Anda di halaman 1dari 20

PENYEBARAN ISLAM DI INDONESIA

Disusun Oleh: Hadya Zuhra

(190104109) Ismuhar

(190104108) Jawiruddin

(190104105) Muhammad Saleh

(190104106)

Dosen Pembimbing:

Irwansyah, S. Pd., M. Pd.

Program Studi Hukum Pidana Islam

Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Ar-Raniry

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Penyebaran Islam Di
Indonesia ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada
mata kuliah Sejarah Peradaban Islam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Irwansyah, S. Pd, M. Pd. selaku dosen
mata kuliah Sejarah Peradaban Islam yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Banda Aceh, 09 Januari 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................2
DAFTAR ISI ........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................4
1.1 Latar Belakang................................................................................................................ 4
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................... 6
A...Teori Masuknya Agama Islam Ke Indonesia................................................................6
B... Saluran Dan Cara Islamisasi Di Indonesia..................................................................12
C...Fase Atau Tahapan Islamisasi Di Indonesia............................................................... 14
D...Sebab-Sebab Islamisasi Berkembang Di Indonesia....................................................17

BAB III PENUTUP.............................................................................................................19


Kesimpulan........................................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................20

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Untuk mempelajari suatu agama, termasuk agama Islam harus bermula dari mempelajari
aspek geografis dan geografi persebaran agama-agama dunia. Setelah itu dapat dipahami pula
proses kelahiran Islam sebagai salah satu dari agama dunia, terutama yang dilahirkan di
Timur Tengah, yaitu Yahudi, Kristen, dan Islam. Selanjutnya untuk dapat memahami proses
perkembangan Islam sehingga menjadi salah satu agama yang dianut oleh penduduk dunia
yang cukup luas, harus dikenali lebih dahulu tokoh penerimaan ajaran yang sekaligus
menyebarkan ajaran itu, yaitu Muhammad SAW, sang pembawa risalah. Keberhasilan proses
Islamisasi di Indonesia ini memaksa Islam sebagai pendatang, untuk mendapatkan simbol-
simbol kulturalyang selaras dengan kemampuan penangkapan dan pemahaman masyarakat
yangakan dimasukinya dalam pengakuan dunia Islam. Langkah ini merupakan salah satu
watak Islam yang pluralistis yang dimiliki semenjak awal kelahirannya
Pada masa kedatangan dan penyebaran Islam di Indonesia terdapat beraneka ragam
suku bangsa, organisasi pemerintahan, struktur ekonomi, dan sosial budaya. Suku bangsa
Indonesia yang bertempat tinggal di daerah-daerah pedalaman, jika dilihat dari sudut
antropologi budaya, belum banyak mengalami percampuran jenis-jenis bangsa dan budaya
dari luar, seperti dari India, Persia, Arab, dan Eropa. Struktur sosial, ekonomi, dan budayanya
agak statis dibandingkan dengan suku bangsa yang mendiami daerah pesisir. Mereka yang
berdiam di pesisir, lebih-lebih di kota pelabuhan, menunjukkan ciri-ciri fisik dan sosial
budaya yang lebih berkembang akibat percampuran dengan bangsa dan budaya dari luar.
Agama Islam merupakan agama mayoritas masyarakat Indonesia saat ini. Secara bertahap
dan berkesinambungan, agama ini mampu berkembang ke semua lapisan masyarakat. Akan
tetapi, kapan masuknya agama ini ke Indonesia masih banyak diperdebatkan. Seperti
dikatakan oleh Snouck Hurgronje bahwa Islammasuk ke Indonesia pada Abad XIII dengan
bukti adanya nisan Sultan Malik al-Shaleh, tahun 689 H (1297 M). Namun, adanya
peninggalan berupa nisan Fatimah binti Maemon, tahun 475 H (1082 M) juga membuktikan
bahwa sudah sejak abad XI, Islam sudah masuk ke Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja teori masuknya Islam di Indonesia?

4
2. Bagaimana saluran dan cara Islamisasi di Indonesia?
3. Bagaimana fase atau tahapan Islamisasi di Indonesia?
4. Apa sebab-sebab Islamisasi berkembang di Indonesia?

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Masuknya Agama Islam Ke Indonesia


Lahirnya beragam teori-teori tentang proses masuknya Islam ke nusantara,
berangkat dari munculnya pemikiran para ahli sejarah yang dibangun dalam rangka
menjawab tiga persoalan mendasar. Pertama adalah, kapan tepatnya Islam datang,
dan juga masuk pertama kali ke Indonesia, adakah teori-teori pendukung lainnya.
Kedua, adakah bukti-bukti masuknya Islam ke Indonesia, dan apakah Islam yang datang
ke Indonesia langsung dari Jazirah Arab atau tidak langsung dari Arab. Ketiga,
bagaimana proses Islamisasi di Indonesia dapat barlangsung dengan mudah, sehingga
dapat diterima dengan baik oleh penduduk Indonesia, yang pada waktu itusudah di
kenal sebagai masyarakat mayoritas memeluk agama Hindu, Budha, dan juga kental dengan
kultur maupun tradisianimisme, dan dinamisme. Selanjutnya, bagaimana pola penyebaran
Islam di Indonesia. Merujuk dari para pakar sejarah terbagi dalam beragam
kelompok, yang pada gilirannya melahirkan beragam teori-teori proses masuknya
Islam ke nusantara. Dirangkum dari berbagai sumber, berikut teori-teori masuknya
Islam ke Nusantara :
1. Teori Gujarat

