Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kedatangan islam di Indonesia berkat jasa para ulama yang


menyebarkan islam secara damai. Sehingga mayoritas penduduk Indonesia
beragama Islam. Penting untuk kalian ketahui bahwa Islam di Indonesia
memiliki karakteristik yang berbeda dengan Islam di Mesir, Arab Saudi
dan lain sebagainya. Hal ini terkait dengan sejarah masuknya Islam di
Indonesia yang memiliki lintasan garis sejarahnya tersendiri.
Perlu kalian pahami bahwa agama Islam mudah diterima oleh
penduduk Indonesia dikarenakan mudahnya syarat- syarat untuk masuk
agama Islam. Untuk menjadi seorang muslim, seseorang cukup
mengucapkan dua kalimat syahadat, yaitu syahadat tauhid dan syahadat
rasul. Di samping itu, Islam disebarkan oleh para da’I dengan cara damai.
Kegigihan dan semangat para juru dakwah melalui berbagai saluran
islamisasi di Indonesia juga berperan penting terhadap keberhasilan
dakwah di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

 Bagaimana cara masuknya agama islam di Indonesia

 Bagaimana perkembangan kesultanan di Indonesia

 Siapa saja tokoh penyebar ajaran islam di Indonesia

 Apa saja keteladana para ulama penyebar ajaran islam di

Indonesia
C. Tujuan Pembelajaran

1. Meyakini bahwa perkembangan peradaban Islam di Indonesia


merupakan kehendak Allah Swt.
2. Membiasakan kesederhanaan dan kesungguhan mencari ilmu
sebagai cerminan meneladani peran tokoh ulama penyebar
islam di Indonesia
3. Menganalisis sejarah dan peran tokoh ulama penyebar ajaran
islam di indonesia
4. Membuat karya bagan time line sejarah tokoh ulama penyebar
Islam di Indonesia

BAB II
PEMBAHASAN

1. Masuknya Agama Islam di Indonesia

Wilayah Nusantara sangat luas, posisi geografisnya terletak di


persimpangan jalur perdagangan antara India,Cina, Dan Arabia.Maka sulit untk
memastikan wilayah mana yang pertama kali menerima ajaran Islam.Oleh karena
itu,ada beberapa teori tentang masknya agama Islam di Indonesia sebagaimana
diungkapkan oleh Ahmad Mansyur suryanegara dalam buku “Api sejarah jilid 1”
Teori-teori tersebut yaitu :

a . Teori Gujarat oleh prof. Dr. C.Snouck Hurgronje

Menurut teori ini, islam masuk ke Indonesia dari Gujarat. Snouck Hurgronje
berkeyakinan bahwa tidak mungkin Islam masuk ke Indonesia langsung berasal dari
Arabia tanpa melalui ajaran tasawuf yang berkembang di Gujarat, India. Wilayah
kerajaan samudra pasai merupakan daerah pertama penerima ajaran agama Islam,
yakni pada abad ke-13 Masehi. Teori ini tidak menjelaskan secara rinci antara masuk
dan berkembangnya Islam di wilayah ini. Tidak ada penjelasan mengenai mazhab apa
yang berkembang di samudra pasai.
b. Teori Makkah oleh Prof. Dr. Buya Hamka
Buya Hamka menggunakan berita yang diangkat dari Berita Cina Dinasti Tang
sebagai acuan teori ini. Menurutnya, Islam masuk ke Nusantara pada abad ke-7
Masehi. Berdasarkan berita Cina Dinasti Tang, ditemukan pemukiman saudagar Arab
di Wilayah pantai barat sumatra. Dari sini disimpulkan Islam dibawa masuk ke
Indonesia oleh para saudagar yang berasal dari Arab.

