Oleh:
1. Alvindo Kristian
2. Ferdi
3. Alya Manurung
4. Anggi Lestari
5. Sela Hidayati
6. Haris Setiawan
7. Lovyta Amelia
8. Diva Safitri
9. Sukrin Akbar
SMA N 1 HUTABAYURAJA
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarakan beberapa buku dan keterangan sumber referensi sejarah, bahwa Islam
mulai berkembang di Nusantara sekitar abad 13 M . hal tersebut tak lepas dari peran tokoh
serta ulama yang hidup pada saat itu, dan diantara tokoh yang sangat berjasa dalam proses
Islamisasi di Nusantara terutama di tanah Jawa adalah “ Walisongo”. Peran Walisongo dalam
proses Islamisasi di tanah Jawa sangat besar. Tokoh Walisongo yang begitu dekat dikalangan
masyarakat muslim kultural Jawa sangat mereka hormati. Hal ini karena ajaran-ajaran dan
dakwahnya yang unik serta sosoknya yang menjadi teladan serta ramah terhadap masyarakat
Jawa sehingga dengan mudah Islam menyebar ke seluruh wilayah Nusantara.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui Rahmat Islam
Bagi Nusantara
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut para sejarawan, pada abad ke-13 Masehi islam sudah masuk ke nusantara
yang dibawa oleh para pedaganG muslim. Namun untuk lebih pastinya para ahli masih
terdapat perbedaan pendapat dari para sejarawan. Namun setidaknya 3 tiga teori tentang
masuknya Islam ke Indonesia
1. Teori Gujarat
Teori ini dipelopori oleh ahli sejarah Snouck Hurgronje, menurutnya agama Islam masuk
ke Indonesia dibawa oleh para pedagang Gujarat pada abad ke-13 masehi.
2. Teori Persia
P.A Husein Hidayat mempelopori teori ini, menyatakan bahwa agama Islam dibawa oleh
pedagang Persia (Iran), hal ini berdasarkan kesamaan antara kebudayaan islam di Indonesia
dengan Persia.
3. Teori Mekkah
Teori ini menyatakan bahwa Islam masuk ke Indonesia langsung dibawa para pedagah
Mekkah, teori ini berlandaskan sebuah berita dari China yang menyatakan jika pada abad
ke-7 sudah terdapat perkampungan muslim di pantai barat Sumatera.
1. Perdagangan
2. Perkawinan
Di antara para pedagang Islam ada yang menetap di Indonesia. Hingga sekarang di
beberapa kota di Indonesia terdapat kampung Pekojan . Kampung tersebut dahulu merupakan
tempat tinggal para pedagang Gujarat. Koja artinya pedagang Gujarat. Sebagian dari para
pedagang ini menikah dengan wanita Indonesia. Terutama putri raja atau bangsawan. Karena
pernikahan itulah, makabanyak keluarga raja atau bangsawan masuk Islam. Kemudian diikuti
oleh rakyatnya. Dengandemikian Islam cepat berkembang.
3. Pendidikan
4. Politik
Seorang raja mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar dan memegang peranan
penting dalam proses Islamisasi. Jika raja sebuah kerajaan memeluk agama Islam, otomatis
rakyatnya akan berbondong - bondong memeluk agama Islam. Karena, masyarakat Indonesia
memiliki kepatuhan yang tinggi dan raja selalu menjadi panutan rakyatnya. Jika raja dan
rakyat memeluk agama Islam, pastinya demi kepentingan politik maka akan diadakannya
perluasan wilayah kerajaan, yang diikuti dengan penyebaran agama Islam.
Para wali tersebut adalah orang Indonesia asli, kecuali Sunan Gresik. Mereka memegang
beberapaperan di kalangan masyarakat sebagai :
Karena peran mereka itulah, maka para wali sangat terkenal di kalangan masyarakat.