Teori ini mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari
Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Gujarat ini terletak di India bagian barat,
berdekatan dengan Laut Arab. Tokoh yang mensosialisasikan teori ini
kebanyakan adalah sarjana dari Belanda. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini
adalah J. Pijnapel dari Universitas Leiden pada abad ke 19. Menurutnya, orang-orang
Arab bermazhab Syafi’i telah bermukim di Gujarat dan Malabarsejak awal
Hijriyyah (abad ke 7 Masehi), namun yang menyebarkan Islam keIndonesia menurut
Pijnapel bukanlah dari orang Arab langsung, melainkan pedagang Gujarat yang
telah memeluk Islam dan berdagang ke dunia timur, termasuk Indonesia. Teori
Pijnapel ini disebarkan oleh seorang orientalis terkemuka Belanda, Snouck
Hurgronje. Menurutnya, Islam telah lebih dulu berkembang di kota-kota pelabuhan
Anak Benua India. Orang-orang Gujarat telah lebih awal membuka hubungan dagang
dengan Indonesia dibanding dengan pedagang Arab. Dalam pandangan Hurgronje,
kedatangan orang Arab terjadi pada masa berikutnya. Orang-orang Arab yang datang

6
ini kebanyakan adalah keturunan Nabi Muhammad yang menggunakan gelar “sayid”
atau “syarif ” di depan namanya. Teori Gujarat kemudian juga dikembangkan oleh J.P.
Moquetta (1912) yang memberikan argumentasi dengan batu nisan Sultan Malik Al-Saleh
yang wafat pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai, Aceh. Menurutnya,
batu nisan di Pasai dan makam Maulanan Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419
di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama dengan nisan yang terdapat di
Kambay, Gujarat. Moquetta akhirnya berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut diimpor
dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang Indonesia yang
telah belajar kaligrafi khas Gujarat. Alasan lainnya adalah kesamaan mahzab
Syafi’i yang di anut masyarakatmuslim di Gujarat dan Indonesia.
2. Teori Arab

Penting diketahui, bahwa Coromandel dan Malabar, menurut Arnold bukanlah satu-
satunya tempat Islam dibawa ke Nusantara. Islam di Indonesia juga dibawa oleh para
pedagang dari Arabia. Para pedagang Arab ini terlibat aktif dalam penyebaran Islam
ketika mereka dominan dalam perdagangan Barat-Timur sejakawal abad ke-7 dan ke-8
Masehi. Asumsi ini didasarkan pada sumber-sumber China yang menyebutkan bahwa
menjelang perempatan ketiga abad ke-7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin
pemukiman Arab Muslim di pesisir barat Sumatera. Bahkan, beberapa orang Arab ini
telah melakukan perkawinan campur dengan penduduk pribumi yang kemudian
membentuk inti sebuah komunitas Muslim yang para anggotanya telah memeluk agama
Islam.
Teori Arab ini, semula dikemukakan oleh Crawfurd yang mengatakan bahwa
Islam dikenalkan pada masyarakat Nusantara langsung dari Tanah Arab, meskipun
hubungan bangsa Melayu-Indonesia dengan umat Islam di pesisir Timur India juga
merupakan faktor penting. Teori Arab ini, sedikit pengembangan, didukung oleh Keyzer.
Didasarkan pada persamaan mazhab Syafi’i yang dominan di Indonesia. Keyzer
berpendapat bahwa Islam di Nusantara berasal dari Mesir. Hal senada juga dikemukakan
oleh Niemann dan de Hollander, dengan sedikit revisi, yang mengatakan bahwa Islam
di Indonesia berasal dari Handramaut. Sementara itu, P.J. Veth berpendapat bahwa
hanya orang-orang Arab yang melakukan perkawinan campur dengan penduduk
pribumi yang berperan dalam penyebaran Islam di pemukiman baru mereka di Nusantara.
Sejumlah ahli Indonesia dan Malaysia mendukung teori Arab ini. Dalam
beberapa kali seminar yang digelar tentang Kedatangan Islam ke Indonesia yang diadakan

7
pada tahun 1963 dan 1978, disimpulkan bahwa Islam yang datang ke Indonesia
langsung dari Arab, bukan dari India. Islam datang pertama kali ke Indonesia pada abad
pertama Hijriah atauabad ke-7 Masehi, bukan abad ke-12 atau ke-13 Masehi.
Uka Tjandrasasmita, pakar Sejarah dan Arkeolog Islam, berpendapat bahwa
Islam datang ke Indonesia pada abad ke-7 atau ke-8 Masehi. Pada abad-abad ini,
dimungkinkan orang-orang Islam dari Arab, Persiadan India sudah banyak yang
berhubungan dengan orang-orangdi Asia Tenggara dan Asia Timur. Kemajuan
perhubungan dan pelayaran pada abad-abad tersebut sangat mungkin sebagai akibat
persaingan di antara kerajaan-kerajaan besar ketika itu, yakni kerajaan Bani
Umayyah di Asia Barat, kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara, dan kekuasaan China
dibawah dinasti Tang di Asia Timur.
Pendukung teori Arab lainnya adalah Syed Muhammad Naquib al-Attas, seorang
pakar Kesusasteraan Melayu dari Universiti Kebangsaan Malaysia kelahiran Indonesia.
Dia mengatakan bahwa bukti paling penting yang dapat dipelajari ketika mendiskusikan
kedatangan Islam dikepulauan Melayu-Indonesia adalah karakteristik internal Islam itu
sendiri di kawasan ini. Dia menggagas suatu halyang disebut sebagai teori umum
Islamisasi Kepulauan Melayu-Indonesia yang umumnya didasarkan pada sejarah
literatur Islam Melayu dan sejarah pandangan dunia (worldview) Melayu-Indonesia,
sebagaimana yang dapat dilihat melalui perubahan konsep dan istilah kunci
dalam literatur Melayu (historiografi tradisional lokal) pada abad ke-10 sampai
ke-11 Hijriyah, atau abad ke-16 sampai abad ke-17 Masehi.
3. Teori Persia