c. Teori Persia oleh Prof. Dr. C. Husein Djajadiningrat


Menurut teori ini,Islam masuk dari persia dan bermazhab Syi’ah. Pendapat ini
didasarkan pada sistem mengeja bacaan huruf Al-Qur’an, terutama di Jawa barat yang
menggunakan ejaan Persia.
Teori ini dipandang lemah, karena tidak semua pengguna sistem baca tersebut di
persia sebagai penganut Syi’ah.
d. Teori Cina oleh Prof. Dr. Slamet Muljana
Menurut Slamet Muljana, Sultan Demak merupakan keturunan Cina, lebih dari itu
menurutnya, Wali Songo juga merupakan keturunan Cina. Pendapat ini didasarkan
pada Kronik Klanteng Sam Po Kong . Pertanyaannya, mengapa nama Sultan Demak
dan para Wali songo yang dicinakan dalam Kronik Klenteng Sam Po Kong dianggap
sebagai orang Cina?. Tentu hal ini merupakan salah satu titik kelemahan teori ini.
e. Teori Maritim oleh N.A. Baloch
Walaupun di Makkah dan Madinah terjadi perang selama kurun waktu sepulh
tahun antara 1-11 H/622-623 M, Namun tidak memutuskan jalur perdagangan laut
yang sudah menjadi tradisi sejak lama.
Menurut N.A.Baloch, hal itu terjadi karena umat Islam memiliki kemampuan
dalam penguasaan perniagaan melalui jalur maritim. Melalui jalur ini, yakni pada abad
ke-1 H atau abad ke-7 M, agama Islam dikenalkan di sepanjang jalur niaga di pantai-
pantai tempat persinggahannya. Proses pengenalan ajaran Islam ini, berlangsung
selama kurun waktu abad ke-1 sampai abad ke-5 H/7-12 M. Fase berikutnya adalah
pengembangan agama Islam, terjadi mulai abad ke-6 H sampai ke pelosok Indonesia.
Saudagar pribumi berperan penting dalam proses pengembangan agama Islam di
pedalaman-pedalaman. Dimulai dari Aceh pada abad ke-9 M dan diikuti tumbuh dan
berkembangnya kerajaan Islam di berbagai Wilayah Indonesia.

2. Perkembangan Kesultanan di Indonesia

Masa perkembangan agama Islam adalah kurun waktu pada saat umat Islam telah
membangun kesultanan bagi bentuk kekuasaan politik. Perkembangan Islam di
Indonesia semakin meluas seiring dengan banyaknya raja-raja Hindu yang memluk

Istilah kerajaan berubah menjadi keusltanan, dan istilah raja brubah menjadi
sultan. Salah satu motif para raja memeluk Islam adalah untuk mempertahankan
kekuasaannya, karena mayoritas rakyatnya sudah memeluk Islam terlebih dahulu.

Perbedaan mazhab antara Gujarat dan samudra pasai inilah yang dijadikan alasan
oleh Buya Hamka untuk menolak teori Gujarat. Menurut Ibnu Batutah, kesultanan
samudra pasai bermazhab Syafi’I, bukan mazhab Syafi’ah. Oleh karena itu, Buya
Hamka berkeyakinan bahwa Islam dibawa langsung oleh saudagar dari Makkah,
bukan dari Gujarat.

Sejarawan belanda pada masa kolonil mambagi periodisasi sejarah Indonesia


menjadi (1) Zaman Animisme dan Dinamisme, (2) Zaman Hinduisme dan Buddhisme,
(3) Zaman Islamisme, (4) Zaman Katolikisme dan Protestanisme.

3. Tokoh Penyebar Ajaran Islam di Indonesia

a. Sultan Malik al-Saleh (1267-1297 M)

Meurah Silu atau Sultan Malik as-Saleh merupakan pendiri dan raja pertama
samudra pasai (berdiri pada tahun 1267 M). Sultan Malik al-Saleh merupakan tokoh
penyebar Islam di Nusantara dan asia tenggara. Hal ini disebabkan oleh kuatnya
pengaruh kekuasaan samudra pasai dibawah kepemimpinan Sultan Malik al-Saleh.
Beliau wafat pada than 1297 M, Dan kepemimpinan samudra pasai digantikan oleh
Sultan Muhammad Malik al-Zahir (1297-1326 M). Sultan Malik al-Saleh dimakamkan
di desa beuringin kecamatan samudra, kira kira 17 Km sebelah timur Lhokseumawe.

