AIK III
Dakwah Islam di Nusantara dan asal usul
Muhammadiyah
Dosen pengampu:
Rizal Arsyad,S.Ag.,MA
(PROGRAM SARJANA)
T.A.2022/2023
KATA PENGANTAR
Segala puja dan puji syukur patut di panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,Karena atas
rahmatnya dan karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.adapun
tema dari makalah ini adalah” Dakwah Islam di Nusantara dan asal usul Muhammadiyah”
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terimah kasih yang sebesar-besarnya kepada
dosen pengampu mata kuliah yang telah memberikan tugas terhadap kami.kami juga ingin
nmengucapkan terimah kasih kepada pihak-pihak yang membantu membuat makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurnah di karenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena itu, kami
mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai
pihak.Akhirnya kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi dunia
penddikan.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Teori Snock Hurgronje ini lebih lanjut dikembangkan oleh Morrison pada 1951.
Dengan menunjuk tempat yang pasti di India, ia menyatakan dari sanalah Islam datang ke
nusantara. Ia menunjuk pantai Koromandel sebagai pelabuhan tempat bertolaknya para
pedagang muslim dalam pelayaran mereka menuju nusantara.
Pendapat lainnya, berdasarkan teori Persia yang dibangun teorinya oleh Hoesein
Djayadiningrat. Pandangannya berdasarkan tradisi Islam di nusantara kental dengan
tradisi Persia. Seperti peringatan 10 Muharram atau Asyura, bubur Syura dan lain
sebagainya. Pendapat selanjutnya, teori China yang dipopulerkan Sayyid Naquib Alatas,
bahwa berpandangan muslim Canton China bermigrasi ke Asia Tenggara sekitar tahun
867 M, sehingga hijrahnya muslim Canton banyak yang singgah di Palembang, Kedah,
Campa, Brunai, dan pesisir timur tanah melayu (Patani, Kelantan, Terengganu dan
Pahang) serta Jawa Timur.
BAB II
PEMBAHASAN
Pedagang-pedagang Muslim asal Arab, Persia dan India juga ada yang sampai
kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke-7 M (abad I H), ketika Islam
pertama kali berkembang di Timur Tengah. Malaka, jauh sebelum di taklukkan
Portugis (1511) merupakan pusat utama lalu-lintas perdagangan dan pelayaran.
Melalui Malaka, hasil hutan dan rempah-rempah dari seluruh pelosok Nusantara
dibawa ke Cina dan India, terutama Gujarat, yang melakukan hubungan dagang
langsung dengan Malaka pada waktu itu. Dengan demikian, Malaka menjadi mata
rantai pelayaran yang penting. Lebih ke Barat lagi dari Gujarat, perjalanan laut
melintasi Laut Arab.
Dari sana perjalanan bercabang dua. Jalan pertama di sebelah utara menuju
Teluk Oman, melalui selat Ormuz, ke teluk Persia. Jalan kedua melalui Teluk
Aden dan laut Merah, dan dari kota Suez jalan perdagangan harus melalui daratan
ke Kairo dan Iskandariah. Melalui jalan pelayaran tersebut, kapal-kapal Arab,
Persia, dan India mondar-mandir dari Barat ke Timur dan terus ke negeri Cina
dengan menggunakan angin musim untuk pelayaran pulang perginya.
Ada indikasi bahwa kapal-kapal Cina pun mengikuti jalanjalan tersebut
sesudah abad ke-9 M, tetapi kapal tersebut hanya sampai di pantai barat India,
karena barang yang diperlukannya sudah dapat dibeli disini. Dari berita Cina
dapat diketahui bahwa di masa dinasti Tang (abad ke 9-10) orang-orang Ta-Shih
sudah ada di Kanton (Kanfu) dan Sumatera. Ta-Shih adalah sebutan untuk orang-
orang Arab dan Persia, yang ketika itu jelas sudah menjadi Muslim.
Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat internasional antara
negerinegeri di Asia bagian Barat dan Timur mungkin disebabkan oleh kegiatan
kerajaan Islam di bawah Bani Umayyah di bagian barat dan kerajaan Sriwijaya di
Asia Tenggara, yang pada zaman Sriwijaya pedagang-pedagang Nusantara
mengunjungi pelabuhan-pelabuhan Cina dan pantai Timur Afrika.
b. Saluran Perkawinan, Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki status
sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga penduduk pribumi,
terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu.
Sebelum kawin, mereka diIslamkan terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai
keturunan, lingkungan mereka makin luas. Akhirnya, timbul kampong-kampung,
daerah-daerah dan Kerajaan-Kerajaan Muslim. Jalur perkawinan ini lebih
menguntungkan apabila terjadiantara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau
anak raja dan anak adipati, karena raja, adipati atau bangsawan itu kemudian turut
mempercepat proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau
Sunan Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan Nyai Kawunganten,
Brawijaya dengan putri Campa yang menurunkan Raden Patah (raja pertama Demak)
dan lain-lain.
c. Saluran Dakwah, yanng dilakukan oleh mubalig yang berdatangan bersama para
pedagang. Para mubalig itu bisa juga para sufi pengembara.
