Anda di halaman 1dari 29

2

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
nikmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan modul pembelajaran
dengan judul”Islam di Indonesia (Mengungkap Islam di Indonesia)” dengan lancar.
Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kepada agama yang terang benderang, yakni agama Islam. Misi utama
pengutusan Nabi Muhammad SAW adalah untuk menyempurnakan keluhuran akhlak
manusia. Sejalan dengan itu, dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa beliau diutus untuk
menebarkan kasih sayang kepada alam semesta alam. Dalam ajaran Islam, pendidikan
akhlak adalah yang terpenting. Penguatan bahwa akidah adalah dasar, ibadah adalah
sarana dan tujuan akhirnya adalah pengembangan akhlak mulia. Dengan kata lain,
hanya akhlak mulia yang dipenuhi dengan sifat kasih sayang yang dapat menjadi bukti
kekuatan akidah dan kebaikan ibadah.
Hal tersebut selaras dengan Kurikulum 2013 yang dirancang untuk
mengembangkan kompetensi yang utuh antara pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Selain itu, siswa tidak hanya diharapkan bertambah pengetahuan dan wawasannya,
tetapi juga meningkatkan kecakapan dan keterampilannya serta semakin mulia
karakter dan kepribadiannya. Pelajaran Pendidikan Agama Islam ditulis dengan
semangat itu. Pembelajarannya dibagi ke dalam beberapa kegiatan keagamaan yang
harus dilakukan oleh siswa dalam usaha memahami pengetahuan agamanya dan
mengaktualisasikannya dalam tindakan nyata dan sikap keseharian yang sesuai dengan
tuntunan agamanya, baik dalam bentuk ibadah ritual maupun ibadah.
Kami juga mengucapkan terima kasih banyak kepada Bapak Hawwin Muzakki,
M.Pd.I. selaku dosen pengampu mata kuliah media dan sumber pembelajaran PAI yang
telah membina dan mengarahkan penulis untuk menyusun modul pembelajaran ini.
Serta teman-teman kelas PAI 3B yang selalu memberikan dukungan kepada penulis
untuk menyelesaikan modul pembelajaran ini. Penulis menyadari bahwa modul
pembelajaran ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima
kritik dan saran dari para pembaca yang bersifat membangun demi perbaikan modul
pembelajaran ini untuk selanjutnya. Semoga dengan adanya modul pembelajaran ini
dapat membawa manfaat untuk kita. Aaminn ya Rabbal ‘Alamiin.

Tulungagung, 12 November 2022


Penulis

Muhammad Sholihul Anwar

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................... 1
DAFTAR ISI.................................................................................................................. 2
Peta konsep................................................................................................................ 3
Teori Masuknya Agama Islam ke Indonesia........................................4
Proses Penyebaran Islam di Indonesia................................................7
Kerajaan Islam di Indonesia (Nusantara) dan Sejarahnya............10
Walisongo....................................................................................................... 19

2
Islam di Indonesia
(Mengungkap Islam di Indonesia)
Oleh : Muhammad Sholihul Anwar

Peta Konsep

Pembahasan

Teori Masuknya Proses Kerajaan-


Islam ke Masuknya Islam kerajaan Islam Walisongo
Indonesia ke Indonesia di Indonesia

2
Teori Masuknya Agama Islam ke Indonesia

Yuk kita kenali dan simak penjelasan tentang empat teori masuknya agama Islam
ke Indonesia. Ada 4 teori yang cukup terkenal dalam menjelaskan masuknya agama
Islam ke Indonesia.

1) Teori India (Gujarat)


Teori India atau teori Gujarat
menyebutkan agama islam masuk ke Indonesia
melalui para pedagang dari india muslim
(Gujarat) yang berdagang di nusantara pada
abad ke-13. Saudagar dari Gujarat yang datang
dari Malaka kemudian menjalin relasi dengan
orang-orang di wilayah barat di Indonesia, setelah itu terbentuklah sebuah
kerajaan Islam yang bernama kerajaan Samudra Pasai.
Selain itu, teori ini juga diperkuat dengan penemuan makam Sultan
Samudera Pasai Malik As-Saleh pada tahun 1297 yang bercorak Gujarat. Teori ini
dikemukakan oleh S. Hurgronje dan J. Pijnapel. Teori ini dicetuskan oleh GWJ.
Drewes dan dikembangkan oleh Snouck Hurgronje dan kawan-kawan. Teori
india atau teori Gujarat ini juga diyakini oleh sejarawan Indonesia Sucipto
Wirjosuprato soal awal mula masuknya islam di Indonesia adalah melalu india
(Gujarat).

2) Teori Arab (Mekah)


Selanjutnya ada teori Arab
(Mekah) yang menyebutkan Islam
masuk ke Indonesia langsung dari
Arab (Mekah) pada masa
kekhalifahan. Teori ini didukung oleh
J.C. van Leur hingga Buya Hamka atau
Abdul Malik Karim Amrullah. Menurut Buya Hamka, Islam sudah menyebar di
Nusantara sejak abad 7 M. Hamka dalam bukunya berjudul Sejarah Umat Islam
(1997) menjelaskan salah satu bukti yang menunjukkan Islam masuk ke

2
Nusantara dari orang-orang Arab. Teori dan bukti yang dipaparkan Hamka
tersebut didukung oleh T.W. Arnold yang menyatakan kaum saudagar dari Arab
cukup dominan dalam aktivitas perdagangan ke wilayah Nusantara.

3) Teori Persia (Iran)


Teori yang menyatakan asal mula
Islam masuk ke Indonesia dari Negara
Persia (yang sekarang bernama Negara
Iran) didukung oleh Husen Djadjadiningrat
dan Umar Amir Husen. Abdurrahman
Misno dalam Reception Through Selection-
Modification: Antropologi Hukum Islam di
Indonesia (2016) menuliskan, Djajadiningrat berpendapat tradisi dan
kebudayaan Islam di Indonesia memiliki persamaan dengan Persia. Salah satu
contohnya adalah seni kaligrafi yang terpahat pada batu-batu nisan bercorak
Islam di Nusantara. Adapula budaya Tabot di Bengkulu dan Tabuik di Sumatra
Barat yang serupa dengan ritual di Persia setiap tanggal 10 Muharam. Akan
tetapi, seperti yang kita ketahui, aliran Islam di Persia merupakan aliran Islam
Syiah sedangkan aliran Islam yang berkembang di Indonesia adalah aliran Sunni.
Sehingga teori Persia ini dianggap kurang relevan dengan fakta yang ada.