b. Sultan Ahmad (1326-1348 M)

Beliau merupakan sultan samudra pasai yang ketiga, bergelar Sultan Malik al-
Thahir II. Pada masa pemerintahannya, Kesultanan Samudra pasai dikunjungi oleh
seorang penjelajah dari Maroko, Yaitu Ibnu batutah .

c. Sultan Alaudin Riayat Syah (1538-1571)

Beliau merupakan sultan Aceh ketiga, terkenal sebagai peletak dasar-dasar


kejayaan kesultanan Aceh. Hubungan baik dengan kesultanaa turki utsmani dan
kerajaan-kerajaan islam lainnya menjadikan pemerintahannya semakin kuat. Sultan
Alaudin Riayat Syah berperan dan berjasa dalam penyebaran islam di wilayah Aceh.
Bahkan pada masa kepemimpinannya, ajaran islam sampai ke minangkabau dan
indrapura.

d. Wali Songo (1404-1546)

Wali songo merupakan sembilan wali atau sunan yang menjadi pelopor
penyebaran islam di pulau jawa. Mereka adalah (1) Maulana Malik Ibrahim (Sunan
Gresik), (2) Raden Rahmat (Sunan Ampel), (3)Mualana Makdum Ibrahim (Sunan
Bonang), (4) Raden Paku ( Sunan Giri), (5) Syarifuddin (Sunan Drajat), (6) Raden
Mas Syahid (Sunan Kalijaga), (7) Ja’far Shadiq (Sunan Kudus), (8) Raden Umar Said
(Sunan Muria), (9) Syarif Hidayatllah (Sunan Gunung Jati). Mereka menggunakan
berbagai saluran dakwah, diantaranya kebudayaan, kesenian, pendidikan, pernikahan,
perdagangan dan politik. Selain itu, proses dakwah islam melalui pesantren yang
digagas oleh wali songo sangat efektif untuk menyebarkan islam ke pelosok pedesaan.

e . Sultan Alauddin

Sultan Alauddin, nama aslinya adalah I Manga’Rangi Daeng Manrabbiya,


dinobatkan sebagai raja gowa pada usia 7 tahun. Beliau termasuk tokoh yang berjasa
besar pada penyebaran islam di Sulawesi Selatan. Penyebaran agama islam pada masa
pemerintahan Sultan Alauddin mencapai daerah Buton dan Dompu (Sumbawa).
Termasuk berhasil mengislamkan kerajaan Soppeng, Wajo, dan Bone. Penyebaran
agama islam di Gowa juga atas perjuangan dakwah dari Datuk Ri bandang (Abdul
Makmur khatib Tunggal), seoran ulama dari Minangkabau.

f . Datuk Tunggang Parangan

Datuk Tunggang Parangan atau Habib Hasyim Bin Musyayakh Bin Abdullah Bin
Yahya merupakan seorang ulama Minangkabau yang berdakwah di Kutai Kartanegara.
Kerajaan Kutai Kartanegara berubah nama menjadi Kesultanan Kutai Kartanegara.
Agama islam berkembang pesat pada masa ini, bahkan undang-undang negara
berlandaskan pada ajaran islam. Datuk Tunggang Parangan berdakwah di Kutai hingga
akhir hayatnya. Setelah wafat, beliau dimakamkan di Kutai Lama, Kecamatan
Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

g . Sultan Zainal Abidin

Beliau memerintahkan kesultanan ternate pada kurun waktu 1486-1500 M. sejak


usia belia, beliau mendapatkan pendidikan agama dari ayahnya, dan dari seorang
ulama bernama Datuk Maulana Hussein. Setelah dinobatkan menjadi diikuti raja,
beliau menjadikan islam sebagai landasan resmi bernegara, hingga kerajaan ternate
berubah nama menjadi kesultanan ternate.

