Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH ASWAJA

PERKEMBANGAN KONSEP ISLAM NUSANTARA

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kewarganegaraan

Dosen Pengajar :

ALEX YUSRON AL MUFTI ,S.Ag.,M.S.I.

Disusun Oleh:

Ahmad Hasyim (211320000609)

Yogi Reza Anggara (211320000639)

UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA ( UNISNU) JEPARA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS

TAHUN 2021
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi rahmat, taufik dan hidayah-Nya kepada kami,
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Shalawat dan salam selalu tercurah kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW dan para
sahabat dari dulu, sekarang hingga ahir zaman.

Dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada bapak Alex Yusron Al
Mufti,S.Ag.,M.S.I yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini yang berjudul “PERKEMBANGAN KONSEP ISLAM NUSANTARA” karena telah
menyelesaikan makalah yang merupakan tugas dan kewajiban kami sebagai mahasiswa.

Dalam makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan, “Bahwa tidak ada gading
yang tak retak dan bukanlah gading kalau tidak retak” oleh karena itu dengan segala kerendahan hati
mohon kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.

Akhirnya hanya kepada Allah SWT, kami berserah diri. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan
dan memberi manfaat bagi semua. Aamiin, Ya Rabal ‘Alamiin.

Jepara , 17 Desember 2021

Penyusun

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………….…………………………………….…….………………… .1

KATA PENGANTAR …………………....…………………..…………….…….……………… 2

DAFTAR ISI………………………..…………………………………….….…….…………………... 3

BAB I :PENDAHULUAN……………………………………………….…….…………………... 4

A. Latar Belakang ………….…………….…………………….......................... 4

B. Rumusan Masalah……………………...……………………...................... 5

BAB II : PEMBAHASAN………………………………………………..…….…………………... 5

A. Sejarah dan Perkembangan Islam Nusantara....................... 5

B. Walisongo Sebagai Penyebar Islam di Indonesia................. 12

C. Model dan Karakteristik Dakwah Walisongo........................ 15

D. Mata Rantai Aswaja di Indonesia…………………………………………… 18

BAB III : PENUTUP…………………………………………….…………………………….......... 21

A.Kesimpulan…………………………………………….…….……………………………... .21

B.Saran…………………………………………….…….……………………………............. .21

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….…….……………………………... 22

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak zaman pra sejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar- pelayar yang sanggup
mengarungi lautan lepas. Sejak awal maschi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara
kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratanAsia Tenggara. Wilayah Barat Nusantara dan
sekitar.Malaka sejak masa kuno merupakanwilayah yang menjadi titik perhatian.terutama karena hasil
bumi yang dijual disana menarik bagi para pedagang, danmenjadi daerah lintasan penting antara Cina
dan India. Sementara itu, pala dan cengkch yang berasal dari Maluku dipasarkan di Jawa dan Sumatera,
untuk kemudian dijual kepada para pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra danJawa
antara abad ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi para pedagang asing seperti Lamuri(Aceh), Barus, dan
Palembang di Sumatra: Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa.Bersamaan dengan itu, datang pula para
pedagang yang berasal dari Timur Tengah. Mereka tidak hanya membeli dan menjajakan barang
dagangan, tetapi ada juga yang berupaya menyebarkan agama Islam. Dengan demikian, agama Islam
telah ada di Indonesiaini bersamaan dengan kehadiran para pedagang Arab tersebut. Meskipun belum
tersebar secara intensif ke seluruh wilayahIndonesia.

B. Rumusan Masalah
1. Sejak kapan islam masuk di Indonesia?

2. Saluran dan faktor apa saja yang mempengaruhi islam keindonesia?

3. Bagaimana perkembangan islam diindonesia?

4. Bagaimana Walisongo menyebarkan islam di Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN
A. Sejarah dan Perkembangan Islam Nusantara

Perkembangan Islam di Indonesia memunculkan beberapa teori antara lain teori gujarat, Mekah, dan
Persia. Namun, ada juga teori lain tentang perkembangan awal Islam di Indonesia.

Secara umum, perkembangan Islam di Indonesia, baik dalam agama maupun tradisi, terjadi setelah
bangsa Indonesia bergaul dengan berbagai bangsa yang ditandai dengan terjalinnya hubungan dagang
antara kawasan Nusantara dan tetangganya, baik di Asia Tenggara, Asia Selatan, maupun negeri Arab.

Menurut buku "Sejarah Indonesia Periode Islam" oleh Ricu Sidiq dan kawan-kawan, sejarah mencatat
bahwa sejak awal Masehi, pedagang-pedagang dari India dan China sudah memiliki hubungan dagang
dengan penduduk Indonesia.

Meski terdapat beberapa teori mengenai kedatangan agama Islam di Indonesia, banyak ahli percaya
bahwa masuknya Islam ke Indonesia pada abad ke-7 berdasarkan Berita China zaman Dinasti Tang.

Berita tersebut mencatat bahwa pada abad ke-7, terdapat permukiman pedagang muslim dari Arab di
Desa Baros, daerah pantai barat Sumatra Utara. Sementara sejarah masuknya Islam pada abad ke-13
Masehi, lebih menunjuk pada perkembangan Islam bersamaan dengan tumbuhnya kerajaan-kerajaan
Islam di Indonesia.

