Anda di halaman 1dari 34

TUGAS PAPER

MATA KULIAH SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM


Dosen Pengampu :
MUYASAROH M.Pd.i

JUDUL :
SEJARAH MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI
INDONESIA
PENDIDIKAN ISLAM DI MASA KOLONIAL BELANDA DAN
JEPANG
Oleh :

1. Syamsul Arifin 170501040


2. Mifta Razzaq 200501042
3.

S1 PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GRESIK
2022-2023
Kata Pengantar

Assalamualaikum Wr.Wb.

Alhamdulillahirabbilalamin, puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena nikmat berlimpah


Yang diberikan. Segala puji hanya layak untuk Allah SWT. Atas segala berkat, rahmat, taufik
dan hidayahNya yang tiada terkira besarnya. Sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang
berjudul ‘’Makalah Masa Masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia’’.
Dalam penyusunannya. Saya mengucapkan terimakasih kepada dosen pengajar mata kuliah
Sejarahb Pendidikan Islam selaku pembimbing yang telah memberikan dukungan, bimbingan
dan kepercayaan. Dari sanalah kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa memberrikan
sedikit manfaat yang baik.
Saya menyadari sepenuhnya bahan masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat
maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan
kritik agar saya dapat memperbaiki makalah ini. Dan saya berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berita Islam di Indonesia telah diterima sejak orang Venesia (Italia) yang bernama
Marcopolo singgah di kota Perlak dan menerangkan bahwa sebagian besar penduduknya
telah beragama Islam.1 Sampai sekarang belum ada bukti tertulis tentang kapan tepatnya
Islam masuk ke Indonesia, namun banyak teori yang memperkirakannya.Pada umumnya
teori-teori tersebut dikaitkan dengan jalur perdagangan dan pelayaran antara Dunia Arab
dengan Asia Timur. Pulau Sumatra misalnya, karena letak geografisnya, sejak awal abad
pertama Masehi telah menjadi tumpuan perdagangan antarbangsa dan pedagang-pedagang
yang datang ke Sumatra.2
Dari sekian perkiraan, kebanyakan menetapkan bahwa kontak Indonesia dengan Islam
sudah terjadi sejak abad 7 M. Ada yang mengatakan bahwa Islam pertama kali masuk ke
Indonesia di Jawa, ada yang mengatakan di Barus.Ada yang berpendapat bahwa Islam masuk
Indonesia melalui pesisir Sumatra. Para saudagar muslim asal Arab, Persia, dan India ada
yang sampai di kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke 7 M yang berlayar ke
Asia Timur melalui selat Malaka singgah di pantai Sumatra Utara untuk mempersiapkan air
minum, dan perbekalan lainnya, mereka yang singgah di pesisir Sumatra Utara membentuk
masyarakat Muslim dan mereka menyebarkan Islam sambil berdagang. Pada perkembangan
berikutnya terjalinlah hubungan perkawinan dengan penduduk pribumi atau menyebarkan
Islam sambil berdagang.3
Sejak awal perkembangan Islam, pendidikan mendapat prioritas utama masyarakat
muslim Indonesia, di samping karena besarnya arti pendidikan, kepentingan Islamisasi
mendorong umat Islam melaksanakan pengajaran Islam kendatipun dalam sistem yang masih
sangat sederhana, di mana pengajaran diberikan dengan system halaqah yang dilakukan di
tempat-tempat ibadah semacam masjid, mushala, bahkan juga di rumah-rumah ulama.
Kebutuhan terhadap pendidikan mendorong masyarakat Islam di Indonesia mengadopsi dan
1
Mansur, Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, , Jogjakarta, Global Pustaka Utama 2004, h.
111
2
Teuku Ibrahim Alfian, Kontribusi Samudra Pasai terhadap Studi Islam Awal di Asia Tenggara,
Ceninnets, Jogjakarta, 2005, h. 25.
3
Mansur dan Mahfud Junaedi, Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia , Departemen
AgamaRI,Jakarta 2005, h. 42
mentransfer lembaga keagamaan dan. sosial yang sudah ada (indigenous religious ada social
institution)
ke dalam lembaga pendidikan Islam di Indonesia. Di Jawa umat Islam mentransfer lembaga
keagamaan Hindu-Budha menjadi pesantren, umat Islam di Minangkabau mengambil alih
surau sebagai peninggalan adat masyarakat setempat menjadi lembaga pendidikan
Islam, dan demikian pula masyarakat Aceh dengan mentransfer lembaga masyarakat
meunasah sebagai lembaga pendidikan Islam.4
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas bahwa makalah ini dirumuskan sebagai berikut:
(1) bagaimana masuk dan berkembangnya Islam di nusantara?
(2) bagaimana sejarah pendidikan islam di masa kolonial belanda dan jepang?
1.3 Tujuan
(1) mengulas sejarah masuknya dan perkembangan Islam di nusantara; dan
(2) mengulas sejarah pendidikan islam di masa colonial belanda dan jepang

4
Hanun Asrahah, Sejarah Pendidikan Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1999, h. 144.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Proses Masuknya Islam Di Nusantara


Sejak zaman prasejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-
pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas.Sejak awal masehi sudah ada rute-rute
pelayaran dan perdagangan antara kepulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan
Asia Tenggara5. Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno merupakan
wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi yang dijual disana
menarik bagi para pedagang, dan menjadi daerah lintasan penting antara Cina dan India.
Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal dari Maluku, dipasarkan di Jawa dan
Sumatera,
dan kemudian dijual kepada para pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra
dan Jawa antara abad ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi para pedagang asing seperti
Lamuri (Aceh), Barus, dan Palembang di Sumatra (Sunda Kelapa dan Gresik di Jawa)6.
Pedagang-pedagang Muslim asal Arab, Persia dan India juga ada yang sampai
kepulauan Indonesia untuk berdagang sejak abad ke-7 M (abad I H), ketika Islam pertama
kali berkembang di Timur Tengah. Malaka, jauh sebelum di taklukkan Portugis (1511)
merupakan pusat utama lalu-lintas perdagangan dan pelayaran. Melalui Malaka, hasil hutan
dan rempah-rempah dari seluruh pelosok Nusantara dibawa ke Cina dan India, terutama
Gujarat, yang melakukan hubungan dagang langsung dengan Malaka pada waktu itu.
Dengan demikian, Malaka menjadi mata rantai pelayaran yang penting. Lebih ke Barat lagi
dari Gujarat, perjalanan laut melintasi Laut Arab. Dari sana perjalanan bercabang dua.
Jalan pertama di sebelah utara menuju Teluk Oman, melalui selat Ormuz, ke teluk Persia.
Jalan kedua melalui Teluk Aden dan laut Merah, dan dari kota Suez jalan perdagangan
harus melalui daratan ke Kairo dan Iskandariah. Melalui jalan pelayaran tersebut, kapal-
kapal Arab, Persia, dan India mondar-mandir dari Barat ke Timur dan terus ke negeri Cina
dengan menggunakan angin musim untuk pelayaran pulang perginya7.

5
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia II, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1984), hlm. 2
6
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1993), hlm. 191.
7
Ibid ..., hlm. 192
Ada indikasi bahwa kapal-kapal Cina pun mengikuti jalan-jalan tersebut sesudah abad
ke-9 M, tetapi kapal tersebut hanya sampai di pantai barat India, karena barang yang
diperlukannya sudah dapat dibeli disini. Dari berita Cina dapat diketahui bahwa di masa
dinasti Tang (abad ke 9-10) orang-orang Ta-Shih sudah ada di Kanton (Kan-fu) dan
Sumatera. Ta-Shih adalah sebutan untuk orang-orang Arab dan Persia, yang ketika itu jelas
sudah menjadi Muslim. Perkembangan pelayaran dan perdagangan yang bersifat
internasional antara negeri-negeri di Asia bagian Barat dan Timur mungkin disebabkan
oleh kegiatan kerajaan Islam di bawah Bani Umayyah di bagian barat dan kerajaan
Sriwijaya di Asia Tenggara, yang pada zaman Sriwijaya pedagang-pedagang Nusantara
mengunjungi pelabuhan-pelabuhan Cina dan pantai Timur Afrika. Pada zaman-zaman
berikutnya, penduduk kepulauan ini masuk Islam, bermula dari penduduk pribumi di
koloni-koloni pedagang Muslim itu. Menjelang abad ke-13 M, masyarakat muslim sudah
ada di Samudera Pasai, Perlak, dan Palembang di Sumatera. Di Jawa, makam Fatimah binti
Maimun di Leran (Gresik) yang berangka tahun 475 H (1082 M), dan makam-makam
Islam di Tralaya yang berasal dari abad ke-13 M merupakan bukti berkembangnya
komunitas Islam, termasuk di pusat kekuasaan Hindu-Jawa ketika itu, Majapahit8.
1. Teori Tentang Masuknya Islam Ke Nusantara.
Proses masuknya agama Islam ke nusantara tidak berlangsung secara revolusioner, cepat,
dan tunggal, melainkan berevolusi, lambat laun, dan sangat beragam. Menurut para
sejarawan, teori-teori tentang kedatangan Islam ke Indonesia dapat dibagi menjadi:
1) Teori Mekah, mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia adalah
langsung dari Mekah atau Arab. Proses ini berlangsung pada abad pertama Hijriah
atau abad ke-7 M. Tokoh yang memperkenalkan teori ini adalah Haji Abdul Karim
Amrullah atau HAMKA, salah seorang ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka
mengemukakan pendapatnya ini pada tahun 1958, saat orasi yang disampaikan pada
dies natalis Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Ia menolak seluruh
anggapan para sarjana Barat yang mengemukakan bahwa Islam datang ke Indonesia
tidak langsung dari Arab. Bahan argumentasi yang dijadikan bahan rujukan HAMKA
adalah sumber lokal Indonesia dan sumber Arab. Dalam hal ini, teori HAMKA
merupakan sanggahan terhadap Teori Gujarat yang banyak kelemahan. Ia malah