Pembangun teori Persia di Indonesia adalah P.A. Hoesein Djajadiningrat. Fokus


pandangan teori ini tentang masuknya agama Islam ke Nusantara berbeda dengan teori
Gujarat dan Makkah, sekalipun mempunyai kesamaan masalah Gujaratnya, serta
Mazhab Syafi’i-nya. Teori Persia lebih menitikberatkan tinjauannya kepada kebudayaan
yang hidup di kalangan masyarakat Islam Indonesia yang dirasakan mempunyai
persamaan dengan Persia, antara lain:
a. Peringatan 10 Muharram atau Asyura sebagai hari peringatan Syi’ah
ataskematian syahidnya Husain. Peringatanini berbentuk pembuatan
bubur Asyura. Di Minangkabau bulan Muharram disebut bulan Hasan-Husein.
Di Sumatera Tengah sebelah Barat, disebut bulan Tabut, diperingati

8
denganmengarak keranda Husein untuk dilemparkan ke sungai atau ke
dalam perairan lainnya. Keranda tersebut disebut tabut diambil dari bahasa Arab.
b. Adanya kesamaan ajaran antara Syaikh Siti Jenar dengan ajaran Sufi IranAl-
Hallaj, sekalipun Al-Hallaj telah meninggal tahun 310 H/922 M, tetapi
ajarannya berkembang terus dalam bentuk puisi, sehingga memungkinkan
Syaikh Siti Jenar yang hidup abad ke-16 dapat mempelajarinya.
c. Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab.
d. Nisan pada makam Malikus Saleh (1297) dan makam Malik Ibrahim (1419)di
Gresik dipesan dari Gujarat. Dalam hal ini teori Persia mempunyai
kesamaan mutlak dengan teori Gujarat. Tetapi sangat berbeda dengan
pandangan G.E.Morrison bahwa Islam Indonesia berasal dari India Selatanyang
bermazhab Syafi’i dan bukan Gujarat.
e. Pengakuan umat Islam Indonesia terhadap Mazhab Syafi’I sebagai mazhabyang
paling utama di daerah Malabar. Dalam masalah mazhab Syafi’I, P.A. Hoesein
Djajadiningrat mempunyai kesamaan dengan G.E.Morrison, tetapi berbeda
dengan teori Makkah dikemukakan oleh Hamka. P.A. Hoesein
Djajadiningrat disatu pihak melihat salah satu budaya Islam Indonesia
kemudian dikaitkan dengan kebudayaan Persia, tetapi dalam memandang
Mazhab Syafi’I terhenti ke Malabar, tidak berlanjut dihubungkan dengan
pusat Mazhab Syafi’I di Makkah.

Berdasarkan uraian tersebut mengenai masuknya Islam di Indonesia terjadi perbedaan


pendapat, yakni abad 1H/7 M dan abad ke-13 M. Masuk dan berkembangnya Islam di
Nusantara merupakan proses yang memakan waktu panjang, sehingga antara masuknya
Islam dan tumbuhnya kerajaan Islam merupakan dua hal yang perlu dibedakan.
4. Teori Malabar
Teori ini dikemukakan oleh Thomas W. Arnold dan Morisson. Teori ini
menyatakan bahwa Islam datang ke Indonesia berasal Colomander dan Malabar. Islam
diperkirakan datang ke Indonesia dibawa oleh para penyebar Muslim dari pantai
Coromandel pada akhir abad ke-13. Teori ini dikuatkan dengan kesamaan madzhab
Muslim di wilayah-wilayah Colomander dan Malabar dengan yang dianut oleh
masyarakat Nusantara. Menurut Morisson, Islam tidak mungkin datang dari
Gujarat, karena secara politis pada waktu itu belum memungkinkan Gujarat menjadi
sumber penyebaran dan pusat perdagangan yang menghubungkan antara wilayah

9
Nusantara dengan wilayah Timur Tengah. Menurut Morisson, meskipun batu-batu
nisan yang ditemukan di Pasai atau Gresik bisa jadi berasal dari Gujarat, atau dari
Bengal, hal itu tidak lantas berarti Islam juga datang dari sana. Menurut Morisson,
tidak mungkin Islam telah masuk ke Samudra Pasai pada abad 13, karena saat itu
Gujarat sendiri masih merupakan kerajaan Hindu. Baru pada tahun 699/1298,
Cambay, Gujarat ditaklukkan oleh kekuasaan muslim. Berdasar pertimbangan ini,
Morisson pun mengemukakan pendapatnya bahwa Islam di Nusantara bukan
berasal dari Gujarat, melainkan dibawa oleh para penyebar Muslim dari pantai
Coromandeldan Malabar.
5. Teori Bengal (Benggali/Bangladesh)

Teori ini dikemukakan oleh S. Q. Fatimi. Menurut teori ini, Islam datang dari
Bengal ke Indonesia pada sekitar abad ke 11. Teori ini didasarkan pada banyaknya tokoh
terkemuka di Pasai yang merupakan keturunan dari Benggali Menurut teori ini,
keberadaan makam Sultan Pasai, Malik As Shaleh dan juga batu nisan Fatimah di Leran
Gresik juga menjadi bukti masuknya Islam dari Bengal ke Nusantara. Jadi menurut teori
ini, mengaitkan keberadaan batu nisan yang ada di Pasai dengan Gujarat adalah keliru.
Menurut S. Q. Fatimi, bentuk dan gaya batu nisan Malik al-Saleh berbeda
sepenuhnya dengan batu nisan yang terdapat di Gujarat dan batu-batu nisan lain yang
ditemukan di Nusantara. Fatimi berpendapat bentuk dan gaya batu nisan itu justru mirip
dengan batu nisan yang terdapat di Bengal. Oleh karenanya, batu nisan itu hampir
dipastikan berasal dari Bengal. Seperti halnya teori pertama, kelemahan teori ini
juga berkenaan dengan adanya perbedaan madzhab yang dianut kaum muslim Nusantara
(Syafi’i) dan mazhab yang dipegang oleh kaum muslimin Bengal (Hanafi).
6. Teori China