Pendapat ini berdasarkan catatan perjalanan Marco Polo yang menerangkan bahwa ia pernah singgah di
Perlak pada tahun 1292 dan berjumpa dengan orang-orang yang telah menganut agama Islam.

Bukti yang turut memperkuat pendapat ini adalah ditemukannya nisan makam Raja Samudra Pasai,
Sultan Malik al Saleh yang berangka tahun 1297.

Jika diurutkan dari barat ke timur, Islam pertama kali masuk di Perlak, bagian utara Sumatra. Hal ini
menyangkut strategisnya letak Perlak, yaitu di daerah Selat Malaka, jalur laut perdagangan internasional
dari barat ke timur.

Islam di Jawa masuk melalui pesisir utara Pulau Jawa ditandai dengan ditemukannya makam Fatimah
binti Maimun bin Hibatullah yang wafat pada tahun 475 Hijriah atau 1082 Masehi di Desa Leran,
Kecamatan Manyar, Gresik.

Kemudian di Kalimantan, Islam masuk melalui Pontianak yang disiarkan oleh bangsawan Arab bernama
Sultan Syarif Abdurrahman pada abad ke-18. Di hulu Sungai Pawan, di Ketapang, Kalimantan Barat,
ditemukan pemakaman Islam kuno. Angka tahun yang tertua pada makam-makam tersebut adalah
tahun 1340 Saka (1418 M).
Di Kalimantan Timur, Islam masuk melalui Kerajaan Kutai yang dibawa oleh dua orang penyiar agama
dari Minangkabau yang bernama Tuan Haji Bandang dan Tuan Haji Tunggang Parangan.

Di Kalimantan Selatan, Islam masuk melalui Kerajaan Banjar yang disiarkan oleh Dayyan, seorang khatib
(ahli khotbah) dari Demak. Di Kalimantan Tengah, bukti kedatangan Islam ditemukan pada masjid Ki
Gede di Kotawaringin yang bertuliskan angka tahun 1434 M.

Di Sulawesi, Islam masuk melalui raja dan masyarakat Gowa-Tallo. Hal masuknya Islam ke Sulawesi ini
tercatat pada Lontara Bilang. Menurut catatan tersebut, raja pertama yang memeluk Islam ialah Kanjeng
Matoaya, raja keempat dari Tallo yang memeluk Islam pada tahun 1603. Diperkirakan Islam di daerah ini
disiarkan oleh keempat ulama dari Irak, yaitu Syekh Amin, Syekh Mansyur, Syekh Umar, dan Syekh
Yakub pada abad

Sejarah masuknya Islam di Indonesia hingga saat ini masih diperdebatkan.

Beberapa sejarawan mengatakan bahwa masuknya Islam ke Indonesia pertama kali dibawa oleh para
pedagang Arab. Akan tetapi, ada juga yang mengatakan bahwa Islam dibawa pertama kali oleh 9 wali
atau yang dikenal dengan Wali Songo

Islam sendiri diketahui masuk pertama kali ke Indonesia sekitar abad ke-7

Masehi. Sebelum Islam, beberapa agama lain seperti Hindu dan Budha sudah terlebih dulu masuk dan
menjadi kepercayaan masyarakat Indonesia.

Banvaknya kerajaan Islam yang ada juga diketahui turut memengaruhi perkembangan Islam di
Indonesia. Dengan runtuhnya kerajaan Hindu-Budha di Nusantara, banyak dari masyarakat jajahan
kerajaan tersebut masuk islam dan

turut menvebarkan agama ini ke seluruh negeri.

Jika dilihat dari proses berkembangnya, ada 3 teori yang melandaskan penyebaran Islam di Indonesia.
Beberapa teori itu antara lain adalah:

Teori Gujarat

Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh J. Pijnapel scorang para cendikiawan Belanda yang berasal dari
Universitas Leiden pada abad ke-19. Teori ini mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia
berasal dari Gujarat.

daerah yang berada di India bagian barat. Menurut Pinapel, Islam turut disebarkan pertama kali oleh
pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan
berdagang ke bagian timur yang salah satunya adalah Indonesia.

Teori Gujarat kemudian dikembangkan oleh J.P Moquetta pada tahun 1912.

Moquetta memberikan argumentasi dengan batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat pada 1297
Masehi di Aceh. Menurutnya bentuk dan gaya batu nisan tersebut sama dengan bentuk nisan yang ada
di Kambay, Gujarat. Selain itu alasan lainnya adalah adanya kesamaan mahzah Syafei pada masyarakat
muslim di Gujarat dengan di Indonesia

Teori Makkah

Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh salah seorang ulama dan sastrawan Indonesia yaitu Profesor
Buya Hamka. Beliau mengatakan bahwa masuknya Islam di Indonesia pertama kali dibawa oleh orang
Arab sekitar abad ke-7 Masehi.

Menurut Hamka, kedatangan awal bangsa Arab tersebut tidaklah dipengaruhi oleh aktor ekonomi,
tetapi lebih kepada motivasi dan dorongan untuk menyebarkan agama Islam. Teori Makkah ini juga
disampaikan oleh Hamka untuk menyangkal teori Gujarat tentang masuknya Islam di Indonesia.