8
Taufik Abdullah, Sejarah Umat Islam Indonesia, (Jakarta: MUI, 1991),hlm. 35
curiga terhadap prasangka- prasangka penulis orientalis Barat yang cenderung
memojokkan Islam di Indonesia. Pandangan HAMKA ini hampir sama dengan Teori
Sufi yang diungkapkan oleh A.H. Johns yang mengatakan bahwa para musafirlah
(kaum pengembara) yang telah melakukan Islamisasi awal di Indonesia9.
2) Teori Gujarat, mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari
Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Gujarat ini terletak di India bagain
barat, berdekaran dengan Laut Arab. Tokoh yang mensosialisasikan teori ini
kebanyakan adalah sarjana dari Belanda. Sarjana pertama yang mengemukakan teori
ini adalah J. Pijnapel dari Universitas Leiden pada abad ke 19. Menurutnya, orang-
orang Arab bermazhab Syafei telah bermukim di Gujarat dan Malabar sejak awal
Hijriyyah (abad ke 7 Masehi), namun yang menyebarkan Islam ke Indonesia menurut
Pijnapel bukanlah dari orang Arab langsung, melainkan pedagang Gujarat yang telah
memeluk
Islam dan berdagang ke dunia timur, termasuk Indonesia. teori Pijnapel ini disebarkan
oleh seorang orientalis terkemuka Belanda, Snouck Hurgronje. Menurutnya, Islam
telah lebih dulu berkembang di kota-kota pelabuhan Anak Benua India. Orang-orang
Gujarat telah lebih awal membuka hubungan dagang dengan Indonesia dibanding
dengan pedagang Arab. Dalam pandangan Hurgronje, kedatangan orang Arab terjadi
pada masa berikutnya. Orang-orang Arab yang datang ini kebanyakan adalah
keturunan Nabi Muhammad yang menggunakan gelar “sayid” atau “syarif ” di depan
namanya. Teori Gujarat kemudian juga dikembangkan oleh J.P. Moquetta (1912)
yang memberikan argumentasi dengan batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang wafat
pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai, Aceh. Menurutnya, batu nisan di
Pasai dan makam Maulanan Malik Ibrahim yang wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa
Timur, memiliki bentuk yang sama dengan nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat.
Moquetta akhirnya berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat,
atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah belajar

9
Ahmad Mansur Suryanegara. Menemukan Sejarah : Wacana Pergerakan Islam Di Indonesia. (Bandung:
Penerbit Mizan, 1996), hlm. 81-82. Lihat juga A. Hasymy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia,
(Al-Ma’arif, 1989), hlm. 7
kaligrafi khas Gujarat. Alasan lainnya adalah kesamaan mahzab Syafei yang di anut
masyarakat muslim di Gujarat dan Indonesia.10
3) Teori Persia, mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari
daerah Persia atau Parsi (kini Iran). Pencetus dari teori ini adalah Hoesein
Djajadiningrat, sejarawan asal Banten. Dalammemberikan argumentasinya, Hoesein
lebih menitik beratkan analisisnya pada kesamaan budaya dan tradisi yang
berkembang antara masyarakat Parsi dan Indonesia. Tradisi tersebut antara lain:
tradisi merayakan 10 Muharram atau Asyuro sebagai hari suci kaum Syiah atas
kematian Husein bin Ali, cucu Nabib Muhammad, seperti yang berkembang dalam
tradisi tabut di Pariaman di Sumatera Barat. Istilah “tabut” (keranda) diambil dari
bahasa Arab yang ditranslasi melalui bahasa Parsi. Tradisi lain adalah ajaran mistik
yang banyak kesamaan, misalnya antara ajaran Syekh Siti Jenar dari Jawa Tengah
dengan ajaran sufi Al- Hallaj dari Persia. Bukan kebetulan, keduanya mati dihukum
oleh penguasa setempat karena ajaran-ajarannya dinilai bertentangan dengan
ketauhidan Islam (murtad) dan membahayakan stabilitas politik dan sosial. Alasan
lain yang dikemukakan Hoesein
yang sejalan dengan teori Moquetta, yaitu ada kesamaan seni kaligrafi pahat pada
batu-batu nisan yang dipakai di kuburan Islam awal di Indonesia. Kesamaan lain
adalah bahwa umat Islam Indonesia menganut mahzab Syafei, sama seperti kebanyak
muslim di Iran11.
4) Teori Cina, bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia (khususnya di Jawa) berasal
dari para perantau Cina. Orang Cina telah berhubungan dengan masyarakat Indonesia
jauh sebelum Islam dikenal di Indonesia. Pada masa Hindu-Buddha, etnis Cina atau
Tiongkok telah berbaur dengan penduduk Indonesia terutama melalui kontak dagang.
Bahkan, ajaran Islam telah sampai di Cina pada abad ke-7 M, masa di mana agama
ini baru berkembang. Sumanto Al Qurtuby dalam bukunya Arus Cina-Islam Jawa
menyatakan, menurut kronik masa Dinasti Tang (618-960) di daerah Kanton, Zhang-
zhao, Quanzhou, dam pesisir Cina bagian selatan, telah terdapat sejumlah pemukiman
10
Syed Nagib Alatas, Preliminary Statement on a General Theory of the Islamization of Malay-Indonesian
Archipelago, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 1969), hlm. 11.
11
GWJ Drewes, New Light on the Coming of Islam in Indonesia, compiled by Ahmad Ibrahim, Sharon
Siddique & Yasmin Hussain, Readings on Islam in Southeast Asia, (Singapore: Institue of Southeast Asia Studies,
1985), hlm. 7-19.
Islam. Menurut sejumlah sumber lokal tersebut ditulis bahwa raja Islam pertama di
Jawa, yakni Raden Patah dari Bintoro Demak, merupakan keturunan Cina. Ibunya
disebutkan berasal dari Campa, Cina bagian selatan (sekarang termasuk Vietnam).
Bukti-bukti lainnya adalah masjid-masjid tua yang bernilai arsitektur Tiongkok yang
didirikan oleh komunitas Cina di berbagai tempat, terutama di Pulau Jawa. Pelabuhan
penting sepanjang pada abad ke-15 seperti Gresik, misalnya, menurut catatan-catatan
Cina, diduduki pertama-tama oleh para pelaut dan pedagang Cina.12
5) Semua teori di atas masing-masing memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri.
Tidak ada kemutlakan dan kepastian yang jelas dalam masing- masing teori tersebut.
Meminjam istilah Azyumardi Azra, sesungguhnya kedatangan Islam ke Indonesia
datang dalam kompleksitas; artinya tidak berasal dari satu tempat, peran kelompok
tunggal, dan tidak dalam waktu yang bersamaan.13
2. Kondisi dan Situasi Politik Kerajaan-kerajaan di Indonesia Pada abad ke-7 sampai ke-10
M, kerajaan Sriwijaya meluaskan kekuasaannya ke daerah Semenanjung Malaka sampai
Kedah. Datangnya orang-orang muslim ke daerah itu sama sekali belum memperlihatkan
dampak-dampak politik, karena mereka datang memang hanya untuk usaha pelayaran
dan perdagangan. Keterlibatan orang-orang Islam dalam bidang politik baru terlihat pada
abad ke-9 M, ketika mereka terlibat dalam pemberontakan petani-petani Cina terhadap
kekuasaan T’ang pada masa pemerintahan Kaisar Hi-Tsung (878-889 M). Akibat
pemberontakan itu, kaum muslimin banyak yang dibunuh. Sebagian lainnya lari ke
Kedah, wilayah yang masuk kekuasaan Sriwijaya pada waktu itu memang melindungi
orang-orang
muslim di wilayah kekuasaannya. Kemajuan politik dan ekonomi Sriwijaya berlangsung
sampai abad ke-12 M. Pada akhir abad ke-12 M, kerajaan ini mulai memasuki
masa kemundurannya. Kemunduran politik dan ekonomi Sriwijaya dipercepat oleh
usaha-usaha kerajaan Singasari yang sedang bangkit di Jawa. Kerajaan Jawa ini
melakukan ekspedisi Pamaluyu tahun 1275 M dan berhasil mengalahkan kerajaan

12
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 8
13
Lihat penjelasannya http://buktisejarah.com/2013/04/makalah-sejarah-masuknya-islam-ke.htmlh diakses
28 november 2013
Melayu di Sumatera. Keadaan itu mendorong daerah-daerah di Selat Malaka yang
dikuasai kerajaan Sriwijya melepaskan diri dari kekuasaan kerajaan tersebut.14
Kelemahan Sriwijaya dimanfaatkan pula oleh pedagang- pedagang muslim untuk
mendapatkan keuntungan-keuntungan politik dan perdagangan. Mereka mendukung
daerah-daerah yang muncul dan daerah yang menyatakan diri sebagai kerajaan bercorak
Islam, yaitu kerajaan Samudera Pasai di pesisir Timur Laut Aceh. Daerah ini sudah
disinggahi pedagang-pedagang Muslim sejak abad ke-7 dan ke-8 M. Proses Islamisasi
tentu berjalan di sana sejak abad tersebut. Kerajaan Samudera pasai dengan segera
berkembang baik dalam bidang politik maupun perdagangan. Karena kekacauan
kekacauan dalam negeri sendiri akibat perebutan kekuasaan di istana, kerajaan Singasari,
juga selanjutnya, Majapahit, tidak mampu mengontrol daerah Melayu dan Selat Malaka
dengan baik, sehingga kerajaan Samudera Pasai dan Malaka dapat berkembang dan
mencapai puncak kekuasaannya hingga abad ke-16 M.15
3. Munculnya Pemukiman-pemukiman Muslim Di Kota-kota Pesisir Menjelang abad ke-13
M, di pesisir Aceh sudah ada pemukiman Muslim. Persentuhan antara penduduk pribumi
dengan pedagang Muslim dari Arab, Persia, dan India memang pertama kali terjadi di
daerah ini. Karena itu, diperkirakan, proses Islamisasi sudah berlangsung sejak
persentuhan itu terjadi. Dengan demikian, dapat dipahami mengapa kerajaan Islam
pertama di kepulauan Nusantara ini berdiri di Aceh, yaitu kerajaan Samudera Pasai yang
didirikan pada pertengahan abad ke-13 M. Setelah kerajaan Islam ini berdiri,
perkembangan masyarakat Muslim di Malaka makin lama makin meluas dan pada awal
abad ke -15 M, di daerah ini lahir kerajaan Islam, yang merupakan kerajaan Islam Kedua
di Asia Tenggara. Kerajaan ini cepat berkembang, bahkan dapat mengambil alih
dominasi pelayaran dan perdagangan dari kerajaan Samudera Pasai yang kalah bersaing.
Lajunya perkembangan masyarakat Muslim ini berkaitan erat dengan keruntuhan
Sriwijaya.16

