Anda di halaman 1dari 10

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
BAB I
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................... 1
BAB II
2.1 Kedatangan Islam ke Nusantara................................................................. 2
2.2 Islam dan Jaringan Perdagangan Antar Pulau..............................................4
BAB III
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 8
3.2 Saran ........................................................................................................... 8

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kita
berbagai macam nikmat, sehingga aktifitas hidup yang kita jalani ini akan selalu
membawa keberkahan, baik kehidupan di alam dunia ini, lebih-lebih lagi pada
kehidupan akhirat kelak, sehingga semua cita-cita serta harapan yang ingin kita capai
menjadi lebih mudah dan penuh manfaat.
Terima kasih sebelum dan sesudahnya kami ucapkan kepada guru serta teman-
teman sekalian yang telah membantu, baik bantuan berupa moriil maupun materil,
sehingga makalah ini terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Kami menyadari
sekali, didalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempuraan serta banyak
kekurangan-kekurangnya, baik dari segi tata bahasa maupun dalam hal
pengkonsolidasian kepada guru serta teman-teman sekalian, yang kadang kala hanya
menturuti egois pribadi, untuk itu besar harapan kami jika ada kritik dan saran yang
membangun untuk lebih menyempurnakan makalah – makalah kami dilain waktu.
Harapan yang paling besar dari penyusunan makalah ini ialah, mudah –mudahan
apa yang kami susun ini penuh manfaat, baik untuk pribadi, teman-teman, serta orang
lain yang ingin mengambil atau menyempurnakan lagi.

Ujungbatu, Januari 2022

Penyusun

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ada beberapa teori terkait sejarah masuknya ajaran Islam ke Indonesia. Agama
Islam masuk ke Nusantara Indonesia melewati perjalanan panjang dan dibawa oleh
kaum muslim dari berbagai belahan bumi. Kini, Indonesia menjadi negara dengan
penduduk muslim terbesar di dunia. Merunut beberapa teori yang ada, ajaran Islam
masuk ke Indonesia melalui orang-orang dari berbagai bangsa. Sebagian dari mereka
ada yang datang ke Nusantara untuk berdagang sembari berdakwah. Ada pula kaum
ulama atau ahli agama yang memang datang ke Nusantara untuk mensyiarkan ajaran
Islam. Terlepas dari perdebatan dan diskusi yang kemudian muncul, ke-4 teori terkait
masuknya Islam di Indonesia tersebut antara lain Teori India (Gujarat), Teori Arab
(Mekah), Teori Persia (Iran), dan Teori Cina.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana proses kedatangan islam ke nusantara?
2. Bagaiamana islam dan jaringan perdagangan antar pulau ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana proses kedatangan islam ke
nusantara.
2. Untuk mengetahui dan memahami bagaimana sistem perdagangan islam
antar pulau.
.

iii
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Kedatangan Islam ke Nusantara