Teori Persia

Hoesein Djajadiningrat, sejarawan asal Banten adalah orang yang pertama kali mengenalkan teori
Persia. Menurut teori Persia kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari daerah Persia atau Parsi, yang
kini dikenal dengan Negara Iran.Dalam memberikan argumentasinya, Hoesein memfokuskan pada
persamaan budaya dan tradisi yang berkembang di antara masyarakat Persia dan Indonesia. Tradisi
tersebut antara lain seperti merayakan 10 Muharram atau 1 Suro. Budaya lain yang dianggap sama
adalah ukiran kaligrafi pada batu nisan yang dipakai dibanyak pemakaman Islam.

Media dalam Islamisasi

Dalam buku "Sejarah Indonesia Periode Islam" juga dijelaskan media atau saluran-saluran dalam
perkembangan islam di Indonesia, di antaranya:

1. Perdagangan
Pada taraf permulaan, saluran Islamisasi adalah perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada
abad ke-7 hingga ke-16 M, membuat pedagang pedagang Muslim (Arab, Persia, dan India) turut ambil
bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri Barat, Tenggara, dan Timur Benua Asia.

Media islamisasi melalui perdagangan dinilai sangat menguntungkan karena para raja dan bangsawan
turut serta dalam kegiatan perdagangan secara langsung.

2. Perkawinan

Dari sudut ekonomi, para pedagang muslim memiliki status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan
pribumi, sehingga penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri
saudagar.

Saat menikah dengan saudagar Islam, proses sebelumnya adalah memeluk agama Islam terlebih dahulu.
Berawal dari situ, kemudian banyak kampung kampung, daerah-daerah, dan kerajaan-kerajaan muslim
yang dikawini oleh keturunan bangsawan.

3. Tasawuf

Salah satu saluran Islamisasi yang dinilai memiliki peran yang signifikan dalam penyebaran ajaran Islam
adalah tasawuf.

Dalam konteks penyebaran ajaran Islam di Nusantara, para pengajar tasawuf atau para sufi,
mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia.

4. Pendidikan

Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan. Proses pendidikan dan pengajaran Islam ini sudah
berlangsung sejak Islam masuk ke Nusantara.

Ketika pemeluk agama Islam sudah banyak dan telah terbentuk komunitas muslim, maka proses
pendidikan dan pengajaran Islam tidak lagi hanya dilaksanakan secara informal, tetapi sudah
dilaksanakan secara teratur di tempat-tempat tertentu.

Secara umum, model pendidikan pada masa itu ada dua, yakni pendidikan langgar dan pendidikan
pesantren.
5. Kesenian

Saluran Islamisasi melalui kesenian yang paling terkenal adalah pertunjukan wayang. Dikatakan bahwa
Sunan Kalijaga adalah tokoh yang paling mahir dalam mementaskan wayang.Sunan Kalijaga tidak pernah
meminta upah pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya untuk mengucapkan
kalimat syahadat.Sebagian besar cerita wayang masih dipetik dari cerita Mahabharata dan Ramayana,
tetapi di dalam cerita itu disisipkan ajaran dan nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga
dijadikan alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad, dan sebagainya), seni bangunan, dan seni ukir.

6. Politik

Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam setelah rajanya memeluk Islam terlebih
dahulu. Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya Islam di daerah ini.Di samping itu, baik di
Sumatra dan Jawa maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan politik, kerajaan-kerajaan Islam
memerangi kerajaan-kerajaan nonIslam. Kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik
penduduk kerajaan bukan Islam itu masuk Islam.

Faktor Penvebab Ilam Cepat di Indonesia

Ada beberapa faktor yang menyebabkan Isam berkembang cepat di Indonesia, Diantaranya sebagai
berikut:

1. Syarat untuk masuk Islam sangatlah mudah, cukup mengucapkan kalimat syahadat.

2. Agama Islam tidak tidak mengenal sistem pembugian masyarakat berdasarkan kasta. Tidak seperti
kondisi sebelumnya, masyarakat terbagi menjadi kasta Brahmana, Ksatria, Waisva, dan Sudra. Kaum
Waisya dan Sudra inilah yang menjadi penganut Islam pertama di Indonesia.

3. Penyebaran Islam dilakukan dengan jalan relatif damai tanpa kekerasan.

4. Sifat bangsa Indonesia yang ramah tamah memberi peluang bergaul erat dengan bangsa lain.

5. Upacara-upacara keagamaan dalam Isam lebih saderhana.Perkembangan Islam di beberapa wilayah


di Indonesia sekitar abad ke-12 hingga abad ke-16 adalah sebagai berikut:
Perkembangan Islam di Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan Jawa