4) Teori Tiongkok
Ajaran Islam berkembang di Tiongkok
pada masa Dinasti Tang (618-905 M) dibawa
oleh panglima muslim dari kekhalifahan di
Madinah semasa era Khalifah Ustman bin
Affan, yakni Saad bin Abi Waqqash. Kanton
pernah menjadi pusatnya para pendakwah
muslim dari Tiongkok. Jean A. Berlie (2004)
dalam buku Islam in China menyebut relasi pertama antara orang-orang Islam
dari Arab dengan bangsa Tiongkok terjadi pada 713 M. Diyakini, Islam memasuki
Nusantara bersamaan migrasi orang-orang Tiongkok ke Asia Tenggara. Mereka
memasuki wilayah Sumatra bagian selatan, Palembang, pada 879 atau abad ke-9

2
M. Bukti lain adalah banyak pendakwah Islam keturunan Tiongkok yang punya
pengaruh besar di Kesultanan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa, seiring
dengan keruntuhan Kemaharajaan Majapahit pada perjalanan abad ke-13 M.
Sebagian dari mereka disebut Wali Songo

2
Proses Penyebaran Islam di Indonesia

Islam merupakan agama mayoritas yang pengikutnya banyak ditemukan di


Indonesia. Dalam proses penyebarannya memiliki banyak saluran yang berbeda.
Saluran ini kemudian mempertegas proses dan berkembangnya Islam di Indonesia.
Saluran-saluran tersebut sangat berkontribusi bagi meluasnya proses penyebaran Islam
dan diterima dengan begitu mudah oleh masyarakat Indonesia. Proses tersebut dapat
dijelaskan melalui beberapa saluran di bawah ini.

1. Perdagangan
Jalur ini adalah tahap awal yang
mendasari kemunculan Islam di Indonesia
dan terjadi sekitar abad ke-7 M hingga
abad ke-16 M. Islam dibawa oleh
pedagang muslim dengan jalur yang damai
(Herniti, 2017). Pada waktu itu, terdapat
banyak pedagang Muslim yang berdagang ke Indonesia hingga akhirnya mereka
membentuk sebuah pemukiman. Di sini, mereka semua bekerja sama dan
menyebarkan Islam. Di tempat inilah, mereka semua berinteraksi dan menyebarkan
agama Islam. Para pedagang Muslim ini telah melaksanakan aktivitas ganda,
aktivitas pokoknya sebagai pedagang dan disisi lain melaksanakan dakwah Islam.
Diawali dengan berdagang, selanjutnya kegiatan dakwah dilakukan lewat
aktivitas pendidikan informal. Pada aktivitas pendidikan informal ini terjadi kontak
personal antara pedagang yang merangkap sebagai mubaligh dengan masyarakat
sekitar. Dari kontak personal tersebut terjadi komunikasi pendidikan. Pendidikan
yang berjalan secara informal, tentu dalam hal ini pendidikan informal tidak
membutuhkan sarana seperti yang dimiliki oleh lembaga formal. Tidak dibutuhkan
tempat tertentu, tidak butuh kurikulum/silabus tidak memerlukan waktu tertentu,
dapat berlangsung di mana dan kapan saja. Inti dari pendidikan informal itu adalah
pergaulan antara pendidik (pedagang yang merangkap sebagai mubaligh) dan
peserta didik, yakni masyarakat sekitar. Dalam hal ini pendidik (mubaligh)
mentransferkan ilmu, nilai, dan keterampilan (Daulay, 2020). Proses ini kemudian
membuat Islam diterima secara luas oleh masyarakat.

2
2. Perkawinan
Saluran perkawinan adalah salah
satu proses Islamisasi yang tak terasa dan
mudah untuk dilakukan. Hal ini
dikarenakan ikatan pernikahan adalah
ikatan yang lahir batin. Pernikahan dapat
membentuk keluarga baru yang dapat
menjadi pertanda perkembangan
masyarakat yang besar dan dapat membentuk masyarakat muslim. Berdasarkan
pandangan ekonomi, pedagang Muslim mendapatkan posisi yang lebih daripada
masyarakat pribumi. Hal inilah yang menyebabkan khususnya para gadis terhormat,
mereka ingin menjadi pasangan dari pedagang tersebut. Tetapi sebelum terjadinya
pernikahan, maka wanita yang akan menikah tersebut terlebih dahulu harus
mengucapkan syahadat sebagai bentuk penerimaan terhadap Islam (Binarto, 2020).
3. Pendidikan
Pesantren merupakan
fondasi yang paling strategis
dalam kemajuan Islam di
Indonesia. Islamisasi melalui
jalur pendidikan yaitu, dengan
adanya pesantren ataupun
pondok dan dilaksanakan oleh
para guru agama, kyai, atau para ulama. Setelah mereka selesai menjalani
pendidikan mereka akan keluar dari pesantren tersebut, dan mereka akan kembali
ke daerah mereka atau mereka akan pergi ke suatu wilayah untuk menyebarkan dan
untuk mengajarkan Islam. Proses ini merupakan jalur formal setelah Islam
berkembang dan dapat dianggal sebagai jalur penegas setelah Islam dikenal secara
luas di masyarakat Indonesia.
4. Tasawuf
Tasawuf adalah ajaran yang berusaha mendekatkan umatnya kepada Allah
SWT, Sang Pencipta. Tasawuf pada saat itu sangat efektif dan mampu
mengadapatasi, mendiseminasi, dan mempercepat penyebaran Islam dalam
masyarakat umumnya, dan dalam lingkungan kerajaan khususnya. Pendekatan

2
sufistik dalam dakwah dinilai mampu mengakomodasi budaya (tata nilai, norma,
tradisi, adat-istiadat, kearifan lokal) dan keyakinan lokal yang tumbuh sebelumnya.
Daya adaptasi sufisme inilah yang melahirkan percepatan akulturasi antara Islam
sebagai agama baru di satu pihak dengan Hindu, Buddha, dan indigenous faiths yang
dianut dan berkembangan jauh sebelumnya (Jannah & Hadi, 2018).
5. Politik
Politik merupakan metode penyebaran Islam dengan kekuasaan, beralihnya
agama penguasa menjadi muslim sangat berpengaruh dan rakyat serta
pendukungnya akan mengikuti dengan cepat. Penguasa juga dapat memengaruhi
para penguasa lainnya untuk menganut agama Islam sehingga dalam hal ini Islam
akan mengalami perkembangan yang sangat cepat (Susmihara, 2017). Berdasarkan
pendapat para pakar sejarah menyatakan bahwa dalam penyebaran agama Islam di
Indonesia tak terlepas dari banyaknya dukungan yang sangat kuat dari para
penguasa (Gunawan, 2018).
6. Seni dan Budaya
Untuk penggunaan jalur
kesenian sebagai media dalam
berdakwah adalah sesuatu daya tarik
yang lain. Menurut seorang
sejarawan dari Persia yang tinggal di
Malabar pada abad ke-15 M, yaitu
Zainuddin al-Ma`bari. Ia menulis dalam sebuah bukunya yaitu, Tuhfat al-Mujahidin
menyatakan bahwa banyak penduduk di India Selatan dan juga di Nusantara tertarik
untuk memeluk agama Islam setelah mereka menyaksikan serta mendengar
pembacaan mengenai riwayat kehidupan serta perjuangan Nabi Muhammad SAW
yang disampaikan melalui sebuah bentuk syair dan dinyanyikan (Supriono, 2015).
Syair diketahui sebelum Islam dating sudah ada terutama pada masyarakat Melayu.
Hal ini membuka jalan bagi diterimanya Islam secara lebih cepat.