1. Teori India (Gujarat)
Teori India atau teori Gujarat menyebutkan agama islam masuk ke
Indonesia melalui para pedagang dari india muslim (Gujarat) yang berdagang di
nusantara pada abad ke-13. Saudagar dari Gujarat yang datang dari Malaka
kemudian menjalin relasi dengan orang-orang di wilayah barat di Indonesia,
setelah itu terbentuklah sebuah kerajaan Islam yang bernama kerajaan Samudra
Pasai. Selain itu, teori ini juga diperkuat dengan penemuan makam Sultan
Samudera Pasai Malik As-Saleh pada tahun 1297 yang bercorak Gujarat. Teori
ini dikemukakan oleh S. Hurgronje dan J. Pijnapel. Teori ini dicetuskan oleh
GWJ. Drewes dan dikembangkan oleh Snouck Hurgronje dan kawan-kawan.
Teori india atau teori Gujarat ini juga diyakini oleh sejarawan Indonesia Sucipto
Wirjosuprato soal awal mula masuknya islam di Indonesia adalah melalu india
(Gujarat).
2. Teori Arab
Teori Arab atau Teori Mekkah dikemukakan oleh Sir Thomas Arnold
bersama Crawfurd, Niemann, dan de Hollander. Menurut Arnold, Coromandel
dan Malabar bukan satu-satunya tempat Islam berasal, tapi juga dari Arab.
Dalam pandangan Arnold, para pedagang Arab menyebarkan Islam ketika
mereka dominan dalam perdagangan Barat-Timur sejak abad-abad awal Hijriah
atau abad ke-7 dan ke-8 Masehi. Pengaruh Islam telah masuk ke nusantara
sekitar abad VII, dibawa langsung oleh para pedagang Arab. Buktinya adalah
adanya permukiman Islam pada tahun 674 di Baros. Uraian tersebut merupakan
proses masuknya Islam dalam Teori Arab atau Mekkah. Teori ini juga disetujui
oleh beberapa ahli Indonesia, salah satunya adalah Hamka. Selain alasan
kesamaan mazhab, Hamka melihat bahwa gelar raja-raja Pasai adalah al-Malik,
bukan Shah atau Khan seperti yang terjadi di Persia dan India. Di samping itu,
pada abad ke-13 Masehi, ada ulama-ulama Jawi yang mengajarkan tasawuf di
Mekkah.

iv
Naguib Al-Attas juga pembela Teori Arab, yang berargumen bahwa
sebelum abad ke-17, seluruh literatur keagamaan Islam yang relevan tidak
mencatat satu pengarang muslim India. Dalam Hikayat Raja-raja Pasai yang
ditulis setelah 1350 M, disebutkan bahwa Syaikh Ismail datang dari Mekkah
melalui Malabar menuju Pasai dan mengislamkan rajanya, Merah Silu, yang
kemudian bergelar Malik al-Shalih. Selain itu, Anthony H. Johns mengatakan
bahwa Islam masuk ke Indonesia disebarkan oleh para musafir dari Mekkah.
Menurut teori ini, penyebar Islam datang ke nusantara pada abad ke-12 dan 13.
3. Teori Persia
Teori yang disampaikan oleh P. A. Hoesein Djajadiningrat ini
menyatakan bahwa Islam masuk ke nusantara pada abad ke-13 Masehi di
Sumatera. Argumennya didasari oleh persamaan budaya yang berkembang di
kalangan masyarakat Islam nusantara dengan budaya di Persia.
Seperti dicatat oleh Ahmad Mansyur Suryanegara, empat persamaan
budaya tersebut diantaranya: Adanya peringatan 10 Muharram atau Asyura
untuk memeringati hari kematian Husain di Karbala. Adanya persamaan antara
ajaran Al-Hallaj, tokoh sufi Iran, dengan ajaran Syeikh Siti Jenar. Persamaan
dalam sistem mengeja huruf Arab bagi pengajian Alquran tingkat awal.
Persamaan batu nisan di makam Malik al-Shalih di Pasai dengan makam
Maulana Malik Ibrahim didasari oleh daerah Gujarat yang mendapat pengaruh
dari Persia. Teori Persia juga didukung oleh Muens, yang mengatakan bahwa
pada abad ke-5 Masehi, banyak orang-orang Persia yang berada di Aceh. Selain
itu, ketika Ibn Batutah datang ke Aceh, terdapat dua ulama dari Persia, yaitu
Tadjuddin al-Syirazi dan Sayyid Syarif al-Ashbahani. Sementara kata "Pasai"
diyakininya berasal dari kata "Persia".
4. Teori China
Teori ini mengemukakan bahwa pada abad ke-9 Masehi banyak muslim
Cina di Kanton dan wilayah Cina Selatan yang mengungsi ke Jawa, Kedah, dan
Sumatera. Alasannya, pada masa Huan Chou terjadi penumpasan terhadap
penduduk dari dua wilayah tersebut yang mayoritas beragama Islam. Teori ini
juga didukung dengan temuan bukti berupa artefak yang memiliki unsur-unsur
Cina dalam arsitektur berbagai masjid Jawa Kuno, seperti yang terlihat pada

v
bagian atas masjid Banten, mustaka, yang berbentuk bola dunia yang
menyerupai stupa dikelilingi empat ular. Selain bukti arsitektur, beberapa
catatan sejarah sultan dan sunan yang berperan dalam penyiaran agama Islam di
nusantara diperkirakan keturunan Cina. Misalnya Raden Patah yang mempunyai
nama Cina, Jin Bun, dan lain-lain.