Teori ini menyatakan, Islam masuk di Indonesia melalui China, tentunya dibawa oleh
para saudagar China yang sejak dahulu kala dikenal sebagai pedagang yang sangat mobile.
Apalagi daratan China dan Indonesia relatif lebih dekat. Kalangan ilmuan China,
terutama ilmuan China muslim mengklaim China sudah sangat akrab dengan kota
Mekkah dan Madinah. Pernyataan Nabi: Uthlub al-'Ilm waalu bi al-Shin (tuntutlah ilmu
walau sampai di tanah China) dijadikan bukti akan kedekatan itu. Dari mana Nabi
Muhammad Saw tahu tentang China kalau tidak ada wawasan tentang China yang sudah
berkembang di kawasan itu jauh sebelumnya. Kita tahu China adalah salah satu
peradaban dunia yang tertua juga.

10
10
Memang ada kontroversi tentang kata shin dalam hadis di atas. Sejumlah ilmuan India
mengklaim yang dimaksud hadis itu bukan China yang amat jauh dari tanah
Arab tetapi Kota Sindu (Sind) yang masuk dalam wilayah India. Menurut mereka, itu
lebih masuk akal karena India dan Arab masih dapat ditempuh dengan darat, lagi
pula hubungan dagang dan budaya antara Arab dan India terjalin sudah cukup lama.
Namun anggapan ini dibantah oleh kalangan ahli sejarah Timur Tengah, karena
peradaban China saat itu di bawah Dinasti Tang sudah malang melintang di kawasan
Timur Tengah. Bahkan sejumlah keramik yang ditemukan, termasuk keramik yang
menempel di Masjid Nabi juga berasal dari China. Kertas dalam ukuran modern saat itu
sudah mampu diproduksi di China sehingga salah satu barang dagangan China ke
kawasan ini ialah kertas.
Teori ini pernah diungkapkan juga oleh sejumlah ilmuan kita di Tanah Air,
seperti Slamet Mulyana dan Sumanto Al Qurtuby. Hanya saja disayangkan kenapa
mereka tidak melanjutkan penelitiannya untuk lebih membuktikan asumsinya agar
bisa dipertimbangkan sebagai suatu kebenaran akademik yang dapat
dipertanggungjawabkan. Apalagi teori ini sebetulnya sangat masuk akal dengan
berbagai pertimbangan. Ditemukannya sahabat Nabi di China yang notabene
lebih jauh dari Indonesia. Para pelaut Arab tentu membutuhkan air tawar atau
bahan makanan untuk melanjutkan perjalanannya ke China. Secara logika, mestinya
Indonesia lebih dahulu masuk Islam, baru China kalau dilihat dari jalur sutra
perkembangan Islam di Asia.
Teori ini juga bisa dipertimbangkan dengan kenyataan sejarah mobilitas orang-orang
China muslim ke Asia Tenggara, khususnya Sumatera bagian Selatan seperti
Palembang dan Bengkulu sekarang. Bukti fisik biologis orang-orang Sumatera
bagian Selatan memiliki pertautan genetic sehingga postur tubuh dan muka memiliki
kemiripan. Belum lagi persamaan budaya atau pengaruh budaya China di dalam tradisi
kesenian Sumatera bagian Selatan sangat kuat pengaruh China-nya.
Bukti historis yang dapat menguatkan hal ini ialah penyeberangan China muslim ke
Pulau Jawa seperti Kerajaan Demak pernah mempunyai keturunan darah China
(Raden Patah). Hal yang sama juga bisa dilacak dalam sejumlah ulama yang memiliki
darah China. Termasuk Gus Dur yang mengklaim diri memiliki asal usul dari China.
Termasuk yang amat populer ialah kisah nyata Laksamana Cheng Ho. Persoalannya
adalah apakah Islam yang masuk di Indonesia pertama kali berasal dari daratan China
atau daratan lain, masih perlu pembuktian lebih lanjut.
11
11
Dari ke semua teori-teori di atas, secara umum para sejarawan mengakui bahwa sejarah
awal masuknya Islam di Indonesia masih belum jelas. Artinya, karena minimnya informasi
yang dapat dipercaya, rumusan yang pasti tentang kapan, dari mana, oleh siapa dan
bagaimana masuknya Islam ke Indonesia belum ada kesepakatan. Meskipun begitu, secara
umum para sejarawan menyatakan bahwa Islam sampai ke Indonesia kemungkinan
besar melalui kontak perdagangan yang sudah terjalin bahkan sebelum adanya agama Islam.