Salah satu peran terpenting Sultan Zainal Abidin dalam penyebaran agama islam
adalah mendirikan pesantren-pesantren dengan pengajar yang didatangkan langsung
dari jawa. Selain itu, beliau juga mendirkan jolebe atau bobato Akhirat yang bertugas
membantu sultan dalam mengawasi pelaksanaan syariat islam di kesultanan ternate.

4. Keteladanan para ulama penyebar ajaran islam di indonesia

a. Hidup sederhana

Para ulama penyebar Islam di Indonesia hidup secara sederhana dan bersahaja,
meskipun hartanya melimpah. Mereka menyedekahkan semua harta, dengan terlebih
dahulu mengambil secukupnya untuk kebutuhan pokok. Allah Swt. memerintahkan
orang-orang beriman agar menyedekahkan hartanya sebagaimana tercantum dalam
Q.S. al-Baqarah/2: 267 berikut ini.

َ‫ ٰ ٓﻳﺎ َ ﱡﻳ َﻬﺎ ﱠﺍﻟ ِﺬﻳْﻦ‬٢٦٧ - ٌ‫ﻲ َﺣﻤِ ْﻴﺪ‬ ‫ﻏ ِﻨ ﱞ‬َ ‫ِﻻ ﺍ َ ْﻥ ﺗ ُ ْﻐﻤِ ﻀ ُْﻮﺍ ِﻓ ْﻴ ِﻪ ۗ َﻭﺍ ْﻋ َﻠ ُﻤ ْٓﻮﺍ ﺍ َ ﱠﻥ ﺍﻟ ﱣَﻞ‬
ٓ ‫ْﺚ ﻣِ ْﻨﻪُ ﺗ ُ ْﻨ ِﻔﻘُ ْﻮﻥَ َﻭ َﻟ ْﺴﺘ ُ ْﻢ ِﺑ ٰﺎﺧِ ِﺬ ْﻳ ِﻪ ﺍ ﱠ‬
َ ‫ْﺍﻟ َﺨ ِﺒﻴ‬
‫ﺽ ۗ َﻭ َﻻ ﺗَ َﻴ ﱠﻤ ُﻤﻮﺍ‬ ِ ‫ﺴ ْﺒﺘ ُ ْﻢ َﻭ ِﻡ◌َ ◌ّ ﺍٓ ﺍ َ ْﺧ َﺮﺟْ ﻨَﺎ َﻟ ُﻜ ْﻢ ِ ّﻣﻦَ ْﺍﻻَ ْﺭ‬
َ ‫ﺖ َﻣﺎ َﻛ‬ َ ‫ٰﺍ َﻣﻨُ ْٓﻮﺍ ﺍ َ ْﻧ ِﻔﻘُ ْﻮﺍ ﻣِ ْﻦ‬
ِ ‫ﻁ ِّﻴ ٰﺒ‬

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah sebagian dari hasil


usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi
untukmu. Janganlah kamu memilih yang buruk untuk kamu keluarkan, padahal
kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata
(enggan) terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya, Maha Terpuji”.
(Q.S. al-Baqarah/2:267)

b. Gigih dalam berjuang

Untuk meraih keberhasilan dalam menyebarkan Islam di Indonesia


diperlukan kegigihan dan tekad kuat. Ulama penyebar Islam di Indonesia telah
menunjukkan sikap bersemangat pantang menyerah, gigih dalam memperjuangan
ajaran Islam. Tak dapat dipungkiri, untuk meraih suatu cita-cita dibutuhkan
pengorbanan dan perjuangan panjang. Kegigihan dalam berjuang harus diikuti
dengan sifat optimis dan tawakal kepada Allah Swt. Semua keberhasilan
merupakan karunia Allah Swt. yang harus disyukuri, sedangkan kegagalan harus
diatasi dengan tawakal kepada-Nya. Semua kesulitan dakwah pasti ada jalan
keluarnya. Allah Swt. akan membimbing hamba-Nya yang bersungguh-sungguh
berjalan di atas kebenaran.

