Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM

Oleh:

Kelompok 6

Nama Anggota: *Aditya Adidaya

*Muliana

*Sri Hardiyanti

*Yandi Firdaus

*Yaumil Oktarina

KEMENTERIAN AGAMA

MADRASAH ALIYAH NEGERI MODEL PALANGKA RAYA 2014-2015


ISLAM DI INDONESIA
Proses Masukya Agama Islam ke Indonesia
A. Teori-teori Masukya Agama Islam ke Indonesia.
Proses masuk dan berkembangnya agama Islam di Indonesia menurut Suryanegara dalam bukunya yang
berjudul Menemukan Sejarah, terdapat 3 teori yaitu:
1) Teori Gujarat
Teori berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan pembawanya berasal dari
Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:

a. Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di
Indonesia.
b. Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia – Cambay –
Timur Tengah – Eropa.
c. Adanya Batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu Sultan Malik Al-Shaleh pada tahun 1297
yang bercorak khas Gujarat
Pendukung teori Gujarat adalah Snouck Hurgronye,W.F. Stutterheim dan Bernard H. M. Vlekke. Para ahli yang
mendukung teori Gujarat, lebih memusatkan perhatiannya pada saat timbulnya kekuasaan politik Islam yaitu adanya
kerajaan Samudra Pasai.
Hal ini juga bersumber dari keterangan Marcopolo dari Venesia. (Italia) yang pernah singgah di Perlak
( Perureula) tahun 1292. Ia menceritakan bahwa di Perlak sudah banyak penduduk yang memeluk Islam dan
banyak pedagang Islam dari India yang menyebarkan ajaran Islam
2) Teori Mekkah
Teori ini merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu teori
Gujarat.Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada abad ke 7 dan pembawanya
berasal dari Arab (Mesir). Dasar teori ini adalah:
a. Pada abad ke-7 yaitu tahun 674 di pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam,
dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan sejak abad ke-4. Hal ini juga
sesuai dengan berita dari Cina.
b. Kerjaan Samudera Pasai penganut aliran mahzab Syafi’i, dimana pengaruh mahzab Syafi’i terbesar
pada waktu itu adalah Mesir dan Mekah. Sedangkan Gujarat/India adalah penganut mahzab Hanafi.
c. Raja-raja Samudera Pasai menggunakan gelar Al-Malik yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir.
Pendukung Teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori
menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan polotik Islam, jadi masuknya ke Inonesia terjadi jauh
sebelumnya abad ke-7 dan berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.
3) Teori Persia
Teori ini berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari Persia
(Iran). Dari teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat IslamIndonesia seperti:
1) Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein, cucu Nabi
Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran. DiSumatra Barat peringatan tersebut disebut
dengan upacara Tabuik/Tabut.Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.
2) Kesamaan ajaran Sufi yang dianut Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al –
Hallaj.Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk tanda- tanda bunyi
Harakat.
3) Ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
4) Adanya perkampungan Leren/Leran di Giri daerah Gresik. Leren adalah nama salah satu
Pendukung teori ini yaitu Umar Amir Husen dan P.A. Hussein Jayadiningrat.
Ketiga teori tersebut, pada dasarnya masing-masing memiliki kebenaran dankelemahannya. Maka itu
berdasarkan teori tersebut dapatlah disimpulkan bahwaIslam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada
abad ke – 7 dan mengalami perkembangannya pada abad 13. Sebagai pemegang peranan dalam
penyebaranIslam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India).
Sumber-sumber yang menerangkan masuk dan berkembangnya agama Islam ke nusantara.
a. Sumber dari luar negeri.
1. Berita dari bangsa Arab yang melakukan perdagangan dengan Indonesia sekitar abad ke-7 pada
masa kerajaan Sriwijaya.
2. Berita dari Marco Polo tentang adanya kerajaan Islam yang pertama di Nusantara yaitu Samudera
Pasai.
3. Berita dari India bahwa para pedagang India dari Gujarat telah melakukan penyebaran Islam di
Nusantara.
4. Catatan Ma-Huan dari Cina, yang menceritakan bahwa kira-kira sekitar tahun 1400 telah ada
saudagar-saudagar Islam yang tinggal di pesisir pantai utara Pulau Jawa.

b. Sumber dari dalam negeri.


1. Penemuan batu di Lenan Gresik yang telah menggunakan bahsa Arab dan diduga telah adalah
makam dari Fatimah Binti Maimun (1028).
2. Makam Sultan Malik As-Shaleh di Sumatera Utara yang meninggal pada bulan Ramadhan 676 H
atau1297 M.
3. Makam Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang Wafat tahun 1419 M.
Ditengah perbedaan penafsiran proses masuk dan berkembangannya agama Islam di Nusantara tersebut,
para ahli sepakat bahwa golongan pembawa agama Islam di Nusantara adalah kaum pedagang, selain sebagai
kewajiban seorang Muslim, penyebaran agama melalui perdgangan ketika itu merupakam jalan yang paling
efisien. Pada saat itu pelayaran dan perdgangan internasional sangant berkembang. Tidak heran jika daerah
pesisir pantai terlebih dahulu memeluk agama Islam adalah daerah Pesisir. Selain itu, kaum mubaligh atau
guru agama juga datang untuk mengajarkan dan menyebarkan agama Islam. Kedatangan para mubaligh ini
mempercepat islamisasi daerah-daerah di Nusantara. Mereka mendirikan banyak pesantren yang mencetak
kader-kader ulama atau guru agama lokal. Golongan lain yang juga disebut sebagai pembawa agama Islam
adalah penganut Tasawuf (kaum sufi). Mereka diperkirakan masuk ke Nusantara pada abad ke-13.

Selain golongan pembawa tentu terdapat pula golongan penerima agama Islam. Diantaranya adalah

1. Para adipati pesisir yang langsung berhubungan denagn pedagang muslim,


2. Raja dan bangsawan yang ikut mempercepat perkembangan Islam,
3. Para pedagang muslim yang terlibat langsung dengan pedagang Islam dari luar,
4. Para wali songo,
5. Rakyat yang di Islamkan Wali songo.
Saluran dan Proses Islamisasi di Nusantara
Islamisasi di nusantara pada umumnya berjalan damai, melalui perdagangan dan dakwah oleh para
mubaligh dan sufi. Namun, ada kalanya penyebaran diwarnai dengan penaklukan, misalnya jika situasi politik
dikerajaan-kerajaan itu mengalami kekacauan akibat perebutan kekuasaan. Disamping itu, islam juga
berfungsi sebagai alat untuk mempersatukan kekuasaan dalam menghadapi lawan.
a. Perdagangan
Islamisai melaluai jalur perdagangan terjadi pada tahap awal, yaitu sejalan dengan ramainya lalu lintas
perdagangan laut pada abad ke-7 hingga abad ke-16. Pada saat iti, pedagang muslim yang berdagang ke
nusantara semakin banyak sehingga akhirnya membentuk pemukiman yang disebut pekojan. Dari tempat ini,
mereka berinteraksi dan berasimilasi dengan masyarakat asli sambil menyebarkan agama Islam.
b. Perkawinan
Para pedagang yang datang ke nusantara danyak yang menikah dengan wanita pribumi. Sebelum
perkawinan berlangsung, wanita-wanita pribumi yang belum beragama Islam diminta mengucapkan syahadat
sebagai tanda menerima Islam sebagai agamanya. Dengan proses seperti ini, kelompok mereka semakin
besar dan lambat laun berkembang dari komunitas kecil menjadi kerajaan-kerajaan Islam.
c. Tasawuf
Saluran penyebaran Islam yang tidak kalah pentingnya adalah melalui tasawuf. Tasawuf adalah ajaran
atau cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Ajaran tasawuf ini banyak dijumpai dalam cerita babad dan
hikayat masyarakat setempat. Beberapa tokoh penyebar tasawuf yang terkenal adalah Hamzah Fansuri,
Syamsudin, Syekh Abdul Shamad dan Nuruddin Ar-Ranirry.
d. Kesenian
Saluran penyebaran agama Islam di Nusantara terlihat pula dalam kesenian Islam, seperti peninggalan
seni bangunan, seno pahat, seni musik, dan seni sastra. Hasil-hasil tersebut dapat pula dilihat pada masjid-
masjid kuno di Demak, Cirebon, Banten, dan Aceh.
e. Dakwah Wali Songo
Proses penyebaran Islam di Nusantara khususnya di pulau Jawa tidak lepas dari peranan para wali. Para
wali bertindak sebagai juru dakwah, penyebar dan perintis agama Islam. Dengan bekalpengetahuan agama
dan keahlian tersebut,para wali mendapat banyak pengikut dan sangat dihormati.
Di Jawa, terdapat sembilan wali yang sangat terkenal. Para wali ini kemudian dikemal dengan sebutan
Wali Songo ( wali sembilan, karena jumlah wali ada sembilan orang). Mereka adalah sebagai berikut.
1. Sunan Ampel (Raden Rahmat), di Ampel, Surabaya.
2. Sunan Maulana Malik Ibrahim di Gresik.
3. Sunan Giri (Raden Paku), di Bukit Giri, Surabaya.
4. Sunan Drajat, di Drajat, Surabaya.
5. Sunan Bonan (Makdum Ibrahim), di Bonang, Tuban
6. Sunan Muria, yang tinggal di lereng gunung Muria, Kudus.
7. Sunan Kalijaga (Joko Said), di Kalidangu, Demak.
8. Sunan Kudus, yang bertempat tinggal di Kudus.
9. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah), di Gunung Jati, Cirebon