6. Seni Budaya
7. Tasawuf
Seorang Sufi biasa dikenal dengan hidup dalam keserhanaan, mereka selalu
menghayati kehidupan masyarakatnya yang hidup bersama di tengah – tengah
masyarakatnya. Para Sufi biasanya memiliki keahlian yang membantu masyarakat dan
menyebarkan agama Islam. Para Sufi pada masa itu diantaranya Hamzah Fansuri di Aceh
dan Sunan Panggung Jawa. Dengan melalui saluran diatas, agama Islam dapat berkembang
pesat dan diterima masyarakat dengan baik pada abad ke-13. Dan adapun faktor-faktor yang
menyebabkan Islam cepat bekembang di Indonesia antara lain :
Ø Syarat masuk Islam hanya dilakukan dengan mengucapkan dua kelimat syahadat;
Menurut Prof. Dr. Buya Hamka dalam bukunya yaitu Sejarah Umat Islam, cikal
kedatangan Islam ke pulau Jawa sebenarnya sudah dimulai pada tahun ke tujuh masehi atau
abad pertama Hijriyah yaitu pada tahun 674 M – 675 M. Salah satu sahabat nabi, Muawiyah
bin Abi Sufyan yang pernah singgah di Kerajaan Kalingga di Jawa. Waktu itu dia menyamar
sebagai pedagang. Mungkin pada waktu itu Muawiyah baru penjajakan saja, namun proses
dakwahnya tetap berlangsung dan diteruskan oleh para da’i yang berasal dari Kerajaan Pasai
dan Malaka. Karena pada waktu itu jalur perhungan antara Pasai dengan Jawa begitu pesat.
Borneo adalah sebutan nama lain Kalimantan. Pada waktu itu Islam masuk ke sana
melalui tiga jalur. Jalur yang pertama adalah melalui Kerajaan Islam Pasai dan Perlak. Jalur
kedua Islam disebarkan oleh para da’i dari tanah jawa. Mereka melakukan ekspedisi ke pulau
Kalimantan sejak Kerajaan Demak berdiri. Pada waktu itu, Kerajaan Demak mengirimkan
banyak sekali da’i ke luar pulau Jawa, salah satunya ke pulau Kalimantan. Jalur ketiga melalu
kedatangan para da’i yang berasal dari tanah Sulawesi. Salah satu da’i yang terkenal pada
waktu itu adalah Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan.
Kepulauan Maluku terkenal sebagai penghasil rempah-rempah. Tak ayal hal ini
menjadi daya tarik sendiri para pedagang asing, salah satunya pedagang mulim dari Jawa,
Malaka, Sumatera dan Manca Negara. Dengan kedatangan para pedagang muslim ini,
menyebabkan perkembangan Islam di Kepulauan Maluku ini menyebar dengan cepat.
tepatnya sekitar pertengahan abad ke 15 atau tahun 1440 Islam mulai masuk ke Maluku.
Pada tahun 1460 M, raja Ternate yaitu Vongi Tidore masuk Islam. Namun menurut
sejarawan Belanda yaitu h.J De Graaft, raja Ternate yang benar-benar muslim adalah Zaenal
Abidin. Setelah raja Ternate masuk Islam, hal ini semakin mempercepat perkembangan Islam
di Maluku dan mempengaruhi kerajaan-kerajaan lain di Maluku yang mulai menerima paham
ajaran Islam. Namun dari sekian kerajaan Islam yang ada di Maluku, yang paling terkenal
adalah Kerajaan Ternate dan Tidore.
Setelah Islam masuk dan berkembang cepat di Maluku, Islam juga mulai masuk ke
Irian. Para raja-raja Islam dari Maluku, da’i dan pedagang yang menyiarkan ajaran Islam ke
Irian. Wilayah-wilayah di Irian Jaya yang dimasuki Islam yaitu: Jalawati, Musi, Pulau Gebi
dan Pulau Waigio.
Kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Indonesia yang berada di
Sumatra. Kerajaan Samudera Pasai didirikan oleh Sultan Malik Al Saleh dan mengalami
kejayaan. Hal ini dibuktikan Kerajaan Samudera Pasai mampu memperluas wilayahnya dan
menjalin hubungan perdagangan dengan Arab. Pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Malik
aI Tahir, ada kunjungan Ibnu Battutah yang mengadakan perjalanan India-Cina (kembali
tahun 1345).
Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh merupakan kelanjutan dari Kerajaan Samudera Pasal yang didirikan
oleh Sultan Ibrahim. Kerajaan Aceh mengalami masa kejayaan pada masa pemerintahan
Sultan Iskandar Muda yang berhasil menaklukkan daerah-daerah di sekitar Aceh sekaligus
mengislamkan daerah tersebut dalam usahanya untuk memperluas wilayah kekuasaan Sultan
Iskandar Muda bekerja sama dengan Sultan Turki untuk memperkuat pasukannya. Kerajaan
Aceh mengembangkan diri dan dapat mempersatukan beberapa daerah di Aceh, yaitu Daya,
Pedir, Lingga, Perlak, Tamiang, Samudera Pasai, dan Lamuni, di bawah kekuasaan Sultan Ali
Mughayat Syah (1514-1528).
Kerajaan Demak
Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa yang didirikan oleh
Raden Patah. Letak Kerajaan Demak berada di tepi pantai utara Jawa. Peranan Kerajaan
Demak dalam pensebaran agama Islam adalah,
Menjadi pusat persebaran agama Islam di Jawa yang dilakukan oleh para wali.
Mengadakan perluasan wilayah di daerah-daerah sekitar pesisir pantai utara Jawa yang
kemudian diislamkan melalui pendekatan politik, sosial, dan budaya.
Kerajaan Banten
Kerajaan Banten merupakan kerajaan Islam yang berada di Jawa Barat yang didirikan
oleh Sunan Gunung Jati. Raja pertama yang memerintah adalah Sultan Hasanudin yang
berhasil memperluas pengaruh agama Islam di Banten. Kerajaan Banten mampu berkembang
pesat, antara lain karena didukung oleh fakta,
Banten mempunyal komoditas ekspor yang penting, misalnya ada, sehingga menjadi daya
tarik bagi pedagang asing.
Islamisasi di Banten menjadikan Banten sebagai pusat politik Kerajaan Banten.
Pelabuhan Banten memenuhi syarat sebagai pelabuhan yang balk.
Kerajaan Cirebon
Kerajaan Cirebon didirikan oleh Fatahiliah atau Sunan Gunung Jati. Pada masa
pemerintahan Fatahiliah, Cirebon dapat berkembang pesat. Hal ini dapat dilihat dan perluasan
wilayah yang berhasil dilakukan oleh Fatahiliah, persebaran agama Islam berkembang
pesatdan Cirebon mampu menjadi pusat perdagangan dan menjalin hubungan perdagangan
dengan Cina. Wafatnya Fatahiliah diganti oleh Panembahan Ratu. Cirebon berhasil dikuasal
VOC dan Iayahnya dibagi menjadi tiga yaltu Kasepuhan, Kanoman, dan Kacirebonan yaitu
pada tahun 1681.
Kerajaan Ternate dan Tidore berada di Maluku yang berhasil menyebarkan pengaruh
agama Islam melalul pendekatan politik dengan perluasan wilayah dan pendekatan ekonomi
melalui hubungan perdagangan. Raja yang memerintah adalah Sultan Zainal Abidin.
Kegiatan penyebaran agama Islam oleh Ternate dan Tidore ditunjang oleh kedudukannya
sebagai penghasil dan pusat perdagangan rempah-rempah. Banyak pedagang muslim yang
tertarik untuk menjalin hubungan perdagangan sekaligus mengenalkan ajaran agama Islam.
Ramainya perdagangan rempah-rempah di Maluku mendorong munculnya persekutuan
dagang, yaitu,
Kerajaan Banjar
Kerajaan Banjar didirikan oleh Raden Samudra. Setelah masuk Islam, ia dinobatkan
menjadi Sultan Banjar dengan gelar Sultan Suryanulah. Kerajaan Banjar memiliki peranan
penting dalam penyebaran agama Islam di Kalimantan Selatan, sebab dipengaruhi oleh
Ietaknya di dekat sungai, sehingga banyak para pedagang dan luar Kalimantan yang
berdagang rempah-rempah yang menyebabkan persebaran agama Islam lebih lancar.