2
Kerajaan Islam di Indonesia (Nusantara) dan Sejarahnya

Kerajaan Islam di Indonesia (Nusantara) dan Sejarahnya – Menurut berbagai


sumber sejarah, agama Islam masuk pertama kalinya ke nusantara sekitar abad ke 6
Masehi. Saat kerajaan-kerajaan Islam masuk ke tanah air pada abad ke 13, berbagai
kerajaan Hindu Budha juga telah mengakhiri masa kejayaannya.

Kerajaan Islam di Indonesia yang berkembang saat itu turut menjadi bagian
terbentuknya berbagai kebudayaan di Indonesia. Kemudian, salah satu faktor yang
menjadikan kerajaan-kerajaan Islam makin berjaya beberapa abad yang lalu ialah
karena dipengaruhi oleh adanya jalur perdagangan yang berasal dari Timur Tengah,
India, dan negara lainnya.

Sejarah Kerajaan Islam di Indonesia Nusantara

Semakin berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia sekitar abad ke


13 juga didukung oleh faktor lalu lintas perdagangan laut nusantara saat itu. Banyak
pedagang-pedagang Islam dari berbagai penjuru dunia seperti dari Arab, Persia, India
hingga Tiongkok masuk ke nusantara.

Para pedagang-pedagang Islam ini pun akhirnya berbaur dengan masyarakat


Indonesia. Semakin tersebarnya agama Islam di tanah air melalui perdagangan ini pun
turut membawa banyak perubahan dari sisi budaya hingga sisi pemerintahan nusantara
saat itu.

2
Munculnya berbagai kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang tersebar di
nusantara menjadi pertanda awal terjadinya perubahan sistem pemerintahan dan
budaya di Indonesia. Keterlibatan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia juga turut
berperan dalam tersebarnya agama Islam hingga ke seluruh penjuru tanah air.

Dalam memahami sejarah dari kerajaan Islam yang ada di Nusantara, kamu dapat
membaca buku Mengenal Kerajaan Islam Nusantara yang ada di bawah ini, karena
berisi pengenalan tentang berbagai kerajaan Islam di Nusantara pada zamannya.

Kerajaan Islam Pertama di Indonesia

Kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia yang


berlokasi di Aceh. Beberapa kerajaan Islam tertua di tanah air yang menjadi bukti jejak
peninggalan Islam dan masih bisa disaksikan hingga hari ini di antaranya ialah Kerajaan
Perlak (840-1292), Kerajaan Ternate (1257), Kerajaan Samudera Pasai (1267-1521),
Kerajaan Gowa (1300-1945), Kesultanan Malaka (1405-1511), Kerajaan Islam Cirebon
(1430-1677), Kerajaan Demak 1478-1554), Kerajaan Islam Banten (1526-1813),
Kerajaan Pajang (1568-1586), dan Kerajaan Mataram Islam (1588-1680).

Sebagai kerajaan Islam pertama, Kesutanan Samudra Pasai seringkali dikagumi


oleh berbagai orang. Salah satunya adalah penjelajah dunia asal Italia Marco Polo yang
dapat kamu baca pada buku Mneyusuri Kota Jejak Kejayaan Islam.

Kerajaan Islam di Jawa

1. Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama yang terdapat di pulau Jawa.
Kerajaan ini didirikan oleh Raden Patah di tahun 1478. Kerajaan Demak
berkembang sebagai pusat perdagangan sekaligus pusat penyebaran agama Islam
kala itu. Penyebaran Islam saat itu sangat dipengaruh oleh jasa para wali baik di
pulau Jawa maupun yang berada di luar pulau Jawa seperti Maluku hingga ke
wilayah Kalimantan Timur.
Di masa pemerintahan Raden Patah, kerajaan Demak mendirikan masjid yang kala
itu juga dibantu oleh para wali ataupun sunan. Kemudian, kebudayaan yang
berkembang di kerajaan Demak juga mendapat dukungan dari para wali terutama
dari Sunan Kalijaga. Kehidupan masyarakat di sekitaran Kerajaan Demak juga telah
diatur oleh aturan-aturan Islam tapi tetap tak meninggalkan tradisi lama mereka.

2
2. Kerajaan Banten
Kerajaan Islam di Indonesia berikutnya adalah Banten yang berada di ujung pulau
Jawa yaitu daerah Banten. Tanda penyebaran Islam di wilayah ini bermula ketika
Fatahillah merebut Banten dan mulai melakukan penyebaran Islam. Islam tersebar
dengan baik saat itu karena dipengaruhi oleh banyaknya pedagang-pedagang asing
seperti dari Gujarat, Persia, Turki, dan lain sebagainya. Masjid Agung Banten
menjadi salah satu hasil peninggalan Islam yang dibangun sekitar abad ke 16
Masehi.
3. Kesultanan Cirebon
Kesultanan Cirebon masuk sebagai kesultanan Islam ternama di wilayah Jawa Barat
sekitar abad ke 15 dan 16 masehi. Wilayah Cirebon juga masuk dalam area strategis
jalur perdagangan antar pulau.
Kerajaan ini didirikan oleh Sunan Gunung Jati. Sebelum mendirikan kerajaan
Cirebon, Sunan Gunung Jati menyebarkan Islam terlebih dahulu di Tanah Pasundan.
Beliau juga berkelana ke Mekkah dan Pasai. Sunan Gunung Jati juga berhasil
menghapus kekuasaan kerajaan Padjajaran yang saat itu masih bercorak Hindu.

Kerajaan Islam di Maluku

1. Kerajaan Jailolo
Kerajaan Jailolo terletak di bagian pesisir utara pulau Seram dan sebagian
Halmahera. Kerajaan ini termasuk ke dalam kerajaan tertua di wilayah Maluku.
Menurut sejarah kerajaan Jailolo berdiri sejak tahun 1321 dan mulai masuk Islam
setelah kedatangan mubaligh dari Malaka.
2. Kerajaan Ternate
Menurut sejarah kerajaan Ternate telah berdiri sekitar abad ke 13 Masehi. Kerajaan
ini berada di Maluku Utara dan beribukotakan di Simpalu. Penyebaran Islam di
kerajaan Ternate dipengaruhi oleh ulama-ulama dari Jawa, Arab dan Melayu.
Kemudian, kerajaan ini pun resmi memeluk Islam setelah raja Zainal Abidin belajar
tentang Islam dari Sunan Giri pada tahun 1486 Masehi. Sebagai pusat perdagangan
rempah-rempah, maka banyak pedagang dari berbagai penjuru dunia yang singgah
di wilayah Ternate.