14
Badri Yatim, Sejarah..., hlm. 194.
Sejarah..., hlm. 195.
16 Badri Yatim,
15

16
Badri Yatim, Sejarah...,, hlm. 196
Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis (1511), mata rantai penting pelayaran
beralih ke Aceh, kerajaan Islam yang melanjutkan kejayaan Samudera Pasai. 17 Dari sini,
proses Islamisasi di kepulauan Nusantara berlangsung lebih cepat dari sebelumnya.
Untuk menghindari gangguan Portugis yang menguasai Malaka, untuk sementara waktu
kapal-kapal memilih menelusuri pantai Barat Sumatera. Berdasarkan berita Tome Pires
(1512-1515), dalam Suma Oriental-nya, dapat diketahui bahwa daerah-daerah dibagian
pesisir Sumatera Utara dan Timur Selat Malaka, yaitu dari Aceh sampai Palembang
sudah banyak terdapat masyarakat dan kerajaan-kerajaan Islam. Akan tetapi, menurut
berita itu, daerah daerah yang belum Islamjuga masih banyak, yaitu Palembang dan
daerah-daerah pedalaman.18
Proses Islamisasi ke daerah-daerah pedalaman Aceh, Sumatera Barat, terutama
terjadi sejak Aceh malakukan ekspansi politiknya pada abad ke-16 dan 17 M. Sementara
itu, di Jawa, proses Islamisasi sudah berlangsung , sejak abad ke-11 M, meskipun belum
meluas; terbukti dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik
yang berangka tahun 475 H (1082 M). Berita tentang Islam di Jawa pada abad ke-11 dan
12 M memang masih sangat langka. Akan tetapi, sejak akhir abad ke-13 M dan abad-
abad berikutnya, terutama ketika Majapahit mencapai puncak kebesarannya, bukti-bukti
adanya proses Islamisasi sudah banyak, dengan ditemukannya beberapa puluh nisan
kubur di Troloyo, Triwulan dan Gresik. Bahkan, menurut berita ma- huan tahun 1416 M,
di pusat Majapahit maupun di Pesisir, terutama di kota-kota pelabuhan, telah terjadi
proses Islamisasi dan sudah pula terbentuk masyarakat Muslim.19
Perkembangan Islam di Jawa bersamaan waktunya dengan melemahnya posisi
raja Majapahit. Hal itu memberi peluang kepada raja-raja Islam pesisir untuk membangun
pusat-pusat kekuasaan yang independen. Di bawah bimbingan spiritual Sunan Kudus,
meskipun bukan yang tertua dari Wali Songo, Demak akhirnya berhasil menggantikan
Majapahit sebagai kraton pusat.20 Pengaruh Islam masuk ke Indonesia bagian Timur,
khususnya daerah Maluku, tidak dapat dipisahkan dari jalur perdagangan yang terbentang
pada pusat lalu lintas pelayaran internasional di Malaka, Jawa, dan Maluku. Menurut
17
Uka Tjandrasasmita, Sejarah Nasional III, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1976),
hlm. 125
18
Uka Tjandrasasmita, Sejarah..., hlm. 4
19
Badri Yatim, Sejarah..., hlm. 197
20
Ibid, Sejarah..., hlm. 199.
tradisi setempat, sejak abad ke-14 M, Islam datang ke daerah Maluku. Raja Ternate yang
kedua belas, Molomatea (1350-1357 M) bersahabat karib dengan orang Arab yang
memberinya petunjuk dalam pembuatan kapal-kapal, tetapi agaknya bukan dalam
kepercayaan.21 Hal ini menunjukkan bahwa di Ternate sudah ada masyarakat Islam
sebelum rajanya masuk Islam. Demikian juga di Banda, Hitu, Makyan, dan Bacan.
Orang-orang Islam datang ke Maluku tidak menghadapi kerajaan-kerajaan yang sedang
mengalami perpecahan sebagaimana halnya di Jawa. Mereka datang dan menyebarkan
agama Islam melalui perdagangan, dakwah, dan Perkawinan. Kalimantan Timur
pertamakali di Islamkan oleh Datuk Ri Bandang dan Tunggang Parangan. Kedua mubalig
itu datang ke Kutai setelah orang-orang Makassar masuk Islam. Proses Islamisasi di
Kutai dan daerah sekitarnya diperkirakan terjadi sekitar tahun 1575. Sulawesi, terutama
bagian selatan, sejak abad ke-15 M sudah didatangi oleh pedagang-pedagang Muslim,
mungkin dari Malaka, Jawa, dan Sumatera. Pada awal abad ke-16 M, di Sulawesi banyak
sekali kerajaan yang masih beragama berhala. Akan tetapi, pada abad ke-16 di daerah
Gowa, sebuah kerajaan terkenal di daerah itu, telah terdapat masyarakat Muslim. Di
Gowa dan tallo raja-rajanya masuk Islam secara resmi pada tanggal 22 September 1605
M. Proses Islamisasi pada taraf pertama di kerajaan Gowa dilakukan dengan cara damai
oleh Dato’ Ri Bandang dan Dato’ Sulaeman keduanya memberikan ajaran-ajaran Islam
kepada Masyarakat dan raja. Setelah secara resmi memeluk agama Islam. Gowa
melancarkan perang terhadap Soppeng, Wajo, dan terakhir Bone. Kerajaan-kerajaan
tersebut pun masuk Islam, Wajo, 10 mei 1610 M dan Bone, 23 November 1611 M.
2.1.1 Proses Islamisasi Di Nusantara
Proses Islamisasi memang tidak berhenti sampai berdirinya kerajaan-
kerajaan Islam, tetapi terus berlangsung intensitif dengan berbagai cara dan
Saluran.22 saluran-saluran Islamisasi tersebut ialah yaitu:
a. Saluran Perdagangan, Pada taraf permulaan, saluranIslamisasi adalah
perdagangan. Kesibukan lalu lintas perdagangan pada abad ke-7 hingga ke-16
M. membuat pedagang-pedagang Muslim (Arab, Persia dan India) turut ambil

21
Uka Tjandrasasmita, Sejarah..., hlm. 21
22
Didin Saefuddin Buchori, Sejarah Politik Islam, (Jakarta: Pustaka
Intermasa. 2009), hlm. 277
bagian dalam perdagangan dari negeri-negeri bagian barat, tenggara dan
Timur Benua Asia.
b. Saluran Perkawinan, Dari sudut ekonomi, para pedagang Muslim memiliki
status sosial yang lebih baik daripada kebanyakan pribumi, sehingga
penduduk pribumi, terutama putri-putri bangsawan, tertarik untuk menjadi
istri saudagar-saudagar itu. Sebelum kawin, mereka diIslamkan terlebih
dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka makin
luas. Akhirnya, timbul kampung- kampung, daerah-daerah dan Kerajaan-
kerajaan Muslim. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila terjadi
antara saudagar Muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak
adipati, karena raja, adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat
proses Islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau Sunan
Ampel dengan Nyai Manila, Sunan Gunung Jati dengan Nyai Kawunganten,
Brawijaya dengan putri Campa yang menurunkan Raden Patah (raja pertama
Demak) dan lain-lain.
c. Saluran Dakwah, yanng dilakukan oleh mubalig yang berdatangan bersama
para pedagang. Para mubalig itu bias juga para sufi pengembara.23
d. Saluran Tasawuf, Pengajar-pengajar tasawuf atau para sufi, mengajarkan
teosofi yang bercampur dengan ajaran yang sudah dikenal luas oleh
masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal magis dan mempunyai
kekuatan- kekuatan menyembuhkan. Di antara mereka ada juga yang
mengawini putri-putri bangsawan setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” Islam
yang diajarkan keadaan penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan
alam pikiran mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga
agama baru itu mudah dimengerti dan diterima. Di antara ahli-ahli tasawuf
yang memberikan ajaran yang mengandung perasaman dengan alam pikiran
Indonesia para-Islam itu adalah Hamzah Fansuri di Aceh, Syeikh Lemah
Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti ini masih
berkembang di abad ke-19 bahkan di abad ke-20 M ini.