B. Saluran Dan Cara Islamisasi Di Indonesia


Kedatangan Islam ke Indonesia dan penyebarannya kepada golongan bangsawan dan
rakyat umumnya, dilakukan secara damai. Saluran-saluran Islamisasi yang berkembang ada
enam, yaitu:
1. Saluran Perdagangan

Diantara saluran Islamisasi di Indonesia pada taraf permulaannya ialah melalui


perdagangan. Hal ini sesuia dengan kesibukan lalu lintas perdagangan abad-7 sampai
abad ke-16, perdagangan antara negeri-negeri di bagian barat, Tenggara dan Timur benua
Asia dan dimana pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia, India) turut serta
menggambil bagiannya di Indonesia. Penggunaan saluran islamisasi melalui perdagangan
itu sangat menguntungkan. Hal ini menimbulkan jalinan di antara masyarakat Indonesia
dan pedagang.
Dijelaskan di sini bahwa proses islamisasi melalui saluran perdagangan itu dipercepat
oleh situasi dan kondisi politik beberapa kerajaan di mana adipati-adipati pesisir
berusaha melepaskan diri dari kekuasaan pusat kerajaan yang sedang mengalami
kekacauan dan perpecahan. Secara umum Islamisasi yang dilakukan oleh para pedagang
melalui perdagangan itu mungkin dapat digambarkan sebagai berikut: mulal-mula
mereka berdatangan di tempat-tempat pusat perdagangan dan kemudian diantaranya ada
yang bertempat tinggal, baik untuk sementara maupun untuk menetap. Lambat laun
tempat tinggal mereka berkembang menjadi perkampungan-perkampungan.
Perkampungan golongan pedangan Muslim dari negeri-negeri asing itu disebut Pekojan.
2. Saluran Perkawinan

Perkawinan merupakan salah satu dari saluran-saluran Islamisasi yang paling


memudahkan. Karena ikatan perkawinan merupakan ikatan lahir batin, tempat mencari
kedamaian diantara dua individu. Kedua individu yauitu suami isteri membentuk keluarga

12
12
yang justru menjadi inti masyarakat. Dalam hal ini berarti membentuk masyarakat
muslim.
Saluran Islamisasi melalui perkawinan yakni antara pedagang atau saudagar dengan
wanitia pribumi juga merupakan bagian yang erat berjalinan dengan Islamisasi. Jalinan
baik ini kadang diteruskan dengan perkawinan antara putri kaum pribumi dengan para
pedagang Islam. Melalui perkawinan inilah terlahir seorang muslim. Dari sudut ekonomi,
para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan
pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk
menjadi istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, mereka diislamkan terlebih dahulu.
Setelah setelah mereka mempunyai kerturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya
timbul kampung-kampung, daerah-daerah, dan kerajaan-kerajaan muslim.
3. Saluran Tasawuf

Tasawuf merupakan salah satu saluran yang penting dalam proses Islamisasi. Tasawuf
termasuk kategori yang berfungsi dan membentuk kehidupan sosial bangsa Indonesia
yang meninggalkan bukti-bukti yang jelas pada tulisan-tulisan antara abad ke-13 dan ke-
18. hal itu bertalian langsung dengan penyebaran Islam di Indonesia. Dalam hal ini para
ahli tasawuf hidup dalam kesederhanaan, mereka selalu berusaha menghayati kehidupan
masyarakatnya dan hidup bersama di tengah-tengah masyarakatnya. Para ahli tasawuf
biasanya memiliki keahlian untuk menyembuhkan penyakit dan lain-lain. Jalur tasawuf,
yaitu proses islamisasi dengan mengajarknan teosofi dengan mengakomodir nilai-nilai
budaya bahkan ajaran agama yang ada yaitu agama Hindu ke dalam ajaran Islam, dengan
tentu saja terlebih dahulu dikodifikasikan dengan nilai-nilai Islam sehingga mudah
dimengerti dan diterima.
Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang mengandung persamaan
dengan alam pikiran Indonesia pra-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syeh
Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih
berkembang di abad ke-19 bahkan di abad ke-20 ini.
4. Saluran Pendidikan

Para ulama, guru-guru agama, raja berperan besar dalam proses Islamisasi, mereka
menyebarkan agama Islam melalui pendidikan yaitu dengan mendirikan pondok-pondok
pesantren merupakan tempat pengajaran agama Islam bagi para santri. Pada umumnya di
pondok pesantren ini diajarkan oleh guru-guru agama, kyai-kyai, atau ulama-ulama.
Mereka setelah belajar ilmu-ilmu agama dari berbagai kitab-kitab, setelah keluar dari

13
13
suatu pesantren itu maka akan kembali ke masing- masing kampung atau desanya untuk
menjadi tokoh keagamaan, menjadi kyai yang menyelenggarakan pesantren lagi. Semakin
terkenal kyai yang mengajarkan semakin terkenal pesantrennya, dan pengaruhnya akan
mencapai radius yang lebih jauh lagi.27
5. Saluran Kesenian

Saluran Islamisasi melalui seni seperti seni bangunan, seni pahat atau ukir, seni tari,
musik dan seni sastra. Misalnya pada seni bangunan ini telihat pada masjid kuno Demak,
Sendang Duwur Agung Kasepuhan di Cirebon, masjid Agung Banten, Baiturrahman di
Aceh, Ternate dan sebagainya. Contoh lain dalam seni adalah dengan pertunjukan
wayang, yang digemari oleh masyarakat. Melalui cerita-cerita wayang itu disisipkan
ajaran agama Islam. Seni gamelan juga dapat mengundang masyarakat untuk melihat
pertunjukan tersebut. Selanjutnya diadakan dakwah keagamaan Islam.
6. Saluran Politik

Pengaruh kekuasan raja sangat berperan besar dalam proses Islamisasi. Ketika
seorang raja memeluk agama Islam, maka rakyat juga akan mengikuti jejak rajanya.
Rakyat memiliki kepatuhan yang sangat tinggi dan raja sebagai panutan bahkan menjadi
tauladan bagi rakyatnya. Misalnya di Sulawesi Selatan dan Maluku, kebanyakan
rakyatnya masuk Islam setelah rajanya memeluk agama Islam terlebih dahulu. Pengaruh
politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini.