2
3. Kerajaan Tidore
Kerajaan ini terletak di sebagian pulau Halmahera dan sebagian lagi di pulau Seram.
Kerajaan Tidore memeluk Islam sekitar abad ke 15 Masehi. Cirali Lijitu merupakan
sultan Tidore yang pertama kali memeluk agama Islam dan memiliki gelar Sultan
Jamaludin.
Sultan Jamaludin memeluk Islam berkat seorang mubaligh bernama Syekh Mansyur.
Kerajaan ini sendiri terkenal karena ekonomi perdagangan di sektor rempah-
rempah. Menurut sumber sejarah, kerajaan Tidore kala itu memiliki persekutuan
yang disebut dengan Ulisiwa yang terdiri atas wilayah Halmahera, Makyan, Kai,
Jailolo serta pulau-pulau lainnya di wilayah sebelah timur Maluku.
4. Kerajaan Bacan
Kekuasaan kerajaan Bacan telah meliputi seluruh kepulauan Bacan, Obi, Waigeo,
Solawati hingga di wilayah Irian Barat. Penyebaran agama Islam di kerajaan Bacan
ini sendiri bermula ketika seorang Mubalig dari kerajaan Islam Maluku lainnya
datang dan mulai menyebarkan Islam.
Adapun raja pertama dari kerajaan Bacan ini bernama Zainal Abidin. Ketika
memimpin Kerajaan Bacan, Zainal Abidin pun mulai menerapkan ajaran dan aturan-
aturan Islam di wilayah Kerajaan Bacan.

Kerajaan Islam di Sulawesi

1. Kesultanan Buton
Kerajaan Kesultanan Buton merupakan kerajaan Islam yang terletak di Sulawesi
Tenggara. Menurut sejarah, kerajaan ini telah lama berdiri bahkan sebelum agama
Islam masuk ke wilayah Sulawesi. Kerajaan ini muncul pada awal ke 14 Masehi.
Kerajaan Kesultanan Buton ini sendiri awalnya memiliki corak agama Hindu Budha,
akan tetapi seiring semakin berkembangnya agama Islam di wilayah Sulawesi,
kerajaan ini pun kemudian berubah menjadi kerajaan bercorak Islam.
Kerajaan Buton menguasai banyak wilayah di kepulauan Buton termasuk di
kawasan perairannya. Nama Buton memang sudah terkenal sejak zaman Majapahit.
Bahkan dalam kitab Negarakertagama dan dalam Sumpah Palapa dari Gajah Mada,
nama Buton sering sekali disebutkan. Hingga hari ini Kesultanan Buton tetap masih
ada dan menjadi tempat yang sering dikunjungi oleh banyak pelancong.

2
2. Kesultanan Banggai
Kerajaan Islam di wilayah Sulawesi selanjutnya ialah kerajaan Banggai. Kerajaan
Banggai ini terletak di wilayah Semenanjung Timur pulau Sulawesi dan Kepulauan
Banggai. Kesultanan Banggai telah lama berdiri yaitu sekitar abad ke 16 Masehi.
Hingga hari, Kerajaan Banggai masih tetap eksis dan selalu didatangi banyak
pengunjung. Sebenarnya, Kerajaan ini juga pernah mengalami masa-masa
keterpurukan akibat kalah dari kerajaan Majapahit. Namun, setelah keruntuhan
kerajaan Majapahit, Kerajaan Banggai kembali bangkit dan menjadi kerajaan
independen kembali serta telah bercorak Islam.
3. Kerajaan Gowa Tallo
Sesuai namanya, Kerajaan Gowa Tallo sebenarnya memang terdiri atas dua kerajaan
yang menjalin persatuan atau persekutuan. Persatuan dua kerajaan besar di wilayah
Sulawesi ini kemudian memberikan dampak yang begitu besar.
Kerajaan Gowa sendiri menguasai wilayah dataran tinggi, adapun untuk wilayah
Tallo menguasai daratan pesisir. Pengaruh yang cukup kuat menjadikan dua
persekutuan kerajaan ini sebagai kerajaan yang sangat berpengaruh pada jalur
perdagangan di wilayah timur tanah air.  Sejarah juga menyebutkan jika kerajaan
Gowa Tallo ini telah berdiri sejak sebelum Islam masuk ke wilayah Sulawesi atau
lebih tepatnya sekitar tahun 13 Masehi.
Kerajaan ini akhirnya bergabung menjadi bagian dari NKRI pada tahun 1946 dengan
Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir
Aidudin sebagai raja terakhirnya.
4. Kerajaan Bone
Bila dibandingkan dengan kerajaan-kerajaan Islam lainnya di wilayah Sulawesi,
kerajaan Bone termasuk kerajaan yang cukup kecil. Karena posisinya sebagai
kerajaan kecil maka saat itu kerajaan Bone sangat dipengaruhi oleh Kerajaan Gowa
dan Tallo.
Kekuatan kerajaan Gowa Tallo memang sangat besar pada setiap kerajaan-kerajaan
kecil kala itu. Oleh sebab itu, karena pengaruh dari kerajaan Gowa Tallo ini maka
kerajaan Bone pun akhirnya menjadikan kerajaannya sebagai kerajaan yang
bercorak Islam.

2
Agama Islam ini sendiri masuk ke kerajaan Bone pada masa pemerintahan Raja
Bone XI atau sekitar tahun 1611 Masehi. Setelah itu, agama Islam pun makin
tersebar karena dapat diterima dengan baik oleh masyarakat di wilayah kekuasaan
kerajaan Bone.

5. Kerajaan Konawe
Kerajaan Konawe berada di wilayah Sulawesi Tenggara. Sebelum bercorak Islam,
kerajaan ini awal mulanya merupakan kerajaan bercorak Hindu. Akan tetapi, seiring
berkembangnya agama Islam di Konawe, sekitar tahun 18 Masehi, kerajaan Konawe
pun secara perlahan mulai mengalami perubahan sistem pemerintahan dan pada
akhirnya juga masuk menjadi bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Beberapa kerajaan yang telah disebutkan di atas merupakan sejumlah kerajaan
Islam yang paling Berjaya di wilayah Sulawesi di masa lalu. Meskipun beberapa di
antaranya ada yang telah runtuh akan tetapi beberapa kerajaan juga telah menjadi
peninggalan budaya yang patut untuk tetap dijaga.
Sejumlah kerajaan Islam di wilayah Sulawesi ini menjadi bukti yang kuat bahwa
pengaruh Islam di Sulawesi memang sangat berkembang dengan pesat. Ketika
beberapa kerajaan masih memegang corak Hindu Budha, secara pelan tapi pasti,
penyebaran agama Islam di Sulawesi mengambil alih corak Hindu Budha menjadi
kerajaan yang bercorak Islam.