23
Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban ..., hlm. 10
e. Saluran Pendidikan, Islamisasi juga dilakukan melalui pendidikan, baik
pesantren maupun pondok yang diselenggarakan oleh guru-guru agama, kiai-
kiai, dan ulama-ulama. Di pesantren atau pondok itu, calon ulama,guru
agama, dan kiai mendapat pendidikan agama. Setelah keluar dari pesantren,
mereka pulang ke kampung masing-masing kemudian berdakwah ke tempat
tertentu mengajarkan Islam. Misalnya, pesantren yang didirikan oleh Raden
Rahmat di Ampel Denta Surabaya dan Sunan Giri di Giri. Keluaran pe santren
Giri ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan agama Islam.
f. Saluran Kesenian, Saluran Islamisasi melalui Kesenian yang paling terkenal
adalah pertunjukan wayang. Dikatakan, Sunan Kalijaga adalah tokoh yang
paling mahir dalam mementaskan wayang. Dia tidak pernah meminta upah
pertunjukan, tetapi ia meminta para penonton untuk mengikutinya
mengucapkan kalimat syahadat. Sebagian besar cerita wayang masih dipetik
dari cerita Mahabarata dan Ramayana, tetapi di dalam cerita itu disisipkan
ajaran dan nama-nama pahlawan Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan
alat Islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad dan sebagainya), seni bangunan
dan seni ukir.
g. Saluran Politik, Di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk
Islam setelah rajanya masuk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja
sangat berpengaruh tersebarnya Islam di daerah ini. Di samping itu, baik di
Sumatra dan Jawa maupun di Indonesia bagian timur, demi kepentingan
politik, Kerajaan-kerajaan Islam memerangi Kerajaan-kerajaan non-Islam.
Kemenangan Kerajaan Islam secara politik banyak menarik penduduk
Kerajaan bukan Islam itu masuk Islam24 .
2.2 Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam Di Indonesia Pada Masa Pra Kolonialisme
Dan Masa Kolonialisme (Belanda, Jepang, Sekutu)
2.2.1 Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Pra Kolonialisme
Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan Islam di Indonesia bias dilihat antara lain:
Pertama, Kerajaan Islam Aceh. Kerajaan Islam yang pertama di Indonesia adalah
kerajaan Samudera Pasai di daerah Aceh yang berdiri pada abad ke-10 M, dengan

24
Badri Yatim, Sejarah..., hlm. 203.
rajanya yang pertama Al Malik Ibrahim Bin Mahdun, yang kedua bernama Al Malik Al
Saleh dan yang terakhir bernama Al Malik Sabar Syah (tahun 1444 M/abad ke
15H).
Seorang pengembara dari Maroko yang bernama Ibnu Batutahpada tahun 1345 M
sempat singgah di Kerajaan Pasai pada zaman pemerintahan Al Malik Al Zahir saat
perjalanan ke Cina. Ibnu Batutah menuturkan bahwa ia sangat mengagumi kerajaan
Samudera Pasai dimana rajanya sangat alim dalam ilmu agama dan menganut mazhab
Syafii, fasih berbahasa Arab dan mempraktekkan pola hidup sederhana.
Berdasarkan pendapat Ibnu Batutah tersebut dapat ditarik kepada system
pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Samudera Pasai, yaitu: (1) Materi
pendidikan dan pengajaran agama bidang syariat ialah Fiqh mazhab Syafii. (2) System
pendidikannya secara informal berupa majlis ta’lim dan halaqah (3) Tokoh
pemerintahannya merangkap
sebagai tokoh agama. (4)Biya pendidikan agama bersumber dari negara.25
Kedua, Kerajaan Islam di Jawa. Salah seorang raja Majapahit yang bernama Sri
Kertabumi mempunyai istri yang beragama Islam yang bernama Putri Cempa, dari Putri
Cempa inilah lahir seorang putra yang bernama Raden Fatah yang dikemudian hari
menjadi raja kerajaan Islam pertama di Jawa yaitu kerajaan Demak. Tentang berdirinya
kerajaan Demak para ahli sejarah berbeda pendapat, sebagian berpendapat bahwa
kerajaan Demak berdiri pada tahun 1478 M. pendapat ini berdasarkan atas jatuhnya
kerajaan Majapahit. Ada pula yang berpendapat bahwa kerajaan Demak berdir pada
tahun 1518 M. Hal ini berdasarkan bahwa pada tahun tersebut merupakan tahun
berakhirnya masa pemerintahan Prabu Udara Brawijaya VII yang mendapat serbuan
tentara Raden Fatah dari Demak.
Berdirinya kerajaan Islam Demak yang merupakan kerajaan Islam pertama di
Jawa tersebut maka penyiaran agama Islam semakin luas serta pendidikan dan
pengajaran Islam pun bertambah maju. Sistem pelaksanaan pendidikan dan pengajaran
agama Islam di Demak punya kemiripan dengan yang dilaksanakan di Aceh yaitu
dengan mendirikan masjid di tempat-tempat yang menjadi sentral di suatu daerah.
Disana diajarkan pendidikan agama di bawah pimpinan seorang badal untuk menjadi

25
Hasbullaah, Sejarah Pendidikan Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, h.29
seorang guru yang menjadi pusat pendidikan dan pengajaran serta sumber agama Islam.
Wali suatu daerah diberi gelar resmi, yaitu gelar Sunan dengan ditambah nama
daerahnya, seperti Sunan Gunung Jati.26
Ketiga, Kerajaan Islam di Maluku. Islam masuk ke Maluku di bawah oleh
Muballigh dari Jawa sejak Zaman Sunan Giri dari Malaka. Raja Maluku pertama yang
masuk Islam adalah Sultan Ternate yang bernama Marhum pada tahun 1465-1486 M,
atas pengaruh Maulana Husein saudagar dari Jawa.Raja Maluku yang terkenal dibidang
pendidikan dan dakwah Islam ialah Sultan Zainul Abidin tahun 1486- 1500 M. Dakwah
Islam di Maluku mengalami dua tantangan yaitu yang datang dari orang-orang yang
masih animis dan dari orang Portugis yang mengkristenkan penduduk Maluku.Sultan
Sairun adalah tokoh yang paling keras melawan orang Portugis. Tokoh misi Katholik
yang pertama di Maluku ialah Fransiscus Zaverius tahun 1546 M. ia berhasil
mengkhatolikkan sebagian penduduk Maluku. Ketika bangsa Belanda yang beragama
Kristen protestan datang di Indonesia mulai pula usaha memprotestan penduduk di
Indonesia pada awal abad 17 M (Tahun 1600 M). Pemerintah Belanda berhasil
memprotestan rakyat Indonesia secara massal di Batak.Manado dan Ambon, sedangkan
Katholik berhasil di daerah Nusa Tenggara Timur yang mendapat pengaruh dari
Portugis di Timur-Timur.27
Keempat, Kerajaan Islam di Kalimantan.Islam mulai masuk di Kalimantan pada
abad ke 15 M, dengan cara damai, di bawah oleh muballigh dari Jawa Sunan Bonang
dan Sunan Giri mempunyai santri-santri dari Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Sunan
Giri ketika berumur 23 tahun pergi ke Kalimantan bersama saudagar Kamboja bernama
Abu Hurairah, muballigh lain dari Jawa adalah Sayid Ngabdul Rahman alias Khatib
Daiyan dari Kediri.28
Perkembangan Islam mulai mantap setelah berdirinya kerajaan Islam Banjar
Masin di bawah pimpinan Sultan Suriansyah sehingga masjid-mesjid di bangun
dihampir setiap Desa. Pada tahun 1710 M (tepatnya 13 safar 1122 H) di zaman kerajaan
Islam Banjar ke 7 di bawah pimpinan Sultan Tahmililah (1700-1748) telah lahir seorang

26
H.Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam Indonesia, Hidakarya Agung, Jakarta, 1985. h.14
27
Zuharini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2008.h.143
28
Ibid, h.143
ulama terkenal yaiatu Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari di desa Kalampayan
Martapura. Sejak kecil beliau diasuh oleh Sultan Tahmililah dan cukup lama berstudi di
Mekah sekitar 30 tahun
sehingga pada gilirannya terkenal kelaiman dan kedalaman ilmunya, tidak saja di
Kalimantan dan Indonesia tetapi sampai di luar negeri khusunya Kawasan Asia
Tenggara. Syekh Muhammad Arsyad banyak mengarang kitab-kitab agama, diantaranya
yang paling terkenal sampai sekarang adalah kitab Sahibul Muhtadin.
Sultan Tahmililah mengangkat sebagai Mufti Besar kerajaan Banjar.Syekh
Muhammad Arsyad juga berjasa besar dalam mendirikan Pondok Pesantren di kampong
Dalam Pagar yang sampai sekarang masih terkenal yaitu Pesantren Darussalam.29
Kelima, Kerajaan Islam di Sulawesi. Kerajaan yang mula-mula berdasarkan Islam
di Sulawesi adalah kerajaan Kembar Gowa Tallo. Rajanya bernama I. Mallingkaang
Daeng Manyonri yang kemudian berganti nama dengan Sultan Abdullah Awwalul
Islam. Menyusul di belakangnya raja Gowa bernama Sultan Aludin.Dalam waktu dua
tahun seluruh rakyatnya telah memeluk Islam. Muballigh Islam yang berjasa di sana
ialah Abdul Qadir Khatib Tunggal gelar Dato Ri Bandang berasal dari Minangkabau,
murid Sunan Giri. Seorang Portugis bernama Pinto pada tahun 1544 M menyatakan
telah mengunjungi Sulawesi dan berjumpa dengan pedagang-pedagang (muballigh)
Islam dari Malaka dan Patani (Thailand).
Pengaruh raja Gowa dan Tallo dalam dakwah Islam sangat besar terhadap raja-
raja kecil lainnya.Beberapa ulama besar yang membantu Dato’ Ri Bandang ialah Dato’
Sulaiman alias Dato’ Pattimang dan Dato’ Ri Tirto alias Khatib Bungsu.Diperkirakan
bahwa mereka itu juga berasal dari Minangkabau. Dari Sulawesi Selatan, agama Islam
mengembang ke Sulawesi Tengah dan Utara. Islam masuk daerah Manado pada zaman
Sultan Hasanuddin, ke daerah Bolang Mangondow di Sulawesi Utara pada tahun 1560
M, ke Gorontalo pada tahun 1612 M. Agama Islam yang telah kuat di Sulawesi Selatan
itu menjalar masuk di Kepulauan Nusa Tenggara, yairu ke Bima (Sumbawa) dan
Lombok, di bawa oleh pedagang-pedagang Bugis. Sumbawa di kuasai kerajaan Gowa
pada tahun 1616 M.30
29
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam, PT.Raja Grafindo, Jakarta, 1999. h.37-39