Adanya perdagangan antara Asia Barat dengan negeri-negeri di Asia Tenggara khususnya Nusantara
(Indonesia) menandakan adanya jalinan hubungan antara tiga kerajaan besar saat itu.Di Asia sebelah
barat ada Daulah Bani Umayah di sebelah timur (Cina) ada Dinasti Thang, dan Asia Tenggara ada
Kerajaan Sriwijaya, Agama Islam mulai berkembang mula-mula hanya sekelompok kecil kemudian
berkembang menjadi sebuah perkampungan, desa dan sebuah kerajaan.Kerajaan Samuda Pasai adalah
kerajaan pertama di Indonesia. Saat itu Samudra Pasai menjadi pusat perdagangan dan persinggahan
dari berbagai negara.Peranan Pasai kemudian menurun setelah berkembangnya pelabuhan Malaka di
Semenanjung Malaya.Lihat selengkapnya di sejarah Kerajaan Samudera Pasai Pada abad ke-14 Malaka
tumbuh menjadi pusat perdagangan terbesar di Asia Tenggara, bahkan para pedagang dari Gujarat dan
India menjadikan Malaka sebagai basis untuk mengunjungi daerah lain di Indonesia.Para pedagang Jawa
juga menjadikan Malaka sebagai tempat mercka berdagang. Dari interaksi para pedagang dengan orang-
orang Jawa, Islam kemudian di Pulau Jawa.Perkembangan Islam di Jawa relatif cepat seiring dengan
semakin lemahnya, kerajaan Majapahit. Komunitas Islam di Jawa kemudian mendirikan kerajaan Islam
pertama di Pulau Jawa, yakni Kerajaan Demak. Pada perkembangannya Kerajaan Demak menjadi pusat
penyebaran Agama Islam di Indonesia seperti : Maluku, Sulawesi dan Kalimantan.

Perkembangan Islam di Pulau Sumatera

Pada abad ke-7 Maschi dacrah Sumatra bagan utara adalah pusat perdagangan rempah-rempah dan
pedagang Arab banyak berlabuh dari daerah lain. Letak pelabuhan yang berada di ujung Pulau Sumatra,
menyebabkan daerah ini menjadikan tempat yang strategis.Bukti tentang agama Islam masuk di
Sumatra berasal dari makam Sultan Malik Ibrahim As-Saleh, raja pertama Kerajaan Samudera Pasai
tahun 1270 1297 Masehi dan makam seorang muslimah Tuhar Amisuri tahun 602 Hiriyah di Barus,
pantai barat pulau Sumatra.Di Sumatra bagian selatan kemunduran Kerajaan Sriwijaya dimanfaatkan
oleh Kerajaan Samudera Pasai untuk muncul sebagai kekuatan ekonomi baru.

Perkembangan Ilam di Pulau Jawa

Penyebaran Agama Islam di Pulau Jawa diperkirakan berasal dari Malaka.Bukti tentang agama Islam di
pulau Jawa berasal dari batu nisan Fatimah binti Maimum di Leran, Gresik yang berangka tahun 1082
Masehi.Namun, hal ini belum berarti bahwa saat itu Islam sudah masuk di daerah Jawa Timur. Demikin
pula dengan adanya komunitas Arab yang hidup di Sumatra pada awal abad ke-12 Masehi belum tentu
berarti berlangsung Islamisasi Setelah akhir abad ke-13 M, bukti-bukti Islamisasi sudah banyak
ditemukan di Pulau Jawa. Hal ini dapat dilihat dari penemun beberapa batu nisan di Troloyo, Trowulan,
dan Gresik. Dalam berita Ma-huan (1416) terdapat keterangan tentang adanya orang-orang muslim yang
tinggal di kota pelabuhan Gresik. Ha ini membuktikan bahwa masyarakat muslim mulai berkembang baik
di Jawa Timur, terutama di kota-kota pelabuhan.Pada saat Kerajaan Majapahit mengalami masa
kemunduran, diawal abad ke-15 Masehi kota-kota seperti Tuban dan Gresik muncul sebagai pusat
penyebaran agama Islam, yang mempunyai pengaruh penyebaran ke Indonesia bagian tinur seperti
Maluku. Kota pelabuhan lain seperti Demak juga menjadi pusat penyebaran agama Islam. Pengaruh
Demak menyebar ke kota-kota pelabuhan Cirebon, Sunda Kelapa dan Banten.

Perkembangan Islam di Pulau Kalimantan, Maluku dan Sulawesi

Penyebaran Islam di Pulau Kalimantan dapat diketahui dari Hikayat Banjar milik Kerajaan Banjar.
Islamisasi ini dilatarbelakangi oleh kepentingan politik .Kerajaan Demak dan konflik antara Kerajaan
Banjar dan Kerajaan Daha.Penyebaran di Maluku dan Sulawesi berjalan dengan damai. Hal ini tidak
terlepas dari terjalinnya jalur hubungan dan pelayaran intenasional di Malaka Jawa-Maluku. Pengaruh
Islam di Maluku diperkirakan masuk pada abad ke-14 Masehi. Sulawesi, terutama bagian selatan,
diperkirakan Islam masuk pada abad ke-16 Masehi, yang terjad melalui konversi pusat kekuasaan (istana
keraton) yang dijalankan dengan pusat kekuasaan yang telah ada.

B.Walisongo Sebagai Penyebar Islam di Indonesia

Wali Songo atau Sembilan Wali merupakan tokoh yang memiliki peranan cukup penting dalam
penyebaran agama Islam di Indonesia khususnya Pulau Jawa. Bahkan, saat ini Indonesia menjadi negara
dengan jumlah mayoritas pemeluk agama Islam terbesar di dunia.

Secara harfiah, Wali berarti “wakil” atau “utusan” dan sanga atau songo berarti “Sembilan”. Dalam
penyebaran agama Islam, para Wali Songo ini berdakwah dengan menggunakan cara yang halus melalui
pendekatan kebudayaan, kesenian, maupun pendidikan. Oleh masyarakat, para wali songo ini diberi
gelar Sunan yang artinya “yang dihormati”. Adapun kesembilan wali tersebut, antara lain :

1.Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)

Maulana Malik Ibrahim dipercaya sebagai keturunan dari Nabi Muhammad. Wali yang disebut Sunan
Gresik ini dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islam di Pulau Jawa. Selain berdakwah,
Sunan Gresik mengajarkan cara baru dalam bercocok tanam.
Ia membangun pondokan tempat belajar agama di Leran, Gresik. Saat Majapahit sedang berada
diambang keruntuhan karena perang saudara hingga ada masalah politik dan krisis ekonomi maka Sunan
Gresik berusaha menenangkan dan menggugah semangat masyarakat.

Bersama dengan pasukan dan tentara dari Laksamana Cheng Ho, Sunan Gresik mencetak sawah baru
dan membangun irigasi untuk pertanian rakyat. Tindakannya ini berhasil membawa perbaikan pada
masyarakat pesisir Gresik. Melalui pendekatan yang halus maka secara perlahan agama Islam dapat
disebarkan dengan baik.

2.Sunan Ampel

Raden Rahmat atau dikenal dengan Sunan Ampel adalah wali songo yang dianggap sesepuh oleh para
wali lainnya. Ia adalah wali yang berasal dari Jeumpa, Aceh. Selama berdakwah, Sunan Ampel terkenal
dalam kemampuannya berdiplomasi. Ia mampu mengajarkan agara Islam ditengah masyarakat yang
masih terikat kasta.

Sunan Ampel dikenal dengan ajarannya “Molimo” yaitu tidak mau melakukan lima perkara yang
dilarang, antara lain “emoh main” (tidak mau berjudi), “emoh ngumbi” (tidak mau minum yang
memabukkan), “emoh madat” (tidak mau mengisap candu atau ganja), “emoh maling” (tidak mau
mencuri atau kolusi), dan “emoh madon” (tidak mau berzina).

3.Sunan Bonang (Raden Makhdum Ibrahim)

Raden Makhdum Ibrahim atau dikenal Sunan Bonang adalah putra dari Sunan Ampel. Berkat didikan
ayahnya, ia memperdalam ajaran Islam dan berguru pada Maulana Ishaq (ayah Sunan Giri) di Malaka.
Setelah itu, ia kembali ke Tuban untuk mulai berdakwah. Sunan Bonang berdakwah melalui saluran
pendidikan dan kesenian, yaitu dengan mendirikan pondok pesantren dan memperbarui gamelan Jawa
dengan memasukan rebab dan bonang.

4Sunan Drajat (Raden Qasim Syarifuddin)

Raden Qasim Syarifuddin adalah putra Sunan Ampel dan adik dari Sunan Bonang. Sunan Drajat banyak
berdakwah kepada masyarakat kalangan rakyat kecil. Ia menekankan kedermawanan, kerja keras, dan
peningkatan kemakmuran masyarakat, sebagai pengamalan dari agama Islam.

Dakwahnya diselingi dengan tembang suluk yang berisi petuah-petuah indah dan mendalam. Minat yang
tinggi dari masyarakat terhadap dakwahnya mendorong Sunan Drajat untuk mendirikan pesantren yang
dijalankan secara mandiri sebagai wilayah otonom dan bebas pajak.
5.Sunan Kudus (Jafar Shaddiq)

Ja’far Shaddiq adalah putra Sunan Ngudung atau Raden Usman Haji dan Cucu Sunan Ampel. Sunan
Kudus memulai dakwahnya di pesisir utara Jawa Tengah dan ia terkenal memiliki wawasan ilmu agama
serta pengetahuan yang luas, sehingga dijuluki wali al-ilmu atau “orang berpengetahuan”.

Kecerdasannya itu membuat masyarakat memintanya menjadi pimpinan di daerah yang kemudian
dinamakan “Kudus”. Ia bahkan berperan besar dalam pemerintahan Kesultanan Demak sebagai
panglima perang, penasihat Sultan Demak, dan hakim peradilan kerajaan.

6.Sunan Giri (Muhammad Ainul Yaqin)

Wali yang termasyur dengan sebutan Sunan Giri ini bernama asli Raden Paku. Sejak remaja ia belajar
agama Islam di pondok pesantren Ampel dan berguru kepada Sunan Ampel. Ia mendirikan pesantren di
Giri Kedaton yang berperan sebagai pusat dakwah di wilayah Jawa dan Indonesia Timur bahkan sampai
ke Kepulauan Maluku. Sunan Giri terkenal dengan dakwahnya yang membawa keceriaan, yang mana di
tengah dakwahnya, ia menyelipkan tembang yang

riang seperti cublak cublak suweng, lir ilir, dan jamuran.

7.Sunan Kalijaga (Raden Mas Said)

Masa muda dari Sunan Kalijaga dihabiskan sebagai “perampok budiman”, yang mengambil harta orang
kaya untuk dibagikan ke rakyat miskin. Petualangannya itu berakhir saat bertemu Sunan Bonang,
sehingga bertobat dan tergerak untuk menimba ilmu agama Islam.Sunan Kalijaga menjadikan Demak
sebagai pusat dakwahnya. Dimana, ia berdakwah menggunakan pendekatan budaya dan kesenian yaitu
wayang kulit serta tembang suluk. Ciri khas dari dakwahnya adalah toleransinya terhadap budaya dan
tradisi setempat yang secara bertahap ia tanamkan kesadaran akan nilai-nilai Islam pada budaya
masyarakat.