Kerajaan Islam di Nusa Tenggara Barat & Timur

1. Kesultanan Bima
Kesultanan ini didirikan pada tanggal 7 Februari 1621 Masehi. Masuknya Islam di
kerajaan Bima diawali ketika pada tahun 1540 Masehi para mubalig dan pedagang
dari Kesultanan Demak datang dan menyebarkan Islam.
Penyebaran Islam terus berlanjut dan diteruskan oleh Sultan Alauddin sekitar tahun
1619. Beliau mengirimkan para mubalig dari Kesultanan Luwu, Kerajaan Tallo dan
Kerajaan Bone.
2. Kesultanan Sumbawa
Menurut Zolinger, sebelum masuk ke pulau Lombok, Islam terlebih dahulu masuk ke
pulau Sumbawa yaitu sekitar tahun 1450-1540. Ajaran Islam dibawa langsung oleh
para pedagang Islam dari Jawa dan Sumatera.

2
Runtuhnya kekuasaan Majapahit menjadikan banyak kerajaan kecil di wilayah pulau
Sumbawa menjadi merdeka. Kondisi semakin memudahkan masuknya agama Islam
di lingkungan kesultanan Sumbawa. Sekitar tahun 16 Masehi, Sunan Prapen yang
merupakan keturunan Sunan Giri masuk ke pulau Sumbawa dan menyebarkan Islam
ke kerajaan-kerajaan bercorak Hindu.
3. Kerajaan Dompu
Kerajaan Dompu terletak di wilayah Kabupaten Dompu saat ini. Kerajaan ini berada
di wilayah Kabupaten Bima dan Kabupaten Sumbawa. Mayoritas penduduk
setempat kini telah memeluk agama Islam dengan tradisi dan budaya Islam.
Keturunan raja atau dikenal dengan istilah Bangsawan Dompu hingga kini masih
tetap ada. Mereka sering dipanggil dengan sebutan Ruma ataupun Dae. Istana
Dompu yang menjadi simbol kekuasaan zaman dahulu kala kini telah diubah
menjadi Masjid Raya Dompu.

Kerajaan Islam di Kalimantan

1. Kerajaan Selimbau
Kerajaan Islam pertama di wilayah Kalimantan ialah Kerajaan Selimbau. Kerajaan ini
terletak di wilayah kecamatan Selimbau, Kabupaten Kapuas Hulu, Provinsi
Kalimantan Barat. Sebelum memeluk Islam, kerajaan Selimbau menjadi kerajaan
Hindu tertua di Kalimantan Barat.
Selama bertahun-tahun, Kerajaan Selimbau diperintah dengan garis turun temurun
yang berjumlah 25 generasi. Mulai dari raja-raja yang beragama Hindu hingga
sampai pada masa pemerintahan Kerajaan bercorak Islam.
2. Kerajaan Mempawah
Kerajaan ini merupakan kerajaan Islam yang berlokasi sekitar wilayah Kabupaten
Mempawah, Kalimantan Barat. Nama Mempawah ini sendiri diambil dari istilah
Mempauh yang berarti nama pohon yang tumbuh di hulu sungai yang kemudian
dikenal dengan sebutan Sungai Mempawah.
Di masa perkembangannya, pemerintahaan kerajaan dibagi menjadi dua periode
yang pertama ialah masa kerajaan Suku Dayak yang bercorak Hindu lalu masa
Kesultanan yang bercorak Islam.
3. Kerajaan Tanjungpura

2
Salah satu kerajaan tertua di Kalimantan Barat ialah Kerajaan Tanjungpura atau
sering juga disebut dengan Tanjompura. Kerajaan ini telah mengalami beberapa kali
perpindahan ibu kota kerajaan.
Awalnya ibu kota kerajaan terletak di Negeri Baru atau di Kabupaten Ketapang saat
ini, setelah itu berpindah lagi ke wilayah Sukadana yang menjadi Kabupaten Kayong
Utara. Kemudian, di abad ke 15 Masehi berubah nama menjadi Kerajaan Matan
ketika Rajanya Sorgi atau Giri Kesuma masuk Islam.
4. Kerajaan Landak
Kerajaan Landak atau dikenal juga dengan Kerajaan Ismahayana landak ialah
sebuah kerajaan yang berada di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Kerajaan
Landak ini sendiri memiliki kronik sejarah yang cukup panjang. Beberapa sumber
tertulis mengenai kerajaan ini memang cukup terbatas.
Namun, berbagai bukti arkeologis berupa bangunan istana kerajaan atau keraton
hingga berbagai atribut-atribut kerajaan yang masih bisa dilihat hingga saat ini
menjadi bukti eksisnya kerajaan ini. Menurut sejarah kerajaan Landak ini juga
terbagi menjadi dua fase yang bertema ialah masa kerajaan bercorak Hindu dan
kemudian menjadi kerajaan bercorak Islam yang telah dimulai sekitar tahun 1257
M.
5. Kerajaan Tayan
Kerajaan Islam ini terletak di kecamatan Tayan Hilir, Kabupaten Tayan, Provinsi
Kapuas Raya. Pendiri dari kerajaan Tayan ialah Putra Brawijaya yang berasal dari
Kerajaan Majapahit. Beliau bernama Gusti Likar atau sering juga disebut dengan
Lekar.
Gusti Lekar ini sendiri merupakan anak kedua dari Panembahan Dikiri yang
merupakan Raja Matan. Anak pertama dari Panembahan Dikiri bernama Duli
Maulana Sultan Muhammad Syarifuidin yang kemudian menggantikan ayahnya
sebagai Raja Matan.
Sultan Muhammad Syarifudin ini sendiri merupakan Raja pertama yang masuk
Islam berkat jasa tuan Syech Syamsuddin. Beliau kemudian mendapatkan hadiah
berupa sebuah Qur’an kecil serta sebentuk cincin bermata jamrud merah yang
didapatkan langsung dari Raja Mekkah.

2
6. Kesultanan Paser
Sebelumnya Kesultanan Paser disebut sebagai Kerajaan Sadurangas yang
merupakan sebuah kerajaan yang berdiri sekitar tahun 1516. Saat itu kerajaan
dipimpin oleh seorang Ratu yang bernama Putri Di Dalam Petung.
Sebelum Ratu menikah dengan Abu Mansyur Indra Jaya, Putri Petong masih
menganut ajaran animisme atau kepercayaan menyembah roh-roh halus. Lewat
jalur perkawinan antara Ratu Petong dan Abu Mansyur Indra Jaya, Kesultanan
Panser mulai memeluk Islam. Selain itu, jalur perdagangan yang berasal dari
berbagai pedagang muslim juga berperan besar tersiarnya agama Islam di
Kesultanan Paser.