30
Zuharini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2008. h.145
Peran Wali Songo dalam mengembangkan Pendidikan Islam di Jawa
Islam untuk pertama kali masuk di Jawa pada abad 14 M. (tahun 1399 M.) di
bawa oleh Maulana Malik Ibrahim dengan keponakannya bernama Mahdum Ishaq yang
menetap di Gresik.Beliau adalah orang Arab dan pernah tinggal di Gujarat. Pada zaman
itu yang berkuasa di Jawa adalah kerajaan Majapahit.Salah seorang raja Majapahit
bernama Sri Kertabumi mempunyai isteri yang beragama Islam bernama puteri
Cempa.Kejadian tersebut sangat berfaedah bagi dakwah Islam karena
pada akhirnya puteri Cempa melahirkan putera bernama Raden Fatah
yang menjadi raja Islam yang dipertama di Jawa yaitu kerajaan Demak.
Kehadiran kerajaan Islam Demak dipandang oleh rakyat Majapahit sebagai cahaya baru
yang membawa harapan.Rakyat Majapahit sudah kenal agama Islam jauh sebelum
kerajaan Demak berdiri. Dakwah di Jawa makin memperoleh bentuknya yang lebih
mantap dengan adanya pimpinan yang disebut Walisongo (Sembilan wali) yang
merupakan Sembilan pemimpin dakwah Islam di Jawa. Kesembilan wali tersebut adalah
Maulana Malik Ibrahim ( Maulana Sekh Maghribi), Sunan Ampel (Raden Rahmat),
Sunan Bonang (Maulana Ibrahim), Sunan Derajat (Raden Qasim), Sunan Giri (Raden
Paku/Raden Ainul Yaqin), Sunan Kudus (Raden Amin Haji/Jakfar Shadiq), Sunan
Muria (Raden Prawoto/Raden Said), Sunan Kalijogo (Raden Syahid), Sunan Gunung
Jati ( Raden Abd, Qadir/Syarif Hidayatullah/Faletehan/Fatahillah).
Maulana Malik Ibrahim mencetak kader muballigh selama 30 tahun.Wali-wali
lainnya adalah murid dari Maulana Malik Ibrahim yang digembleng dengan pendidikan
sistem pondok pesantren.
Sunan Ampel mewarisi pondok pesantren ayahnya yaitu Malik Ibrahim. Sunan
Ampel diambil menantu oleh penguasa Tuban bernama Ario Tejo.Di antara murid
Sunan Ampel ialah Raden Fatah putra raja Majapahit terakhir. Sunan Ampel ikut
mesponsori dan mendesain berdirinya kerajaan Islam yang pertama di Demak.
Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel.Sunan Bonang menaruh perhatian
yang besar pada bidang kebudayaan dan kesenian. Daerah operasinya ialah antara
Surabaya dan Rembang. Beliau mengarang lagu-lagu gending Jawa yang berisi tentang
ke Islaman antara lain tembang Mocopat.
Sunan Derajat adalah putra Sunan Ampel, adik sunan Bonang dan menjadi
penasehat dan pembantu Raden Fatah dalam pemerintahan. Beliau menganjurkan hidup
sederhana dan selalu baik sangka kepada santrinya.
Sunan Giri adalah sepupu Sunan Ampel. Ayahnya adalah seorang ulama yaitu
Maulana Ishaq dan ibunya adalah seorang bangsawan yaitu seorang puteri dari
Belambangan. Beliau diambil menantu oleh Sunan Ampel. Sunan Giri menitik beratkan
kegiatannya di bidang pendidikan. Dalam hal susunan materi pelajaran beliau
mengadakan kontak dengan kerajaan pasai di Aceh yang berhaluan Ahli Sunnah
Madzhab
Syafi’i. Beliau menjadi utusan para wali menghadapi Syekh Siti Jenar yang
mengajarkan ilmu Tasawuf kepada orang yang masih awam. Kesimpulan pendapat
Sunan Giri ialah bahwa Syekh Siti Jenar adalah kafir bagi manusia dan mukmin bagi
Allah.
Sunan Kudus adalah menantu Sunan Bonang dan mendalami ilmu syariat.
Tugasnya menjadi Hakim Tinggi di Demak dan menjadi Panglima militer.Bidang
hukum syariat yang mendapat perhatian lebih khusus adalah bidang mu’amalat.
Sunan Muria menjadi ipar Sunan Kudus.Ia terkenal zuhud dan menjadi guru
tasawuf yang terkenal pendiam tapi pandangan dan fatwanya sangat tajam.
Sunan Kalijaga adalah ipar dari Sunan Ampel dan beristerikan
saudara Sunan Giri. Sejak kecil ia hidup di kalangan keluarga di istana Tumenggung
Ario Tejo alias adipati Wilatikta di Tuban. Ia dididik dalam bidang pemerintahan dan
kemiliteran khususnya di bidang angkatan laut dan ahli dibidang pembuatan kapal dari
kayu jati. Ia membuat salah satu tiang pokok mesjid Demak dari potongan-potongan
kayu jati yang disusun rapi dan kuat. Dakwah Sunan Kalijaga terutama ditujukan
kepada golongan tani dan buruh.Dalam susunan pemerintahan Demak, Sunan Kalijaga
diserahi bidang penerangan dan pemerintahan dalam negeri. Pola tata kota
diseragamkan, dengan pusat kota adalah sebuah lapangan yang disebut alun-alun.
Kediaman kepala pemerintahan (Bupati) menghadap ke alun-alun begitu juga
mesjidnya.Hal itu melambangkan perpaduan antara rakyat dengan pemerintah dan alim
ulama.Hubungan antara ulama dan umara itu dirumuskan oleh Sunan Kalijaga dengan
kalimat Sabdi Pandito Rart.
Sunan Gunung Jati telah mendapat kemenangan dalam merebut kota Jakarta dari
tangan Portugis pada tahun 1527 M. Beliau adalah putra Maulana Ishaq dan adik Sunan
Giri lain ibu. Ibunya berasal dari Arab suku Quraisy. Ia menjadi menantu dari Sultan
Demak dan diangkat menjadi penguasa Jawa Barat yang berkedudukan di Cirebon. Ia
adalah tokoh politik, militer, ulama dan menjadi raja muda Cirebon dan Banten di
bawah lindungan Demak. Ketika usianya mulai lanjut, Sunan Gunung Jati memimpin
pondok pesantren di Cirebon.Bidang pemerintahan diserahkan kepada putranya yaitu
Sultan Hasanuddin yang berkedudukan di Banten. Pangeran Jayakarta saudara Sultan
Hasanuddin diserahi wilayah Jakarta sekarang. Jadi Walisongo adalah orang-orang
saleh yang tingkat takwanya kepada Allah sangat tinggi. Pejuang dakwah Islam dengan
keahlian yang berbeda.Ada yang ahli dalam ilmu Tasawuf, seni budaya, bidang
pemerintahan, bidang militer dan sebagainya yang semuanya diabdikan untuk
pendidikan dakwah Islam.31
Sejarah Perkembangan Pendidikan Islam Pada Masa Kolonialisme (Belanda,
Jepang, Sekutu) Kondisi Pendidikan Pada Masa Penjajahan belanda
Awal mula bangsa Belanda datang ke Nusantara hanya untuk tujuan berdagang,
tetapi karena kekayaan alam Nusantara yang sangat banyak maka tujuan utama tadi
berubah untuk menguasai wilayah Nusantara dan menanamkan pengaruh di Nusantara
sekaligus dengan mengembangkan pahamnya yang terkenal dengan semboyan 3G, yaitu
Glory (kemenangan dan kekuasaan), Gold (emas atau kekayaan bangsa Indonesia), dan
Gospel (upaya salibisasi terhadap umat Islam di Indonesia).32
Dalam menyebarkan misi-misinya, Belanda mendirikan sekolah-sekolah
Kristen. Misalnya di Ambon yang jumlah sekolahnya mencapai 16 sekolah dan 18
sekolah di sekitar pulau-pulau Ambon, di Batavia sekitar 20 sekolah, padahal
sebelumnya sudah ada sekitar 30 sekolah. Di samping itu, sekolah-sekolah ini pada
perkembangannya dibuka secara luas untuk rakyat umum dengan biaya yang murah.

31
Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam. h.141-142
32
Lihat juga dalam Mansur dan Mahfud Junaedi, Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam, h. 99
Dengan demikian, melalui sekolah-sekolah inilah Belanda menanamkan pengaruhnya di
daerah jajahannya.33
Dengan terbukanya kesempatan yang luas bagi masyarakat umum untuk
memasuki sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh Belanda, maka kalangan Islam
mendapat tantangan dan saingan berat, terutama karena sekolah-sekolah pemerintah
Hindia Belanda dilaksanakan dan dikelola secara modern terutama dalam hal
kelembagaan, kurikulum, metodologi, sarana, dan lain-lain.
Perkembangan sekolah yang demikian jauh dan merakyat menyebabkan
tumbuhnya ide-ide di kalangan intelektual Islam untuk memberikan respons dan
jawaban terhadap tantangan tersebut dengan tujuan untuk memajukan pendidikan Islam.
Mereka mendiirikan lembaga pendidikan baik secara perorangan maupun kelompok/
organisasi yang dinamakan madrasah atau sekolah.
Sistem Pendidikan Islam Pada Masa Kolonialisme Belanda
Pada masa kolonial Belanda pendidikan Islam di sebut juga dengan bumiputera, karena
yang memasuki pendidikan islam seluruhnya orang pribumi indonesia.Pendidikan islam pada
masa penjajahan Belanda ada tiga macam,yaitu:Pertama; Sistem pendidikan peralihan
Hindu Islam. Sistem ini merupakan sistem pendidikan yang masih menggabungkan antara sistem
pendidikan Hindu dengan Islam. Pada garis besarnya, pendidikan dilaksanakan dengan
menggunakan
dua sistem, Yakni: (1) sistem Keraton;dan (2) sistem Pertapa.Sistem pendidikan keraton ini
dilaksanakan dengan cara, guru mendatangi murid-muridnya. yang menjadi murid-muridnya
adalah anak-anak para bangsawan dan kalangan keraton. Sebaliknya, sistem pertapa, para murid
mendatangi guru ke tempat pertapaanya. adapun murid- muridnya tidak lagi terbatas pada
golongan bangsawan dan kalangan keraton, tetapi juga termasuk rakyat jelata.