Proses islamisasi terbatas dan bukan arabisasi menjadi kunci sukses gerakan
dakwah para Wali Sanga ini menghasilkan fenomena keislaman yang unik dan khas
yang disebut oleh Ricklefs sebagai “Sintesis Mistik”.
Ajaran Islam dan kepercayaan lokal tidak berhadap-hadapan dan bertentangan dalam
pola kepercayaan lokal (tesis) dan ajaran Islam sebagai anti-tesis, namun ada upaya untuk
menemukan sintesis dari keduanya, inilah cikal-bakal dari Islam Nusantara.
Dalam menerangkan “Sintesis Mistik” ini, menurut Ricklefs ada tiga pilar utama
Kesadaran identitas Islami yang kuat: menjadi orang Jawa berarti menjadi muslim;
Pelaksanaan lima rukun ritual dalam Islam: syahadat, shalat lima kali sehari, membayar
zakat, berpuasa Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji bagi yang mampu;
Meskipun ada perbedaan antara “Islam Pedalaman” dan “Islam Pesisir” namun “Sistesis
Mistik” ini tetap dikenal dalam dua masyarakat itu, kepercayaan pada arwah dan
makhluk-makhluk gaib misalnya, Ratu Laut Selatan dikenal oleh masyarakat Pantai
Selatan dan tidak dikenal oleh Pesisir Utara, namun bukan berarti masyarakat Pesisir
Utara tidak mengenal roh-roh di Laut Utara, mereka tetap meyakini ada. Peziarahan yang
dikenal di Jalur Selatan adalah makam-makam yang tidak jelas identitas keislamannya,
sementara tujuan-tujuan peziarahan di Pesisir Utara adalah para wali dan tokoh-tokoh
yang dikeramatkan (Islam Pesisir, Nur Syam: 2005).
a.Corak Kedua Islam Nusantara: “Neo-Sufisme”
“Sintesis Mistik” sebagaia corak pertama Islam Nusantara merupakan ajaran tasawwuf
“falsafi” yang bersambungan dengan kepercayaan-kepercayaan lokal. Namun munculnya
“neo-sufisme” yang bisa disebut tasawwuf “sunni” yang merupakan perkawinan silang
antara tasawwuf dan syariat (fiqih)—bukan lagi kepercayaan lokal—yang tokoh-tokoh
gerakan “Neo-Sufisme-Syariat” ini berasal dari para pelajar Nusantara yang baru datang
dari Haramayn (Makkah dan Madinah).
Fenomena ini berlangsung berabad-abad sehingga nantinya muncul polarisasi dua aliran
dalam masyarakat, yang dikenal sebagai “putihan” dan “abangan”. Yang pertama, ingin
terus melakukan perubahan dari yang bertahap hingga yang radikal, dan sering disebut
kalangan santri. Sedangkan kedua tetap ingin menekankan kontinuitas dengan lokalitas
dan bersikap longgar dalam bersyariat. Selain faktor di atas, sikap politik terhadap
pemerintah kolonial Belanda menjadi salah satu tanda terpenting dari perbedaan dua
golongan ini.
Latar belakang kedatangan bangsa barat ke Indonesia berkaitan erat dengan rempah-
rempah . Bangsa Eropa mencoba mencari rempah-rempah langsung ke sumbernya setelah
Konstantinopel jatuh ke tangan Kekaisaran Turki Usmani.
Konstantinopel merupakan Ibu Kota Romawi Timur, sebuah kota pelabuhan yang
menjadi transit perdagangan antara Asia dan Eropa. Letaknya yang strategis dalam
urusan perdagangan membuat banyak pihak ingin menguasai Konstantinopel, termasuk
Kekaisaran Turki Usmani atau Ottoman.
Keinginan itu akhirnya terwujud. Pada 1453, Sultan Usmani Muhammad II yang bergelar
Al-Fatih mampu merebut Konstantinopel dari tangan Romawi. Nama Konstantinopel
kemudian diganti menjadi Istanbul.
Peristiwa yang melatarbelakangi datangnya bangsa eropa khususnya portugis dan spanyol
ke dunia timur adalah jatuhnya Konstantinopel (pusat pemerintahan Romawi Timur) ke
tangan Turki Ottoman pada 1453.Sebab, sejak saat itu perdagangan di Laut Tengah
dikuasai oleh pedagang Islam dan pedagang Eropa tidak bisa lagi membeli rempah-
rempah dari Asia.
1. Perkembangan agama Islam di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu :
Singgahnya pedagang-pedagang Islam di Pelabuhan-pelabuhan Nusantara, Sumbernya
adalah berita luar negeri terutama Cina, Adanya komunitaskomunitras Islam di beberapa
daerah kepulauan Indonesia. Sumbernya, di samping berita-berita asing juga
makammakam Islam dan Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam.
Intermasa. 2009.
Persada. 1993