C. Fase Atau Tahapan Islamisasi Di Indonesia


Dengan beberapa perbedaan tentang Islamisasi tersebut, haruslah diupayakan sintesis
dari berbagai pendapat yang ada. Di antara upaya tersebut adalah dengan membuat fase-fase
atau tahapan tentang Islamisasi di Indoneia, seperti tahap permulaan kedatangan yang terjadi
pada abad ke-7 Masehi. Adapun pada abad ke-13 Masehi dipandang sebagai proses
penyebaran dan terbentuknya masyarakat Islam di Nusantara. Para pembawa Islam pada abad
ke-7 sampai abad ke-13 Masehi tersebut adalah orang-orang Muslim dari Arab, Persia dan
India (Gujarat dan Bengal). Hal serupa juga dilakukan oleh Uka Tjandrasasmita yang
mengatakan bahwa sebelum abad ke-13 merupakan tahap proses Islamisasi. Abad ke-13 itu
sendiri dipandang sebagai masa pertumbuhan Islam sebagai kerajaan bercorak Islam yang
pertama di Indonesia.

14
14
Sementara itu, Hasan Mu'arif Ambary, berpendapat berdasarkan data-data arkeologis
yang ada, ia membagi fase Islamisasi Indonesia ke dalam tiga fase, yaitu: (1) fase kehadiran
para pedagang Muslim, (2) fase terbentuknya kerajaan Islam (3) fase pelembagaan Islam.
Dalam fase kehadiran para pedagang Muslim di Indonesia, Ambary tidakmemberi angka
yang jelas tentang permulaan Islam datang ke Indonesia.Walaupun demikian, dapat diduga
bahwa fase tersebut terjadi pada sebelum abad ke-13 M, yaitu abad ke-1 sampai ke-5 Hijriah,
atau abad ke-7 sampai ke-11 Masehi. Adapun fase terbentuknya kerajaan Islam berlansung
antara abad ke-13 M sampai abad ke-16 M. Sedangkan masa pelembagaan Islam terjadi
sesudah abad-abad tersebut.
Khusus Islamisasi di Jawa, Denys Lombard secara garis besar membedakan tiga tahap
dalam proses Islamisasi di wilayah ini, yaitu: (1) berlangsungnya Islamisasi di wilayah pantai
utara, melalui pelabuhan perdagangan sejak abad ke-15 memainkan peranan yang makin
penting, (2) merembesnya Islam kedaerah pedalaman yang secara berangsurangsur
memunculkan semacam kaum berjuis Islam di pedalaman, (3) terbentuknya jaringan Islam
pedesaan, dengan peran penting yang dimainkan oleh pesantrendan tarekat. Pada gilirannya,
perkembangan semacam ini memungkinkan bagi kelangsungan struktur yang sudah ada di
masa Hindia Belanda sejak abad ke-19,yaitu makin terbukanya kemunginan bagi rakyat
Indonesia untuk naik haji. Konsekuensinya, Islam di Kepulauan Indonesia-Melayu mendapat
akses yang luas dan langsung dari pusat Islam (Mekkah dan Kairo).
Hal yang hampir sama juga dilakukan oleh Lathiful Khuluq. Menurutnya, minimal ada
lima fase penyebaran Islam kepada masyarakat Jawa (Indonesia). Pertama, Islamisasi yang
dilakukan oleh para pedagang Muslim dari India danArabia kepada komunitas masyarakat
biasa di pesisir utara Pulau Jawa. Kedua, Islamisasi yang dilakukan oleh para ulama yang
terkenal dengan sebutan “walisanga”. Ketiga, Islamisasi di bawah kerajaan Islam Mataram
yang berpusat di pedalaman Pulau Jawa, terutama pada masa Sultan Agung. Keempat,
Islamisasi yang diwarnai dengan makin maraknya gerakan pemurnian Islam yang dibawa ke
Nusantara pada abad ke-18. Kelima, Islamisasi yang ditandai dengan gerakan reformasi yang
dilakukan oleh organisasi-organisasi Islam, seperti Jami’at al-Khair(1901), Sarekat Islam
(1911), Muhammadiyah (1912) dan lain sebagainya.
Dengan mengacu pada fase-fase Islamisasi di Jawa yang dikemukakan oleh Lathiful
Khuluq tersebut, pada fase kedua Islamisasi di Jawa berlangsung dengan cepat. Percepatan
Islamisasi ini, terutama sebagai hasil dari dakwah para wali sebagai perintis dan penyebar
agama Islam di Jawa. Para wali memegang kepemimpinan yang kharismatik. Pada satu pihak,
demikian menurut Sartono, otoritas mereka dapat berbentuk formal sebagai penguasa politik
15
15
atau raja; pada pihak lain, terlepas dari pelembagaan politik atau tidak, mereka memiliki
kekuasaan sosial-relegius yang kuat.
Khusus periode Wali Sanga, Denys Lombard membaginya kedalam tiga fase. Pertama,
penyebaran Islam di pesisir utara pulau jawa melalui perdagangan di pelabuhan-pelabuhan
awal abad kelima belas. Fase ini dinilai fase yang paling penting. Kedua, penyebaran Islam
yang mulai masuk ke dalam pulau Jawa secara berangsur dan menimbulkan golongan santri,
priyayi dan abangan. Ketiga, terbentuknya jaringan Islam di pedesaan sehingga terbentuk
pesantren dan tarekat.
Pada umumnya, para ahli berpendapat bahwa Islam di Indonesia disebarluaskan melalui
jalan damai. Tidak ada misi khusus, seperti dalam agama Protestan dan Katholik dalam
menyebarkan Islam di Indonesia, paling tidak pada masa awal. Namun, perkembangan
Islamisasi Indonesia ini sebetulnya menggunakan tiga metode, yaitu: (1) disebarkan oleh para
pedagang Muslim dalam suasana damai, (2) disebarkan oleh para juru dakwah dan para wali
khusus dari India dan Arab untuk meng-Islamkan penduduk dan meningkatkan ilmu
pengetahuan dan keimanan mereka, dan (3) disebarkan dengan kekuatan untuk berperang
melawan pemerintahan kafir. Metode terakhir ini terjadi segera setelah sebuah kerajaan Islam
berdiri di Indonesia di mana kadang-kadang Islam disebarkan dari sana ke kawasan-kawasan
lain melalui peperangan.
Perlu dijelaskan di sini bahwa teori-teori yang dikemukakan di atas, pada dasarnya
tidak membicarakan masuknya agama Islam ke setiap pulau di Nusantara. Teori-teori tersebut
hanya menganalisis masuknya agama Islam di Pulau Sumatera, khususnya Aceh, dan Pulau
Jawa. Kedua pulau ini dipandang mempunyai peranan penting dalam perkembangan Islam di
pulau-pulau lain di Indonesia. Teori apapun tentang Islamisasi Nusantara-Melayu senantiasa
akan dituntut untuk menjelaskan kenapa proses tersebut berawal dari suatu masa tertentu, dan
bukan beberapa abad sebelumnya atau sesudahnya. Orang-orang Muslim dari negeri asing,
mungkin sudah menetap di pelabuhan-pelabuhan dagang di Sumatera dan Jawa selama
berabad-abad. Namun, baru menjelang akhir abad ke-13 lah ditemukan adanya jejak orang
Islam pribumi. Dalam abad-abad selanjutnya, Islam secara berangsur-angsurmenyebar
melampaui daerah pantai Sumatera dan Semanjung Malaya, ke pantai utara pulau Jawa dan
beberapa pulau penghasil rempah-rempah di Indonesia bagian timur. Patut disayangkan, cara
berlangsungnya perpindahan agama ini tidak terdokumentasikan dengan baik, sehingga
banyak menimbulkan spekulasi di kalangan ilmuan dan kadang-kadang menimbukan
perdebatan yang sengit. Yang pasti, proses tersebut tidak mungkin berjalan menurut pola
yang seragam untuk seluruh wilayah Indonesia yang cukup luas.
16
16
D. Sebab-Sebab Islamisasi Berkembang Di Indonesia
Ada beberapa hal yang menyebabkan agama Islam cepat berkembang di Indonesia.
Menurut Dr. Adil Muhyidin Al-Allusi, seorang penulis sejarah Islam dari Timur Tengah,
menyatakan bahwa ada tiga factor yang menyebabkan Islam cepat berkembang di Indonesia,
yaitu sebagai berikut:
1. Faktor Agama