Kedua; Sistem pendidikan surau (langgar). Surau merupakan istilah yang banyak
digunakan di asia tenggara, seperti Sumatera Selatan, Semenanjung Malaya, Patani (Thailand).
Namun yang paling banyak dipergunakan di Minangkabau.Secara bahasa kata surau berarti
“tempat” atau “tempat penyembahan”. Menurut pengertian asalnya, surau adalah bangunan kecil

33
Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam , Ciputat,
Quantum Teachi
yang dibangun untuk menyambah arwah nenek moyang.Beberapa ahli mengatakan bahwa surau
berasal
dari India yang merupakan tempat yang digunakan sebagai pusat pembelajaran dan pendidikan
Hindu-Budha. Seiring dengan kedatangan Islam di Minangkabau proses pendidikan Islam
dimulai oleh Syeikh Burhanudin sebagai pembawa Islam dengan menyampaikan pengajarannya
melalui lembaga
pendidikansurau.disurauini anak laki-laki umumnya tinggal, sehingga memudahkan Syeikh
menyampaikan pengajarannya. Dalam lembaga pendidikan surau tidak mengenal birokrasi
formal, sebagaimana yang dijumpai pada lembaga pendidikan modern.aturan yang ada
didalamnya sangat dipengaruhi oleh hubungan antar individu yang terlibat. Secara kasat mata
dapat dilihat dilembaga pendidikan surau tercipta kebebasan, jika murid melanggar suatu aturan
yang telah disepakati bersama, murid tidak mendapatkan hukuman tapi sekedar nasihat.

Lembaga surau lebih merupakan suatu proses belajar untuk sosialisasi dan interaksi
kultural dari hanya sekedar mendapatkan ilmu pengetahuan saja. jadi, nampak jelas fungsi
learning societi disurau sangat menonjol. Sistem pendikan di surau tidak mengenal jenjang atau
tingkatan kelas, murid dibedakan sesuai dengan tingkatan keilmuanya, proses belajarnya tidak
kaku sama muridnya (Urang Siak) diberikan kebebasan untuk memilih belajar pada kelompok
mana yang ia kehendaki. Dalam proses pembelajaran murid tidak memakai meja ataupun papan
tulis, yang ada hanya kitab kuning merupakan sumber utamnya dalam pembelajaran. Metode
utama dalam proses pembalajaran di surau dengan memakai metode ceramah, membaca dan
menghafal. Materi pembelajaran yang diberikan Syeikh kepada urang siak dilaksanakan sambil
duduk di lantai dalam bentuk setengah lingkaran. Syeikh membacakan materi pembelajaran,
sementara murid menyimaknya dengan mencatat beberapa catatan penting disisi kitab yang
dibahasnya atau dengan menggunakan buku khusus yang telah disiapkan oleh murid. Sistem
seperti ini terkenal dengan istilah halaqoh.34

Ketiga; Sistem pendidikan pesantren.Secara garis besarnya, dijumpai dua macam


pendapat yang mengutamakan tentang pandanganya tentang asal usul pesantren, sebagai institusi
pendidikan Islam. Pertama pesantren adalah institusi pendidikan Islam, yang memang berasal
dari tradisi Islam.Mereka berkesimpulan, bahwa pesantren lahir dari pola kehidupan tasawwuf,

34
Ramayulis Sejarah Pendidikan Islam , Kalam Mulia, Jakarta, 2011, h. 253-256
yang kemudian berkembang diwilayah Islam, seperti Timur Tengah dan Afrika utara yang
dikenal dengan sebutan zawiyat. Kedua, pesantren merupakan kelanjutan dari tradisi Hindu-
Budha yang sudah mengalami proses islamisasi. mereka melihat adanya hubungan antara
perkataan pesantren dengan kata Shastri dari bahasa sanskerta. Pesantern merupakan lembaga
pendidikan tertua di indonesia. Pesantren sudah menjadi milik umat Islam setelah melalui proses
Islamisasi dalam sejarah perkembangannya. Adapun Metode yang pendidikan pesantren yakni
(1) Metode Sorogan (Layanan Individual) Yaitu bentuk belajar mengajar dimana Kiyai hanya
menghadapi seorang santri yang masih dalam tingkatan dasar atau sekelompok kecil santri yang
masih dalam tingkatan dasar. Tata caranya adalah seorang santri menyodorkan sebuah kitab di
hadapan kiyai, kemudian kiyai membacakan beberapa bagian dari kitab itu, lalu santri
mengulangi bacaan sampai santri benar-benar membaca dengan baik. Bagi santri yang telah
menguasai materi lama, maka ia boleh menguasai meteri baru lagi. (2)Metode Wetonan dan
Bandongan (Layanan Kolektif) Ialah metode mengajar Dengan sistem ceramah.Kiyai membaaca
kitab dihadapan kelompok santri tingkat lanjutan dalam jumlah besar pada waktu tertentu seperti
sesudah shalat berjamaah Subuh atau Isya.di daerah Jawa Barat metode ini lebih dikenal dengan
istilah Bendongan. Dalam metode ini Kiyai biasanya membacakan, menerjemahkan, lalu
menjelaskan kalimat-kalimat yang sulit dari suatu kitab dan para santri menyimak baacaan Kiyai
sambil membuat catatan penjelasan di penggir kitabnya. Di daerah Jawa metode ini disebut
(halaqoh) yakni murid mengelilingi guru yang membahas kitab. (3)Metode Musyawarah Adalah
belajar dalam bentuk seminar (diskusi) untuk membahas setiap masalah yang berhubungan
dengan materi pembelajaran-pelajaran santri ditingkat tinggi.metode ini menekankan keaktifan
pada pihak santri, yaitu santri harus aktif mempelajari dan mengkaji sendiri buku yang telah
ditentukan kiyainya. Kiyai harus menyerahkan dan memberi bimbingan seperlunya.35

Terkait dengan kurikulum pendidikan pesantren . Menurut karel A Steenbrink semenjak


akhir abad ke-19 pengamatan terhadap kurikulum pesantren sudah dilakukan misalnya oleh
LWC Van Den Berg (1886) seorang pakar pendidikan dari Belanda.berdasarkan wawancaranya
dengan para kiyai, dia mengkomplikasi suatu daftar kitab-kitab kuning yang masa itu dipakai
dipesantren-pesantren Jawa dan umunya Madura. kitab-kitab tersebut sampai sekarang pada
umumnya masih dipakai sebagai buku pegangan dipesantren. Daftar tersebut meliputi kitab-kitab
fikih, baik fikih secara umum maupun fiikih ibadah, tata bahasa arab, ushuludin, tasawwuf dan
35
Ramayulis Sejarah Pendidikan Islam, h.268
tafsir. Dari hasil penelitian Van De Berg tersebut, karel A. Steenbrink menyimpulkan antara lain
kitab-kitab yang dipakai dipesantren masa itu hampir semuanya berasal dari zaman pertengahan
dunia Islam. Pendekatan terhadap al-Quran dan tidak terjadi secara langsung melainkan hanya
melalui seleksi yang sudah dilakukan kitab-kitab lain khususnya kitab fikih. Disamping itu,
sekalipun yang masuk ke jawa adalah Islam yang berbau sufi, namun kedudukan tasawuf
menempati kedudukan yang lemah sekali dalam daftar buku tersebut. kesimpulan yang lebih
utama adalah bahwa studi fikih dan tata bahasa arab merupakan profil pesantren pada akhir abad
ke-19 tersebut.

Pada umumnya pendidikan di pesantren mengutamakan pelajaran fikih. Namun sekalipun


mengutamakan pelajaran fikih mata pelajaran lainya tidak diabaikan sama sekali. Dalam hal ini
mata pelajaran yang berhubungan dengan ilmu alat, pembinaan iman, dan akhlak sangat
diperlukan. Pengajaran bahasa arab adalah ilmu bantu untuk pemahaman kitab-kitab agama.
Pengajaran bahasa arab tersebut terdiri dari beberapa cabang dan tingkatan sebagai dasar bagi
santri untuk melakukan pengajian kitab. dengan begitu, santri harus memiliki pengetahuan
bahasa arab terlebih dahulu sebelum pengajian kitab yang sebenarnya dilaksanakan. Pengajian
kitab yang
dimaksudkan itu adalah pengajian fikih dari tingkat dasar sampai tingkat tinggi. Kitab-kitab fikih
tersebut ditulis dalam bahasa arab.36

Pengaruh Kebijakan Kolonial Belanda Terhadap Pendidikan Islam Selama tiga setengah
abad Belanda menjajah wilayah Nusantara, berbagai macam kebijakan dan pendekatan telah
dilakukan oleh Belanda dalam wilayah jajahannya, yang umumnya kebijakan mereka merugikan
masyarakat secara umum. Menjelang dan awal abad XX ada beberapa kebijakan Belanda di
Indonesia yang secara signifikan berpengaruh terhadap pendidikan. Setidaknya ada dua
kebijakan Belanda yaitu: politik etis dan Ordonansi (peraturan pemerintah) Guru/Sekolah Liar.