Pada abad ke XIII M agama Islam mulai masuk ke Indonesia, dan ada yang
berpendapat bahwa penyebaran Islam pertama kali dilakukan oleh para pedagang dan
mubaligh dari Gujarat-India. Sekarang jumlah umat Islam di Indonesia merupakan yang
paling besar dibandingkan umat Islam di negara-negara lain di dunia ini oleh karena itu,
dapat dikatakan bahwa umat Islam di Indonesia mempunyai peranan yang penting bagi
bangsa-bangsa dan negara-negara Islam lainnya. Lebih-lebih di Indonesia sendiri, umat Islam
merupakan mayoritas penduduk dan mereka bertebaran di segenap pelosok tanah air serta
banyak yang berkumpul dalam berbagai organisasi sosial, pendidikan, keagamaan, ekonomi,
dan politik.
Semenjak datangnya Islam di Indonesia yang disiarkan oleh para mubaligh khususnya
di Jawa oleh Wali Sanga atau Sembilan Wali Allah hingga berabad-abad kemudian,
masyarakat sangat dijiwai oleh keyakinan agama, khususnya Islam. Sejarah telah mencatat
pula, bahwa Islam yang datang di Indonesia ini sebagiannya dibawa dari India, dimana Islam
tidak lepas dari pengaruh Hindu. Campurnya Islam dengan elemen-elemen Hindu menambah
mudah tersiarnya agama itu di kalangan masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Jawa,
karena sudah lama kenal akan ajaran-ajaran Hindu itu.
Sebagian besar tersiarnya Islam di Indonesia adalah hasil pekerjaan dari Kaum Sufi
dan Mistik. Sesungguhnya adalah Sufisme dan Mistisisme Islam, bukannya ortodoksi Islam
yang meluaskan pengaruhnya di Jawa dan sebagian Sumatera. Golongan Sufi dan Mistik ini
dalam berbagai segi toleran terhadap adat kebiasaan yang hidup dan berjalan di tempat itu,
yang sebenarnya belum tentu sesuai dengan ajaran-ajaran tauhid.
Sebelumnya, masyarakat sangat kuat berpegang teguh pada Agama Hindu dan Budha.
Setelah kedatangan Islam, mereka banyak berpindah agama secara sukarela. Tetapi sementara
itu mereka masih membiasakan diri dengan adat kebiasaan lam, sehingga bercampur-baur
antara adat kebiasaan Hindu-Budha dengan ajaran Islam. Hal tersebut berlangsung dari abad
ke abad, sehingga sulit dipisahkan antara ajaran Islam yang murni dengan tradisi peninggalan
Hindu atau peninggalan agama Budha. Dan tidak sedikit tradisi lama berubah menjadi
seakan-akan “Tradisi Islam”. Seperti kebiasaan menyelamati orang yang telah mati pada hari
ke:7, 40, 1 tahun dan ke 1000-nya serta selamatan pada bulan ke-7 bagi orang yang sedang
hamil pertama kali, mengkeramatkan kubur seseorang, meyakini benda-benda bertuah dan
sebagainya.
Secara garis besar ada dua bentuk gerakan pembaharuan Islam di Indonesia: (1)
Gerakan pendidikan dan sosial, (2) gerakan politik.
a. Sekolah Thawalib
Sekolah ini berasal dari surau jembatan besi. Surau berarti langgar atau masjid.
Lembaga pendidikan Surau berarti pengajian di Masjid, mirip dengan pesantren di Jawa. Haji
Abdullah Ahmad dan Haji Rasul pada tahun 1906 telah merintis perubahan “sistem surau”
menjadi sistem sekolah. Pada tahun 1919 Haji Jalaludin Hayib menerapkan sistem kelas
dengan lebih sempurna. Ia mengharuskan pemakaian bangku dan meja, kurikulum yang lebih
baik, dan kewajiban pelajar untuk membayar uang sekolah. Selain itu kepada para pelajar pun
diperkenalkan koperasi pelajar guna memenuhi kebutuhan seharihari mereka. Koperasi ini
berkembang menjadi organisasi sosial yang menyantuni sekolah Thawalib dengan nama
Sumatera Thawalib. Sejak itu organisasi ini tidak lagi dipimpin oleh murid, tetapi oleh para
guru.