2.2. Islam dan Jaringan Perdagangan Antar Pulau


Dari catatan-catatan di sejarah Indonesia dan Malaya yang telah di himpun dari
sumber Cina oleh W.P Groeneveldt, telah menunjukkan adanya jaringan
perdagangan antara kerajaan-kerajaan di Kepulauan Indonesia dengan berbagai
negeri terutama dengan Cina. Kontak dagang itu sudah berlangsung sejak abad-abad
pertama Masehi hingga abad ke-16. Kemudian kapal-kapal dagang Arab juga mulai
berlayar ke wilayah Asia Tenggara sejak permulaan abad ke-7. Dan dari literatur
Arab juga banyak sumber berita tentang perjalanan mereka ke Asia Tenggara.
Adanya jalur pelayaran tersebut menyebabkan muncul jaringan perdagangan dan
pertumbuhan yang disertai perkembangan kota- kota pusat kesultanan dengan kota-
kota bandar pada abad ke-13 hingga abad ke-18 misalnya, Samudera Pasai, Malaka,
Banda Aceh, Palembang, Demak, Siak Indrapura, Jambi, Minangkabau, Cirebon,
Banten, Ternate, Tidore, Goa-Tallo, Kutai, Banjar, dan kota- kota lainnya. Dari
sumber literatur Cina, Cheng Ho mencatat terdapat kerajaan bercorak Islam atau
kesultanan, antara lain, Malaka dan Samudera Pasai yang tumbuh dan berkembang
sejak abad ke- 13 sampai abad ke- 15, sedangkan Ma Huan juga memberitakan ada
komunitas- komunitas Muslim di pesisir utara Jawa Timur. Berita Tome Pires dalam
Suma Oriental (1512-1515) juga memberikan gambaran terkait keberadaan jalur
pelayaran jaringan perdagangan, baik regional ataupun internasional. Ia
menceritakan tentang lalu lintas maupun kehadiran para pedagang di Samudra Pasai
yang berasal dari Bengal, Turki, Persia, Gujarat, Arab, Kling, Malayu, Jawa, dan
Siam. Selain itu Tome Pires juga telah mencatat kehadiran para pedagang di Malaka
dari Kairo, Mekkah, Aden, Abysinia, Kilwa, Malindi, Persia, Ormuz, Rum, Turki,
Kristen Armenia, Gujarat, Chaul, Dabbol, Goa, Keling, Dekkan, Malabar, Orissa,
Ceylon, Bengal, Arakan, Pegu, Siam, Kedah, Malayu, Pahang, Patani, Kamboja,
Campa, Cossin Cina, Cina, Lequeos, Bruei, Lucus, Tanjung Pura, Lawe, Bangka,