2
Kisah Wali Songo

Siapa yang tidak kenal Wali Songo? Mereka dikenal seseorang yang gigih
menyebarkan ajaran agama Islam pada abad ke 14 di tanah Jawa. Para Wali
Songo tersebar di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Mereka cepat
dikenal masyarakat luas karena kerap berdakwah tanpa memaksa harus masuk
Islam.

Masyarakat muslim di nusantara pasti sudah tak asing lagi dengan Wali
Songo. Wali memiliki arti wakil, sementara songo memiliki arti sembilan. Dengan
demikian, Wali Songo adalah sembilan wakil atau wali Allah SWT.

Perjalanan dakwah Wali Songo telah dicatat dalam sejarah penyebaran


agama Islam di Indonesia. Mereka telah meninggalkan banyak jejak dalam
berdakwah. Wali Songo membawa perubahan besar terhadap masyarakat Jawa
yang dulunya banyak beragama Hindu-Budha. Berikut kisah selengkapnya.

Kisah Wali Songo dalam Menyebarkan Islam di Indonesia

1. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)


Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah) berperan penting
dalam penyebaran Islam di Jawa Barat, khususnya
Cirebon. Sunan Gunung Jati adalah pendiri dinasti
kesultanan Banten yang dimulai dengan putranya, Sultan
Maulana Hasanudin. Pada tahun 1527, Sunan Gunung Jati
menyerang Sunda Kelapa di bawah pimpinan panglima
perang Kesultanan Demak, Fatahillah.
Sunan Gunung Jati merupakan sosok yang cerdas dan
tekun dalam menuntut ilmu. Karena kesungguhannya, ia diizinkan ibunya untuk
menuntut ilmu ke Makkah. Di sana, dia berguru pada  Syekh Tajudin Al-Qurthubi.
Tak lama kemudian, ia lanjut ke Mesir dan berguru pada Syekh Muhammad
Athaillah Al-Syadzili, ulama bermadzhab Syafi’i. Di sana, Sunan Gunung Jati belajar
tasawuf tarekat syadziliyah.

Setelah diarahkan oleh Syekh Ataillah, Syarif Hidayatullah memutuskan pulang ke


Nusantara untuk berguru pada Syekh Maulana Ishak di Pasai, Aceh. Kemudian, ia

2
melanjutkan perjalanan ke Karawang, Kudus, sampai di Pesantren Ampeldenta,
Surabaya. Di sana, ia berguru pada Sunan Ampel.

Sunan Gunung Jati lantas diminta untuk berdakwah dan menyebarkan agama Islam
di daerah Cirebon dan menjadi guru agama. Ia menggantikan Syekh Datuk Kahfi di
Gunung Sembung. Setelah masyarakat Cirebon banyak yang memeluk agama Islam,
Syarif Hidayatullah lantas lanjut berdakwah ke daerah Banten.

Selama berdakwah di Cirebon, Syarif Hidayatullah menikahi Nyi Ratu Pakungwati,


putri dari Pangeran Cakrabuana atau Haji Abdullah Iman, penguasa Cirebon saat itu.
Di sana, ia mendirikan sebuah pondok pesantren, lalu mengajarkan agama Islam
kepada penduduk sekitar. Para santri di sana memanggilnya dengan julukan
Maulana Jati atau Syekh Jati. Selain itu, ia juga mendapatkan gelar Sunan Gunung Jati
karena berdakwah di daerah pegunungan.

2. Sunan Ampel (Raden Rahmat)


Sunan Ampel memiliki nama asli Raden
Rahmat. Ia memulai dakwahnya dari sebuah
pondok pesantren yang didirikan di Ampel
Denta, Surabaya. Ia dikenal sebagai pembina
pondok pesantren pertama di Jawa Timur.
Sunan Ampel memiliki murid yang mengikuti
jejak dakwahnya, yaitu Sunan Giri, Sunan
Bonang, dan Sunan Drajat.
Suatu ketika, Sunan Ampel diberi tanah oleh Prabu Brawijaya di daerah Ampel
Denta. Ia lantas mendirikan sebuah masjid. Di sana, masjid tersebut dijaga oleh
Mbah Sholeh. Ia sangat terkenal sebagai orang yang selalu menjaga kebersihan. Hal
itu juga diakui oleh Sunan Ampel. Hingga suatu hari, Mbah Sholeh meninggal dunia.
Ia lantas dimakamkan di samping masjid.
Sepeninggal Mbah Sholeh, Sunan Ampel tak kunjung menemukan  pengganti penjaga
masjid yang serajin Mbah Sholeh. Akibatnya, masjid tak terurus dan kotor. Sunan
Ampel kemudian bergumam, “Seandainya Mbah Sholeh masih hidup, pasti
masjidnya jadi bersih.”

2
Seketika itu pula sosok serupa Mbah Sholeh muncul. Ia lantas menjalankan rutinitas
yang biasa dilakukan Mbah Sholeh, namun tak lama kemudian meninggal lagi dan
dimakamkan persis di samping makam Mbah Sholeh. Peristiwa itu terulang hingga
sembilan kali. Konon, Mbah Sholeh baru benar-benar meninggal setelah Sunan
Ampel meninggal dunia.

Metode dakwah dari Kanjeng Sunan Ampel terkenal dengan keunikannya dimana ia
melakukan upaya akulturasi dan asimilasi dari aspek budaya pra-Islam dengan
Islam, baik melalui jalan sosial, budaya, politik, ekonomi, mistik, kultus, ritual, tradi
keagamaan, maupun konsep sufisme yang khas untuk merefleksikan keragaman
tradisi muslim secara keseluruhan yang dibahas pada buku Mazhab Dakwah
Wasathiyah Sunan Ampel.

3. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)


Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) dikenal dengan
nama Maulana Maghribi (Syekh Maghribi). Ia diduga
berasal dari wilayah Magribi, Afrika Utara. Namun
demikian, hingga saat ini belum diketahui secara pasti
sejarah tempat dan tahun kelahirannya.

Sunan Gresik diperkirakan lahir pada pertengahan abad


ke 14. Ia merupakan guru para wali lainnya. Sunan
Gresik berasal dari keluarga muslim yang taat. Kendati ia belajar agama Islam sejak
kecil, namun tidak diketahui siapa saja gurunya hingga ia menjadi ulama.