Pada tahun 1929 organisasi Thawalib memperluas keanggotaannya. Tidak hanya guru
dan murid di sekolah itu, melainkan juga para alumni. Selain itu, keanggotaan pun terbuka
bagi mereka yang bukan murid, guru, dan alumni atau mereka yang tidak memiliki hubungan
apapun dengan sekolah Thawalib. Organisasi Sumatera Thawalib berkembang menjadi
sebuah organisasi kemasyarakatan yang bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial.
Akhirnya organisasi Sumatera Thawalib berkembang menjadi organisasi politik dengan nama
Persatuan Muslimin Indonesia, disingkat Permi. Permi merupakan partai Islam politik
pertama di Indonesia. Asas Permi tergolong modern. Bukan hanya Islam, tetapi juga Islam
dan Nasionalis.
b. Jamiat Khair
Organisasi ini didirikan di Jakarta oleh masyarakat Arab Indonesia pada tanggal 17
Juli 1905. Di antara pendirinya adalah Sayid Muhammad Al- Fachir bin Syihab, Sayid Idrus
bin Ahmad bin Syihab, dan Sayid Sjehan bin Syihab. Semuanya termasuk golongan sayyid,
yaitu kaum ningrat atau bangsawan Arab.
Ada dua program yang diperhatikan Jamiat Khair, mendirikan dan membina sekolah
dasar, serta menyeleksi dan mengirim para pelajar untuk mengikuti pendidikan di Turki.
Jamiat Khair tidak hanya menerima murid keturunan Arab, tetapi juga untuk umum.
Bahasa Belanda tidak diajarkan karena bahasa penjajah, tetapi diganti dengan bahasa
Inggris. Dengan menguasai bahasa Inggris, para alumni lembaga pendidikan Jamiat Khair
diharapkan dapat mengikuti kemajuan zaman.
c. Al-Irsyad
Organisasi sosial ini didirikan oleh kaum pedagang Arab di Jakarta. Al-Irsyad
memusatkan perhatiannya pada bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah dan
perpustakaan. Sekolah Al-Irsyad banyak jenisnya. Ada sekolah tingkat dasar, sekolah guru
dan program takhassus memperdalam agama dan bahasa asing. Cabang-cabang Al- Irsyad
segera dibuka di Cirebon, Pekalongan, Bumiayu, Tegal, Surabaya, dan Lawang.
Aktivitas organisasi ini lebih dinamis daripada Jamiat Khair, walaupun keduanya
sama-sama didirikan oleh masyarakat Arab. Jika Jamiat Khair dikuasai oleh golongan sayyid
atau ningrat. Al-Irsyad sebaliknya, menolak adanya perbedaan atau diskriminasi antara kaum
elite dengan golongan alit (kecil).
Al-Irsyad tidak dapat dipisahkan dengan Syaikh Ahmad Syoorkatti. Ia seorang Arab
keturunan Sudan yang menghembuskan semangat pembaruan dan persamaan dalam tubuh
Al-Irsyad.
d. Persyarikatan Ulama
Ada dua sistem pendidikan yang diperkenalkan Kiai Halim: “system madrasah”
dengan “sistem asrama”. Lembaga pendidikan dengan sistem madrasah dan sistem asrama
diberi nama “Santri Asromo”. Dibagi ke dalam tiga bagian: Tingkat permulaan, dasar, dan
lanjutan.
Perkembangan selanjutnya, untuk membentuk organisasi yang lebih besar dan lebih
sistematis, serta mengantisipasi perkembangan zaman, maka setelah berkordinasi dengan
berbagai kiai, akhirnya muncul kesepakatan untuk membentuk organisasi yang bernama
Nahdatul Ulama (Kebangkitan Ulama).
Nahdatul Ulama didirikan pada 16 Rajab 1344 H (31 Januari 1926). Organisasi ini
dipimpin oleh K.H. Hasyim Asy'ari sebagai Rais Akbar. Untuk menegaskan prisip dasar
organisasi ini, maka K.H. Hasyim Asy'ari merumuskan kitab Qānμn Asāsi (prinsip dasar),
kemudian juga merumuskan kitab I'tiqād Ahlussunnah Wal Jamā’ah. Kedua kitab tersebut
kemudian diimplementasikan dalam khittah NU, yang dijadikan sebagai dasar dan rujukan
warga NU dalam berpikir dan bertindak dalam bidang sosial, keagamaan dan politik.