Faktor agama, yaitu akidah islam itu sendiri dan dasar-dasarnya yang memerintahkan
menjunjung tinggi kepribadian dan meningkatkan harkat dan martabatnya,
menghapuskan kekuasaan kelas rohaniwan seperti Brahmana dalam system kasta yang
diajarkan Hindu. Masyarakat yang diyakinkan bahwa dalam Islam semua lapisan
masyarakat sama kedudukannya, tidak ada yang lebih utama dalam pandangan Allah
kecuali karena taqwanya. Mereka juga sama didalam hukum, tidak ada yang
diistemewakan meskipun ia keturunan bangsawan. Dengan demikian, semua lapisan
masyarakat dapat saling hidup rukun, bersaudara, bergotong royong, saling menghargai,
saling mengasihi, bersikap adil, sehingga toleransi Islam merupakan ciri utama bangsa
ini yang di kenal dunia dewasa ini. Selain itu akidah sufi kaum muslimin juga ikut
membantu memasyarakatkan Islam di Indonesia, karena memiliki banyak persamaan
dengan kepercayaan kuno Indonesia, yang cenderung menghargai pada pandangan
dunia mistik. Seperti kepercayaan pada tiga dewa, yaitu dewa kecantikan, kemahiran,
dan kesenian, yang diwariskan Hindu yang dasarnya menganut animisme.
2. Faktor Politik

Faktor politik yang diwarnai oleh pertarungan dalam negeri antara negara-negara dan
penguasa-penguasa Indonesia, serat oleh pertarungan negara-negara bagian itu dengan
pemerintah pusatnya yang beragama Hindu. Hal tersebut mendorong para penguasa,
para bangsawan dan para pejabat di negara-negara bagian tersebut untuk menganut
agama Islam, yang di pandang mereka sebagai senjata ampuh untuk melawan dan
menumbangkan kekuatan Hindu. Hal itu dapat di buktikan hingga kini, bahwa apabila
semangat keislaman dibangkitkan ditengah-tengah masyarakat Indonesia, baik di
Sumatra, Jawa maupun kepulauan Indonesia lainnya, dengan mudah sekali seluruh
kekuatan dan semangat keislaman itu akan bangkit serentak sebagai suatu kekuatan
kekuatan yang dahsyat.