Pada abad ke-14, Sunan Gresik ditugaskan untuk menyebarkan agama Islam ke Asia
Tenggara. Ia berlabuh di Desa Leran, Gresik. Saat itu, Gresik merupakan bandar
kerajaan Majapahit. Tentu saja masyarakat saat itu banyak yang memeluk agama
Hindu dan Buddha. Di Gresik, ia menjadi pedagang dan tabib. Di sela-sela itu, ia
berdakwah.

Sunan Gresik berdakwah melalui perdagangan dan pendidikan pesantren. Pada


awalnya, ia berdagang di tempat terbuka dekat pelabuhan agar masyarakat tidak
kaget dengan ajaran baru yang dibawanya. Sunan Gresik berhasil mengundang
simpati masyarakat, termasuk Raja Brawijaya. Akhirnya, ia diangkat sebagai
Syahbandar atau kepala pelabuhan.

2
Tidak hanya jadi pedagang andal, Sunan Gresik juga berjiwa sosial tinggi. Ia bahkan
mengajarkan cara bercocok tanam kepada masyarakat kelas bawah yang selama ini
dipandang sebelah mata oleh ajaran Hindu. Karena strategi dakwah inilah, ajaran
agama Islam secara berangsur-angsur diterima oleh masyarakat setempat.

Baca cerita lengkap dari Sunan Gresik atau yang memiliki nama Syekh Maulana
Malik Ibrahim pada buku SUnan Gresik: Saudagar Yang Berdakwah dibawah ini.

4. Sunan Bonang (Raden Makhdum)

Sunan Bonang adalah salah satu Wali Songo yang


menyebarkan ajaran agama Islam di Tanah Jawa. Ia
memiliki nama asli Syekh Maulana Makdum
Ibrahim, putra dari Sunan Ampel dan Dewi
Condrowati (Nyai Ageng Manila). Namun, ada versi
lain yang mengatakan Dewi Condrowati adalah
putri Prabu Kertabumi. Dengan demikian, Sunan
Bonang adalah Pangeran Majapahit.

Sebab, ibunya adalah putri Raja Majapahit dan ayahnya menantu Raja Majapahit.
Sunan Bonang menyebarkan ajaran agama Islam dengan cara menyesuaikan diri
terhadap corak kebudayaan masyarakat Jawa. Seperti diketahui, orang Jawa sangat
menggemari wayang dan musik gamelan. Karena itulah, Sunan Bonang menciptakan
gending-gending yang memiliki nilai-nilai keislaman.

Setiap bait lagu ciptaannya diselingi ucapan dua kalimat syahadat sehingga musik
gamelan yang mengiringinya kini dikenal dengan istilah sekaten.

5. Kisah Wali Songo Sunan Giri (Raden Paku)


Sunan Giri memiliki nama asli Raden Paku. Ia
merupakan putra Maulana Ishak. Suatu ketika, ia
ditugaskan oleh Sunan Ampel untuk menyebarkan
ajaran agama Islam di Blambangan. Semasa hidupnya.
Sunan Giri pernah belajar di pesantren Ampel Denta,
melakukan perjalanan haji bersama Sunan

2
Bonang. Sepulangnya dari haji, ia singgah di Pasai untuk memperdalam ilmu agama.
Saat itu, Sunan Giri mendirikan sebuah pesantren di daerah Giri. Kemudian, ia
mengirimkan banyak juru dakwah ke berbagai daerah di nusantara. Sunan Giri juga
dikenal sebagai sang ahli tata negara.

6. Kisah Wali Songo Sunan Drajat (Raden Qasim)


Sunan Drajat (Raden Qasim) merupakan putra
Sunan Ampel. Sunan Drajat merupakan seorang
wali yang dikenal berjiwa sosial tinggi. Ia
banyak menolong yatim piatu, fakir miskin, dan
orang sakit. Ia memiliki perhatian yang sangat
besar terhadap masalah sosial. Sunan Drajat
menyebarkan agama Islam di Lamongan, Jawa
Timur.
Sunan Drajat merupakan Wali Songo yang memiliki banyak nama, yaitu Sunan
Mahmud, Sunan Mayang Madu, Sunan Muryapada, Raden Imam, dan Maulana
Hasyim. Pada 1484, ia  diberi gelar oleh Raden Patah dari Demak, yaitu Sunan
Mayang Madu. Pelajari kisah hidup seorang Sunan Drajat melalui buku Sunan Drajat:
Merantau Untuk Berdakwah.

Ketika Sunan Drajat datang ke Desa Banjaranyar, Paciran, Lamongan, ia mendatangi


pesisir Lamongan yang gersang bernama Desa Jelak. Masyarakat sekitar masih
menganut agama Hindu dan Buddha. Di desa tersebut, Sunan Drajat membangun
mushola untuk beribadah dan mengajarkan agama Islam.

Selain itu, Sunan Drajat juga membangun daerah baru di dalam hutan belantara. Ia
mengubahnya menjadi daerah yang berkembang, subur, serta makmur. Daerah
tersebut bernama Drajat, oleh sebab itu ia diberi gelar Sunan Drajat.

7. Kisah Wali Songo Sunan Muria (Raden Umar Said)


Sunan Muria merupakan seorang Wali Songo yang
sangat berjasa bagi penyebaran agama Islam di
nusantara, terutama di daerah pedesaan. Ia gemar

2
bergaul dengan masyarakat kalangan bawah. Hal itu membuat masyarakat mudah
menerima ajaran yang disampaikannya.

Membaurnya Sunan Muria dengan masyarakat dikenal dengan istilah “topo ngeli”.
Artinya, menghanyutkan diri dalam masyarakat. Sunan Muria berdakwah dengan
metode tersebut hingga ke Gunung Muria.

Sunan Muria sendiri berasal dari nama Gunung Muria dimana tempat beliau
berdakwah, mendirikan masjid dan pesantren, serta tempat beliau dimakamkan
kelak. Pelajari kisah hidup beliau secara lengkap melalui buku Sunan Muria:
Pendakwah Dari Gunung Muria.

Selain itu, ia juga berdakwah lewat kesenian seperti gamelan, wayang, dan tembang
jawa. Ajaran Sunan Muria meliputi penghayatan kebenaran dan ketaatan pada Allah
SWT, wirid, kesederhanaan, kedermawanan, dan ajaran dakwah secara bijak dalam
menghadapi budaya masyarakat yang dianut.

Karena dakwahnya, ada beberapa hasil kesenian peninggalan Sunan Muria yang
masih bisa dipelajari hingga saat ini. Di antaranya tembang Kinanthi dan Sinom.
Tembang Kinanthi terkenal karena menceritakan tentang bimbingan dan kasih
sayang orang tua kepada anaknya.