Organisasi ini bertujuan untuk menegakkan ajaran Islam menurut paham kitab I'tiqād
Ahlussunnah Wal Jamā’ah di tengah-tengah kehidupan masyarakat, di dalam wadah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk mencapai tujuannya tersebut, NU menempuh berbagai jenis usaha di berbagai
bidang, antara lain sebagai berikut:
f. Muhammadiyah
Organisasi ini didirikan di Yogyakarta pada tanggal 18 November 1912 oleh K.H.
Ahmad Dahlan. Kegiatan Muhammadiyah dipusatkan dalam bidang pendidikan, dakwah dan
amal sosial. Muhammadiyah mendirikan berbagai sekolah Islam ala Belanda, baik dalam
satuan pendidikan, jenjang maupun kurikulumnya. Muhammadiyah pun menerima subsidi
dari pemerintah Belanda.
Dengan bekal aqidah, pendidikan dan keterampilan yang baik, kaum muslimin dapat
mengembangkan kualitas hidup mereka sesuai dengan tuntutan ajaran al-Qur'an. Bahkan
sampai sekarang, Muhammadiyah merupakan ormas Islam besar yang memiliki satuan-
satuan pendidikan sejak dari Taman Kanak-kanak hingga Program Pasca sarjana.
Dalam bidang amal sosial, ormas Islam ini memiliki antara lain beberapa puluh rumah
sakit, Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) dan Panti Asuhan. Gerakan dakwah
Muhammadiyah sangat menekankan kemurnian aqidah; memerangi berbagai perbuatan
syirik, menyekutukan Allah Swt. dalam segala bentuknya; menentang takhayul; khurafat; dan
perbuatan bid’ah serta mengikis habis kebiasaan taqlid buta dalam beragama.
Muhammadiyah, menekankan pentingnya membuka pintu ijtihad dalam bidang hukum Islam
agar umat Islam terbebas dari taqlid buta serta menolak tradisi bermazhab dalam fiqih.
Muhammadiyah menolak kehidupan tasawuf yang hanya mementingkan akhirat.
Muhammadiyah sebagaimana umumnya kaum pembaharu, menentang tarekat, karena penuh
dengan perbuatan bid’ah.
2. Gerakan Politik
Islam tidak dapat menerima penjajahan dalam segala bentuk. Perjuangan umat Islam
dalam mengusir penjajah sebelum abad dua puluh dilakukan dengan kekuatan senjata dan
bersifat kedaerahan.
Pada awal abad dua puluh perjuangan itu dilakukan dengan mendirikan organisasi
modern yang bersifat nasional, baik ormas (organisasi social kemasyarakatan), maupun
orsospol (organisasi sosial politik). Melalui pendidikan, ormas memperjuangkan kecerdasan
bangsa agar sadar tentang hak dan kewajiban dalam memperjuangkan kemerdekaan. Dengan
orsospol, kaum muslimin memperjuangkan kepentingan golongan Islam melalui saluran
politik yang diakui pemerintah penjajah. Mereka misalnya berjuang melalui parlemen
Belanda yang disebut Volksraad.
Di antara partai politik Islam yang tumbuh sebelum zaman kemerdekaan adalah
Persaudaraan Muslimin Indonesia (Permi), Sarikat Islam (SI), dan Partai Islam Indonesia
(PII). SI didirikan di Solo pada tanggal 11 November 1911 sebagai kelanjutan dari Sarekat
Dagang Islam (SDI) yang didirikan oleh Haji Samanhudi pada tanggal 16 Oktober 1905.
SI kemudian berubah menjadi Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII). Partai Islam
Masyumi pada awal berdirinya merupakan satu-satunya partai politik Islam yang diharapkan
dapat memperjuangkan kepentingan seluruh golongan umat Islam dalam negara modern yang
diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Masyumi merupakan partai federasi yang
menampung semua golongan tradisional.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan