Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sejarah mencatat bahwa kaum pedagang memegang peranan penting dalam persebaran
agama dan kebudayaan Islam. Letak Indonesia yang strategis menyebabkan timbulnya
bandar-bandar perdagangan yang turut membantu mempercepat persebaran itu. Kaum
pedagang mengenalkan agama dan budaya Islam kepada para pedagang lain maupun kepada
penduduk setempat. Maka, mulailah ada penduduk Indonesia yang memeluk agama Islam.

Lama kelamaan penganut agama Islam semakin bertambah. Bahkan kemudian berkembang
perkampungan pada pedagang Islam di daerah pesisir. Penduduk setempat yang telah
memeluk agama Islam kemudian menyebabkan Islam kepada sesama pedagang, juga kepada
sanak keluarganya. Akhirnya, Islam mulai berkembang di masyarakat Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Teori Masuknya Islam ke Indonesia

Agama dan kebudayaan Islam dibawa dan dikembangkan di Indonesia oleh para pedagang
Islam dari Gujarat, Arab, dan Persia pada abad ke-7 M. Pendapat para ahli itu didukung oleh
teori-teori sebagai berikut:

1. Teori Gujarat

Teori ini menjelaskan tentang peranan orang-orang Gujarat dalam menyebarkan agama dan
kebudayaan Islam di Indonesia. Hal ini berdasarkan kesamaan bentuk batu nisan Sultan
Malik as-Saleh yang wafat pada 1297 M di Pasai dan batu nisan Maulana Malik Ibrahim
yang wafat pada 1419 M di Gresik dengan batu nisan yang berasal dari Gujarat, India. Salah
seorang pendukung Teori Gujarat ialah W. F. Stutterheim.

2. Teori Persia

Teori ini dikemukakan oleh Husein Djajadiningrat ini menjelaskan tentang kesamaan
kebudayaan yang berkembang di masyarakat Indonesia dan kebudayaan yang berkembang di
Persia. Misal; peringatan Asyura (10 Muharam) sebagai peringatan mazhab Syah atas
wafatnya Husein, cucu Nabi Muhammad SAW.

3. Teori Makkah

Teori ini menjelaskan tentang peranan orang-orang Arab dalam menyebarkan agama dan
kebudayaan Islam di Indonesia. Hal ini berdasarkan bukti bahwa bangsa Indonesia sejak awal
telah menganut mazhab Syafi’i yang sama dengan mazhab yang dianut di Makkah. Salah
seorang tokoh yang menganut Teori Makkah adalah Hamka.

Persebaran Islam di Indonesia

Sekitar abad ke 7 Masehi, agama Islam mulai masuk ke kawasan Indonesia. Daerah yang
pertama kali menerima ajaran Islam yakni Samudra Pasai yang terletak di Pesisir Aceh Utara.
Selain Samudra Pasai, Malaka pun menjadi salah satu daerah yang banyak dikunjungi para
pedagang muslim. Malaka memiliki letak yang cukup stategis dalam hubungan pelayanan
dan Pedagangan Asia Timur, Asia Selatan dan Asia Barat.
Islam semakin berkembang ke berbagai daerah di Indonesia. Islam mulai tersebar ke wilayah
Kalimantan Bara, Sumatera Selatan dan Pulau Jawa. sekitar tahun 1511, Malaka jatuh ke
tangan Portugis yang membuat para pedagang lebih  memilih berpindah ke Aceh.

Dari wilayah Aceh, mereka melakukan berbagai aktivitas perdagangan di sepanjang Pantai
Barat Sumatera dan terus melewati Selat Sunda hingga di Pantai Utara Pulau Jawa. Hingga
abad ke 18, ajaran Islam sudah semakin berkembang dan tersebar luas di berbagai kawasan di
Indonesia, namun belum seluruh wilayah Indonesia yang menerima ajaran Islam.

Hal-hal yang turut menunjang proses penyebaran Islam di antaranya:

 Perdagangan

Tradisi berdagang dengan cara berpindah dari satu negara ke negara lainnya (nomaden)
merupakan satu tradisi dan karakteristik yang pernah  dikembangkan oleh bangsa-bangsa
Arab, India, dan Gujarat. Bahkan bisnisberdagang dijadikan sebagai jalan alternatif dalam
mengais rizki sekaligus penyebaran Islam di dunia, termasuk penyebaran Islam di Indonesia.