Politik Etis, Diberlakukan tahun 1901, politik balas budi, sehingga adanya kebijakan
politik Belanda kepada Indonesia sebagai jajahannya, dengan kata lain politik ini adalah sistem
yang diberlakukan Belanda untuk membangun negara jajahannya. Cikal bakal politik Etis
berdasarkan pidato kenegaraan yang disampaikan oleh Ratu Belanda Wilhelmina menjelang
akhir tahun 1901, diantara pokok-pokok pikirannya; de nieuwe koers de koloniale politiek (arah

36
Ibid h. 272-273.
baru yang akan ditempuh oleh politik penjajahan). Secara konsep politik Etis sangat baik karena
adanya keberpihakan kepada kaum pribumi. Namun dalam pelaksanaannya kolonial Belanda
bekerjasama dengan kaum liberal (pemegang saham), tetap mengeksplotir daerah jajahannya
untuk kepentingan ekonominya. Dalam menjalankan politik Etis Belanda menerapkan trilogy
program, yaitu meliputi: edukasi (pendidikan), irigasi (pengairan) dan transmigrasi (pemindahan
penduduk dari daerah padat ke daerah perkebunan jawa). Disamping trilogi program tersebut,
penjajah Belanda menerapkan prinsip assosiasi, asimilasi, dan unifikasi, tetapi betapapun
kekhawatiran yang timbul, agaknya kepentingan dan pertimbangan politik lebih mereka
utamakan. karena itu pelaksanaan politik Etis secara murni, sedikit banyaknya memerlukan
pertimbangan-pertimbangan yang menyangkut kelanjutan politik kolonialis mereka, diantara
pertimbangan itu adalah pertama, memilih sistem pendidikan yang dapat memenuhi tuntunan
moral politik Etis, tapi juga dapat
mendukung kepentingan politik penjajahannya. kedua, berusaha memenuhi bertanggung jawab
untuk mendidik dan mencerdaskan rakyat yang mayoritas muslim dan disamping itu juga
berusaha meredam kekuatan yang mungkin timbul dari pengaruh fanatisme keagamaan mereka.

Meskipun sekolah-sekolah yang didirikan pemerintah belum dapat mencukupi kebutuhan


pendidikan untuk masyarakat, tapi sekolah-sekolah itu ikut membawa perubahan dalam bidang
pendidikan di Indonesia.sekolah-sekolah sistem barat (Belanda) tersebut mendorong timbulnya
pemikiran baru bagi pengelola pendidikan Islam di tanah air. Sistem pendidikan pondok
pesantren mulai mendapat sorotan karena dinilai kolot, serta sudah tidak mampu memenuhi
tuntunan dan kebutuhan zaman. Sebaliknya, para penyelenggara pondok pesantren merasa,
bahwa sikap menutup diri terhadap dunia luar,erat kaitannya dengan usaha mempertahankan
kemurnian agama dari unsur pengaruh budaya barat yang modern. Sebaliknya, adapula yang
berpendirian, bahwa kaum muslimin harus berusaha menemukan sumber kekuatan barat dan
memilikinya. Usaha ini dilakukan dangan cara mempelajari ilmu pengetahuan dan teknologi
barat untuk memperkuat masyarakat Iislam. kedua pendapat tersebut, menurut Edward Montimer
merupakan kunci pemikiran pemuka-pemuka Islam ketika itu. Kalangan pembaru ini selanjutnya
berpendapat, bahwa faktor yang menyebabkan keterbelakangannya umat islam terletak pada
kelemahan sistem pendidikan islam yang ada. Untuk itu mereka mengadakan pembaruan
dibidang pendidikan dengan menyelanggarakan sistem madarasah, sebagai hasil integrasi antara
sistem pendidikan barat dengan sistem pesantren.
Di Indonesia usaha dan gerakan pembaru itu dalam bidang pendidikan dimulai pada
pertengahan abad ke-20, seperti yang dilakukan oleh kaum muda di Minangkabau, Jami’at
Khair, Muhammadiyyah, al Irsyad, Persyarikatan Ulama, Persis dan lain-lainya. Sebagai dampak
sampingan dari pembaruan itu pendidikan Islam di Indonesia mengalami perubahan dalam
berbagai aspek seperti, sistem, kelembagaan, administrasi, penyelenggara, maupun tamatan
institusi pendidikan itu sendiri. perubahan tersebut, tampaknya memberi kesan, bahwa
pembaruan pendidikan Islam di Indonesia yang berorientasi pada modernisasi, menunjukan
dirinya sebagai bentuk respon terhadap sekolah-sekolah pemerintah Belanda yang netral agama.

Adapun tentang ordonansi (peraturan pemerintah) Guru/Sekolah Liar. Sehubungan


dengan berdirinya madrasah dan sekolah agama yang diselenggarakan oleh kalangan Islam
pembaru, agaknya kekhawatiran pemerintah tersebut cukup beralasan. Semula memang
pemerintah membiarkan kehidupan islam pada batas-batas tertentu, sepanjang tidak menggangu
kehadiran Belanda, sambil mengembangkan sistem persekolahan pada pengetahuan dan
keterampilan duniawi, yaitu pendidikan umum; sebagai pencerminan dari sikap pemerintah
Belanda untuk tidak mencampuri lebih jauh masalah Islam. Tetapi setelah melihat perkembangan
lebih lanjut, seperti peningkatan jumlah madrasah dan sekolah-sekolah swasta sebagai institusi
pendidikan diluar sistem persekolahan pemerintah, kalangan pemerintah semakin hati-hati
terhadap sikap netral mereka selama ini.

Masalah Islam yang menjadi sumber kekhawatiran pemerintah tersebut agaknya tidak
terbatas adanya institiusi pendidikannya saja. Lebih jauh dari itu, mereka memandang
kemungkinan infiltrasi pengaruh Islam tersebut di sekolah-sekolah swasta lainnya. Adanya latar
belakang tersebut pula barangkali, yang mendorong pemerintah Belanda merubah sikapnya
dalam menghadapi kemungkinan buruk yang bakal timbul dari peningkatan jumlah madrasah
dan sekolah-sekolah agama.

Sebagai tindakan pencagahan, langkah itu dilakukan melalui pengawasan terhadap


sekolah-sekolah liar.sejak adanya perunahan sikap tersebut, dalam rangka pengawasan
dikeluarkan ordonansi tanggal 28 Maret 1923 Lembaran Negara no 136 dan 260. aslinya berupa
pembatasan kebebasan mengajar bagi guru-guru sekolah swasta. Sistem ini tidak memberi
keuntungan bagi perkembangan institusi pendidikan Islam. Bahkan dalam ordonansi yang
dikeluarkan tahun 1932, dinyatakan bahwa semua sekolah yang tidak di bangun pemerintah atau
tidak memperoleh subsidi dari pemerintah, diharuskan minta izin terlebih dahulu, sebelum
sekolah itu didirikan. Dengan kebijakan ini pemerintah kolonial Belanda mendapat reaksi yang
luar biasa dari kalangan umat Islam terlebih di Minangkabau. Hal ini karena umat Islam
Minangkabau melihat adanya “sesuatu” yang akan merugikan Agama Islam jika kebijakan ini
dilaksanakan. Atas reaksi yang sedemikian besar, akhirnya pemerintahan Belanda melalui
Gubernur Jendralnya memberi jawaban bahwa ordonansi guru di Minangkabau belum ada niat
kapan untuk dilaksanakan.

Lambat laun eksistensi orodonansi guru tidak lagi ada urgensinya, dan akhirnya
kebijakan ini di batalkan dan hilang dari peredaran. Walaupun sebelum keputusan ini di buat
sesungguhnya Belanda telah berusaha membujuk rayu beberapa tokoh Islam Minangkabau untuk
mendukung pelaksanaan ordonansi ini, namum mereka tidak berhasil.

Kondisi Pendidikan pada Masa Penjajahan Jepang

Sistem pendidikan Belanda yang selama ini berkembang di Indonesia, semuanya diganti
oleh bangsa Jepang sesuai dengan sisitem pendidikan yang berorientasi kepada kepentingan
perang. Tidak mengherankan bahwa segala komponen sistem pendidikannya ditujukan untuk
kepentingan perang. Adapun karakteristik sistem pendidikan Jepang adalah sebagai berikut:

(1) Dihapusnya Dualisme Pendidikan.


Pada masa Belanda terdapat dua jenis pengajaran, yaitu pengajaran kolonial dan
pengajaran bumi putera, oleh jepang diganti diganti sisitem seperti itu di hilangkan.
Hanya satu jenis sekolah rendah yang diadakan bagi semua lapisan masyarakat, yaitu:
sekolah rakyat selama 6 tahun , yang ketika itu dipopulerkan dengan nama “Kokumin
Gakko” atau disebut juga sebagai Sekolah Nippon Indonesia ( S N I ).
Sekolah-sekolah desa masih tetap ada dan namanya diganti menjadi sekolah
pertama. Serta jenjang pengajaran pun menjadi: a. Sekolah rakyat tahun (termasuk
sekolah pertama) b. Sekolah menengah 3 tahun c. Sekolah menengah tinggi 3 tahun
(SMA-nya pada zaman Jepang).37
(2) Berubahnya Tujuan Pendidikan.
Tujuan pendidikan adalah untuk menyedian tenaga cuma-cuma (romusha) dan
prajurit- prajurit untuk membantu peperangan bagi kepentingan Jepang.Oleh karena itu,
37
http://our-ed.blogspot.com/2012/05/pendidikan-di-zaman-penjajahan-jepang.html
murid-murid diharuskan latihan fisik, latihan kemiliteran dan indroktrinasi ketat.Pada
akhir zaman Jepang terdapat tanda-tanda tujuan menjepangkan anak-anak Indonesia.
(3) Proses Pembelajaran
Diganti Kegiatan Yang Tidak Ada Kaitan dengan Pendidikan. Proses pembelajaran
disekolah diganti dengan berbagai kegiatan yang dilaksanakan di sekolah antara lain:
a. Mengumpulkan batu,pasir untuk kepentingan perang
b. Membersihkan bengkel-bengkel dan asrama militer
c. Menanam umbi-umbian, sayur-sayuran dipekarangan sekolah untuk persediaan
makanan
d. Menanam pohon jarak untuk pelumas.
(4) Pendidikan dilatih agar mempunyai semangat perang. Seorang pendidik sebelum mengajar
diwajibkan terlebih dahulu mengikuti didikan dan latihan (diklat) dalam rangka penanaman
ideologi dan semangat perang, yang pelaksanaannya dipusatkan di Jakarta selama tiga
bulan.Untuk menanamkan semangat jepang tersebut, maka diajarkan bahasa jepang dan
nyanyian-nyanyian semangat kemiliteran kepada para murid.
(5) Pendidikan pada masa jepang sangat memprihatinkan.
Kondisi pendidikan pada masa pemerintahan jepang bahkan lebih buruk dari pada
pendidikan pada masa penjajahan belanda. Sebagai gambarannya dapat dilihat dari segi
kuantitatif trend nya mengalami kemunduran (sekolah, murid,dan guru).
(6) Pemakaian bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi.
Meskipun bahasa Indonesia resmi menjadi bahasa pengantar pada tiap-tiap jenis sekolah,
akan tetapi sekolah-sekolah itu dipergunakan juga sebagai alat untuk memperkenalkan
budaya jepang kepada rakyat.38

