DISUSUN OLEH :
1. SILVITA KARTIKA PUTRI (30 / XII MIPA 6)
2. VANIA RAHMA AFIFAH (33 / XII MIPA 6)
3. NAHDIA PUTRI SAFIRA (34 / XII MIPA 6)
4. MAYDITA AMALIA (35 / XII MIPA 6)
DISUSUN OLEH :
1. SILVITA KARTIKA PUTRI (30 / XII MIPA 6)
2. VANIA RAHMA AFIFAH (33 / XII MIPA 6)
3. NAHDIA PUTRI SAFIRA (34 / XII MIPA 6)
4. MAYDITA AMALIA (35 / XII MIPA 6)
Puji Syukur kehadirat Allah SWT, karena atas karunia dan hidayah-Nya penyusun dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Perkembangan Islam di Indonesia”. Tidak lupa
penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusun karya ilmiah ini.
Penyusun menyadari adanya banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh
karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang membangun demi
kesempurnaan dalam karya ilmiah yang penulis susun ini.
.
Harapan penyusun agar makalah ini berguna dan dapat dimanfaatkan sebagaimana
mestinya, serta dapat menambah ilmu pengetahuan di bidang perencanaan pembelajaran untuk
semua kalangan siswa dan masyarakat.
Penyusun\
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………….…………………………………………………………………I
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………..….…II
DAFTAR ISI……………………………………………….………………………………..…..III
BAB I PENDAHULUAN………………………….………………………………...………..….1
BAB III…………………...……………………………………...……………………………..…9
3.1 KESIMPULAN…………………………………………….……………………..…..9
3.2 SARAN………………………………………………………………………………..9
DAFTAR PUSTAKA……………………………….……………..……………………….……10
BAB I
PENDAHULUAN
Beda lagi dengan Hamka yang mengkritik teori Gujarat bahwa Islam masuk ke
nusantara berasal dari Makkah, disebut dengan teori Makkah. Hamka berpandangan
bahwa peranan bangsa arab sebagai pembawa agama Islam ke Indonesia berasal dari
Makkah sebagai pusat pengkajian keislaman pada masa itu; atau juga dari Mesir. Artinya,
Gujarat hanyalah sebagai tempat singgah semata ulama penyebar Islam di nusantara
Lain lagi dengan teori Benggali yang dikembangkan Fatimi menyatakan bahwa
Islam datang dari Benggali (Bangladesh). Dia mengutip keterangan Tome Pires yang
mengungkapkan bahwa kebanyakan orang terkemuka di Pasai adalah orang Benggali
atau keturunan mereka.
Pendapat lainnya, berdasarkan teori Persia yang dibangun teorinya oleh Hoesein
Djayadiningrat. Pandangannya berdasarkan tradisi Islam di nusantara kental dengan
tradisi Persia. Seperti peringatan 10 Muharram atau Asyura, bubur Syura dan lain
sebagainya. Pendapat selanjutnya, teori China yang dipopulerkan Sayyid Naquib Alatas,
bahwa berpandangan muslim Canton China bermigrasi ke Asia Tenggara sekitar tahun
867 M, sehingga hijrahnya muslim Canton banyak yang singgah di Palembang, Kedah,
Campa, Brunai, dan pesisir timur tanah melayu (Patani, Kelantan, Terengganu dan
Pahang) serta Jawa Timur.
1.3 Tujuan
1. Mengetahui proses masuknya islam di Indonesia,
2. Untuk mengetahui lokasi di Indonesia yang digunakan untuk penyebaran agama
islam,
3. Mengetahui kerajaan islam yang ada di Indonesia.
1.4 Manfaat
Manfaat dari makalah ini adalah sebagai media pembelajaran dan penambah wawasan
bagi pembaca sehingga mengetahui sejarah proses masuknya islam ke Indonesia serta
peninggalannya, yaitu berupa kerajaan – kerajaan.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Teori
Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku, dipasarkan di Jawa
dan Sumatera, dan kemudian dijual kepada para pedagang asing. Pelabuhan-
pelabuhan penting di Sumatra dan Jawa antara abad ke-1 dan ke-7 M sering
disinggahi para pedagang asing seperti Lamuri (Aceh), Barus, dan Palembang di
Sumatra (Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa).