Pada masa awal, saudagar-saudagar muslim dikenal cukup mendominasi perdagangan di


Nusantara. Hubungan pergaulan antara pedagang Muslim dengan penduduk setempat pada
akhirnya dapat menarik hati penduduk setempat untuk memeluk Islam.

 Pernikahan

Para pedagang Islam umumnya merupakan orang-orang kaya dan terpandang dengan budi
bahasa yang santun dan jujur. Oleh sebab itu, penduduk setempat tertarik untuk menikahkan
putri-putrinya dengan para pedagang muslim itu. Atau sebaliknya, para pedagang muslim
yang menikahkan kerabat perempuannya dengan penguasa lokal. Karena pernikahan itu,
maka terbentuklah keluarga Islam yang kemudian berkembang menjadi perkampungan
muslim.

 Pendidikan

Penyebaran melalui cara pendidikan langsung, umumnya dilakukan oleh para ulama yang
datang ke Indonesia untuk menyebarkan Islam. Para ulama itu kemudian mendirikan
pesantren atau sekolah. Keberadaan pesantren dan sekolah pada akhirnya mengarahkan
penduduk di kawasan itu untuk memeluk Islam.

 Politik

Proses penyebaran Islam secara politis, umumnya melalui para penguasa. Karena mereka
mempunyai pengaruh besar dalam masyarakat, maka keberadaannya sangat disegani oleh
rakyat. Hal ini berakibat semakin luas pengaruh politiknya, semakin luas pula penyebaran
pengaruh Islam.
 Kesenian

Penyebaran Islam melalui cara kebudayaan, dilakukan oleh para tokoh dan seniman dengan
menyisipkan ajaran dan nilai-nilai Islam dalam setiap pertunjukan kesenian. Dengan
demikian Islam lebih mudah diterima, sekaligus memperkaya budaya masyarakat setempat.

Pengaruh Islam Terhadap Masyarakat Indonesia

Masuknya kebudayaan Islam memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan masyarakat.


Indonesia. Perpaduan kebudayaan lokal dan Islam menghasilkan akulturasi dalam berbagai
bidang kehidupan di Indonesia. Pengaruh kebudayaan Islam pada masyarakat tercermin pada
berbagai bidang, antara lain sebagai berikut:

1. Bidang Politik

Dalam bidang politik masuknya budaya Islam, kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha mulai
runtuh dan peranannya mulai digantikan oleh kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam. Dalam
sistem pemerintahan rajanya bergelar Sultan atau Sunan. Nama raja juga disesuaikan dengan
nama Islam. Dalam ajaran Islam menyebutkan bahwa manusia merupakan wakil Tuhan di
dunia. ketika menjalankan roda pemerintahan, sultan didampingi oleh ulama.

2. Bidang Sosial

Dalam ajaran agama Islam tidak menerapkan sistem kasta serti agama Hindu. Hal ini
menyebakan pengaruh Islam berkembang pesat dan mayoritas masyarakat Indonesia
memeluk agama Islam. Begitu juga dengan sistem penanggalan, pada awalnya masyarakat
Indonesia mengenal kalender Saka yang merupakan kalender Hindu. Dalam kalender Saka
terdapat nama hari pasaran seperti pahing, pon, wage, kliwon, dan legi.

Seiring perkembangan Islam, Sultan Agung dari kerajaan Mataram menciptakan Kalender
Jawa. Kalender itu menggunakan perhitungan seperti Hijriah (Islam). Sultan Agung
mengganti nama bulan seperti Muharram diganti dengan Syuro, Ramadan diganti dengan
Pasa. Nama-nama hari tetap menggunakan hari-hari sesuai dengan bahasa Arab dan hari
pasaran pada Kalender Saka juga dipergunakan.
3. Bidang Pendidikan

Pada awal-awal masuknya Islam di Indonesia, mulanya pendidikan agama dilaksanakan di


Masjid, Langgar, atau Surau. Pelajaran yang diberikan adalah membaca Al-Qur’an, tata cara
peribadatan, akhlak, dan keimanan. Seiring berjalannya waktu, kemudian muncul pesantren
yang merupakan pengadopsian dari agama Hindu. Pesantren adalah sebuah asrama
tradisional pendidikan Islam. Siswa tinggal bersama untuk belajar ilmu keagamaan di bawah
bimbingan guru atau sering dikenal dengan sebutan Kiai. Siswa diajarkan mendalami ilmu
agama Islam sesuai dengan syariat-syariat agama Islam. Pesantren dalam bahasa Jawa
memiliki makna seseorang yang mengikuti aktivitas gurunya.

4. Bidang Agama

Pada masa Islam, sebagian besar masyarakat di Indonesia menganut agama Islam. Meskipun
demikian, masih terdapat masyarakat yang menganut agama Hindu-Buddha, atau menganut
kepercayaan roh halus. Hingga saat ini, sebagaian besar masyarakat di Indonesia menganut
agama Islam.

5. Bidang Kebudayaan

Adat istiadat dan kebiasaan yang banyak berkembang dari budaya Islam dapat berupa ucapan
salam, acara tahlilan, syukuran, yasinan dan lain-lain. Dalam hal kesenian, banyak dijumpai
seni musik seperti kasidah, rebana, marawis, barzanji dan sholawat. Kita juga melihat
pengaruh di bidang seni arsitektur rumah peribadatan atau masjid di Indonesia yang banyak
dipengaruhi oleh arsitektur masjid yang ada di wilayah Timur Tengah.

B.Perkembangan kehidupan masyarakat pada masa kerajaan islam

Kerajaan-kerajaan Islam dikenal dengan sebutan kesultanan dan rajanya bergelar sultan.
Kesultanan Islam di Indonesia mulai berperan pada abad ke 13. Beberapa kesultanan Islam
dengan tokoh-tokohnya adalah sebagai berikut:

 Kesultanan Samudra Pasai

Kesultanan Samudra Pasai terletak di pantai timur Aceh (sekitar Lhokseumawe) dan berdiri
pada abad XIII. Hal ini dibuktikan dengan penemuan batu nisan Sultan Malik as-Saleh yang
merupakan sultan pertama di Samudra Pasai yang berangka tahun 1297. Sultan Malik as-
Saleh memiliki nama asli Marah Silu. Beliau menikah dengan Langgang Sari, putri Sultan
Perlak. Akibat pernikahan itu, kekuasaan Samudra Pasai semakin meluas hingga ke
pedalaman. Samudra Pasai menjalin hubungan dengan Delhi di India. Hal ini dibuktikan
dengan adanya utusan Sultan Delhi, yakni Ibnu Batula yang berkunjung ke Samudra Pasai
hingga dua kali.

Dalam bidang keagamaan, Ibnu Batuta menyebutkan bahwa Kesultanan Samudra Pasai
dikunjungi oleh ulama dari Persia, Syiria dan Isfahan. Ia juga menyebutkan bahwa sultan
Samudra Pasai sangat taat beragama dan menganut mazhab  Syafi’i. Selain itu, Marcopolo
menyebutkan bahwa masyarakat di daerah Perlak sebagaian  besar telah beragama Islam.
Kesultanan Samudra Pasai mempunyai peran penting dalam penyebaran Islam di Asia
Tenggara. Hal ini tampak pada upaya Samudra Pasai dalam menyebarkan Islam ke Malaka
dan Patani.

Pada tahun 1521 M, Kesultanan Samudra Pasai dikuasai oleh Portugis, kemudian pada tahun
1524 M dikuasai oleh Sultan Ali Mughayat Syah dari Kesultanan Aceh Darussalam. Sejak itu
Samudra Pasai berada di bawah kekuasaan Kesultanan Aceh Darussalam.

 Kesultanan Aceh Darussalam

Kesultanan Aceh ini didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada 1513. Ia berkuasa dari
tahun 1513 sampai 1528. Pengganti Ali Mughayat Syah adalah Sultan Alaudin Riayat Syah
yang mengadakan tiga kali penyerangan kerajaan Portugis di Malaka pada tahun 1528, 1560,
dan 1568. Namun, penyerangan itu mengalami kegagalan. Sultan Aceh yang pernah
membawa Aceh pada puncak kejayaan adalah Sultan Iskandar Muda yang memerintah pada
tahun (1607-1636).

Berikut ini beberapa tindakan yang dilakukan Iskandar Muda untuk memperkuat kerajaan
Aceh.

 Memperluas daerah kekuasaan ke Semenanjung Malaka dengan dikuasainya kerajaan


Kedah, Perak, Johor dan Pahang. Daerah pantai barat dan timur Sumatera dikuasainya
sampai ke Pariaman yang merupakan jalur masuk Islam ke Minangkabau.
 Untuk memperlemah kekuasaan Portugis, Iskandar Muda membuka kerja sama
dengan Belanda dan Inggris dengan mengijinkan kongsi dagang mereka, yakni VOC
dan EIC untuk membuka kantor cabangnya di Aceh.
 Menyerang Portugis di Malaka dan sempat mengalahkan Portugis di Pulau Bintan
pada tahun 1614.
 Mendirikan Masjid Baiturrahman di pusat ibukota kerajaan Aceh.

Kesultanan Demak

Kesultanan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa yang berdiri pada tahun
1478. Pendiri kesultanan Demak adalah Raden Patah (1500-1518). Demak berhasil menjadi
kerajaan besar karena letaknya yang strategis dan memiliki hasil pertanian yang melimpah
dengan komoditas ekspornya berupa beras. Kemajuan Demak juga tidak dapat dilepaskan
dari runtuhnya Majapahit sehingga Demak mendapat dukungan kota-kota pantai utara Jawa
yang lepas dari kekuasaan Majapahit. Dalam mengendalikan pemerintahan, Raden Patah
didampingi oleh Sunan Kalijaga dan Ki Wanapala. Masjid Agung Demak dibangun oleh
Raden Patah, setelah memerintah selama tiga tahun.

Kesultanan Demak mengalami masa kejayaan dibawah pemerintahan Sultan Trenggono


tahun 1521 M. Wilayah kekuasaannya hampir meliputi seluruh Jawa. Pada masa
pemerintahan Sultan Trenggono, Demak berusaha membendung masuknya Portugis ke Jawa.
Setelah Sultan Trenggono meninggal pada 1546 M, Joko Tingkir menantu Sultan Trenggono
naik tahta dan memindahkan ibu kota Demak ke Pajang (1568 M).
 Kesultanan Pajang

Kesultanan Pajang adalah kelanjutan dari Kesultanan Demak. Kerajaan ini dibangun oleh
Pangeran Hadiwijaya (Jaka Tingkir) setelah ia memindahkan pusat kerajaan dari Demak ke
Pajang, sedangkan Demak dijadikan daerah Kadipaten. Pada saat mengalahkan Arya
Penangsang, Pangeran Hadiwijaya dibantu Ki Ageng Pemanahan. Sebagai balas jasa,
Hadiwijaya kemudian mengangkatnya sebagai adipati di Mataram. Ki Ageng Pemanahan
mempunyai putera yang cakap dalam hal peperangan dan menjadi anak angkat dari
Hadiwijaya, yakni Sutawijaya.

Setelah Hadiwijaya meninggal, tahta Pajang dipegang oleh puteranya, Pangeran Benawa.
Pada masa ini, muncul pemberontakan yang dilakukan Arya Pangiri putera Sunan Prawoto,
yang menghendaki tahta Pajang. Namun, pemberontakan ini berhasil dipadamkan karena ada
bantuan dari Sutawijaya. Karena merasa kurang mampu untuk menjalankan pemerintahan
Pajang, Pangeran Benawa kemudian menyerahkan tahta Pajang kepada saudara angkatnya,
Sutawijaya. Oleh Sutawijaya pusat pemerintahan Pajang kemudian dipindahkan ke Mataram.

 Kesultanan Mataram Islam

Kesultanan Mataram Islam berdiri pada tahun 1586. Raja-raja yang memerintah Mataram
Islam antara lain Sutawijaya, Mas Jolang, dan Sultan Agung. Sutawijaya menjadi Raja
Mataram dengan gelar Panembahan Senopati Ing Alaga Sayidin Panatagama.