vi
Lingga, Maluku, Banda, Bima, Timor, Madura, Jawa, Sunda, Palembang, Jambi,
Tongkal, Indragiri, Kapatra, Minangkabau, Siak, Arqua, Aru, Tamjano, Pase, Pedir,
dan Maladiva.
Berdasarkan kehadiran sejumlah pedagang dari berbagai negeri dan bangsa di
Samudera Pasai, Malaka, dan bandar-bandar di pesisir utara Jawa dapat
disimpulakan adanya jalur- jalur pelayaran dan jaringan perdagangan antara
beberapa kesultanan di Kepulauan Indonesia baik yang bersifat regional maupun
internasional. Hubungan pelayaran yang disertai perdagangan antara Nusantara
dengan Arab meningkat menjadi hubungan langsung dan dalam intensitas tinggi.
Dengan demikian aktivitas perdagangan dan pelayaran di Samudera Hindia menjadi
semakin ramai. Peningkatan pelayaran tersebut berkaitan erat dengan semakin maju
perdagangan di masa jaya pemerintahan Dinasti Abbasiyah (750-1258). Dengan
ditetapkan Baghdad menjadi pusat pemerintahan yang menggantikan Damaskus
(Syam) aktivitas pelayaran dan perdagangan di Teluk Persia menjadi lebih ramai.
Pedagang Arab yang selama ini hanya berlayar sampai India, dari abad ke-8 mulai
masuk ke Kepulauan Indonesia dalam rangka perjalanan menuju ke Cina. Meskipun
hanya transit, tetapi hubungan Arab dengan kerajaan- kerajaan di Kepulauan
Indonesia menjadi langsung. Hubungan itu menjadi semakin ramai manakala
pedagang Arab di larang masuk ke Cina dan koloni mereka dihancurkan oleh Huang
Chou, menyusul suatu pemberontakan yang terjadi pada 879 H. Orang–orang Islam
pun melarikan diri dari pelabuhan Kanton dan meminta perlindungan dari Raja
Kedah dan Palembang. Ditaklukkannya Malaka oleh Portugis pada 1511, dan usaha
Portugis selanjutnya untuk menguasai lalu lintas di selat tersebut telah mendorong
para pedagang untuk mengambil jalur alternatif yakni dengan melintasi
Semenanjung atau pantai barat Sumatra ke Selat Sunda.
Pergeseran ini melahirkan pelabuhan perantara yang baru, seperti Aceh, Patani,
Pahang, Johor, Banten, Makassar serta lain sebagainya. Saat itu, pelayaran di Selat
Malaka sering diganggu oleh perompak laut (bajak laut) yang sering terjadi pada
jalur perdagangan yang ramai, akan tetapi kurang mendapat pengawasan oleh
penguasa setempat. Perompakan itu sendiri sesungguhnya merupakan bentuk kuno
kegiatan dagang. Kegiatan itu dilakukan karena merosotnya keadaan politik serta
mengganggu kewenangan pemerintahan yang berdaulat penuh atau kedaulatannya di

vii
bawah penguasa kolonial. Akibat aktivitas bajak laut tersebut, rute pelayaran
perdagangan yang semula melalui Asia Barat ke Jawa lalu berubah melalui pesisir
Sumatra dan Sunda. Dari pelabuhan ini pula para pedagang singgah di Pelabuhan
Barus, Tiku, dan Pariaman. Perdagangan pada wilayah timur Kepulauan Indonesia
lebih pada perdagangan cengkih dan pala. Dari Ternate dan Tidore (Maluku) di
bawa barang komoditi itu menuju Somba Opu, yakni ibukota Kerajaan Gowa di
Sulawesi Selatan. Somba Opu pada abad ke-16 telah menjalin hubungan
perdagangan dengan Patani, Johor, Blambangan, Banjar, dan Maluku. Adapun Hitu
(Ambon) menjadi pelabuhan yang menampung komoditi cengkih dari Huamual
(Seram Barat), sedangkan komoditi pala pusatnya di Banda. Semua pelabuhan itu
umumnya didatangi oleh para pedagang Jawa, Arab, Cina, dan Makassar. Kehadiran
pedagang tersebut mempengaruhi corak kehidupan serta budaya setempat, misalnya
ditemui bekas koloninya seperti Maspait (Majapahit), Kota Jawa (Jawa) dan Kota
Mangkasare (Makassar).
Pada abad ke- 15, Sulawesi Selatan didatangi pedagang Muslim dari Malaka,
Sumatra, dan Jawa,. Dalam perjalanan sejarah, masyarakat Muslim di Gowa yakni
Raja Gowa Muhammad Said (1639-1653) serta putra penggantinya, Hasanuddin
(1653-1669) telah menjalin hubungan dagang yakni dengan bangsa Portugis.
Bahkan Sultan Muhammad Said dan Karaeng Pattingaloang juga turut memberikan
saham dalam perdagangan yang dilakukan Fr. Vieira, meskipun mereka beragama
Katolik. Kerjasama tersebut didorong oleh adanya usaha monopoli perdagangan
rempah- rempah yang dilancarkan oleh kompeni Belanda di Maluku. Hubungan
Ternate, Hitu dengan Jawa sangat erat. Dengan ditandai adanya seorang raja yang
dianggap benar-benar telah memeluk Islam yaitu Zainal Abidin (1486-1500) yang
pernah belajar di Madrasah Giri. Ia dijuluki sebagai Raja Bulawa yang artinya raja
cengkih, karena ia membawa cengkeh dari Maluku sebagai persembahan. Cengkih,
pala, dan bunga pala (fuli) itu, hanya terdapat di Kepulauan Indonesia bagian timur,
sehingga banyak barang yang sampai ke Eropa harus melewati jalur perdagangan
yang amat panjang dari Maluku sampai ke Laut Tengah. Cengkih yang
diperdagangkan yaitu putik bunga tumbuhan hijau (szygium aromaticum atau
caryophullus aromaticus) yang telah dikeringkan. Satu pohon tersebut ada yang
menghasilkan cengkih hingga 34 kg. Hamparan cengkih di tanam di perbukitan di