8. Kisah Wali Songo Sunan Kudus (Jafar Shadiq)


Sunan Kudus (Jafar Sadiq) diberi gelar oleh para wali
dengan nama Wali Al-ilmi yang memiliki arti orang
yang berilmu luas. Sunan  Kudus memiliki keahlian
khusus dalam bidang agama. Ia juga dipercaya untuk
memegang pemerintahan di daerah Kudus. Sunan
Kudus merupakan salah satu Wali Songo penyebar
agama Islam di Jawa, khususnya wilayah Jawa
Tengah. Hal ini dikarenakan beliau merupakan
panglima serta pemimpin peperangan menggantikan
ayahnya.
Sunan Kudus merupakan putra dari Raden Usman Haji yang bergelar Sunan
Ngudung di Jipang Panolan, dekat Blora. Selain belajar agama kepada ayahnya,

2
Sunan Kudus juga belajar kepada beberapa ulama terkenal, seperti Kiai Telingsing,
Ki Ageng Ngerang dan Sunan Ampel.

Setelah menimba ilmu agama dari Kyai Telingsing, Sunan Kudus mewarisi
ketekunan dan kedisiplinan dalam mengejar atau meraih cita-cita. Selanjutnya,
Sunan Kudus juga berguru kepada Sunan Ampel di Surabaya selama beberapa tahun
lamanya.

Perjuangan Sunan Kudus dalam menyebarkan agama Islam sesungguhnya tidak jauh
berbeda dengan para wali lainnya. Ia senantiasa menempuh jalan kebijaksanaan.
Dengan siasat dan taktik itu, masyarakat dapat diajak memeluk agama Islam.

Saat itu, masyarakat di Kudus masih banyak yang belum beriman. Tentu saja bukan
pekerjaan yang mudah untuk mengajak mereka memeluk agama. Apalagi mereka
yang masih memeluk kepercayaan lama dan memegang teguh adat-istiadat
jumlahnya tidak sedikit. Di dalam masyarakat dengan kondisi seperti itulah Sunan
Kudus harus berjuang menegakkan agama.

9. Kisah Wali Songo Sunan Kalijaga (Raden Sahid)


Sunan Kalijaga (Raden Sahid) merupakan anak dari
adipati Tuban, Tumenggung Wilatikta. Ia dikenal sebagai
budayawan dan seniman seni suara, seni ukir hingga
seni busana. Ia juga menciptakan aneka cerita wayang
yang bercorak keislaman.
Dalam berdakwah, Sunan Kalijaga memperkenalkan
bentuk wayang yang terbuat dari kulit kambing atau
biasa dikenal sebagai wayang kulit. Sebab, pada masa itu
wayang populer dilukis pada semacan kertas  atau wayang beber. Dalam seni suara,
ia menciptakan lagu Dandanggula.
Sebelum menjadi ulama, Sunan Kalijaga konon pengalaman hidup sebagai perampok
atau begal. Bahkan, ia juga pernah merampok Sunan Bonang. Peristiwa tersebut
diyakini terjadi saat Sunan Kalijaga masih berusia muda. Sunan Kalijaga juga dikenal
kerap melakukan tindak kekerasan.
Aksi perampokan yang dilakukan Sunan Kalijaga diketahui oleh ayahnya.
Tumenggung Wilantika pun marah, malu dan merasa namanya tercoreng karena

2
kelakuan buruk sang anak. Ia lantas mengusir Sunan Kalijaga dari rumah mereka.
Padahal, yang sebenarnya terjadi adalah Sunan Kalijaga membongkar Gudang
Kadipaten untuk membagikan bahan makanan kepada orang-orang yang
membutuhkan.
Sebab, saat itu masyarakat Tuban hidup sangat memprihatinkan lantaran adanya
upeti ditambah musim kemarau panjang. Kendati sudah diusir dari Tuban, Sunan
Kalijaga tidak berhenti melakukan aksi pembegalan. Ia bahkan merampok orang-
orang kaya di Kadipaten Tuban. Mengetahui hal itu, ayahnya tentu semakin marah.
Sunan Kalijaga kembali diusir. Kali ini ia disuruh angkat kaki dari wilayah Kadipaten
Tuban.
Keluar dari daerah Tuban, Sunan Kalijaga masih juga tidak menghentikan aksi
perampokan itu. Bahkan, ia sampai tega meminta harta seorang yang sepuh. Saat itu,
Sunan Kalijaga bertemu dengan seseorang di hutan Jati Wangi. Ternyata, orang tua
tersebut diketahui sebagai Sunan Bonang. Raden Syahid alias Sunan Kalijaga tidak
mengenal orang tua tersebut. Karena masih memiliki jiwa begal, ia berniat untuk
membegal Sunan Bonang.

Bahkan, Sunan Kalijaga berhasil melumpuhkan Sunan Bonang. Ia pun meminta


Sunan Bonang menyerahkan barang bawaannya.Tanpa disangka, Sunan Bonang
menolak permintaan itu. Kemudian, Sunan Kalijaga pun menjelaskan alasannya
membegal adalah untuk membantu orang miskin.

Dalam cerita versi lainnya, Sunan Kalijaga meminta maaf dan bertobat lantaran
Sunan Bonang menasihatinya dan menunjukkan kesaktiannya, yaitu mengubah
buah pohon aren menjadi emas. Pertemuan tersebut membuat Sunan Kalijaga
bertobat dan langsung memohon agar diperbolehkan menjadi muridnya. Sunan
Bonang tentu saja menerima permintaan tersebut.

Namun, Sunan Bonang mengajukan suatu syarat, yaitu Sunan Kalijaga harus
bersemedi di pinggir kali sampai Sunan Bonang kembali. Sunan Kalijaga pun
menyanggupi syarat tersebut. Dikisahkan, Sunan Bonang pun akhirnya kembali ke
tempat yang sama setelah tiga tahun lamanya. Ia lantas menemukan tubuh Sunan
Kalijaga sudah dirambati oleh rerumputan.

2
Melihat keteguhan hati Sunan Kalijaga, Sunan Bonang pun takjub. Atas peristiwa itu
lah kemudian Raden Syahid diberi nama “Sunan Kalijaga”. Artinya, penjaga kali.
Selain itu, Sunan Kalijaga juga dapat diartikan sebagai orang yang senantiasa
menjaga semua aliran atau kepercayaan yang dianut masyarakat. Sunan Kalijaga
menjadi satu-satunya wali yang paham dan mendalami segala pergerakan, aliran
atau agama yang hidup di tengah masyarakat.

Selain itu, Sunan Kalijaga juga memiliki cara yang unik saat menyebarkan agama
Islam di pulau Jawa. Ia berhasil mengenalkan ajaran agama Islam dengan
memadukan budaya Jawa seperti wayang. Bahkan, Sunan Kalijaga juga mengarang
sebuah tembang Jawa yang sangat terkenal sampai saat ini, yaitu Ilir-Ilir.

2
2

Anda mungkin juga menyukai