Perkembangan Islam di Nusantara


Ada beberapa faktor yang menyebabkan agama Islam dapat berkembang dengan cepat di Indonesia.
Diantaranya sebagai berikut.
1. Syarat masuk agama Islam sangatlah mudah. Seseorang hanya butuh mengucapkan kalimat
syahadat untuk bisa secara resmi masuk Islam.
2. Agama Islam tidak mengenal sistem pembagian masyarakat berdasarkan perbedaan kasta. Setiap
anggota masyarakat memiliki kedudukan yang sama sebagai hamba Allah SWT. Kenyataan ini berbeda
dengan kondisi sebelumnya dimana masyarakat terbagi dalam kasta-kasta.
3. Penyebaran agama Islam dilakukan dengan jalan yang relatif damai (tanpa melalui kekerasan)
4. Sifat masyarakat Nusantara yang ramah tamah memberi peluang untuk bergaul lebih erat dengan
bangsa lain. Di dalam pergaulan itu, terjadi saling mempengaruhi dan saling pengertian.
5. Upacara-upacara ke agamaan dalam Islam lebih sederhana, dan di padankan dengan upacara-
upacara yang telah ada sebelumnya.
Faktor-faktor diatas, didikung pula dengan semangat para penganut Islam untuk terus menyebarkan
agama yang telah dianutnya. Bagi penganut agama Islam, menyebarkan agama Islam adalah sebuah
kewajiban.

Kerajaan-kerajaan islam di indonesia (SEJARAH)

KERAJAAN SAMUDERA PASAI

1. Awal Perkembangan Kerajaan Samudera Pasai

Kerajaan Samudera Pasai terletak di pantai utara Aceh, pada muara Sungai Pasangan (Pasai). Pada muara
sungai itu terletak dua kota, yaitu samudera (agak jauh dari laut) dan Pasai (kota pesisir). Kedua kota yang
masyarakatnya sudah masuk Islam tersebut disatukan oleh Marah Sile yang masuk Islam berkat
pertemuannya dengan Syekh Ismail, seorang utusan Syarif Mekah. Merah Selu kemudian dinobatkan
menjadi sultan (raja) dengan gelar Sultan Malik al Saleh.

Setelah resmi menjadi kerajaan Islam, Samudera Pasai berkembang pesat menjadi pusat perdagangan
dan pusat studi Islam yang ramai. Pedagang dari India, Benggala, Gujarat, Arab, Cina serta daerah di
sekitarnya banyak berdatangan di Samudera Pasai.

Samudera Pasai setelah pertahanannya kuat segera meluaskan kekuasaan ke daerah pedalaman meliputi
Tamiang, Balek Bimba, Samerlangga, Beruana, Simpag, Buloh Telang, Benua, Samudera, Perlak, Hambu
Aer, Rama Candhi, Tukas, Pekan, dan Pasai.

2. Aspek Kehidupan Politik


Ada beberapa raja yang pernah memerintah Samudera Pasai, antara lain:

1) Sultan Malik al Saleh ( 1290 – 1297)

2) Muhammad Malik az Zahir ( 1297 – 1326 )

3) Mahmud Malik az Zahir ( 1326 – 1345)

4) Mansur Malik az Zahir ( …. – 1346 )

5) Ahmad Malik az Zahir ( 1346 – 1383 )

6) Zain al Abidin Malik az Zahir ( 1383 – 1405 )

7) Nahrasiyah ( 1405 – 1412 )

8) Sallah ad Din ( 1412 – … )

9) Abu Zaid Malik az Zahir ( … – 1455 )

10) Mahmud Malik az Zahir ( 1455 – 1477 )

11) Zain al Abidin ( 1477 – 1500 )

12) Abdullah Malik az Zahir ( 1501 – 1513 )

13) Zain al Abidin ( 1513 – 1524 )

Kehidupan politik yang terjadi di Kerajaan Samudera Pasai dapat dilihat pada masa pemerintahan raja-
raja berikut ini:

1. Sultan Malik al Saleh

Sultan Malik al Saleh merupakan raja pertama di Kerajaan Samudera Pasai. Dalam menjalankan
pemerintahannya, Beliau berhasil menyatukan dua kota besar di Kerajaan Samudera Pasai, yakni kota
Samudera dan kota Pasai
dan menjadikan masyarakatnya sebagai umat Islam. Setelah beliau mangkat pada tahun 1297, jabatan
beliau diteruskan oleh putranya, Sultan Malik al Thahir. Lalu takhta kerajaan dilanjutkan lagi oleh kedua
cucunya yang bernama Malik al Mahmud dan Malik al Mansur.

2. Malik al Mahmud dan Malik al Mansur.

Dalam menjalankan pemerintahannya, Malik al Mahmud dan Malik al Mansur pernah memindahkan ibu
kota kerajaan ke Lhok Seumawe dengan dibantu oleh kedua perdana menterinya.

3. Sultan Ahmad Perumadal Perumal

Pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Perumadal Perumal inilah, Kerajaan Samudera Pasai pertama
kalinya menjalin hubungan dengan Kerajaan / Kesultanan lain, yakni Kesultanan Delhi (India).

3. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial

Kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat Samudera Pasai dititikberatkan pada kegiatan perdagangan,
pelayaran dan penyebaran agama. Hal ini dikarenakan, banyaknya pedagang asing yang sering singgah
bahkan menetap di daerah Samudera Pasai, yakni Pelabuhan Malaka. Mereka yang datang dari berbagai
negara seperti Persia, Arab, dan Gujarat kemudian bergaul dengan penduduk setempat dan menyebarkan
agama serta kebudayaannya masing-masing. Dengan demikian, kehidupan sosial dan ekonomi
masyarakat Samudera Pasai bertambah maju, begitupun di bidang perdagangan, pelayaran dan
keagamannya.

Keberadaan agama Islam di Samdera Pasai sangat dipengaruhi oleh perkembangan di Timur Tengah. Hal
itu terbukti pada saat perubahan aliran Syi’ah menjadi Syafi’i di Samudera Pasai. Perubahan aliran
tersebut ternyata mengikuti perubahan di Mesir. Pada saat itu, di Mesir sedang terjadi pergantian
kekuasaan dari Dinasti Fatimah yang beraliran Syi’ah kepada Dinasti Mameluk yang beraliran Syafi’i.

Aliran Syafi’i dalam perkembangannya di samudera Pasai menyesuaikan dengan adat istiadat setempat.
Oleh karena itu kehidupan sosial masyarakatnya merupakan campuran Islam dengan adat istiadat
setempat.