Kebijakan Jepang Terhadap Agama Islam Walaupun kondidsi pendidikan jepang


sedemikian parahnya, namun bagi agama Islam ada sedikit nilai positifnya pada masa awal
masuknya jepang ke Indonesia, umat Islam penuh harapan bahwa cita-cita kemerdekaan
Indonesia dapat terwujud, dengan masuknya jepang ke Indonesia dan terusirnya belanda.
Sebagai umat islam, bangsa Indonesia yang selama ini merasakan adanya diskriminasi dalam
soal kehidupan beragama, dengan masuknya jepang ke Indonesia akan berakhir. Karena itu,

38
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam, h. 340
jepang selalu mengulang-ulang menyampaikan maksudnya menghormati dan menghargai islam.
Di depan ulama, letnan jendral Imamura, pejabat militer jepang tertinggi di jawa menyampaikan
pidato yang isinya bahwa pihak jepang bertujuan untuk melindungi dan menghormati islam.39

Pemerintah jepang menampakkan diri seakan akan membela kepentingan islam, yang
merupakan siasat untuk kepentingan dunia dua. Untuk mendekati umat islam, mereka menempuh
beberapa kebijakan, diantaranya ialah:

1. Kantor urusan agama yang ada pada zaman belanda disebut kantoor voor islamistiche
zakenyang dipimpin oleh orang-orang orientalis belanda, diubah oleh jepang menjadi
kantor sumubi yang dipimpin oleh KH. Hasyim Asy’ari.
2. Para ulama islam bekerja sama dengan pimpinan-pimpinan orientalis dizinkan
membentuk barisan pembela tanah air (PETA).
3. Umat islam diizinkan meneruskan organisasi persatuan yang disebut majelis islam a’la
indonesia (MIAI) yang bersifat kemasrayarakatan. Namun pada
bulan oktober 1943 MIAI di bubarkan dan diganti dengan majelis sura
muslimin indonesia (MASYUMI) Pondok pesantren yang besar-besar
sering mendapat kunjungan dan bantuan dari pemerintah Jepang.40
4. Sekolah negeri diberi pelajaran budi pekerti yang isinya identik dengan
ajaran agama.
5. Pemerintah Jepang mengizinkan pembentukkan barisan hizbullah untuk memberikan
dasar kemiliteran bagi pemuda Islam, barisan ini dipimpin oleh K.H. Zainal Arifin.
6. Pemerintah Jepang mengizinkan berdirinya sekolah tinggi Islam di Jakarta yang
dipimpin oleh K.H. Wahid Hasyim, Kahar Muzakir dan Bung Hatta.41

Perkembangan Pendidikan Islam Masa Penjajahan Jepang Ramayulis Mengatakan bahwa,


sikap penjajah jepang terhadap pendidikan islam ternyata lebih lunak, sehingga ruang gerak
pendidikan lebih bebas ketimbang pada zaman pemerintahan kolonial belanda. Hal ini
memberikan kesempatan bagi pendidikan islam untuk berkembang yakni

39
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam h, 342
40
Ibid h, 343
41
Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, h, 151`
(1) Madrasah. Awal pendudukan jepang, madrasah berkembang dengan cepat terutama dari
segi kuantitas.Hal ini dapat dilihat terutama di daerah Sumatra yang terkenal dengan
madrasah awaliyahnya, yang diilhami oleh majlis ulama tinggi.
(2) Pendidikan Agama di Sekolah. Sekolah negeri diisi dengan pelajaran budi pekerti. Hal ini
memberi kesempatan pada guru agama islam untuk mengisinya dengan ajaran agama,
dan di dalam pendidikan agama tersebut juga di masukan ajaran tentang jihad melawan
penjajah.
(3) Perguruan Tinggi Islam. Pemerintah jepang mengizinkan berdirinya sekolah tinggi Islam
di jakarta yang dipimpin oleh KH. Wahid Hasyim, KH. Muzakkar, dan Bung Hatta.42

Walaupun jepang berusaha mendekati umat islam dengan memberikan kebebasan dalam
beragama dan dalam mengembangkan pendidikan namun para ulama tidak akan tunduk kepada
pemerintahan jepang, apabila mereka menggangu akidah umat hal ini kita dapat saksikan
bagaimana masa jepang ini perjuangan KH. Hasyim Asy’ari beserta kalangan santri menentang
kebijakan kufur jepang yang memerintahkan untuk melakukan seikere (menghormati kaisar
jepang yang dianggap keturunan dewa matahari) .Akibat sikap tersebut beliau ditangkap dan
dipenjarakan oleh jepang selama 8 bulan.

Ramayulis juga menyimpulkan bahwa, meskipuin dunia pendidikan secara umum


terbengkalai, karena murid-muridnya sekolah setiap hari hanya disuruh gerak badan, baris-
berbaris, kerja bakti (romusha), bernyayi dan sebagainya. Yang agak beruntung adalah
madrasah-madrasah yang ada di dalam lingkungan pondok pesantren yang bebas dari pengwasan
langsung pemerintah pendudukan jepang. Pendidikan dalam pondok pesantren masih dapat
berjalan secara wajar.43

42
Ramayulis Sejarah Pendidikan Islam , h. 152
43
ibid, h.153
BAB 3
PENUTUP

3.1 kesimpulan

Perkembangan agama Islam di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu :
Singgahnya pedagang-pedagang Islam di Pelabuhan-pelabuhan Nusantara, Sumbernya
adalah berita luar negeri terutama Cina, Adanya komunitas- komunitras Islam di
beberapa daerah kepulauan Indonesia. Sumbernya, di samping berita-berita asing juga
makam-makam Islam dan Berdirinya kerajaan-kerajaan Islam.
Sedangkan proses masuknya islam di indonesia berkembang ada enam yaitu:
perdagangan, perkawinan, tasawuf, pendidikan, kesenian dan politik dan di tambah
dengan
saluran dakwah menurut referensi lain. Dari saluran di ataslah Islam bisa menjangkau
hampir ke seluruh pelosok Indonesia yang salah satu pengaruhnya diakui sebagai
kebudayaan Indonesia sampai sekarang seperti pengaruh bahasa, nama, adat-istiadat dan
pengaruh kesenian. Sebab itu, masuknya Islam di nusantara tidak merusak tatanan
kebudayaan melainkan mengakomodir yang direkonstruksi formulasinya dalam ajaran
Isla
Dalam tinjauan historis, sejarah pendidikan Islam dimulai bersamaan dengan awal
berkembangnya sejarah Islam, yaitu sejak masa Rasulullah Saw. Dalam perjalanan
panjang sejarah Islam, pendidikan Islam juga mengalami berbagai dinamika fluktuatif
seiring dengan fluktuasi sejarah Islam sendiri. Begitupun dengan sejarah pendidikan di
Indonesia, sangat erat kaitannya dengan kedatangan Islam itu sendiri ke
Indonesia.Perkembangan pendidikan Islam di Indonesia antara lain ditandai oleh
munculnya berbagai lembaga pendidikan secara bertahap, mulai dari yang sangat
sederhana, sampai dengan tahap-tahap yang sudah terhitung modern dan lengkap. Surau
bagi masyarakat Minangkabau mempunyai banyak fungsi. Tidak hanya sebagai tempat
untuk berkumpul, rapat, ataupun tempat tidur, surau juga berfungsi sebagai lembaga
pendidikan Islam. Dari surau telah melahirkan banyak ulama-ulama besar yang disegani.
Mueunasah merupakan lembaga pendidikan tingkat rendah yang ada di Aceh. Fungsinya
hampir sama dengan surau di Minangkabau.
Sebagai lembaga pendidikan Islam tingkat rendah, materi pelajaran yang
diberikan pun masih seputar pengantar dan pengetahuan tentang bagaimana cara
membaca al-Qur’an, kemudian diberikan materi-materi tambahan lainnya.
Daftar Pustaka

Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam Indonesia, Hidakarya Agung, Jakarta,


1985.

Hanun Asrahah, Sejarah Pendidikan Islam, Logos Wacana Ilmu, Jakarta, 1999.

Hasbullaah, Sejarah Pendidikan Islam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999,

Mansur dan Mahfud Junaedi, Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di


Indonesia, Departemen Agama RI,Jakarta 2005

Mansur, Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah Global Pustaka Utama,


Jogjakarta, 2004.

Ramayulis Sejarah Pendidikan Islam ,Kalam Mulia, Jakarta, 2011

Samsul Nizar, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam, Quan-tum


Teaching, Ciputat, 2005

Teuku Ibrahim Alfian, Kontribusi Samudra Pasai terhadap Studi Islam Awal di
Asia Tenggara, Ceninnets, Jogjakarta, 2005.

Zuhairini, dkk. Sejarah Pendidikan Islam, PT. Bumi Aksara, Jakarta,

Anda mungkin juga menyukai