Selama pemerintahan Sutawijaya, Mataram selalu diliputi oleh api peperangan. Beliau wafat
pada tahun 1601. Setelah wafatnya Panembahan Senopati, tahta jatuh kepada puteranya yang
bernama Mas Jolang. Berturut-turut, Mas Jolang harus menghadapi pemberontakan yang
dilancarkan oleh Demak, Ponorogo, Surabaya, dan Gresik. Pada tahun 1613, dalam sebuah
perjalanan pulang dari Surabaya setelah menumpas pemberontakan, Mas Jolang meninggal
dunia di Desa Krapyak. Oleh sebab itu, beliau dijuluki Panembahan Seda Krapyak.
Kemudian, tahta beralih pada putera Mas Jolang yang bernama Raden Mas Rangsang.

Di bawah pemerintahan Raden Mas Rangsang, cita-cita leluhurnya  untuk mempersatukan


seluruh wilayah Jawa di bawah Mataram dapat terlaksana. Masa kejayaan Mataram pun
tercapai di bawah pemerintahannya. Sebagai raja besar yang sangat disegani, Raden Mas
Rangsang bergelar Sultan Agung Hanyokrokusumo Senopati ing Alaga Ngabdurrahman
Khalifatullah Pranotogomo.

Dalam masa pemerintahannya Sultan Agung tidak hanya berambisi untuk memperluas
wilayah, tetapi juga berusaha meningkatkan derajat kesejahteraan rakyatnya melalui usaha-
usaha berikut ini;

1. Penduduk Jawa yang tergolong padat dipindahkan ke Karawang karena daerah ini
mempunyai perladangan dan persawahan yang luas.
2. Dibentuklah suatu susunan masyarakat yang bersifat feodal atas dasar masyarakat
yang agraris, yakni terdiri atas pejabat yang diberi tanah garapan.
3. Disusunlah buku-buku filsafat, antara lain Sastra Gending, Niti Sastra, dan Astabrata.

Sultan Agung wafat tahun 1645. Setelah itu, Mataram diperintah oleh raja-raja yang lemah.
Hingga akhirnya pada tahun 1755, Mataram dipecah menjadi empat kesultanan, yakni
Yogyakarta, Surakarta, Paku Alaman, dan Mangkunegaran. Maka, berakhirlah riwayat
Kesultanan Mataram.

 Kesultanan Banten

Pada awalnya, Banten merupakan pelabuhan atau bandar besar yang berada di bawah
kekuasaan Pajajaran. Pada 1511 M, Kesultanan Demak sedang memperluas kekuasaannya di
Pulau Jawa. Perluasan wilayah kekuasaan merupakan salah satu usaha perluasan penyebaran
agama Islam. Oleh karena itu, Sultan Trenggono dari Kesultanan Demak pada 1522 M
mengutus Fatahillah untuk menguasai Banten dengan tujuan sebagai berikut;

1. Menduduki Pelabuhan Banten


2. Menyebarkan dan melindungi umat Islam yang berada di wilayah Banten
3. Mengamankan perdagangan lada dari monopoli Portugis
4. Menggagalkan dan mengusir Portugis dari Sunda Kelapa

Banten mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtaya (1651-1682).
Selama masa pemerintahannya, Sultan Ageng terlibat pertempuran melawan VOC sebanyak
tiga kali sehingga membuat repor VOC. Kegigihan Sultan Ageng, justru ditentang oleh putera
mahkotanya sendiri yang bernama Sultan Haji. Kesempatan ini dimanfaatkan VOC untuk
menggunakan politik adu domba sehingga tidak lama kemudian Sultan Ageng dapat
ditangkap dan diasingkan hingga beliau wafat.

 Kesultanan Cirebon

Kesultanan Cirebon didirikan oleh Fatahillah atau Falatehan. Ia menjadi Sultan pertama
Cirebon. Ia juga merupakan salah satu anggota walisongo yang di kenal sebagai Sunan
Gunung Jati. Pada masa ini Islam dapat berkembang dengan pesat di berbagai daerah Jawa
Barat. Setelah Sunan Gunung Jati wafat, ia digantikan cucunya yang dikenal dengan gelar
Panembahan Ratu.

Pada masa ini, Cirebon berada di bawah pengaruh Mataram, tetapi keduanya menjalin
hubungan dalam suasana perdamaian. Letak Cirebon yang berada di daerah pesisir antara
Jawa Tengah dengan Jawa Barat menyebabkan pelabuhannya ramai dikunjungi para
pedagang sehingga mendukung perkembangan di Cirebon.