c. Menguasai ilmu agama secara luas dan mendalam

Para ulama melakukan penyesuaian ajaran Islam dengan tradisi lokal tersebut,
tanpa menghilangkan adat yang sudah berlaku di masyarakat. Hal ini hanya bisa
dilakukan oleh ulama dengan penguasaan ilmu agama yang mumpuni, luas dan
mendalam. Semua itu diperoleh karena ketekunan belajar ilmu agama kepada
ahlinya. Mereka berguru kepada para ulama yang jalur keilmuannya bersambung
sampai kepada Rasulullah SAW. Belajarnya juga tidak instan, namun terprogram
melalui tahapan-tahapan yang jelas. Dari ilmu-ilmu dasar hingga mencapai ilmu
yang tinggi. Ditempuh dalam kurun waktu yang cukup lama. Hal ini penting
untuk ditiru oleh seseorang yang ingin belajar ilmu agama. Harus ada di antara
kaum muslimin yang menekuni ilmu agama (tafaqquh fiddin). Hal ini sesuai
firman Allah Swt. dalam Q.S. at-Taubah/9:122 berikut ini.

َ ‫َﻭ َﻣﺎ َﻛﺎﻥَ ْﺍﻟ ُﻤﺆْ ﻣِ ﻨُ ْﻮﻥَ ِﻟ َﻴ ْﻨﻔ ُِﺮ ْﻭﺍ ﻛ َۤﺎ ﱠﻓ ۗﺔً َﻓ َﻠ ْﻮ َﻻ َﻧﻔ ََﺮ ﻣِ ْﻦ ُﻛ ِّﻞ ﻓ ِْﺮ َﻗ ٍﺔ ِ ّﻣ ْﻨ ُﻬ ْﻢ‬
‫ﻁ ۤﺎ ˆﯨﻔَﺔٌ ِّﻟ َﻴﺘَ َﻔ ﱠﻘ ُﻬ ْﻮﺍ ﻓِﻰ‬
‫ﺍﻟ ِﺪّﻳ ِْﻦ‬

‫َﻭ ِﻟﻴُ ْﻨﺬ ُِﺭ ْﻭﺍ َﻗ ْﻮ َﻣ ُﻬ ْﻢ ﺍِﺫَﺍ َﺭ َﺟﻌُ ْٓﻮﺍ ﺍِ َﻟ ْﻴ ِﻬ ْﻢ َﻟ َﻌ ﱠﻠ ُﻬ ْﻢ‬


١٢٢ - َ‫َﻳﺤْ ﺬَ ُﺭ ْﻭﻥ‬

Artinya: “Dan tidak sepatutnya orang-orang mukmin itu semuanya pergi (ke
medan perang). Mengapa sebagian dari setiap golongan di antara mereka tidak
pergi untuk memperdalam pengetahuan agama mereka dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali, agar mereka dapat
menjaga dirinya”. (Q.S at-Taubah/9:122).

Belajar ilmu agama harus melalui seorang guru yang jalur keilmuannya
bersambung sampai Rasulullah Saw. Harus dihindari belajar ilmu agama secara otodidak
atau melalui media internet tanpa mengkonfirmasi kebenaran dan keshahihan isinya
kepada para alim ulama, kyai atau ustadz.

d. . Produktif berkarya

Para ulama sangat produktif berkarya lewat ilmu pengetahuan dan amal saleh. Banyak
kitab dan tulisan karya mereka yang terus menerus dipelajari oleh santri hingga saat ini.
Karya-karya tersebut merupakan wujud kepedulian para ulama dalam menyelamatkan
generasi penerus agar terjaga akidahnya dari pengaruh ajaran sesat. Para ulama berusaha
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk mendokumentasikan pemikirannya melalui
sebuah kitab. Hal ini merupakan bentuk amal jariyah yang akan terus dikenang sepanjang
hayat oleh generasi setelahnya. Nilai manfaat dari karya tersebut dapat diperoleh dengan
cara membaca dan mempelajarinya, sehingga menambah wawasan dan khazanah
keagamaan. Dalam hal ini, budaya literasi yang dipraktikkan oleh para ulama harus
dijadikan inspirasi oleh umat Islam. Membaca dan menulis merupakan dua aktivitas dasar
dalam menerapkan budaya literasi. Di era revolusi industri 4.0 saat ini, literasi di bidang
teknologi harus terus menerus digelorakan.