8.Sunan Muria (Raden Umar Said)

Raden Umar Said adalah putra Sunan Kalijaga. Seperti ayahnya, Sunan Muria menggunakan budaya dan
kesenian dalam dakwahnya, dimana tembang sinom, kinanti, dan tradisi kenduri merupakan hasil
kreativitasnya.Ia berupaya menanamkan kesadaran akan keluhuran nilai-nilai Islam secara bertahap.
Pendekatannya disesuaikan dengan kondisi para pendengarnya yang kebanyakan berasal dari kalangan
pedagang, nelayan, dan rakyat biasa. Adapun wilayah dakwahnya meliputi Pati, Juwana, Tayu, dan
Kudus.

9.Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)

Sunan Gunung Jati merupakan satu-satunya wali yang berdakwah untuk Jawa Barat. Ia mengembangkan
Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahan. Dalam perkembangannya, pusat ini kemudian
menjadi Kesultanan Cirebon. Dibantu putranya, Maulana Hasanuddin juga berhasil menyebarkan agama
Islam di Banten dan Sunda Kelapa serta merintis berdirinya Kesultanan Banten

C.Model dan Karakteristik Dakwah Walisongo

Bicara tentang sejarah Islam di Indonesia, tentu tak bisa dilepaskan dari sejarah penyebar Islam tanah
Jawa, Walisongo. Para Wali bukan saja berhasil mengajak masyarakat Jawa masuk Islam secara suka
rela. Lebih dari itu, Walisongo juga sukses melakukan transfer ajaran Islam ke tengah kehidupan
masyarakat Jawa. Keberhasilan dakwah Walisongo adalah kegemilangan yang pengaruhnya bahkan
tetap kentara hingga kini.

Selain karena kedalaman ilmu agamanya, Walisongo adalah pendakwah yang dikenal punya kemampuan
berdialog dengan seni dan budaya. Tiap seni dan budaya, dalam pandangan Walisongo tak boleh
diberangus begitu saja, sebab bisa jadi melukai hati masyarakat. Budaya boleh tetap lestari, asal tak
bertentangan dengan syari’at Islam. Ajaran Islam harus mampu menjadi spirit dan pijakan dari
pelaksanaan tiap budaya yang berjalan.

Ada juga sunan Kalijaga. Wali dengan segudang talenta seni. Sunan Kalijaga adalah seorang dalang
wayang yang handal, seorang disainer brilian perancang baju ‘takwa’, juga seorang pencipta lagu. Lagu
Lir Ilir hasil gubahannya bersama Sunan Giri bahkan masih terus dinyayikan hingga sekarang.
Talenta seni Walisongo belum habis. Masih ada nama besar Sunan Bonang. Dalam berdakwah, putra
Sunan Ampel bernama asli Raden Makdum Ibrahim ini kerap memanfaatkan alat musik ‘bonang’ untuk
menarik simpati rakyat. Oleh sebab kepandaiannya bermain bonang ini jugalah, Raden Makdum
memperoleh gelarnya sebagai Sunan Bonang. Selain mahir memainkan bonang, Sunan Bonang juga
adalah seorang pencipta lagu handal. Lagu ‘tombo ati’ yang kembali dipopulerkan oleh penyanyi religi
Opick, adalah satu diantara lagu ciptaan beliau.

Tombo Ati Iku Limo Perkarane

Kapeng Pisan Moco Qur’an lan maknane . . .

Karakter Dakwah Walisongo

Dakwah dalam Islam haruslah dilakukan cara yang santun dan baik. Al Qur’an memberi tiga jalan untuk
melakukan seruan ke jalan Allah sebagaimana terdedah dalam QS. An-Nahl : 25

“ Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, dan mau’izhah (pelajaran yang baik), dan
bantahlah mereka dengan cara yang terbaik “ (QS. An Nahl : 25)

Jalan pertama dalam berdakwah adalah hikmah, yakni dengan kebijaksanaan, langkah yang tepat dan
efektif dan pendekatan kemasyarakatan yang penuh keteladanan. Selanjutnya, jalan dakwah kedua
adalah mau’izhah, yakni nasihat-nasihat yang baik yang menyejukkan, mampu menggugah, meninggikan
semangat untuk beramal baik, serta menumbuhkan kesadaran dan keinsafan. Dan jalan yang ketiga,
adalah mujadalah yakni lewat jalan berdialog, berdiskusi, berbantah, saling bertukar argumen dengan
cara yang baik.

Setiap jalan dakwah dalam Islam selalu menekankan kebaikan. Tak ada ruang untuk kata-kata kotor,
cacian, hujatan dan ikrah atau paksaan. Demikianlah Allah Swt menggariskan prinsip dakwah untuk
hambanya.
Akan halnya dengan Walisongo. Ada apa dibalik rahasia kegemilangan dakwah para wali ini. Jurus
macam apa yang dipergunakan walisongo, hingga agama Islam bisa dipeluk oleh mayoritas orang di
bumi pertiwi.

Sejarah mencatat, bahwa faktor utama kesuksesan dakwah Walisongo tak lain adalah kekukuhan para
Wali dalam memegangi prinsip dakwah Islam itu sendiri. Prinsip dakwah sebagaimana diteladankan oleh
Baginda Rasulullah SAW.