Setelah Panembahan Ratu meninggal, ia digantikan oleh puteranya yang bergelar


Panembahan Girilaya. Pada masa akhir Panembahan Girilaya (1650-1662) menjadi sultan, ia
membagi kekuasaan Cirebon menjadi dua, yang diperintah oleh puteranya yakni Kesultanan
Kasepuhan yang dipimpin Panembahan Sepuh dan Kesultanan Kanoman yang dipimpin oleh
Panembahan Anom.

 Kesultanan Gowa-Tallo (Makassar)

Kerajaan Makassar merupakan gabungan dari dua kerajaan, yakni Kesultanan Gowa dan
Kerajaan Tallo. Pusat Kesultanan Makassar adalah di Sombaopu, yang merupakan kota
pelabuhan transito yang ramai di Sulawesi. Makassar mengalami kemajuan yang pesat karena
beberapa faktor:

1. Letaknya strategis karena menghubungkan Malaka dan Maluku


2. Para pedagang banyak yang hijrah ke Makassar, karena Malaka jatuh ke tangan
Portugis.

Para pedagang muslim telah datang ke Makassar sejak abad ke 16. Pada awal abad ke 17
penguasa Makassar memeluk Islam. Raja Gowa, Daeng Manrabia, memakai gelar Sultan
Alauddin, sedangkan Raja Tallo, Karaeng Matoaya, memakai gelar Sultan Abdullah Awalul
Islam.

Kerajaan Makassar mencapai kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Hasanuddin. Ia


sangat anti VOC. Hal inilah yang membuat Sultan Hasanuddin. Ia sangat anti VOC. Hal
inilah yang membuat VOC ingin menguasai Makassar. Akhirnya VOC berhasil mengalahkan
Sultan Hasanuddin setelah bekerjasam dengan Aru Palaka (Raja Bone). Sultan Hasanuddin
dipaksa menandatangani Perjanjian Bongaya 1667

 Kesultanan Ternate-Tidore

Kesultanan Ternate dan Tidore adalah dua kesultanan Islam yang berada di Maluku.
Kesultanan ini berkembang menjadi kesultanan maritim dan agraris (pertanian) yang maju.
Tetapi, di antara kedua kesultanan itu sering terjadi persengketaan memperebutkan daerah
kekuasaan di Maluku. Keadaan ini dimanfaatkan oleh bangsa-bangsa asing yang datang ke
Maluku.

Pada 1521 M, Portugis memasuki Maluku dan langsung membantu Ternate. Begitu pula
dengan Spanyol langsung membantu Tidore. akibatnya, terjadilah perang di antara kedua
bangsa asing itu. Persengketaan itu dapat diselesaikan melalui perjanjian Saragosa. Isinya
perjanjian itu, yakni Spanyol harus meninggalkan Maluku dan menguasai Filipina.

Adapun Portugis untuk sementara dapat menguasai Maluku. Penguasaan Portugis di Maluku
mendapat perlawanan dari Sultan Baabullah (1570-1583 M). Usaha Sultan Baabullah
mengusir Portugis berhasil pada 1575 M. Atas desakan bangsa Belanda yang merupakan
musuh Portugis, akhirnya Portugis meninggalkan Maluku. Kesultanan Ternate mencapai
puncak kejayaannya pada masa Sultan Baabullah. Sedangkan kesultanan Tidore mencapai
puncak kejayaannya pada masa Sultan Nuku.

 Kesultanan Banjar

Kesultanan Banjar di Kalimantan merupakan kesultanan Islam yang mempunyai hubungan


erat dengan Kesultanan Demak. Sultan Banjar berjanji jika Kesultanan Demak membantu
mereka untuk berperang melawan Nagaradipa (Nagaradaka), ia bersama seluruh rakyatnya
akan masuk Islam.

Demak memenuhi permintaan itu dan berperang melawan Nagaradipa. Akhirnya, Kerajaan
Nagaradipa dapat dikalahkan oleh pasukan Demak. Oleh sebab itu, sesuai dengan perjanjian,
seluruh rakyat Banjar masuk Islam. Peristiwa ini terjadi pada 1550 M.