e. Sabar

Ujian dan cobaan yang dialami oleh para ulama penyebar Islam di Indonesia
berhasil dilalui dengan kesabaran. Salah satu hikmah adanya ujian tersebut adalah
dapat diketahui tingkat keimanan seseorang. Allah Swt. hendak menguji siapakah
di antara hamba-Nya yang terbaik amal-amalnya. Seorang pendakwah harus
memiliki tingkat kesabaran tinggi karena menghadapi umat yang memiliki
keragaman budaya, etnis, tingkat pendidikan, dan kepribadian. Seseorang akan
diuji oleh Allah Swt. sesuai dengan tingkat keimanannya. Semakin tinggi
keimanan, maka semakin berat ujian dari Allah Swt. Keimanan dan kesabaran
adalah dua sisi yang menyatu, tidak dapat dipisahkan satu sama lain, diibaratkan
seperti kepala dan badan. Manusia yang paling berat ujiannya adalah para nabi,
kemudian para wali dan seterusnya sampai pada derajat orang awam. Pahala sifat
sabar sangatlah besar, dan hanya Allah Swt. yang mengetahuinya.

Hal ini seperti firman Allah Swt. dalam Q.S. az-Zumar/39:10 berikut ini.

ُ ‫ﺴﻨَﺔٌ َۗﻭﺍ َ ْﺭ‬


‫ﺽ ﺍﻟ ِﱣﻞ َﻭﺍ ِﺳ َﻌﺔ‬ َ ْ‫ﻗُ ْﻞ ٰﻳ ِﻌ َﺒﺎ ِﺩ ﱠﺍﻟ ِﺬﻳْﻦَ ٰﺍ َﻣﻨُﻮﺍ ﺍﺗﱠﻘُ ْﻮﺍ َﺭ ﱠﺑ ُﻜ ْﻢ ۗﻟ ﱠِﻠ ِﺬﻳْﻦَ ﺍَﺣ‬
َ ‫ﺴﻨُ ْﻮﺍ ِﻓ ْﻲ ٰﻫ ِﺬ ِﻩ ﺍﻟﺪﱡ ْﻧ َﻴﺎ َﺣ‬

‫ﺍ‬١٠ - ‫ﺏ‬
ٍ ‫ﺴﺎ‬ ‫ۗ◌ﺍِ ﱠﻧ َﻢ ﻳ َُﻮ ﱠﻓﻰ ﺍﻟ ﱣ‬
َ ِ‫ﺼ ِﺒ ُﺮ ْﻭﻥَ ﺍَﺟْ َﺮ ُﻫ ْﻢ ِﺑ َﻐﻴ ِْﺮ ﺣ‬

Artinya: “Katakanlah (Muhammad), “Wahai hamba-hamba-Ku yang


beriman! Bertakwalah kepada Tuhanmu.” Bagi orang-orang yang berbuat
baik di dunia ini akan memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas .Hanya
orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahalanya tanpa batas .”

Kesabaran para ulama tampak jelas saat berdakwah kepada masyarakat


awam. Mereka mengajarkan ilmu agama dengan cara dan metode sederhana
tapi mudah dipahami. Bukan sebatas teori, dengan amat ringan dapat
langsung dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari .
f. Menghargai perbedaan

Islam secara tegas menyatakan tidak ada paksaan dalam beragama. Semua
orang dipersilahkan memilih agama dan kepercayaan masing-masing. Umat
beragama saling menghargai dan menghormati perbedaan agama, suku, ras, dan
golongan. Tidak merendahkan dan meremehkan agama dan kepercayaan orang
lain. Adanya sifat merasa paling hebat merupakan sumber kericuhan dalam
kehidupan beragama. Para ulama penyebar agama Islam di Indonesia sangat
toleran terdapat budaya lokal. Masyarakat pribumi yang memeluk agama Islam
tetap diperbolehkan melakukan tradisi-tradisi lokal yang sudah diselaraskan
dengan ajaran Islam.

