mu’awiyah yang mengakibatkan banyak korban
umatmanusia.
3. Untuk menghindari terjerumusnya pada perkara yang tidak
ringan itu, kaum muslimin hendaknya serius mendeteksi
hadits-hadits palsu. Sebab hadits tersebut terus sudah
banyak beredar di kalangan umat Islam khususnya di tanah
air. Jika tidak, akan banyak umat Islam yang terpedaya oleh
janji-janji kosong yang disebarkan oleh golongan yang tidak
bertanggung jawab.

A. Saran
Demikian makalah yang membahas tentang “Hadits Maudhu”
ini, semoga dapat dijadikan informasi untuk kita semua.
Pemakalah menyadari masih banyak kekurangan dalam
makalah ini baik dari segi penulisan maupun isinya, oleh karena
itu kami harapkan saran dan kritikan dari para pembaca yang
bersifat membangun untuk lebih baik dimasa yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

14
Al-Khathib, Ajaj. 1963. As-Sunnah Qabla At-Tadwin.Cetakan Maktabah
Wahbah.Kairo

Al Shaleh, Subhi. 1997. Ulum al Hadits wa Musthalahuhu.Beirut:Darul ilm

Ismail, Syuhudi. Pengantar Ilmu Hadits. Bandung: PT. Angkasa

Ashshiddiqy, Hasbi. 1981. Pokok-pokok Dirayah Ilmu Hadis. Jakarta: PT.


Bulan Bintang

Aslamiah,Rabiatul. 2016. Hadis Maudhu dan Akibatnya. Alhiwar Jurnal


Ilmu dan Teknik Dakwah Vol. 04 No. 07 Januari-Juni

Ashshiddiqy, Hasbi. 1981. Sejarah & Pengantar Ilmu Hadits. Jakarta: PT.
Bulan Bintang

Kuswandi, Edi. 2016. Hadits Maudlu’ dan Hukum Mengamalkannya.


Surabaya: Sekolah Tinggi Agama Islam YPBWI

A. Gani, Burhanuddin. 2017. Historis Hadis Maudhu’. Al-Mu’ashirah Vol.


14, No. 1, Januari.

15

Anda mungkin juga menyukai