Sultan pertama Kesultanan Banjar ialah Raja Samudra yang bergelar Sultan Suryanullah atau
Suryansyah. Kesultanan Banjar mengalami kemunduran setelah wafatnya Sultan Adam pada
1875 M, ketika Belanda mulai banyak mencampuri urusan pengangkatan Sultan Banjar yang
baru.
Peninggalan Sejarah Masa Islam di Indonesia

Berikut ini terdapat beberapa peninggalan sejarah masa islam di Indonesia, yaitu sebagai
berikut:

1. Masjid

Masjid yang merupakan tempat beribadah atau rumah tempat bersembayang orang-orang
Islam. Pada umumnya masjid-masjid pada awal penyebaran Islam di Indonesia memiliki ciri-
ciri khusus antara lain atap bertingkat dan berbentuk bujursangkar, ada bangunan serambi, di
depan atau disamping terdapat kolam berair, memiliki menara, dan pada umumnya terletak di
kota menghadap alun-alun.

Salah satu contoh Masjid peninggalan masa Islam yakni Masjid Demak di Kadilangu,
merupakan masjid yang didirikan oleh Walisanga untuk menghormati berdirinya Kerajaan
Demak. Di dalam masjid itu terdapat salah satu tiang utama yang disusun dari sepihan kayu
sehingga disebut Soko Tatal.

2. Keraton

Keraton dibangun sebagai lambang pusat kekuasaan pemerintahan. Pada umumnya, keraton
dibangun mengarah ke utara. Bangunan keraton biasanya dikelilingi oleh  pagar tembok,
parit, atau sungai kecil buatan. Halaman keraton terdiri atas tiga bagian. Bagian paling
belakang amat disakralkan dan tidak boleh sembarangan orang memasukinya.

Di depan keraton terdapat lapangan luas yang disebut alun-alun. Di tengah halaman itu,
biasanya terdapat pohon beringin sebagai lambang raja yang mengayomi rakyatnya. Contoh
keraton kesultanan-kesultanan Islam, antara lain Keraton Kasepuhan, dan Keraton Kanoman
di Cirebon, Keraton Surosowan di Banten, Keraton Mangkunegaraan, Keraton Raja Gowa,
Keraton Demak, Keraton Yogyakarta, dan Keraton Surakarta.

3. Makam

Makam adalah tempat dikebumikannya seseorang setelah meninggal dunia. makan kuno yang
bercorak Islam biasanya terdiri atas jirat (kijing), nisan, dan cungkup.

 Jirat atau kijing adalah bangunan yang terbuat dari batu atau tembok yang berbentuk
persegi panjang dengan arah lintang utara-selatan.
 Nisan adalah tonggak pendek yang terbuat dari batu yang ditanam di atas gundukan
tanah sebagai tanda kuburan. Umumnya, dipasang di ujung utara dan selatan jirat.
 Cungkup adalah bangunan mirip rumah yang berada di atas jirat.

Contoh makam kuno bercorak Islam, yakni makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik,
makam Fatimah binti Maimun di Leran Gresik, makam Sultan Malik as-Saleh di Pasai Aceh,
makam sultan-sultan Mataram di Imogiri, makam Sunan Giri di Giri, makam sultan-sultan
Gowa dan Tallo di Sulawesi Selatan, dan makam Sunan Gunung Jati di Cirebon.
4. Seni Rupa

Bentuk peninggalan sejarah bercorak Islam yang termasuk dalam seni rupa, yakni Kaligrafi
dan pahatan atau ukiran pada kayu atau batu. Kaligrafi adalah seni menulis indah dengan
merangkaikan huruf-huruf Arab, baik berupa ayat-ayat suci Al-Quran ataupun kata-kata
mutiara. Kaligrafi ini hiasan yang biasa kita jumpai dalam sebuah masjid dan batu nisan.
Misalnya, kaligrafi yang terdapat pada nisan Ratu Nahrarsiyah di Aceh, kaligrafi yang
terdapat pada nisan Sultan Malik as-Saleh di Aceh, dan kaligrafi yang terdapat pada dinding
Masjid Kalimayat di Jepara.