4. Kemunduran Kerajaan Samudera Pasai


Pada waktu Samudera Pasai berkembang, Majapahit juga sedang mengembangkan politik ekspansi.
Majapahit setelah meyakini adanya hubungan antara Samudera Pasai dan Delhi yang membahayakan
kedudukannya, maka

pada tahun 1350 M segera menyerang Samudera Pasai. Akibatnya, Samudera Pasai mengalami
kemunduran. Pusat perdagangan Samudera Pasai pindah ke pulau Bintan dan Aceh Utara (Banda Aceh).
Samudera Pasai runtuh ditaklukkan Aceh

KERAJAAN ACEH

1. Awal Perkembangan Kerajaan Aceh

Aceh semula menjadi daerah taklukkan Kerajaan Pedir. Akibat Malaka jatuh ke tangan Portugis, pedagang
yang semula berlabuh di pelabuhan Malaka beralih ke pelabuhan milik Aceh. Dengan demikian, Aceh
segera berkembang dengan cepat dan akhirnya lepas dari kekuasaan Pedir. Aceh berdiri sebagai kerajaan
merdeka. Sultan pertama yang memerintah dan sekaligus pendiri Kerajaan Aceh adalah Sultan Ali
Mughayat Syah (1514-1528 M).

2. Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan

Aceh cepat tumbuh menjadi kerajaan besar karena didukung oleh faktor sebagai berikut:

1) Letak Ibu kota Aceh yang sangat strategis.

2) Pelabuhan Aceh ( Olele ) memiliki persyaratan yang baik sebagai pelabuhan dagang.

3) Daerah Aceh kaya dengan tanaman lada sebagai mata dagangan ekspor yang penting.

4) Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis menyebabkan pedagang Islam banyak yang singgah ke Aceh.

Sultan Ali Mughayat Syah merupakan Raja pertama di Aceh sekaligus beliau merupakan pendiri Kerajaan
Aceh. Setelah beliau mangkat, raja selanjutnya adalah Sultan Ibrahim. Dalam pemerintahannya beliau
berhasil menaklukkan Pedir. Raja berikutnya adalah Iskandar Muda. Pada masa pemerintahan beliau,
Aceh mencapai puncak kejayaan dan menjadi sumber komoditas lada dan emas. Beliau mangkat pada
tahun 1636 M dan digantikan oleh menantunya Iskandar Thani yang tidak memiliki kecakapan. Dalam
pemerintahannya, Kerajaan Aceh terus-menerus mengalami kemunduran.
3. Aspek Kehidupan Kebudayaan

Letak Aceh yang strategis menyebabkan perdagangannya maju pesat. Dengan demikian, kebudayaan
masyarakatnya juga makin bertambah maju karena sering berhubungan dengan bangsa lain. Contohnya,
yaitu tersusunnya hukum adat yang dilandasi ajaran Islam yang disebut Hukum Adat Makuta Alam.
Dengan hukum adat Makuta Alam itulah, sehingga tata kehidupan dan segala aktivitas masyarakat Aceh
didasarkan pada aturan Islam. Dengan demikian, keadaan Aceh seolah-olah identik dengan Mekah, Arab
Saudi. Atas dasar itulah, Aceh mendapat julukan Serambi Mekah.

4. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial

Bidang perdagangan yang maju menjadikan Aceh makin makmur. Setelah Sultan Ibrahim dapat
menaklukkan Pedir yang kaya akan lada putih, Aceh makin bertambah makmur dan menjadi sumber
komoditas lada dan emas. Dengan kekayaan melimpah, Aceh mampu membangun angkatan bersenjata
yang kuat.

5. Kemunduran Kerajaan Aceh

Kemunduran Kerajaan Aceh ketika itu disebabkan oleh hal-hal sebagai-berikut:

1. Kekalahan perang antara Aceh melawan Portugis di Malaka pada tahun 1629 M.
2. Tokoh pengganti Iskandar Muda tidak secakap pendahulunya.
3. Permusuhan yang hebat di antara kaum ulama yang menganut ajaran berbeda.
4. Daerah-daerah yang jauh dari pemerintahan pusat melepaskan diri dengan Aceh.
5. Pertahanan Aceh lemah sehingga bangsa-bangsa Eropa lainnya berhasil mendesak dan menggeser
daerah-daerah perdagangan Aceh. Akibatnya perekonomian semakin melemah.

KERAJAAN DEMAK

1. Awal Perkembangan Kerajaan Demak

Kerajaan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Demak sebelumnya merupakan
daerah vasal atau bawahan dari Majapahit. Daerah ini diberikan kepada Raden Patah, keturunan Raja
Majapahit yang terakhir. Ketika kekuasaan kerajaan Majapahit melemah, Raden Patah memisahkan diri
sebagai bawahan Majapahit pada tahun 1478 M. Dengan dukungan dari para bupati, Raden Patah
mendirikan kerajaan Islam Demak dengan gelar Senopati Jimbung Ngabdurrahman Panembahan
Palembang Sayidin Panatagama. Sejak saat itu, kerajaan Demak berkembang menjadi kerajaan maritim
yang kuat. Wilayahnya cukup luas, hampir meliputi sepanjang pantai utara Pulau Jawa. Sementara itu,
daerah pengaruhnya sampai ke luar Jawa, seperti ke Palembang, Jambi, Banjar, dan Maluku.

2. Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan

Pada tahun 1507 M, Raja Demak pertama, Raden Patah mangkat dan digantikan oleh putranya Pati Unus.
Pada masa pemerintahan Pati Unus, Demak dan Portugis bermusuhan, sehingga sepanjang
pemerintahannya, Pati Unus hanya memperkuat pertahanan lautnya, dengan maksud agar Portugis tidak
masuk ke Jawa. Setelah mangkat pada tahun 1521, Pati unus digantikan oleh adiknya Trenggana. Setelah
naik takhta, Sultan Trenggana melakukan usaha besar membendung masuknya portugis ke Jawa Barat
dan memperluas kekuasaan Kerajaan Demak. Beliau mengutus Faletehan beserta pasukannya untuk
menduduki Jawa Barat. Dengan semangat juang yang tinggi, Faletehan berhasil menguasai Banten dan
Sunda Kelapa lalu menyusul Cirebon. Dengan demikian, seluruh pantai utara Jawa akhirnya tunduk
kepada pemerintahan Demak. Faletehan kemudian diangkat menjadi raja di Cirebon. Pasukan demak
terus bergerak ke daerah pedalaman dan berhasil menundukkan Pajang dan Mataram, serta Madura.
Untuk memperkuat kedudukannya, Sultan Trenggana melakukan perkawinan politik dengan Bupati
Madura, yakni mengawinkan Putri Sultan Trenggana dengan Putra Bupati Madura, Jaka Tingkir. Sultan
Trenggana mangkat pada tahun 1546 M. Mangkatnya Beliau menimbulkan kekacauan politik yang hebat
di Demak. Negara bagian banyak yang melepaskan diri, dan para ahli waris Demak juga saling berebut
tahta sehingga timbul perang saudara dan muncullah kekuasaan baru, yakni Kerajaan Pajang.

3. Aspek Kehidupan Sosial dan Budaya

Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Demak telah berjalan teratur. Pemerintahan diatur dengan hukum
Islam tanpa meninggalkan norma-norma lama begitu saja. Hasil kebudayaan Demak merupakan
kebudayaan yang berkaitan dengan Islam. Seperti ukir-ukiran Islam dan berdirinya Masjid Agung Demak
yang masih berdiri sampai sekarang. Masjid Agung tersebut merupakan lambang kebesaran Demak
sebagai kerajaan Islam.