Secara lebih rinci, menurut hemat penulis, kesuksesan dakwah Walisongo didasari oleh empat karakter
utama berikut ini.

Karakter pertama.

Walisongo menerapkan model dakwah sebagaimana model dakwah yang Allah gariskan dalam QS. An
Nahl : 25. Yakni al-hikmah (kebijaksanaan), mau’izah (nasehat yang baik) serta almujadalah billati hiya
ahsan (berbantah-bantahan dengan jalan sebaik-baiknya).

Dalam menyampaikan dakwahnya, Para Wali selalu mendahulukan aspek keteladanan pada umat,
memberikan nasehat dalam bahasa yang santun dan sejuk, dan bila memang diperlukan sebuah diskusi
atau perdebatan, Walisongo membingkai diskusi itu dalam suasana yang ahsan. Berdebat bukan untuk
saling menjatuhkan dan pamer kepandaian, tapi untuk menunjukkan kebenaran yang nyata.

Karakter kedua,

Walisongo memahami benar pentingnya media dalam medan berdakwah. Para Wali tak canggung
memanfaatkan media seni dan budaya seperti gamelan, wayang, dan lagu daerah yang kala itu tengah
digandrungi masyarakat. Para Wali tidak saja mampu menggunakan berbagai instrument seni, bahkan
menjadi tokoh kunci dalam perkembangan seni tersebut di kemudian hari.

Karakter Ketiga.

Walisongo berdakwah dengan damai serta lewat pendekatan kemasyarakatan yang baik. Tak pernah ada
pemaksaan atau adu kanugaraan untuk mengajak pada Islam. Para wali mengajak masyarakat kepada
Islam dengan santun dan sabar. Walisongo berdakwah dengan setahap demi setahap. Hal ini nampak
jelas pada dakwah Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik. Ketika baru tiba di tengah masyarakat,
Maulana Malik Ibrahim tidak secara frontal menyampaikan ajaran Islam. Beliau lebih dulu berbaur
dengan masyarakat, memperkenalkan dirinya secara perlahan. Baru setelah itu mulai mengenalkan
ajaran Islam dan kemudian mengajak serta masyarakat masuk Islam.

Karakter Keempat,

Walisongo menyasar seluruh kalangan sebagai obyek dakwahnya. Tanpa pandang bulu. Walisongo tak
pernah memilah-milah sasaran dakwah. Seluruh kalangan mulai dari petinggi kerajaan hingga rakyat
jelata didatangi. Untuk kepentingan dakwah, Para Wali juga tak segan menduduki jabatan strategis.
Seperti yang dilakukan Sunan Ampel sebagai penasehat kerajaan Islam Demak.

Karakter Kelima.

Walisongo membangun kaderisasi dakwah lewat Pendidikan yang berkualitas. Walisongo adalah peletak
batu pertama berdirinya model pendidikan Pondok Pesantren. Sebuah model pendidikan yang
sebelumnya belum pernah ada di nusantara. Sejarawan, Ahmad Mansur Suryanegara menampik
anggapan bahwa model pendidikan Pesantren adalah adobsi model pendidikan peninggalan agama
hindhu dengan dalih tidak diketemukannya pendidikan serupa Pesantren di daerah Bali hingga kini.Para
wali adalah pendiri sekaligus pengasuh Pondok Pesantren generasi pertama. Dari Pesantren-pesantren
pertama inilah, agama Islam bisa kian tersebar di nusantara. Para santri gemblengan Walisongo dikirim
keberbagai pelosok nusantara untuk menjadi pendakwah.

D.Mata Rantai Aswaja di Nusantara

Ketua Lembaga Dakwah PBNU, KH Agus Salim mengatakan NU memiliki mata rantai silsilah
sanad yang jelas sebagai khazanah keislamaan otentik.

Hal itu disampaikannya dalam acara pengukuhan pengurus Aswaja NU Center Kabupaten
Bekasi, Ahad (31/1). Kegiatan berlangsung di Pondok Pesantren Nurul Falah, Cikarang Pusat,
Bekasi.
Menurutnya, tradisi Ahlussunah wal Jamaah (Aswaja) memungkinkan warga NU untuk bersikap
dan memandang segala sesuatu secara harmonis dan sehat. Dalam menyikapi segala persoalan
apapun selalu melihat dari sisi maslahat atau landasan etika, termasuk dalam dakwah.

KH Agus menceritakan sejarah Aswaja yang berawal dari Rasulullah SAW. Saat itu penduduk
kota Makkah menganut kepercayaan paganisme atau tidak beragama. JooKeyakinan mereka ini
sangat kuat hingga mengangkat ke struktur kultur masyarakat Makkah.

Nabi Muhammad SAW berada di kota Makkah dalam rangka mengajarkan ketauhidan. Tidak
cukup mengandalkan keimanan. "Setelah mereka iman kepada Allah Rasulullah SAW kemudian
meningkatkan lagi menjadi tingkatan yakin, jami, wushul Illallah, dan terakhir maqam marifat,"
bebernya.

"Hamba yang sudah mencapai maqam tersebut, itulah maqamnya Rasulullah SAW yang diikuti
oleh sahabat, tabiiin dan para muassis NU," terang Kiai Agus.