5. Seni Sastra

Salah satu bentuk peninggalan sejarah bercorak Islam adalah seni Sastra. Contoh seni sastra,
yakni:

 1) Hikayat

Hikayat adalah karya sastra yang berisi ceritera tentang kehidupan manusia. Pada dasarnya,
hikayat mengandung nilai untuk membangkitkan semangat hidup manusia, meskpun ada
beberapa hikayat yang menceritakan tentang kesedihan. Misal; Hikayat Amir Hamzah,
Hikayat Nabi-Nabi, Hikayat Sultan-Sultan Aceh, serta Hikayat Penjelasan Penciptaan Langit
dan Bumi.

 2) Babad

Babad adalah karya sastra berupa cerita berlatar belakang sejarah. Karya ini umumnya berupa
cerita semata dari pada uraian sejarah yang disertai bukti-bukti dan fakta. Contoh Babad
Cirebon, Babad Tanah Jawi, dan Babad Giyanti.

 3) Suluk

Suluk adalah kitab-kitab yang berisi masalah gaib, ramalan tentang hari baik atau buruk, dan
makna atau simbol tertentu yang dihadapi manusia. Suluk-suluk itu merupakan bagian dari
ajaran tasawuf. Suluk merupakan karya sastra tertua peninggalan kesultanan Islam di
Indonesia. Contoh Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang, dan Suluk Sukarsa.

 4) Syair

Syair adalah puisi lama yang setiap baitnya terdiri atas empat baris yang berakhir dengan
bunyi yang sama. Contohnya Syair Perahu dan Syair Si Burung Pingkai karya Hamzah
Fansuri.

6. Seni Pertunjukan

Bentuk peninggalan sejarah bercorak Islam yang termasuk dalam seni pertunjukan, misalnya;
permainan debus di Banten, Minangkabau, dan Aceh, Tari Seudati di Aceh, rebana, dan
Kasidahan.
7. Upacara dan Tradisi

Di masyarakat saat ini berkembang juga bentuk peninggalan sejarah bercorak Islam yang
termasuk dalam tradisi dan upacara. Misal; selamatan orang meninggal hari ke-1 sampai ke-
7, ziarah ke makam, acara grebeg Mulud, sekaten, upacara Isra’ Miraj, upacara Nifsu Syaban,
upacara kelahiran, perkawinan, maupun kematian.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Proses islamisasi tidak mempunyai awal yang pasti, juga tidak berakhir. Islamisasi lebih
merupakan proses berkesinambungan yang selain mempengaruhi masa kini, juga masa yang
akan datang. Islam telah dipengaruhi oleh lingkungannya, tempat Islam berpijak dan
berkembang. Di samping itu, Islam juga menjadi tradisi tersendiri yang tertanam dalam
konteks. Agama Islam juga membawa perubahan sosial dan budaya, yakni memperhalus dan
memperkembangkan budaya Indonesia. Penyesuaian antara adat dan syariah di berbagai
daerah di Indonesia selalu terjadi, meskipun kadang-kadang dalam taraf permulaan
mengalami proses pertentangan dalam masyarakat. Meskipun demikian, proses islamisasi di
berbagai tempat di Indonesia dilakukan dengan cara yang dapat diterima oleh rakyat
setempat, sehingga kehidupan keagamaan masyarakat pada umumnya menunjukkan unsur
campuran antara Islam dengan kepercayaan sebelumnya. Hal tersebut dilakukan oleh
penyebar Islam karena di Indonesia telah sejak lama terdapat agama (Hindu-Budha) dan
kepercayaan animisme.
Pada umumnya kedatangan Islam dan cara menyebarkannya kepada golongan
bangsawan maupun rakyat umum dilakukan dengan cara damai, melalui perdagangan sebagai
sarana dakwah oleh para mubalig atau orang-orang alim. Kadang-kadang pula golongan
bangsawan menjadikan Islam sebagai alat politik untuk mempertahankan atau mencapai
kedudukannya, terutama dalam mewujudkan suatu kerajaan Islam.

B. Saran
Sejarah adalah cermin kehidupan, dengan belajar sejarah kita akan menjadi bijaksana.
Untuk itu, marilah kita mempelajari materi dengan baik, agar kita dapat memahami dan
mengambil hikmahnya.
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Restu, dkk. 2017. Sejarah Indonesia. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2013. Sejarah Indonesia X.


Jakarta: Politeknik Negeri Media Kreatif.

Yatim, Badri. 1998. Sejarah Islam di Indonesia. Jakarta: Departemen Agama.

Anda mungkin juga menyukai