4. Aspek Kehidupan Ekonomi

Dalam bidang ekonomi, Demak berperan penting karena mempunyai daerah pertanian yang cukup luas
dan sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras. Selain itu, perdagangannya juga maju. Komoditas
yang diekspor, antara lain beras, madu, dan lilin.
5. Keruntuhan Kerajaan Demak

Keruntuhan Kerajaan Demak disebabkan karena pembalasan dendam yang dilakukan oleh Ratu
Kalinyamat yang bekerja sama dengan Bupati Pajang Hadiwijaya (Jaka Tingkir). Mereka berdua ingin
menyingkirkan Aria Penansang sebagai pemimpin Kerajaan Demak karena Aria Penansang telah
membunuh suami dan adik suami dari Ratu Kalinyamat. Dengan tipu daya yang tepat mereka berhasil
meruntuhkan pemerintahan dari Bupati Jipang yang tidak lain adalah Aria Penansang. Aria Penansang
sendiri berhasil dibunuh Sutawijaya. Sejak saat itu pemerintahan Demak pindah ke Pajang dan tamatlah
riwayat Kerajaan Demak.

KERAJAAN BANTEN

1. Awal Perkembangan Kerajaan Banten

Semula Banten menjadi daerah kekuasaan Kerajaan Pajajaran. Rajanya (Samiam) mengadakan hubungan
dengan Portugis di Malaka untuk membendung meluasnya kekuasaan Demak. Namun melalui, Faletehan,
Demak berhasil menduduki Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Sejak saat itu, Banten segera tumbuh
menjadi pelabuhan penting menyusul kurangnya pedagang yang berlabuh di Pelabuhan Malaka yang saat
itu dikuasai oleh Portugis.

Pada tahun 1552 M, Faletehan menyerahkan pemerintahan Banten kepada putranya, Hasanuddin. Di
bawah pemerintahan Sultan Hasanuddin (1552-1570 M), Banten cepat berkembang menjadi besar.
Wilayahnya meluas sampai ke Lampung, Bengkulu, dan Palembang.

2. Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan

Raja Banten pertama, Sultan Hasanuddin mangkat pada tahun 1570 M dan digantikan oleh putranya,
Maulana Yusuf. Sultan Maulana Yusuf memperluas daerah kekuasaannya ke pedalaman. Pada tahun 1579
M kekuasaan Kerajaan Pajajaran dapat ditaklukkan, ibu kotanya direbut, dan rajanya tewas dalam
pertempuran. Sejak saat itu, tamatlah kerajaan Hindu di Jawa Barat.

Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, Banten mengalami puncak kejayaan. Keadaan Banten aman dan
tenteram karena kehidupan masyarakatnya diperhatikan, seperti dengan dilaksanakannya pembangunan
kota. Bidang pertanian juga diperhatikan dengan membuat saluran irigasi.
Sultan Maulana Yusuf mangkat pada tahun 1580 M. Setelah mangkat, terjadilah perang saudara untuk
memperebutkan tahta di Banten. Setelah peristiwa itu, putra Sultan Maulana Yusuf, Maulana Muhammad
yang baru berusia sembilan tahun diangkat menjadi Raja dengan perwalian Mangkubumi.

Masa pemerintahan Maulana Muhammad berlangsung tahun 1508-1605 M. Kemudian digantikan oleh
Abdulmufakir yang masih kanak-kanak didampingi oleh Pangeran Ranamenggala. Setelah pangeran Rana
Menggala wafat, Banten mengalami kemunduran.

3. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial

Banten tumbuh menjadi pusat perdagangan dan pelayaran yang ramai karena menghasilkan lada dan pala
yang banyak. Pedangang Cina, India, gujarat, Persia, dan Arab banyak yang datang berlabuh di Banten.
Kehidupan sosial masyarakat Banten dipengaruhi oleh sistem kemasyarakatan Islam. Pengaruh tersebut
tidak terbatas di lingkungan daerah perdagangan, tetapi meluas hingga ke pedalaman.

4. Kemunduran Kerajaan Banten

Penyebab kemunduran Kerajaan Banten berawal saat mangkatnya Raja Besar Banten Maulana Yusuf.
Setelah mangkatnya Raja Besar terjadilah perang saudara di Banten antara saudara Maulana Yusuf
dengan pembesar Kerajaan Banten. Sejak saat itu Banten mulai hancur karena terjadi peang saudara,
apalagi sudah tidak ada lagi raja yang cakap seperti Maulana Yusuf.

KERAJAAN MATARAM ISLAM

1. Awal Perkembangan Kerajaan Mataram Islam

Pada waktu Sultan Hadiwijaya berkuasa di Pajang, Ki Ageng Pemanahan dilantik menjadi Bupati di
Mataram sebagai imbalan atas keberhasilannya membantu menumpas Aria Penangsang. Sutawijaya,
putra Ki Ageng Pemanahan diambil anak angkat oleh Sultan Hadiwijaya. Setelah Ki Ageng Pemanahan
wafat pada tahun 1575 M, Sutawijaya diangkat menjadi bupati di Mataram. Setelah menjadi bupati,
Sutawijaya ternyata tidak puas dan ingin menjadi raja yang menguasai seluruh Jawa, sehingga terjadilah
peperangan sengit pada tahun 1528 M yang menyebabkan Sultan Hadiwijaya mangkat. Setelah itu terjadi
perebutan kekuasaan di antara para Bangsawan Pajang dengan pasukan Pangeran Pangiri yang membuat
Pangeran Pangiri beserta pengikutnya diusir dari Pajang, Mataram. Setelah suasana aman, Pangeran
Benawa (putra Hadiwijaya) menyerahkan takhtanya kepada Sutawijaya yang kemudian memindahkan
pusat pemerintahannya ke kotagede pada tahun 1568 M. Sejak saat itu berdirilah Kerajaan Mataram.
2. Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan

Dalam menjalankan pemerintahannya, Sutawijaya, Raja Mataram banyak menghadapi rintangan. Para
bupati di pantai utara Jawa seperti Demak, Jepara, dan Kudus yang dulunya tunduk pada Pajang
memberontak ingin lepas dan menjadi kerajaan merdeka. Akan tetapi, Sutawijaya berusaha
menundukkan bupati-bupati yang menentangnya dan Kerajaan Mataram berhasil meletakkan landasan
kekuasaannya mulai dari Galuh (Jabar) sampai pasuruan (Jatim).

Setelah Sutawijaya mangkat, tahta kerajaan diserahkan oleh putranya, Mas Jolang, lalu cucunya Mas
Rangsang atau Sultan Agung. Pada masa pemerintahan Sultan Agung, muncul kembali para bupati yang
memberontak, seperti Bupati Pati, Lasem, Tuban, Surabaya, Madura, Blora, Madiun, dan Bojonegoro.

Untuk menundukkan pemberontak itu, Sultan Agung mempersiapkan sejumlah besar pasukan,
persenjataan, dan armada laut serta penggemblengan fisik dan mental. Usaha Sultan Agung akhirnya
berhasil pada tahun 1625 M. Kerajaan Mataram berhasil menguasai seluruh Jawa, kecuali Banten,
Batavia, Cirebon, dan Blambangan. Untuk menguasai seluruh Jawa, Sultan Agung mencoba merebut
Batavia dari tangan Belanda. Namun usaha Sultan mengalami kegagalan.

3. Aspek Kehidupan Sosial

Kehidupan masyarakat di kerajaan Mataram, tertata dengan baik berdasarkan hukum Islam tanpa
meninggalkan norma-norma lama begitu saja. Dalam pemerintahan Kerajaan Mataram Islam, Raja
merupakan pemegang kekuasaan tertinggi, kemudian diikuti oleh sejumlah pejabat kerajaan. Di bidang
keagamaan terdapat penghulu, khotib, naid, dan surantana yang bertugas memimpin upacara-upacara
keagamaan. Di bidang pengadilan, dalam istana terdapat jabatan jaksa yang bertugas menjalankan
pengadilan istana. Untuk menciptakan ketertiban di seluruh kerajaan, diciptakan peraturan yang
dinamakan anger-anger yang harus dipatuhi oleh seluruh penduduk.

4. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Kebudayaan

Kerajaan Mataram adalah kelanjutan dari Kerajaan Demak dan Pajang. Kerajaan ini menggantungkan
kehidupan ekonominya dari sektor agraris. Hal ini karena letaknya yang berada di pedalaman. Akan
tetapi, Mataram juga memiliki daerah kekuasan di daerah pesisir utara Jawa yang mayoritas sebagai
pelaut. Daerah pesisir inilah yang berperan penting bagi arus perdagangan Kerajaan Mataram.
Kebudayaan yang berkembang pesat pada masa Kerajaan Mataram berupa seni tari, pahat, suara, dan
sastra. Bentuk kebudayaan yang berkembang adalah Upacara Kejawen yang merupakan akulturasi antara
kebudayaan Hindu-Budha dengan Islam. Di samping itu, perkembangan di bidang kesusastraan
memunculkan karya sastra yang cukup terkenal, yaitu Kitab Sastra Gending yang merupakan perpaduan
dari hukum Islam dengan adat istiadat Jawa yang disebut Hukum Surya Alam.

5. Kemunduran Mataram Islam

Kemunduran Mataram Islam berawal saat kekalahan Sultan Agung merebut Batavia dan menguasai
seluruh Jawa dari Belanda. Setelah kekalahan itu, kehidupan ekonomi rakyat tidak terurus karena
sebagian rakyat dikerahkan untuk berperang.

KERAJAAN MAKASSAR

1. Awal Perkembangan Kerajaan Makassar

Di Sulawesi Selatan pada awal abad ke-16 terdapat banyak kerajaan, tetapi yang terkenal adalah Gowa,
Tallo, bone, Wajo, Soppeng, dan Luwu. Berkat dakwah dari Datuk ri Bandang dan Sulaeman dari
Minangkabau, akhirnya Raja Gowa dan Tallo masuk Islam (1605) dan rakyat pun segera mengikutinya.

Kerajaan Gowa dan Tallo akhirnya dapat menguasai kerajaan lainnya. Dua kerajaan itu lazim disebut
Kerajaan Makassar. Dari Makasar, agama Islam menyebar ke berbagai daerah sampai ke Kalimantan
Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Makassar merupakan salah satu kerajaan Islam
yang ramai akan pelabuhannya. Hal ini, karena letaknya di tengah-tengah antara Maluku, Jawa,
Kalimantan, Sumatera, dan Malaka.

2. Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan

Kerajaan Makassar mula-mula diperintah oleh Sultan Alauddin (1591-1639 M). Raja berikutnya adalah
Muhammad Said (1639-1653 M) dan dilanjutan oleh putranya, Hasanuddin (1654-1660 M). Sultan
Hasanuddin berhasil memperluas daerah kekuasaannya dengan menundukkan kerajaan-kerajaan kecil di
Sulawesi Selatan, termasuk Kerajaan Bone. VOC setelah mengetahui Pelabuhan Makassar, yaitu
Sombaopu cukup ramai dan banyak menghasilkan beras, mulai mengirimkan utusan untuk membuka
hubungan dagang. Setelah sering datang ke Makassar, VOC mulai membujuk Sultan Hasanuddin untuk
bersama-sama menyerbu Banda (pusat rempah-rempah). Namun, bujukan VOC itu ditolak. Setelah
peristiwa itu, antara Makassar dan VOC mulai terjadi konflik. Terlebih lagi setelah insiden penipuan tahun
1616. Pada saat itu para pembesar Makassar diundang untuk suatu perjamuan di atas kapal VOC, tetapi
nyatanya malahan dilucuti dan terjadilah perkelahian yang menimbulkan banyak korban di pihak
Makassar. Keadaan meruncing sehingga pecah perang terbuka. Dalam peperangan tersebut, VOC sering
mengalami kesulitan dalam menundukkan Makassar. Oleh karena itu, VOC memperalat Aru Palakka (Raja
Bone) yang ingin lepas dari kerajaan Makassar dan menjadi kerajaan merdeka.

3. Aspek Kehidupan Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan

Kerajaan Makassar berkembang menjadi kerajaan maritim. Hasil perekonomian terutama diperoleh dari
hasil pelayaran dan perdagangan. Pelabuhan Sombaupu ( Makassar ) banyak didatangi kapal-kapal dagang
sehingga menjadi pelabuhan transit yang sangat ramai. Dengan demikian, masyarakatnya hidup aman
dan makmur. Dalam menjalankan pemerintahannya, Raja dibantu oleh Bate Salapanga (Majelis Sembilan)
yang diawasi oleh seorang paccalaya (hakim). Sesudah sultan, jabatan tertinggi dibawahnya adalah
pabbicarabutta (mangkubumi) yang dibantu oleh tumailang matoa dan malolo. Panglima tertinggi disebut
anrong guru lompona tumakjannangan. Bendahara kerajaan disebut opu bali raten yang juga bertugas
mengurus perdagangan dan hubungan luar negeri. Pejabat bidang keagamaan dijabat oleh kadhi yang
dibantu imam, khatib, dan bilal. Hasil kebudayaan yang cukup menonjol dari Kerajaan Makassar adalah
keahlian masyarakatnya membuat perahu layar yang disebut pinisi dan lambo.

4. Kemunduran Kerajaan Makassar

Kemunduran Kerajaan Makassar disebabkan karena permusuhannya dengan VOC yang berlangsung
sangat lama. Ditambah dengan taktik VOC yang memperalat Aru Palakka ( Raja Bone) untuk mengalahkan
Makassar. Kebetulan saat itu Kerajaan Makassar sedang bermusuhan dengan Kerajaan Bone sehingga
Raja Bone setuju bekerja sama dengan VOC.

KERAJAAN TERNATE

1. Awal Perkembangan Kerajaan Ternate

Pada abad ke-13 di Maluku sudah berdiri Kerajaan Ternate. Ibu kota Kerajaan Ternate terletak di Sampalu
(Pulau Ternate). Selain Kerajaan Ternate, di Maluku juga telah berdiri kerajaan lain, seperti Jaelolo, Tidore,
Bacan, dan Obi. Di antara kerajaan di Maluku, Kerajaan Ternate yang paling maju. Kerajaan Ternate
banyak dikunjungi oleh pedagang, baik dari Nusantara maupun pedagang asing.

2. Aspek Kehidupan Politik dan Pemerintahan


Raja Ternate yang pertama adalah Sultan Marhum (1465-1495 M). Raja berikutnya adalah putranya,
Zainal Abidin. Pada masa pemerintahannya, Zainal Abidin giat menyebarkan agama Islam ke pulau-pulau
di sekitarnya, bahkan sampai ke Filiphina Selatan. Zainal Abidin memerintah hingga tahun 1500 M.
Setelah mangkat, pemerintahan di Ternate berturut-turut dipegang oleh Sultan Sirullah, Sultan Hairun,
dan Sultan Baabullah. Pada masa pemerintahan Sultan Baabullah, Kerajaan Ternate mengalami puncak
kejayaannya. Wilayah kerajaan Ternate meliputi Mindanao, seluruh kepulauan di Maluku, Papua, dan
Timor. Bersamaan dengan itu, agama Islam juga tersebar sangat luas.

3. Aspek Kehidupan Ekonomi, Sosial, dan Kebudayaan

Perdagangan dan pelayaran mengalami perkembangan yang pesat sehingga pada abad ke-15 telah
menjadi kerajaan penting di Maluku. Para pedagang asing datang ke Ternate menjual barang perhiasan,
pakaian, dan beras untuk ditukarkan dengan rempah-rempah. Ramainya perdagangan memberikan
keuntungan besar bagi perkembangan Kerajaan Ternate sehingga dapat membangun laut yang cukup
kuat. Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Ternate dalam kehidupan sehari-harinya banyak
menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Hairun dari Ternate dengan De
Mesquita dari Portugis melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an.
Hasil kebudayaan yang cukup menonjol dari kerajaan Ternate adalah keahlian masyarakatnya membuat
kapal, seperti kapal kora-kora.

4. Kemunduran Kerajaan Ternate

Kemunduran Kerajaan Ternate disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Tidore yang dilakukan
oleh bangsa asing ( Portugis dan Spanyol ) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-
rempah tersebut. Setelah Sultan Ternate dan Sultan Tidore sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh
Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar
Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda
untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi
dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.

KERAJAAN TIDORE

1. Awal Perkembangan Kerajaan Tidore


Kerajaan tidore terletak di sebelah selatan Ternate. Menurut silsilah raja-raja Ternate dan Tidore, Raja
Ternate pertama adalah Muhammad Naqal yang naik tahta pada tahun 1081 M. Baru pada tahun 1471
M, agama Islam masuk di kerajaan Tidore yang dibawa oleh Ciriliyah, Raja Tidore yang kesembilan.
Ciriliyah atau Sultan Jamaluddin bersedia masuk Islam berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab.

2. Aspek Kehidupan Politik dan Kebudayaan

Raja Tidore mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Nuku (1780-1805 M). Sultan
Nuku dapat menyatukan Ternate dan Tidore untuk bersama-sama melawan Belanda yang dibantu Inggris.
Belanda kalah serta terusir dari Tidore dan Ternate. Sementara itu, Inggris tidak mendapat apa-apa
kecuali hubungan dagang biasa. Sultan Nuku memang cerdik, berani, ulet, dan waspada. Sejak saat itu,
Tidore dan Ternate tidak diganggu, baik oleh Portugis, Spanyol, Belanda maupun Inggris sehingga
kemakmuran rakyatnya terus meningkat. Wilayah kekuasaan Tidore cukup luas, meliputi Pulau Seram,
Makean Halmahera, Pulau Raja Ampat, Kai, dan Papua. Pengganti Sultan Nuku adalah adiknya, Zainal
Abidin. Ia juga giat menentang Belanda yang berniat menjajah kembali.

3. Aspek Kehidupan Ekonomi dan Sosial

Sebagai kerajaan yang bercorak Islam, masyarakat Tidore dalam kehidupan sehari-harinya banyak
menggunakan hukum Islam . Hal itu dapat dilihat pada saat Sultan Nuku dari Tidore dengan De Mesquita
dari Portugis melakukan perdamaian dengan mengangkat sumpah dibawah kitab suci Al-Qur’an.

Kerajaan Tidore terkenal dengan rempah-rempahnya, seperti di daerah Maluku. Sebagai penghasil
rempah-rempah, kerajaan Tidore banyak didatangi oleh Bangsa-bangsa Eropa. Bangsa Eropa yang datang
ke Maluku, antara lain Portugis, Spanyol, dan Belanda.

4. Kemunduran Kerajaan Tidore

Kemunduran Kerajaan Tidore disebabkan karena diadu domba dengan Kerajaan Ternate yang dilakukan
oleh bangsa asing ( Spanyol dan Portugis ) yang bertujuan untuk memonopoli daerah penghasil rempah-
rempah tersebut. Setelah Sultan Tidore dan Sultan Ternate sadar bahwa mereka telah diadu domba oleh
Portugis dan Spanyol, mereka kemudian bersatu dan berhasil mengusir Portugis dan Spanyol ke luar
Kepulauan Maluku. Namun kemenangan tersebut tidak bertahan lama sebab VOC yang dibentuk Belanda
untuk menguasai perdagangan rempah-rempah di Maluku berhasil menaklukkan Ternate dengan strategi
dan tata kerja yang teratur, rapi dan terkontrol dalam bentuk organisasi yang kuat.
NAMA-NAMA ULAMA AWAL DI INDONESIA

Ulama adalah sebutan bagi para mubaligh yang pekerjaannya lebih khususu mengajarkan agama Islam
dan benar-benar menguasai dan memahami mengenai seluk beluk agam dan ajaran Islam. Dengan
adanya para ulama ini tentu akan lebih mudah dalam proses Islamisasi dan memperdalam tentang agama
Islam. Ada dua cara yang dilskuksn oleh para ulama untuk menyebarkan agama dan ajaran Islam, yakni

 Membentuk kader-kader ulama, yaitu dengan menyelenggarakan pengajaran dan pendidikan Islam
melalui Pendidikan pesantren-pesantren di Jawa, dayah di Aceh, dan surau Minangkabau yang akan
bertugas sebagai mubaligh ke daerah-daerah.

 Melalui karya-karya yang tersebar dan dibasa di berbagai tempat yang jauh. Karya-karya tersebut
menggambarkan perkembangan pemikiran dan ilmu-illmu keagamaan di Indonesia pada masa itu. Para
ulama di Indonesia banyak bermunculan sekitar abad ke-16 dan 17 Masehi.

Berikut adalah nama-nama ulama awal di Indonesia serta beberapa penjelasannya.

1). Hamzah Fansuri

Hamzah Fansuri dilahirkan pada akhir abad ke-16 di Barus, Sumatra Utara. Pada tahun 1726, Francois
Valentijn dalam bukunya Oud en Nieuw Oost-Indie pada bab mengenai Sumatra menyebutkan banwa
Hamzah Fansuri adalah sebagai penyair yang dilahirkan di Fansur. Hamzah Fansuri telah mengembara ke
berbagai tempat untuk menambah pengeteahuannya seperti Mekah, Madinah, Baghdad, Kudus, dan
tempat-tempat jawa lainnya. Ia menguasai bahasa Arab dan Parsi di samping bahasa Melayu yang
memang menjadi bahasa ibunya. Hamzah Fansuri adalah mengembang tarekat wujudiyah atau Martabat
Tujuh. Menurutnya yang disebut wujud iru hanya satu, walaupun kelihatannya banyak. Wujud yang satu
itu mempunyai dua dimensi, yang meliputi dimensi batin (isi) dan dimensi lahir (kulit). Semua benda yang
tampak itu merupakan perwujudan dari dimensi batin, yaitu waujud yang hakiki, yang tiada lain adalah
Allah. Wujud yang hakiki tersebut mempunyai tujuh martabat, yakni
1. Ahadiyah, hakikat sejati Allah.
2. Wahdah, hakikat Muhammad.
3. Wahidiyah, hakikat Nabi Adam.
4. Alam Arwah, hakikat nyawa.
5. Alam Mistad, hakikat segala bentuk.
6. Alam Ajsam, hakikat tubuh.
7. Alam Ihsan, hakikat manusia.
Semua martabat tersebut bermuara pada yang satu, yaitu ahadiyah, itulah Allah. Pemikiran tasawufnya
ini dipengaruhi oleh paham wahdat al wujud dari Ibnu Arabi dan al Hallaj, ahli tasawuf yang masyhur pada
akhir abad ke-12 dan awal abad ke-13. Dibawah ini adalah karya-karya Hamzah Fansuri;
1. Asrar all-Arifin (Rahasia Orang yang bijaksana)
2. Syarab al-Asyikin (Minuman Segala Orang yang Berani)
3. Zinat al-Muwahidin (Perhiasan Sekalian Orang yang Mengesakan)
4. Syair si Burung Pingai
5. Syair si Burung Pinggak
6. Syair Sidang Fakir
7. Syair Dagang
8. Syair Perahu

Hamzah Fansuri menghasilkan karyanya itu ketika masa Sultan Iskandar Muda,
1606-1636 M (abad ke-17, meghasilkan beberapa buah syair dan prosa).
Berikut ini merupakan syair karyanya;
Syair Perahu
Inilah gerangan suatu madah
Mengarangkan syair terlalu indah
Membetuli jalan tempat berpindah
Disanalah i’tikad diperbetuli sudah
Wahai muda kenali dirimu
Ialah perahu tamsil tubuhmu
Tiadalah berapa lama hidupmu
Ke akhirat jua kekal diammu
Hai muda arif budiman
Hasilkan kemudi dengan pedoman
Alat perahumu jua kerjaka
Itulah jalan membetuli insane

2). Syeikh Abdul Qadir Al Fathani


Kedudukan Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani dari sudut ilmu pengetahuan adalah setaraf
dengan ulama-ulama besar yang berada di Mekah dan Madinah pada zaman itu. Syeikh Abdul Qadir bin
Abdur Rahman al-Fathani menjalankan tugas ulama dengan aktivitis pengajarannya di Masjidil Haram,
Mekah dan di rumahnya sendiri.
Syeikh al-Fathani menyebut bahwa ayahnya, Syeikh Wan Muhammad Zain al-Fathani lahir dalam tahun
1233 H/1817 M. Diriwayatkan bahawa Syeikh Abdul Qadir al-Fathani itu lebih tua daripada Syeikh
Muhammad Zain al-Fathani. Riwayat lain menyebut bahwa usia Syeikh Abdul Qadir al-Fathani lebih tua
sekitar lima tahun daripada Syeikh Wan Muhammad Zain al-Fathani. Jadi bererti Syeikh Abdul Qadir al-
Fathani lahir dalam tahun 1228 H/1813 M. Diriwayatkan pula bahawa Syeikh Abdul Qadir al-Fathani lebih
tua daripada Syeikh Nawawi al-Bantani (Imam Nawawi Tsani).
Syeikh Nawawi al-Bantani lahir dalam tahun 1230 H/1814 M. Kedua-dua ulama yang berasal dari Patani
dan Banten itu bersahabat ketika kedua-duanya belajar di Mekah. Kedua-duanya menerima bai`ah
Thariqat Qadiriyah-Naqsyabandiyah daripada Syeikh Ahmad Khatib Sambas (1217 H/1802 M-1289 H/1872
M). Dalam beberapa hal Syeikh Nawawi Banten belajar kepada Syeikh Abdul Qadir al-Fathani, di
antaranya ilmu qiraah. Dan demikian sebaliknya dalam beberapa hal Syeikh Abdul Qadir al-Fathani belajar
pula kepada Syeikh Nawawi al-Bantani. Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani telah
menyelamatkan cukup banyak karya yang masih dalam bentuk tulisan tangan (manuskrip) yang dikarang
oleh ulama dunia Melayu, terutama sekali karya-karya Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani. Selain
memelihara manuskrip dengan rapi, Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani pula telah
melakukan pentahqiqan dan pentashhihan beberapa buah kitab yang dianggap penting, yang secara
tradisinya banyak diajarkan dari sebelum hingga zaman beliau. Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-
Fathani ini sangat penting bagi orang-orang Melayu yang berada di Mekah pada zamannya. Beliau adalah
guru bagi seluruh ulama Asia Tenggara, pakar tempat rujukan dalam semua bidang keilmuan keislaman.
Telah disebutkan bahawa Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani adalah keluarga dekat kepada
Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani, maka Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani inilah yang
pertama mengambil tempat kemasyhuran Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani setelah beliau meninggal
dunia. Pengetahuan Islam dan predikat ulama pada peribadi Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-
Fathani tidak pernah diragukan oleh para ulama yang sezaman dengan beliau. Kedudukan Syeikh Abdul
Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani dari sudut ilmu pengetahuan adalah setaraf dengan ulama-ulama
besar yang berada di Mekah dan Madinah pada zaman itu. Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-
Fathani menjalankan tugas ulama dengan aktiviti pe-
ngajarannya di Masjidil Haram, Mekah dan di rumahnya sendiri. Suatu hal yang menarik disebut di sini
bahawa Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani adalah seorang ulama yang besar pengaruhnya
di kalangan Thariqat Syathariyah. Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani adalah seorang
Mursyid dalam Thariqat Syathariyah tersebut. Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani menerima
Thariqat Syathariyah adalah secara langsung kepada Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani.
Oleh sebab Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani telah diperbolehkan mentawajjuh,
membai'ah, dan mengijazahkan Thariqat Syathariyah tersebut, maka pengaruh beliau lebih besar di
kalangan masyarakat pengamal sufi Islami. Syeikh Wan Ali Kutan al-Kalantani dipercayai telah menerima
Thariqat Syathariyah daripada Syeikh Abdul Qadir bin Abdur Rahman al-Fathani kerana ulama yang
berasal dari Kelantan itu tidak bertemu ketika dewasa dengan Syeikh Daud bin Abdullah al-Fathani.
Syeikh Abdul Qadir al-Fathani bin Abdur Rahman al-Fathani sekurang-kurangnya telah menghasilkan 14
buah karangan, namun kerana kekurangan ruangan perbicaraan tentangnya terpaksa ditangguhkan.

3). Syeikh Muhammad Mukhtar (Tuan Mukhtar Bogor)

Nama lengkap beliau ialah Syeikh Muhammad Mukhtar bin Atharid al-Bughri al-Batawi al-Jawi. Lahir di
Bogor, Jawa Barat, pada hari Khamis, 14 Sya’ban 1278 H/14 Februari 1862 M, wafat di Mekah, 17 Shafar
1349 H/13 Juli 1930 M. Tuan Mukhtar Bogor menguasai banyak bidang disiplin ilmu termasuk ilmu-ilmu
hadis, beliau berpegang dengan Mazhab Syafi’ie, pengikut setia Mazhab Ahlis Sunnah wal Jamaah aliran
Imam Abu Hasan al-Asy'ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi. Beliau memperoleh pendidikan dari
orang tuanya sendiri. Dalam tahun 1299 H/1881 M melanjutkan pelajarannya di Betawi/Jakarta, belajar
kepada al-Allamah al-Habib Utsman bin Aqil bin Yahya, Mufti Betawi. Melalui ulama Arab keturunan
Rasulallah s.a.w tersebut Tuan Mukhtar Bogor hafal matan-matan ilmu. Syeikh Muhammad Mukhtar
Bogor menghasilkan karya yang tersebar berupa cetakan ada yang ditulis dalam bahasa Arab dan bahasa
Melayu. Yang telah diketahui dan dijumpai adalah sebagai yang tersebut di bawah ini:
1. Taqribul Maqshad fil Amali bir Rub'il Mujaiyab ( ilmu falakiyah)

2. Ushulud Din I'tiqad Ahlis Sunnah wal Jamaah ( akidah, sifat dua puluh)

3. Ar-Risalatul Wahbatil Ilahiyah fi Bayani Itsqati ma'alal Maiyiti minal Huquqi was Shiyam was Shalati
( membicarakan fidiyah sembahyang, puasa dan lain-lain)

4. As-Shawa'iqul Muhriqah lil Auhamil Kazibah fi Bayani Hillil Baluti war Raddu `ala man Harramahu
(membicarakan hukum boleh makan belut ) Dan sebagainya.

4). Syeikh Abdul Hamid


Nama lengkapnya ialah Syeikh Abdul Hamid bin Mahmud. Ayah dan datuk neneknya berasal dari Talu,
Minangkabau. Abdul Hamid dilahirkan di Tanjung Balai Asahan tahun 1298 H/1880 M. Wafat pada hari
Khamis, petang Jumaat pada 10 Rabiulakhir 1370 H/18 Februari 1951 M. Menjelang perang dunia kedua,
sekitar tahun 1930an, Abdul Hamid menyelesaikan beberapa buah karangan, yang dapat diketahui ialah:
1. Ad-Durusul Khulasiyah, pernah dicetak di Mekah.
2. Al-Mathalibul Jamaliyah, pernah dicetak di Mekah.
3. Al-Mamlakul `Arabiyah.
4. Nujumul Ihtiba.
5. Tamyizut Taqlidi minal Ittiba.
6. Al-Ittiba.
7. Al-Mufradat.
8. Mi'rajun Nabi.
Selain mengarang kitab, Abdul Hamid juga pernah menerbitkan majalah bahasa Arab dan Melayu yang
diberi judul Majallah `Ulumil Islamiyah.

5) Syamsudin al Sumatrani

Ilmuwan muslim yang merupakan murid Hamzah Fansuri. Syamsudin menulis buku yang berjudul Mir’atul
Mu’minin (Cermin Orang beriman), 1601 M.

6) Nuruddin al Raniri

Ulama yang berasal dari aceh yang banyak menuangkan hasi pemikirannya tentang ajaran Islam dalam
berbagai buku. Ia berasal dari Ranir, Gujarat (India) dan keturunan bangsa quraisy Hadramaut. Raniri
dikenal sebagai orang yang giat membela ajaran Ahlussunah Waljamaah. Menurut catatan Ahmad Daudi,
karyanya yang sudah diketahui yaitu 29 buah. Diantara karya-karyanya adalah:

1. Al Shirat dan Al Mustaqim berisi uraian tentang hokum.

2. Bustan Al Salathin, berisi sejarah dan tuntunan bagi para raja.

3. Asrar Al Insani fi Ma’rifati al Ruh wa al Rahman, karyanya dalam ilmu kalam.

4. Tibyan fi Ma’rifat al Adyan, yang berisikan perdebatan dengan kaum wujudiyah.


5. Al lama’ah fi Takfir an qala bi Khalq al qur’an, yang juga merupakan bantahan terhadap pendapat
Hamzah Fansuri bahwa al Qur’an itu makhluk.

Raniri berusaha melenyapkan pemikiran Hamzah Fansuri. Dalam dunia tasawuf, paham Raniri dalam
banyak hal lebih cocok dengan ilmu kalam.

7) Syeikh Kuala (Abdurauf)

Berasal dari kerajaan Aceh dari Singkel. Dilahirkan kira-kira tahun 1620. Abdurauf mendalami ilmu
pengetahuan di Mekkah dan Madinah. Dia menghidupakan kembali ajaran tasawuf yang sebelumnya
dikembangkan oleh Hamzah Fansuri. Abduraug juga membuat tafsir AlQur’an dalam bahasa Melayu dan
Jawa.

8) Syeikh Yusuf Makasar

Di Sulawesi, pemikiran tasawuf juga berkembang melalui Syeikh Yusuf Makasar (1626-1699) yang lama
belajar di Timur Tengah. Karya-karyanya diperkirakan berjumlah 20 buah dan masih dalam bentuk naskah
yang belum diterbitkan.

9) Syeikh Muhammad Arsyad al Banjari (1710-1812 M)

Ulama yang muncul sekitar abad ke-19 M, pemikirannya tidak mengenai tasawuf, tetapi pemikiran fiqih.
Ia menulis kitab Sabilul Muhtadin, sebuah kitab fiqih dan kitab Perukunan Melayu.

10) Haji Ahmad Rifangi (1786-1875 M)

Berasal dari kalisasak yang menuis banyak buku, diantaranya Husnul Mathalib, asnal Maqashid, Jam’u l
Masa’ilAbyanul Hawa’ij, dan Ri’ayatul Himmah, yang umumnya membahas ushuluddin, fiqih, dan tasawuf.

11) Syeikh Nawawi

Syeikh Nawawi berasal dari Banten menulis tidak kurang dari 26 buah kitab, yang terkenal diantaranya
adalah al Tafsir al Munir.
WALI SONGO DALAM ISLAMISASI DI INDONESIA
A. Wali Songo dalam Islamisasi di indonesia.

Ada 9 ulama yang sangat berjasa dalam penyabaran islam di jawa. Wali Songo mengembangkan agama
islam antara abad ke 14 sampai 16, menjelang dan setelah runtuhnya kerajaan majapahit. Dalam babad
tanah jawi dalam berdakwah para wali dianggap sebagai kepala sekelompok mubalig untuk daerah
penyiaran tertentu. Selain dikenal sebagai ulama, mereka juga berpengaruh besar dalam kehidupan
politik pemerintahan. Karena itu, mereka diberi gelar “Sunan” (Susuruhan, junjungan).

a. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik.

Dikenal juga dengan nama Maulana Magribi (syekh magribi). Ia juga berasal dari magribi (afrika utara). Ia
berasal dari keluarga muslim yang taat, dan belajar agama islam sejak kecil. Ia berdakwah secara intensif
dan bijaksana. Upaya menghilangkan sistem kasta dalam masyarakat pada masa itu menjadi objek
berdakwah. Cita – cita dan perjuangannya dilanjutkan oleh anaknya, Sunan Ampel.

b. Raden Rahmat atau Sunan Ampel.

Memulai dakwahnya dari sebuah pesantren yang didirikan di Ampel Denta ( dekat surabaya ) Jawa Timur.
Sunan Giri, Raden Patah, Sunan Bonang dan Sunan Drajat adalah murid – muridnya. Sunan Ampel dikenal
sebagai wali yang tidak setuju terhadap adat istiadat masyarakat jawa misalnya, kebiasaan mengadakan
sesaji dan selamatan. Namun para wali lain berpendapat bahwa hal itu tidak dapat dihilangkan dengan
segera. Mereka mengusulkan agar adat istiadat itu diberi warna islam. Akhirnya Sunan Ampel menyetujui
bahwa hal itu akan berkembang menjadi bid’ah.

c. Raden Paku ( Raden Ainul Yaqin ) atau Sunan Giri.

Raden Paku adalah putra Maulana Ishak. Ia di tugaskan Sunan Ampel untuk menyiarkan agama islam di
Blambangan. Sunan Giri pernah belajar di pesantren ampel denta. Setelah dewasa, pada suatu perjalanan
haji bersama Sunan Bonang, ia singgah di pasai untuk memperdalam ilmu agama. Sekembalinya ke jawa,
Sunan Giri mendirikan pesantren di daerah giri. Ia juga banyak mengirim juru dakwah ke Bawean.

d. Raden Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang.


Menyebarkan agama islam dengan cara menyesuaikan diri dengan corak kebudayaan masyarakat jawa
yang menggemari wayang dan musik gamelan. Untuk itu, ia menciptakan gending – gending yang
memiliki nilai keislaman. Setiap bait lagu diselingi dengan ucapan dua kalimah syahadat sehingga musik
gamelan yang mengiringinya kian dikenal dengan istilah sekaten. Sunan Bonang pernah belajar islam di
Pasai, Aceh. Sekembalinya dari pasai, ia memusatkan kegiatan dakwahnya di Tuban yang mendirikan
pondok pesantren.

e. Sunan Drajat (Raden Qosim Syarifudin )

Dikenal sebagai seorang wali yang dermawan. Ia banyak memberikan pertolongan kepada yatim piatu,
fakir miskin, orang sakit dan orang sengsara. Perhatiannya yang besar terhadap masalah sosial sangat
tepat pada masa itu. Ia hidup pada saat kerajaan majapahit runtuh ( 1428 M ) dan rakyat mengalami
suasana kritis serta prihatin.

f. Syarif hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.

Adalah wali yang sangat berperan dalam penyebaran islam di jawa barat, khususnya Cirebon. Ia pendiri
dinasti kesultanan Banten. Kesultanan Banten dimulai dari putranya, Sultan Maulana Hasanudin. Sunan
Gunung Jati memprakarsai penyerangan ke sunda kelapa pada tahun 1527 m dibawah pimpinan
fatahillah, panglima perang Kesultanan Demak yang juga menantu Sunan Gunung Jati.

g. Raden Jafar Sadiq atau Sunan Qudus.

Sunan Qudus membangun masjid di daerah loran pada tahun 1549 m namanya masjid Al-Aqsa atau Al-
Manar, wilayah sekitarnya disebut qudus. Sunan Qudus digelari wali Al-Ilmi ( orang berilmu luas ) oleh
para wali songo karena memiliki keahlian khusus dalam bidang agama.

h. Raden Mas Syahid atau Sunan Kalijaga

Dikenal sebagai budayawan dan seniman ( seni suara, ukir dan busana ). Ia menciptakan aneka cerita
wayang yang bernafaskan islam yang dibuat dari kulit kambing ( wayang kulit ). Pada masa itu wayang
populer dilukis pada semacam kertas lebar ( wayang beber ). Dalam seni suara, ia adalah pencipta lagu
dandang gula. Sunan kalijaga berasal dari suku jawa asli. Ia melakukan dakwahnya dengan cara berkelana.
Karena wawasannya luas dan pemikirannya tajam, Sunan Kalijaga tidak hanya disukai rakyat, tetapi juga
oleh para cendikiawan dan penguasa.
i. Raden Said ( Raden Prawoto ) atau Sunan Muria.

Adalah salah seorang wali yang sangat berjasa bagi penyebaran islam di daerah pedesaan. Sunan Muria
pun menggunakan kesenian sebagai sarana berdakwah. Dua tembang yang diciptakannya dan sangat
terkenal adalah sinom dan kinanti. Tembang sinom umumnya melukiskan suasana ramah tamah dan
berisi nasihat. Adapun tembang kinanti yang bernada gembira digunakan untuk menyampaikan ajaran
agama, nasihat dan filsafat

Anda mungkin juga menyukai