Aswaja NU memiliki tiga Aspek

Jika kaidah tersebut diteliti secara saksama, Aswaja merupakan basis teologi. Terdapat tiga
aspek dalam Aswaja NU yakni aspek akidah, aspek syariah, dan aspek tasawuf. "Kalau kita
berbicara aspek akidah, di sini ketauhidan Islam memperkenalkan keesaan Tuhan, La ilaha
illallah," imbuhnya.

Akidah pertama memuat mahabbah (cinta). Kedua, aspek syariah yakni aturan Islam yang
meliputi seluruh kehidupan manusia baik dari menciptakan keahlian, kesejahteraan,
kemakmuran, tolong-menolong, cinta tanah dan akhirnya tercipta sumber daya manusia.

"Aspek kedua ini berisi hablum minallah wa hablum minannas," lanjut Kiai Agus.

Ketiga adalah aspek tasawuf. Akhir- akhir ini Islam selalu dilekatkan dengan aksi kekerasan,
intoleransi, radikalisme, tafkiri. "Yang lebih menyanyat lagi adalah sekelompok umat Islam yang
membenarkan, melibatkan simbol-simbol agama untuk kepentingan mereka sendiri. Maraknya
aksi tersebut sudah sangat jauh terlepas dari peran agama," kata Kiai Agus.

Berbicara tasawuf tidak hanya berbicara ritual. Namun, tasawuf juga berbicara visi
kemanusiaan sekaligus menjadi pelengkap misi islam secara ijtima. NU dalam praktik sehari-hari
selalu menggunakan pola agama yang tawasuth, tasamuh, tawazun, al adl. "Inilah yang menjadi
landasan sosial bagi warga NU", kata Kiai Agus.

Silsilah sanad Aswaja NU

Ahlussunah wal Jamaah diantarkan pertama oleh Imam Hasan Basri dari generasi Tabiin.
Kemudiaan satu abad setelahnya muncul Syekh Al Muwaqqi, Syekh Qalamisi, Ibnu Athaillah.
"Kemudian dilanjutkan oleh Imam Abu Hasan Al Asyari dan Imam Abu Mansur Al Maturidi
sampai kepada Imam Al Ghazali," papar Kiai Agus.

Berkembang di Indonesia, yang pertama memperkenalkan adalah Syekh Khatib Sambas seorang
sufi yang berhasil mengombinasi tarekat besar Qadiriyah wa Naqsabandiyah yang banyak
berkembang di luar Jawa. Kitab karangannya yang terkenal adalah Fathul Arifin.

Kemudian dilanjut oleh Syekh Nawawi Al Bantani pada 1813-1897. Ratusan karyanya banyak
digunakan pesantren-pesantren Nusantara bahkan di dunia. Selanjutnya Syekh Kholil Bangkalan
Madura, guru Hadratussyekh Hasyim Asyari dilanjutkan lagi oleh Kiai Ihsan Jampes pengarang
kitab Sirajut Thalibin.

"Silsilah dari generasi Imam Al Ghazali ini berkesinambungan hingga Hadratussyekh Hasyim
Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama," pungkasnya.
BAB II
PENUTUP

A. Kesimpulan

Masuknya Islam di Indonesia" pada abad 7 SM, 8 SM, atau 13 SM. Perkembangan Islam di
Indonesia terbagi menjadi bberapa wilayah diantaranya yaitu Sumatera, Jawa, Sulawesi,
Kalimantan, dan Maluku.Para pendiri dan ulama awal yang menyebarkan Islam di Indonesia
diantaranya yaitu: Sultan malik al-salch, Sultan Ali Mugayat Syah, Sultan Alaudin ,Pangeran
Antasari atau Sultan Amirudin Khalifatul Mukminin dan wali songo (Maulana Malik Ibrahim,
Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Gunung Jati, Sunan Drajat,
Sunan Kudus dan Sunan Muria)

Sedangkan masuknya islam di Indonsia dilakukan dengan enam saluran yaitu Saluran
perdagangan, Saluran perkawinan, Saluran tasawuf, Saluran pendidikan, Salurakesenian, dan
Saluran politik.

Peranan islam bisa dilihat dari penentangan penjajahan portugis dan belanda. Begitupula
dengan berdirinya oraganisasi islam dindonesia

B. Saran

Islam adalah agama yang damai, Islam masuk ke Indonesia, bukan dengan peperangan ataupun
penjajahan. Islam berkembang dan tersebar di Indonesia
justru dengan cara damai dan persuasif berkat kegigihan para ulama. Maka dari itu melalui
makalah ini kita di ajarkan untuk dapat berdamai dengan orang-orang disekitar kita. Hindarilah
segala pertengkaran yang dapat menusak hubungan silaturrahmi kita.

DAFTAR PUSTAKA

https-/kumparan.com berita-hari-inisejarah-masuknya-islam-ke-indonesia

dalam-tiga-tcori-lssqyyyufrx full

hattns/wawaw harapanrakvat com/202006seianhislamdisindonesin/

https/wwwkompasian.com'sheonsa/s762s9h2423775255/siaah masuknvi-islam-
kensantaranagall

hattos:lwaww.sciarahenegana.com/2343/masuknynislam-ke-sumatrainwa

Anda mungkin juga menyukai