Pedagang-pedagang Muslim asal Arab, Persia dan India juga ada yang sampai
kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke-7 M (abad I H), ketika Islam
pertama kali berkembang di Timur Tengah. Malaka, jauh sebelum di taklukkan
Portugis (1511) merupakan pusat utama lalu-lintas perdagangan dan pelayaran.
Melalui Malaka, hasil hutan dan rempah-rempah dari seluruh pelosok Nusantara
dibawa ke Cina dan India, terutama Gujarat, yang melakukan hubungan dagang
langsung dengan Malaka pada waktu itu. Dengan demikian, Malaka menjadi mata
rantai pelayaran yang penting. Lebih ke Barat lagi dari Gujarat, perjalanan laut
melintasi Laut Arab. Dari sana perjalanan bercabang dua. Jalan pertama di sebelah
utara menuju Teluk Oman, melalui selat Ormuz, ke teluk Persia. Jalan kedua
melalui Teluk Aden dan laut Merah, dan dari kota Suez jalan perdagangan harus
melalui daratan ke Kairo dan Iskandariah. Melalui jalan pelayaran tersebut, kapal-
kapal Arab, Persia, dan India mondar-mandir dari Barat ke Timur dan terus ke
negeri Cina dengan menggunakan angin musim untuk pelayaran pulang perginya.
Ada indikasi bahwa kapal-kapal Cina pun mengikuti jalanjalan tersebut sesudah
abad ke-9 M, tetapi kapal tersebut hanya sampai di pantai barat India, karena barang
yang diperlukannya sudah dapat dibeli disini. Dari berita Cina dapat diketahui
bahwa di masa dinasti Tang (abad ke 9-10) orang-orang Ta-Shih sudah ada di
Kanton (Kanfu) dan Sumatera. Ta-Shih adalah sebutan untuk orang-orang Arab dan
Persia, yang ketika itu jelas sudah menjadi Muslim. Perkembangan pelayaran dan
perdagangan yang bersifat internasional antara negerinegeri di Asia bagian Barat
dan Timur mungkin disebabkan oleh kegiatan kerajaan Islam di bawah Bani
Umayyah di bagian barat dan kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara, yang pada
zaman Sriwijaya pedagang-pedagang Nusantara mengunjungi pelabuhan-pelabuhan
Cina dan pantai Timur Afrika.
Pada abad ke-7 sampai ke-10 M, kerajaan Sriwijaya meluaskan kekuasaannya ke daerah
Semenanjung Malaka sampai Kedah. Datangnya orangorang muslim ke daerah itu sama sekali
belum memperlihatkan dampak-dampak politik, karena mereka datang memang hanya untuk
usaha pelayaran dan perdagangan. Keterlibatan orang-orang Islam dalam bidang politik baru
terlihat pada abad ke-9 M, ketika mereka terlibat dalam pemberontakan petani-petani Cina
terhadap kekuasaan T’ang pada masa pemerintahan Kaisar Hi-Tsung (878-889 M). Akibat
pemberontakan itu, kaum muslimin banyak yang dibunuh. Sebagian lainnya lari ke Kedah,
wilayah yang masuk kekuasaan Sriwijaya pada waktu itu memang melindungi orang-orang
muslim di wilayah kekuasaannya.
Kemajuan politik dan ekonomi Sriwijaya berlangsung sampai abad ke-12 M. Pada akhir
abad ke-12 M, kerajaan ini mulai memasuki masa kemundurannya. Kemunduran politik dan
ekonomi Sriwijaya dipercepat oleh usaha-usaha kerajaan Singasari yang sedang bangkit di Jawa.
Kerajaan Jawa ini melakukan ekspedisi Pamaluyu tahun 1275 M dan berhasil mengalahkan
kerajaan Melayu di Sumatera. Keadaan itu mendorong daerah-daerah di Selat Malaka yang
dikuasai kerajaan Sriwijya melepaskan diri dari kekuasaan kerajaan tersebut.
Berita awal abad XVI M dari Tome Pires yang dikutip dari Ensiklopedi Indonesia dalam
Arus Sejarah mengatakan bahwa Sumatera, terutama di sepanjang pesisir Selat Malaka dan
pesisir barat Sumatera, telah berdiri banyak kerajaan Islam, baik yang besar maupun yang kecil.
Kerajaan tersebut antara lain adalah Aceh, Biar dan Lambri, Pedir, Pirada, Pase, Aru, Arcat,
Rupat, Siak, Kampar, Tongkal, Indragiri, Jambi, Palembang, Andalas, Pariaman, Minangkabau,
Tiku, Panchur, dan Barus. Dari kerajaann-kerajan tersebut ada yang berkembang, maju, bahkan
ada yang mengalami keruntuhan. Ada kerajaan Islam yang tumbuh sejak 2 abad sebelum
kehadiran Tome Pires, yaitu Kesultanan Samudera Pasai.
Kesultanan Samudera Pasai telah mengenal mata uang (Ceitis, dramas) dan telah
melakukan kegiatan ekspor seperti lada, Sutra, kapur barus, dan berbagai macam lainnya.
Barang-barang ini didapat karena menjadi tempat pengumpulan barang dagangan dari berbagai
daerah. Di bidang keagamaan, Ibnu Batutah memberitakan kehadiran para ulama Persia, Suriah,
dan Ishafan. Ibnu Batutah menceritakan bagimana taatnya Sultan Samudera Pasai pada Islam
dari Madzhab Syafi‟ie, dan selalu dikelilingi oleh ahli-ahli Teologi Islam. Sehingga Kesultanan
Samudera Pasai mempunyai peranan penting dalam penyebaran Islam
Kehadiran dan proses penyebaran Islam di pesisir utara Pulau Jawa dapat dibuktikan
berdasarkan data arkeologis, dan sumber-sumber babad, hikayat, legenda, serta berita asing.17
Proses islamisasi yang terjadi di beberapa kota pesisir utara Jawa, dari bagian timur sampai ke
barat, lambat laun mennyebabkan munculnya kerajaan-kerajaan Islam seperti Kesultanan
Demak, Cirebon, Banten, Pajang, dan Kesultanan Mataram. Di samping kerajaan, peranan para
ulama di Pulau Jawa begitu sangat penting dalam penyebaran islam.
a. Kesultanan Demak
Kesultanan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang berdiri sejak
akhir abad XV, setelah runtuhnya ibukota kerajaan Majapahit di Trowulan oleh Wangsa Girindra
Wardhana dari kerajaan Kadiri pada 1474. Kesultanan ini dipimpin oleh Raden Fatah putra dari
Brawijaya dan ibunya seorang putri dari Campa. Kesultanan ini bermula dari sebuah kampong
yang dalam babad lokal disebut Gelagahwangi. Tempat inilah yang konon dijadikan permukiman
muslim di bawah pimpinan Raden Fatah, yang kehadirannya di tempat tersebut atas petunjuk
Raden Rahmat atau Sunan Ampel. Setelah Raden Fatah, raja Demak kedua adalah Pangeran
Sabrang Lor, lalu dilanjutkan oleh raja ketiga yaitu Sultan Trenggono. Sebagai catatan bahwa
raja Demak terkenal sebagai pelindung agama dan bergandengan erat dengan kaum ulama,
terutama Wali Songo. Masjid Agung Demak dibangun oleh Wali Songo, arsiteknya adalah
Sunan Kalijaga, dan merupakan pusat dakwah para wali.19
b. Kesultanan Pajang
Kesultanan Pajang bermula dari perebutan kekuasaan di kalangan keluarga Sultan
Trenggono. Bupati Pajang Adiwajaya (Joko Tingkir) menjadi penguasa Kesultanan setelah
membunuh Penangsang. Joko Tingkir merupakan ipar dari Sunan Prawoto anak dari Sultan
Trenggono. Ia dinobatkan sebagai sultan Pajang dan diberi gelar Sultan Adiwijaya. Jasa yang
dilakukannya ialah melakukan perluasan ke Jipang dan Demak. Pengaruhnya sampai ke Jepara
Pati dan Banyumas. Setelah wafat Ia digantikan oleh putranya Pangeran Benowo.