Dengan demikian tidak ditemukan adanya benturan antara ajaran Islam


dengan budaya lokal. Justru sebaliknya, antara ajaran Islam dengan budaya lokal
mampu berjalan beriringan. Sikap toleran akan menumbuhkan rasa persatuan dan
kesatuan bangsa. Sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial, manusia
harus mampu menjalin hubungan yang harmonis antar sesama warga. Sifat saling
menghargai perbedaan dapat ditumbuhkan dengan saling mengenal antar umat
beragama, ras, suku, dan golongan. Allah Swt. memerintahkan umat-Nya untuk
saling mengenal, sebagaimana firman Allah Swt. dalam Q.S. al-Hujurat/49: 13
berikut

.‫ﺎﺭﻓُ ْﻮﺍ ۚ ﺍ ﱠِﻥ ﺍ َ ْﻛ َﺮ َﻣ ُﻜ ْﻢ‬ ُ ‫ﺎﺱ ﺍِ ﱠﻧﺎ َﺧ َﻠ ْﻘ ٰﻨ ُﻜ ْﻢ ِ ّﻣ ْﻦ ﺫَﻛ ٍَﺮ ﱠﻭﺍ ُ ْﻧ ٰﺜﻰ َﻭ َﺟ َﻌ ْﻠ ٰﻨ ُﻜ ْﻢ‬
َ ‫ﺷﻌُ ْﻮﺑًﺎ ﱠﻭ َﻗ َﺒ ۤﺎ ˆﯨ َﻞ ِﻟﺘَ َﻌ‬ ُ ‫ ٰ ٓﻳﺎ َ ﱡﻳ َﻬﺎ ﺍﻟ ﱠﻨ‬ini

َ ‫ِﻋ ْﻨﺪَ ﺍﻟ ِﱣﻞ ﺍ َ ْﺗ ٰﻘﯨ ُﻜ ْﻢ ۗﺍ ﱠِﻥ ﺍﻟ ﱣَﻞ‬


١ - ‫ﻋ ِﻠ ْﻴ ٌﻢ َﺧ ِﺒﻴ ٌْﺮ‬

Artinya: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari


seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya
yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa.Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti”. (Q.S. al-
Hujurat/49:13)
g. Berdakwah secara damai

Islam merupakan agama yang mengajarkan kedamaian, kasih sayang dan


toleransi. Dakwah Islam juga harus dilakukan secara damai dan bermartabat.
Bukan hanya hasilnya, dakwah Islam juga sangat memperhatikan prosesnya.
Proses dakwah harus dilakukan dengan mengedepankan dakwah secara damai,
bukan dengan kekerasan dan memaksakan kehendak.

Hal ini sesuai dengan Q.S. an-Nahl/16: 125 berikut ini

١٢٥ - َ‫ﺳ ِﺒ ْﻴﻠ ِٖﻪ َﻭﻫ َُﻮ ﺍ َ ْﻋ َﻠ ُﻢ ِﺑ ْﺎﻟ ُﻤ ْﻬﺘَ ِﺪﻳْﻦ‬


َ ‫ﻋ ْﻦ‬ َ ‫ﺍ َ ْﻋ َﻠ ُﻢ ِﺑ َﻤ ْﻦ‬
َ ‫ﺿ ﱠﻞ‬

Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan


pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari
jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk”.
(Q.S an-Nahl/16:125)

Pada hakikatnya Islam menghendaki terciptanya kehidupan yang aman,


tenteram dan damai. Para ulama sudah mencontohkan hidup yang damai di
tengah-tengah masyarakat. Dakwah dilakukan secara damai, penuh rasa hormat
terhadap perbedaan dan rasa kemanusiaan. Kalau misalnya terjadi peperangan,
semata-mata untuk membela dan mempertahankan kehidupan umat Islam. Dari
lisan para ulama, muncul perkataan sejuk penuh hikmah dan doa. Bukan
perkataan kasar yang bernada hinaan dan mengandung ujaran kebencian.

Anda mungkin juga menyukai