17
17
3. Faktor Ekonomi

Faktor ekonomis yang pertama diperankan oleh para pedagang yang menggunakan
jalan laut, baik antar kepulauan Indonesia sendiri, maupun yang melampaui perairan
Indonesia ke Cina, India, dan Teluk Arab/Parsi yang merupakan pendukung utamanya,
karena telah memberikaan keuntungan yang tidak sedikit sekaligus mendatangkan bea
masuk yang besar bagi pelabuhan-pelabuhan yang disinggahinya, baik menyangkut
barang-barang yang masuk maupun yang keluar. Ternyata orang-orang yang terlibat
dalam perdagangan itu bukan hanya para pedagang, tetapi dianatara mereka terdapat
para penguasa negara-negara bagian, pejabat negara dan kaum bangsawan. Karena
perdagangan melalui lautan Indonesia dan India hampir seluruhnya dikuasai pedagang
arab, maka para pedagang Indonesia yang terdiri dari para pejabat dan bangsawan itu,
yang bertindak sebagai ageb-agen barang Indonesia yang akan dikirim ke luar dan
sebagai penyalur barang-barang yang masuk ke Indonesia, banyak berhubungan dengan
para pedagang muslim Arab yang sekaligus mengajak mereka.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan agama Islam dapat berkembang cepat di
Indonesia. Di antaranya sebagai berikut:
1. Syarat untuk masuk agama Islam sangatlah mudah. Seseorang hanya butuh
mengucapkan kalimat syahadat untuk bisa secara resmi menganut agama Islam.
2. Agama Islam tidak mengenal system pembagian masyarakat berdasarkan kasta.
Dalam ajaran agama Islam tidak dikenal adanya berbedaan golongan dalam
masyarakat. Setiap anggota masyarakta mempunyai kedudukan yang sama sebagai
hamba Allah SWT.
3. Penyebaran agama Islam dilakukan dengan jalan yang relative damai (tanpa melalui
kekerasan).
4. Sifat bangsa Indonesia yang ramah tamah member peluang untuk bergaul lebih erat
dengan bangsa lain. Di dalam pergaulan yang erat itu kemudian terjadi saling
mempengaruhi dan saling pengertian.
5. Upacara-upacara keagamaan dalam Islam lebih sederhana

18
18
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Para ahli masih berbeda pendapat tentang hal ini sehingga masih belum dapat
dipastikan kapan tepatnya Islam masuk ke Indonesia. Perbedaan ini umumnya didasarkan
pada bukti-bukti berupa peninggalan sejarah bercorak Islam yang tersebar di nusantara.
Merujuk dari perbedaan pendapat para ahli tentang awal mula penyebaran agama Islam di
Indonesia, akhirnya muncullah beberapa teori tentang awal mula Islam masuk ke Indonesia.
Beberapa teori itu antara lain teori gujarat, teori arab, teori persia, teori malabar, teori bengal,
dan teori china.
Kedatangan Islam ke Indonesia dan penyebarannya kepada golongan bangsawan dan
rakyat umumnya, dilakukan secara damai. Saluran-saluran Islamisasi yang berkembang ada
enam, yaitu: Saluran Perdagangan, Saluran Perkawinan, Saluran Tasawuf, Saluran
Pendidikan, Saluran Kesenian, dan Saluran Politik.
Hasan Mu’arif Ambary menjelaskan tiga tahap islamisasi di Indonesia. Pertama,
kehadiran saudagar atau pedagang muslim. Kedua, mulai terbentuknya kerajaan-kerajaan
Islam. Ketiga, pelembagaan Islam. Berbeda dengan Latiful Khuluq, ia membaginya dalam
lima tahap islamisasi di Indonesia. Pertama, islamisasi oleh pedagang Arab dan Persia di
pesisir utara pantai jawa. Kedua, islamisasi yang dilakukan oleh Wali Sanga. Ketiga,
islamisasi dibawah kerajaan Islam Mataram di Jawa. Keempat, gerakan pemurnian Islam
sejak abad kedelapan belas dan kelima, islamisasi ala gerakan reformis Islam seperti Jami’at
al-Khair (1901), Sarekat Islam (1911) dan Muhammadiyah (1912) serta lainnya.
Menurut Dr. Adil Muhyidin Al-Allusi, seorang penulis sejarah Islam dari Timur
Tengah, menyatakan bahwa ada tiga faktor yang menyebabkan Islam cepat berkembang di
Indonesia, yaitu sebagai berikut: Pertama adalah faktor agama, kedua faktor ekonomi, dan
yang ketiga adalah faktor politik. Dalam buku lain juga dijelaskan beberapa faktor yang
menyebabkan agama Islam dapat berkembang cepat di Indonesia, yaitu: syarat untuk masuk
agama Islam sangatlah mudah, Agama Islam tidak mengenal sistem pembagian masyarakat
berdasarkan kasta. Penyebaran agama Islam dilakukan dengan jalan yang relative damai
(tanpa melalui kekerasan), sifat bangsa Indonesia yang ramah tamah memberi peluang untuk
bergaul lebih erat dengan bangsa lain, upacara-upacara keagamaan dalam Islam lebih
sederhana.

19
19
DAFTAR PUSTAKA

Baiti, R. (2014). TEORI DAN PROSES ISLAMISASI DI INDONESIA. Wardah , 133-145.


Dalimunthe, L. A. (2016). Kajian Proses Islamisasi Di Indonesia (Studi Pustaka). Jurnal
Studi Agama dan Masyarakat
Amin, Faizal, (n.d.). Kedatangan dan Penyebaran Islam di Asia Tenggara:Tela’ah Teoritik
Tentang Proses Islamisasi Nusantara. H, M. S. (2014).
Tjandrasasmita, Uka, (Ed.), Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984).
Yatim, Badri, Sejarah Islam di Indonesia, (Jakarta: Depag, 1998).
Edyar, Busman, dkk (Ed.), Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Pustaka Asatruss, 2009).
Marwati Djoened Pusponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia, Jilid
III, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990)
Tjandrasasmita, Uka, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-Kota Muslim di Indonesia
Ambary, Hasan Mu’arif, Menemukan Peradaban; Jejak Arkeologis dan Historis Islam
Indonesia (Jakarta: Logos WacanaIlmu, 1988)
Kartodirdjo, Sartono, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500-1900 (Jakarta : PT Gamedia
Pustaka Utama, 1992)
Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: AMZAH, 20
Darsono, dkk, Tonggak Sejarah Kebudayaan Islam, Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka
Mandiri, 2008

20
20

Anda mungkin juga menyukai