viii
pulau- pulau kecil Ternate, Tidore, Makian, maupun Motir di lepas pantai barat
Halmahera dan baru berhasil di tanam di pulau yang relatif besar, yakni Bacan,
Ambon dan Seram.
Meningkatnya ekspor lada dalam perdagangan internasional, membuat pedagang
nusantara mengambil alih peranan India sebagai pemasok utama untuk pasaran
Eropa yang telah berkembang dengan cepat. Selama periode (1500- 1530) banyak
sekali terjadi gangguan di laut sehingga bandar- bandar Laut Tengah harus mencari
pasokan hasil bumi dari Asia ke Lisabon. Oleh karena itu secara berangsur- angsur
jalur perdagangan yang ditempuh pedagang muslim bertambah aktif, di tambah
dengan adanya perang di laut Eropa, penaklukan Ottoman atas Mesir (1517) dan
pantai Laut Merah Arabia (1538) memberikan dukungan yang besar untuk
berkembangnya pelayaran Islam di Samudera Hindia.
Meskipun banyak kota bandar, akan tetapi yang berfungsi hanya untuk
melakukan ekspor dan impor komoditi, pada umumnya adalah kota- kota bandar
besar yang beribu kota pemerintahan di pesisir, seperti Banten, Jayakarta, Cirebon,
Jepara - Demak, Ternate, Goa-Tallo, Tidore, Banjarmasin, Malaka, Samudera Pasai,
Kesultanan Jambi, Palembang dan Jambi. Kesultanan Mataram berdiri dari abad ke-
16 sampai ke-18. Meskipun kedudukannya sebagai kerajaan pedalaman namun
wilayah kekuasaannya meliputi sebagian besar pulau Jawa yang merupakan hasil
ekspansi Sultan Agung. Kesultanan Mataram juga memiliki kota-kota bandar,
seperti Jepara, Tegal, Kendal, Semarang, Tuban, Gresik, Sedayu, dan Surabaya.

ix
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Islam datang ke Indonesia ketika masih ada pengaruh yang kuat antara
Hindu dan Buddha. Masyarakat Indonesia berkenalan dengan agama dan
kebudayaan Islam melalui jalur perdagangan, sama seperti ketika berkenalan
dengan agama Hindu dan Buddha. Persebaran Islam pertama kali terjadi di
masyarakat pesisir laut dimana mereka lebih terbuka dengan budaya asing dan
perdagangan. Setelah itu, islam meyebar ke daerah pedalaman dan pegunungan
melalui aktivitas ekonomi, pendidikan, dan politik.
3.2 Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya


penulis akan lebih fokus dan details dalam menjelaskan tentang makalah di atas
dengan sumber-sumber yang lebih lengkap yang dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulisan, juga bisa untuk
menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang telah dijelaskan.
Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat memaafkan dan memakluminya.

Anda mungkin juga menyukai